Tokoh aliran klasik

advertisement
ALIRAN KLASIK
Aliran ini merupakan reaksi terhadap ancien regime di Perancis pada abad ke-18 yang menimbulkan
ketidakpastian hukum, ketidaksamaan di hadapan hukum dan ketidakadilan.
Aliran ini mengkehendaki hukum pidana disusun secara sistematis dan menitikberatkan kepastian
hukum. Berdasarkan pandangan indeterministis mengenai kebebasan berkehendak manusia, aliran
klasik meitikberatkan kepada perbuatan. Tidak kepada orang yang melakukan tindak pidana. Hukum
pidana yang dikehendaki adalah hukum pidana perbuatan (daadstrafrecht). pada prinsipnya hanya
menganut single track system berupa sanksi tunggal, yaitu sanksi pidana.
Aliran ini juga bersifat retributif dan represif terhadap tindak pidana karena tema aliran klasik ini,
sebagaimana dinyatakan oleh Beccarian adalah doktrin pidana harus sesuai dengan
kejahatan.Sebagai konsekuensinya, hukum harus dirumuskan dengan jelas dan tidak memberikan
kemungkinan bagi hakim untuk melakukan penafsiran.
Aliran ini membatasi kebebasan hakim dalam menetapkan jenis pidana dan ukuran pemidanaan.
Hakim hanya merupakan alat undang-undang yang hanya menentukan salah atau tidaknya
seseorang dan kemudian menentukan pidana. Undang-undang menjadi kaku dan terstruktur.
Dikenal the definite setence yang sangat kaku (rigid) seperti dalam Code Perancis 1791. Pidana yang
ditetapkan UU tidak mengenal sistem peringanan atau pemberatan.
Dalam perkembangannya, sistem yang kaku ini dipengaruhi oleh aliran modern, maka timbullah
aliran Neoklasik yang menitikberatkan pada pengimbalan dari kesalahan si pembuat. (ex : Code
Penal Perancis 1810). Sistem yang dianut adalah the indefinite sentence.
Aliran klasik ini mempunyai karakteristik sebagai berikut :
Definisi hukum dari kejahatan
Pidana harus sesuai dengan kejahatannya
Doktrin kebebasan berkehendak
Pidana mati untuk beberapa tindak pidana
Tidak ada riset empiris; dan
Pidana yang ditentukan secara pasti.
Aliran klasik berpijak pada tiga tiang :
a. Asas legalitas
- tiada pidana tanpa undang-undang
- tiada tindak pidana tanpa undang-undang
- tiada penuntutan tanpa undang-undang
b. Asas kesalahan : Tiada pidana tanpa kesalahan(kesengajaan atau kealpaan)
c. Asas pengimbalasan : pembalasan
Tokoh aliran klasik :
1. Cesare Beccaria (1738-1794)
Dalam bukunya Dei delitti e delle pene (On crimes and Punishment). Pidana harus cocok dengan
kejahatan (punishment should fit the crime).
Beccaria meyakini konsep kontrak sosial dimana individu menyerahkan kebebasan atau
kemerdekaannya secukupnya kepada negara. Hukum harusnya hanya ada untuk melindungi dan
mempertahankan keseluruhan kemerdekaan yang dikorbankan terhadap persamaan kemerdekaan
yang dilakukan oleh orang lain.
Prinsip dasar yang digunakan sebagai pedoman adalah kebahagiaan yang terbesar untuk orang
sebanyak-banyaknya
2. Jeremy Bentham
The greatest good must go to the greatest number (kebaikan yang terbesar harus untuk rakyat yang
jumlahnya terbesar). Teori yang diciptakannya : Felicific Calculus artinya manusia merupakan ciptaan
yang rasional yang memilih secara sadar kesenangan dan menghindari kesusahan. Suatu pidana
harus ditetapkan pada tiap kejahatan sehingga kesusahan akan lebih berat daripada kesenangan
yang ditimbulkan oleh kejahatan.
