Gratia VOL. 2 - MARET 2014 Renungan: Eli Eli Lama Sabakhtani Misi: Helen Rooseveare Pengajaran: Kekudusan Allah Tokoh: Nelson Mandela Kesaksian: Kasih & Kesetiaan Oma Fashion: Aplikasi TIDAK UNTUK DIJUAL (GRATIS) Dari Redaksi Gratia Penasihat Redaksi : Pdt. Billy Kristanto Pemimpin Redaksi : Murniaty Santoso Wakil Pemimpin Redaksi : Krissy P. Wong Sekretaris Redaksi : Kartika Tjandra Editor : Mira Susanty Redaktur Pelaksana : Oktavina Toding Ratta Design / Layout : Natasha Santoso Produksi : Krissy P. Wong Komunitas : Rina Iskandar Megawati Wahab Photographer : Lilies Santoso Distribusi : Felicia Lie Audi Teddy Email : [email protected] Alamat Redaksi : Jl. Boulevard Raya QJ 3 No. 27-29 Kelapa Gading Jakarta Utara 14240 B anyak penderitaan yang dialami oleh wanita, tetapi Kasih Allah merubah dukacita menjadi sukacita. Penderitaan diatas kayu salib dan kebangkitan-Nya menyatakan kemenangan atas kuasa maut, dosa dan iblis. Apakah kita telah mengalami Kekudusan dan Kasih Allah yang menundukkan rasio dan kesombongan kita ???. Apakah kita telah berlutut dan berkata “ Lord, I want to be a Christian, in my heart “. Doa kami agar setiap tulisan menjadi berkat bagi pembaca dan memberikan pengharapan dan sukacita hanya didalam DIA. Soli Deo Gloria RENUNGAN Jam sembilan pagi, Kristus dipaku di atas kayu salib, dan pada tiga jam berikutnya, Ia terpanggang oleh teriknya sinar matahari. Keringat mengalir masuk ke dalam luka-luka Yesus Kristus dan kelubang paku yang ada ditangan dan kaki-Nya. Keringat-Nya bercampur dengan darah. Kesakitan yang diderita-Nya tidak bisa ditahan oleh orang biasa, tetapi Kristus tetap tenang. Setelah tiga jam berada di bawah teriknya matahari, maka terjadilah suatu hal yang ajaib, suatu tanda yang besar yang dinyatakan dari langit. Kegelapan yang dahsyat menudungi daerah itu. Orang-orang yang mencaci maki di bawah salib mulai menjadi lelah, orang-orang dan perampok yang melontarkan penghinaan mulai reda, lagipula siapakah yang tahan terus menerus memaki orang selama berjam-jam? Keadaan menjadi sunyi, mereka tidak tahu bahwa yang terjadi di Golgota saat itu adalah satu peristiwa yang mempunyai makna paling penting di sepanjang zaman. “Manusia tidak mungkin mengerti perkataan ini, kecuali jika dia sudah masuk neraka.” ELI, ELI, LAMA SABAKHTANI ? Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku ? Apakah arti dari kegelapan dahsyat yang menudungi bumi ini? Bukankah orang Yahudi pernah bertanya kepada Yesus Kristus tentang asal dari kuasa yang dinyatakan-Nya? (Mat 21:23).Yesus Kristus menjawab pertanyaan itu dengan pertanyaan pula, bukan dengan jawaban. Kristus balik bertanya kepada mereka: ”Dari manakah baptisan Yohanes? Dari surga atau dari manusia?” Para tua-tua Yahudi itu tidak bisa menjawab, lalu mencari sesuatu untuk menuduh dan menjatuhkan hukuman mati agar membasmi Dia dari muka bumi. Salah satu kalimat permintaan mereka kepada Yesus saat itu adalah untuk menunjukkan tanda dari surga (Mat 16:1). Tetapi Yesus tidak menjawab dan tidak memperlihatkan tanda apa pun dari langit kepada mereka sampai pada waktu Ia dipaku di atas kayu salib. Di atas kayu salib itulah tanda ajaib yang diminta oleh orang Yahudi, diberikan kepada mereka. Tanda ajaib itu bukanlah tanda yang menggembirakan melainkan kegelapan dasyat telah menudungi seluruh bumi, sehingga orang tidak bisa menerobos atau pun mengusir kegelapan itu dari mereka. Alam semesta yang dicipta Allah, mendadak memberikan pernyataan, bahwa mereka tidak setuju akan tindakan yang tidak berperikemanusiaan terjadi dimuka bumi, dimana disana telah menjadi pusat agama pada zaman itu. Yang menuduh Kristus bukanlah orang kafir. Niat untuk menyalibkan dan membunuh Kristus bukan timbul dari pikiran orang yang tidak mengenal Allah. Justru ini adalah satu rencana pengkhianatan dari bangsa yang menamakan diri kaum pilihan Allah. Kristus dipaku, dihukum, dibunuh oleh orang-orang yang menamakan 3 RENUNGAN diri sebagai orang yang katanya beribadah kepada Allah, memiliki hukum Taurat, mencintai Allah dan mempunyai agama yang langsung diwahyukan oleh Tuhan. Apakah arti menjadi orang Kristen? Apakah arti menamakan diri sebagai orang yang mengenal Allah? Apakah perbedaan antara kita sebagai orang Kristen dengan orang lain yang ateis, fasik, dan mereka yang tidak mengenal Yesus Kristus? Kita dapat melihat seluruh kerusakan hati manusia yang dinyatakan pada waktu Kristus dipaku di atas kayu salib. Salib Kristus adalah tempat di mana segala oknum harus menyatakan reaksi mereka. Setan menyatakan kejahatannya, manusia menyatakan dosa-dosa yang dilontarkan kepada Kristus di atas Golgota, dan Allah menyatakan keadilan-Nya ke atas Yesus Kristus. Kedua perampok menyatakan reaksi mereka kepada Yesus Kristus, orang-orang di tengah jalan menyatakan ketidakpedulian mereka kepada salib Yesus Kristus. Salib Kristus adalah satusatunya tempat di mana semua orang harus menyatakan reaksi mereka kepada Tuhan dan Juruselamat kita. Sesudah kegelapan itu terjadi, barulah orang-orang menyadari bahwa matahari tidak bersinar (Luk 23:44-45). Orang-orang yang memaku dan menjatuhkan hukuman dengan semena-mena menjadi takut dan gentar. Pilatus tidak bisa menjelaskan mengapa matahari tidak bersinar. Pemimpin-pemimpin agama dan orang-orang Yahudi menjadi takut dan terdiam. Tidak ada suara di Golgota. Di tengah-tengah kegelapan yang dasyat mereka menjadi sunyi. Dalam kegelapan ini, Yesus Kristus tidak mengucapkan satu kalimat pun. Jadi suara apakah yang mengisi kesunyian pada waktu kegelapan itu? Hanya keluhan dan rintihan dari perampok-perampok di atas kayu salib yang tidak bisa menahan kesakitan. Setelah tiga jam lewat, Kristus mengucapkan kalimat yang keempat di atas salib, Dia berteriak: “Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?” Suara yang memilukan dan penuh penderitaan itu bukan saja menggentarkan hati manusia yang ada di bukit Golgota, tetapi suara yang keras telah menggema di awan-awan dan seluruh alam semesta. Perkataan Kristus ini adalah yang paling sulit dimengerti. Martin Luther pernah memikirkan ayat ini selama berjam-jam dan akhirnya dia berdiri sambil memukul dadanya dan berkata: “Siapakah dapat mengerti bahwa Allah meninggalkan Allah?” Allah-Nya Allah hanya ditulis dalam Ibrani 1:8-9. Kristus adalah Allah 4 Anak, Pribadi Kedua Tritunggal yang diutus oleh Allah Bapa, Pribadi Pertama Tritunggal. Allah Pribadi Kedua adalah Allah yang telah menjadi manusia yang mencintai kebenaran, keadilan, dan membenci segala dosa dan kefasikan. Allah Pribadi Pertama mengurapi Dia dengan minyak surgawi, minyak sukacita. Tetapi kini di atas kayu salib Allah Bapa mengurapi Allah Anak dengan tudungan kegelapan yang agung. Di dalam menyelamatkan manusia, perlu tiba suatu saat yang paling sulit bagi Yesus Kristus, itulah saat di waktu Dia berteriak: “Allah-Ku, Allah-Ku, apakah sebabnya Engkau meninggalkan Aku?” Di dalam kita mengikut Kristus, kadangkadang Allah mengizinkan satu kegelapan yang besar terjadi dalam hidup kita. Kita mungkin berteriak: “Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan aku?” dan kita dapat sedikit mengerti akan perkataan Yesus. Tetapi tidak mungkin ada satu orang pun yang dapat menyelami dan mengerti dengan tuntas, bahkan sampai di dalam kekekalan, akan perkataan Kristus ini. Apakah sebabnya? Karena yang mengatakan kalimat ini bukanlah manusia yang berdosa. Tetapi mengapa Kristus ditinggalkan Allah padahal Dia tidak pernah berdosa? Mengapa Yesus Kristus tidak berteriak: ”Yudas, Yudas, mengapa engkau menjual Aku?” atau “Petrus, Petrus, mengapa engkau tiga kali menyangkal Aku?” Mengapa Tuhan Yesus tidak berteriak: ”Aku ini bukan orang berdosa, mengapa kalian memaku Aku di kayu salib?” Atau mengapa Kristus tidak berkata: “Murid-murid-Ku, mengapa kalian meninggalkan Aku?” atau “Pilatus, Pilatus, apakah sebabnya engkau menjatuhkan hukuman kepada-Ku”? Tuhan tidak memanggil nama Yudas, Petrus, Pilatus atau pun murid-murid-Nya yang lain, karena Tuhan Yesus mengetahui bahwa satu relasi yang paling penting bukanlah relasi horisontal, melainkan relasi yang vertikal, yaitu relasi-Nya dengan Allah. Relasi yang penting bagi Tuhan Yesus bukanlah soal manusia bisa menjual Dia. Kristus dipaku di kayu salib bukanlah soal karena kesuksesan Yudas yang telah mengkhianati Dia. Yesus disalibkan bukan karena Pilatus yang berkuasa menjatuhkan hukuman kepada-Nya. Tetapi Yesus Kristus disalibkan karena satu sebab, yaitu karena Allah sudah menetapkan untuk meremukkan Dia sebagai korban penebus dosa kita (Yes 53:10). Kira-kira seribu tahun sebelum Yesus disalibkan, Daud menuliskan Mazmur 22:2, yang di dalamnya sudah ada perkataan: “Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan aku?” RENUNGAN Apakah teriakan Kristus ini dihafal-Nya dari Mazmur 22:2? Jikalau Kristus harus menghafal ayat ini hanya untuk mengisi kekosongan waktu dan berteriak-teriak, maka hal itu tidak mempunyai arti apa-apa. Apakah Kristus mengutip perkataan Daud, atau sebaliknya Daud digerakkan oleh Roh Kristus untuk menuliskan perkataan ini? Jawabannya adalah: bukan Kristus yang mengutip Daud, tetapi Daud digerakkan oleh Kristus untuk menuliskan penderitaan dan sengsara yang akan dialami oleh Kristus. Sebab Roh Kristus adalah Roh yang kekal, yang sudah bekerja menggerakkan para nabi melalui kuasa Roh Kudus, sebelum Kristus berinkarnasi ke dalam dunia. Jika dalam kalimat pertama di atas kayu salib, Kristus menyebut Bapa dan dalam kalimat terakhir juga mengatakan Bapa, mengapa kalimat tengah ini tidak menyebut Bapa melainkan Allah? Perkataan Kristus yang keempat ini, menunjukkan perbedaan status, sekarang Kristus berdiri bukan sebagai Allah Pribadi Kedua, melainkan sebagai orang berdosa yang menggantikan hukuman dosa anda dan saya. “Dia yang tidak mengenal dosa telah dibuat-Nya menjadi dosa karena kita, supaya di dalam Dia kita dibenarkan oleh Allah” (2 Kor 5:21). Sehingga Dia menanggung hukuman orang berdosa yang ditimpa murka Allah, karena menggantikan hukuman dosa kita. Saat kelahiran Kristus, ada terang yang besar di tengah kegelapan, tetapi saat kematian-Nya, ada kegelapan dasyat yang menutupi matahari yang sedang bersinar. Waktu lahir-Nya, Kristus membawa terang kepada dunia yang gelap, tetapi saat mati-Nya, Kristus yang adalah terang dunia, ditimpa oleh gelapnya dosa dunia. Dunia menimpakan dosa kepada diri-Nya dan Dia dihukum oleh Allah, tetapi Yesus Kristus rela menerimanya. Jikalau Yesus tidak rela menanggung dosa anda dan saya, maka tidak seorang pun yang boleh menimpakan dosanya di atas diri Dia. Jikalau Yesus tidak rela menaati kehendak Allah, tidak ada seorang pun yang dapat memaksa Dia menjalankan kehendak Allah. Jikalau Yesus tidak dengan inisiatif menyerahkan nyawa-Nya, tidak ada seorangpun dapat merebut akan hidup-Nya. Semua ini adalah karena ketaatan dan kerelaan-Nya. Dia taat sampai mati di kayu salib. Sekarang tibalah saat yang paling pekat, paling mengerikan dan memilukan yaitu ketika Kristus berteriak : “Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?” Pada waktu Dia berteriak: “Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?”, Kristus telah memberitahukan kepada kita, bahwa perjalanan-Nya dari surga mencari orang berdosa telah sampai pada satu titik penderitaan dan kepiluan yang paling besar