6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Broadband

advertisement
6
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Broadband
Broadband secara harfiah berarti jangkauan frekuensi yang luas yang
digunakan untuk mengirim dan menerima data4.
Definisi umum broadband adalah proses pengiriman dan penerimaan
data melalui sistem jaringan telekomunikasi dengan kecepatan tinggi.
Umumnya kecepatan mulai dari 256 kbps sampai dengan 100 Mbps yang
terhubung dengan perangkat pengguna/pelanggan disebut broadband 5.
2.2. Definisi Pemasaran
Pemasaran adalah proses pemberian kepuasan konsumen untuk
mendapatkan laba. Dua sasaran pemasaran yang utama adalah menarik
konsumen baru dengan menjanjikan nilai yang unggul dan mempertahankan
konsumen saat ini dengan memberikan kepuasan (Kotler dan Amstrong
2004)
Selain itu Kotler dan Amstrong (2004) juga mendefiniikan pemasaran
sebagai proses sosial dan manajerial tempat individu dan kelompok
memperoleh apa yang yang mereka butuhkan dan inginkan melalui
penciptaan dan pertukaran produk serta nilai dengan pihak lain.
Pemasaran merupakan fungsi yang mempunyai kontak paling besar
dengan lingkungan eksternal, padahal perusahaan hanya memiliki kendali
yang terbatas terhadap lingkungan eksternal. Oleh karena itu pemasaran
memainkan peranan penting dalam pengembangan strategi (Tjiptono, 2008).
2.3. Strategi Pemasaran
Strategi pemasaran membantu mengidentifikasi bagian pasar yang
sanggup dilayani dengan baik dan paling menguntungkan baginya. Terdiri
dari tiga langkah utama yaitu penentuan segmentasi konsumen, pemilihan
pasar sasaran, dan penentuan pencitraan produk dalam pasar, ketiganya
lebih dikenal dengan STP (Segmentation, Targetting, Positioning).
Selengkapnya penjelasan atas ketiganya adalah sebagai berikut:
4
http://www.jaringankomputer.org/internet-broadband-pengertian-dan-jenis-jeniskoneksi-internet-broadband/ [20 Februari 2012]
5
http://inconcept.wordpress.com/?s=arti+mobile+broadband [ 30 Januari 2012]
7
2.3.1 Segmentasi
Membagi pasar kedalam kelompok pembeli yang lebih kecil,
yang memiliki kebutuhan, karakter, dan perilaku yang khas, yang
mungkin membutuhkan produk atau bauran pemasaran yang terpisah.
Berikut adalah variabel-variabel utama yang digunakan untuk
mensegmentasi pasar konsumen (Kotler dan Amstrong, 2004) :
1. Segmentasi Geografis
Segmen ini berupaya membagi pasar menjadi unit-unit geografis
yang berbeda seperti negara, wilayah, negara bagian, kabupaten,
kota, atau pemukiman. Perusahaan kemudian memilih satu atau
beberapa area geografis sebagai tempat operasinya, atau dapat
memilih semua area yang ada, namun tetap memfokuskan pada
perbedaan geografis dalam kebutuhan dan keinginan.
2. Segmentasi Demografis
Segmen ini berupaya membagi pasar menjadi sejumlah kelompok
berdasarkan variabel-variabel seperti usia, jender, ukuran keluarga,
siklus hidup keluarga, pendapatan, pekerjaan, pendidikan, agama,
ras, dan kebangsaan.
3. Segmentasi Psikografis
Segmen ini berupaya membagi pembeli menjadi kelompokkelompok yang berbeda berdasarkan kelas sosial, gaya hidup, atau
karakteristik
kepribadian.
Orang-orang
yang
berada
dalam
kelompok demografi yang sama bisa saja memiliki tampilan
psikografis yang berbeda.
4. Segmentasi Perilaku
Segmen ini berupaya membagi pembeli-pembeli ke dalam sejumlah
kelompok
berdasarkan
pengetahuan,
sikap,
kegunaan,
atau
tanggapan mereka terhadap suatu produk.
2.3.2 Targetting
Setelah melakukan segmentasi maka langkah selanjutnya adalah
mengevaluasi dan memilih segmen pasar. Dalam mengevaluasi
segmen pasar yang berbeda - beda, perusahaan harus memperhatikan
faktor ukuran dan pertumbuhan segmen, faktor daya tarik struktural
8
segmen, serta tujuan dan sumberdaya perusahaan. Setelah melakukan
evaluasi segmen - segmen yang berbeda, perusahaan harus
memutuskan segmen-segmen dan berapa banyak segmen yang harus
dilayani (Kotler dan Amstrong, 2004).
2.3.3 Positioning
Setelah perusahaan memutuskan segmen-segmen pasar yang
akan dimasuki, haruslah diputuskan posisi apa yang harus ditempati
dalam segmen tersebut (Kotler dan Amstrong, 2004)
2.4. Komunikasi Pemasaran
Promosi adalah salah satu faktor penentu keberhasilan program
pemasaran, promosi pada hakikatnya adalah suatu bentuk komunikasi
pemasaran. Komunikasi pemasaran adalah aktivitas pemasaran yang
berusaha menyebarkan informasi, mempengaruhi / membujuk, dan/atau
mengingatkan pasar sasaran atas perusahaan dan produknya agar bersedia
menerima, membeli, dan loyal pada produk yang ditawarkan perusahaan
yang bersangkutan (Tjiptono, 2008).
Promosi merupakan bagian dari bauran pemasaran barang maupun
jasa. Dalam bauran promosi dikenal lima cara komunikasi utama, yaitu
(Durianto dkk, 2003):
1. Advertising (Periklanan)
Semua bentuk penyajian nonpersonal, promosi, dan ide tentang barang
atau jasa yang dibayar oleh suatu sponsor.
2. Sales Promotion (Promosi Penjualan)
Berbagai bentuk insentif jangka pendek untuk mendorong keinginan
konsumen untuk mencoba atau membeli suatu produk barang atau jasa.
3. Public Relation (Hubungan Masyarakat dan Publisitas)
Berbagai macam program untuk memelihara menciptakan, dan
mengembangkan citra perusahaan atau merk sebuah produk.
4. Personal Selling (Penjualan Secara Pribadi)
Interaksi langsung dengan satu atau beberapa calon pembeli dengan
melakukan presentasi, menjawab pertanyaan, dan menerima pesanan.