Jeremy Bentham melihat suatu prinsip baru yaitu utilitarian yang menyatakan bahwa suatu
perbuatan tidak dinilai dengan sistem yang irrasional yang absolut, tetapi melalui prinsip-prinsip
yang dapat diukur. Bentham menyatakan bahwa hukum pidana jangan dijadikan sarana pembalasan
tetapi untuk mencegah kejahatan.
ALIRAN MODERN/ALIRAN POSITIF
Muncul pada abad ke-19. Pusat perhatian : Pembuat. Aliran ini disebut juga aliran positif karena
dalam mencari sebab kejahatan menggunakan metode ilmu alam dan mempengaruhi penjahat
secara positif sejauh dia masih dapat diperbaiki.
Inti ajaran : Perbuatan seseorang itu harus dilihar secara konkrit bahwa perbuatan itu dipengaruhi
oleh factor watak, biologis dan lingkungan kemasyarakatan. Aliran ini bertitik tolak pada pandangan
determinisme karena manusia tidak mempunyai kebebasan kehendak, tetapi dipengruhi oleh watak
dan lingkungannya.
Aliran ini menolak pandangan pembalasan berdasarkan kesalahan yang subyektif. Aliran ini
menghendaki adanya individualisasi pidana yang bertujuan untuk mengadakan resosialisasi pelaku.
Aliran ini menyatakan bahwa sistem hukum pidana, tindak pidana sebagai perbuatan yang diancam
pidana oleh undang-undang, penilaian hakim yang didasarkan pada konteks hukum yang murni atau
sanksi pidana itu sendiri harus tetap dipertahankan. Hanya saja dalam menggunakan hukum pidana,
aliran ini menolak penggunaan fiksi-fiksi yuridis dan teknik-teknik yuridis yang terlepas dari
kenyataan sosial.
Marc Ancel, salah satu tokoh aliran modern menyatakan bahwa kejahatan merupakan masalah
kemanusiaan dan masalah sosial yang tidak mudah begitu saja dimasukkan ke dalam perumusan
undang-undang.
Ciri-ciri aliran modern :
Menolak definisi hukum dari kejahatan
Pidana harus sesuai dengan pelaku tindak pidana
Doktrin determinisme
Penghapusan pidana mati
Riset empiris; dan
Pidana yang tidak ditentukan secara pasti.
Menurut pandangan modern, hakim mempunyai kekuasaan dalam menentukan :
a.
Jenis pidana (strafsoort)
b.
Berat ringannya pidana (strafmaat)
c.
Cara menjalankan pidana (strafmodliteit / strafmodus)
Pada awalnya penganut aliran modern adalah : Cesare Lombrosso, Lacassagne, Enrico Ferri dan
Raffaele Garofalo.
Lambroso menganjurkan bahwa pidana tidak ditetapkan secara pasti oleh pengadilan (the
indeterminate sentence), pidana mati merupakan seleksi terakhir yang bilamana penjara
pembuangan dan kerja keras, penjahat tetap mengulangi kejahatan yang mengancam masyarakat
dan korban kejahatan harus diberi kompensasi atas kerugian yang diakibatkan oleh penjahat dan ia
memberi tekanan yang besar pada pencegahan kejahatan.
Ferri menyatakan bahwa seseorang memiliki kecenderungan bawaan menuju kejahatan tetapi
bilamana ia mempunyai lingkungan yang baik maka ia akan hidup terus tanpa melanggar pidana
ataupun hukum moral, kejahatan terutama dihasilkan oleh tipe masyarakat darimana kejahatan itu
datang, oleh karena itu pembuat undang-undang harus selalu memperhitungkan faktor-faktor
ekonomi, moral, administrasi dan politik di dalam tugasnya sehari-hari, dan kejahatan hanya dapat
diatasi dengan mengadakan perubahan-perubahan di masyarakat.