yang kedalamannya tidak akan bisa dicapai oleh manusia. Dalam sepanjang sejarah gereja, orang-orang suci dianiaya dan mati sebagai martir karena memegang iman yang teguh kepada Yesus Kristus. Mereka tetap berpegang teguh akan janji Kristus, dan menerima penyertaan Tuhan Allah. Tetapi kematian Kristus berlawanan dengan kematian orang-orang kudus. Kristus adalah satu-satunya manusia, yang pada waktu mati, tidak mendapatkan penyertaan ataupun pertolongan dari Tuhan Allah. Allah menjauhkan diri-Nya dari Yesus. Allah memalingkan wajah-Nya dari Kristus karena segala dosa kita. Di atas kayu salib, segala kesalahan kita sebagai domba-domba-Nya telah ditimpakan kepada Dia. Meskipun Allah mencintai Kristus, bahkan Allah tidak pernah tidak mengasihi Kristus, tetapi saat itu, di atas kayu salib, murka Allah meremukkan Dia. Dia menderita sampai setuntas-tuntasnya. Cinta-Nya begitu besar, dan darah-Nya yang tidak bercampur anggur mengalir sampai penghabisan. Inilah gambaran neraka. Gambaran neraka tidak bisa kita mengerti, tetapi kita dapat tahu dari perkataan puncak Kristus yang paling memilukan di atas kayu salib: “Allah-Ku, Allah-Ku mengapa Engkau meninggalkan Aku?” Orang-orang yang mati di dalam dosa, tetap harus mengaku bahwa Allah adalah Allah, tetapi tidak ada lagi anugerah keselamatan yang turun atas diri mereka. Tidak ada lagi penghapusan atas dosa, tidak ada lagi penggantian. Pada mereka hanya ada pertanyaan , pertama, satu pertanyaan yang tidak mempunyai jawaban. Dan yang kedua, satu relasi yang terpisah dari Allah selama-lamanya. Barangsiapa yang mau mengerti kedahsyatan murka Allah, harus melihat ke kayu salib. Barangsiapa yang mau mengetahui sampai tuntas akan keadaan yang mengerikan sekali, dia harus mengerti dari perkataan keempat yang diucapkan Kristus di atas kayu salib. Kristus berkata: “Mengapa?... Mengapa?” Jikalau sampai mati kita tidak bertobat dan tidak menerima perkataan Kristus, maka yang kita kerjakan di dalam neraka adalah menanyakan satu pertanyaan: “Mengapa?” Anda akan menanyakan kepada diri sendiri, mengapa saya menolak Kristus? Mengapa saya terkatung-katung? Mengapa saya cari dukun? Mengapa saya iri hati? Mengapa saya selalu berbuat dosa? Mengapa saya tidak berdaya? Mengapa saya tidak rela dipimpin Roh Kudus? Mengapa saya tetap mengeraskan hati dan tidak mau bertobat? Hanya pertanyaan: Mengapa? Mengapa? Beratus-ratus, beribu-ribu, beratus-ratus ribu, berjuta-juta ribu kali anda akan menanyakan mengapa. Dan pertanyaan ini akan diakhiri dengan pertanyaan: Mengapa Tuhan meninggalkan aku? Dan di neraka hanya 5 RENUNGAN ada pertanyaan, di neraka hanya ada penyesalan atas tindakan yang jahat, tetapi tidak ada jalan keluar dan tidak ada lagi harapan. Apakah neraka? Neraka adalah ditinggalkan oleh Allah. Apa itu binasa? Binasa ialah hilang dari hadapan Allah selama-lamanya. Dipalingkan dari muka Bapa yang penuh kasih untuk selama-lamanya, itulah neraka. Jikalau sekarang Anda berkata: “Aku tidak mau kembali kepada Tuhan”, anda memalingkan muka terhadap khotbah-khotbah yang berani menegur dosa, anda mengeraskan hati dan mengabaikan Firman Tuhan, anda mencari ke sana-sini pendetapendeta yang menghibur dan memperbolehkan berbuat dosa, anda mencari gereja yang sesuai dengan keinginan kejahatan, anda memilih agama yang cocok untuk melampiaskan segala nafsu yang melawan Allah, jikalau anda tetap tinggal dalam keadaan yang demikian, tidak sungguh-sungguh mau bertobat dan kembali kepada Tuhan, maka anda akan tiba pada suatu tempat di mana tidak ada lagi teguran apaapa, tidak ada lagi kesempatan untuk bertobat, tidak ada lagi kebangunan rohani yang sejati, tidak ada lagi khotbah yang keras. Itu adalah neraka. Orang yang berada di neraka tidak lagi ditegur, tidak lagi diperingatkan untuk bertobat dan meninggalkan dosa, tetapi dibiarkan untuk selama-lamanya. Ia dibuang dari hadapan Allah. Orang seperti ini kehilangan relasi dan kemuliaan Allah untuk selama-lamanya. “Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?” Ini merupakan suatu keadaan jiwa yang kelu. Kalimat ini membuktikan bahwa Kristus sudah turun ke dalam tempat yang paling gelap dan dalam, menerima hukuman yang paling kejam karena segala dosa dan kejahatan kita. Dan manusia tidak mungkin mengerti perkataan ini, kecuali dia sudah masuk neraka. Yang masuk neraka juga tidak mungkin sepenuhnya mengerti, karena yang masuk neraka adalah orang berdosa, sedangkan Kristus tidak berdosa. Hal ini membuktikan kasih Kristus yang begitu besar kepada kita. Keadilan dan murka Allah atas dosa-dosa manusia berlaku tanpa kompromi ke atas diri Kristus. Siapakah saya? Siapakah anda? Anda tidak mungkin bisa melarikan diri dari hukuman Allah, hanya karena anda orang yang berkedudukan tinggi, orang kaya, atau pun 6 orang yang berasal dari keluarga Kristen! Tidak ada dispensasi, tidak ada perkecualian. Hanya ada satu jalan, yaitu dengan datang dan menggabungkan diri dengan murka yang sudah diterima oleh Kristus di atas kayu salib, maka barangsiapa berada di dalam Kristus, tidak ada lagi hukuman neraka. Anda tidak akan menemukan satu kalimat di dalam buku apa pun yang lebih menakutkan daripada kalimat di atas kayu salib ini. Allah meninggalkan Kristus di kayu salib demi engkau dan saya dapat diterima oleh Allah. Kalimat yang paling tuntas, sulit, dan menakutkan ini, justru menjadi titik akhir dari perjuangan yang keras. Dan mulai dari situlah berhentinya segala peperangan karena Kristus telah mengalahkan kuasa dosa,maut dan setan. Jikalau Kristus tidak pernah ke situ, maka itu menjadi tempat bagi engkau dan saya. Jika Kristus belum pernah ke situ, maka kutukan Allah atas dosa-dosa kita harus diterima oleh anda dan saya. Jika Kristus tidak pernah ke situ, hukuman yang tuntas harus diterima oleh anda dan saya. Barangsiapa yang mengerti perkataan: “Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?” akan mendengar di dalam kalimat itu terkandung kalimat lain yang mengatakan: “Anak-Ku, anak-Ku, Aku tidak akan meninggalkan Engkau, karena Aku sudah pernah meninggalkan Kristus bagimu.” Barangsiapa yang pernah sungguh-sungguh memahami perkataan Kristus ini dan menaati Kristus, ia tidak akan dibuang oleh Bapa sampai selama-lamanya. Puji Tuhan! Semua ini mungkin terjadi karena Kristus pernah menderita dan mengorbankan diri-Nya bagi anda dan saya. Setiap jiwa yang telah ditebus oleh Tuhan, harus bersyukur kepada Dia dan berkata kepada-Nya: “Ya Tuhan, aku mengerti kalimat ini. Aku mengerti Golgota. Di dalam keadaan yang paling kelam, Kristus sudah menjalani dengan taat demi menggantikan aku orang yang berdosa. Melalui Dia, hubunganku dengan TUHAN Allah yang rusak karena dosa, akhirnya dipulihkan. Aku bersyukur.” _____________________________________________ (Disadur dari Bab 4 buku Tujuh Perkataan Salib, Pdt. Dr. Stephen Tong) MISI Helen Roseveare Mama Luka Comes Home - Congo “IF CHRIST BE GOD AND DIED FOR ME, THEN NO SACRIFICE CAN BE TOO GREAT FOR ME TO MAKE FOR HIM.” Masa Kecil H elen lahir di kota Haileybury, Inggris, pada t a h u n 1925, yaitu 40 tahun setelah ekspedisi Stanley’s River, suatu penyelidikan untuk mempelajari Sungai Congo yang menumpahkan 1,5 juta kaki kubik air setiap detik ke dalam Samudera Atlantik. Keluarga Helen mempunyai minat mempelajari daerah-daerah koloni Inggris, di mana Afrika termasuk di dalamnya. Robert, kakak Helen mengajar di beberapa tempat di Afrika, dan ayahnya, Sir Martin Roseveare, pindah ke Malawi di umur 59 tahun dan membangun sistem pendidikan di sana. Ia tinggal di sana sampai meninggal pada umur 86 tahun. Guru sekolah minggunya sering menceritakan kehidupan di negara lain, seperti India, Afrika, dan lainnya, serta menantang anak-anak untuk mempunyai beban mengabarkan Injil bagi negara-negara tersebut. Helen dididik dalam keluarga Anglo-Catholic Church. Kerinduannya akan Tuhan diekspresikan dengan berbagai macam kegiatan, seperti membantu orang lain, berusaha menjadi baik, berusaha jujur dan penuh kasih. Sampai suatu ketika ia melihat dirinya tidak mempunyai apapun. untuk dipersembahkan bagi Tuhan. Helen mulai mempertanyakan dirinya, “Bagaimanakah aku dapat menemukan Tuhan, dan menaruh semua diriku di dalam Dia??“. 7 MISI Hidup Baru T ahun 1944, Helen mulai pendidikan untuk menjadi perawat dan masuk bidang kedokteran di Newnham College of Cambridge University. Di tempat ini ia mulai ikut dalam pelajaran Alkitab, dan masuk dalam persekutuan Kristen. Ia mulai membaca Alkitab dan Kristus menghidupi dirinya dengan hal yang lain, yaitu kerinduan untuk terus mempelajari Alkitab. Suatu hari, ketika ia sedang mempelajari kitab Roma, ia terlibat pertengkaran di meja makan dan ia tidak dapat mengendalikan emosinya. Ia berlari ke kamar dan menangis karena merasa betapa ia tidak berdaya menguasai dirinya yang mempunyai temperamen keras dan mudah marah. Helen merasa tidak berdaya, dan ia berteriak kepada Allah, di manakah Engkau, Tuhan? Bukankah Engkau berjanji mengubah diriku menjadi seperti Kristus? Seketika ia memandang ke dinding kamar, di sana ada ayat tertera di dinding, “Diamlah, dan ketahuilah bahwa Aku-lah Allah!“ (Mazmur 46:10). Dari peristiwa ini Helen menyadari bahwa ia telah memasuki babak baru hidupnya, yaitu hidup di dalam Kristus. Bertahun-tahun Helen mengikuti pemahaman Alkitab dan Roh Kudus memberikan Helen kesadaran akan dosanya, perasaan betapa ia tidak berharga di hadapan Allah yang Mahakudus. Sekarang ia merasakan adanya buah pertobatan, Allah menganugerahkan kepadanya pengampunan, sebuah anugerah yang luar biasa, ia mendapatkan sebuah relasi dengan Kristus. “Yang kukehendaki ialah mengenal Dia dan kuasa kebangkitan-Nya dan persekutuan dalam penderitaan-Nya, di mana aku menjadi serupa dengan Dia dalam kematian-Nya”.(Filipi 3:10). Helen kembali ke ruang tidurnya dan terus merenungkan ayat ini. Ayat inilah yang kelak 20 tahun kemudian memberi kekuatan dalam penderitaan Helen. Tuhan sudah mempersiapkan pekerjaan misi , bahkan sebelum Helen dipanggil sebagai misionaris. 