Dukungan Sosial Suami Kepada Istri dengan Kanker Payudara

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Dukungan sosial
2.1.1 Pengertian
Manusia sebagai makhluk sosial membutuhkan kehadiran
manusia lain untuk berinteraksi. Hal ini terjadi karena
seseorang tidak mungkin memenuhi kebutuhan fisik dan
psikologisnya sendiri. Individu membutuhkan dukungan
sosial baik itu yang berasal dari perorangan ataupun
kelompok. Menurut Sarafino (2006) dukungan sosial adalah
kenyamanan, perhatian, penghargaan, maupun bantuan
dalam bentuk lainnya yang diterima individu dari orang lain
maupun kelompok. Sementara dukungan sosial didefinisikan
oleh Lahey (dalam Sari, 2012) sebagai peran yang
dimainkan oleh teman-teman dan relatif dalam memberikan
nasihat,
bantuan,
dan
beberapa
antaranya
untuk
menceritakan perasaan pribadi.
Menurut Taylor (2003), dukungan sosial adalah informasi
yang diterima dari orang lain bahwa individu tersebut dicintai,
diperhatikan, dihargai dan bernilai dan merupakan bagian
dari jaringan komunikasi dan saling dibutuhkan yang didapat
dari orang tua, suami atau orang yang dicintai, sanak
keluarga, teman, hubungan sosial dan komunitas.
2.1.2
Bentuk-bentuk Dukungan Sosial
Menurut Sarafino (2006), ada lima bentuk dukungan sosial,
yaitu:
a. Dukungan emosional
Terdiri dari ekspresi seperti perhatian, empati, dan
turut prihatin kepada seseorang. Dukungan ini akan
menyebabkan penerima dukungan merasa nyaman,
tentram kembali, merasa dimiliki dan dicintai ketika dia
mengalami stres, memberi bantuan dalam bentuk
semangat,kehangatan personal, dan cinta.
b. Dukungan penghargaan
Dukungan ini ada ketika seseorang memberikan
penghargaan positif kepada orang yang sedang stres,
dorongan atau persetujuan terhadap ide ataupun
perasaan individu, ataupun melakukan perbandingan
positif antara individu dengan orang lain. Dukungan ini
dapat menyebabkan individu yang menerima dukungan
membangun rasa menghargai dirinya, percaya diri, dan
merasa bernilai. Dukungan jenis ini akan sangat
berguna ketika individu mengalami stres karena
tuntutan tugas yang lebih besar daripada kemampuan
yang dimilikinya.
c. Dukungan instrumental
Merupakan dukungan yang paling sederhana untuk
didefinisikan, yaitu dukungan yang berupa bantuan
secara langsung dan nyata seperti memberi atau
meminjamkan uang atau membantu meringankan tugas
orang yang sedang stres.
d. Dukungan informasi
Orang-orang yang berada di sekitar individu akan
memberikan
dukungan
informasi
dengan
cara
menyarankan beberapa pilihan tindakan yang dapat
dilakukan individu dalam mengatasi masalah yang
membuatnya stres. Terdiri dari nasehat, arahan, saran
ataupun
penilaian
tentang
bagaimana
individu
melakukan sesuatu. Misalnya individu mendapatkan
informasi dari dokter tentang bagaimana mencegah
penyakitnya kambuh lagi.
e. Dukungan kelompok
Merupakan dukungan yang dapat menyebabkan
individu merasa bahwa dirinya merupakan bagian dari
suatu kelompok dimana anggota-anggotanya dapat
saling berbagi. Misalnya menemani orang yang sedang
stres ketika beristirahat atau berekreasi.
2.1.3
Sumber Dukungan Sosial
Dukungan sosial yang kita terima dapat bersumber dari
berbagai pihak. Sarafino (2006) membagi sumber-sumber
dukungan sosial menjadi 3 kategori, yaitu:
a) Sumber dukungan sosial yang berasal dari orang-orang
yang selalu ada sepanjang hidupnya, yang selalu
bersama dengannya dan mendukungnya. Misalnya:
keluarga dekat, pasangan (suami atau istri), atau teman
dekat.
b) Sumber dukungan sosial yang berasal dari individu lain
yang sedikit berperan dalam hidupnya dan cenderung
mengalami perubahan sesuai dengan waktu. Sumber
dukungan ini meliputi teman kerja, sanak keluarga, dan
teman sepergaulan.
c) Sumber dukungan sosial yang berasal dari individu lain
yang sangat jarang memberi dukungan dan memiliki
peran yang sangat cepat berubah. Meliputi dokter atau
tenaga ahli atau profesional, keluarga jauh.
2.1.4 Pengaruh Dukungan Sosial
Sarafino (2006) mengatakan bahwa untuk menjelaskan
bagaimana dukungan sosial mempengaruhi kondisi fisik dan
psikologis individu, ada dua model yang digunakan yaitu:
a. Buffering Hypothesis
Melalui model buffering hypothesis ini, dukungan
sosial mempengaruhi kondisi fisik dan psikologis
individu dengan melindunginya dari efek negatif yang
timbul dari tekanan-tekanan yang dialaminya dan pada
kondisi yang tekanannya lemah atau kecil, dukungan
sosial tidak bermanfaat. Dukungan sosial ini bekerja
dengan tujuan untuk memperkecil pengaruh dari
tekanan-tekanan atau stres yang dialami individu,
dengan kata lain jika tidak ada tekanan atau stres,
maka dukungan sosial tidak berguna.
b. Main Effect Hypothesis / Direct Effect Hypothesis
Model main effect hypothesis atau direct effect
hypothesis menunjukkan bahwa dukungan sosial dapat
meningkatkan kesehatan fisik dan psikologis individu
dengan adanya ataupun tanpa tekanan, dengan kata
lain seseorang
yang menerima dukungan sosial
dengan atau tanpa adanya tekanan ataupun stres akan
cenderung lebih sehat. Melalui model ini dukungan
sosial memberikan manfaat yang sama baiknya dalam
kondisi yang penuh tekanan maupun yang tidak ada
tekanan.
