Eli Eli Lama Sabakhtani Helen Rooseveare Kekudusan Allah

advertisement
Gratia
VOL. 2 - MARET 2014
Renungan:
Eli Eli Lama Sabakhtani
Misi:
Helen Rooseveare
Pengajaran:
Kekudusan Allah
Tokoh:
Nelson Mandela
Kesaksian:
Kasih & Kesetiaan Oma
Fashion:
Aplikasi
TIDAK UNTUK DIJUAL (GRATIS)
Dari Redaksi
Gratia
Penasihat Redaksi :
Pdt. Billy Kristanto
Pemimpin Redaksi :
Murniaty Santoso
Wakil Pemimpin Redaksi :
Krissy P. Wong
Sekretaris Redaksi :
Kartika Tjandra
Editor :
Mira Susanty
Redaktur Pelaksana :
Oktavina Toding Ratta
Design / Layout :
Natasha Santoso
Produksi :
Krissy P. Wong
Komunitas :
Rina Iskandar
Megawati Wahab
Photographer :
Lilies Santoso
Distribusi :
Felicia Lie
Audi Teddy
Email :
[email protected]
Alamat Redaksi :
Jl. Boulevard Raya QJ 3
No. 27-29 Kelapa Gading
Jakarta Utara 14240
B
anyak penderitaan yang dialami oleh wanita,
tetapi Kasih Allah merubah dukacita menjadi sukacita.
Penderitaan diatas kayu salib dan kebangkitan-Nya
menyatakan kemenangan atas kuasa maut, dosa dan
iblis.
Apakah kita telah mengalami Kekudusan dan
Kasih Allah yang menundukkan rasio dan kesombongan
kita ???. Apakah kita telah berlutut dan berkata “ Lord,
I want to be a Christian, in my heart “.
Doa kami agar setiap tulisan menjadi berkat bagi
pembaca dan memberikan pengharapan dan sukacita
hanya didalam DIA.
Soli Deo Gloria
RENUNGAN
Jam sembilan pagi, Kristus dipaku di
atas kayu salib, dan pada tiga jam berikutnya, Ia terpanggang oleh teriknya sinar matahari. Keringat mengalir masuk ke
dalam luka-luka Yesus Kristus dan kelubang
paku yang ada ditangan dan kaki-Nya.
Keringat-Nya bercampur dengan darah.
Kesakitan yang diderita-Nya tidak bisa ditahan oleh orang biasa, tetapi Kristus tetap
tenang. Setelah tiga jam berada di bawah
teriknya matahari, maka terjadilah suatu hal
yang ajaib, suatu tanda yang besar yang
dinyatakan dari langit. Kegelapan yang
dahsyat menudungi daerah itu. Orang-orang yang mencaci maki di bawah salib
mulai menjadi lelah, orang-orang dan perampok yang melontarkan penghinaan mulai reda, lagipula siapakah
yang tahan terus menerus memaki orang
selama berjam-jam? Keadaan menjadi
sunyi, mereka tidak tahu bahwa yang terjadi
di Golgota saat itu adalah satu peristiwa
yang mempunyai makna paling penting di
sepanjang zaman.
“Manusia tidak mungkin
mengerti perkataan ini,
kecuali jika dia sudah
masuk neraka.”
ELI, ELI, LAMA SABAKHTANI ?
Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku ?
Apakah arti dari kegelapan dahsyat
yang menudungi bumi ini? Bukankah orang
Yahudi pernah bertanya kepada Yesus Kristus
tentang asal dari kuasa yang dinyatakan-Nya?
(Mat 21:23).Yesus Kristus menjawab pertanyaan
itu dengan pertanyaan pula, bukan dengan
jawaban. Kristus balik bertanya kepada mereka: ”Dari manakah baptisan Yohanes?
Dari surga atau dari manusia?” Para tua-tua
Yahudi itu tidak bisa menjawab, lalu mencari
sesuatu untuk menuduh dan menjatuhkan
hukuman mati agar membasmi Dia dari muka
bumi. Salah satu kalimat permintaan mereka
kepada Yesus saat itu adalah untuk menunjukkan tanda dari surga (Mat 16:1). Tetapi Yesus
tidak menjawab dan tidak memperlihatkan
tanda apa pun dari langit kepada mereka
sampai pada waktu Ia dipaku di atas kayu
salib.
Di atas kayu salib itulah tanda ajaib
yang diminta oleh orang Yahudi, diberikan kepada mereka. Tanda ajaib itu bukanlah
tanda yang menggembirakan melainkan
kegelapan dasyat telah menudungi seluruh
bumi, sehingga orang tidak bisa menerobos
atau pun mengusir kegelapan itu dari mereka.
Alam semesta yang dicipta Allah, mendadak
memberikan pernyataan, bahwa mereka tidak
setuju akan tindakan yang tidak berperikemanusiaan terjadi dimuka bumi, dimana disana
telah menjadi pusat agama pada zaman itu.
Yang menuduh Kristus bukanlah orang kafir.
Niat untuk menyalibkan dan membunuh Kristus
bukan timbul dari pikiran orang yang tidak
mengenal Allah. Justru ini adalah satu rencana
pengkhianatan dari bangsa yang menamakan
diri kaum pilihan Allah. Kristus dipaku, dihukum,
dibunuh oleh orang-orang yang menamakan
3
RENUNGAN
diri sebagai orang yang katanya beribadah
kepada Allah, memiliki hukum Taurat, mencintai Allah dan mempunyai agama yang
langsung diwahyukan oleh Tuhan. Apakah
arti menjadi orang Kristen? Apakah arti menamakan diri sebagai orang yang mengenal Allah? Apakah perbedaan antara kita sebagai
orang Kristen dengan orang lain yang ateis,
fasik, dan mereka yang tidak mengenal Yesus
Kristus?