8 Panggilan Misi K otbah Paskah pada tahun 1951 itu membahas, “Biarkan Roh Kudus mengambil alih hidupmu dan memenuhinya dengan kekudusan-Nya”. Kata-kata ini yang mendorong Helen pada tahun terakhir kuliahnya mendaftarkan diri sebagai calon misionari dalam Worldwide Evangelization Crusade (misi penginjilan dunia). Selama delapan bulan ia mengikuti pelatihan bahasa Perancis di Brussel, dan mempelajari penyakit-penyakit tropis di Antwerp. Pada saat itu Helen juga mengalami beberapa masalah, digigit anjing, penyakit gondok, dan lever. Setelah selesai menjalani masa pelatihan, Helen menghimpun pengumpulan dana dan mencari visa untuk perjalanan misinya. Pada hari Sabtu, 14 Februari 1953, Helen berlayar dari London, melalui Gibraltar, terusan Suez, menuju ke Mombosa, Kenya, kemudian melanjutkan dengan kereta api dan truk ke Nairobi. Wanita berumur 27 tahun ini berangkat meninggalkan London memenuhi panggilan misi. Tanggal 17 Maret 1953, setelah enam minggu perjalanan, Helen tiba di Ibambi, desa terpencil di bagian tenggara Congo. Di sana ia ditugaskan untuk membangun pelayanan pengobatan. Ini bukanlah pilihan kebanyakan dokter Inggris yang baru lulus setelah bertahun-tahun belajar dan pelatihan. Mereka akan memilih London sebagai masa depan mereka, tidak demikian halnya dengan Helen, panggilan misi Tuhan membawa ia ke Ibambi. Setibanya di Ibambi Helen disambut oleh Pastur Ndugu bersama dengan para tua-tuanya. Helen disambut sebagai putri mereka. Tamoma, istri dari Pastur Ndugu menghujani Helen dengan kasih, matanya yang lembut menatap Helen begitu dalam, dengan sinar kasih Kristus, yang MISI membuat Helen merasa nyaman di tanah yang berbau lumpur dan sangat minim dibandingkan dengan negaranya. Tamoma tidak pernah bertemu Helen sebelumnya, tetapi Tamoma mengasihi Helen seperti putrinya, ia telah bertahun-tahun berdoa meminta Tuhan mengirim seorang dokter untuk Ibambi. Ini adalah pertama kali dalam hidup Helen, Tuhan memperkenalkan keluarga Kristen, dengan bangsa berbeda, bahasa berbeda, yang menawarkan kepada Helen kasih Kristus. Bagi Kristus Aku Telah Menderita Karena Kehilangan Segalanya H elen ditugaskan melatih pekerja-pekerja medis, dan muridnya adalah pemuda-pemudi berumur 18 sampai 24 tahun, yang pendidikannya hanya setara dengan kelas 5 sampai kelas 7. Semua pelatihan dilakukan dalam bahasa Perancis atau bahasa Swahili, keduanya bukan bahasa Helen. Helen harus menghadapi ratusan pasien setiap harinya dengan berbagai penyakit, malaria, paru-paru basah, diare. Pekerjaan yang demikian berat dengan kondisi minim peralatan dan pekerja, menjadikan Helen orang yang pemarah dan tidak dapat mengontrol temperamennya. Helen seakan kembali ke Helen yang lama, yaitu Helen yang belum mengenal Kristus. Setiap kalimat keras dan tidak sopan keluar dari mulutnya. Helen merasa dirinya, yang berkulit putih ini, menghadapi sekian banyak masalah penyakit dari orang-orang Afrika yang berkulit hitam itu. Penginjil Danga memperingatkan Helen, bahwa Helen membutuhkan pengampunan dari Kristus karena mulutnya penuh dengan caci maki; apabila Helen tidak berubah maka Helen harus pulang ke London, karena yang mereka butuhkan adalah melihat Kristus dalam diri Helen. Helen sedemikian sedih dan ia mengerti, bahwa ia membutuhkan Kristus untuk mengubah dirinya. Tahun 1955, setelah delapan bulan di Ibambi, Helen dan timnya pindah ke Nebobongo karena ia harus mengambil alih suatu tugas yang lebih besar di sana. Nebobongo membutuhkan rumah sakit, baik untuk anak-anak, orang-orang yang berpenyakit lepra, dan berbagai penyakit tropis lainnya. Ia harus mendirikan tempat pelatihan untuk para pekerja medis, membutuhkan 100 tempat tidur untuk pasien rawat inap, dan puluhan tempat tidur untuk ibu-ibu yang melahirkan. Helen sangat mengalami kesulitan karena ia harus membuat buku pelatihan dan buku panduan dalam bahasa Swahilli. Menulis buku panduan membutuhkan banyak waktu, pada siang hari ia memeriksa yang sakit, dan malam harinya menulis buku panduan tersebut. Pada suatu hari, ketika ia sedang membantu mengangkat batu bata untuk pembangunan rumah sakit, ia dipanggil untuk operasi darurat. Hatinya berbisik, mengapa Tuhan tidak mengirim seorang misionari lain untuk urusan pembangunan ini sehingga saya dapat melayani pekerjaan medis yang saya pahami? Hatinya sedih sekali. Rabu malam berikutnya, dalam persekutuan doa jemaat, Helen menceritakan kesulitan pekerjaannya dan minta mereka berdoa untuk dirinya. Seorang tua-tua berdiri setelah selesai memimpin doa, ia berkata : “Dokter Helen, jika engkau menjadi dokter dengan baju putih, teleskop mengalungi lehermu, berbicara bahasa Perancis, dan berdiri mengambil jarak dengan kami, maka kami akan menjadi takut kepadamu, dan bahkan kami tidak mengerti apa yang engkau katakan. Tetapi pada saat engkau dengan tangan yang kasar seperti kami, tidak dihargai di luar sana, engkau berbicara bahasa kami, dan kami tertawa karena caramu bicara dalam bahasa kami, maka engkau harus mengerti bahwa kami sangat mengasihimu, dan bagaimana kami mempercayaimu untuk memimpin kami, dan mendengarkanmu bicara. Inilah cara Tuhan melalui engkau memimpin kami.” Dalam waktu satu tahun, berdirilah rumah sakit tersebut. Selesailah tugas Helen dalam hal pembangunan rumah sakit, dan setiap hari hampir 200--250 pasien datang ke rumah sakit, mereka sangat mempercayai Helen dan timnya. Helen melayani 10 tahun di rumah sakit ini, melihat bagaimana Tuhan melengkapi pekerjaannya dan memelihara orang-orang Afrika. Karena Kuasa Kebangkitan-Nya, Aku Mengenal Kristus H elen masih bergumul dengan dirinya. Suatu ketika ia kehilangan kendali terhadap seorang suster perawat, ia marah besar dan berteriak. Setiap staff melihat kemarahannya, seorang dokter misionari yang kehilangan kendali dan memarahi susternya dengan suara sangat keras. Perlahan John Mangadima mendekati Dokter Helen. Dia adalah asisten medis Helen yang pertama dilatih, dengan tenang ia menegur Helen, “Dokter Helen, saya pikir Kristus tidak akan memarahi murid-Nya seperti itu.“ Helen kembali kepada suster yang ia ma ra hi da n mint a ma a f. Tib a -t ib a H elen merasakan ia membutuhkan pengampunan dari Tuhan dan membutuhkan pemulihan. Dirinya sedemikian lelah, begitu banyak kekuatiran dan beban pelayanan, pekerjaan yang begitu besar telah menjadi beban bagi dirinya! Pastur Ndugu mengerti, Helen membutuhkan retreat, ia membutuhkan waktu untuk berdiam diri di hadapan Tuhan. Detik-detik seperti ini telah membuat Helen merasa dirinya tidak berharga untuk pekerjaan misi, ia merasa gagal. Pastur Ndugu dan istrinya Tanoma membawa Helen ke sebuah villa dan berdoa untuknya. Ia dengan suara penuh kasih mengingatkan Helen, “Helen……. mengapa engkau tidak dapat melupakan dirimu sejenak bahwa engkau 9 MISI “ Diamlah, dan ketahuilah bahwa Aku-lah Allah!“ (Mazmur 46 : 10) “Jika Kristus adalah berkulit putih? Engkau sudah membantu banyak orang Afrika mengenal Kristus, membawa mereka untuk disucikan dosanya dengan darah Kristus! Mengapa engkau tidak membiarkan Kristus melakukannya untukmu?” Helen sadar, bahwa ia di sini untuk mengabarkan Injil kepada Afrika, tetapi Tuhan melihat hatinya selalu merasa orang Afrika bukanlah orang Kristen yang baik seperti dirinya, orang kulit putih. Helen mencucurkan airmata, dia tahu apa yang menyebabkan ia seperti itu, ia tidak sungguh-sungguh mengasihi orang Afrika. “NAMUN AKU HIDUP, TETAPI BUKAN LAGI AKU SENDIRI YANG HIDUP, MELAINKAN KRISTUS YANG HIDUP DIDALAMKU”. (GALATIA 2:20) “Tuhan, mari salibkan diriku bersama Kristus, biarlah Engkau ya Tuhan yang menghidupi diriku.” Tiba-tiba ada sesuatu yang luar biasa mengalir dalam diri Helen, sesuatu yang baru, kerinduan menghidupi kasih Kristus, Tuhan Yesus sudah di sana, disalibkan dan bangkit, Roh Kudus ada dalam dirinya, tunduk, ia bukan lagi “dirinya” tetapi Kristus hidup di dalam dirinya melalui Roh Kudus. Helen kembali ke rumah sakit, ia bertemu dengan John Mangadima, serentak John berteriak, “Haleluya! Dokter, kami sudah berdoa untukmu empat tahun, sekarang aku melihat Kristus dalam dirimu.” 10 Allah dan mati bagi saya, maka tidak ada satu pun pengorbanan yang begitu besar yang dapat saya lakukan bagi Dia.” Pada tahun 1962, Helen menghadapi banyak kesulitan, kondisi Congo dengan cuaca panas terik, hujan, dan lembab, juga makanan yang tersedia sangat tergantung pada musim yang ada, kadang nasi, jagung, atau sayuran yang dimasak dengan minyak kelapa, kemiskinan. Banyak wanita mati karena melahirkan, bayi meninggal sebelum usia dua tahun. Di rumah sakit tidak ada listrik, dan mereka harus melayani setengah juta orang, di sekitar radius 800 kilometer. Rumahnya terletak di belakang rumah sakit, masih dikelilingi oleh hutan tropis. Tetapi bagi Helen, Nebobongo adalah hidupnya, Tuhan mengutus dia untuk Nebobongo. Hidup Oleh Iman “…DAN HIDUPKU YANG KUHIDUPI SEKARANG DI DALAM DAGING ADALAH HIDUP OLEH IMAN DALAM ANAK ALLAH…“ (GALATIA 2:20) MISI 30 Juli 1960, Belgia memberikan kemerdekaan kepada Congo. Seluruh kekuasaan yang dipegang Eropa dikembalikan kepada orang Afrika. Semua orang non-Afrika keluar meninggalkan Congo. Pemerintah Eropa memindahkan semua orang kulit putih dari Congo, karena dikhawatirkan terjadi penganiayaan dari orang kulit hitam sebagai balas dendam. Tetapi tidak semua orang Eropa meninggalkan Congo. Helen tetap tinggal. Helen satu-satunya orang Eropa yang masih tinggal di Nebobongo. Ia begitu takut, perlahan ia berlutut dan meminta Tuhan menghilangkan rasa takutnya, “Tuhan berikan aku seseorang yang datang menemani, aku sangat takut.” Tiba-tiba pintu terbuka, dua wanita Taadi dan Damaris dikirim oleh Tuhan, keduanya memeluk Helen yang menggigil ketakutan dan bertiga mereka berdoa untuk Nebobongo. Empat tahun kemudian, tahun 1964, terjadi pemberontakan, “Simbas” mengambil alih propinsi, terjadi pembunuhan dan di mana-mana darah berceceran. Truk dari rumah sakit secara tiba-tiba dibajak para pemberontak, dan mereka memaksa Helen mengendarainya sampai di semak belukar. John dan Joel secara diam-diam naik di belakang truk dan menyelamatkan Helen. Tetapi ketika pada satu hari di bulan Oktober 1964, kembali Simbas Guerilla masuk ke dalam rumahnya, ia tidak dapat lari, ia dipukul, dan ia merasakan ada pistol yang ditaruh di atas kepalanya. Salah satu dari pemberontak memperkosa Helen dan membawanya ke suatu tempat. Selama sepuluh minggu ia diperkosa oleh banyak pemberontak secara bergantian. “Ya Tuhanku mengapa Engkau meninggalkan aku? “Helen tidak sendirian, ada lagi beberapa wanita muda di sana, mereka memperkosa semua wanita itu. “Kristus telah menderita bagiku menggantikan diriku”, waktu hal menyakitkan itu terjadi, Helen yang sangat ketakutan terus berdoa untuk kekejaman para pemberontak. Tuhan memberikan Helen hati yang damai, hati yang menyerahkan semua penyiksaan dan ketakutannya ke dalam tangan Tuhan. Saat pemerkosaan terjadi, persekutuan doa di London sedang berdoa untuk Helen, mereka tidak mengerti apa yang terjadi tetapi Tuhan menggerakkan mereka berdoa terus tanpa henti untuknya. Akhirnya, bulan Januari 1965 Helen dan wanita-wanita lainnya dibebaskan oleh tentara nasional Congo. Helen kembali ke London, bergumul dengan kengerian dan trauma yang menimpa dirinya, memohon Tuhan menghapus dari ingatannya segala ketakutan dan kengerian yang terjadi di Nebobongo. Tuhan yang mengasihi memberikan kepada Helen pemulihan, damai sejahtera meliputi hati dan pikirannya. Helen tidak dapat melupakan Congo, teman-temannya, saudaranya dalam Kristus. Pada tahun 1966 ia kembali ke Congo, mendirikan kembali medical centre di Nyankude, di sebelah timur Congo. Jiwanya tetap sama, panggilannya untuk Afrika. Tahun 1980, sebuah ruang operasi di Nebobongo Evangelical Hospital selesai dibangun dengan fasilitas yang lebih lengkap dan baik, dan diberi nama “Mama Luka Surgical Centre“ sebagai penghormatan kepada Dr. Helen Roseveare yang telah melakukan operasi caesar pertama berapa puluh tahun yang lalu di tempat ini, dengan peralatan yang sangat minim. Penginjilan Dokter Helen Roseveare Sering dalam hidup Helen, Tuhan mempertemukan dengan orang pilihan-Nya yang harus diinjili, seperti suatu pagi di tahun 1972, sebelum berangkat pulang, Helen melihat seorang laki-laki Afrika di Uganda. Setelah mengucapkan “selamat pagi”, Helen bertanya kepadanya, “Apa yang engkau kehendaki?” Orang ini balik bertanya, “Ibu, apakah engkau orang yang dikirim? Dikirim oleh siapa? Apakah engkau dikirim oleh Allah untuk bicara mengenai Kristus?” Helen memegang orang tersebut, “Dapatkah engkau membaca?” “Tidak, aku tidak dapat membaca,” jawabnya. Helen 1 mengambil beberapa buku berwarna yang biasa ia pakai untuk menginjili mereka yang buta huruf. Helen duduk di sampingnya, menjelaskan, dan memimpinnya kepada Kristus. Helen Roseveare, wanita yang Tuhan panggil untuk pekerjaan misi sebagai dokter dan penginjil di Afrika, di mana pun, bertemu siapa pun, ia berusaha memperkenalkan Kristus, tidak peduli siapakah dia. Ia masih hidup sampai sekarang dan semangatnya menghidupi para misionari. “Hidupku bukan aku lagi tetapi Kristus hidup di dalamku“ Stir me, oh stir me, Lord till prayer is pain Till prayer is power, till prayer turns into praise Stir me till heart and will and mind, yea all Is wholly Thine to use through all the days Stir, till I learn to pray exceedingly and wait expectantly. Disadur dari buku: Faithful Women & Their Extraordinary God by Noel Piper “Biarkan Roh Kudus mengambil alih hidupmu dan memenuhinya dengan kekudusan-Nya” 11 PENGAJARAN Kekudusan Allah Bagian 1 “SAYA INGIN DENGAN SANGAT – SANGAT – SANGAT, MEMBUAT HIDUP SAYA DIBERIKAN UNTUK KRISTUS. JIWAKU BERNYANYI, “LORD, I WANT TO BE A CHRISTIAN ....