BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dukungan sosial 2.1.1 Pengertian Manusia sebagai makhluk sosial membutuhkan kehadiran manusia lain untuk berinteraksi. Hal ini terjadi karena seseorang tidak mungkin memenuhi kebutuhan fisik dan psikologisnya sendiri. Individu membutuhkan dukungan sosial baik itu yang berasal dari perorangan ataupun kelompok. Menurut Sarafino (2006) dukungan sosial adalah kenyamanan, perhatian, penghargaan, maupun bantuan dalam bentuk lainnya yang diterima individu dari orang lain maupun kelompok. Sementara dukungan sosial didefinisikan oleh Lahey (dalam Sari, 2012) sebagai peran yang dimainkan oleh teman-teman dan relatif dalam memberikan nasihat, bantuan, dan beberapa antaranya untuk menceritakan perasaan pribadi. Menurut Taylor (2003), dukungan sosial adalah informasi yang diterima dari orang lain bahwa individu tersebut dicintai, diperhatikan, dihargai dan bernilai dan merupakan bagian dari jaringan komunikasi dan saling dibutuhkan yang didapat dari orang tua, suami atau orang yang dicintai, sanak keluarga, teman, hubungan sosial dan komunitas. 2.1.2 Bentuk-bentuk Dukungan Sosial Menurut Sarafino (2006), ada lima bentuk dukungan sosial, yaitu: a. Dukungan emosional Terdiri dari ekspresi seperti perhatian, empati, dan turut prihatin kepada seseorang. Dukungan ini akan menyebabkan penerima dukungan merasa nyaman, tentram kembali, merasa dimiliki dan dicintai ketika dia mengalami stres, memberi bantuan dalam bentuk semangat,kehangatan personal, dan cinta. b. Dukungan penghargaan Dukungan ini ada ketika seseorang memberikan penghargaan positif kepada orang yang sedang stres, dorongan atau persetujuan terhadap ide ataupun perasaan individu, ataupun melakukan perbandingan positif antara individu dengan orang lain. Dukungan ini dapat menyebabkan individu yang menerima dukungan membangun rasa menghargai dirinya, percaya diri, dan merasa bernilai. Dukungan jenis ini akan sangat berguna ketika individu mengalami stres karena tuntutan tugas yang lebih besar daripada kemampuan yang dimilikinya. c. Dukungan instrumental Merupakan dukungan yang paling sederhana untuk didefinisikan, yaitu dukungan yang berupa bantuan secara langsung dan nyata seperti memberi atau meminjamkan uang atau membantu meringankan tugas orang yang sedang stres. d. Dukungan informasi Orang-orang yang berada di sekitar individu akan memberikan dukungan informasi dengan cara menyarankan beberapa pilihan tindakan yang dapat dilakukan individu dalam mengatasi masalah yang membuatnya stres. Terdiri dari nasehat, arahan, saran ataupun penilaian tentang bagaimana individu melakukan sesuatu. Misalnya individu mendapatkan informasi dari dokter tentang bagaimana mencegah penyakitnya kambuh lagi. e. Dukungan kelompok Merupakan dukungan yang dapat menyebabkan individu merasa bahwa dirinya merupakan bagian dari suatu kelompok dimana anggota-anggotanya dapat saling berbagi. Misalnya menemani orang yang sedang stres ketika beristirahat atau berekreasi. 2.1.3 Sumber Dukungan Sosial Dukungan sosial yang kita terima dapat bersumber dari berbagai pihak. Sarafino (2006) membagi sumber-sumber dukungan sosial menjadi 3 kategori, yaitu: a) Sumber dukungan sosial yang berasal dari orang-orang yang selalu ada sepanjang hidupnya, yang selalu bersama dengannya dan mendukungnya. Misalnya: keluarga dekat, pasangan (suami atau istri), atau teman dekat. b) Sumber dukungan sosial yang berasal dari individu lain yang sedikit berperan dalam hidupnya dan cenderung mengalami perubahan sesuai dengan waktu. Sumber dukungan ini meliputi teman kerja, sanak keluarga, dan teman sepergaulan. c) Sumber dukungan sosial yang berasal dari individu lain yang sangat jarang memberi dukungan dan memiliki peran yang sangat cepat berubah. Meliputi dokter atau tenaga ahli atau profesional, keluarga jauh. 2.1.4 Pengaruh Dukungan Sosial Sarafino (2006) mengatakan bahwa untuk menjelaskan bagaimana dukungan sosial mempengaruhi kondisi fisik dan psikologis individu, ada dua model yang digunakan yaitu: a. Buffering Hypothesis Melalui model buffering hypothesis ini, dukungan sosial mempengaruhi kondisi fisik dan psikologis individu dengan melindunginya dari efek negatif yang timbul dari tekanan-tekanan yang dialaminya dan pada kondisi yang tekanannya lemah atau kecil, dukungan sosial tidak bermanfaat. Dukungan sosial ini bekerja dengan tujuan untuk memperkecil pengaruh dari tekanan-tekanan atau stres yang dialami individu, dengan kata lain jika tidak ada tekanan atau stres, maka dukungan sosial tidak berguna. b. Main Effect Hypothesis / Direct Effect Hypothesis Model main effect hypothesis atau direct effect hypothesis menunjukkan bahwa dukungan sosial dapat meningkatkan kesehatan fisik dan psikologis individu dengan adanya ataupun tanpa tekanan, dengan kata lain seseorang yang menerima dukungan sosial dengan atau tanpa adanya tekanan ataupun stres akan cenderung lebih sehat. Melalui model ini dukungan sosial memberikan manfaat yang sama baiknya dalam kondisi yang penuh tekanan maupun yang tidak ada tekanan. 