2.1.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Dukungan Sosial
Menurut Stanley (2007), faktor-faktor yang mempengaruhi
dukungan sosial adalah sebagai berikut:
a. Kebutuhan fisik
Kebutuhan fisik dapat mempengaruhi dukungan
sosial. Adapun kebutuhan fisik meliputi sandang,
pangan dan papan. Apabila seseorang tidak tercukupi
kebutuhan fisiknya maka seseorang tersebut kurang
mendapat dukungan sosial.
b. Kebutuhan sosial
Aktualisasi diri yang baik maka seseorang lebih
kenal oleh masyarakat daripada orang yang tidak
pernah bersosialisasi di masyarakat. Orang yang
mempunyai aktualisasi diri yang baik cenderung selalu
ingin mendapatkan pengakuan di dalam kehidupan
masyarakat. Untuk itu pengakuan sangat diperlukan
untuk memberikan penghargaan.
c. Kebutuhan psikis
Kebutuhan psikis termasuk rasa ingin tahu, rasa
aman, perasaan religius, tidak mungkin terpenuhi tanpa
bantuan orang lain. Apalagi jika orang tersebut sedang
menghadapi masalah baik ringan maupun berat, maka
orang tersebut akan cenderung mencari dukungan
sosial dari orang-orang sekitar sehingga dirinya merasa
dihargai, diperhatikan dan dicintai.
2.1.6 Efek Negatif Dukungan Sosial
Dukungan sosial ternyata tidak hanya memberikan efek
positif dalam mempengaruhi kejadian dari efek stres dan
kecemasan. Dalam Sarafino (2006) disebutkan beberapa
contoh efek negatif yang timbul dari dukungan sosial, antara
lain:
1. Dukungan yang tersedia tidak dianggap sebagai
sesuatu yang membantu. Hal ini dapat terjadi karena
dukungan yang diberikan tidak cukup, individu merasa
tidak perlu dibantu atau terlalu khawatir secara
emosional sehingga tidak memperhatikan dukungan
yang diberikan.
2. Dukungan yang diberikan tidak sesuai dengan apa
yang dibutuhkan individu.
3. Sumber dukungan memberikan contoh buruk pada
individu seperti melakukan atau menyarankan perilaku
tidak sehat.
4. Terlalu menjaga atau tidak mendukung individu dalam
melakukan sesuatu yang diinginkannya. Keadaan ini
dapat
mengganggu
program
rehabilitasi
yang
seharusnya dilakukan oleh individu dan menyebabkan
individu menjadi tergantung pada orang lain.
2.2 Stres
2.2.1
Pengertian
Sarafino (2006) mengartikan stres adalah kondisi yang
disebabkan oleh interaksi antara individu dengan lingkungan,
menimbulkan persepsi jarak antara tuntutan-tuntutan yang
berasal dari situasi yang bersumber pada sistem biologis,
psikologis dan sosial dari seseorang.
Wijono (2006), Stres adalah reaksi alami tubuh untuk
mempertahankan diri dari tekanan secara psikis. Tubuh
manusia dirancang khusus agar bisa merasakan dan
merespon gangguan psikis ini. Tujuannya agar manusia tetap
waspada dan siap untuk menghindari bahaya. Kondisi ini jika
berlangsung lama akan menimbulkan perasaan cemas, takut
dan tegang.
2.2.2
Stressor
Peristiwa atau keadaan yang menantang secara fisik atau
psikologis disebut juga dengan stressor. (Sarafino, 2008).
Sarafino (2006) mengklasifikasikan stressor ke dalam lima
kategori, yaitu:
1.
Frustasi (Frustration) terjadi ketika kebutuhan pribadi
terhalangi dan seseorang gagal dalam mencapai
tujuan yang diinginkannya. frustrasi dapat terjadi
sebagai
akibat
kehilangan,
dari
keterlambatan,
kurangnya
sumber
kegagalan,
daya,
atau
diskriminasi.
2.
Konflik (Conflicts), jenis sumber stres yang kedua ini
hadir ketika pengalaman seseorang dihadapi oleh dua
atau lebih motif secara bersamaan. Ada empat jenis
konflik
yaitu,:
avoidence,
approach-approach,
approach-avoidence,
avoidence-
dan
multiple
approach-avoidance conflict.
3.
Tekanan (Pressure), didefinisikan sebagai stimulus
yang menempatkan individu dalam posisi untuk
mempercepat,
meningkatkan
kinerjanya,
atau
mengubah perilakunya.
4.
Mengidentifikasi perubahan (Changes), tipe sumber
stres yang keempat ini seperti halnya yang ada di
seluruh tahap kehidupan, tetapi tidak dianggap penuh
tekanan sampai mengganggu kehidupan seseorang
baik secara positif maupun negatif
5.
Self-Imposed merupakan sumber stres yang berasal
dalam sistem keyakinan pribadi pada seseorang,
bukan
dari
lingkungan.
Ini
akan
dialami
oleh
seseorang ketika ada tidaknya stres eksternal yang
nyata.
2.2.3
Reaksi Terhadap Stres
Sarafino (2006) mengidentifikasikan empat reaksi terhadap
stres:
a. Reaksi dari fisiologis terhadap stres menekankan
hubungan antara pikiran dan fisik.
b. Reaksi dari emosional yang diamati dalam reaksi
emosional terhadap stres ini adalah melalui emosi
seperti rasa ketakutan, kecemasan, rasa bersalah,
kesedihan, depresi, atau kesepian.
c. Reaksi dari kognitif mengacu pada pengalaman individu
terhadap stres dan penilaian kognitif yang terjadi dengan
penilaiannya mengenai peristiwa stres dan kemudian
apa strategi koping yang mungkin paling tepat untuk
mengelola stres.
d. Reaksi dari perilaku yang berkaitan dengan reaksi
emosional
seseorang
terhadap
stres
yang
dapat
memberikan reaksi menangis, menjadi kasar kepada
orang lain atau diri sendiri dan, penggunaan mekanisme
pertahanan seperti rasionalisasi.