9
5. Direct Marketing (Pemasaran langsung)
Penggunaan surat, telepon, faksimili, e-mail, dan alat komunikasi
nonpersonal lainnya untuk melakukan komunikasi secara langsung agar
mendapat tanggapan langsung dari pelanggan dan calon pelanggan
2.5. Iklan
Menurut Durianto, dkk (2003) secara umum iklan berwujud penyajian
informasi non personal tentang suatu produk, merek, perusahaan, atau toko
yang dijalankan dengan kompensasi biaya tertentu. Dengan demikian iklan
adalah proses komunikasi yang bertujuan untuk membujuk atau menggiring
orang untuk mengambil tindakan yang menguntungkan bagi pihak pembuat
iklan.
Menurut Tjiptono (2008), iklan adalah suat bentuk komunikasi tidak
langsung yang didasari pada informasi tentang keunggulan atau keuntungan
suatu produk, yang disusun sedemikian rupa sehingga menimbulkan rasa
menyenangkan yang mengubah pikiran seseorang untuk melakukan
pembelian.
2.5.1 Iklan yang Efektif
Iklan dikatakan efektif apabila mencapai tujuan-tujuan yang
ingin dicapai oleh pengiklan, iklan yang baik atau efektif memuaskan
beberapa pertimbangan berikut (Shimp, 2003) :
1. Iklan harus memperpanjang strategi pemasaran. Iklan akan efektif
bila cocok dengan elemen lain dari strategi komunikasi pemasaran
yang diarahkan dengan baik dan terintegrasi.
2. Periklanan yang efektif harus menyertakan sudut pandang
konsumen. Para konsumen membeli manfaat-manfaat produk,
bukan
atribut/lambangnya.
Oleh
karena
itu,
iklan
harus
dinyatakan dengan cara yang berhubungan dengan kebutuhankebutuhan, keinginan, serta apa saja yang dinilai oleh konsumen
pada pemasar.
3. Periklanan yang efektif harus persuasif, yaitu ketika produk yang
diiklankan memberi keuntungan tambahan bagi konsumen.
10
4. Iklan harus menemukan cara untuk menerobos kerumunan iklan.
Para pengiklan secara kontinyu saling bersaing dalam menarik
perhatian konsumen.
5. Iklan yang baik tidak pernah menjanjikan lebih apa yang bisa
diberikan. Intinya adalah menerangkan apa adanya, baik dalam
pengertian etika serta dalam pengertian bisnis yang cerdas.
6. Iklan yang baik mencegah ide kreatif dan strategi yang
berlebihan. Tujuan iklan adalah mempersuasi dan mempengaruhi,
bukan untuk membagus-baguskan yang bagus serta meluculucukan yang lucu. Penggunaan humor yang tidak efektif dapat
mengakibatkan orang hanya akan ingat pada humornya saja,
tetapi melupakan pesannya.
2.5.2 Fungsi Iklan
Periklanan adalah pelaksanaan beragam fungsi komunikasi yang
penting bagi perusahaan bisnis dan organisasi lainnya. Menurut
Shimp (2003), iklan mempunyai fungsi sebagi berikut:
1. Informing (Memberi Informasi)
Periklanan membuat konsumen sadar akan merek-merek baru,
mendidik mereka tentang berbagai fitur dan manfaat merek, serta
memfasilitasi penciptaan citra merek yang positif.
2. Persuading (Mempersuasi)
Iklan yang efektif akan mampu mempersuasi (membujuk)
pelanggan untuk mencoba produk dan jasa yang diiklankan.
3. Reminding (Mengingatkan)
Iklan menjaga merek perusahaan tetap segar dalam ingatan para
konsumen. Periklanan yang efektif juga meningkatkan minat
konsumen terhadap merek yang sudah ada dan pembelian sebuah
merek yang mungkin tidak akan dipilihnya.
4. Adding Value (Memberi Nilai Tambah)
Periklanan memberi nilai tambah pada merek agar lebih elegan,
lebih gaya, lebih bergengsi, dan lebih unggul dari tawaran pesaing
dengan mempengaruhi persepsi konsumen. Terdapat tiga cara
mendasar dalam memberi nilai tambah bagi penawaran mereka,
11
yaitu inovasi, peyempurnaan kualitas, atau mengubah persepsi
konsumen.
5. Assisting (Mendampingi)
Iklan berperan sebagai pendamping yang mendampingi upaya lain
dari perusahaan dalam proses komunikasi pemasaran.
2.5.3 Sifat – Sifat Iklan
Tjiptono (2008) mengungkapkan bahwa suatu iklan mempunyai
sifat-sifat sebagai berikut :
1. Public Presentation
Iklan memungkinkan setiap orang menerima pesan yang sama
tentang produk yang diiklankan
2. Pervasiveness
Pesan iklan yang sama dapat diulang-ulang untuk memantapkan
penerimaan informasi.
3. Amplified Expressiveness
Iklan mampu mendramatisasi perusahaan dan produknya melalui
gambar dan suara untuk menggugah dan mempengaruhi perasaan
khalayak.
4. Impersonality
Iklan tidak bersifat memaksa khalayak untuk memperhatikan dan
menanggapinya, karena merupakan komunikasi yang monolog
atau satu arah.
2.5.4 Tujuan Iklan
Dalam Durianto, dkk (2003) tujuan iklan adalah untuk
mempengaruhi perasaan, pengetahuan, makna, kepercayaan, sikap,
dan citra konsumen yang berkaitan dengan suatu produk atau merek.
Menurut Kotler dalam Durianto (2003) tujuan periklanan berdasarkan
sasarannya dapat digolongkan sebagai berikut:
1. Iklan untuk memberi informasi (informative) kepada khalayak
tentang seluk beluk suatu produk. Biasanya dilakukan besarbesaran pada tahap awal pengenalan produk pada tahap awal
peluncuran suatu jenis produk dengan tujuan membentuk
permintaan awal.
12
2. Iklan untuk membujuk (persuasive) dilakukan dalam tahap
kompetitif, untuk membentuk permintaan selektif merek tertentu.
Perusahaan
melakukan
persuasi
tidak
langsung
dengan
memberikan informasi tentang kelebihan produk yang dikemas
sedemikian rupa sehingga menimbulkan perasaan menyenangkan
yang akan mengubah pikiran orang untuk melakukan tindakkan
pembelian.
3. Iklan untuk mengingatkan (reminding) untuk menyegarkan
informasi yang pernah diterima masyarakat penting untuk produk
yang sudah mapan, bertujuan sebagai penguat untuk meyakinkan
pembeli sekarang bahwa mereka telah melakukan pilihan yang
benar.
