22 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pemasaran 2.1.1

advertisement
22
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Pemasaran
2.1.1 Pengertian Pemasaran
Pada saat ini, konsep pemasaran tidak hanya mencakup kebutuhan dan
keinginan saja, tetapi juga mencakup pengharapan konsumen, dan hal ini berkaitan
dengan semakin banyaknya informasi yang diterima oleh konsumen sehingga
menimbulkan tuntutan yang lebih tinggi akan pemenuhan kebutuhan, keinginan, dan
harapan itu sendiri. Oleh karena itu, konsumen perlu mendapatkan perhatian yang
lebih khusus, karena konsumen merupakan pasar bagi produk yang dihasilkan oleh
perusahaan.
Menurut Peter Drucker dalam Phillip Kotler (A.B Susanto, 2000:3),
pemasaran adalah hal yang amat mendasar sehingga tidak dapat dianggap sebagai
fungsi tersendiri. Pemasaran merupakan cara memandang semua perusahaan dari
hasil akhirnya, yakni dari pandangan pelanggan. Keberhasilan suatu bisnis bukan
ditentukan oleh produsennya, melainkan oleh pelanggan.
Menurut Ray Corey dalam Philip Kotler (A.B Susanto, 2000:3), pemasaran
meliputi semua kegiatan perusahaan dalam beradaptasi terhadap lingkungannya
secara kreatif dan menguntungkan.
Konsep pemasaran berawal dari konsep pasar dan timbul pada saat seseorang
memutuskan untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan melalui suatu proses
pertukaran/transaksi jual beli. Tugas pemasaran itu sendiri adalah merubah kebutuhan
23
dan keinginan konsumen menjadi suatu permintaan, dengan menciptakan
produk yang menarik, mudah dijangkau, dan tersedia di pasar sasaran.
Malcolm Mc. Donald (2002:4) mengemukakan bahwa:
•
•
•
•
•
•
Marketing is a process for (Pemasaran adalah suatu proses untuk):
Defining market (Mendefinisikan pasar),
Quantifying the needs of the customer groups (segments) within these markets
(Merumuskan kebutuhan-kebutuhan konsumen dalam suatu pasar),
Determining the value propositions to meet these needs (Menentukan nilainilai apa saja yang dapat memenuhi kebutuhan),
Communicating these value propositions to all those people in the
organization responsible for delivering them and getting their buy into their
role (Menyerahkan nilai-nilai tersebut kepada semua orang dalam suatu
organisasi sehingga keinginan dan kebutuhannya terpenuhi).
Playing an appropriate part in delivering these value propositions, usually
only
communications
(Memainkan
peran
yang
tepat
dalam
menyerahkan/mengkomunikasikan nilai-nilai tersebut),
Monitoring the value actually delivered (Mengawasi proses penyerahan nilai).
Menurut Thomas J. Adams (1991:2), Marketing is a total system of business
activities designed to plan, price, promote, and distribute want-satisfying goods,
service, and ideas to target markets in order to achieve organizational objectives.
Artinya, pemasaran merupakan keseluruhan aktivitas bisnis yang dirancang
untuk merencanakan, menjual, mempromosikan dan mendistribusikan barang/jasa
yang diinginkan konsumen untuk memenuhi keinginan dan kebutuhan pasar.
Menurut Stanton (1995) dalam Husein Umar (2000:31), pemasaran meliputi
keseluruhan sistem yang berhubungan dengan kegiatan-kegiatan usaha yang
bertujuan
merencanakan,
menentukan
harga,
hingga
mempromosikan
dan
mendistribusikan barang/jasa yang akan memuaskan kebutuhan pembeli, baik
pembeli aktual maupun potensial.
24
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pemasaran
merupakan suatu proses sosial dan manajerial, dimana individu dan kelompok
mendapatkan kebutuhan dan keinginan mereka dengan menciptakan, menawarkan,
dan bertukar sesuatu yang bernilai satu sama lain. Definisi ini berdasar pada konsep
inti: kebutuhan, keinginan dan permintaan, produk nilai, biaya dan kepuasan,
pertukaran, transaksi dan hubungan, pasar, dan pemasaran serta pemasar. Konsep ini
digambarkan sebagai berikut:
Kebutuhan,
Keinginan,
dan
Permintaan
Produk
Nilai,
Biaya,
dan
Kepuasan
Pertukaran,
Transaksi,
dan
Hubungan
Pasar
Pemasaran
dan
Pemasar
Sumber: Philip Kotler dalam A.B Susanto (2000:11)
GAMBAR 2.1
KONSEP INTI PEMASARAN
Berdasarkan Gambar 2.1 di atas, dapat dijelaskan bahwa cara berfikir
pemasaran dimulai dengan kebutuhan dan keinginan manusia (seperti: makanan,
udara, air, pakaian, rumah). Orang memenuhi kebutuhan dan keinginannya dengan
barang dan jasa. Bagaimana konsumen memilih diantara banyak produk yang dapat
memenuhi kebutuhannya, dipengaruhi oleh nilai, budaya, dan kepuasan. Proses
pembelian dilakukan dalam suatu bentuk transaksi yang terjadi di pasar antara
produsen dan konsumen. Pemasaran bekerja dengan pasar untuk mewujudkan
transaksi yang mungkin terjadi dalam memenuhi kebutuhan dan keinginan manusia.
25
Jangkauan pemasaran sangat luas, namun ruang lingkupnya disederhanakan
ke dalam empat faktor (4P) yakni product, price, place, dan promotion, yang dikenal
dengan bauran pemasaran (Marketing Mix).
2.1.2 Pengertian Bauran Pemasaran
Menurut Kotler (2005:23), bauran pemasaran (Marketing Mix) merupakan
serangkaian alat-alat pemasaran yang digunakan perusahaan untuk mencapai tujuan
tertentu dalam pasar sasaran.
Buchari Alma (2004:205) menyatakan bahwa marketing mix merupakan
strategi mencampur kegiatan-kegiatan marketing agar dicari kombinasi maksimal
sehingga menghasilkan dan mendatangkan hasil paling memuaskan.
Bauran pemasaran juga merupakan kiat yang digunakan perusahaan untuk
mencapai sasaran pemasarannya dalam pasar sasaran. Mc. Carthy dalam Phillip
Kotler (A.B Susanto, 2000:125), mempopulerkan pembagian kiat ini dalam empat
faktor (4P) diantaranya:
1. Product (produk)
Produk merupakan penawaran nyata dari perusahaan kepada pasarnya,
mereknya, dan penyajiannya.
2. Price (harga)
Harga merupakan sejumlah biaya yang harus dikeluarkan pelanggan untuk
produk itu. Harga harus sesuai dengan pandangan pelanggan tentang nilai
produk supaya pembeli tidak beralih pada pesaingnya.
26
3. Place (tempat/distribusi)
Tempat merupakan berbagai kegiatan perusahaan untuk membuat produknya
terjangkau dan tersedia bagi pasar sasarannya. Penjual harus dapat mengajak,
menentukan, dan menghubungkan berbagai perantara pemasaran produk dan
jasanya jenis pengecer, pedagang besar dan perusahaan distribusi, serta
mengetahui cara mereka mengambil keputusan pembelian produk.
3. Promotion (promosi)
Promosi merupakan berbagai kegiatan perusahaan untuk mengkomunikasikan
produknya kepada pasar sasaran. Penjual harus dapat mempekerjakan,
melatih, dan memotivasi wiraniaganya, juga menyiapkan program komunikasi
dan promosi yang terdiri dari: iklan, pemasaran langsung, promosi penjualan,
dan hubungan masyarakat.
Bauran pemasaran (4P) menunjukkan pandangan penjual tentang kiat
pemasaran yang tersedia untuk mempengaruhi pembeli. Dari sudut pandang penjual,
setiap kiat pemasaran dirancang untuk memberikan manfaat bagi pelanggan.
Perusahaan
yang
unggul
adalah
perusahaan
yang
dapat
memenuhi
keinginan/kebutuhan pelanggan secara ekonomis, mudah, dan dengan komunikasi
yang efektif. Robert Lauterborn berpendapat bahwa bauran pemasaran (4P)
berhubungan dengan 4C pelanggan, seperti yang diuraikan dalam Gambar 2.1
berikut:
27
4P
Produk
Harga
Tempat
Promosi
4C
Kebutuhan dan keinginan pelanggan
(Customer need and wants)
Biaya pelanggan (Cost to the customer)
Kemudahan (Convenience)
Komunikasi (Communication)
Sumber: Phillip Kotler dan A.B Susanto (2000:127)
GAMBAR 2.2
HUBUNGAN ANTARA 4P (MARKETING MIX) DENGAN 4C PELANGGAN
Berdasarkan Gambar 2.2 di atas, bauran pemasaran penjual terdiri dari 4P
(Product, Price, Place, Promotion). Keempat faktor tersebut digabungkan untuk
memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggan yang terangkai dalam 4C (Costumer
need and wants, Cost to customer, Convenience, Communication).
Produk merupakan salah satu unsur bauran pemasaran yang paling penting,
sebab produk merupakan penawaran yang nyata dari perusahaan kepada pasar sasaran
dan merupakan alat pemuas yang ditawarkan produsen untuk memenuhi kebutuhan
konsumen.
2.2 Produk
2.2.1 Pengertian Produk
Menurut Fandy Tjiptono (2002:22) produk adalah segala sesuatu yang dapat
ditawarkan produsen untuk diperhatikan, diminta, dicari, dibeli, disewakan,
digunakan, atau dikonsumsi pasar (baik konsumen akhir maupun pasar industri)
sebagai pemenuhan kebutuhan atau keinginan pasar yang bersangkutan.
28
Menurut Djaslim Saladin (2004:121), produk adalah segala sesuatu yang
dapat ditawarkan ke suatu pasar untuk diperhatikan, dimiliki, dipakai atau dikonsumsi
sehingga dapat memuaskan keinginan dan kebutuhan konsumen. Produk-produk yang
ditawarkan tersebut meliputi:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Barang fisik, seperti: mobil, sepeda motor, meja, kursi.