2.2.4
Sumber Stres
Sumber stres dapat berubah seiring dengan berkembangnya
individu, tetapi kondisi stres dapat terjadi setiap saat selama
hidup
berlangsung.
Menurut
Sarafino
(2008)
sumber
datangnya stres ada tiga yaitu:
1. Diri individu
Hal ini berkaitan dengan adanya konflik, pendorong dan
penarik dari konflik menghasilkan dua kecenderungan
yang berkebalikan, yaitu approach dan avoidance.
Kecenderungan ini menghasilkan tipe dasar konflik
(Sarafino, 2008), yaitu :
a. Approach-approach Conflict
Muncul ketika kita tertarik terhadap dua tujuan
yang sama-sama baik. Contohnya, individu yang
mencoba untuk menurunkan berat badan untuk
meningkatkan
kesehatan
maupun
untuk
penampilan, namun konflik sering terjadi ketika
tersedianya makanan yang lezat.
b. Avoidance-avoidance Conflict
Muncul ketika kita dihadapkan pada satu pilihan
antara dua situasi yang tidak menyenangkan.
Contohnya,
pasien
dengan
penyakit
serius
mungkin akan dihadapkan dengan pilihan antara
dua
perlakuan
yang
akan
mengontrol
atau
menyembuhkan penyakit, namun memiliki efek
samping yang sangat tidak diinginkan. orang-orang
dalam menghindari konflik ini biasanya mencoba
untuk menunda atau menghindar dari keputusan
tersebut. Oleh karena itu, biasanya avoidanceavoidance
conflict
ini
sangat
sulit
untuk
diselesaikan.
c. Approach-avoidance Conflict
Muncul ketika kita melihat kondisi yang menarik
dan tidak menarik dalam satu tujuan atau situasi.
Contohnya, seseorang yang merokok dan ingin
berhenti, namun mereka mungkin terbelah antara
ingin
meningkatkan
kesehatan
dan
ingin
menghindari kenaikan berat badan serta keinginan
mereka untuk percaya terjadi jika mereka ingin
berhenti.
2. Keluarga
Sarafino (2006) menjelaskan bahwa perilaku, kebutuhan,
dan kepribadian dari setiap anggota lain dalam keluarga
yang kadang-kadang menghasilkan stres. Faktor dari
keluarga yang cenderung memungkinkan munculnya
stres adalah hadirnya anggota baru, perceraian dan
adanya keluarga yang sakit, cacat, dan kematian
3. Komunitas dan masyarakat
Kontak dengan orang di luar keluarga menyediakan
banyak sumber stres. Misalnya, pengalaman anak di
sekolah
dan
persaingan.
Adanya
pengalaman-
pengalaman seputar dengan pekerjaan dan juga dengan
lingkungan dapat menyebabkan seseorang menjadi
stres.
2.2.5
Dampak Stres
Stres dapat berpengaruh pada kesehatan dengan dua cara.
Pertama, perubahan yang diakibatkan oleh stres secra
langsung mempengaruhi fisik sistem tubuh yang dapat
mempengaruhi kesehatan. Kedua, secara tidak langsung stres
mempengaruhi perilaku individu sehinggga menyebabkan
timbulnya penyakit atau memperburuk kondisi yang sudah ada
(Sarafino, 2006). Kondisi dari stres memiliki dua aspek: fisik
atau
biologis
(melibatkan
materi
atau
tantangan
yang
menggunakan fisik) dan psikologis (melibatkan bagaimana
individu memandang situasi dalam hidup mereka)
2.2.6
Strategi Koping
Stres yang negatif memiliki banyak pengaruh yang buruk
terhadap kondisi tubuh baik secara fisik maupun mental
sehingga diperlukan suatu cara untuk menanggulanginya.
Coping
strategy
merupakan
salah
satu
teknik
untuk
menanggulangi stress. Terdapat dua bentuk pendekatan dasar
di dalam coping strategy yaitu (Sarafino, 2006) :
1. Problem-Focused Coping
Strategi problem-focused coping lebih diarahkan kepada
menyelesaikan masalah yang menjadi sumber stress
atau stressor.
2. Emotion-Focused Coping
Strategi emotion-focused coping lebih diarahkan kepada
mengelola emosi dengan cara mengidetifikasi perasaan
yang
ada,
fokus
terhadap
perasaan
yang
telah
diidentifikasi kemudian mengelola perasaan tersebut.
Secara umum, problem-focused coping dapat digunakan
dengan baik ketika terdapat beberapa aksi konkret yang
dapat dilakukan untuk mengurangi stressor. Di sisi lain,
emotion-focused coping dapat membantu ketika sebuah
situasi harus diterima secara sederhana atau pada saat
emosi butuh untuk dikelola, sebelum akhirnya dapat
berpikir dengan jernih kemudian beraksi secara rasional.
Namun terkadang, kedua bentuk coping tersebut juga
dapat
bekerja
Contohnya
secara
adalah
bersamaan
ketika
dengan
seseorang
baik.
dipecat
dari
pekerjaannya, dia mungkin mulai mencari pekerjaan lain
(problem-focused) tetapi dia tidak dapat fokus pada
kegiatan tersebut karena sangat marah dan kebingungan
setelah
tersebut,
dipecat
dia
dari
pekerjaannya.
sebaiknya
Dalam
mencoba
situasi
emotion-focused
coping untuk membantu menenangkan diri dan berpikir
lebih jernih. Dia mungkin dapat berolahraga, berbincang
dengan
sahabat,
menulis
jurnal,
atau
melakukan
kegiatan yang dapat mengelola perasaannya. Alternatif
lain, dia mungkin mandi air panas, beristirahat, atau
makan makanan bergizi. Emotion-focused coping yang
seperti itu bukanlah sebuah defense (menjauhkan diri
sepenuhnya
dari
masalah),
tetapi
lebih
kepada
memproses respon emosi sebelum semuanya berada
diluar kendali dan merusak kesehatan. Kemudian,
setelah dirasakan cukup tenang dan siap, dia dapat
berkonsentrasi pada langkah apa yang harus dilakukan
terhadap stressor dan kemudian menyelesaikannya.