2.5.5 Iklan Televisi
Menurut Durianto, dkk (2003) diungkapkan bahwa kekuatan
dan kelemahan iklan televisi sebagai berikut:
1. Kekuatan
a. Efisiensi Biaya
Televisi mampu menjangkau masyarakat yang sangat luas.
Kebijakan ini menimbulkan efisiensi biaya untuk menjangkau
setiap orang. Banyak pengiklan memandang televisi sebagai
media yang paling efektif untuk menyampaikan pesan-pesann
komersialnya.
b. Dampak yang kuat
Iklan televisi sampai ke pemirsa dalam bentuk audio visual.
Kreativitas pengiklan lebih dapat dieksplorasi dan dioptimalkan
dengan mengkombinasikan gerak, keindahan, kecantikan, suara,
warna, musik, drama, humor, maupun ketegangan.
c. Pengaruh yang kuat
Kebanyakan pemirsa melewatkan waktunya di depan televisi
yang
merupakan
sarana
hiburan,
sumber
berita,
sarana
pendidikan, dll. Sebagaimana kebanyakan pembeli, pemirsa
televisi cenderung memilih produk yang diiklankan di televisi dari
pada produk yang tidak mereka kenal.
13
2. Kelemahan
a. Biaya tinggi
Biaya iklan untuk menjangkau setiap orang relatif lebih rendah.
Namun, biaya absolut beriklan di televisi adalah tinggi.
b. Masyarakat yang tidak selektif
Pemirsa televisi banyak dan luas. Iklan yang ditampilkan di
televisi mungkin menjangkau pasar yang tidak tepat dan tidak
selektif.
c. Kesulitan teknis
Jadwal tayang iklan di televisi tidak mudah diubah sehingga
seringkali tidak fleksibel. Kebutuhan pengiklanan yang mendesak
dalam menghadapi event-event tertentu, sering kali pihak
pengiklan akan menghadapi kesulitan teknis untuk mengubah
jadwal maupun jam tayang.
2.6. Definisi Konsumen
Menurut Sumarwan (2011), istilah konsumen sering diartikan sebagai
dua jenis konsumen yaitu, konsumen individu dan konsumen organisasi.
Konsumen individu: membeli barang dan jasa untuk digunakan sendiri,
digunakan anggota keluarga lain / seluruh anggota keluarga, atau mungkin
untuk hadiah. Konsumen organisasi: meliputi orgnisasi bisnis, yayasan,
lembaga sosial, kantor pemerintah, dan lembaga lainnya (sekolah,
perguruan tinggi, dan rumah sakit), dimana mereka harus membeli produk
peralatan dan jasa-jasa lainnya untuk menjalankan seluruh kegiatan
organisasinya.
2.7. Perilaku Konsumen
Sumarwan (2011) menyatakan perilaku konsumen adalah semua
kegiatan, tindakan, serta proses psikologis yang mendorong tindakan
tersebut pada saat sebelum membeli, ketika membeli, menggunakan,
menghabiskan produk dan jasa setelah melakukan hal-hal diatas atau
kegiatan mengevaluasi.
Menurut Engel et al (1994), Perilaku konsumen merupakan tindakan
yang
langsung
terlibat
dalam
mendapatkan,
mengkonsumsi,
dan
14
menghabiskan produk dan jasa, termasuk keputusan yang mendahului dan
menyusuli tindakan ini.
2.7.1 Faktor yang Mendasari Perilaku Konsumen
Engel et al (1994) membahas tentang determinan inti, berisi tiga
kategori yang mendasari variasi perilaku konsumen yang terlihat pada
Gambar 4, dengan penjelasan sebagai berikut:
1. Pengaruh lingkungan
Konsumen hidup di dalam lingkungan yang kompleks, yang
secara langsung maupun tidak mempengaruhi perilaku dan
tindakan mereka. Perilaku proses keputusan mereka dipengaruhi
oleh arus pemgaruh yang luas sampai yang spesifik, sebagai
berikut: (1) budaya; (2) kelas sosial; (3) pengaruh pribadi; (4)
keluarga; (5) situasi.
Budaya, seperti digunakan di dalam studi perilaku
konsumen, mengacu pada nilai, gagasan, artefak, dan simbolsimbol lain yang bermakna yang membantu individu untuk
berkomunikasi, melakukan penafsiran, dan evaluasi sebagai
anggota masyarakat. Pemasaran adalah transmitter nilai yang
secara serentak membentuk budaya dan dibentuk oleh budaya.
Kelas sosial adalah pembagian di dalam masyarakat yang
terdiri dari individu-individu yang berbagi nilai, minat, dan
perilaku yang sama. Mereka dibedakan oleh status sosioekonomi
yang berjajar dari yang rendah hingga yang tinggi. Status kelas
sosial sering kali menghasilkan bentuk perilaku konsumen yang
berbeda.
Pengaruh pribadi, perilaku konsumen kerap kali dipengaruhi
oleh mereka atau orang lain yang berhubungan erat dengan kita.
Respon sering terjadi terhadap tekanan yang dirasakan untuk
menyesuaikan diri dengan norma dan harapan yang diberikan oleh
orang lain.
Keluarga, setiap manusia memang berawal dan lahir dari
keluarga. Maka tidak heran bila keluarga merupakan unit
15
pengambilan keputusan yang utama, tentu saja dengan pola
peranan dan pembentukan keputusan pembelian dan konsumsi.
Situasi, jelas bahwa perilaku berubah ketika situasi berubah.
Perubahan kadang dapat diramalkan dan ada pula yang tidak
dapat diramalkan.
2. Perbedaan individu
Perbedaan individu lebih menekankan pada faktor internal
yang
menggerakan
dan
mempengaruhi
perilaku.
Dengan
memasukan lima cara penting di mana konsumen mungkin
berbeda, yaitu: (1) sumber daya konsumen; (2) motivasi dan
keterlibatan; (3) pengetahuan; (4) sikap; dan (5) kepribadian, gaya
hidup, dan demografi (Engel et al, 1994)
Sumber daya konsumen, setiap orang membawa tiga sumber
daya ke dalam setiap situasi pengambilan keputusan yaitu waktu,
uang, dan perhatian (penerimaan informasi dan kemampuan
pengolahan). Umumnya terdapat keterbatasan yang jelas pada
ketersediaan masing-masing, sehingga memerlukan semacam
alokasi yang cermat.