Jasa, seperti: tukang cukur, konser, jasa transportasi/angkutan umum.
Orang/pribadi, seperti: Rano Karno, Inul Daratista, Mandra, dan sebagainya.
Tempat, seperti: Bali, Yogya, Nias, dan sebagainya.
Organisasi, seperti: Dharma Wanita, Koperasi Pasar Indonesia, Pramuka.
Ide, seperti: Keluarga Berencana, Empat sehat Lima sempurna.
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa produk merupakan segala
sesuatu yang ditawarkan produsen ke suatu pasar untuk diperhatikan, diminta, dicari,
dibeli, disewakan, digunakan, atau dikonsumsi pasar, baik pasar konsumen akhir
maupun pasar industri sebagai pemenuhan kebutuhan atau keinginan pasar yang
bersangkutan.
Karakteristik produk memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap strategi
pemasaran. Namun, strategi pemasaran juga tergantung pada faktor-faktor lain
seperti: tahap siklus hidup produk, strategi pesaing, dan kondisi ekonomi.
2.2.2 Tingkatan Produk
Dalam merencanakan penawaran pasar/produk, pemasar perlu memikirkan
lima macam tingkatan produk, diantaranya:
1. Produk Utama (Core Benefit)
Produk utama merupakan sekumpulan jasa/manfaat dasar yang sesungguhnya
dibeli pelanggan. Pemasar harus memandang dirinya sendiri sebagai pemberi
29
manfaat, dan pemasar harus dapat merubah produk utama ini menjadi produk
generik (basic produk).
2. Produk Generik (Basic Product)
Produk generik merupakan versi dasar dari produk utama. Artinya, pada
produk utama tersebut terdapat manfaat bentuk dasar produk yang mampu
memenuhi fungsi dasar produk.
3. Produk yang diharapkan (Expected Product)
Merupakan satu set atribut produk dan persyaratan yang biasanya diharapkan,
disenangi, serta disetujui pembeli ketika membeli produk tersebut.
4. Produk Tambahan (Augmented Product)
Produk tambahan meliputi jasa tambahan dan manfaat yang dapat
membedakan produk tersebut dengan produk pesaing.
5. Produk Potensial (Potential Product)
Produk potensial merupakan semua tambahan dan perubahan yang mungkin
didapat produk tersebut di masa depan apabila terjadi perubahan dan
perkembangan teknologi serta selera konsumen. Disinilah perusahaanperusahaan berusaha mencari cara baru untuk memuaskan pelanggan dan
membedakan penawarannya.
2.2.3 Hirarki Produk
Setiap produk berkaitan secara hirarkis dengan produk-produk lainnya.
Hirarki produk ini dimulai dari kebutuhan dasar sampai item tertentu yang dapat
30
memuaskan kebutuhan dasar tersebut. Menurut Kotler, hirarki produk terdiri dari
tujuh tingkatan yaitu:
1. Keluarga kebutuhan (Need Family), yaitu kebutuhan inti yang mendasari
keberadaan suatu kelompok produk.
2. Keluarga produk (Product Family), yaitu semua kelas produk yang dapat
memenuhi suatu kebutuhan inti dengan efektivitas memadai.
3. Kelas produk (Product Class), yaitu sekelompok produk yang diakui
mempunyai kesamaan fungsional.
4. Lini produk (Line Product), yaitu sekelompok produk dalam kelas produk
yang berkaitan erat karena mereka melaksanakan suatu fungsi yang serupa,
dijual pada kelompok pelanggan yang sama, dipasarkan melalui saluran
distribusi yang sama, atau berada dalam rentang tertentu.
5. Jenis produk (Product Type), yaitu satu kelompok produk dalam satu lini
produk, yang sama-sama memiliki satu dari berbagai kemungkinan bentuk
produk tersebut.
6. Merek (Brand), yaitu satu atau beberapa produk dalam lini produk yang
digunakan untuk mengidentifikasi sumber atau karakter produk tersebut.
7. Unit produk (Item/Stockkeeping Unit/Product Variant), yaitu suatu unit
tersendiri dalam suatu merek atau lini produk yang dapat dibedakan menurut
ukuran, harga, penampilan, atau atribut lainnya.
31
2.2.4 Klasifikasi Produk
Pemasar biasanya mengklasifikasikan produk berdasarkan macam-macam
karakteristik produk seperti: daya tahan, wujud, dan penggunaannya. Berdasarkan
daya tahan dan wujudnya, produk dapat diklasifikasikan ke dalam tiga kelompok
(Fandy Tjiptono, 2002:98) diantaranya:
1) Barang tidak tahan lama (Nondurable Goods), yakni barang berwujud yang
biasanya habis dikonsumsi dalam satu atau beberapa kali pemakaian. Umur
ekonomisnya kurang dari satu tahun.
2) Barang tahan lama (Durable Goods), yakni barang berwujud yang biasanya
bisa bertahan lama dengan banyak pemakaian (umur ekonomisnya untuk
pemakaian normal adalah satu tahun atau lebih). Produk-produk tahan lama
biasanya membutuhkan penjualan langsung dan pelayanan, marjin yang lebih
tinggi, serta adanya garansi dari penjual.
3) Jasa (Service), merupakan aktivitas, manfaat, atau kepuasan yang ditawarkan
untuk dijual. Jasa bersifat tidak berwujud, tidak dapat dipisahkan, dan mudah
habis. Akibatnya, jasa biasanya memerlukan lebih banyak pengendalian
kualitas, kredibilitas pemasok, dan kemampuan penyesuaian.
Berdasarkan penggunannya, produk dapat dibedakan menjadi barang
konsumsi (Consumer’s Goods) dan barang industri (Industrial Goods). Barang
konsumsi (Consumer’s Goods) terbagi menjadi:
1) Convenience goods, merupakan barang yang pada umumnya memiliki
frekuensi pembelian tinggi, dibutuhkan dalam waktu segera, dan hanya
32
memerlukan usaha minimum dalam pembandingan dan pembeliannya.
Convenience goods dikelompokkan menjadi tiga jenis diantaranya:
a. Staples: Barang yang dibeli konsumen secara rutin, misalnya: sabun
mandi, pasta gigi, deterjen.
b. Impulse goods: Barang yang dibeli tanpa usaha pencarian/perencanaan,
dipajang dibanyak tempat yang tersebar, sehingga konsumen tidak sulit
mencarinya, misalnya: permen, majalah, coklat.
c. Emergency goods: Barang yang dibeli apabila suatu kebutuhan dirasa
konsumen sangat mendesak, misalnya: payung pada saat musim hujan.
2) Shopping goods, merupakan barang yang dalam proses pemilihan dan
pembeliannya dibandingkan karakteristiknya untuk melihat kecocokan, mutu,
harga, serta modelnya. Shopping goods terbagi menjadi dua jenis yaitu:
a. Homogenous shopping goods: Barang yang memiliki mutu yang sama
tetapi harga yang berbeda. Contoh: tape recorder, televisi, mesin cuci.
b. Heterogenous shopping goods: Barang-barang yang kualitasnya dianggap
lebih penting dibandingkan harganya. Contoh: perlengkapan rumah
tangga, meubel, pakaian.
3) Specialty goods: Barang-barang yang memiliki karakteristik unik, untuk itu
sekelompok pembeli berusaha untuk membelinya, umumnya terdiri dari
barang-barang mewah dengan merek dan model spesifik. Contoh: Cristian
Dior, Versace, Yves Saint Laurence.
33
4) Unsought goods: Barang-barang yang tidak diketahui oleh konsumen secara
umum dan biasanya mereka tidak terfikir untuk membelinya. Contoh: asuransi
jiwa, batu nisan, tanah perkuburan.
Sedangkan, barang industri (Industrial Goods) diklasifikasikan mejadi:
1) Material and Parts (Bahan baku dan Suku cadang): Barang-barang yang
memasuki produk secara lengkap seperti: bahan mentah serta bahan olahan,
dan suku cadang.
2) Capital Items (Barang modal): Barang tahan lama yang memberi kemudahan
dalam mengembangkan/mengelola produk jadi. Capital items terbagi menjadi
instalasi dan peralatan tambahan.
3) Supplies and Service (Perlengkapan dan Jasa): Barang-barang tidak tahan
lama dan jasa, yang memberi kemudahan dalam mengembangkan/mengelola
keseluruhan produk jadi. Supplies and service terbagi menjadi: supplies (jasa
perawatan dan perbaikan), dan business service (konsultasi bisnis).
2.3 Diferensiasi Produk
2.3.1 Pengertian Diferensiasi Produk
Secara rasional, konsumen dalam membeli suatu produk menuntut produk
yang baik, dengan adanya perbedaan yang unik dari produk tersebut. Diferensiasi
didefinisikan sebagai tindakan merancang satu set perbedaan yang berarti, untuk
membedakan penawaran perusahaan dengan penawaran pesaing (Phillip Kotler,
1997:4).
34
Menurut Porter (1994:128), “Differentiation is a firm differentiates it self from
it’s competitiors, if it can be unique at something that is valuable to buyers”. Artinya,
diferensiasi merupakan cara suatu perusahaan untuk membedakan produknya dengan
produk pesaing melalui suatu keunikan (ciri khas produk) yang membuat konsumen
menjadi tertarik.
Diferensiasi produk menyatakan banyak hal, tidak hanya sekedar ciri-ciri
khusus produk saja, tetapi juga pembedaan produk melalui atribut-atribut fisik. Suatu
produk dapat dikatakan istimewa apabila mempunyai keunggulan superior secara
substansial.
Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa diferensiasi produk
merupakan cara perusahaan untuk memenangkan persaingan dengan perusahaan
pesaing melalui suatu daya pembeda/keunikan produk dan atribut produk lainnya,
sehingga dipersepsikan sebagai produk yang memiliki nilai lebih oleh konsumen.