2.1.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Dukungan Sosial Menurut Stanley (2007), faktor-faktor yang mempengaruhi dukungan sosial adalah sebagai berikut: a. Kebutuhan fisik Kebutuhan fisik dapat mempengaruhi dukungan sosial. Adapun kebutuhan fisik meliputi sandang, pangan dan papan. Apabila seseorang tidak tercukupi kebutuhan fisiknya maka seseorang tersebut kurang mendapat dukungan sosial. b. Kebutuhan sosial Aktualisasi diri yang baik maka seseorang lebih kenal oleh masyarakat daripada orang yang tidak pernah bersosialisasi di masyarakat. Orang yang mempunyai aktualisasi diri yang baik cenderung selalu ingin mendapatkan pengakuan di dalam kehidupan masyarakat. Untuk itu pengakuan sangat diperlukan untuk memberikan penghargaan. c. Kebutuhan psikis Kebutuhan psikis termasuk rasa ingin tahu, rasa aman, perasaan religius, tidak mungkin terpenuhi tanpa bantuan orang lain. Apalagi jika orang tersebut sedang menghadapi masalah baik ringan maupun berat, maka orang tersebut akan cenderung mencari dukungan sosial dari orang-orang sekitar sehingga dirinya merasa dihargai, diperhatikan dan dicintai. 2.1.6 Efek Negatif Dukungan Sosial Dukungan sosial ternyata tidak hanya memberikan efek positif dalam mempengaruhi kejadian dari efek stres dan kecemasan. Dalam Sarafino (2006) disebutkan beberapa contoh efek negatif yang timbul dari dukungan sosial, antara lain: 1. Dukungan yang tersedia tidak dianggap sebagai sesuatu yang membantu. Hal ini dapat terjadi karena dukungan yang diberikan tidak cukup, individu merasa tidak perlu dibantu atau terlalu khawatir secara emosional sehingga tidak memperhatikan dukungan yang diberikan. 2. Dukungan yang diberikan tidak sesuai dengan apa yang dibutuhkan individu. 3. Sumber dukungan memberikan contoh buruk pada individu seperti melakukan atau menyarankan perilaku tidak sehat. 4. Terlalu menjaga atau tidak mendukung individu dalam melakukan sesuatu yang diinginkannya. Keadaan ini dapat mengganggu program rehabilitasi yang seharusnya dilakukan oleh individu dan menyebabkan individu menjadi tergantung pada orang lain. 2.2 Stres 2.2.1 Pengertian Sarafino (2006) mengartikan stres adalah kondisi yang disebabkan oleh interaksi antara individu dengan lingkungan, menimbulkan persepsi jarak antara tuntutan-tuntutan yang berasal dari situasi yang bersumber pada sistem biologis, psikologis dan sosial dari seseorang. Wijono (2006), Stres adalah reaksi alami tubuh untuk mempertahankan diri dari tekanan secara psikis. Tubuh manusia dirancang khusus agar bisa merasakan dan merespon gangguan psikis ini. Tujuannya agar manusia tetap waspada dan siap untuk menghindari bahaya. Kondisi ini jika berlangsung lama akan menimbulkan perasaan cemas, takut dan tegang. 2.2.2 Stressor Peristiwa atau keadaan yang menantang secara fisik atau psikologis disebut juga dengan stressor. (Sarafino, 2008). Sarafino (2006) mengklasifikasikan stressor ke dalam lima kategori, yaitu: 1. Frustasi (Frustration) terjadi ketika kebutuhan pribadi terhalangi dan seseorang gagal dalam mencapai tujuan yang diinginkannya. frustrasi dapat terjadi sebagai akibat kehilangan, dari keterlambatan, kurangnya sumber kegagalan, daya, atau diskriminasi. 2. Konflik (Conflicts), jenis sumber stres yang kedua ini hadir ketika pengalaman seseorang dihadapi oleh dua atau lebih motif secara bersamaan. Ada empat jenis konflik yaitu,: avoidence, approach-approach, approach-avoidence, avoidence- dan multiple approach-avoidance conflict. 3. Tekanan (Pressure), didefinisikan sebagai stimulus yang menempatkan individu dalam posisi untuk mempercepat, meningkatkan kinerjanya, atau mengubah perilakunya. 4. Mengidentifikasi perubahan (Changes), tipe sumber stres yang keempat ini seperti halnya yang ada di seluruh tahap kehidupan, tetapi tidak dianggap penuh tekanan sampai mengganggu kehidupan seseorang baik secara positif maupun negatif 5. Self-Imposed merupakan sumber stres yang berasal dalam sistem keyakinan pribadi pada seseorang, bukan dari lingkungan. Ini akan dialami oleh seseorang ketika ada tidaknya stres eksternal yang nyata. 2.2.3 Reaksi Terhadap Stres Sarafino (2006) mengidentifikasikan empat reaksi terhadap stres: a. Reaksi dari fisiologis terhadap stres menekankan hubungan antara pikiran dan fisik. b. Reaksi dari emosional yang diamati dalam reaksi emosional terhadap stres ini adalah melalui emosi seperti rasa ketakutan, kecemasan, rasa bersalah, kesedihan, depresi, atau kesepian. c. Reaksi dari kognitif mengacu pada pengalaman individu terhadap stres dan penilaian kognitif yang terjadi dengan penilaiannya mengenai peristiwa stres dan kemudian apa strategi koping yang mungkin paling tepat untuk mengelola stres. d. Reaksi dari perilaku yang berkaitan dengan reaksi emosional seseorang terhadap stres yang dapat memberikan reaksi menangis, menjadi kasar kepada orang lain atau diri sendiri dan, penggunaan mekanisme pertahanan seperti rasionalisasi. 