“ APA YANG TERJADI ???? M ALAM ITU saya ‘dipaksa’ meninggalkan kamar tidur. Sesuatu yang kudus, asing, memanggil saya. Di sana hanya ada detak jam dinding, sangat sunyi, dan khotbah tadi siang - firman Tuhan yang saya dengar terus berdengung di pikiran saya. Perlahan saya keluar dan berjalan menuju asrama kampus, jam menunjukan pukul 11.50 tengah malam. Udara begitu dingin, kaki saya terasa beku. Bulan bersinar bulat penuh ketika saya terus berjalan menuju ruang kebaktian kecil (chapel) di tengah kampus. Pintu gereja yang besar dan tebal, dengan model Ghotic dari kayu oak, berderak keras saat saya membukanya, lalu tertutup perlahan meninggalkan bunyi yang memecah keheningan malam. Saya diam sejenak, menatap ke dalam ruangan yang sangat gelap dengan hanya secercah sinar bulan yang masuk melalui kaca jendela, maju perlahan menuju mimbar, sampai akhirnya kaki saya merasakan telah menginjak karpet yang menutupi podium mimbar, “...and there 12 I sank to my knees“. Saya telah berada dalam posisi berlutut, berdoa tanpa suara, hening, menyerahkan diri kepada Allah yang kudus. Saya merasakan kehadiran-Nya, kekudusan-Nya, jantung saya berdebar keras, thump - thump - thump berdetak di dada saya. Sesuatu yang sangat dingin bergerak ke leher saya, saya merasa sangat ketakutan. Tetapi kemudian tiba-tiba ketakutan tersebut hilang, dan gelombang yang lain hadir, bukan gelombang ketakutan, berbeda dari yang pertama, sesuatu meluap dari jiwa saya, tidak dapat saya jelaskan. Sebuah perasaan damai, damai yang memberikan ketenangan, membawa istirahat kepada jiwa yang lelah dan dipenuhi masalah. Saya merasa sedemikian tenang, damai, tidak bicara apa pun, tidak melakukan apa pun, sederhana, hanya duduk diam di hadapan Allah yang kudus. Detik itu adalah detik terjadi transfomasi jiwa saya, transformasi hidup saya, sejak dari saat itu, dan tidak ada titik balik untuk kembali ke belakang. Saya sendirian dengan Allah, Allah yang kudus, Allah yang berkuasa membuat saya ketakutan dan gemetar dalam satu detik, lalu tenang dan damai pada detik berikutnya . Saya tahu bahwa saya telah mencicipi cawan kudus, di dalam diri saya telah lahir kehausan yang baru, yang berbeda, tidak dapat dipuaskan oleh apapun dari dunia ini, kecuali oleh Dia. Kehausan akan firman-Nya, kehausan akan kehadiran-Nya. Saya ingin dengan sangat – sangat – sangat, membuat hidup saya diberikan untuk Kristus. Jiwaku bernyanyi, “Lord, I want to be a Christian...“. PENGAJARAN SEBELUMNYA, ada sesuatu yang hilang pada awal kehidupan saya sebagai orang Kristen. Saya mempunyai banyak cap / zeal sebagai orang Kristen, tetapi sebenarnya tanda tersebut sangat dangkal. Saya mengenal siapa Yesus, tetapi Allah Bapa seperti misteri yang tersembunyi, sangat asing untuk pikiran dan jiwa saya. Kelas pelajaran filsafat yang saya ikuti selama bertahun-tahun telah mengubah pikiran saya, saya telah berubah. Saya banyak mendengarkan para filsuf berdebat mengenai “reason / alasan” dan keragu-raguan atas berbagai hal, yang membuat pelajaran tersebut seperti menuju kepada sebuah jiwa yang kosong. Saya merasa pelajaran tersebut tidak memberi makanan untuk jiwa saya. Sampai ketika akhirnya malam itu, di tengah musim dingin, di gereja yang kecil, saya menjadi orang Kristen yang sesungguhnya. PADA MULANYA SEPERTI SEBUAH DONGENG, “pada mulanya” menunjukkan ada konotasi waktu. Tetapi yang menjadi masalah, dalam kitab Kejadian pasal 1, menyatakan bahwa pada mulanya tidak ada “waktu “, tidak ada “awal”, tidak ada apapun, kecuali Allah. Allah menciptakan “tanpa ada apa pun “. Seorang komposer akan mengarang lagu dengan not-not yang ditulis di atas kertas, seorang pelukis akan melukis dengan cat di atas kanvas. Tetapi Allah menciptakan hanya dengan memanggil alam semesta menjadi “ada“. Agustinus menyebut tindakan ini divine imperative/ tindakan Ilahi yang berkuasa penuh atau divine fiat (imperative / fiat= sebuah perintah yang harus dipatuhi, atau sebuah tindakan dari sebuah kehendak untuk menciptakan sesuatu). God’s fiat tidak dapat dibatasi, Dia dapat membawa sesuatu dari tidak ada, hidup dari kematian. Suara pertama yang bergema di alam semesta adalah suara Allah, suara yang memberi perintah “Jadilah! / Let there be!”. Allah memberi perintah, mungkin seperti teriakan di dalam kegelapan yang langsung menerobos kegelapan menjadi “ada” alam semesta, bertaburan dengan bintang, bulan, dan matahari, dipenuhi dengan energi, dengan segala macam tananam dan ternak. Tindakan “penciptaan“ adalah kejadian pertama dalam sejarah, awal dari sejarah. Kemudian Allah mendandani debu/ tanah liat itu dengan hembusan nafas-Nya, menjadi manusia. Tanah liat tersebut mulai berjalan, berpikir, merasakan alam sekitarnya, dan ia mulai menyembah Allah. Ia hidup dan dinyatakan sebagai peta dan teladan Allah. Perhatikan kebangkitan Lazarus dari kematiannya. Selama tiga hari di dalam gua, tubuhnya sudah membusuk. Bagaimana Tuhan Yesus membangkitkan dia? Apakah dengan menariknya keluar dengan tangan-Nya, memeriksanya, menyuntiknya dengan cairan, dan sebagainya? Tuhan Yesus berdiri jauh dari tempat Lazarus dikubur, dan Dia berteriak dengan suara keras, ”Lazarus, come forth! / datanglah kemari!“. Darah segera mengalir dalam pembuluh darah Lazarus, segala sesuatu yang rusak kembali sempurna, dan otaknya kembali bekerja, dia hidup dan keluar dari kubur. Dengan cara apa ? Dengan “divine imperative“, dengan perintah dari mulut Tuhan Yesus. Tuhan Yesus membangkitkan Lazarus dari kematian tanpa apapun, hanya dengan “perintah“. Santo Agustinus mengerti hal ini, bahwa dunia diciptakan oleh kuasa dari Sang Pencipta. Dia tahu, bahwa segala sesuatu tidak dapat “ada“ tanpa sesuatu, kecuali Allah satu-satunya yang dapat menjadikan alam semesta tanpa sesuatu (from nothing). Allah yang kita sembah adalah Allah yang tidak ada awal dan tidak ada akhir. Dia sendiri adalah Yang Mahakuasa, The Power Of Being. Dia adalah yang kekal, Dia yang mempunyai kuasa atas kematian dan hidup, Dia sendiri yang dapat memanggil dunia menjadi ada dengan “fiat”, oleh kekuatan dan kuasa dari perintah-Nya yang harus dipatuhi. Saya tahu apakah artinya “konversi”, saya mengerti apa artinya dilahirkan kembali. Dan saya tahu orang lahir baru hanya satu kali, yaitu jika Roh Kudus membangunkan jiwanya kepada hidup baru di dalam Kristus. Dia tidak berhenti dengan pekerjaan-Nya. Dia terus bekerja di dalam kita. Dia terus mengubah kita. Dan tiba-tiba setelah malam itu, saya mempunyai kerinduan yang tidak henti-hentinya untuk mengenal Allah Bapa. Saya ingin mengenal keagungan-Nya. Saya ingin mengenal kuasa-Nya. Saya ingin mengenal kekudusan-Nya melalui Kristus. ALLAH ADALAH KUDUS. Ini adalah dasar sepenuhnya yang kita harus mengerti tentang Allah, dan tentang kekristenan. Mengerti tentang kekudusan Allah adalah sentral dari pengajaran Alkitab, yang menyatakan bahwa “Kudus adalah Nama-Nya” (Lukas1:49). Nama-Nya adalah Kudus, karena Dia adalah Kudus. Di dunia ini Dia tidak selalu diperlakukan dengan ‘referensi’ kudus. Nama-Nya sering disebut dengan semena-mena oleh dunia yang kotor ini. Dunia ini hanya memberikan sedikit hormat kepada-Nya, tidak ada rasa 13 PENGAJARAN takut kepada-Nya. Apabila saya bertanya kepada umat di dalam gereja kita, “Apakah yang paling penting di gereja kita?”, pasti jawabannya berbeda-beda. Beberapa akan berkata, bahwa penginjilan yang sangat penting, diakonia dan komunitas sosial penting, penggembalaan rohani penting, tetapi saya belum mendengar bahwa Yesus adalah yang paling penting, prioritas.Apakah yang diajarkan Tuhan dalam Doa Bapa kami? Pada kalimat pertama: “Our Father in heaven, hallowed be Your Name” - Bapa kami yang di surga, dikuduskanlah nama-Mu. Tuhan Yesus mengajarkan, bahwa kita harus berdoa agar seluruh manusia menguduskan Nama-Nya, bahwa manusia bertindak dan memperlakukan Allah sebagai Allah yang kudus, memanggil nama-Nya dengan cara yang kudus . Di dalam sebuah doa ada semacam urutan. Kerajaan Allah tidak akan pernah datang, bilamana nama-Nya tidak dianggap kudus. Kehendak-Nya tidak akan terjadi di dunia seperti di surga, jika nama-Nya dinodai di sini. Di surga, nama Allah adalah kudus, dihembuskan oleh para malaikat di semak suci. Surga adalah tempat di mana total keberadaan Allah dinyatakan. Adalah suatu kebodohan bila manusia mencari kerajaan Allah tetapi tidak menghormati-Nya. Allah adakah mutlak/ absolut. Tidak satu tempat pun yang tersembunyi dari Dia. Tidak saja Dia menembus seluruh aspek hidup kita, tetapi Dia menembusnya dalam kekudusan dan kemegahan. Kita tidak mempunyai kekuatan untuk menghindarinya. Tidak akan terjadi ibadah, tidak akan ada pertumbuhan rohani, tidak akan ada ketaatan yang benar tanpa kekudusan. Ini menentukan tujuan kita sebagai orang Kristen. Allah sungguh-sungguh menyatakan, “Kuduslah, karena AKU adalah Kudus” (Imamat 11:44). Untuk mencapai tujuan tersebut, kita harus mengerti apakah ‘kekudusan’ itu. KUDUS, KUDUS, KUDUS NABI ISRAEL dalam Perjanjian Lama sesungguhnya adalah orang yang kesepian. Dia dipisahkan keluar, sendirian, oleh Allah, untuk tugas yang menyakitkan. Dia melayani seperti seorang jaksa penuntut, pembicara yang ditugaskan dari Hakim Agung surga dan bumi, untuk membawa tuntutan kepada mereka yang telah berdosa dan melanggar pagar hukum. Nabi bukanlah filsuf dunia yang menulis pendapatnya untuk didiskusikan para murid. Ia bukan penulis sebuah drama untuk dunia hiburan. Dia adalah utusan, utusan dari Raja Alam Semesta. Pemberitaannya diakhiri 14 dengan perkataan: “demikianlah firman Tuhan”. Catatan kehidupan seorang nabi tersirat seperti sejarah seorang martir. Sejarah mereka seperti laporan dalam Perang Dunia Kedua. Pengharapan kehidupan seorang nabi adalah sama seperti seorang letnan dalam pertempuran di laut. Waktu Yesus mengatakan bahwa Ia ditolak oleh manusia, menderita, dan begitu terkenal dengan penderitaannya (Yesaya 53:3), adalah jelas Ia berdiri di antara manusia dengan Allah, yang menugaskan Dia untuk menderita. Kutukan nabi adalah kesendirian, seringkali dia harus berdiam di gua-gua. Padang gurun adalah tempat pertemuan dirinya dengan Allah. Ketelanjangan sebagai lemarinya yang kosong, kayu penopang sebagai dasinya. Nyanyian-nyanyiannya dibuat