2.3 Kanker Payudara
2.3.1 Pengertian
Kanker adalah suatu pertumbuhan sel-sel abnormal yang
cenderung menginvasi jaringan disekitarnya dan menyebar
ke tempat-tempat yang jauh (Elizabet C, 2000).
Kanker
adalah penyakit yang disebabkan oleh pertumbuhan sel-sel
yang tidak normal Anugerah (dalam Yuniar dkk, 2009).
Kanker payudara merupakan penyakit pertumbuhan sel,
akibat adanya onkogen yang menyebabkan sel normal
menjadi sel kanker pada jaringan payudara (Karsono, 2006).
Kanker payudara merupakan tumor ganas yang tumbuh di
dalam jaringan payudara. Kanker dapat tumbuh di dalam
kelenjar susu, saluran susu, jaringan lemak, maupun jaringan
ikat pada payudara (Sjamsuhidajat dan De Jong, 2004). Di
samping itu dapat menyebar keseluruh tubuh melalui aliran
limfe atau aliran darah dan sering menimbulkan kematian
(McCance dan Huether dalam Brunner dan Suddarth, 2002).
2.3.2
Etiologi
Sampai saat ini belum ditemukan data pasti yang menjadi
faktor penyebab utama penyakit kanker payudara. Penyebab
kanker payudara sampai saat ini diduga akibat interaksi yang
rumit dari banyak faktor (Sirait dkk. 2009). Kubba (dalam
Brunner dan Suddarth, 2002) menyatakan bahwa etiologi
kanker payudara bersifat multifaktoral yang mencakup faktor
genetik, lingkungan, dan reproduksi. Ketiganya berinteraksi
melalui mekanisme yang kompleks. Dampak dari faktor
lingkungan dan reproduksi tergantung pada usia wanita.
2.3.3
Patofisiologi
Carsinoma mammae berasal dari jaringan epitel dan
paling sering terjadi pada sistem duktal, mula-mula terjadi
hiperplasia sel-sel dengan perkembangan sel-sel atipik. Selsel ini akan berlanjut menjadi carsinoma insitu dan
menginvasi stroma. Carsinoma membutuhkan waktu 7 tahun
untuk bertumbuh dari sel tunggal sampai menjadi massa
yang cukup besar untuk dapat diraba (kira-kira berdiameter 1
cm). Pada ukuran itu kira-kira seperempat dari carsinoma
mammae
telah
bermetastasis.
Carsinoma
mammae
bermetastasis dengan penyebaran langsung ke jaringan
sekitarnya dan juga melalui saluran limfe dan aliran darah
(Price dkk, 2005 )
Proses jangka panjang terjadinya kanker ada 4 fase:
1) Fase induksi: 15-30 tahun
Sampai saat ini belum dipastikan sebab terjadinya
kanker, tapi faktor lingkungan mungkin memegang
peranan besar dalam terjadinya kanker pada manusia.
Kontak
dengan
karsinogen
membutuhkan
waktu
bertahun-tahun sampai dapat merubah jaringan displasi
menjadi tumor ganas. Hal ini tergantung dari sifat,
jumlah, dan konsentrasi zat karsinogen tersebut,
tempat yang dikenai karsinogen, lamanya terkena,
adanya zat-zat karsinogen atau ko-karsinogen lain,
Kerentanan jaringan dan individu.
2) Fase in situ: 1-5 tahun
Pada fase ini perubahan jaringan muncul menjadi suatu
lesi pre-cancerous yang bisa ditemukan di serviks uteri,
rongga mulut, paru-paru, saluran cerna, kandung
kemih, kulit dan akhirnya ditemukan di payudara.
3) Fase invasi
Sel-sel
menjadi
menginfiltrasi
ganas,
melalui
berkembang
membran
sel
biak
ke
dan
jaringan
sekitarnya ke pembuluh darah serta limfe. Waktu antara
fase ke 3 dan ke 4 berlangsung antara beberapa
minggu sampai beberapa tahun.
4) Fase diseminasi 1-5 tahun
Bila tumor makin membesar maka kemungkinan
penyebaran ke tempat-tempat lain bertambah.
2.3.4
Faktor-faktor Resiko
Menurut
Bobak
(2004)
ada
beberapa faktor
pada
penderita kanker payudara yang diduga berhubungan
dengan kejadian kanker payudara:
a. Riwayat pribadi tentang kanker payudara.
b. Ada riwayat keluarga dengan kanker payudara pada
ibu, saudara perempuan, saudara, adik atau kakak.
c. Menarke dini, resiko kanker payudara meningkat pada
wanita yang mengalami menstruasi sebelum usia 12
tahun.
d. Nulipara dan usia lanjut saat melahirkan anak pertama,
wanita yang mempunyai anak pertama usia 30 tahun
mempunyai resiko dua kali lipat untuk mengalami
kanker payudara dibandingkan dengan wanita yang
mempunyai anak pertama pada usia 20 tahun.
e. Menopause pada usia lanjut, menopause setelah usia
50 tahun meningkat resiko untuk mengalami kanker
payudara. Dalam perbandingan, wanita yang telah
mengalami oferektomi bilateral sebelum usia 35 tahun.
f.
Riwayat penyakit payudara jinak. Yang mempunyai
tumor payudara disertai perubahan epitel proliferative
mempunyai resiko dua kali lipat untuk mengalami
kanker payudara; wanita dengan hyperplasia tipikal
empat kali lipat untuk mengalami kanker payudara.
g. Pernah mengalami radiasi di daerah dada.
h. Pernah mengalami operasi ginekologis misalnya tumor
ovarium.
i.
Kontraseptif
oral,
wanita
yang
menggunakan
kontraseptif oral beresiko tinggi untuk mengalami
kanker payudara
j.
Terapi penggantian hormonal lama.
k. Konsumsi
alkohol,
sedikit
peningkatan
resiko
ditemukan pada wanita yang mengkonsumsi alkohol
bahkan dengan hanya sekali minum dalam sehari.