2.2.4 Sumber Stres Sumber stres dapat berubah seiring dengan berkembangnya individu, tetapi kondisi stres dapat terjadi setiap saat selama hidup berlangsung. Menurut Sarafino (2008) sumber datangnya stres ada tiga yaitu: 1. Diri individu Hal ini berkaitan dengan adanya konflik, pendorong dan penarik dari konflik menghasilkan dua kecenderungan yang berkebalikan, yaitu approach dan avoidance. Kecenderungan ini menghasilkan tipe dasar konflik (Sarafino, 2008), yaitu : a. Approach-approach Conflict Muncul ketika kita tertarik terhadap dua tujuan yang sama-sama baik. Contohnya, individu yang mencoba untuk menurunkan berat badan untuk meningkatkan kesehatan maupun untuk penampilan, namun konflik sering terjadi ketika tersedianya makanan yang lezat. b. Avoidance-avoidance Conflict Muncul ketika kita dihadapkan pada satu pilihan antara dua situasi yang tidak menyenangkan. Contohnya, pasien dengan penyakit serius mungkin akan dihadapkan dengan pilihan antara dua perlakuan yang akan mengontrol atau menyembuhkan penyakit, namun memiliki efek samping yang sangat tidak diinginkan. orang-orang dalam menghindari konflik ini biasanya mencoba untuk menunda atau menghindar dari keputusan tersebut. Oleh karena itu, biasanya avoidanceavoidance conflict ini sangat sulit untuk diselesaikan. c. Approach-avoidance Conflict Muncul ketika kita melihat kondisi yang menarik dan tidak menarik dalam satu tujuan atau situasi. Contohnya, seseorang yang merokok dan ingin berhenti, namun mereka mungkin terbelah antara ingin meningkatkan kesehatan dan ingin menghindari kenaikan berat badan serta keinginan mereka untuk percaya terjadi jika mereka ingin berhenti. 2. Keluarga Sarafino (2006) menjelaskan bahwa perilaku, kebutuhan, dan kepribadian dari setiap anggota lain dalam keluarga yang kadang-kadang menghasilkan stres. Faktor dari keluarga yang cenderung memungkinkan munculnya stres adalah hadirnya anggota baru, perceraian dan adanya keluarga yang sakit, cacat, dan kematian 3. Komunitas dan masyarakat Kontak dengan orang di luar keluarga menyediakan banyak sumber stres. Misalnya, pengalaman anak di sekolah dan persaingan. Adanya pengalaman- pengalaman seputar dengan pekerjaan dan juga dengan lingkungan dapat menyebabkan seseorang menjadi stres. 2.2.5 Dampak Stres Stres dapat berpengaruh pada kesehatan dengan dua cara. Pertama, perubahan yang diakibatkan oleh stres secra langsung mempengaruhi fisik sistem tubuh yang dapat mempengaruhi kesehatan. Kedua, secara tidak langsung stres mempengaruhi perilaku individu sehinggga menyebabkan timbulnya penyakit atau memperburuk kondisi yang sudah ada (Sarafino, 2006). Kondisi dari stres memiliki dua aspek: fisik atau biologis (melibatkan materi atau tantangan yang menggunakan fisik) dan psikologis (melibatkan bagaimana individu memandang situasi dalam hidup mereka) 2.2.6 Strategi Koping Stres yang negatif memiliki banyak pengaruh yang buruk terhadap kondisi tubuh baik secara fisik maupun mental sehingga diperlukan suatu cara untuk menanggulanginya. Coping strategy merupakan salah satu teknik untuk menanggulangi stress. Terdapat dua bentuk pendekatan dasar di dalam coping strategy yaitu (Sarafino, 2006) : 1. Problem-Focused Coping Strategi problem-focused coping lebih diarahkan kepada menyelesaikan masalah yang menjadi sumber stress atau stressor. 2. Emotion-Focused Coping Strategi emotion-focused coping lebih diarahkan kepada mengelola emosi dengan cara mengidetifikasi perasaan yang ada, fokus terhadap perasaan yang telah diidentifikasi kemudian mengelola perasaan tersebut. Secara umum, problem-focused coping dapat digunakan dengan baik ketika terdapat beberapa aksi konkret yang dapat dilakukan untuk mengurangi stressor. Di sisi lain, emotion-focused coping dapat membantu ketika sebuah situasi harus diterima secara sederhana atau pada saat emosi butuh untuk dikelola, sebelum akhirnya dapat berpikir dengan jernih kemudian beraksi secara rasional. Namun terkadang, kedua bentuk coping tersebut juga dapat bekerja Contohnya secara adalah bersamaan ketika dengan seseorang baik. dipecat dari pekerjaannya, dia mungkin mulai mencari pekerjaan lain (problem-focused) tetapi dia tidak dapat fokus pada kegiatan tersebut karena sangat marah dan kebingungan setelah tersebut, dipecat dia dari pekerjaannya. sebaiknya Dalam mencoba situasi emotion-focused coping untuk membantu menenangkan diri dan berpikir lebih jernih. Dia mungkin dapat berolahraga, berbincang dengan sahabat, menulis jurnal, atau melakukan kegiatan yang dapat mengelola perasaannya. Alternatif lain, dia mungkin mandi air panas, beristirahat, atau makan makanan bergizi. Emotion-focused coping yang seperti itu bukanlah sebuah defense (menjauhkan diri sepenuhnya dari masalah), tetapi lebih kepada memproses respon emosi sebelum semuanya berada diluar kendali dan merusak kesehatan. Kemudian, setelah dirasakan cukup tenang dan siap, dia dapat berkonsentrasi pada langkah apa yang harus dilakukan terhadap stressor dan kemudian menyelesaikannya. 