Motivasi dan keterlibatan, motivasi disebabkan oleh
pengaktivan kebutuhan yang lahir karena adanya ketidakcocokan
antara kondisi yang diinginkan dengan kondisi aktual. Sedangkan
keterlibatan merupkan faktor pengarah yang sangat potensial,
karena pemahaman yang baik adalah pemotivasi yang utama.
Pengetahuan konsumen mencakup susunan luas informasi,
seperti ketersediaan dan karakteristik produk dan jasa, di mana
dan kapan untuk membeli, dan bagaimana menggunakan produk.
Sikap merupakan evaluasi menyeluruh yang memungkinkan
orang melakukan respon dengan cara yang menguntungkan atau
tidak menguntungkan secara konsisten berkenaan dengan objek
atau alternatif yang diberikan.
Menurut
Kasarjian
dalam
Engel
et
al
(1994),
mengemukakan bahwa, kepribadian adalah respon yang konsisten
terhadap stimulus lingkungan Gaya hidup merupakan pola yang
16
dilakukan seseorang untuk menghabiskan sumber daya yang ia
miliki.
Sedangkan
mendeskripsikan
demografi
pangsa
merupakan
konsumen
cara
berdasarkan,
untuk
usia,
pendapatan, pengeluaran, dan pendidikan.
3. Proses Psikologis
Engel et al (1994), mengemukakan tiga proses psikologis
sentral yang membentuk semua aspek motivasi dan perilaku
konsumen, yaitu (1) pengolahan informasi, (2) pembelajaran dan
(3) perubahan sikap dan perilaku. Pengolahan informasi
didefinisikan sebagai
proses dimana
rangsang pemasaran
diterima, ditafsirkan, disimpan dalam ingatan kemudian diambil
kembali oleh konsumen dan digunakan untuk evaluasi - evaluasi
alternatif produk.
Perbedaan Individu
Sumber Daya
Konsumen
Pengaruh
Lingkungan
Proses Psikologi
Motivasi dan
Keterlibatan
Budaya
Kelas Sosial
Pengetahuan
Pengolahan
Informasi
Pengaruh Pribadi
Sikap
Pembelajaran
Keluarga
Kepribadian, gaya
Hidup, dan Demografi
Perubahan
Sikap/Perilaku
Situasi
Proses Keputusan Pembelian
Pengenalan
kebutuhan
Pencarian
informasi
Pengevaluasian
alternatif
Keputusan
pembelian
Perilaku
setelah
pembelian
Gambar 2. Model perilaku konsumen dan faktor yang mempenga
ruhinya (Engel et al, 1994)
Pembelajaran
merupakan
proses
dimana
pengalaman
menyebabkan perubahan dalam pengetahuan, sikap, dan atau
perilaku. Pembelajaran menggambarkan perubahan perilaku
17
individu yang muncul karena pengalaman. Menurut Watson
dalam Engel et al (1994), menyatakan bahwa pengulangan yang
konsisten akan mengukuhkan respon dan membina kebiasaan
membeli. Sehingga dapat dikatakan bahwa, semua proses
pembelajaran yang dialami oleh konsumen akan mempengaruhi
keputusan konsumen tersebut mengenai apa yang dibeli dan apa
yang dikonsumsi.
2.8. Keputusan Pembelian
Menurut
penyelesaian
Kotler
(2005),
keputusan
pembelian
adalah
proses
masalah yang terdiri dari menganalisa atau pengenalan
kebutuhan dan keinginan, pencarian informasi, penilaian sumber- sumber
seleksi terhadap alternatif pembelian, keputusan pembelian, dan perilaku
setelah pembelian.
2.8.1 Karakteristik Konsumen
Karakteristik konsumen berpengaruh pada proses keputusan
pembelian. Menurut Sumarwan (2011), konsumen mempunyai
beberapa karakteristik sebagai berikut:
1. Karakteristik Demografi dan Subbudaya Konsumen
Dalam kaitannya dengan demografi dapat dikatakan bahwa
seorang
konsumen
bisa
menjadi
anggota
dari
beberapa
subbudaya. Berikut ini adalah beberapa karakteristik demografi
yang biasa digunakan untuk mengelompokkan konsumen:
a. Usia
Sejak lahir ke dunia manusia sudah menjadi konsumen, ia
akanterus menjadi konsumen dengan kebutuhan yang berbeda
sesuai usianya. Perbedaan usia juga akan mengakibatkan
perbedaan selera dan kesukaan terhadap merek.
b. Pendidikan dan pekerjaan
Pendidikan dan pekerjaan adalah dua karakteristik
konsumen yang saling berhubungan, pendidikan seseorang
akan menentukan jenis pekerjaannya. Selain itu konsumen
yang memiliki pendidikan yang lebih baik akan sangat
18
responsif terhadap informasi, pendidikan juga mempengaruhi
konsumen dalam memilih produk dan mereka.
c. Lokasi Geografik
Lokasi tempat tinggal konsumen akan mempengaruhi pola
konsumsinya.
2. Karakteristik Ekonomi Konsumen
a. Pendapatan
Pendapatan adalah sumber daya material yang sangat
penting bagi konsumen, karena dengan pendapatan itulah
konsumen dapat membiayai kegiatan konsumsinya.
b. Pengeluaran
Pilihan konsumen terhadap suatu barang dipengaruhi oleh
cara bagaimana membelanjakan atau mengeluarkan dana yang
tersedia, kapan waktu yang tepat untuk membelanjakan uang
dan apakah perlu melakukan pinjaman untuk melakukan
pembelian.
c. Kredit dan Kartu Kredit
Kredit akan meningkatkan daya beli konsumen, konsumen
yang memperoleh sumber kredit akan punya peluang untuk
meningkatkan konsumsi berbagai produk dan jasa.
3. Karakteristik Kelas Sosial Konsumen
Kelas sosial adalah bentuk lain dari pengelompokkan
masyarakat ke dalam kelompok yang berbeda. Kelas sosial akan
mempengaruhi jenis produk, jenis jasa, dan merek yang
dikonsumsi oleh konsumen. Konsumen yang berada pada kelas
sosial yang sama akan menunjukkan persamaan dalam nilai-nilai
yang dianut, gaya hidup, dan perilaku yang sama. Dalam
kehidupan bermasyarakat biasanya terdapat pembagian kelas
sosial seperti berikut:
a.