Resikonya dua kali lipat diantara wanita uang minum
alkohol tiga kali sehari
2.3.5
Klasifikasi
Berdasarkan
gambaran
histologis,
WHO
membuat
klasifikasi kanker payudara sebagai berikut:
a. Kanker Payudara Non Invasif
1. Karsinoma intraduktus non invasif
Karsinoma intraduktus adalah karsinoma yang
mengenai duktus disertai infiltrasi stroma sekitar.
Terdapat 5 subtipe dari karsinoma intraduktus,
yaitu: komedo karsinoma, solid, kribriformis,
papiler
dan
mikrokapiler.
Komedokarsinoma
ditandai dengan sel-sel yang berproliferasi cepat
dan memiliki derajat keganasan tinggi. Karsinoma
jenis ini dapat meluas ke duktus ekskretorius
utama,
kemudian
menginfiltrasi
papilla
dan
areola, sehingga dapat menyebabkan penyakit
paget pada payudara.
2. Karsinoma lobular insitu
Karsinoma ini ditandai dengan pelebaran satu
atau lebih duktus terminal dan atau tubulus, tanpa
disertai
infiltrasi
kedalam
stroma.
Sel-sel
berukuran lebih besar dari normal, inti bulat kecil
dan jarang disertai mitosis.
b. Kanker Payudara Invasif
1. Karsinoma duktus invasif
Karsinoma jenis ini merupakan bentuk paling
umum dari kanker payudara. Karsinoma duktus
invasif
merupakan
65-80%
dari
karsinoma
payudara. Secara histologis, jaringan ikat padat
tersebar berbentuk sarang. Sel berbentuk bulat
sampai poligonal, bentuk inti kecil dengan sedikit
mitosis. Pada tepi tumor, tampak sel kanker
mengadakan infiltrasi ke jaringan sekitar seperti
sarang, kawat atau seperti kelenjar. Jenis ini
disebut juga sebagai infiltrating ductus carcinoma
not
otherrwiser
spercifierd
(NOS),
scirrhous
carcinoma, infiltrating carcinoma atau carcinoma
simplex.
2. Karsinoma lobular invasif
Jenis ini merupakan karsinoma infiltratif yang
tersusun
atas
sel-sel
berukuran
kecil
dan
seragam dengan sedikit polimorfisme. Karsinoma
lobular invasif biasanya memiliki tingkat mitosis
rendah. Sel infiltratif biasanya tersusun konsentris
disekitar duktus berbentuk seperti target. Sel
tumor dapat berbentuk signet-ring, tubuloalveolar,
atau solid.
3. Karsinoma musinosum
Pada
karsinoma
musinosum
didapatkan
sejumlah besar mucus intra dan ekstraseluler
yang dapat dilihat secara makroskopis. Secara
histologis, terdapat 3 bentuk sel kanker. Bentuk
pertama, sel tampak seperti pulau-pulau kecil
yang mengambang dalam cairan musin basofilik.
Bentuk kedua, sel tumbuh dalam susunan
kelenjar
berbatas
jelas
dan
lumennya
mengandung musin. Bentuk ketiga terdiri dari
susunan jaringan yang tidak teratur berisi sel
tumor tanpa diferensiasi, sebagian besar sel
berbentuk signet-ring.
4. Karsinoma medular
Sel berukuran besar berbentuk poligonal atau
lonjong dengan batas sitoplasma tidak jelas.
Diferensiasi dari jenis ini buruk, tetapi memiliki
prognosis
lebih
baik
daripada
prognosis
karsinoma duktus infiltratif. Biasanya terdapat
infiltrasi limfosit yang nyata dalam jumlah sedang
diantara sel kanker, terutama dibagian tepi
jaringan kanker.
5. Karsinoma papiler invasif
Komponen invasif dari jenis karsinoma ini
berbentuk papiler.
6. Karsinoma tubuler
Pada karsinoma tubuler, bentuk sel teratur dan
tersusun secara tubuler selapis, dikelilingi oleh
stroma fibros. Jenis ini merupakan karsinoma
dengan diferensiasi tinggi.
7. Karsinoma adenokistik
Jenis ini merupakan karsinoma invasif dengan
karakteristik sel yang berbentuk kribriformis.
Sangat jarang ditemukan pada payudara.
8. Karsinoma apokrin
Karsinoma ini didominasi dengan sel yang
memiliki
sitoplasma
oesinoflik,
sehingga
menyerupai apokrin yang mengalami metaplasia.
Bentuk karsinoma apokrin dapat ditemukan juga
pada jenis karsinoma payudara yang lain.
Menurut WHO penilaian T (ukuran tumor) N (penyebaran
ke getah bening) M (besar penyebaran tumor) pada kanker
payudara sebagai berikut :
T (Tumor Size) ukuran tumor
1) T0 : Tidak ditemukan tumor primer
2) T1 : Ukuran tumor diameter 2 cm atau kurang
3) T2 : Ukuran tumor 2-5 cm
4) T3 : Ukuran tumor > 5cm
5) T4:Ukuran berapa saja, tetapi sudah ada penyebaran
kekulit atau dinding dada atau pada keduanya, dapat
berupa borok, edema atau bengkak, kulit payudara
kemerahan atau kecil kulit diluar tumor utama.
N (Node) kelenjar getah bening regional (kgb)
1) N0 : Tidak terdapat metastasis pada kgb regional
diketiak atai aksila
2) N1 : Ada metastasis di kgb aksila yang masih dapat
digerakkan
3) N2 : Ada metastasis di kgb aksila yang sulit digerakkan
4) N3 : Ada metastasis kgb diantara tulang selangka
(supral lavicula) atau pada kgb mammary internal
didekat tulang sterum
M (Metastase) penyebaran jauh
1) MX : Metastasis belum dapat dinilai
2) M0 : Tidak dapa metastasis jauh
3) M1 : Terdapat metastasis jauh
Setelah masing-masing faktor TNM didapatkan, ketiga
faktor tersebut kemudian digabungkan dan didapatkan
stadium kanker sebagai berikut :
1) Stadium 0 : T0 N0 M0
2) Stadium I : T1 N0 M0
3) Stadium IIA : T0 N1 M0/T1 N1 M0/T2 N0 M0
4) Stadium IIB : T2 N 1 M0/T3 N0 M0
5) Stadium IIIA : T0 N2 M0/T1 N2 M0/T2 N2 M0/T3 N1
M0/T3 N2 M0
6) Stadium IIIB : T4 N0 M0/T4 N1 M0/T4 N2 M0
7) Stadium IIIC : Tiap T1 N3 M0
8) Stadium IV : Tiap-tiap T-tiap N-M1
2.3.6
Gejala Klinis
Beberapa gejala klinis dari kanker payudara :
2.2.7
Benjolan
Adanya benjolan pada payudara yang dapat diraba
dengan tangan. Semakin lama benjolan tersebut semakin
mengeras dan bentuknya tidak beraturan.