Dalam mengembangkan sistem pemasaran, perusahaan harus menemukan
cara khusus untuk mendapatkan keunggulan kompetitif, karena jumlah peluang
diferensiasi berbeda untuk setiap jenis industri. Boston Consulting Group (BCG)
(Phillip Kotler, 1997:389-390) membedakan empat jenis industri berdasarkan jumlah
keunggulan kompetitif yang tersedia beserta ukurannya yaitu:
1. Industri volume: Industri dimana perusahaan dapat memperoleh sedikit
keunggulan yang besar. Contoh: industri alat berat, dimana perusahaan dapat
mencoba mengeluarkan biaya rendah, tetapi produk yang dihasilkannya
memiliki daya pembeda dan dapat unggul banyak.
35
2. Industri mati langkah: Industri dimana terdapat beberapa kemungkinan
keunggulan, namun masing-masing berukuran kecil. Contoh: industri baja,
dalam industri ini sulit untuk membedakan hasil produk/biaya produksinya.
3. Industri terfragmentasi: Industri dimana terdapat banyak kemungkinan
perbedaan, namun masing-masing skalanya kecil. Contoh: suatu restoran
dapat membedakan diri dengan banyak cara, namun pangsa pasarnya tidak
akan besar. Laba yang didapat tidak tergantung dari ukuran besar kecilnya
restoran.
4. Industri terspesialisasi: Industri dimana terdapat banyak kemungkinan
perbedaan, dan masing-masing dapat bernilai tinggi. Contoh: perusahaan yang
membuat peralatan khusus untuk segmen pasar tertentu, dalam industri ini,
perusahaan kecil labanya bisa sama dengan perusahaan besar.
Jenis industri berdasarkan jumlah keunggulan kompetitifnya diperjelas dalam
Gambar 2.3 berikut.
Cara
Mendapatkan
Keunggulan
Banyak
Sedikit
TERSPESIALISASI TERFRAGMENTASI
MATI LANGKAH
Kecil
VOLUME
Besar
Besarnya Keunggulan
Sumber: Phillip Kotler, 1997:390
GAMBAR 2.3
MATRIKS BCG (BOSTON CONSULTING GROUPS) YANG BARU
36
Diferensiasi produk dapat dikatakan menyerupai suatu garis. Di ujung yang
satu kita menemukan produk yang sangat terstandarisasi yang hanya memungkinkan
sedikit variasi, di ujung yang lain adalah produk dengan diferensiasi tinggi. Disini
penjual mempunyai banyak sekali parameter rancangan.
2.3.2 Ruang Lingkup Diferensiasi Produk
Strategi diferensiasi menuntut suatu perusahaan menjadi unik di mata
konsumen. Keunikan itu secara umum harus terdapat pada industri tersebut, dan
mencakup atribut produk, sistem penyerahan barang atau jasa, serta pemasaran dalam
memenuhi kebutuhan spesifik dari konsumen.
Keunikan perusahaan dalam sebuah aktivitas nilai ditentukan oleh sejumlah
penentu pokok yang sejalan dengan penentu biaya. Tanpa mengidentifikasi penentu
keunikan, perusahaan tidak akan dapat benar-benar mengembangkan sarana
menciptakan bentuk-bentuk diferensiasi baru atau mendiagnosis daya tahan
diferensiasi yang ada. Menurut Porter (1994:122), faktor-faktor yang mendorong
tercapainya keunikan antara lain:
1.
2.
3.
4.
5.
Ciri-ciri produk dan kemampuan kerja produk yang ditawarkan.
Pelayanan yang disediakan (kredit, penyerahan, atau perbaikan).
Intensitas aktivitas yang dilakukan (besarnya biaya pengiklanan).
Isi aktivitas (informasi yang disediakan dalam pengolahan pesanan).
Teknologi yang dipakai dalam melaksanakan sebuah aktivitas (presisi
peralatan mesin, komputerisasi pengolahan pesanan).
6. Mutu masukan (input) yang diadakan bagi sebuah aktivitas.
7. Prosedur yang mengatur tindakan pegawai dalam sebuah aktivitas (prosedur
pelayanan hakikat kunjungan penjualan, frekuensi inspeksi atau pengambilan
sampel).
8. Tingkat keterampilan dan pengalaman pegawai yang bertugas menjalankan
sebuah aktivitas dan pelatihan yang disediakan.
37
9. Informasi yang dipakai untuk mengendalikan sebuah aktivitas (temperatur,
tekanan, dan variabel lain yang dipakai untuk mengendalikan reaksi kimia
tertentu).
Perusahaan melakukan diferensiasi terhadap para pesaingnya bilamana ia
berhasil menampilkan keunikan yang dinilai penting oleh pembeli, disamping harga
yang rendah. Perusahaan seringkali memandang diferensiasi dari segi produk fisik
atau praktek pemasaran, bukan sebagai hal yang dapat diciptakan dimana saja dalam
rantai nilai yang ada. Perusahaan juga dapat melakukan diferensiasi melalui
keleluasaan aktivitas atau melalui cakupan bersaing. Menurut Porter (1994:121),
faktor-faktor yang dapat membantu diferensiasi diantaranya:
1. Kemampuan melayani kebutuhan pembeli dimana saja.
2. Kesederhanaan pemeliharaan bagi pembeli jika suku cadang dan falsafah
desain yang sama dipakai bagi lini yang luas.
3. Kesamaan tempat yang dapat dituju oleh pembeli untuk melakukan
pembelian.
4. Kesamaan tempat bagi pelayanan pelanggan.
5. Keunggulan kompatibilitas dibandingkan dengan produk lain.
Saluran distribusi dapat juga menjadi sumber kekuatan perusahaan. Menurut
Porter (1994:121), perusahaan dapat meningkatkan peran saluran distribusi sebagai
sumber diferensiasi dengan cara:
1. Menyeleksi pesaing untuk mencapai konsistensi dalam sarana, kemampuan,
atau citra.
2. Menetapkan standar dan kebijakan mengenai cara pengoperasian saluran.
3. Menyediakan bahan pengiklanan dan pelatihan (training) untuk digunakan
saluran.
4. Menyediakan dana agar saluran dapat menawarkan kredit.
2.3.3 Tahapan dan Cara Menjaga Diferensiasi Produk
Hermawan Kertajaya (2004:149) mengemukakan beberapa tahapan dalam
membangun diferensiasi produk, diantaranya:
38
1) Lakukan strategi STP (Segmenting, Targeting, Positioning)
2) Dari positioning tersebut, analisa dengan baik sumber-sumber diferensiasi
yang memungkinkan, baik yang telah ada saat ini maupun yang memiliki
potensi untuk menjadi basis diferensiasi di masa yang akan datang.
3) Uji diferensiasi perusahaan apakah sustainable atau tidak. Setelah melakukan
analisa kemungkinan basis diferensiasi yang bisa dihasilkan oleh perusahaan
baik dari segi konten, konteks, infrastruktur, diferensiasi bukan hanya untuk
satu atau dua hari saja, diferensiasi harus membuat produk bertahan di pasar.
4) Komunikasikan diferensiasi, melalui beberapa kriteria diantaranya:
a. Simple: Mengkomunikasikan diferensiasi yang ditawarkan dalam bahasa
yang sederhana serta kata-kata yang singkat.
b. Meaningfull: Memilih kata-kata yang singkat tetapi bermakna.
c. Focus: Menuju satu titik dimana perusahaan tampil beda dan
meninggalkan pesaing.
Hermawan Kertajaya (2004:150) mengemukakan beberapa cara untuk
menjaga diferensiasi yang sudah terbentuk, diantaranya sebagai berikut:
1) Melakukan ekstensi merek untuk mengeksploitasi fokus pada core
differentiation, pasar tetap bersumber pada diferensiasi utama yang dimiliki.
2) Be consistent, untuk mempertahankan diferensiasi agar tidak membingungkan
konsumen.
3) Evolve your differentiation, jangan pernah puas dengan diferensiasi yang
sudah dimiliki, dan harus terus diperkuat dari waktu ke waktu.
Setelah membangun cara dan tahapan diferensiasi, terdapat beberapa syarat
penting untuk memperkuat diferensiasi produk. Hermawan Kertajaya (2000:15)
mengemukakan syarat-syarat tersebut diantaranya:
1) Keunikan Produk: Produk dan merek harus memiliki keunikan yang sulit di
mata pesaing. Agar sulit ditiru, diferensiasi harus tersusun dari beragam
aktivitas yang cukup banyak dan kompleks, serta saling terkait satu sama lain.
Produk yang unik adalah senjata yang tidak mudah ditiru oleh pesaing.
2) Value: Diferensiasi harus menghasilkan value yang terbaik dan diinginkan
oleh pelanggan, bersifat customer focus, artinya perbedaan yang diciptakan
harus mampu memberi manfaat yang sangat tinggi di mata pelanggan. Untuk
39
dapat melakukannya, langkah awal dalam menyusun diferensiasi produk
adalah harus mampu secara jeli menguraikan kebutuhan (needs), keinginan
(wants) dan harapan (expectations) dari setiap pelanggan.
3) Keunggulan Produk: Diferensiasi harus dapat menciptakan keunggulan
dibandingkan produk pesaing. Agar tercipta diferensiasi yang kokoh, produk
harus setingkat lebih tinggi daripada produk pesaing. Kuncinya adalah
inovasi, baik inovasi produk, pelayanan, maupun strategi.
2.3.4 Variabel Diferensiasi Produk
Menurut Phillip Kotler dalam A.B Susanto (2001:390), variabel diferensiasi
produk terdiri dari: bentuk, keistimewaan (feature), kinerja (performance quality),
kesesuaian (conformance quality), daya tahan (durability), keandalan (reliability),
mudah diperbaiki (repairability), gaya, dan rancangan (design).