dengan air mata. Orang ini bernama Yesaya bin Amos. Dalam sejarah para pahlawan Perjanjian Lama, Yesaya berdiri di luar seperti bintang yang menonjol. Dia adalah nabi diantara para nabi, Pemimpin diantara para pemimpin, dia disebut nabi besar karena jumlah tulisannya. Sebagai nabi, Yesaya bukan seperti nabi biasanya. Banyak nabi berasal dari orang sederhana - gembala, petani sedangkan Yesaya adalah orang terkenal, orang pemerintahan yang dihormati, mempunyai akses ke istana raja setiap harinya. Dia adalah orang yang mendampingi raja. Allah memakai dia untuk berbicara kepada beberapa raja di Yehuda, termasuk Raja Uzia, Yotam, Ahazia, Hizkia. NABI DIPANGGIL OLEH ALLAH, dia dipilih dan ditetapkan oleh Allah. Panggilannya mutlak, tidak dapat ditolak. Panggilan Yesaya terjadi pada tahun matinya Raja Uzia, seorang raja yang mencatat sejarah penting dalam silsilah raja-raja Israel. Ia menjadi raja di umur 16 tahun, memerintah selama 52 tahun. Ia mengembalikan Israel kepada ibadah yang benar, memerintah dengan takut akan Tuhan, dan dalam kesalehan. Allah memberkati dia karena ia merendahkan diri di hadapan Allah. Uzia membangun menara Yerusalem, tembok kota, mengalahkan Filistin dan bangsa-bangsa lainnya. Dia membuat sistem irigasi di padang gurun dan membangun sistem agrikultur nasional, ia mengembalikan kekuatan militer Yehuda dengan standar kualitas yang tinggi. Tetapi sejarah Raja Uzia ditutup dengan catatan yang menyedihkan: keberhasilannya membuatnya sombong, ia melanggar hukum Allah, ia masuk ke Bait Allah dan menyatakan mempunyai hak yang sama dengan para imam Bait Allah, yaitu dengan membakar ukupan sendiri. Di saat tersebut Allah menulahi dia dengan penyakit kusta. Ia dibuang dari PENGAJARAN rumah Tuhan (2 Tawarikh 26:21). Betapa sangat menyedihkan kalau manusia ‘dipotong’ dan dibuang dari sumbernya. Pada saat kematian Raja Uzia, seluruh Israel berkabung, meratap. Yesaya mencari penghiburan bagi hatinya yang sedih, ia datang ke Bait Allah. Raja sudah mati, tetapi waktu Yesaya masuk ke dalam bait Allah, ia melihat Raja Yang Lain, Absolut King, DIA yang bertakhta selamanya di Kerajaan Yehuda dan alam semesta.Yesaya melihat Tuhan. Tujuan akhir setiap orang Kristen adalah ingin melihat Tuhan, muka bertemu muka. Kita rindu ditutupi dengan cahaya kemuliaan-Nya. Ini adalah pengharapan setiap orang Israel, pengharapan yang dinyatakan dalam doa berkat penutup Ibadah Israel, yang paling terkenal, yang berbunyi: “TUHAN memberkati engkau dan melindungi engkau; TUHAN menyinari engkau dengan wajah-Nya dan memberi engkau kasih karunia ...” (Bilangan 6: 24-25). Pengharapan ini adalah kristalisasi dari berkat kepada Israel, dan menjadi lebih dari sekedar pengharapan bagi orang Kristen, ini menjadi sebuah “JANJI” sebagaimana dikatakan: “Sekarang kita adalah anak-anak Allah, tetapi belum nyata keadaan kita kelak; tetapi kita tahu kita akan melihat Dia sebagaimana adanya” (1 Yoh 3: 2). Teolog menyebut pengharapan yang akan datang sebagai ‘visi yang ceria’, yang menyatakan bagaimana suatu hari kita akan melihat Allah, muka bertemu muka. Kita tidak akan melihat refleksi dari semak belukar yang terbakar -sebagaimana dilihat oleh Musa atau melihat tiang awan, tetapi kita akan melihat Dia sebagaimana adanya, Dia dalam kemurnian-Nya, dalam esensi Ilahi-Nya. Saat ini kita tidak dapat melihat Allah dalam esensinya yang murni, karena sebelum itu terjadi, kita harus dimurnikan. Alkitab mengatakan, “Diberkatilah dia yang murni hatinya, karena ia akan melihat Allah“ (Matius 5:8). Tidak ada seorang pun di antara kita yang mempunyai hati yang murni, yang menjadi masalah bukan mata kita tetapi hati kita. Hanya setelah kita secara total dimurnikan di surga, maka kita dapat melihat Allah, bertemu muka dengan muka. Para serafim bukanlah orang berdosa, mereka adalah malaikat, roh, ciptaan yang dilengkapi sayap oleh Sang Pencipta untuk menutupi mukanya di hadapan Raja yang Agung (Yesaya 6:2 – Serafim dengan enam sayapnya; dua sayap menutupi mukanya, dua menutupi kakinya, dan dua sayap untuk terbang melayang). Serafim bukan dari bumi, mereka tidak diciptakan dari tanah liat, esensi mereka adalah roh, tetapi mereka adalah ciptaan. Mereka memuliakan Allah dengan mengumandangkan: “Kudus, Kudus, Kuduslah Allah yang Mahakuasa “. Nyanyian ini disebut Trisaigon artinya tiga kali “Kudus”. Kata lain yang ada dalam Perjanjian Lama, yang dipakai oleh Tuhan Yesus adalah “Truly, Truly, Truly” yang menyatakan bahwa apa yang dikatakan sangat penting. Kata truly = amin. Kita sering berpikir bahwa kata “amin” hanyalah dipakai untuk menutup doa, namun sebenarnya mempunyai pengertian sederhana yaitu “benar adanya“. Alkitab menjelaskan atribut Allah dijabarkan dalam tiga tingkatan “Kudus, Kudus,Kudus”, yang menyatakan seluruh bumi penuh dengan kemuliaan-Nya. Pada saat suara tersebut bergema, pintu jendela dan kayu penyangga Bait Allah bergoyang, dan seluruh Bait Allah dipenuhi dengan asap (Yesaya 6:4). Sangat sulit bagi banyak orang untuk mengenal dan mendapatkan pengalaman ibadah yang menggetarkan dan menggerakkan dirinya. Kita perhatikan di sini, bagaimana seluruh ciptaan - kayu, pintu, tembaga, perak - bergerak, segala sesuatu bergetar oleh kehadiran Allah. Arti dalam teks tersebut menyatakan mereka digoncangkan, seperti ada gempa bumi di tempat mereka berada. “Celakalah aku!”, Yesaya berteriak, “Aku mati, hancur. Aku adalah orang yang najis bibir, aku hidup di antara orang yang najis bibir, mataku melihat Raja, TUHAN yang Mahakuasa” (Yesaya 6:5). Bukan hanya pintu yang bergetar, tetapi semua benda dan bangunan Bait Allah bergetar, dan yang paling bergetar dan gemetar adalah Yesaya. Waktu ia melihat Allah yang hidup yang bertakhta atas seluruh alam semesta, dipresentasikan di depan matanya dalam KEKUDUSAN, Yesaya berteriak: ”Celakalah aku!” Perkataan “celakalah” adalah kata yang bersifat negatif yang biasa dipakai dalam nubuatan dari Allah, sebaliknya perkataan positifnya adalah “diberkatilah”. Pada bibir seorang nabi perkataan “celakalah” menyatakan kehancuran, kehancuran kota, kehancuran bangsa, kehancuran pribadi. Waktu Yesaya berteriak “Celakalah aku!” , teriakan kata ini adalah teriakan yang tidak biasa, meneriakkan penghakiman Allah atas dirinya sendiri, teriakan kutukan Allah atas dirinya, penghakiman laknat yang dia hadapi. Kata lain adalah “I am undone”. To be undone artinya terpecah dari jahitannya, terurai berkeping-keping. Pernyataan dari Yesaya mengungkapkan bagaimana ia mengalami “terpisah/ terputus/ disintegrate”. Perkataan integrity berasal dari kata ini, integrate. Yesaya berguling di lantai, setiap pori-pori dalam tubuhnya gemetar, ia mencari tempat 15 PENGAJARAN sembunyi, berdoa agar bumi mungkin dapat menutupi tubuhnya, sepertinya atap Bait Allah akan runtuh, tetapi dia tidak dapat bersembunyi. Ia sendirian, telanjang di hadapan Allah, merasakan kehancuran moral; jiwanya menangis keras dan hancur berkepingkeping, suara hatinya mengatakan: “engkau bersalah, bersalah, bersalah”, teriakan tersebut tidak berhenti-henti, keluar dari setiap pori-pori tubuhnya. ALLAH YANG KUDUS adalah Allah yang beranugerah, Dia tidak membiarkan Yesaya gemetar sangat ketakutan, Dia membersihkan lidahnya dengan arang panas dan memulihkan jiwanya yang hancur. Serafim mengambil sepit, membawa bara panas, bahkan sangat panas untuk seorang malaikat, membawanya ke bibir Yesaya, m e n y e n t u h d e n g a n keras ke bibirnya. Di titik pertemuan bara panas dengan bibirnya, Yesaya merasakan sebuah “api kudus” menyentuh bibirnya. Ini adalah belas kasihan Allah, sebuah penyucian yang menyakitkan. Mulutnya yang kotor dibakar, ia dibakar oleh Api yang Kudus. Dalam pembersihan / penyucian Ilahi, Yesaya mengalami pengampunan yang diberikan melalui pemurnian dari bibirnya. Ia dibersihkan, diampuni, tetapi itu semua harus dengan pertobatan yang menyakitkan. Dia meratapi dosanya, merasakan kesedihan mendalam atas moralnya, dan Allah mengirim malaikat untuk memulihkannya. Kesalahannya telah diangkat, dan dirinya tidak dihina. Imannya dibangun kembali. Sentuhan yang berarti dua, membakar bibirnya dan membawanya kepada kekekalan. Sesaat kemudian, nabi yang hancur berkeping itu menjadi utuh kembali. Mulutnya telah bersih. Ia siap diutus. Lalu aku mendengar suara Tuhan berkata: “Siapakah yang akan Ku-utus, dan siapakah yang mau pergi untuk Aku?”. Maka sahutku: “Ini aku, utuslah aku!” (Yesaya 6:8). Dua hal penting yang kita harus perhatikan: 1. Pada saat Yesaya menjawab “Inilah aku”, ini adalah sebuah jawaban yang mutlak tanpa pertanyaan, “Tuhan, inilah aku, utus aku, ya Tuhan”. Allah membuat orang yang terhina ini dipulihkan dan mengutusnya sebagai pelayannya. Allah mengambil manusia yang paling sombong, tidak layak, berdosa, dan menjadikannya seorang nabi. Allah mengambil seorang yang bermulut kotor, najis, dan membuatnya menjadi orang yang berbicara atas Nama-Nya. 16 2. Hal kedua yang kita belajar adalah: Allah bekerja dalam anugerah-Nya atas jiwa Yesaya. Identitas pribadi Yesaya tidak dibuang. “Inilah aku”, Yesaya masih dapat menyatakan dirinya “aku”, ia masih mempunyai identitas, ia masih mempunyai kepribadian yang sama sebagai Yesaya, Tuhan tidak menghancurkan pribadinya, tetapi Tuhan menyelamatkan pribadinya. Allah memulihkan dan menyembuhkan jiwanya dan pribadinya. Waktu ia meninggalkan Bait Allah, ia masih Yesaya bin Amos, ia adalah orang yang sama, tetapi mulutnya sudah dikuduskan. SETIAP KITA TIDAK LAYAK sebagai pelayan Allah, kita sangat rentan untuk menjadi munafik. Seorang yang setia kepada firman Tuhan, dan taat kepada firman, akan membuatnya lebih rendah hati. Apabila seorang pengkotbah berbicara tentang kekudusan Allah, tidak berarti bahwa ia lebih kudus daripada pendengar, tetapi kita yang mulai belajar mengenai kekudusan ALLAH, kita akan semakin mengerti betapa rentan dan tidak layaknya kita. Mengapa kita mau belajar tentang kekudusan Allah dengan lebih dalam lagi??? Karena satu hal, yaitu kita tidak kudus, kita orang biasa, orang yang datang ke gereja tetapi tidak pernah mencicipi keagungan Allah, orang yang tidak mau belajar apakah artinya telah diampuni kesalahan dan dosanya, orang yang tidak mengerti apa artinya “diutus”sebagai pelayan-Nya. Jiwaku menjerit, jiwaku membutuhkan lebih lagi, membutuhkan hadirat-Nya. Tetapi Kristus yang sudah menyentuh hidup kita dengan pengampunan-Nya, membuat kita layak, diutus oleh-Nya menjadi hamba-Nya. Renungan : Mintalah Kekudusan Allah menyentuh hidupmu. 1. Bila engkau berpikir bahwa Allah adalah kudus, apa yang terlintas dalam pikiranmu? 2. Jelaskan sebuah waktu dimana engkau mengalami “kekudusan Allah”! 3. Pernahkah engkau mengalami, bahwa engkau diperbaharui oleh kehadiran Allah, di mana engkau adalah kepingan yang hancur (undone), terputus dari hadirat-Nya? Yesaya berespon, “Celakalah aku!”, apakah respon saudara? 