2.2.8
Perubahan kulit pada payudara
 Kulit tertarik (skin dimpling)
 Benjolan yang dapat dilihat (visible lump)
 Gambaran kulit jeruk (peu de orange)
 Eritema
 Ulkus
2.2.9
Kelainan pada puting
 Puting tertarik (nipple retraction)
 Eksema
 Cairan pada puting (nipple discharge)
(Suryaningsih dan Sukaca, 2009)
2.3.7
Diagnosis
Diagnosis dari kanker payudara dapat ditegakkan dari hasil
anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan tambahan
yang dilakukan oleh tenaga kesehatan (Gleadle, 2007).
a. Anamnesa
Pada anamnesa ditanyakan keluhan di payudara atau
daerah aksila dan riwayat penyakitnya. Keluhan dapat
berupa adanya benjolan, rasa nyeri, nipple discharge,
nipple retraction, krusta pada areola, kelainan kulit
berupa
skin dimpling, peau d’orange, ulserasi, dan
perubahan warna kulit. Selain itu juga ditanyakan apakah
terdapat penyebaran pada regio kelenjar limfe, seperti
timbulnya benjolan di aksila, dan adanya benjolan di
leher ataupun tempat lain. Adanya gejala metastase juga
ditanyakan, seperti sesak napas atau batuk yang tidak
sembuh meskipun sudah diobati, dan nyeri pada tulang
belakang, serta rasa penuh di ulu hati (sebah). Riwayat
penyakit yang pernah diderita pasien, serta obat-obat
yang digunakan dan jenis pengobatan yang didapat,
serta faktor resiko kanker payudara pada pasien juga
ditanyakan dalam anamnesa (Gleadle, 2007).
b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan ini terdiri atas inspeksi dan palpasi.
Pada inspeksi dilakukan pengamatan ukuran dan bentuk
kedua payudara pasien, serta kelainan pada kulit, antara
lain : benjolan, perubahan warna kulit (eritema), tarikan
pada kulit (skin dimpling), luka atau ulkus, gambaran kulit
jeruk (peau de orange), nodul satelit, kelainan pada
areola dan puting, seperti puting susu tertarik (nipple
retraction), eksema dan keluar cairan dari puting. Ada
atau tidaknya benjolan pada aksila atau tanda-tanda
radang serta benjolan infra dan supra klavikula juga
diperhatikan (Gleadle, 2007).
Pada
palpasi
dilakukan
perabaan
dengan
menggunakan kedua tangan bagian polar distal jari 2, 3,
dan 4, dimana penderita dalam posisi berbaring dengan
pundak diganjal bantal kecil dan lengan di atas kepala.
Palpasi harus mencakup 5 regio, terutama daerah lateral
atas dan subareola, karena merupakan tempat lesi
tersering. Cara melakukan palpasi ada 3 cara, yaitu
sirkular, radier dan dilakukan dari pinggir payudara
menuju ke areola dan meraba seluruh bagian payudara
bertahap. Hal yang harus diamati bila didapati benjolan
adalah lokasi benjolan (5 regio payudara, aksila, infra
dan supra klavikula), konsistensi (keras, kenyal, lunak
atau fluktuasi), permukaan (licin rata, berbenjol-benjol),
mobilitas (dapat digerakkan, terfiksir jaringan sekitarnya),
batas (tegas atau tidak tegas), nyeri (ada atau tidak ada),
ukuran (Gleadle, 2007).
Pada saat palpasi daerah subareola amati apakah
ada keluar sekret dari puting payudara dan perhatikan
warna, bau, serta kekentalan sekret tersebut. Sekret
yang keluar dari puting payudara dapat berupa air susu,
cairan jernih, bercampur darah dan pus. Palpasi kelenjar
aksila dilakukan untuk mengetahui apakah pada saat
yang bersamaan dengan benjolan pada payudara
didapati juga benjolan pada kelenjar getah bening aksila
yang merupakan tempat penyebaran limfogen kanker
payudara. Begitu juga dengan palpasi pada infra dan
supra klavikula (Gleadle,2007).
c. Pemeriksaan Tambahan :
 Mamografi payudara
 CT pada payudara
 Ultrasonografi (USG)
 MRI payudara
 Skrining tulang
d. Pemeriksaan biopsi jarum halus
Pada pemeriksaan ini dilakukan sitologi pada lesi atau
luka
yang
secara
klinis
dan
radiologik
dicurigai
merupakan suatu keganasan (Davey dan Patrick, 2006).
e. Pemeriksaan Laboratorium dan Histopatologik
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan berupa
pemeriksaan darah rutin dan kimia darah yang sesuai
dengan perkiraan metastase. Pemeriksaan reseptor ER
dan PR juga perlu dilakukan. Pemeriksaan tumor marker
juga harus dilakukan untuk follow up (Davey dan Patrick
2006). Jika pada pemeriksaan-pemeriksaan tersebut di
atas dijumpai adanya kelainan, baik berupa benjolan
atau gambaran radiologi yang abnormal, maka perlu
dilakukan biopsi untuk mendapatkan contoh jaringan
yang akan diperiksa di bawah mikroskop dan dipastikan
ada atau tidaknya sel kanker.