1. Bentuk
Keragaman bentuk produk merupakan kemampuan produk untuk menjadi
pembeda dengan produk pesaing yang sejenis dalam bentuk, model, serta
struktur fisik produk yang unik.
2. Keistimewaan
Keistimewaan produk merupakan suatu versi dasar atau kerangka produk,
serta sifat yang menunjang fungsi dasar dari suatu produk. Kebanyakan
produk dapat ditawarkan dengan berbagai ciri serta keistimewaan. Perusahaan
dapat mulai menambahkan keistimewaan melalui versi dasar produk, dan
membuat versi lain dengan menambahkan ciri/keistimewaan baru.
40
3. Kinerja
Kinerja mengacu pada tingkat dimana karakteristik dasar produk beroperasi.
Kinerja produk juga menunjukkan tingkat operasi sifat utama produk.
Kebanyakan perusahaan mulai pada salah satu tingkat kinerja: rendah, biasa,
tinggi, dan unggul. Strategic Planning Institute (Phillip Kotler dalam A.B
Susanto, 2000:393) mempelajari pengaruh mutu produk dan menemukan
korelasi positif antara mutu produk dan pengembalian investasi. Perusahaan
yang menghasilkan produk bermutu tinggi akan menghasilkan laba yang lebih
banyak, karena, produk bermutu tinggi memperoleh harga tinggi pula, lebih
banyak pembelian ulang, konsumen lebih loyal, dan kesan yang lebih baik.
Beberapa perusahaan mengurangi kualitas produknya untuk mengimbangi
kenaikan biaya, dengan harapan konsumen tidak akan merasakan adanya
perbedaan pengurangan kualitas produk. Perusahaan lain sengaja mengurangi
kualitas untuk meningkatkan laba saat ini, walaupun tindakan ini sangat
merusak profitabilitas jangka panjang perusahaan.
4. Kesesuaian
Kesesuaian merupakan suatu tingkat dimana semua unit yang diproduksi
identik dan memenuhi spesifikasi sasaran yang dijanjikan. Kesesuaian juga
mengukur sejauh mana sifat rancangan dan operasi produk mendekati standar
yang dituju. Hal ini menunjukkan apakah barang yang diproduksinya
semuanya sama dan memenuhi spesifikasi, atau sebaliknya. Dengan
kesesuaian rendah, banyak konsumen yang tidak memperoleh kinerja yang
41
dianjikan dan akan kecewa. Salah satu sebab produsen memiliki reputasi
tinggi adalah kesesuaian produk yang tinggi, sehingga konsumen puas.
5. Daya Tahan
Daya tahan merupakan suatu ukuran usia operasi produk yang diharapkan
berada dalam kondisi normal dan atau berat. Daya tahan juga mengukur
harapan hidup produk/usia produk. Konsumen bersedia membayar lebih
mahal untuk produk yang usianya lebih tahan lama, tetapi tentu ada syaratnya
yaitu:
a. Selisih harga penjualan tidak boleh terlalu mahal,
b. Produk tersebut tidak boleh tergantung pada mode atau teknologi, karena
menjadi mudah ketinggalan zaman/teknologi.
6. Keandalan
Keandalan merupakan suatu ukuran kemungkinan produk tidak akan
mengalami kerusakan atau gagal dalam suatu periode waktu tertentu.
Konsumen rela untuk membeli produk dengan harga lebih tinggi demi
mendapatkan produk yang handal dan berkualitas. Hal tersebut dilakukan
karena secara rasional konsumen akan menghindari biaya kerusakan yang
tinggi serta waktu perbaikan produk yang mengalami kerusakan tersebut.
7. Mudah Diperbaiki
Mudah diperbaiki merupakan suatu ukuran kemudahan untuk memperbaiki
suatu produk yang mengalami kerusakan atau gagal. Idealnya, suatu barang
dapat diperbaiki oleh pemakai sendiri dengan cepat dan dengan biaya yang
rendah. Apabila produk tersebut tidak dapat diperbaiki sendiri oleh
42
pemiliknya, produk harus mempunyai ciri diagnostik, sehingga teknisi dapat
memperbaikinya dari jauh atau memberi petunjuk pada pemakai bagaimana
cara-cara untuk memperbaiki barang yang rusak tersebut. Konsumen pada
umumnya bersedia untuk membayar lebih tinggi demi mendapatkan produk
yang mudah diperbaiki.
8. Gaya
Gaya mengacu pada bagaimana penampilan produk di mata konsumen.
Keuntungan gaya adalah keunikan produk yang sulit ditiru oleh produk
pesaing. Banyak konsumen yang rela membayar lebih mahal untuk produk
yang lebih bergaya. Gaya berkaitan erat dengan kemasan. Kemasan memberi
kesan pertama pada pembeli dan membuatnya berkata “ya” atau “tidak”.
Perusahaan dapat menggunakan kemasan sebagai senjata untuk membedakan
gaya, terutama dalam produk makanan, kosmetik, dan peralatan dapur. Produk
yang bergaya tinggi tidak selalu berarti kinerja produk yang tinggi, misalnya,
kursi yang tampak bagus mungkin tidak enak untuk diduduki. Saat ini tidak
sedikit perusahaan yang kurang memperhatikan gaya/kemasan, sehingga
produknya menjadi membosankan dan tidak menarik.
9. Rancangan
Rancangan merupakan totalitas dari keistimewaan yang mempengaruhi cara
penampilan dan fungsi suatu produk dalam hal kebutuhan pelanggan. Kedelapan
poin
di
atas
merupakan
parameter
rancangan
(kekuatan
pengintegrasi). Merancang produk itu sulit karena si perancang harus harus
menentukan berapa banyak yang harus ditanamkan dalam pengembangan
43
variabel-variabel diferensiasi di atas dengan mengikuti pedoman “bentuk
mengikuti fungsi”. Dari sudut pandang perusahaan, produk yang dirancang
dengan
baik
adalah
produk
yang
mudah
untuk
diproduksi
serta
didistribusikan. Sedangkan dari sudut pandang pelanggan, produk yang
dirancang dengan baik adalah produk yang memiliki nilai-nilai keindahan
(estetika), mudah untuk dipasang, digunakan, diperbaiki, serta dibuang.
Rancangan yang baik harus dapat menarik perhatian, meningkatkan mutu
serta kinerja produk, menurunkan biaya, serta menyampaikan nilai kepada
pasar sasaran. Menurut Diater Ram dalam Philip Kotler (A.B Susanto,
2000:397), desain yang baik harus inovatif, dapat meningkatkan kegunaan
suatu produk, memiliki nilai-nilai estetis, dapat menunjukkan struktur logis
produk itu, tidak mengganggu, jujur, tahan lama, konsisten sampai ke
detailnya, sadar lingkungan, serta minimalis.
2.4 Keputusan Pembelian
2.4.1 Pengertian Keputusan Pembelian
Schiffman dan Kanuk (Perilaku Konsumen, 289:2003) mendefinisikan
keputusan sebagai pemilihan suatu tindakan dari dua atau lebih pilihan alternatif.
Seorang konsumen yang hendak melakukan pilihan harus memiliki berbagai pilihan
alternatif.
Menurut Philip Kotler (1997:171), keputusan pembelian merupakan tahap
dimana konsumen telah memiliki pilihan dan siap untuk melakukan transaksi
pembelian atau pertukaran antara uang dan janji untuk membayar dengan hak
44
kepemilikan atau penggunaan suatu barang atau jasa. Sedangkan menurut Philip
Kotler dan Amstrong (2001:226), keputusan pembelian merupakan suatu tahap dalam
proses pengambilan keputusan pembelian, dimana konsumen benar-benar membeli.
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa keputusan
pembelian merupakan suatu tindakan dalam proses pengambilan keputusan
pembelian, dimana konsumen benar-benar melakukan pembelian terhadap suatu
produk dalam suatu transaksi jual beli yang terjadi di pasar.
2.4.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Pembelian Konsumen
Dalam perkembangan konsep pemasaran, konsumen ditempatkan sebagai
pusat perhatian. Perusahaan berusaha mengkaji aspek-aspek konsumen dalam rangka
mengembangkan strategi pemasaran yang efektif dan diharapkan mampu meraih
pangsa pasar yang ada. Namun sebelum itu, perusahaan harus mengenal konsumen
sasarannya melalui perilaku, terutama perilaku pembelian konsumen. Beberapa hal
yang harus dipelajari dari perilaku konsumen antara lain: apa, mengapa, bagaimana,
kapan, dimana, dan seberapa sering konsumen membeli.
Perilaku merupakan tindakan-tindakan yang dilakukan seseorang dalam reaksi
terhadap rangsangan stimulus. Stimulus tersebut dapat berasal dari dalam ataupun
dari luar dirinya. Untuk mengetahui hubungan antara rangsangan pemasaraan dengan
perilaku konsumen, Kotler (2000:183) menjelaskan bahwa terdapat faktor-faktor
yang dapat mempengaruhi perilaku konsumen, diantaranya sebagai berikut:
45
BUDAYA
Kultur
Subkultur
Kelas
Sosial
SOSIAL
Kelompok
acuan
Keluarga
Peran dan
Status
KEPRIBADIAN
KEJIWAAN
Usia, Tahap dan
Siklus hidup
Motivasi
Jabatan
Persepsi
Keadaan
Perekonomian
Pengetahuan
Gaya hidup
Kepercyaan
dan Sikap
PEMBELI
Kepribadian dan
Konsep diri
Sumber: Phillip Kotler (2000:183)
GAMBAR 2.4
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU PEMBELIAN
1. Faktor Budaya
Kebudayaan merupakan konfigurasi dari tingkah laku yang dipelajari, dan
hasil tingkah laku yang unsur-unsur pembentukannya didukung dan diteruskan
oleh anggota dari masyarakat tertentu. Budaya terdiri atas tiga bagian yaitu:
1) Budaya, merupakan penentu keinginan dan perilaku yang paling mendasar.