Gorofalo mengusulkan konsep kejahatan natural (natural crime) yang merupakan pengertian paling
jelas untuk menggambarkan perbuatan-perbuatan yang oleh masyarakat beradab diakui sebagai
kejahatan dan ditekan melalui sarana berupa pidana.
Setelah PD II, aliran ini berkembang menjadi aliran / gerakan perlindungan masyrakat, dengan
tokohnya Filippo Gramactica dalam tulisannya La Lotta Contra la Pena (The Fight against
Punishment).
Perlindungan masyarakat (law of Social Defence) harus menggantikan hukum pidana yang sudah
ada.Tujuan utama hukum perlindungan masyarakat adalah mengintegrasikan ide-ide atau konsep
perlindungan masyarakat ke dalam konsepsi baru hukum pidana.
ALIRAN SOSIOLOGIS
Berkembang pada abad ke-19 yang memiliki basis sama dengan aliran klasik,yaitu kepercayaan pada
kebebasan kehendak (indetrminisme).Penganut aliran Neoklasik beranggapan bahawa pidana yang
dihasilkan oleh aliran klasik terlalu berat dan merusak semangat kemanusiaan.
Perbaikan ini didasarkan pada beberapa kebijakan peradilan dengan merumuskan pidana minimum
dan maksimum dan mengakui asas-asas tentang keadaan yang meringankan (principle of
extenuating circumtances).Perbaikan selanjutnya adalah banyak kebijakan peradilan yang
berdasarkan keadaan-keadaan obyektif.Aliran ini mulai mempertimbangkan kebutuhan adanya
pembinaan individual dari pelaku tindak pidana.Salah satu sumbangan terpenting:masuknya
kesaksian ahli di pengadilan untuk membantu juri dalam mempertimbangkan derajat
pertanggungjawaban seorang pelaku tindak pidana.
Karakteristik aliran sosiologis adalah sebagai berikut :
1. Masuknya kesaksian ahli di dalam acara peradilan guna menentukan derajat
pertanggungjawaban
2. Modifikasi dari doktrinn kebebasan berkehendak,yang dapat dipengaruhi oleh
patologi,ketidakmampuan,penyakit jiwa dan keadaan-keadaan lain
3. Diterima berlakunya keadaan-keadaan yang meringkan
Determinisme dan Indeterminisme




Dualisme istilah ini berkisar pada persoalan, apakah seorang manusia pada hakikatnya
adalah bebas dari pengaruh (indeterminisme) atau justru selalu terpengaruh oleh kekuatan
dari luar (determinisme)
Kata “determiner” dalam bahasa Prancis bahkan berarti “menentukan”
Determinisme adalah bahwa kekuatan menentukan dari luar itu termasuk tabiat atau watak
dari seorang dan alasan yang mendorong orang itu untuk pada akhirnya mempunyai
kehendak tertentu itu, dan kekuatan-kekuatan ini didorong pula oleh keadaan dalam
masyarakat tempat orang itu hidup. Jadi kehendak melakukan perbuatan pidana menurut
determinisme dikarenakan kehendak itu selalu ditentukan oleh kekuatan itu.
Sedangkan indeterminisme sesorang melakukan suatu kejahatan,menurut paham
indeterminisme dianggap mempunyai kehendak untuk itu, mungkin tanpa dipengaruhi
kekuatan-kekuatan luar tersebut diatas.
Hukum Pidana Subyektif (Ius poeniendi) merupakan peraturan yang berisi : (i) Kewenangan
negara untuk menentukan larangan (ii) Kewenangan negara untuk penjatuhan sanksi kepada
pelaku tindak pidana (iii) Kewenangan negara untuk menjalankan pelaksanaan sanksi pidana
yang telah dijatuhkan.
Hukum pidana obyektif (ius poenale) Peraturan tingkah laku yang berisi larangan atau perintah
disertai ancaman pemidanaan bagi barang siapa yang melanggarnya.
Download