Status pekerjaan
Pekerjaan yang dilakukan orang tua, baik ayah atau ibu
akan menentukan kelas sosial.
19
b. Pemilikan harta benda
Pendapatan menentukan daya beli seseorang, yang
selanjutnya
akan
mempengaruhi
pola
konsumsinya.
Pendapatan yang tinggi biasanya diikuti oleh pemilikan harta
benda yang banyak.
c. Variabel interaksi
Pembagian kelas sosial ini ditentukan oleh penghargaan
yang diberikan orang lain kepada seseorang. Seseorang dapat
dikatakan memiliki prestis pribadi jika dihormati oleh orang
lain dan orang-orang sekelilingnya.
d. Variabel politik
Orang-orang yang terpilih sebagai pemimpin atau ketua
partai politik yang besar adalah orang-orang yang memiliki
kemampuan untuk mempengaruhi dan memimpin orang lain,
mereka adalah termasuk ke dalam kelas sosial atas.
2.8.2 Proses Keputusan Pembelian
Menurut Kotler dan Armstrong (2004),
proses pembelian
berlangsung jauh sebelum pembelian aktual dan berlanjut jauh
sesudahnya. Pemasar perlu berfokus pada seluruh proses pengambilan
keputusan pembelian bukan hanya pada proses pembelian saja. Proses
pengambilan keputusan pembelian terdiri lima tahap, seperti terlihat
pada gambar berikut:
Pengenalan
kebutuhan
Pencarian
informasi
Pengevaluasian
alternatif
Keputusan
pembelian
Perilaku
setelah
pembelian
Gambar 3. Proses pengambilan keputusan pembelian
(Kotler dan Amstrong, 2004)
1. Pengenalan Kebutuhan
Pengenalan kebutuhan muncul saat pembeli merasakan
adanya perbedaan antara keadaan aktual dan sejumlah keadaan
yang diinginkan. Kebutuhan dapat dipicu adanya rangsangan
internal dan rangsangan eksternal.
20
2. Pencarian Informasi
Konsumen yang tertarik mungkin mencari lebih banyak
informasi atau mungkin tidak. Jika dorongan konsumen itu kuat
dan produk yang memuaskan ada di dekat konsumen itu,
konsumen mungkin akan membelinya kemudian. Jika tidak,
konsumen bisa menyimpan kebutuhan itu dalam ingatannya atau
melakukan pencarian informasi yang berhubungan dengan
kebutuhan itu. Sumber informasi konsumen terdiri atas empat
kelompok, yaitu:
a. Sumber pribadi meliputi keluarga, teman, tetangga, kenalan.
b. Sumber komersial meliputi iklan, tenaga penjual, wiraniaga,
situs web, pedagang perantara, kemasan.
c. Sumber publik meliputi media massa, organisasi ranting
konsumen, pencarian internet.
d. Sumber pengalaman meliputi penanganan, pemeriksaan,
penggunaan produk.
3. Pengevaluasian Alternatif
Tahap ketiga dari proses keputusan pembelian adalah evaluasi
alternatif yaitu cara konsumen memproses informasi untuk
mengevaluasi berbagai merek alternatif yang menghasilkan
berbagai pilihan merek. Bagaimana konsumen mengevaluasi
alternatif barang yang akan dibeli tergantung pada masing-masing
individu dan situasi pembelian tertentu.
4. Keputusan Pembelian
Di tahap pengevaluasian, konsumen menyusun peringkat
merek
dan
membentuk
kecenderungan
(niat)
pembelian.
Keputusan pembelian konsumen akan membeli merek yang
paling disukai, tetapi ada dua faktor yang muncul di antara
kecenderungan pembelian dan keputusan pembelian. Faktor
pertama adalah sikap orang lain dan faktor kedua adalah faktor
situasi yang tak terduga. Konsumen mungkin membentuk
kecenderungan pembelian berdasar pada pendapatan yang
diharapkan, harga, dan manfaat produk yang diharapkan Namun,
21
situasi yang tak terduga dapat mengubah kecenderungan
pembelian.
5. Perilaku Setelah Pembelian
Tugas pemasar tidak berakhir saat produk dibeli, melainkan
berlanjut hingga periode pasca pembelian. Konsumen akan
melakukan tindak lanjut setelah pembelian berdasarkan pada
kepuasan atau ketidakpuasan mereka, yang akan mempengaruhi
tingkah laku berikutnya. Konsumen yang puas akan cenderung
melakukan pembelian ulang dan merekomendasikan produk
kepada orang lain.
2.9. Impulse Buying
Menurut Sumarwan (2011), jenis pembelian konsumen terbagi
menjadi tiga macam yaitu pembelian yang terencana sebelumnya,
pembelian yang separuh terencana dan pembelian yang tidak terencana.
Pembelian yang terencana sepenuhnya adalah jika konsumen telah
menentukan pilihan produk dan merek jauh sebelum pembelian dilakukan.
Ketika konsumen sudah mengetahui produk yangt ingin dibeli dan
keputusan merek yang akan dibeli diputuskan pada saat di dalam toko,
pembelian bisa digolongkan dalam pembelian yang separuh terencana.
Beberapa konsumen sering kali membeli produk atau jasa tanpa
direncanakan terlebih dahulu. Hal ini dapat disebabkan oleh penataan
display ayau pemotongan harga. Display atau peragaan tersebut telah
membangkitkan kebutuhan konsumen, sehingga konsumen merasakan
kebutuhan
yang
mendesak
untuk
membeli
produk
yang
sedang
dipromosikan tersebut. Keputusan pembelian seperti ini disebut sebagai
pembelian impuls (impulse purchasing / impulse buying) (Sumarwan,
2011).
Berdasarkan penelitian Rook dalam Engel (2002), pembelian
berdasarkan impulse tidak didasarkan pada pemecahan masalah konsumen
dan paling baik dipandang dari prespektif hedonik atau pengalaman.
Pembelian berdasar impulse mungkin memiliki satu atau lebih karakteristik
sebagai berikut:
22
1. Spontanitas, pembelian ini tidak diharapkan dan memotivasi konsumen
untuk membeli sekarang, sekarang sebagai respon terhadap stimulasi
visual yang langsung di tempat penjualan.
2. Dorongan untuk membeli dengan segera. Ada motivasi untuk
mengesampingkan yang lain dan bertindak dengan seketika.
3. Kesenangan dan stimulasi, merupakan desakan mendadak untuk
membeli sering disertai dengan emosi.