2) Sosial budaya, terdiri dari bangsa, agama, kelompok ras, dan daerah
geografis.
46
3) Kelas sosial yang berbentuk sistem kasta, dimana anggota kasta yang
berbeda dibesarkan dengan peran tertentu dan tidak dapat mengubah
keanggotaan kasta mereka.
2. Faktor Sosial
Faktor sosial merupakan bagian kelompok dari masyarakat yang mempunyai
kesamaan dalam nilai, kepentingan, dan perilaku. Faktor sosial terbagi menjadi:
a. Kelompok referensi: Terdiri dari semua kelompok yang memiliki pengaruh
langsung (tatap muka) atau tidak langsung terhadap sikap atau perilaku
seseorang.
b. Keluarga: Merupakan organisasi pembelian konsumen yang paling penting
dalam masyarakat, dan ia telah menjadi objek penelitian yang ekstensif.
c. Peran dan Status: Merupakan seseorang yang berpartisipasi dalam banyak
kelompok sepanjang hidupnya dalam keluarga.
3. Faktor Pribadi
Pribadi yang ada dalam diri seseorang dapat mempengaruhi perilakunya atau
perilaku yang lain sebagai konsumen. Sub-sub faktor pribadi terdiri atas: usia atau
tahap daur hidup, pekerjaan, keadaaan ekonomi, gaya hidup, serta kepribadian dan
konsep diri
4. Faktor Psikologis/Kejiwaan
Faktor kejiwaan yang mempengaruhi perilaku individu terdiri atas empat sub
faktor, yaitu: motivasi, persepsi, pengetahuan, serta sikap dan keyakinan. Faktorfaktor tersebut mempengaruhi perilaku konsumen terutama dalam proses
47
pengambilan keputusan untuk membeli, mengkonsumsi, dan mengatur perpaduan
konsumsi seperti yang disajikan dalam Gambar 2.5 berikut.
Kekuatan
Kelompok
-
Pengaruh
Psikologi
Kebudayaan
Kelas sosial
Kelompok
Keluarga
- Pengalaman
- Kepribadian
- Sikap &
Kepercayaan
- Konsep diri
Pembentukan Persepsi Konsumen
Perilaku Konsumen
Proses Pengambilan Keputusan
Adanya Kebutuhan
Identifikasi Alternatif
Evaluasi Alternatif
Perilaku Setelah Membeli
Sumber: Buchari Alma (1988:47)
GAMBAR 2.5
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
KEPUTUSAN PEMBELIAN INDIVIDU
48
Terdapat beberapa motif yang mendorong terjadinya tindakan pembelian
konsumen (Buying motives) diantaranya:
1) Primary buying motives, yakni motif untuk pembeli yang sebenarnya.
Contoh: orang yang merasakan lapar, maka secara rasional ia akan segera
mencari makanan untuk memuaskan keinginannya.
2) Selective buying motives, yakni pemilihan terhadap suatu barang. Selective
buying motives dapat dikelompokkan ke dalam hal-hal sebagai berikut:
Berdasarkan rasio, misalnya: seseorang yang ingin pergi ke Kota Jakarta,
ia cukup membeli karcis kereta api kelas ekonomi saja. Hal tersebut
dilakukan untuk menghemat pengeluaran.
Berdasarkan waktu, misalnya: seseorang yang membeli makanan kaleng
dengan alasan agar mudah disajikan dan menghemat waktu penyajian.
Berdasarkan emosi, misalnya: seseorang yang membeli suatu produk
karena
meniru
orang
lain
yang
telah
lebih
dahulu
membeli/mengkonsumsi produk tersebut.
3) Patrionage buying motives, motif pembelian ini ditujukan kepada tempat/toko
tertentu, timbul karena layanan yang memuaskan, jarak yang dekat dari
tempat tinggal, persediaan barang yang cukup, dan sebagainya.
2.4.3 Model Konsumen dalam Mengambil Keputusan
Untuk memudahkan pemahaman terhadap perilaku konsumen, Phillip Kotler
(2000:161) membuat model yang disebut model perilaku konsumen. Model tersebut
digambarkan sebagai berikut:
49
Marketing
Stimuli
Other
Stimuli
Product
Price
Place
Promotion
Economic
Technology
Political
Cultural
Buyer’s
Characteristics
Cultur
Social
Personal
Pshycological
Buyer’s
Decision Process
Buyer’s
Decision
Problem recognition
Information search
Evaluation of
alternative
Purchase decision
Product choise
Brand choise
Dealer choise
Purchase
choise
Sumber: Phillip Kotler (2000:161)
GAMBAR 2.6
MODEL PERILAKU KONSUMEN
Titik tolak memahami konsumen adalah model rangsangan tanggapan seperti
yang diperlihatkan pada Gambar 2.6. Rangsangan pemasaran dan lingkungan masuk
ke dalam kesadaran pembeli. Karakteristik dan proses pengambilan keputusan
pembeli menghasilkan keputusan pembelian tertentu. Tugas pemasaran adalah
memahami apa yang terjadi dalam kesadaran pembelian antara datangnya stimuli luar
dan keputusan pembelian.
Menurut Buchari Alma (2004:52), di dalam diri individu terdapat beberapa
masukan yang mendorong ia membeli suatu produk. Masukan itu adalah:
1. Adanya uang tunai atau kemampuan membayar bila akan membayar secara
kredit,
2. Adanya pengaruh dari teman sejawat atau keinginan dari dalam diri
sendiri,
3. Adanya pengaruh dari reklame atau alat promosi lainnya.
Menurut Schiffman dan Kanuk (2000:98), dalam mengambil keputusan
pembelian terdapat beberapa jenis konsumen. Adapun beberapa konsumen tersebut
diantaranya:
50
a. mampu mengenal secara benar alternatif yang ada, Economic Man
Dalam pasar persaingan sempurna, konsumen sering didorong sebagai
economic man, yaitu seseorang yang membuat keputusan secara rasional
untuk bertindak secara rasional, dimana konsumen harus sadar akan alternatif
produk yang tersedia, harus keuntungan dan kerugian produk yang akan
dibeli, dan harus dapat memastikan bahwa produk yang ditawarkan itu adalah
alternatif yang terbaik, meskipun jarang memiliki informasi yang cukup dan
akurat atau bahkan tingkat keterlibatan atau motivasi untuk membuat
keputusan yang sempurna.
b. Passive Man
Model ini adalah lawan dari economic man. Passive man digambarkan
sebagai konsumen yang penuh terhadap keinginan dan promosi dari pemasar.
Produsen dapat menggunakan formulasi yang dikenal dengan AIDA
(Attention, Interest, Desire, and Action). Konsumen terkadang melakukan
pembelian implusit dan tidak rasional.
c. Cognitive Man
Model cognitive man merupakan gambaran dari konsumen yang realistis dan
menggambarkan konsumen yang berada diantara model economic man dan
passive man, yaitu konsumen yang tidak memiliki cukup pengetahuan dan
oleh karenanya tidak dapat membuat keputusan yang tepat. Tetapi meskipun
demikian, mereka aktif mencari informasi dan berusaha membuat keputusan
yang memuaskan.
51
d. Emotional Man
Pada kenyataannya mungkin konsumen menghubungkan perasaan dan emosi,
prestise, harapan, kesenangan. Dalam melakukan pembelian secara emosional
ini konsumen cenderung kurang memperhatikan perasaan dan suasana hati.
Namun, hal ini bukan berarti emotional man mengambil keputusan secara
rasional maka pengambil keputusan tersebut juga rasional.
Berdasarkan tujuan pembelian, tipe konsumen dapat diklasifikasikan menjadi
dua kelompok diantaranya:
1) Konsumen akhir, terdiri atas individu dan rumah tangga yang tujuan
pembeliannya adalah untuk memenuhi kebutuhan sendiri atau untuk
dikonsumsi.
2) Konsumen organisasional, terdiri atas: pemakai industri pedagang dan lembaga
non profit yang tujuan pembeliannya adalah untuk keperluan bisnis
(memperoleh laba) atau untuk kesejahteraan anggotanya.
Terdapat lima macam peranan yang dapat dilakukan konsumen. Ada kalanya
kelima peran ini dipegang oleh satu orang, namun sering pula oleh beberapa orang.
Pemahaman tentang masing-masing peran ini sangat berguna bagi produsen dalam
rangka memuaskan keinginan dan kebutuhan konsumen. Menurut Kotler (2000:215),
kelima peran itu meliputi:
1) Pemrakarsa (Initiator), yakni orang yang pertama kali menyadari adanya
keinginan/kebutuhan yang belum terpenuhi, dan mengusulkan ide untuk
membeli suatu barang/jasa tertentu.
52
2) Pemberi pengaruh (Influencer), yakni orang yang pandangan, nasehat atau
pendapatnya mempengaruhi keputusan pembelian.
3) Pengambil keputusan (Decider), yakni orang yang menentukan keputusan
pembelian, misalnya: jadi atau tidaknya membeli, apa yang dibeli, bagaimana
cara membeli, atau dimana membelinya.
4) Pembeli (Buyer), yakni orang yang melakukan pembelian aktual.
5) Pemakai (User), yakni orang yang mengkonsumsi/menggunakan barang/jasa
yang dibeli.
2.4.4 Tipe-Tipe Pengambilan Keputusan Konsumen
Proses pengambilan keputusan konsumen sangat bervariasi, ada yang
sederhana dan ada pula yang kompleks. Hawkins et al. (1992) dan Engel et al. (1990)
dalam Fandy Tjiptono (2001:20), membagi proses pengambilan keputusan ke dalam
tiga jenis yaitu:
1) Proses pengambilan keputusan yang luas (Extended Decision Making)
Merupakan jenis pengambilan keputusan yang paling lengkap,
bermula dari pengenalan masalah konsumen yang dapat dipecahkan melalui
pembelian beberapa produk. Untuk keperluan ini, konsumen mencari
beberapa informasi tentang produk/merek tertentu dan mengevaluasi seberapa
baik masing-masing alternatif tersebut dapat memecahkan masalahnya.