2.3.8
Komplikasi
Potensial komplikasinya dapat mencakup sebagai berikut:
limfedema terjadi jika saluran limfe untuk menjamin saluran
aliran balik limfe bersirkulasi umum tidak berfungsi dengan
kuat. Jika nodus aksilaris dan sistem limfe diangkat maka
sistem kolater dan auksilaris harus mengambil alih fungsi
mereka.
Limfedema
biasanya
dapat
dicegah
dengan
meninggikan setiap lebih tinggi dari sendi yang lebih proksimal.
Jika terjadi limfedema keluasan biasanya berhubungan
dengan jumlah saluran limfatik kolateral yang diangkat selama
pembedahan (Suzanne dan Bare, 2001).
2.3.9 Pengobatan
Menurut Sjamsuhidajat dan De Jong (2004), pengobatan
kanker payudara dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu :
kemoterapi, radiasi dan operasi. Keberhasilan pengobatan ini
sangat tergantung dari ketentuan pasien dalam berobat dan
tergantung pada stadiumnya.
a. Operasi
Dilakukan dengan mengambil sebagian atau seluruh
bagian payudara untuk membuang sel-sel kanker yang
ada dalam payudara. Jenis-jenis operasi yang dilakukan
adalah :
1) Lumpektomi : merupakan operasi yang dilakukan
untuk
jaringan
mengangkat
tumor
disekitarnya.
payudara
Dengan
berserta
menyisakan
sebagian jaringan payudara. Dilakukan pada kasus
kanker payudara dini, saat ukurannya masih kecil.
2) Mastektomi : merupakan operasi yang dilakukan
untuk mengangkat payudara berserta kankernya,
kadang beserta otot dinding dada.
3) Operasi pengangkatn kelenjar getah bening :
operasi yang dilakukan jika diduga ada penyebaran
kanker dikelenjar getah bening di ketiak.
b. Radioterapi
Merupakan
pengobatan
yang
dilakukan
dengan
penyinaran dengan tujuan merusak sel-sel kanker.
Radioterapi dapat dilakukan sesudah operasi atau
sebelum operasi.
c. Kemoterapi
Adalah pengobatan dengan menggunakan obat anti
kanker untuk merusak sel-sel kanker.
d. Rehabilitasi dan rekonstruksi pasca pengobatan
i. Setelah operasi dapat dilakukan rehabilitasi, seperti
melakukan gerakan-gerakan untuk mengembalikan
fungsi gerak dan untuk mengurangi pembengkakan.
2.3.10
Mastektomi
Mastektomi
adalah
operasi
yang
bertujuan
untuk
menghilangkan kanker payudara dengan cara mengangkat
payudara dan jaringan kanker yang mendasarinya.
2.3.10.1 Ada 3 jenis mastektomi yaitu :
1. Modified Radycal Mastectomy, yaitu operasi
pengangkatan seluruh jaringan payudara beserta
tumor, niple areola komplek, kulit diatas tumor
dan fascia pektoralis serta dieksisi aksila level I-II.
Operasi ini dilakukan pada kanker payudara
stadium dini dan lokal lanjut.
2. Total
(Simple)
Mastectomy,
yaitu
operasi
pengangkatan seluruh payudara saja, tanpa
kelenjar di ketiak.
3. Radical Mastectomy, yaitu operasi pengangkatan
sebagian
dari
payudara.
Biasanya
disebut
lumpektomi, yaitu pengangkatan hanya pada
jaringan yang mengandung sel kanker, bukan
seluruh
payudara.
direkomendasikan
Biasanya
pada
pasien
lumpektomi
yang
besar
tumornya kurang dari 2 cm dan letaknya di pinggir
payudara Hammer dkk (dalam Brunner dan
Suddarth, 2002).
2.3.10.2 Perawatan pasca mastektomi
a. Pemasangan plester atau hipafik
Dalam hal ini pemasangan plester pada
operasi mastektomi hendaknya diperhatikan arah
tarikan-tarikan kulit (langer line) agar tidak
melawan gerakkan-gerakkan alamiah, sehingga
pasien dengan rileks menggerakkan sendi bahu
tanpa hambatan dan tidak nyeri untuk itu perlu
diperhatikan cara meletakkan kasa pada luka
operasi dan cara melakukan fiksasi plester pada
dinding dada.
 Plester medial melewati garis midsternal.
 Plester posterior melewati garis axillaris line
atau garis ketiak.
 Plester posterior (belakang) melewati garis
axillaris posterior.
 Plester superior tidak melewati klavikula.
 Plester inferior harus melewati lubang drain.
 Untuk
dibawah
klavikula,
ujung
hipafik
dipotong miring seperti memotong baju dan
dipasang miring dibawah ketiak sehingga
tidak mengganggu gerakan tangan.
b. Perawatan pada luka eksisi tumor
Bila dikerjakan tumorektomi, pakai hipafik
ukuran 10 cm yang dibuat seperti BH sehingga
menyangga payudara
c. Pemakaian drain redonm
Pemakaian drain redonm harus tetap vakum
dan diukur jumlah cairan yang tertampung dalam
botol drain tiap pagi, bila drain buntu, misalnya
terjadi bekuan darah, bilas drain dengan PZ 5-10
cc supaya tetap lancar. Pada mastektomi radikal
atau radikal modifikasi, drain umumnya dicabut
setelah jumlah cairan dalam 24 jam tidak melebihi
20-30 cc, pada eksisi tumor payudara tidak
melebihi 5 cc.
d. Klien yang dikerjakan transplantasi kulit
Klien yang dikerjakan transplantasi kulit kalau
kasa penutup luka basah dengan darah atau
serum harus segera diganti, tetapi bola penutup
(thiersch) tidak boleh dibuka. Thiersch umumnya
dibuka pada hari ke-7 pasca operasi untuk
melihat apakah hidup atau mati
 Kalau hidup, tutup lagi dengan sofratule dan
kasa steril
 Kalau tidak hidup, luka dapat dikompres
dengan larutasn boor atau larutan garam
fisiologis dan buang jaringan yang nekrotik.