2.3 Kanker Payudara 2.3.1 Pengertian Kanker adalah suatu pertumbuhan sel-sel abnormal yang cenderung menginvasi jaringan disekitarnya dan menyebar ke tempat-tempat yang jauh (Elizabet C, 2000). Kanker adalah penyakit yang disebabkan oleh pertumbuhan sel-sel yang tidak normal Anugerah (dalam Yuniar dkk, 2009). Kanker payudara merupakan penyakit pertumbuhan sel, akibat adanya onkogen yang menyebabkan sel normal menjadi sel kanker pada jaringan payudara (Karsono, 2006). Kanker payudara merupakan tumor ganas yang tumbuh di dalam jaringan payudara. Kanker dapat tumbuh di dalam kelenjar susu, saluran susu, jaringan lemak, maupun jaringan ikat pada payudara (Sjamsuhidajat dan De Jong, 2004). Di samping itu dapat menyebar keseluruh tubuh melalui aliran limfe atau aliran darah dan sering menimbulkan kematian (McCance dan Huether dalam Brunner dan Suddarth, 2002). 2.3.2 Etiologi Sampai saat ini belum ditemukan data pasti yang menjadi faktor penyebab utama penyakit kanker payudara. Penyebab kanker payudara sampai saat ini diduga akibat interaksi yang rumit dari banyak faktor (Sirait dkk. 2009). Kubba (dalam Brunner dan Suddarth, 2002) menyatakan bahwa etiologi kanker payudara bersifat multifaktoral yang mencakup faktor genetik, lingkungan, dan reproduksi. Ketiganya berinteraksi melalui mekanisme yang kompleks. Dampak dari faktor lingkungan dan reproduksi tergantung pada usia wanita. 2.3.3 Patofisiologi Carsinoma mammae berasal dari jaringan epitel dan paling sering terjadi pada sistem duktal, mula-mula terjadi hiperplasia sel-sel dengan perkembangan sel-sel atipik. Selsel ini akan berlanjut menjadi carsinoma insitu dan menginvasi stroma. Carsinoma membutuhkan waktu 7 tahun untuk bertumbuh dari sel tunggal sampai menjadi massa yang cukup besar untuk dapat diraba (kira-kira berdiameter 1 cm). Pada ukuran itu kira-kira seperempat dari carsinoma mammae telah bermetastasis. Carsinoma mammae bermetastasis dengan penyebaran langsung ke jaringan sekitarnya dan juga melalui saluran limfe dan aliran darah (Price dkk, 2005 ) Proses jangka panjang terjadinya kanker ada 4 fase: 1) Fase induksi: 15-30 tahun Sampai saat ini belum dipastikan sebab terjadinya kanker, tapi faktor lingkungan mungkin memegang peranan besar dalam terjadinya kanker pada manusia. Kontak dengan karsinogen membutuhkan waktu bertahun-tahun sampai dapat merubah jaringan displasi menjadi tumor ganas. Hal ini tergantung dari sifat, jumlah, dan konsentrasi zat karsinogen tersebut, tempat yang dikenai karsinogen, lamanya terkena, adanya zat-zat karsinogen atau ko-karsinogen lain, Kerentanan jaringan dan individu. 2) Fase in situ: 1-5 tahun Pada fase ini perubahan jaringan muncul menjadi suatu lesi pre-cancerous yang bisa ditemukan di serviks uteri, rongga mulut, paru-paru, saluran cerna, kandung kemih, kulit dan akhirnya ditemukan di payudara. 3) Fase invasi Sel-sel menjadi menginfiltrasi ganas, melalui berkembang membran sel biak ke dan jaringan sekitarnya ke pembuluh darah serta limfe. Waktu antara fase ke 3 dan ke 4 berlangsung antara beberapa minggu sampai beberapa tahun. 4) Fase diseminasi 1-5 tahun Bila tumor makin membesar maka kemungkinan penyebaran ke tempat-tempat lain bertambah. 2.3.4 Faktor-faktor Resiko Menurut Bobak (2004) ada beberapa faktor pada penderita kanker payudara yang diduga berhubungan dengan kejadian kanker payudara: a. Riwayat pribadi tentang kanker payudara. b. Ada riwayat keluarga dengan kanker payudara pada ibu, saudara perempuan, saudara, adik atau kakak. c. Menarke dini, resiko kanker payudara meningkat pada wanita yang mengalami menstruasi sebelum usia 12 tahun. d. Nulipara dan usia lanjut saat melahirkan anak pertama, wanita yang mempunyai anak pertama usia 30 tahun mempunyai resiko dua kali lipat untuk mengalami kanker payudara dibandingkan dengan wanita yang mempunyai anak pertama pada usia 20 tahun. e. Menopause pada usia lanjut, menopause setelah usia 50 tahun meningkat resiko untuk mengalami kanker payudara. Dalam perbandingan, wanita yang telah mengalami oferektomi bilateral sebelum usia 35 tahun. f. Riwayat penyakit payudara jinak. Yang mempunyai tumor payudara disertai perubahan epitel proliferative mempunyai resiko dua kali lipat untuk mengalami kanker payudara; wanita dengan hyperplasia tipikal empat kali lipat untuk mengalami kanker payudara. g. Pernah mengalami radiasi di daerah dada. h. Pernah mengalami operasi ginekologis misalnya tumor ovarium. i. Kontraseptif oral, wanita yang menggunakan kontraseptif oral beresiko tinggi untuk mengalami kanker payudara j. Terapi