Evaluasi
produk/merek
akan
mengarah
pada
keputusan
selanjutnya konsumen akan mengevaluasi hasil dari keputusannya.
pembelian,
53
Proses pengambilan keputusan yang luas terjadi untuk kepentingan
khusus bagi konsumen atau untuk perilaku konsumen yang membutuhkan
keterlibatan tinggi, misalnya: pembelian produk-produk yang mahal,
mengandung nilai prestise, dan digunakan untuk waktu yang lama, dapat pula
untuk kasus pembelian produk yang dilakukan pertama kali. Beberapa contoh
produk yang pada umunya tergolong produk ini adalah: mobil, komputer
notebook, sepeda motor, rumah mewah, antena parabola, dan sebagainya.
2) Proses pengambilan keputusan terbatas (Limited Decision Making)
Proses ini terjadi apabila konsumen mengenal masalahnya, kemudian
mengevaluasi beberapa alternatif produk/merek berdasarkan pengetahuan
yang dimiliki tanpa berusaha (atau hanya melakukan sedikit usaha) mencari
beberapa informasi baru tentang produk/merek tersebut. Ini biasanya berlaku
untuk pembelian produk-produk yang kurang penting atau yang bersifat rutin.
Dimungkinkan pula bahwa proses pengambilan keputusan terbatas ini terjadi
pada kebutuhan yang sifatnya emosional atau juga pada environmental needs.
3) Proses pengambilan keputusan yang bersifat kebiasaan (Habitual Decision
Making)
Proses ini merupakan suatu proses yang sederhana, dimana konsumen
mengenal masalahnya dan langsung mengambil keputusan untuk membeli
merek kegemarannya (tanpa evaluasi alternatif). Evaluasi hanya terjadi bila
merek yang dipilih tersebut ternyata tidak sesuai dengan harapan. Produk
yang biasa dibeli melalui proses ini antara lain: sabun mandi, pasta gigi,
54
makanan ringan, minyak rambut, dan sebagainya. Proses pengambilan
keputusan diuraikan lebih lanjut pada Gambar 2.7 berikut.
Keterlibatan Rendah
Keterlibatan Tinggi
Pengambilan
Keputusan Kebiasaan
Pengambilan
Keputusan Terbatas
Pengambilan
Keputusan yang Luas
Pengenalan Masalah
Selektif
Pengenalan Masalah
Generik
Pengenalan Masalah
Generik
Pencarian Informasi
Internal
(Terbatas)
Pencarian Informasi
- Internal
- Eksternal (Terbatas)
Pencarian Informasi
- Internal
- Eksternal
Evaluasi Alternatif
- Sedikit atribut
- Aturan keputusan
sederhana
- Sedikit alternatif
Evaluasi Alternatif
- Banyak atribut
- Aturan keputusan
kompleks
- Banyak alternatif
Pembelian
Pembelian
Pembelian
Purna Beli
(Tidak ada
kecocokan, Evaluasi
sangat terbatas)
Purna beli
- Tidak ada
ketidakcocokan
- Evaluasi terbatas
Purna beli
-Ketidakcocokan
-Evaluasi kompleks
Sumber: Fandy Tjiptono, 2001:23
GAMBAR 2.7
TIPE-TIPE PROSES PENGAMBILAN KEPUTUSAN
55
2.4.5 Tahapan dalam Pengambilan Keputusan Pembelian Konsumen
Tahapan dalam pengambilan keputusan pembelian konsumen dijelaskan oleh
Kotler (2006:174) dalam Gambar 2.8 berikut:
Memilih
merek
Memilih
produk
Memilih
pemasok
Penentuan
waktu
pembelian
Penentuan
jumlah
pembelian
Sumber: Philip Kotler (2006:74)
GAMBAR 2.8
MODEL KEPUTUSAN PEMBELIAN
Dari Gambar 2.8 di atas dapat dipaparkan penjelasan sebagai berikut:
1. Memilih produk
Merupakan tahapan konsumen dalam mengambil keputusan untuk membeli
sebuah produk atau menggunakan uangnya untuk tujuan lain. Dalam hal ini
perusahaan harus memusatkan perhatiannya pada orang-orang yang berminat
membeli sebuah produk serta alternatif yang dipertimbangkan.
2. Memilih merek
Konsumen harus memutuskan merek mana yang akan dibeli. Setiap merek
mempunyai perbedaan-perbedaan tersendiri. Dalam hal ini perusahaan harus
tahu bagaimana konsumen memilih sebuah merek.
3. Memilih pemasok/saluran pembelian
Dalam tahap ini, konsumen harus mengambil keputusan tentang pemasok
mana yang akan dikunjungi. Setiap konsumen berbeda-beda dalam hal
menentukan penyalur, hal tersebut dikarenakan faktor lokasi yang dekat,
56
harga yang murah, persediaan barang yang lengkap, kenyamanan berbelanja,
keleluasan tempat, dan sebagainya.
4. Memilih waktu pembelian
Keputusan konsumen dalam pemilihan waktu pembelian dapat berbeda-beda,
misalnya: ada yang melakukan pembelian setiap hari, satu minggu sekali, atau
sebulan sekali disesuaikan dengan keinginan dan kebutuhannya.
5. Memilih jumlah pembelian
Konsumen dapat mengambil keputusan tentang seberapa banyak produk yang
akan dibeli pada suatu saat. Pembelian yang dilakukan mungkin lebih dari
satu. Dalam hal ini perusahaan harus mempersiapkan banyaknya produk
sesuai dengan keinginan yang berbeda-beda dari para pembeli.
Inti dari pengambilan keputusan konsumen adalah pengintegrasian yang
mengkombinasikan pengetahuan untuk mengevaluasi dua atau lebih perilaku
alternatif dan memilih salah satu diantaranya.
Gambar dibawah ini adalah model umum proses pengambilan keputusan yang
menjelaskan lima tahapan pembelian.
Problem
Recognition
Information
Search
Evaluation
of
Alternative
Purchase
Decition
Post
Purchase
Behavior
1. Pengenalan Kebutuhan (Problem Recognition)
Pengenalan kebutuhan muncul ketika konsumen mengahadapi suatu
masalah yaitu suatu keadaan dimana terdapat perbedaan antara keadaan yang
diinginkan dengan keadaan yang sebenarnya terjadi.
57
Menurut Kotler (2000:204), kebutuhan tersebut dapat dicetuskan oleh
rangsangan internal atau eksternal. Ketika rangsangan ini mencapai titik
tertentu maka ia akan menjadi sebuah dorongan. Rangsangan eksternal dapat
dipicu oleh iklan televisi, atau saat melewati sebuah toko kue dan melihat roti
segar yang merangsang rasa laparnya.
Kebutuhan harus diaktifkan terlebih dahulu sebelum ia dapat dikenali.
Seorang pemasar perlu mengidentifikasi keadaan yang memicu kebutuhan
tertentu dan kemudian mengumpulkan informasi dari sejumlah konsumen
untuk mengidentifikasi rangsangan yang paling sering membangkitkan minat
akan satu jenis produk.
2. Pencarian informasi (Information Search)
Setelah mengidentifikasi masalah, konsumen akan mencari infomasi
yang ia butuhkan guna menuntaskan masalahnya. Kotler (2000:205),
menggolongkan sumber informasi ini dalam empat kelompok, yakni:
1.
2.
3.
4.
Sumber pribadi: kelurga, teman, tetangga, kenalan.
Sumber komersial: iklan, wiraniaga, penyalur, kemasan, pajangan.
Sumber publik: media massa, organisasi konsumen peringkat.
Sumber pengalaman: penanganan, pengkajian dan pemakaian produk.
Secara umum, konsumen mendapatkan sebagian besar informasi
tentang suatu produk dari sumber komersial, yaitu sumber yang didominasi
pemasar. Namun, informasi yang paling efektif berasal dari sumber pribadi.
Setiap informasi menjalankan fungsi yang berbeda dalam mempengaruhi
keputusan pembelian. Informasi komersial biasanya menjalankan fungsi
58
sebagai pemberi informasi, dan sumber pribadi menjalankan fungsi legitimasi
dan atau evaluasi.
Pencarian informasi mulai dilakukan setelah konsumen memandang
bahwa
kebutuhan
tersebut
dapat
dipenuhi
dengan
membeli
dan
mengkonsumsi suatu produk. Konsumen akan mencari informasi yang
tersimpan di dalam ingatannya (pencarian internal) dan mencari informasi di
luar (pencarian eksternal) seperti dijelaskan dalam Gambar 2.9 berikut.
a. Pencarian Internal
Kumpulan produk dan
merek potensial
Kumpulan produk dan
merek yang dikenal di
pasar
Kumpulan yang
dipertimbangkan:
produk dan merek
yang dipertimbangan
Kumpulan produk dan
merek yang tidak
dikenal di pasar
Kumpulan yang netral:
produk dan merek
dianggap tidak berbeda
satu sama lain
Kumpulan yang tidak
diterima:
produk dan merek
yang tidak bisa
dipertimbangkan lagi
Sumber: Mowen & Minor (1998) dalam Perilaku Konsumen (2003:297)
GAMBAR 2.9
KATEGORI MEREK YANG DIINGAT DARI MEMORI SAAT
PENCARIAN INTERNAL
Pada tahap pertama dalam pencarian internal, konsumen akan
berusaha mengingat semua produk dan merek, dan mereka akan mendapatkan
semua produk dan merek yang di kenalnya, konsumen juga akan mengingat
59
beberapa produk dan merek, tetapi tidak akan dikenalnya secara baik. Produk
dan merek yang diingat tersebut akan muncul dari memori jangka panjang.