4. Ketidakpedulian akan akibat. Desakan untuk membeli dapat menjadi
begitu sulit ditolak sehingga akibat yang mungkin negatif diabaikan.
2.10. Consumer Decision Model
Consumer Decision Model
dapat diartikan sebagai suatu model
dengan enam variabel yang saling berhubungan, yaitu: Pesan Iklan (F,
finding
information),
Pengenalan
Merek
(B,
brand
recognition),
Kepercayaan Konsumen (C, confidence), Sikap Konsumen (A, attitude),
Niat Beli (I, intention) dan Pembelian nyata (P, purchase), menurut
(Howard dalam Durianto 2003).
Consumer Decision Model (CDM) merupakan proses pembedaan dan
pengelompokan bentuk-bentuk pikiran konsumen, CDM memetakan alur
bagaimana konsumen mencari dan mempertimbangkan suatu keputusan
untuk membeli produk. Dimana masing-masing variabel yang telah
disebutkan berinteraksi dan saling mendukung hingga berakhir di pembelian
nyata. Sebagai mana terlihat dalam gambar (Durianto dkk, 2003), seperti
berikut:
C
F
B
I
P
A
Gambar 4. Consumer Decision Model (Durianto dkk, 2003)
Dalam gambar terlihat bahwa alur model tersebut berawal dari konsumen
yang menerima informasi atau pesan iklan (F). Informasi yang diterima
dapat menyebabkan tiga kemungkinan pengaruh, yang dimulai dari
23
pengenalan merek oleh konsumen (B) atau dari informasi yang didapat
langsung menambah perbendaharaan pikiran konsumen sebagai tingkat
kepercayaan (C). Selain itu ada alur lain yaitu, dari informasi itu yang
sesuai dengan keinginan dan kebutuhan konsumen menunjukan kesesuaian
yang akan membentuk sikap (A). Kemudian, dari pengenalan merek (B)
dievaluasi apakah pengenalan tersebut sesuai dengan keingnan dan
kebutuhan, kemudian membentuk sikap (A), serta menambah tingkat
kepercayaan (C). Pengenalan merek mempunyai sumbangan berupa
penguatan terhadap sikap dan keyakinan konsumen terhadap merek yang
ditawarkan, sehingga diharapkan mampu menimbulkan niat beli (I)
konsumen. Hal ini tentu saja akan mempengaruhi konsumen untuk
melakukan suatu pembelian nyata (P). Berikut adalah paparan keenam
variable yang diulas dalam CDM menurut (Howard dalam Durianto 2003):
1. Pesan Iklan (Information)
Pesan iklan yang ideal menurut Kotler dalam Durianto ,dkk ( 2003),
harus
mampu
ketertarikan
menarik
(interest),
perhatian
(attention),
membangkitkan
keinginan
mempertahankan
(desire),
dan
menggerakan tindakan (action). Pesan Iklan (F) dalam Consumer
Decision Model (CDM) menurut Howard dalam Durianto (2003)
merupakan variabel penentu dari keenam variabel. Consumer Decision
Model (CDM), menunjukan bahwa pesan iklan dapat menyebabkan:
calon pembeli mengenal suatu merek, mengevaluasi merek-merek yang
dibutuhkan calon pembeli, menentukan sikap dan mengukur seberapa
besar kepuasan konsumen terhadap suatu merek serta atribut-atribut
lainnya suatu produk.
2. Pengenalan Merek (Brand Recognation)
Pengenalan merek sangat penting untuk mengetahui sampai tingkat
mana para pembeli mengetahui ciri – ciri suatu merek. Menurut John A
Howard dalam Durianto (2003) pengenalan merek terkait dengan
tingkat pengenalan pembeli akan ciri atau keistimewaan produk
dibandingkan produk-produk sejenis lainnya. Kesan merek secara
keseluruhan terbentuk atas tiga elemen, yaitu: Pengenalan Merek (Brand
Recognation), Sikap Konsumen (Attitude) dan Kepercayaan Konsumen
24
terhadap produk (Confidence). Pengenalan merek merupakan landasan
untuk terciptanya sikap dan keyakinan konsumen
3. Sikap Konsumen (Attitude)
Peter dan Olson dalam Durianto (2003) mengatakan bahwa sikap
didefinisikan sebagai evaluasi konsep secara menyeluruh yang
dilakukan oleh seseorang. Bagi produsen data tentang sikap konsumen
menjadi kebutuhan yang penting, karena dapat digunakan untuk melihat
sikap konsumen di masa lalu serta dapat memprediksi sikap konsumen
di masa yang akan datang. Engel, Black well dan Miniard dalam
Durianto (2003) menuliskan bahwa sikap terhadap suatu iklan dapat
berfungsi sebagai peramal yang signifikan atas sikap terhadap suatu
produk.
4. Kepercayaan Konsumen (Confidence)
Menurut Russel dan Lane dalam Durianto (2003), kepercayaan
merupakan
tingkat
kepastian
konsumen
yang
menyatakan
keyakinannnya dan penilaiannya terhadap suatu produk yang dinilai
bebas Menurut Durianto (2003), kepercayaan konsumen adalah
bagaimana pembeli dapat yakin atas keputusan mereka terhadap suatu
merek, apakah produk tersebut dapat memuaskan kebutuhan konsumen
atau tidak. Kepercayaan konsumen dapat meningkat jika calon pembeli
sudah mendapatkan keterangan yang jelas yang didapat konsumen dari
pesan iklan (informasi) yang ditayangkan di televisi secara berulangulang, brosur, pemasaran langsung, dan lainnya.
5. Niat Beli (Intention)
Niat beli adalah pernyataan mental konsumen yang merefleksikan
rencana pembelian sejumlah produk dengan merek tertentu. Niat beli
terbentuk dari sikap konsumen terhadap produk dan keyakinan
konsumen terhadap kualitas produk. Semakin rendah keyakinan
konsumen terhadap suatu produk akan menyebabkan menurunnya niat
beli konsumen (Durianto, 2003). Secara umum keyakinan konsumen
kepada suatu produk berbanding lurus dengan niat beli konsumen
terhadap produk tersebut.
25
6. Pembelian Nyata (Purchase)
Pembelian nyata merupakan sasaran akhir dari pendekatan
Consumer Decision Model (CDM), baik untuk konsumen yang pertama
kali membeli maupun yang melakukan pembelian ulang.