4. Aspek kekudusan Allah manakah dalam bacaan diatas, yang membuat engkau makin memuliakan Dia? Sumber : The Holiness of God oleh R.C.Sproul, Teolog, Penulis, dan Pendeta. TOKOH “No one is born hating Nelson another person because of the color of his skin, or his background, or his religion. People must learn to hate, and if they can learn to hate, they can be taught to love, for love comes more naturally to the human heart than its opposite.” Mandela MENGENANG NELSON MANDELA NELSON MANDELA lahir 18 Juli 1918 dalam sebuah keluarga terhormat dari suku Thembu di desa Mvezo, Afrika Selatan. Nama aslinya adalah Rolihlahla yang artinya "mencabut cabang dari pohonnya alias si pembuat kekacauan". Mandela tumbuh bersama dua saudarinya di desa Qunu. Kedua orang tuanya adalah orang Kristen yang taat. Ibunya menitipkan dia kepada kepala suku Jongintaba Dalindyebo sebagai orang tua asuhnya selama bersekolah. Mandela adalah orang pertama dalam keluarganya yang mengecap pendidikan formal. Setiap Minggu ia selalu hadir di gereja, dan iman Kristen merupakan bagian utama hidupnya. Dia menyelesaikan bangku sekolah dasarnya di sebuah sekolah yang didirikan oleh badan misi Gereja Metodis. Gurunya memberi nama baptis, Nelson. Dia sangat menonjol dalam olahraga tinju maupun juga dalam bidang akademis. Dia belajar bahasa Inggris, sejarah, dan geografi. Dalam otobiografinya "The Long Walk to Freedom", Mandela menceritakan bagaimana pengalaman awalnya dengan iman Kristen, memuji bagaimana hal itu berhubungan erat dengan masyarakat di sekitarnya: "Gereja begitu memperhatikan apa yang terjadi dengan dunia sekarang maupun yang akan datang. Saya menyaksikan dengan mata kepala sendiri, semua hal-hal yang telah dicapai di Afrika, datang melalui pekerjaan misi yang dilakukan gereja." Tahun 1939 Nelson Mandela masuk ke sebuah universitas elite, University of Fort Hare, satu-satunya universitas ala barat bagi orang kulit hitam di sana. Mandela menjadi anggota Asosiasi Pelajar Kristen dan mengajar kelas Alkitab pada hari Minggu di desa-desa terdekat. Adalah kepercayaan kepada iman Kristen yang menjauhkan Mandela dari paham komunis yang disebarkan pada tahun 1940. Mandela menyadari bahwa adalah mustahil untuk menggabungkan paham komunis yang ateis dengan imannya. Tahun berikutnya, dia dan beberapa pelajar lain termasuk temannya, Oliver Tambo, dikeluarkan karena ikut berpartisipasi dalam memboikot peraturan universitas. Mengetahui bahwa ia akan dinikahkan, Mandela terbang ke Johannesburg dan bekerja di sana, sambil menyelesaikan kuliah sarjana muda jarak jauhnya. Kemudian dia melanjutkan belajar hukum di University of Witwaterstrand, di mana dia terlibat dalam gerakan menentang diskriminasi ras, dan menjalin hubungan penting dengan aktivis kulit putih dan hitam. Tahun 1944, Mandela bergabung dalam Africa National Congress (ANC) dan bekerja dengan teman-teman anggota partai lainnya, termasuk Oliver Tambo, untuk mendirikan serikat pemuda, ANCYL. Pada tahun yang sama, dia bertemu dan menikah dengan istri pertamanya, Evelyn Ntoko Mase, sebelum mereka akhirnya bercerai pada tahun 1957. 17 TOKOH Komitmen Mandela pada politik dan ANC tumbuh semakin kuat setelah pemilihan umum tahun 1949. ANC, mengadopsi rencana ANCYL untuk mendapatkan hak kewarganegaraan penuh bagi seluruh warga Afrika Selatan melalui boikot, aksi mogok, ketidakpatuhan warga sipil, dan metode-metode non kekerasan lainnya. Mandela membantu ANC memimpin kampanye menentang hukum yang tidak adil (Defiance of Unjust Laws) pada tahun 1952, mengelilingi seluruh negeri untuk mengorganisir protes menentang peraturan-peraturan yang mendiskriminasi dan memperkenalkan suatu manifesto yang dikenal dengan Piagam Pembebasan (Freedom Charter), yang disahkan oleh Kongres Rakyat (Congress of the People) pada tahun 1955. Juga pada tahun 1952, Mandela dan Tambo membuka kantor hukum kulit hitam Afrika Selatan pertama, yang menawarkan jasa gratis atau rendah biaya untuk mereka yang dirugikan akibat apartheid tersebut. Mandela pergi ke luar negeri secara ilegal untuk menghadiri konferensi pemimpin nasionalis Afrika di Ethiopia, mengunjungi Oliver Tambo yang diasingkan ke London dan mengikuti pelatihan gerilya di Algeria. 5 Agustus 1962, sepulangnya dari sana, dia ditahan dan dijatuhi hukuman 5 tahun penjara karena ketahuan meninggalkan negara dan memicu aksi mogok pekerja tahun 1961. Ia mengumumkan ketidak-adilan apartheid, dan mengakhiri ucapannya dengan kalimat: "Saya berharap akan sebuah demokrasi yang ideal dan sebuah masyarakat bebas di mana semua orang hidup bersama secara harmonis dan dengan kesempatan yang sama. Ini adalah cita-cita yang saya harap dapat hidup untuknya dan meraihnya. Dan bila perlu, ini jugalah cita-cita yang untuknya saya siap untuk mati." Nelson Mandela menghabiskan 18 tahun pertama dari 27 tahun masa tahanannya di sebuah penjara yang brutal di Pulau Robben, sebuah sel yang sangat kecil dengan tempat tidur tanpa kasur dan kran air, serta diharuskan melakukan pekerjaan berat setiap hari. Sebagai tahanan politik kulit hitam, dia mendapatkan jatah dan keleluasaan yang lebih sedikit daripada tahanan lainnya. Pada malam hari dia belajar untuk mendapatkan gelar LLB, tetapi dia dilarang membaca koran. Dia hanya diizinkan untuk bertemu dengan istri ”SAAT AKU BERJALAN KE PINTU YANG AKAN MEMBAWAKU KE GERBANG KEBEBASANKU, AKU TAHU BAHWA JIKA AKU TIDAK MENINGGALKAN SEGALA KEPAHITANKU DAN KEBENCIANKU DI BELAKANG, MAKA AKU TETAPLAH MASIH BERADA DI DALAM PENJARA.” keduanya, Winnie Madikizela Mandela sekali dalam enam bulan. Dia terus menghadiri ibadah Minggu dan belajar bahasa Afrika agar dapat menginjili para penjaga penjara. Pada 11 Februari 1990, presiden terpilih yang baru, F.W. de Klerk, memerintahkan Mandela dibebaskan. Di saat pembebasannya, Mandela sekali lagi mengingat akan pentingnya pembaharuan hati mendahului perubahan yang bersifat ‘luar’. "Saat aku berjalan ke pintu yang akan membawaku ke gerbang kebebasanku, aku tahu bahwa jika aku tidak meninggalkan segala kepahitanku dan kebencianku di belakang, maka aku tetaplah masih berada di dalam penjara." Dalam otobiografinya ia berkata: "Tak seorangpun dilahirkan membenci orang lain karena warna kulitnya, atau pun karena latar belakangnya, atau pun agamanya. Orang harus belajar untuk dapat membenci, dan jika mereka dapat belajar membenci, mereka juga dapat diajar untuk mengasihi, karena kasih datang secara alamiah dari hati manusia daripada yang sebaliknya." 18 Walaupun penuh ketegangan dan pertentangan, pembicaraan mengenai pemerintahan multirasial membawa Mandela dan de Klerk meraih Nobel Perdamaian tahun 1993. Pada 26 April 1994, lebih dari 22 juta masyarakat Afrika Selatan memberikan hak suaranya pada pemilihan multirasial pertama dalam sejarah negara mereka. Hampir seluruhnya memilih ANC untuk memimpin negara mereka, dan 10 Mei1994 Mandela diambil sumpahnya sebagai presiden kulit hitam pertama Afrika Selatan, dengan de Klerk sebagai wakil pertamanya. Sebagai presiden, Mandela mendirikan "Truth and Reconciliation Commission" untuk menyelidiki pelanggaran hak asasi dan politis yang dilakukan baik oleh pendukung maupun penentang apartheid selama kurun waktu 1960-1994. Dia juga memperkenalkan berbagai program sosial dan ekonomi yang dirancang untuk memperbaiki standar hidup orang-orang kulit hitam di Afrika Selatan. Tahun 1996, Mandela mengetuai pembuatan undang-undang Afrika Selatan yang baru, untuk membangun pemerintahan yang kokoh ber- TOKOH dasarkan aturan umum yang melarang diskriminasi terhadap kaum minoritas, termasuk orang kulit putih. Memperbaiki hubungan antar ras, memperingatkan kaum kulit hitam untuk tidak balas dendam terhadap kaum minoritas kulit putih, dan membangun citra internasional yang baru dari Afrika Selatan yang bersatu adalah agenda pokok Presiden Mandela. Dia juga membentuk "Goverment of National Unity" yang multi ras dan menyatakan negaranya sebagai sebuah "bangsa pelangi yang damai dengan dirinya dan dengan dunia." Dalam acara Paskah di Gereja Kristen Zionist, tahun 1992 dan 1994 Mandela menyampaikan pesannya : "Kabar Baik lahir dari Mesias kita yang bangkit yang memilih bukan hanya satu ras, dan bukan juga satu negara, ataupun hanya satu bahasa saja, ataupun hanya satu suku saja, melainkan memilih seluruh umat manusia!" "Setiap Paskah merupakan tanda lahirnya kembali iman kita. Ini menandai kemenangan dari Juruselamat kita yang bangkit melampaui siksaan salib dan kubur." "Juruselamat kita, yang datang dalam rupa manusia yang dapat mati, tetapi kita yang oleh penderitaan dan penyaliban-Nya mendapatkan hidup yang tidak dapat binasa." "Hidup-Nya menyatakan kebenaran bahwa tidak perlu menanggung malu dalam masa-masa penganiayaan: mereka yang harus malu adalah mereka yang menganiaya orang lain." " Hidup-Nya menyingkapkan kebenaran bahwa tidak ada hal yang memalukan bagi mereka yang ditindas: sebaliknya malu adalah bagi mereka yang menindas orang lain." "Hidup-Nya membuktikan kebenaran bahwa tidak perlu malu bagi mereka yang dirampas haknya : mereka yang seharusnya malu adalah mereka yang merampas hak orang lain." Sebagai Presiden Afrika Selatan, Mandela berbicara dalam pertemuan Dewan Gereja-Gereja Dunia yang ke-8 di Zimbabwe tahun 1998. Dia memuji usaha gereja-gereja di Afrika Selatan untuk mengakhiri apartheid, dan menyampaikan rasa hormatnya bagi para misionaris yang telah membawa standar yang tinggi bagi pendidikan di Afrika, di mana dia pun mengecap manfaatnya semasa ia kecil. "Kalian harus sudah pernah berada di penjara apartheid Afrika Selatan untuk dapat benar-benar menghargai betapa pentingnya gereja," dia berkata dalam sidang itu. Suatu peristiwa yang tak terlupakan dari pesan rekonsiliasi perdamaian, terjadi pada tahun 1995, saat Mandela menyatukan baik kulit hitam maupun kulit putih untuk mendukung tim rugby Afrika Selatan. Ketika itu mereka menjadi tuan rumah Piala Dunia Rugby. Tim ini sejak lama merupakan simbol kekuasaan orang kulit putih selama masa apartheid dan adalah hal yang menjijikkan bagi orang kulit hitam bila ikut mendukung mereka. Waktu Springboks berhasil mencapai final melawan Selandia Baru, adalah momen yang sangat mendebarkan yang menghentikan nafas, saat Mandela, berjalan memakai seragam dan topi tim, menyalami mereka satu per satu yang hampir semuanya adalah orang kulit putih. Ini adalah kemenangan yang jauh lebih mencengangkan bagi Afrika Selatan daripada memenangkan piala kejuaraan tersebut. Tembok pemisah yang membentang berpuluh-puluh tahun runtuh seketika saat orang kulit hitam yang menyaksikan pertandingan melalui televisi mendengar seluruh orang kulit putih yang berada di stadion bersorak-sorak meneriakkan "Nelson!", "Nelson!". Momen di mana tidak ada lagi batas antara kulit hitam dan kulit putih, Afrika Selatan bersatu. Bagi Mandela, iman dibuktikan melalui "kata-kata yang ditindaklanjuti", dengan penuh hormat dan hasrat yang dalam untuk selalu menjembatani jarak menuju orang lain yaitu pada hatinya. Pada ulang tahunnya yang ke-80, tahun 1998, Mandela menikahi janda dari presiden terdahulu Mozambique, politikus dan pejuang humanis, Graca Machal. Tahun selanjutnya, dia mengundurkan diri dari politik pada akhir masa jabatan kepresidenannya yang pertama dan diteruskan oleh wakilnya, Thabo Mbeki dari ANC. Setelah meninggalkan kantornya, Nelson Mandela tetaplah seorang pejuang perdamaian dan keadilan sosial yang sangat berdevosi bagi negara dan dunia. Tahun 2009, PBB menetapkan 18 Juli sebagai Hari Internasional Nelson Mandela sebagai pengakuan atas sumbangsih bekas pemimpin Afrika Selatan ini bagi demokrasi, kebebasan, perdamaian dan hak azasi manusia di seluruh dunia. Nelson Mandela meninggal pada 5 Desember 2013 akibat infeksi paru-paru yang pertama menjangkitinya semasa ia ada di dalam penjara, kambuh. Dalam pidato pelantikannya sebagai presiden di Pretoria,10 Mei 1994, Mandela menutup dengan ucapan "Tuhan memberkati Afrika!". Sementara kata "Tuhan memberkati (God bless)" telah dengan serampangan dilontarkan, tetapi berbeda jika hal itu datang dari seorang yang tidak tergesa-gesa dengan perkataannya seperti Nelson Mandela, yang memiliki iman yang sejati dan yang begitu memperhatikan bahwa ia akan menghidupi apa yang ia telah ucapkan. Kini, rakyat Afrika Selatan sedang belajar untuk bagaimana hidup tanpa kehadiran seorang pemimpin yang begitu mereka hormati dan cintai, dan kiranya Tuhan menjawab permohonan Mandela tersebut. ____________________________________________________ Ditulis oleh : Chen Nie Sumber tulisan : history.org dan christiantoday.com 19 KESAKSIAN OMA SAYA ADALAH SEORANG IBU RUMAH TANGGA, YANG BERANAKAN TUJUH ORANG, ENAM LAKI-LAKI DAN SATU PEREMPUAN. MENJADI ISTRI SEORANG YANG KAYA DAN BERKUASA, SEPINTAS KELIHATAN SEPERTI KEHIDUPAN YANG BEGITU ENAK, SEMUA UANG DAN KUASA DAPAT DIMILIKI, TIDAK ADA ORANG YANG BERANI MELAWAN. NAMUN KENYATAANNYA, TIDAK. BANYAK KEPAHITAN TELAH DIALAMI, DAN INI MENJADI KESAKSIAN YANG SAYA TULIS, DI MANA KASIH YANG TUHAN TANAM DALAM HATINYA TIDAK DITUNDUKKAN DAN DIHANCURKAN OLEH SITUASI. 