 Demikian pula halnya kasa penutup donor dan
dibuka hari ke 14, kecuali kalau ada tandatanda infeksi
e. Pemberian injeksi dan pengambilan darah
Pada klien yang dilakukan mastektomi radikal
modifikasi sebagian besar kelenjar dari saluran
getah bening aksila dieksisi, yang memudahkan
terjadinya
edema
lengan.
Untuk
mencegah
jangan melakukan injeksi, mamasang infus,
mengambil darah dan sebagainya pada sisi yang
sakit. Penderita harus menjaga lengan dan
tangannya dengan baik supaya jangan sampai
terjadi luka atau injeksi yang akan menambah
kerusakan saluran limfe diketiak yang sudah
minimal, karena kalau terjadi edema lengan
sangat
sukar
memerlukan
mengatasinya.
mengoreksinya
operasi
dan
transposisi
mungkin
untuk
f.
Pengukuran tensi
Pengukuran
tensi
jaringan
pada
lengan
homolateral dan axilla karena memudahkan
terjadinya edema lengan.
2.3.10.3 Fase penyembuhan luka
Penyembuhan luka adalah suatu kualitas dari
kehidupan
jaringan
yang
berhubungan
dengan
regenerasi jaringan. (Potter dan Perry, 2001) Tahap
penyembuhan luka meliputi:
1.
Fase Inflamatory
Terjadi segera setelah luka dan berakhir 3-4
hari. Dua proses utama yang terjadi pada fase
ini yaitu hemostasis dan fagositosis. Hemostasis
(penghentian perdarahan) akibat fase konstriksi
pembuluh darah besar di daerah luka, retraksi
pembuluh
darah,
endapan
fibrin
dan
pembentukan bekuan darah di daerah luka.
Selama
sel
berpindah,
leukosit
(terutama
netrofil) berpindah ke daerah interstitial. Tempat
ini ditempati makrofag yang keluar dari monosit
selama lebih kurang 24 jam setelah luka.
Makrofag ini menelan mikroorganisme dan sel
debris melalui proses yang disebut fagositosis.
2. Fase proliferasi
Berlangsung dari hari ke 3 atau 4 sampai hari
ke 21 setelah pembedahan. Fibroblast yang
berpindah ke daerah luka mulai 24 jam pertama
setelah
pembedahan.
Diawali
dengan
mensintesis kolagen dan substansi dasar yang
disebut proteoglikan kira-kira 5 hari setelah
terjadi luka. Seiring perkembangan kapilarisasi
jaringan berwarna merah. Jaringan ini disebut
granulasi, jaringan yang lunak dan mudah
pecah.
3.
Fase maturasi
Dimulai hari ke 21 dan berakhir 1-2 tahun
setelah
pembedahan.
Fibroblas
terus
mensintesis kolagen. Kolagen menjalin dirinya,
menyatukan srtuktur yang lebih kuat. Bekas luka
menjadi lebih kecil, kehilangan elastisitas dan
meninggalkan garis putih.
2.3.10.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka
Penyembuhan luka merupakan suatu proses yang
kompleks dan dinamis karena merupakan suatu
kegiatan bioseluler dan biokimia yang terjadi saling
berkesinambungan. Setiap kejadian luka mekanisme
tubuh akan mengupayakan pengembalian komponen
jaringan yang rusak tersebut dengan membentuk
struktur baru dan fungsional sama dengan keadaan
sebelumnya (Gitaraja, 2004). Proses penyembuhan
luka tidak hanya terbatas pada proses regenasi yang
bersifat lokal saja pada luka, namun dipengaruhi oleh
faktor intrinsik dan ekstrinsik. Dengan mengenal
kedua faktor penghambat tersebut diharapkan agar
dapat
mengoreksi
atau
mengevaluasi
proses
penyembuhan luka. Faktor intrinsik adalah faktor dari
penderita yang dapat berpengaruh dalam proses
penyembuhan luka, yang cukup berpengaruh pada
luka kanker payudara meliputi; usia, status nutrisi dan
hidrasi,
oksigenasi dan perfusi jaringan,
status
imunologi dan penyakit penyerta (hipertensei, DM,
arteriosclerosis). Sedangkan faktor ekstrinsik adalah
faktor yang didapat dari luar penderita meliputi;
pengobatan (kemoterapi), radiasi, stress psikologis,
infeksi, iskemi dan trauma jaringan (Potter dan Perry,
2005).
2.3 Istri dengan Kanker Payudara Pasca Mastektomi
Pasca mastektomi dan kehilangan payudara membuat wanita
memunculkan beragam reaksi. Reaksi awal umumnya bersifat
negatif. Namun, emosi negatif tersebut dapat berubah menjadi
emosi positif yang dapat membuat peningkatan psikologis dalam
aspek persepsi diri, hubungan dengan orang lain dan falsafah hidup.
(Mahleda dan Hartini, 2012). Selain itu menurut Buxton (dalam
Mahleda dan Hartini 2012), Setelah menjalani mastektomi, pasien
kanker payudara merasakan kekhawatiran tentang efektivitas
pengobatan, gejala, dan tindak lanjut. Kekhawatiran lain tentang
aktivitas fisik, masalah berkonsentrasi, perasaan yang berkaitan
dengan tubuh dan fokus pada kematian. Dengan keadaan seperti ini
dukungan sosial dari orang yang paling dekat dengan istri yaitu
suami sangat dibutuhkan.
Hawari (2004) menyatakan bahwa wanita yang menjalani operasi
mastektomi menunjukkan ekspresi yang mencerminkan kecemasan
dan depresi serta sikap penolakan. Arroyo dan lopez (dalam
Mahleda dan Hartini 2012) menemukan bahwa wanita pasca
mastektomi akan merasa dirinya tidak menarik, takut akan
ditinggalkan dan juga khawatir dengan kesehatan selanjutnya.
Tetapi tidak semua wanita mengalami perasaan negatif. Sebagian
wanita yang menjalani mastektomi tidak memenuhi kriteria penuh
untuk didiagnosis depresi atau kecemasan Buxton (dalam Mahleda
dan Hartini, 2012).
Download