Tahap kedua, konsumen akan terfokus kepada produk dan merek yang sudah
sangat dikenalnya itu.
b. Pencarian Eksternal
Pencarian eksternal merupakan proses pencarian informasi tentang
berbagai produk dan merek pembelian maupun konsumsi kepada lingkungan
konsumen. Konsumen akan bertanya kepada teman, tenaga penjual atau
mendengar informasi dari iklan. Informasi yang dicari melalui produk
eksternal biasanya meliputi: alternatif merek yang tersedia, kriteria evaluasi
untuk membandingkan merek, dan tingkat kepentingan dari berbagai kriteria
evaluasi.
Pencarian eksternal dibedakan ke dalam beberapa informasi diantaranya:
a. Besarnya pencarian (Degree of search), yaitu seberapa banyak informasi
yang dicari konsumen.
b. Arah pencarian (Direction of search), yaitu kegunaan konsumen dalam
memilih merek, toko, atribut, dan sumber informasi.
c. Urutan pencarian (Sequence of search), yaitu bagaimana konsumen
melakukan langkah-langkah kegunaan pencarian.
3) Evaluasi Alternatif (Purchase of Alternative Evolution)
Evaluasi alternatif merupakan sutau proses mengenal pilihan produk
dan merek serta memilih sesuai dengan selera konsumen. Pada proses ini,
konsumen
membandingkan
berbagai
pilihan
alternatif
yang
dapat
60
memecahkan masalah yang dihadapinya. Menurut Mowen dan Minor
(1998:301), pada tahap ini konsumen membentuk kepercayaan, sikap, dan
intensif tentang alternatif produk yang dipertimbangkan tersebut. Faktorfaktor yang mempengaruhi pencarian informasi antara lain:
1) Faktor resiko produk: resiko keuangan, resiko waktu, resiko fungsi,
resiko sosial, resiko psikologis, dan resiko fisik.
2) Faktor
karakteristik
konsumen:
pengetahuan
dan
pengalaman
konsumen, kepribadian konsumen, dan karakteristik demografik.
3) Faktor situasi: waktu yang tersedia untuk belanja, kondisi psikologis
konsumen, lokasi toko, resiko sosial dari situasi, ketersediaan
informasi, tujuan belanja, dan jumlah produk yang tersedia.
Berikut ini merupakan tabel proses evaluasi alternatif model
pengambilan keputusan.
TABEL 2.1
PROSES EVALUASI ALTERNATIF BERDASARKAN MODEL
PENGAMBILAN KEPUTUSAN
Model Pengambilan Keputusan
Proses Evaluasi Alternatif
Keterlibatan Tinggi
Membandingkan kepercayaan
terhadap atribut
Keterlibatan Rendah
Membandingkan sikap yang muncul
Membandingkan sejumlah kecil
kepercayaan atribut
Model Eksperiential
Membandingkan sikap yang muncul
Model Perilaku
Proses perbandingan tidak bisa
dilakukan sebelum pembelian
Sumber: Mowen dan Minor (1998) dalam Perilaku Konsumen (2003:303)
61
Menurut Mowen dan Minor (1998), proses evaluasi alternatif akan
mengikuti pola model pengambilan keputusan (Decision Making Perspective),
model eksperential (The Eksperential Perspective) atau model perilaku (The
behavioral perspective). Jika konsumen berada dalam kondisi keterlibatan
tinggi terhadap produk (High-Involvement decision making), maka proses
evaluasi alternatif akan mempunyai tiga tahap yakni: pembentukan
kepercayaan, pembentukan sikap, dan keinginan berperilaku.
Istilah akhir dari proses evaluasi alternatif pada keterlibatan tinggi
adalah pembentukan sikap umum terhadap masing-masing alternatif. Pada
situasi keterlibatan rendah, proses evaluasi alternatif hanya melibatkan
pembentukan sedikit kepercayaan kepada alternatif pilihan, sedangkan sikap
muncul setelah terjadi perilaku. Jika konsumen mengambil keputusan model
eksperensial, maka proses evaluasi alternatif berfokus kepada penciptaan
sikap, bukan kepada pembentukan kepercayaan. Pada proses evaluasi
alternatif model perilaku, konsumen tidak membandingkan pilihan alternatif
sebelum melakukan pembelian.
Menurut Engel, Blackwell dan Miniard (1995) dalam Perilaku
Konsumen, (2003:303) terdapat tiga atribut penting yang sering digunakan
dalam evaluasi yaitu: harga, merek, dan negara asal pembuat produk.
Kotler (2000:205) mengemukakan beberapa konsep dasar yang akan
membantu dalam memahami proses evaluasi. Pertama, konsumen berusaha
memenuhi suatu kebutuhan. Kedua, konsumen mencari manfaat tertentu dari
62
solusi produk sebagai sekumpulan atribut dengan kemampuan yang berbedabeda dalam memberikan manfaat yang dicari untuk memuaskan kebutuhan.
Konsumen memiliki sikap yang berbeda-beda dalam memandang
atribut-atribut yang dianggap relevan dan penting. Mereka akan memberikan
perhatian terbesar pada atribut yang memberikan manfaat yang dicarinya.
Tahap evaluasi alternatif menggambarkan tahap pengambilan keputusan
dimana konsumen mengevaluasi alternatif-alternatif untuk membuat pilihan.
Selama tahap-tahap ini konsumen harus:
1) Menentukan kriteria evaluasi yang akan digunakan untuk menilai
alternatif;
2) Memutuskan alternatif mana yang harus dipertimbangkan;
3) Menilai kinerja dan alternatif yang akan dipertimbangkan;
4) Memilih dan menerapkan kaidah keputusan untuk membuat pilihan
Akhir.
4) Menentukan Alternatif Pilihan
Konsumen
akan
mendapatkan
sejumlah
merek
yang
akan
dipertimbangkan dan mengurangi jumlah alternatif merek yang akan
dipertimbangkan lebih lanjut, juga akan membagi merek tersebut ke dalam
beberapa kelompok sebagai berikut:
a. Kelompok merek yang tidak berbeda (The Inert Set)
The Inert Set merupakan kumpulan merek yang dianggap tidak
mempunyai kelebihan sehingga konsumen tidak mengevaluasinya
63
secara negatif atau positif. Konsumen tidak akan termotivasi untuk
mempertimbangkannya lagi lebih lanjut.
b. Kelompok merek yang dinilai (The Inept Set)
Konsumen
mungkin
memperoleh
informasi
dari
orang-orang
disekelilingnya tentang buruknya merek tersebut, atau konsumen
sendiri yang telah mengalami kekecewaan dari produk tersebut.
Konsumen tidak mempertimbangkan produk tersebut untuk dibeli.
c. Consideration set/Evoked Set
Merupakan sejumlah merek yang akan dievaluasi selanjutnya, dan
konsumen akan memilih salah satu dari merek-merek tersebut.
5) Menentukan Pilihan Produk
Dalam menentukan pilihan produk, konsumen menggunakan beberapa
teknik pemilihan (Decision Rules) yakni:
a. Teknik Kompensatori (Compensatory Decision Rules)
Dalam teknik ini kelebihan suatu atribut produk dari sebuah merek
dapat menutupi kelemahan dari atribut lainnya. Teknik ini diterapkan
konsumen pada situasi keterlibatan tinggi. Prinsipnya, konsumen tidak
melihat kelemahan dari satu atribut, tetapi apakah atribut yang lemah
tersebut
dapat
ditutupi/dikompensasi
oleh
atribut
lain
yang
mempunyai kelebihan tinggi.
b. Teknik Nonkompensatori (Noncompensatory Decision Rules)
Pada teknik ini, skor yang tinggi pada satu atribut tidak bisa menutupi
atau mengkompensasi skor yang rendah pada atribut lain. Konsumen
64
membandingkan skor atribut satu persatu. Teknik ini dipakai untuk
mencapai keputusan yang memuaskan (Satisfying model of decision).
Model ini cocok untuk pengambilan keputusan dengan keterlibatan
rendah karena konsumen tidak perlu mencapai keputusan optimal,
tetapi cukup keputusan yang “cukup baik” (Good enough).
6) Keputusan Pembelian (Purchase Decision)
Menurut Kotler (2000:207), terdapat dua faktor yang berbeda diantara
niat dan keputusan pembelian. Faktor pertama adalah pendirian orang lain.
Sejauhmana sikap orang lain mengurangi alternatif yang disukai orang lain
akan bergantung pada dua hal:
1) Intensitas pendirian negatif orang lain terhadap alternatif yang disukai
konsumen.
2) Motivasi keinginan konsumen untuk menuruti keinginan orang lain.
Faktor kedua adalah faktor situasi yang tidak diantisipasi. Faktor ini
muncul dan mengubah niat pembelian. Pembelian meliputi keputusan
konsumen tentang apa yang dibeli, apakah membeli atau tidak, kapan
membeli, dimana membeli, dan bagaimana cara membayarnya. Engel (Ujang
Sumarwan, 2003:310) menggolongkan pembelian barang/jasa yang dilakukan
konsumen ke dalam tiga faktor diantaranya:
1) Pembelian yang terencana sepenuhnya: Pembelian dimana konsumen
telah menentukan pilihan produk dan merek jauh sebelum pembelian
dilakukan.
65
2) Pembelian yang setengah terencana: Pembelian dimana konsumen
sudah tahu ingin membeli produk sebelum memasuki swalayan, tetapi
mungkin ia tidak tahu merek yang akan dibelinya sampai ia bisa
memperoleh informasi yang lengkap dari pramuniaga atau display
produk tersebut di toko.
3) Pembelian yang tidak terencana: Pembelian dimana keinginan untuk
membeli produk muncul ketika konsumen berada di toko. Konsumen
merasakan adanya kebutuhan yang mendesak untuk membeli produk.
7) Proses Pembelian
Peter dan Olson (1999) dalam Ujang Sumarwan (2003:311)
mengemukakan beberapa perilaku yang dilakukan dalam proses pembelian
barang-barang konsumen di toko eceran, diantaranya:
1) Tahap pra pembelian:
Mencari informasi (Information contact)
Mengambil dana (Fund access)
2) Tahap Pembelian, diantaranya:
Berhubungan dengan toko (Store contact): Adanya keinginan
membeli produk akan mendorong konsumen untuk mencari toko
tempat ia membeli produk tersebut.