Berdasarkan pendekatan CDM, pengukuran efektivitas iklan
digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel F (pesan iklan), B
(pengenalan merek), C (keyakinan konsumen), dan A (sikap konsumen)
terhadap I (niat beli) suatu merek atau produk dan juga untuk mencari
informasi, apakah ada variabel antara dan variabel bukan antara dari B
(pengenalan merek), C (keyakinan konsumen), dan A (sikap konsumen)
yang dapat mempengaruhi F (pesan iklan) terhadap I (niat beli).
2.11. Uji Validitas
Uji validitas digunakan untuk mengetahui sejauh mana butir-butir
dalam kuisioner dapat mengukur apa yang seharusnya diukur (Umar, 2005).
Uji validitas digunakan untuk menghitung nilai korelasi (r) antara data pada
masing-masing pernyataan dengan skor total. Pengujian korelasi pada
penelitian ini adalah dengan menggunakan korelasi product moment sebagai
berikut :
∑
√
∑
∑
∑ ∑
∑
∑
Dimana :
: korelasi antara x dan y
x : skor pernyataan
y : skor total
n : jumlah responden
Pengujian validitas terdiri dari uji validitas kuisioner dan uji validitas
responden. Uji validitas kuisioner dilakukan terhadap seluruh butir soal
yang ada dalam kuisioner dengan menguji 30 kuisioner, dan uji validitas
responden dilakukan pada seluruh data yang diberikan responden dalam
penelitian. Uji validitas responden diperlukan karena, menurut Umar (2002)
bila responden merasa malu, takut, dan cemas akan jawabannya, maka besar
26
kemungkinan dia akan memberikan jawaban yang tidak benar. Uji validitas
responden dilakukan dengan cara mentranspose matriks. Seluruh uji
validitas baik kuisioner maupun responden dibantu oleh software MINITAB
14 dengan batas nilai error 5% dimana bila bila tingkat signifikasi
kesalahan lebih kecil dari 0,05 maka dinyatakan valid dan dapat digunakan.
2.12. Uji Reliabilitas
Reliabilitas adalah derajat ketepatan, ketelitian, atau keakuratan yang
ditunjukkan oleh instrument pengukuran (Umar, 2005). Reliabilitas
(keandalan) merupakan suatu kestabilan dan konsistensi responden dalam
menjawab hal yang berkaitan dengan konstruk-konstruk pertanyaan yang
merupakan dimensi suatu variabel dan disusun dalam suatu bentuk
kuisioner (Nugroho, 2005). Kuisioner yang reliable adalah kuisioner yang
apabila dicoba berulang pada kelompok yang sama akan menghasilkan data
yang sama. Penelitian kali ini melakukan uji reliabilitas dengan metode
alpha cronbach’s dengan rumus sebagai berikut:
r11
(
∑
k
) (1
k1
)
Dimana =
r11
: reliabilitas instrumen
k
: banyak butir pertanyaan
: jumlah ragam total
∑
: jumlah ragam butir
Rumus untuk mencari ragam adalah:
∑
∑
Dimana =
: ragam
n
: jumlah contoh (responden)
: nilai skor yang dipilih
27
Reliabilitas suatu konstruk variabel dikatakan baik jika memiliki nilai
Cronbach’s Alpha > dari 0.06 (Nugroho, 2005). Nilai cronbach’s Alpha
dapat dihitung dengan bantuan software SPSS 16.
2.13. Structural EquationModeling (SEM)
Bagozzi dan Fornell dalam Ghozali (2005) menyatakan bahwa model
persamaan struktural (SEM) adalah generasi kedua teknik analisis
multivariat yang memungkinkan peneliti menguji hubungan antar variabel
yang kompleks baik recursive maupun non-recursive untuk memperoleh
gambaran keseluruhan tentang model. Ghozali (2008) menyatakan, manfaat
utama SEM dibandingkan generasi pertama multivariate seperti principal
component analysis, factor analysis, discriminant analysis, atau multiple
regression, SEM memiliki fleksibilitas yang lebih tinggi bagi peneliti untuk
menghubungkan antara teori dengan data.
Bollen dalam Ghozali (2005), menyatakan SEM tidak seperti analisis
multivariat biasa, SEM dapat menguji secara bersama-sama hal berikut ini:
1.
Model structural
:
hubungan
antara
konstruk
independen
dependen.
2.
Model measurement :
hubungan (nilai loading) antara indikator
dengan konstruk (variabel laten)
Terdapat beberapa istilah variabel yang biasa digunakan dalam SEM, yaitu:
1.
Variabel laten
: variabel yang tidak bisa diukur secara
langsung dan memerlukan beberapa indikator
sebagai proksi.
2.
Variabel manifest
: indikator-indikator yang dapat diukur
3.
Variabel eksogen
: variabel yang tidak dipengaruhi oleh variabel
lainnya dalam model
4.
Variabel endogen
: variabel yang dipengaruhi oleh variabel
lainnya dalam suatu model penelitian
Secara teknis SEM dibagi dalam dua kelompok,yaitu SEM berbasis
covariance dan SEM berbasis variance
atau sering disebut component
based SEM yang mempergunakan software SmartPLS dan PLS Graph.
Covariance Based SEM lebih bertujuan memberikan pernyataan tentang
hubungan kausalitas atau memberikan deskripsi mekanisme hubungan
28
kausalitas (sebab-akibat). Sedangkan Component Based SEM bertujuan
mencari hubungan linear prediktif antar variabel (Ghozali 2008). Berikut
adalah tabel yang menunjukkan perbedaan antara Covariance Based SEM
dengan Variance Based SEM:
Tabel 3. Perbedaan Covariance Based SEM dengan Variance Based
SEM (PLS)
No
1.
Kriteria
Tujuan
PLS
Berorientasi prediksi
CBSEM
Berorientasi pendugaan
parameter
2.
Pendekatan
Berbasis varian (ragam)
Berbasis kovarian (peragam)
3.
Asumsi
Spesifikasi prediktor
Multivariate normal
(nonparametric)
distribution,independence ,
observation (parametric)
4.
Estimasi
Konsisten sebagai
Parameter
indikator dan sample size
Konsisten
meningkat (consistency at
large)
5.
Skor Variabel
Secara eksplisit diestimasi
indeterminate
Hubungan
Dapat dalam bentuk
Hanya
Epistemik antara
reflective maupun
indikator
variabel laten dan
formative indicator
Laten
6.
dengan
reflektif
dengan
ketepatan
indikatornya
7.
8.