20 DALAM AWAL KEHIDUPAN SESEORANG, mungkin tidak pernah terbesit apa yang akan terjadi dalam kehidupannya, apa yang akan dia hadapi, dan apa beban hidupnya. Oma adalah seorang Kristen yang setia dan sadar betapa pentingnya ibadah dan bersekutu dengan Tuhan. Tidak heran ia selalu mengajak dan menghimbau semua anaknya untuk selalu datang ke gereja. Namun yang menjadi masalah adalah Opa. Sebagai seorang ayah dan pemimpin dalam keluarga Kristen, Opa sama sekali tidak memberikan contoh yang baik. Opa adalah seorang yang sangat terkenal. Dia mendirikan dan mengurus beberapa bandara Angkatan Udara di Indonesia, karena itu nama tengah papa saya (Jimmy Penfuto Siwalette) diambil dari salah satu bandara yang ia tangani di NTT, Bandara Penfui. Sebagai orang yang memiliki jabatan tinggi, tidak lekang membuat harta dan kuasa berada di dalam tangannya. Bahkan pernah ketika seorang anaknya terancam tidak naik kelas atau bermasalah di kelas, ia tidak akan sungkan-sungkan bernegosiasi agar anaknya tidak dikeluarkan dari sekolah. Juga ketika salah satu anaknya masuk pendidikan di bidang pesawat, dan sekolah tersebut tidak mempunyai pesawat kecil untuk praktek, Opa langsung membelikan pesawat kecil untuk dapat di-pereteli dan dipelajari di sekolah. Kasih & Kesetiaan Oma KESAKSIAN Tidak hanya kaya, ia juga memiliki pengaruh yang besar, namun bisa saya katakan bahwa Opa adalah seorang yang "jahat". Papa saya pernah bercerita, suatu kali ada seorang yang menabrak mobil Opa ketika dia berkendara, dan orang itu marah-marah kepadanya, tidak ayal Opa langsung menembak kakinya. Tidak ada yang berani melawan Opa pada masa itu. Watak dan sifat Opa menjadi contoh yang tidak baik bagi ketujuh anaknya. Dalam hal rohani, ia sebenarnya orang Kristen, namun itu hanya sekedar di KTP. Ia selalu mengajak anak-anaknya jalan-jalan setiap hari Minggu, bahkan juga mengajak banyak tetangga. Maka tidak heran kalau pada saat itu anak-anaknya tidak pernah ke gereja pada hari Minggu. Itu menjadi pergumulan bagi Oma, tetapi masih ada pergumulan yang lebih besar lagi. PERGUMULAN OMA YANG PALING BERAT adalah ketika cintanya yang besar dan indah kepada seorang pria harus dikhianati. Dia harus melihat bagaimana dirinya, yang menganggap suaminya adalah segalanya, malah dianggap bukan apa-apa oleh suaminya. Oma mengetahui bahwa Opa memiliki banyak wanita simpanan. Mereka ini harus ditunjang kehidupannya dan beberapa di antara mereka sudah memiliki anak dari Opa. Justru Opa menyuruh anaknya sendiri untuk mengantar jatah mereka, dan anaknya itu adalah papa saya. Tentu ini menanamkan kebencian dan kemarahan dalam hati papa, dan mungkin juga anak-anak lainnya. Namun Oma selalu mengatakan kepadanya untuk tetap sabar, mengasihi, dan menghormati Opa, karena bagaimanapun itu adalah ayahnya. Tidak boleh kurang ajar, demikian yang selalu Oma ajarkan. Pastinya ini sangat menyakitkan, tetapi Oma selalu ingatkan kepada papa, apa yang Alkitab ajarkan mengenai kasih. Ujian paling berat terjadi ketika salah satu wanita simpanan Opa yang paling disayanginya, tinggal di rumah bersama dengan Oma. Dan yang paling menyakitkan adalah ia sendiri harus menyingkir, tidur di kamar lain, sementara Opa di kamarnya dengan wanita itu. Sungguh itu semua mencabik hati Oma. Namun Tuhan selalu menguatkannya. Oma tidak hanya menerima keadaan itu, bahkan sampai hari tuanya dia menerima dan merawat juga anak wanita simpanan tersebut meskipun ketika itu Opa sudah meninggal. Apakah Oma pernah mengeluh di hadapan anak-anaknya dan menjelekkan suaminya karena ini semua? Mungkin bagi orang dunia iya, namun ia tidak pernah melakukannya. Sebagai seorang anak Opa, papa saya pernah mengalami masa di mana dia begitu membenci ayahnya, namun ia mengatakan kapada saya, “Satu hal luar biasa yang harus kamu pelajari dari Oma kamu....bahwa tidak pernah.... satu kalipun... Oma menjelekkan Opa dan tidak menghormati Opa di hadapan papa....”. Oma tidak hanya mengajarkan firman Tuhan kepada setiap anaknya, tetapi ia juga menghidupi firman Tuhan itu. Bukankah seringkali orang tua zaman sekarang tidak menghidupi ajaran yang ia sendiri ajarkan kepada anak-anaknya? Di tengah masa sulit, Oma tidak pernah melepaskan imannya. Di dalam keluarganya, ia adalah orang yang sangat rajin ke gereja. Ketika keadaan seperti ini membuat orang lain meninggalkan Tuhan-nya, Oma tidak. Justru ia terus mendorong anak-anaknya pergi ke gereja. Ini sangat membekas pada diri papa saya, dan mendorongnya menjadi orang Kristen yang setia dalam kehidupannya. Mungkin yang menjadi pertanyaan ironis, yang dapat ditanyakan kepada Oma seandainya ia masih hidup, adalah apakah beban berat kehidupan yang ia jalani itu berakhir dalam hitungan hari? Jawabannya: tidak. Dalam hitungan bulan? Tidak. Dalam hitungan puluhan tahun? Iya. Sampai Opa menghadapi ajalnya, semua itu baru berakhir. Tetapi justru kisah menjelang kematian Opa inilah yang luar biasa. PADA SAAT MENJELANG KEMATIAN OPA, karena sakit yang diderita, mungkin kita berpikir bahwa ia akan bertobat. Tetapi kenyataannya, belum. Sampai masuk rumah sakit pun dia belum bertobat. Semua hal buruk dalam kehidupan Oma belum berubah. Di sisi lain, ada hal baik yang tidak pernah berubah juga, yaitu Oma sekali pun tidak pernah meninggalkan Opa ketika ia sudah terbaring di ranjang rumah sakit, sementara para wanita simpanan tidak seorang pun yang datang dan menemani. Meskipun Oma dikatakan bodoh oleh teman-temannya, dia terus setia... Kasih dan kesetiaan Oma yang Tuhan ajarkan dan tanam dalam dirinya inilah yang pada akhirnya menyentuh hati Opa. Sebelum meninggal Opa mengatakan, “Terima kasih isteriku, selama ini engkau selalu setia menemani....” Mungkin itulah satu-satunya pujian bagi Oma setelah bertahun-tahun, yang tentu saja sangat membahagiakannya. Namun satu hal yang paling membahagiakan adalah, ketika pada akhirnya Opa mau percaya kepada Kristus sebelum meninggal. Mengapa bisa? Karena dia melihat Tuhan Yesus dalam kehidupan isterinya, 21 KESAKSIAN bagaimana kasih Tuhan Yesus memancar melalui Oma kepada Opa. Akhirnya Opa meninggal sebagai orang percaya. Ada dua hal yang saya pelajari dari kisah Oma, yang selalu papa tekankan untuk meneladaninya : Pertama, KESETIAAN bukanlah berarti kita berada bersama orang yang kita sayangi pada waktu senang saja, namun juga di waktu susah. Papa saya selalu mengatakan, kalau kita hanya setia di waktu senang maka kita tidak beda dengan “pelacur” (maafkan), karena kita memiliki prinsip yang sama dengan pelacur, yaitu “ada uang, abang kusayang... tidak ada uang abang kutendang”. Justru disebut “setia”, karena di waktu susah dia masih mendampingi orang yang disayanginya. Bukankah ini sifat Allah kita? Bukankah Allah kita adalah Allah yang setia, sedangkan Israel dalam kitab Yehezkiel dianggap sebagi wanita sundal yang terus menerus tidak setia dan berganti pasangan? Tetapi apakah Allah membuang umat-Nya? Allah terus memanggilnya untuk berbalik. Dan puncaknya, ketika Dia mengorbankan Anak-Nya yang Tunggal karena begitu besar kasihnya akan kita, umat-Nya. Bukankah itu setia? Maukah kita mengatakan, bahwa Allah kita adalah Allah yang “bodoh” karena kesetiaannya? Kalau Allah kita adalah Allah yang tidak setia seperti kita, sudah pasti Tuhan Yesus tidak akan mati di atas kayu salib. Kedua, KASIH KRISTUS yang ada di dalam Oma. Kasih yang ada di dalam Oma adalah kasih yang Tuhan ajarkan dalam Alkitab. Sebuah kasih yang memiliki 3 unsur: unconditional love, grace, and mercy. Bagaimana kita bisa belajar memiliki unconditional love, kalau sahabat atau orang yang kita kasihi memang memenuhi semua kondisi untuk dicintai? Bagaimana kita bisa belajar mercy, kalau orang yang kita kasihi tidak pernah berbuat salah? Bagaimana kita bisa belajar grace, kalau orang yang kita kasihi sangat layak untuk kita kasihi? Tidak ada orang yang sempurna dalam dunia ini. Oma tidak mencintai orang yang sempurna, tetapi ia belajar mencintainya dengan cara yang sempurna, yaitu dengan kasih yang diajarkan di Alkitab. Sekarang Oma memang sudah tiada. Dia sudah berpulang ke rumah Bapa pada tanggal 9 Desember 2013. Namun kasih dan kesetiaan yang ia tunjukkan dalam hidupnya menjadi contoh dan teladan bagi orang-orang yang melihatnya. Meskipun dikatakan bodoh, dia tetap mencintai dan setia terhadap suaminya, karena bukankah apa yang dipersatukan Tuhan tidak boleh dipisahkan oleh manusia? Kasihnya terhadap Opa adalah bentuk ketaatannya kepada Perintah Tuhan untuk mengasihi sesama manusia seperti mengasihi dirimu sendiri. Dan ini jelas merupakan apa yang Alkitab kehendaki dalam Amsal 31:30 “Kemolekan adalah bohong dan kecantikan adalah sia-sia, tetapi isteri yang takut akan TUHAN dipuji-puji.” Apalah artinya perempuan cantik kalau ia tidak setia? Kepada perempuan yang setia dan takut akan Tuhan, Alkitab mengatakan di Amsal 31:10 bahwa mereka “...lebih berharga daripada permata”. Apakah kasih dan kesetiaan Oma kepada pria ini tidak menjadi berkat besar? Secara sekilas tampaknya hanya suatu hal yang kecil, namun sesungguhnya memiliki berkat yang begitu besar. Karena contoh dan kesetiaan Oma mendidik anaknya-anaknya, maka Almarhum Papa menjadi seorang pendeta dan mengajar di banyak sekolah teologia, menahbiskan ratusan pendeta, mendirikan ratusan gereja, dan menjadi misionaris di pedalaman Kalimantan Barat. Dan sekarang saya, cucunya, terpanggil untuk sekolah teologi dan bisa melayani di tengah GRII Kelapa Gading. Kasih yang dikatakan “bodoh” itu, ternyata memiliki dampak yang luar biasa. Kisah ini saya tutup dengan pertanyaan yang pernah ditanyakan seseorang kepada Oma, “Oma, mengapa Oma tidak pernah mencari pria lain? Juga setelah Opa meninggal?” Mungkin bagi sebagian orang, menikah lagi adalah hal yang membahagiakan apalagi setelah apa yang Opa lakukan, namun inilah jawab Oma, dengan suara pelan karena usia tuanya, “Menikah? Tidak mauuu... saya sudah menikah... suami saya hanya satu... yang saya cinta hanya satu... sekarang dia sudah ada di