penggantian hormonal lama. k. Konsumsi alkohol, sedikit peningkatan resiko ditemukan pada wanita yang mengkonsumsi alkohol bahkan dengan hanya sekali minum dalam sehari. Resikonya dua kali lipat diantara wanita uang minum alkohol tiga kali sehari 2.3.5 Klasifikasi Berdasarkan gambaran histologis, WHO membuat klasifikasi kanker payudara sebagai berikut: a. Kanker Payudara Non Invasif 1. Karsinoma intraduktus non invasif Karsinoma intraduktus adalah karsinoma yang mengenai duktus disertai infiltrasi stroma sekitar. Terdapat 5 subtipe dari karsinoma intraduktus, yaitu: komedo karsinoma, solid, kribriformis, papiler dan mikrokapiler. Komedokarsinoma ditandai dengan sel-sel yang berproliferasi cepat dan memiliki derajat keganasan tinggi. Karsinoma jenis ini dapat meluas ke duktus ekskretorius utama, kemudian menginfiltrasi papilla dan areola, sehingga dapat menyebabkan penyakit paget pada payudara. 2. Karsinoma lobular insitu Karsinoma ini ditandai dengan pelebaran satu atau lebih duktus terminal dan atau tubulus, tanpa disertai infiltrasi kedalam stroma. Sel-sel berukuran lebih besar dari normal, inti bulat kecil dan jarang disertai mitosis. b. Kanker Payudara Invasif 1. Karsinoma duktus invasif Karsinoma jenis ini merupakan bentuk paling umum dari kanker payudara. Karsinoma duktus invasif merupakan 65-80% dari karsinoma payudara. Secara histologis, jaringan ikat padat tersebar berbentuk sarang. Sel berbentuk bulat sampai poligonal, bentuk inti kecil dengan sedikit mitosis. Pada tepi tumor, tampak sel kanker mengadakan infiltrasi ke jaringan sekitar seperti sarang, kawat atau seperti kelenjar. Jenis ini disebut juga sebagai infiltrating ductus carcinoma not otherrwiser spercifierd (NOS), scirrhous carcinoma, infiltrating carcinoma atau carcinoma simplex. 2. Karsinoma lobular invasif Jenis ini merupakan karsinoma infiltratif yang tersusun atas sel-sel berukuran kecil dan seragam dengan sedikit polimorfisme. Karsinoma lobular invasif biasanya memiliki tingkat mitosis rendah. Sel infiltratif biasanya tersusun konsentris disekitar duktus berbentuk seperti target. Sel tumor dapat berbentuk signet-ring, tubuloalveolar, atau solid. 3. Karsinoma musinosum Pada karsinoma musinosum didapatkan sejumlah besar mucus intra dan ekstraseluler yang dapat dilihat secara makroskopis. Secara histologis, terdapat 3 bentuk sel kanker. Bentuk pertama, sel tampak seperti pulau-pulau kecil yang mengambang dalam cairan musin basofilik. Bentuk kedua, sel tumbuh dalam susunan kelenjar berbatas jelas dan lumennya mengandung musin. Bentuk ketiga terdiri dari susunan jaringan yang tidak teratur berisi sel tumor tanpa diferensiasi, sebagian besar sel berbentuk signet-ring. 4. Karsinoma medular Sel berukuran besar berbentuk poligonal atau lonjong dengan batas sitoplasma tidak jelas. Diferensiasi dari jenis ini buruk, tetapi memiliki prognosis lebih baik daripada prognosis karsinoma duktus infiltratif. Biasanya terdapat infiltrasi limfosit yang nyata dalam jumlah sedang diantara sel kanker, terutama dibagian tepi jaringan kanker. 5. Karsinoma papiler invasif Komponen invasif dari jenis karsinoma ini berbentuk papiler. 6. Karsinoma tubuler Pada karsinoma tubuler, bentuk sel teratur dan tersusun secara tubuler selapis, dikelilingi oleh stroma fibros. Jenis ini merupakan karsinoma dengan diferensiasi tinggi. 7. Karsinoma adenokistik Jenis ini merupakan karsinoma invasif dengan karakteristik sel yang berbentuk kribriformis. Sangat jarang ditemukan pada payudara. 8. Karsinoma apokrin Karsinoma ini didominasi dengan sel yang memiliki sitoplasma oesinoflik, sehingga menyerupai apokrin yang mengalami metaplasia. Bentuk karsinoma apokrin dapat ditemukan juga pada jenis karsinoma payudara yang lain. Menurut WHO penilaian T (ukuran tumor) N (penyebaran ke getah bening) M (besar penyebaran tumor) pada kanker payudara sebagai berikut : T (Tumor Size) ukuran tumor 1) T0 : Tidak ditemukan tumor primer 2) T1 : Ukuran tumor diameter 2 cm atau kurang 3) T2 : Ukuran tumor 2-5 cm 4) T3 : Ukuran tumor > 5cm 5) T4:Ukuran berapa saja, tetapi sudah ada penyebaran kekulit atau dinding dada atau pada keduanya, dapat berupa borok, edema atau bengkak, kulit payudara kemerahan atau kecil kulit diluar tumor utama. N (Node) kelenjar getah bening regional (kgb) 1) N0 : Tidak terdapat metastasis pada kgb regional diketiak atai aksila 2) N1 : Ada metastasis di kgb aksila yang masih dapat digerakkan 3) N2 : Ada metastasis di kgb aksila yang sulit digerakkan 4) N3 : Ada metastasis kgb diantara tulang selangka (supral lavicula) atau pada kgb mammary internal didekat tulang sterum M (Metastase) penyebaran jauh 1) MX : Metastasis belum dapat dinilai 2) M0 : Tidak dapa metastasis jauh 3) M1 : Terdapat metastasis jauh Setelah masing-masing faktor TNM didapatkan, ketiga faktor tersebut kemudian digabungkan dan didapatkan stadium kanker sebagai berikut : 1) Stadium 0 : T0 N0 M0 2) Stadium I : T1 N0 M0 3) Stadium IIA : T0 N1 M0/T1 N1 M0/T2 N0 M0 4) Stadium IIB : T2 N 1 M0/T3 N0 M0 5) Stadium IIIA : T0 N2 M0/T1 N2 M0/T2 N2 M0/T3 N1 M0/T3 N2 M0 6) Stadium IIIB : T4 N0 M0/T4 N1 M0/T4 N2 M0 7) Stadium IIIC : Tiap T1 N3 M0 8) Stadium IV : Tiap-tiap T-tiap N-M1 2.3.6 Gejala Klinis Beberapa gejala klinis dari kanker payudara : 2.2.7 Benjolan Adanya benjolan pada payudara yang dapat diraba dengan tangan. Semakin lama benjolan tersebut semakin mengeras dan bentuknya tidak beraturan. 