Mencari produk (Product contact): Produsen berkepentingan untuk
mempromosikan produknya agar konsumen tertarik. Dalam hal ini
produsen biasanya menerapkan dua strategi diantaranya:
66
a. Push Strategy: pemberian diskon dan insentif dagang kepada
pengecer agar pengecer terdorong untuk meningkatkan
penjualan produk.
b. Pull Strategy: pemberian diskon/kupon potongan harga kepada
konsumen agar mereka tertarik untuk membeli produk.
1. Transaksi: suatu tahap dilakukannya pertukaran barang dan jasa
dengan uang, dan memindahkan pemilikan barang dari toko ke
konsumen.
8) Konsumsi
Setelah konsumen membeli produk/jasa, biasanya akan diikuti oleh
proses komunikasi atau penggunaan produk. Produk yang dikonsumsi
digolongkan menjadi dua jenis yaitu:
a. Barang tahan lama (Durable Goods): mempunyai usia pakai yang
panjang, dan alasan barang-barang tersebut tidak dipakai lagi adalah
karena rusak atau tidak berfungsi. Contoh: peralatan dapur, furnitur,
dan peralatan elektronik.
b. Barang tidak tahan lama (Nondurable Goods): barang-barang yang
akan habis jika dipakai atau digunakan. Contoh: makanan dan
minuman, sabun, pasta gigi, dan kosmetik.
Segera setelah membeli, konsumen akan mengkonsumsi produk. Ia
akan mengevaluasi produk tersebut. Dengan kata lain, konsumen akan
melakukan evaluasi antara kepuasan dan ketidakpuasan terhadap produk.
67
Konsumen yang merasa puas akan mengkomunikasikan produk
kepada orang-orang di sekelilingnya, sehingga akan menstimuli konsumen
potensial untuk membeli produk yang sama. Sebaliknya, konsumen yang
merasa tidak puas akan menghambat pembelian selanjutnya dari pembeli
potensial.
9) Perilaku Konsumen Paska Konsumsi
Sebuah proses pengambilan keputusan pembelian tidak hanya berakhir
dengan terjadinya transaksi pembelian, akan tetapi diikuti pula oleh tahap
perilaku purnabeli (terutama dalam pengambilan keputusan yang luas). Dalam
tahap ini konsumen merasakan tingkat kepuasan/ketidakpuasan tertentu yang
akan mempengaruhi perilaku berikutnya. Jika konsumen merasa puas, ia akan
memperlihatkan peluang yang besar untuk melakukan pembelian ulang atau
membeli produk lain di perusahaan yang sama di masa mendatang.
Seorang konsumen yang merasa puas akan menyatakan hal-hal yang
baik tentang produk dan perusahaan yang bersangkutan kepada orang lain.
Oleh karena itu, pembeli yang puas merupakan iklan yang baik (Bayus dalam
Kotler, et al., 1996:21). Konsumen yang merasa tidak puas akan bereaksi
dengan tindakan yang berbeda, ada yang mendiamkan saja dan ada pula yang
melakukan komplain. Berkaitan dengan hal ini, terdapat tiga kategori
tanggapan/komplain terhadap ketidakpuasan (Singh, 1988, dalam Fandy
Tjiptono, 2001:22) yakni:
68
1. Voice Response: Menyampaikan keluhan secara langsung dan
meminta ganti rugi kepada perusahaan yang bersangkutan maupun
kepada distributornya.
2. Private Response: Memperingatkan/memberitahu kolega, teman atau
keluarganya tentang pengalamannya dengan produk/perusahaan yang
bersangkutan.
Umumnya
tindakan
ini
sering
dilakukan
dan
dampaknya sangat besar bagi citra perusahaan.
3. Third Party Response: Usaha meminta ganti rugi secara hukum,
mengadu melalui media massa, mendatangi secara langsung lembaga
konsumen, instansi hukum, dan sebagainya.
Teori
yang
menjelaskan
bagaimana
kepuasan/ketidakpuasan
konsumen terbentuk adalah The Expectancy Disconfirmation Model yang
mengemukakan bahwa kepuasan dan ketidakpuasan konsumen merupakan
dampak dari perbandingan antara harapan sebelum pembelian dengan
kenyataan yang sesungguhnya diperoleh konsumen dari produk yang dibeli
Konsumen akan memiliki harapan tentang bagaimana produk tersebut
seharusnya berfungsi (Performance Expectations). Harapan tersebut adalah
standar kualitas yang akan dibandingkan dengan fungsi kualitas, atau kualitas
yang sesungguhnya dirasakan konsumen. Fungsi produk yang sesungguhnya
dirasakan konsumen (Actual Performance) sebenarnya adalah persepsi
konsumen terhadap kualitas produk tersebut. Di dalam mengevaluasi suatu
produk/jasa, konsumen akan menilai berbagai atribut sebagai berikut:
69
Pengalaman produk
dan merek
Harapan tentang merek
seharusnya berfungsi
Evaluasi tentang fungsi
merek yang sesungguhnya
Evaluasi gap antara harapan
dan yang sesungguhnya
Ketidakpuasan emosional:
Merek tidak memenuhi
harapan
Kepuasan emosional:
Fungsi merek
melebihi harapan
Konfirmasi harapan:
Fungsi merek tidak
berbeda dengan harapan
Sumber: Mowen dan Minor (1998) dalam Ujang Sumarwan (2003:323)
GAMBAR 2.10
DISKONFIRMASI HARAPAN DARI KEPUASAN DAN
KETIDAKPUASAN
Setiap produk yang dicoba konsumen selalu dievaluasi performanya
agar sesuai dengan harapannya. Terdapat tiga akibat yang mungkin dihasilkan
dari evaluasi hasil tersebut, yakni:
1) Performa sesungguhnya yang sesuai harapan, mengarah pada perasaan
netral.
2) Performa melebihi harapan, menyebabkan positive disconformation of
expectation yang mengarah pada kepuasan.
3) Performa di bawah harapan, menyebabkan negative disconfirmation of
expectatctions dan ketidakpuasan.
Komponen
penting
dalam
evaluasi
setelah
pembelian
yakni
pengurangan ketidakpastian atau keraguan yang mungkin dialami oleh
konsumen mengenai pilihannya. Setelah melakukan pembelian, biasanya
70
konsumen mencoba meyakinkan dirinya bahwa pilihan yang telah diambilnya
tepat, dalam arti tidak jauh berbeda dengan harapan/ekspektasinya.
Evaluasi setelah pembelian akan mempengaruhi perilaku selanjutnya.
Kepuasan akan menyebabkan pembelian ulang menjadi tinggi. Sebaliknya,
ketidakpuasan
mengakibatkan
mereka
mungkin
membuang
atau
mengembalikan produk. Evaluasi setelah pembelian merupakan umpan balik
(feed back) sebagai pengalaman terhadap faktor psikologis konsumen, dan
merupakan bahan pertimbangan untuk kepuasan di masa yang akan datang.
10) Loyalitas Merek
Pembelian ulang yang terus menerus dari produk/merek yang sama
akan menunjukkan loyalitas konsumen terhadap merek. Loyalitas merek
(Brand Loyalty) adalah sikap positif dari seorang konsumen terhadap suatu
merek, dimana konsumen mempunyai keinginan kuat untuk membeli ulang
merek yang sama pada saat sekarang maupun masa yang akan datang.
Semakin puas konsumen terhadap suatu merek, akan semakin loyal mereka
terhadap merek tersebut, tetapi loyalitas merek seringkali bukan disebabkan
oleh kepuasan konsumen, melainkan karena keterpaksaan atau ketiadaan
pilihan.
2.5 Pengaruh Diferensiasi Produk terhadap Keputusan Pembelian
Usaha untuk meningkatkan daya saing adalah meningkatkan kualitas produk
yang dihasilkan, walaupun penilaian kualitas suatu produk adalah penilaian yang
71
subyektif oleh konsumen. Penilaian ini ditentukan oleh persepsi pada apa yang
dikehendaki dan dibutuhkan oleh konsumen terhadap produk tersebut.
Untuk meningkatkan kualitas produk agar sesuai dengan harapan konsumen,
produsen harus selalu melakukan perbaikan atau inovasi terhadap produk. Hal ini
terjadi karena produk mereka yang telah ada selama ini rentan terhadap perubahan
kebutuhan dan selera konsumen, teknologi baru, serta peningkatan persaingan.
Perancangan produk dan strategi pemasaran yang baik menjadi suatu hal yang sangat
penting guna mempertahankan dan membangun penjualan perusahaan.
Penempatan posisi produk sebagai daya pembeda (diferensiasi produk)
berperan penting dalam menciptakan customer value (nilai pelanggan). Suatu produk
harus memiliki keunikan yang menjadi daya pembeda dengan produk sejenis.
Dimensi yang memberikan suatu keunikan produk ini menurut Kotler (2005:350)
terdiri dari: bentuk, keistimewaan, kinerja, daya tahan, keandalan, kemudahan dalam
perbaikan, gaya, dan rancangan.
Pemasar harus memahami bagaimana konsumen berperilaku dalam usaha
memuaskan kebutuhan dan keinginannya, karena tujuan utama pemasar adalah
melayani dan memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumen. Perilaku konsumen
berkaitan erat dengan proses pengambilan keputusan dengan usaha memperoleh dan
menggunakan
barang/jasa
untuk
memenuhi
kebutuhan
dan
keinginannya.
Diferensiasi produk yang dapat menciptakan nilai-nilai serta persepsi positif di benak
konsumen akan menciptakan suatu keputusan pembelian. Keputusan pembelian dapat
meningkatkan volume penjualan, sehingga menciptakan laba bagi perusahaan.
Download