surga..” Rest In Peace, Ibu Juliana Mowoka Siwalette. ______________________________________________________________________________________________ Kesaksian ditulis oleh Joshua Timothy 22 APLIKASI FASHION Pakaian di Awal Penciptaan Pada mulanya, Adam dan Hawa tidak berpakaian dan tidak merasa malu, karena mereka ditudungi kemuliaan Allah. Tetapi waktu mereka jatuh ke dalam dosa, barulah mereka merasa malu atas ketelanjangannya, yaitu karena mereka telah kehilangan kemuliaan Allah. Lalu “Tuhan Allah membuat pakaian dari kulit binatang untuk manusia dan untuk istrinya itu, lalu mengenakannya kepada mereka” (Kej 3:21). Hal ini melambangkan adanya korban penebusan dari Allah yang akan menutupi dosa umat manusia. Binatang yang dikorbankan itu merupakan bayang-bayang akan datangnya korban penebusan Kristus untuk menggantikan hukuman dosa umat manusia. Pemberian pakaian kulit binatang tersebut melambangkan pengampunan Tuhan yang memulihkan identitas manusia sebagai gambar dan rupa Allah yang telah jatuh ke dalam dosa. Pakaian itu sendiri melambangkan identitas yang benar untuk manusia yang telah ditebus dosanya. Pakaian Masa Kini Wanita sekarang hidup dalam dunia yang sangat peduli dengan bagaimana seorang wanita berpenampilan. Hal ini membawa pada budaya gengsi, sehingga banyak wanita merasa mempunyai gengsi tinggi dalam hal penampilannya, dengan apa yang dipakainya. Mereka yang mempunyai selera dan daya beli yang tinggi biasanya akan membeli barang-barang bermerek yang bisa selangit harganya. Filosofinya adalah: “I am what I wear.”Sebaliknya, banyak wanita Kristen menganut kesederhanaan berpakaian dengan alasan takut dianggap pamer atau dikatakan sensual. Pengertian seperti ini bukan prinsip kekristenan. Kesederhanaan berpakaian harus lebih mengacu pada ekspresi hati yang mengasihi Kristus dan sesama, untuk menjadi berkat untuk orang lain. Kesederhanaan berpakaian harus termotivasi oleh keinginan untuk memuliakan Tuhan.John MacArthur pernah bertanya,”Bagaimana seorang wanita dapat melihat sebuah Seperti Apa yang Pantas untuk Wanita Kristen? 23 APLIKASI garis tipis perbedaan antara berpakaian pantas dan berpakaian untuk menjadi pusat perhatian?” Jawabannya ada di motivasi hati. Seorang wanita harus menguji motif dan tujuannya dalam berpakaian, apakah untuk menunjukkan kecantikannya, atau untuk menarik lawan jenis? Dan apakah itu mengekspresikan kerendahan hati untuk menyembah Tuhan? Seorang wanita yang bertujuan menyembah Tuhan, akan berhati-hati dalam berpakaian karena hatinya akan memimpin penampilannya. Sebagai seorang wanita Kristen, apa yang kita pakai harus mengalir dari pengertian bahwa kita adalah ciptaan yang mengusung image Pencipta kita, yang menciptakan keindahan. Dan bahwa kita adalah seorang pendosa yang telah ditebus tetapi saat ini hidup dalam dunia berdosa, dan bahwa kita adalah pelayan-pelayan yang siap sedia melakukan pekerjaan-pekerjaan yang Tuhan telah siapkan, memuliakan Allah dengan bekerja dalam nama-Nya. Kesederhanaan adalah sikap hati yang memuliakan Allah, melayani orang lain, dan menyangkal diri. Tim Challies dan R. W. Glenn dalam bukunya “Kesederhanaan” mengatakan, bahwa hikmat kesederhanaan mengalir dari Injil dan memimpin pada Injil Kasih. Firman Tuhan dalam 1 Tim 2:9-10 memberikan prinsip-prinsip kesederhanaan berpakaian bagi seorang wanita Kristen. Jadi kesederhanaan seperti apa yang dimotivasi oleh kasih Tuhan dan kasih terhadap sesama? Kesederhanaan Kesederhanaan Berpakaian Berpakaian Berarti Pantas Bersifat Dalam budaya zaman ini kepantasan berpakaian menjadi suatu hal yang perlu diingat kembali, karena spirit Postmodern mencoba untuk menghilangkan norma-norma standar kepantasan ini. Menutupi Tubuh Prinsip pertama ini menjadi kontroversi di beberapa negara Barat, karena melibatkan 24 kebebasan berpakaian yang dianggap hak asasi manusia. Mereka yang berpakaian tertutup sering dianggap kuno dan ketinggalan mode. Sebaliknya ada juga yang beranggapan, mereka yang berpakaian minim, seronok, atau bahkan yang menunjukkan auratnya dapat diasosiasikan sebagai orang kafir, murtad, tercela, dan dalam hukuman Tuhan (Kej 3:7, Yes 47: 2-3, Yer 13:26, Nah 3:5, Why 3:18). Wanita yang suka berpakaian minim membuat dirinya menjadi umpan nafsu birahi, menjadikan diri mereka sendiri sebagai batu sandungan, penggoda nafsu yang menyebabkan orang lain berdosa, baik dalam pikiran maupun tindakan. Dengan berpakaian minim, tanpa sadar mereka menyangkal, bahwa sesungguhnya mereka adalah pendosa yang membutuhkan Juruselamat. Wanita Kristen adalah wanita yang ditutupi oleh pakaian fisik dan rohani. Jika kita ingin memuliakan Tuhan, kita tidak akan memakai pakaian yang menunjukkan aurat di muka umum (1 Kor 12:23). Kita harus menjaga kekudusan karena tubuh kita adalah Bait Suci di mana Roh Kudus tinggal di dalamnya. Dan jika kita mengasihi sesama, kita harus hidup saleh dengan kesaksian hidup kita dan bukan sebagai batu sandungan. Orang tua harus mengajarkan anak gadisnya pengertian mengapa kita membutuhkan pakaian dengan membaca Kejadian 3 di mana alasan utamanya adalah karena dosa. Berpakaianlah yang pantas sesuai usia. Jika kita berusia 50 tahun, jangan berpakaian seperti usia 18 tahun dengan style sangat mini dan warna menyolok. Hal ini menunjukkan ketidakpuasan akan pemeliharaan Tuhan, juga mengurangi rasa hormat orang lain terhadap kita karena kita seperti orang yang tidak bijaksana. Berpakaianlah yang pantas sebagai seorang wanita. Tidak harus selalu memakai warna pink tetapi berpakaianlah secara feminin. Bedakan mana pakaian yang pantas untuk wanita dan mana yang untuk pria. Jangan bertukar silang gender. Berpakaianlah yang pantas sebagai seorang wanita yang telah menikah. Hormatilah suami dengan tidak menghamburkan uang untuk sepotong pakaian yang harganya puluhan juta hanya demi pergaulan dan gaya hidup, terutama jika daya beli ini diatas kemampuan keuangan sehingga suami terpaksa harus berhutang atau lebih parah, korupsi, untuk memenuhi tuntutan sang istri. Hormatilah suami dengan tidak berpakaian kuno, lusuh, atau tidak sesuai dengan ukuran tubuh. Gantilah pakaian yang kotor dan bau setelah memasak di dapur dengan berpakaian yang bersih. Seorang suami pulang ke rumah akan lebih menghargai istri yang wangi dan bersih daripada seorang istri yang berdaster dengan cipratan minyak dan tubuh beraroma bawang goreng. Berpakaianlah yang pantas sesuai dengan situasi dan kondisi. Jika kita ke gereja, jangan berpakaian seperti ke pantai. Wanita yang ke gereja akan sangat tidak pantas jika berpakaian tank top, celana pendek, pakaian ketat sensual ataupun legging dengan atasan pendek memperlihatkan lekuk kaki dan paha. Juga tidak pantas jika memakai sandal jepit atau bakiak ke gereja. Sebab kita sedang datang untuk menghadap dan menyembah kepada Allah yang APLIKASI mahasuci dan mulia. Sehingga selayaknyalah kita berpakaian yang sopan demi menghormati kemuliaan Tuhan di dalam beribadah. Sebaliknya, jika kita ke pantai, jangan berpakaian formal seperti ke gereja. Hormati orang lain karena mereka tidak akan merasa nyaman dengan cara berpakaian kita yang salah kostum. Kesederhanaan Berpakaian Membuat Kita Dapat Membantu Orang Lain Jika kita bermain dengan anak-anak, tidak seharusnya memakai sepatu hak tinggi, selain dapat menyebabkan kecelakaan, juga akan mengurangi kenyamanan bermain. Jika kita pelayanan kunjungan ke rumah sakit, kita harus memakai pakaian yang bersih dan tidak bau. Jika kita pelayanan ke penjara, jangan memakai pakaian blink-blink seperti ke pesta. Cara berpakaian yang pantas dan pembawaan diri yang sederhana dapat menjadi berkat bagi orang lain karena kita menunjukkan sikap menghormati dan mengasihi mereka. Kesederhanaan Berpakaian Berarti Tidak Berlebihan Berlebihan maksudnya selalu berpakaian glamor dan bermerek, selalu membeli fashion yang mengikuti trend, selalu memakai baju baru di setiap ibadah Minggu di gereja, memamerkan tas puluhan juta rupiah dan gadget terkini supaya diterima di lingkungan. Hal-hal ini hanya memamerkan hati yang mencintai diri sendiri, mementingkan penampilan luar dan perhatian manusia. Bukan hati yang berkeinginan membawa kemuliaan pada Tuhan dan melayani sesama. Dalam hal ini, kenakanlah kebijaksanaan dan kontrol diri (Ef 5:15). Banyak orang sulit membedakan antara kebutuhan dan keinginan, toleransi dan ego. Hasrat manusia untuk memenuhi keinginan semakin lama tidak akan berkurang, sebaliknya malah semakin besar, apalagi jika kemampuan, terutama materi, memadai bahkan berlebih. Oleh karena itu, ada orang yang disebut sebagai social climber yang selalu ingin berada di atas dalam pergaulan, tanpa tahu seberapa jauh mereka akan mendaki. Di sini, prinsip hidup yang benar harus berdiri tegak di tengah-tengah gaya hidup yang konsumtif dan norma-norma kebenaran yang semakin berkurang. Kita tetaplah pribadi yang sama meski tidak berpakaian mahal, yaitu pribadi yang diciptakan sesuai dengan peta dan teladan Allah. Hubungan sosial dalam pergaulan yang benar berkaitan dengan apa yang dilakukan, bukan apa yang dimiliki. Gunakanlah energi untuk membantu orang lain. Fokus tindakan bukanlah semata untuk diri sendiri tetapi juga untuk orang lain. Sebab materialisme tidak dapat mengisi kekosongan jiwa manusia. Oleh karena itu, isilah kekosongan dalam hidup dengan tujuan hidup yang benar. Kesederhanaan Berpakaian dengan Menghormati Budaya Dengan mengikuti norma budaya berpakaian dari suatu daerah atau negara tertentu di mana kita berada, kita memberikan kasih dan hormat terhadap masyarakatnya. Kita tidak akan berpakaian yang menghina atau menyinggung budaya setempat. Contohnya, kita tidak akan memakai bikini di negara-negara Islam Timur Tengah. Missionaris Hudson Taylor dan Amy Charmichael memakai baju daerah setempat pada saat penginjilan di daerah tersebut. Sebaliknya, kita tidak harus terpengaruh dengan budaya yang mengalami degradasi moral dengan berpakaian terbuka memamerkan anggota tubuh yang tidak pantas, seperti umumnya di negara-negara barat. Kesederhanaan Berpakaian Adalah Suatu Keindahan Wanita Kristen selayaknya berpakaian indah. Di sini berarti bukan berlebihan, glamor atau sensual, tetapi penampilannya indah. Seringkali kesederhanaan berpakaian diartikan secara dangkal dengan tidak mempunyai selera penampilan dan berpakaian seenaknya. Mengikuti trend mode yang sesuai sah-sah saja, tetapi jika memaksakan diri dengan trend pakaian yang tidak sesuai dengan usia, bentuk tubuh, dan kepribadian, akan menjadi beban yang membuat diri sebagai korban mode. Tuhan menciptakan dan mencintai keindahan. Dalam hal ini, Kristus adalah sosok yang terindah. Anak-anak Tuhan juga harus mencintai keindahan segala sesuatu yang Tuhan berikan. Dengan berpakaian yang tidak pantas, kita tidak memuliakan Tuhan dengan keindahan. Wanita Kristen harus menunjukkan pengertian yang benar tentang keindahan. Kesederhanaan mengandung keanggunan yang menyiratkan keindahan. Berpakaian dalam keindahan yang benar, keindahan yang merefleksikan Penciptanya, dan dapat menjadi kesaksian hidup yang memuliakan Allah. _______________________________ dari : Renungan Pdt. Billy Kristanto dan berbagai sumber 25 Keindahan Tanah Toraja TORAJA Berjuang untuk Maju Perjuangan dalam Pelayanan Pagi yang Hening TORAJA Betapa Indahnya ciptaan Tuhan