2.2.8 Perubahan kulit pada payudara Kulit tertarik (skin dimpling) Benjolan yang dapat dilihat (visible lump) Gambaran kulit jeruk (peu de orange) Eritema Ulkus 2.2.9 Kelainan pada puting Puting tertarik (nipple retraction) Eksema Cairan pada puting (nipple discharge) (Suryaningsih dan Sukaca, 2009) 2.3.7 Diagnosis Diagnosis dari kanker payudara dapat ditegakkan dari hasil anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan tambahan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan (Gleadle, 2007). a. Anamnesa Pada anamnesa ditanyakan keluhan di payudara atau daerah aksila dan riwayat penyakitnya. Keluhan dapat berupa adanya benjolan, rasa nyeri, nipple discharge, nipple retraction, krusta pada areola, kelainan kulit berupa skin dimpling, peau d’orange, ulserasi, dan perubahan warna kulit. Selain itu juga ditanyakan apakah terdapat penyebaran pada regio kelenjar limfe, seperti timbulnya benjolan di aksila, dan adanya benjolan di leher ataupun tempat lain. Adanya gejala metastase juga ditanyakan, seperti sesak napas atau batuk yang tidak sembuh meskipun sudah diobati, dan nyeri pada tulang belakang, serta rasa penuh di ulu hati (sebah). Riwayat penyakit yang pernah diderita pasien, serta obat-obat yang digunakan dan jenis pengobatan yang didapat, serta faktor resiko kanker payudara pada pasien juga ditanyakan dalam anamnesa (Gleadle, 2007). b. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan ini terdiri atas inspeksi dan palpasi. Pada inspeksi dilakukan pengamatan ukuran dan bentuk kedua payudara pasien, serta kelainan pada kulit, antara lain : benjolan, perubahan warna kulit (eritema), tarikan pada kulit (skin dimpling), luka atau ulkus, gambaran kulit jeruk (peau de orange), nodul satelit, kelainan pada areola dan puting, seperti puting susu tertarik (nipple retraction), eksema dan keluar cairan dari puting. Ada atau tidaknya benjolan pada aksila atau tanda-tanda radang serta benjolan infra dan supra klavikula juga diperhatikan (Gleadle, 2007). Pada palpasi dilakukan perabaan dengan menggunakan kedua tangan bagian polar distal jari 2, 3, dan 4, dimana penderita dalam posisi berbaring dengan pundak diganjal bantal kecil dan lengan di atas kepala. Palpasi harus mencakup 5 regio, terutama daerah lateral atas dan subareola, karena merupakan tempat lesi tersering. Cara melakukan palpasi ada 3 cara, yaitu sirkular, radier dan dilakukan dari pinggir payudara menuju ke areola dan meraba seluruh bagian payudara bertahap. Hal yang harus diamati bila didapati benjolan adalah lokasi benjolan (5 regio payudara, aksila, infra dan supra klavikula), konsistensi (keras, kenyal, lunak atau fluktuasi), permukaan (licin rata, berbenjol-benjol), mobilitas (dapat digerakkan, terfiksir jaringan sekitarnya), batas (tegas atau tidak tegas), nyeri (ada atau tidak ada), ukuran (Gleadle, 2007). Pada saat palpasi daerah subareola amati apakah ada keluar sekret dari puting payudara dan perhatikan warna, bau, serta kekentalan sekret tersebut. Sekret yang keluar dari puting payudara dapat berupa air susu, cairan jernih, bercampur darah dan pus. Palpasi kelenjar aksila dilakukan untuk mengetahui apakah pada saat yang bersamaan dengan benjolan pada payudara didapati juga benjolan pada kelenjar getah bening aksila yang merupakan tempat penyebaran limfogen kanker payudara. Begitu juga dengan palpasi pada infra dan supra klavikula (Gleadle,2007). c. Pemeriksaan Tambahan : Mamografi payudara CT pada payudara Ultrasonografi (USG) MRI payudara Skrining tulang d. Pemeriksaan biopsi jarum halus Pada pemeriksaan ini dilakukan sitologi pada lesi atau luka yang secara klinis dan radiologik dicurigai merupakan suatu keganasan (Davey dan Patrick, 2006). e. Pemeriksaan Laboratorium dan Histopatologik Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan berupa pemeriksaan darah rutin dan kimia darah yang sesuai dengan perkiraan metastase. Pemeriksaan reseptor ER dan PR juga perlu dilakukan. Pemeriksaan tumor marker juga harus dilakukan untuk follow up (Davey dan Patrick 2006). Jika pada pemeriksaan-pemeriksaan tersebut di atas dijumpai adanya kelainan, baik berupa benjolan atau gambaran radiologi yang abnormal, maka perlu dilakukan biopsi untuk mendapatkan contoh jaringan yang akan diperiksa di bawah mikroskop dan dipastikan ada atau tidaknya sel kanker. 