Implikasi
Optimal untuk ketepatan
Optimal
prediksi
parameter
Kompleksitas
Kompleksitas besar (100
Kompleksitas kecil sampai
Model
konstruk dan 1000
menengah (< 100 indikator)
indikator)
9.
Besar Sample
Kekuatan analisis
Kekuatan analisis berdasarkan
didasarkan pada porsi dari
pada model spesifik minimal
model yang memiliki
direkomendasikan berkisar
jumlah prediktor terbesar.
dari 200-800
Minimal direkomendasikan
berkisar dari 30-100 kasus
Sumber : Ghozali (2008)
29
2.14. Analisis Diskriminan
Supranto (2004) menyatakan bahwa analisis diskriminan merupakan
teknik menganalisis data, variabel tak bebas (disebut criterion) merupakan
kategori (non-metrik, nominal, ordinal, atau kualitatif) sedangkan variabel
bebas sebagai prediktor merupakan metric (interval atau rasio, bersifat
kuantitatif).
Adapun tujuan analisis diskriminan, adalah sebagai berikut:
1. Membuat fungsi diskriminan atau kombinasi linear, dari prediktor atau
variabel bebas yang bisa mendiskriminasi atau membedakan variabel
tak bebas atau criterion kedalam kategori yang tepat
2. Menguji apakah ada perbedaan signifikan antara kategori / kelompok,
dikaitkan dengan variabel bebas atau prediktor.
3. Menentukan prediktor (variabel bebas) yang mana yang memberikan
sumbangan terbesar terhadap terjadinya perbedaan antar kelompok.
4. Mengklasifikasikan atau mengkelompokkan objek/kasus atau responden
kedalam suatu kelompok/kategori didasarkan pada nilai variabel bebas.
5. Mengevaluasi keakuratan klasifikasi
Berikut ini adalah bentuk model diskriminan, yang pada penelitian
kali ini akan dicari persamaannya:
Dimana :
: variabel bebas / prediktor ke j dari responden ke i
: koefisien atau timbangan diskriminan dari variabel atau atribut ke j
Analisis diskriminan bertahap menurut Supranto (2004) dianalogkan
sebagai regresi berganda bertahap (stepwise), di mana variabel bebas atau
prediktor dimasukkan secara berurutan (sequentially) berdasarkan pada
kemampuannya untuk mendiskriminankan setiap kelompok. Suatu rasio F
dihitung untuk setiap prediktor dengan jalan melakukan suatu analisis
varian univariant, dimana kelompok diperlakukan sebagai variabel kategori
(non-metrik) dan prediktor sebagai variabel kriterion atau variabel
dependen. Suatu prediktor dengan dengan nilai rasio F yang tinggi, yang
pertama-tama terpilih untuk dimasukkan dalam fungsi diskriminan, kalau
prediktor tersebut memenuhi kriteria dan toleransi tertentu. Prediktor kedua
30
ditambahkan berdasarkan pada the highest adjusted or partial F ratio,
dengan memperhitungkan prediktor yang telah dipilih sebelumnya, dan
seterusnya. Setiap prediktor yang telah diuji untuk retensi berdasarkan pada
hubungannya dengan prediktor lainnya yang telah dipilih. Proses pemilihan
dan retensi dilanjutkan sampai semua prediktor memenuhi kriteria
signifikansi untuk dimasukkan dan dipertahankan dalam fungsi diskriminan.
2.15. Penelitian Terdahulu
Astriyani (2011) mengambil judul penelitian Analisis Efektivitas Iklan
Televisi dan Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Pembelian Es Krim
Wall‟s Magnum Berdasarkan Karakteristik Gender dalam Kasus Mahasiswa
S1 IPB. Hasil analisis mengungkapkan bahwa iklan televisi es krim Wall‟s
Magnum hanya sampai niat beli untuk mahasiswi dan hanya sampai tahap
terbangunnya kepercayaan dan sikap konsumen pada mahasiwa.
Sulaeman (2011) mengambil judul penelitian Pengukuran Analisis
Model Struktural dan Analisis Diskriminan Es Krim Wall‟s Magnum Pada
Konsumen Pengguna Social Media (Studi Kasus Mahasiswa Program Strata
1
IPB).
Hasil
analisis
model
struktural
dapat
diketahui
bahwa
penginformasian yang dilakukan oleh Wall‟s Magnum di sosial media
efektif hingga ke pembelian nyata. Analisis diskriman menunjukan bahwa
faktor-faktor yang berpengaruh dalam pembelian sehingga tercipta rasa
menyukai produk es krim Wall‟s Magnum Classic adalah status
kemahasiswaan, saran keluarga, bentuk kemasan, merek, pengetahuan
produk, dan kepercayaan bagi laki-laki, sedangkan bagi perempuan faktorfaktornya adalah status kemahasiswaan, pengetahuan varian es krim, bentuk
kemasan, harga, merek, manfaat dan gaya hidup. Faktor-faktor yang
berpengaruh dalam pembelian sehingga tercipta rasa menyukai produk es
krim Wall‟s Magnum Almond adalah faktor harga dan gaya hidup menurut
persepsi laki-laki dan faktor kepercayaan dan pengalaman terdahulu bagi
perempuan. Selain itu faktor-faktor yang berpengaruh dalam pembelian
sehingga tercipta rasa menyukai produk es krim Wall‟s Magnum Chocolate
Truffle menurut persepsi laki-laki adalah faktor wiraniaga, besarnya
pengeluaran konsumen, pengetahuan varian es krim, manfaat, tempat
pembelian, dan kepribadian, sedangkan menurut persepsi perempuan adalah
31
faktor saran dari teman, kondisi cuaca, saran dari wiraniaga, pengetahuan
produk, tempat pembelian dan kepribadian.
Hayati (2011) mengambil judul penelitian Analisis Penerapan Quality
Of Work Life (QWL) Terhadap Kepuasan Kerja dan Komitmen Karyawan.
Penelitian ini menggunakan analisis model struktural dengan menggunakan
software SmartPLS, hasil analisis menyimpulkan bahwa penerapan QWL
dan kepuasan kerja karyawan berpengaruh positif secara signifikan terhadap
komitmen karyawan. Berdasarkan uji PLS terlihat bahwa terdapat
perbedaan persepsi karyawan antara pria dan wanita terhadap penerapan
QWL. Namun, tidak terdapat perbedaan yang berarti antara kepuasan kerja
dan komitmen karyawan baik wanita maupun pria.
Download