2.3.8 Komplikasi Potensial komplikasinya dapat mencakup sebagai berikut: limfedema terjadi jika saluran limfe untuk menjamin saluran aliran balik limfe bersirkulasi umum tidak berfungsi dengan kuat. Jika nodus aksilaris dan sistem limfe diangkat maka sistem kolater dan auksilaris harus mengambil alih fungsi mereka. Limfedema biasanya dapat dicegah dengan meninggikan setiap lebih tinggi dari sendi yang lebih proksimal. Jika terjadi limfedema keluasan biasanya berhubungan dengan jumlah saluran limfatik kolateral yang diangkat selama pembedahan (Suzanne dan Bare, 2001). 2.3.9 Pengobatan Menurut Sjamsuhidajat dan De Jong (2004), pengobatan kanker payudara dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu : kemoterapi, radiasi dan operasi. Keberhasilan pengobatan ini sangat tergantung dari ketentuan pasien dalam berobat dan tergantung pada stadiumnya. a. Operasi Dilakukan dengan mengambil sebagian atau seluruh bagian payudara untuk membuang sel-sel kanker yang ada dalam payudara. Jenis-jenis operasi yang dilakukan adalah : 1) Lumpektomi : merupakan operasi yang dilakukan untuk jaringan mengangkat tumor disekitarnya. payudara Dengan berserta menyisakan sebagian jaringan payudara. Dilakukan pada kasus kanker payudara dini, saat ukurannya masih kecil. 2) Mastektomi : merupakan operasi yang dilakukan untuk mengangkat payudara berserta kankernya, kadang beserta otot dinding dada. 3) Operasi pengangkatn kelenjar getah bening : operasi yang dilakukan jika diduga ada penyebaran kanker dikelenjar getah bening di ketiak. b. Radioterapi Merupakan pengobatan yang dilakukan dengan penyinaran dengan tujuan merusak sel-sel kanker. Radioterapi dapat dilakukan sesudah operasi atau sebelum operasi. c. Kemoterapi Adalah pengobatan dengan menggunakan obat anti kanker untuk merusak sel-sel kanker. d. Rehabilitasi dan rekonstruksi pasca pengobatan i. Setelah operasi dapat dilakukan rehabilitasi, seperti melakukan gerakan-gerakan untuk mengembalikan fungsi gerak dan untuk mengurangi pembengkakan. 2.3.10 Mastektomi Mastektomi adalah operasi yang bertujuan untuk menghilangkan kanker payudara dengan cara mengangkat payudara dan jaringan kanker yang mendasarinya. 2.3.10.1 Ada 3 jenis mastektomi yaitu : 1. Modified Radycal Mastectomy, yaitu operasi pengangkatan seluruh jaringan payudara beserta tumor, niple areola komplek, kulit diatas tumor dan fascia pektoralis serta dieksisi aksila level I-II. Operasi ini dilakukan pada kanker payudara stadium dini dan lokal lanjut. 2. Total (Simple) Mastectomy, yaitu operasi pengangkatan seluruh payudara saja, tanpa kelenjar di ketiak. 3. Radical Mastectomy, yaitu operasi pengangkatan sebagian dari payudara. Biasanya disebut lumpektomi, yaitu pengangkatan hanya pada jaringan yang mengandung sel kanker, bukan seluruh payudara. direkomendasikan Biasanya pada pasien lumpektomi yang besar tumornya kurang dari 2 cm dan letaknya di pinggir payudara Hammer dkk (dalam Brunner dan Suddarth, 2002). 2.3.10.2 Perawatan pasca mastektomi a. Pemasangan plester atau hipafik Dalam hal ini pemasangan plester pada operasi mastektomi hendaknya diperhatikan arah tarikan-tarikan kulit (langer line) agar tidak melawan gerakkan-gerakkan alamiah, sehingga pasien dengan rileks menggerakkan sendi bahu tanpa hambatan dan tidak nyeri untuk itu perlu diperhatikan cara meletakkan kasa pada luka operasi dan cara melakukan fiksasi plester pada dinding dada. Plester medial melewati garis midsternal. Plester posterior melewati garis axillaris line atau garis ketiak. Plester posterior (belakang) melewati garis axillaris posterior. Plester superior tidak melewati klavikula. Plester inferior harus melewati lubang drain. Untuk dibawah klavikula, ujung hipafik dipotong miring seperti memotong baju dan dipasang miring dibawah ketiak sehingga tidak mengganggu gerakan tangan. b. Perawatan pada luka eksisi tumor Bila dikerjakan tumorektomi, pakai hipafik ukuran 10 cm yang dibuat seperti BH sehingga menyangga payudara c. Pemakaian drain redonm Pemakaian drain redonm harus tetap vakum dan diukur jumlah cairan yang tertampung dalam botol drain tiap pagi, bila drain buntu, misalnya terjadi bekuan darah, bilas drain dengan PZ 5-10 cc supaya tetap lancar. Pada mastektomi radikal atau radikal modifikasi, drain umumnya dicabut setelah jumlah cairan dalam 24 jam tidak melebihi 20-30 cc, pada eksisi tumor payudara tidak melebihi 5 cc. d. Klien yang dikerjakan transplantasi kulit Klien yang dikerjakan transplantasi kulit kalau kasa penutup luka basah dengan darah atau serum harus segera diganti, tetapi bola penutup (thiersch) tidak boleh dibuka. Thiersch umumnya dibuka pada hari ke-7 pasca operasi untuk melihat apakah hidup atau mati Kalau hidup, tutup lagi dengan sofratule dan kasa steril Kalau tidak hidup, luka dapat dikompres dengan larutasn boor atau larutan garam fisiologis dan buang jaringan yang nekrotik. Demikian pula halnya kasa penutup donor dan dibuka hari ke 14, kecuali kalau ada tandatanda infeksi e. Pemberian injeksi dan pengambilan darah Pada klien yang dilakukan mastektomi radikal modifikasi sebagian besar kelenjar dari saluran getah bening aksila dieksisi, yang memudahkan terjadinya edema lengan. Untuk mencegah jangan melakukan injeksi, mamasang infus, mengambil darah dan sebagainya pada sisi yang sakit. Penderita harus menjaga lengan dan tangannya dengan baik supaya jangan sampai terjadi luka atau injeksi yang akan menambah kerusakan saluran limfe diketiak yang sudah minimal, karena kalau terjadi edema lengan sangat sukar memerlukan mengatasinya. mengoreksinya operasi dan transposisi mungkin untuk f. Pengukuran tensi Pengukuran tensi jaringan pada lengan homolateral dan axilla karena memudahkan terjadinya edema lengan. 2.3.10.3 Fase penyembuhan luka Penyembuhan luka adalah suatu kualitas dari kehidupan jaringan yang berhubungan dengan regenerasi jaringan. (Potter dan Perry, 2001) Tahap penyembuhan luka meliputi: 1. Fase Inflamatory Terjadi segera setelah luka dan berakhir 3-4 hari. Dua proses utama yang terjadi pada fase ini yaitu hemostasis dan fagositosis. Hemostasis (penghentian perdarahan) akibat fase konstriksi pembuluh darah besar di daerah luka, retraksi pembuluh darah, endapan fibrin dan pembentukan bekuan darah di daerah luka. Selama sel berpindah, leukosit (terutama netrofil) berpindah ke daerah interstitial. Tempat ini ditempati makrofag yang keluar dari monosit selama lebih kurang 24 jam setelah luka. Makrofag ini menelan mikroorganisme dan sel debris melalui proses yang disebut fagositosis. 2. Fase proliferasi Berlangsung dari hari ke 3 atau 4 sampai hari ke 21 setelah pembedahan. Fibroblast yang berpindah ke daerah luka mulai 24 jam pertama setelah pembedahan. Diawali dengan mensintesis kolagen dan substansi dasar yang disebut proteoglikan kira-kira 5 hari setelah terjadi luka. Seiring perkembangan kapilarisasi jaringan berwarna merah. Jaringan ini disebut granulasi, jaringan yang lunak dan mudah pecah. 3. Fase maturasi Dimulai hari ke 21 dan berakhir 1-2 tahun setelah pembedahan. Fibroblas terus mensintesis kolagen. Kolagen menjalin dirinya, menyatukan srtuktur yang lebih kuat. Bekas luka menjadi lebih kecil, kehilangan elastisitas dan meninggalkan garis putih. 2.3.10.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka Penyembuhan luka merupakan suatu proses yang kompleks dan dinamis karena merupakan suatu kegiatan bioseluler dan biokimia yang terjadi saling berkesinambungan. Setiap kejadian luka mekanisme tubuh akan mengupayakan pengembalian komponen jaringan yang rusak tersebut dengan membentuk struktur baru dan fungsional sama dengan keadaan sebelumnya (Gitaraja, 2004). Proses penyembuhan luka tidak hanya terbatas pada proses regenasi yang bersifat lokal saja pada luka, namun dipengaruhi oleh faktor intrinsik dan ekstrinsik. Dengan mengenal kedua faktor penghambat tersebut diharapkan agar dapat mengoreksi atau mengevaluasi proses penyembuhan luka. Faktor intrinsik adalah faktor dari penderita yang dapat berpengaruh dalam proses penyembuhan luka, yang cukup berpengaruh pada luka kanker payudara meliputi; usia, status nutrisi dan hidrasi, oksigenasi dan perfusi jaringan, status imunologi dan penyakit penyerta (hipertensei, DM, arteriosclerosis). Sedangkan faktor ekstrinsik adalah faktor yang didapat dari luar penderita meliputi; pengobatan (kemoterapi), radiasi, stress psikologis, infeksi, iskemi dan trauma jaringan (Potter dan Perry, 2005). 2.3 Istri dengan Kanker Payudara Pasca Mastektomi Pasca mastektomi dan kehilangan payudara membuat wanita memunculkan beragam reaksi. Reaksi awal umumnya bersifat negatif. Namun, emosi negatif tersebut dapat berubah menjadi emosi positif yang dapat membuat peningkatan psikologis dalam aspek persepsi diri, hubungan dengan orang lain dan falsafah hidup. (Mahleda dan Hartini, 2012). Selain itu menurut Buxton (dalam Mahleda dan Hartini 2012), Setelah menjalani mastektomi, pasien kanker payudara merasakan kekhawatiran tentang efektivitas pengobatan, gejala, dan tindak lanjut. Kekhawatiran lain tentang aktivitas fisik, masalah berkonsentrasi, perasaan yang berkaitan dengan tubuh dan fokus pada kematian. Dengan keadaan seperti ini dukungan sosial dari orang yang paling dekat dengan istri yaitu suami sangat dibutuhkan. Hawari (2004) menyatakan bahwa wanita yang menjalani operasi mastektomi menunjukkan ekspresi yang mencerminkan kecemasan dan depresi serta sikap penolakan. Arroyo dan lopez (dalam Mahleda dan Hartini 2012) menemukan bahwa wanita pasca mastektomi akan merasa dirinya tidak menarik, takut akan ditinggalkan dan juga khawatir dengan kesehatan selanjutnya. Tetapi tidak semua wanita mengalami perasaan negatif. Sebagian wanita yang menjalani mastektomi tidak memenuhi kriteria penuh untuk didiagnosis depresi atau kecemasan Buxton (dalam Mahleda dan Hartini, 2012).