Kita dapat melihat seluruh kerusakan
hati manusia yang dinyatakan pada waktu
Kristus dipaku di atas kayu salib. Salib Kristus
adalah tempat di mana segala oknum harus
menyatakan reaksi mereka. Setan menyatakan
kejahatannya, manusia menyatakan dosa-dosa yang dilontarkan kepada Kristus di atas
Golgota, dan Allah menyatakan keadilan-Nya
ke atas Yesus Kristus. Kedua perampok
menyatakan reaksi mereka kepada Yesus
Kristus, orang-orang di tengah jalan
menyatakan ketidakpedulian mereka kepada
salib Yesus Kristus. Salib Kristus adalah satusatunya tempat di mana semua orang harus
menyatakan reaksi mereka kepada Tuhan
dan Juruselamat kita.
Sesudah kegelapan itu terjadi, barulah
orang-orang menyadari bahwa matahari tidak
bersinar (Luk 23:44-45). Orang-orang yang
memaku dan menjatuhkan hukuman dengan
semena-mena menjadi takut dan gentar.
Pilatus tidak bisa menjelaskan mengapa
matahari tidak bersinar. Pemimpin-pemimpin
agama dan orang-orang Yahudi menjadi
takut dan terdiam. Tidak ada suara di Golgota.
Di tengah-tengah kegelapan yang dasyat
mereka menjadi sunyi. Dalam kegelapan ini,
Yesus Kristus tidak mengucapkan satu kalimat
pun. Jadi suara apakah yang mengisi kesunyian
pada waktu kegelapan itu? Hanya keluhan
dan rintihan dari perampok-perampok di atas
kayu salib yang tidak bisa menahan kesakitan.
Setelah tiga jam lewat, Kristus mengucapkan
kalimat yang keempat di atas salib, Dia berteriak:
“Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau
meninggalkan Aku?” Suara yang memilukan
dan penuh penderitaan itu bukan saja
menggentarkan hati manusia yang ada di
bukit Golgota, tetapi suara yang keras telah
menggema di awan-awan dan seluruh alam
semesta. Perkataan Kristus ini adalah yang
paling sulit dimengerti.
Martin Luther pernah memikirkan ayat
ini selama berjam-jam dan akhirnya dia berdiri
sambil memukul dadanya dan berkata:
“Siapakah dapat mengerti bahwa Allah
meninggalkan Allah?” Allah-Nya Allah hanya
ditulis dalam Ibrani 1:8-9. Kristus adalah Allah
4
Anak, Pribadi Kedua Tritunggal yang diutus
oleh Allah Bapa, Pribadi Pertama Tritunggal.
Allah Pribadi Kedua adalah Allah yang telah
menjadi manusia yang mencintai kebenaran,
keadilan, dan membenci segala dosa dan
kefasikan. Allah Pribadi Pertama mengurapi
Dia dengan minyak surgawi, minyak sukacita.
Tetapi kini di atas kayu salib Allah Bapa
mengurapi Allah Anak dengan tudungan
kegelapan yang agung. Di dalam menyelamatkan manusia, perlu tiba suatu saat yang
paling sulit bagi Yesus Kristus, itulah saat di
waktu Dia berteriak: “Allah-Ku, Allah-Ku,
apakah sebabnya Engkau meninggalkan Aku?”
Di dalam kita mengikut Kristus, kadangkadang Allah mengizinkan satu kegelapan
yang besar terjadi dalam hidup kita. Kita
mungkin berteriak: “Allahku, Allahku,
mengapa Engkau meninggalkan aku?” dan
kita dapat sedikit mengerti akan perkataan
Yesus. Tetapi tidak mungkin ada satu orang
pun yang dapat menyelami dan mengerti
dengan tuntas, bahkan sampai di dalam
kekekalan, akan perkataan Kristus ini. Apakah
sebabnya? Karena yang mengatakan kalimat
ini bukanlah manusia yang berdosa.
Tetapi mengapa Kristus ditinggalkan
Allah padahal Dia tidak pernah berdosa?
Mengapa Yesus Kristus tidak berteriak: ”Yudas,
Yudas, mengapa engkau menjual Aku?” atau
“Petrus, Petrus, mengapa engkau tiga kali
menyangkal Aku?” Mengapa Tuhan Yesus
tidak berteriak: ”Aku ini bukan orang berdosa,
mengapa kalian memaku Aku di kayu salib?”
Atau mengapa Kristus tidak berkata: “Murid-murid-Ku, mengapa kalian meninggalkan
Aku?” atau “Pilatus, Pilatus, apakah sebabnya
engkau menjatuhkan hukuman kepada-Ku”?
Tuhan tidak memanggil nama Yudas, Petrus,
Pilatus atau pun murid-murid-Nya yang lain,
karena Tuhan Yesus mengetahui bahwa satu
relasi yang paling penting bukanlah relasi
horisontal, melainkan relasi yang vertikal, yaitu
relasi-Nya dengan Allah. Relasi yang penting
bagi Tuhan Yesus bukanlah soal manusia bisa
menjual Dia. Kristus dipaku di kayu salib bukanlah soal karena kesuksesan Yudas yang telah
mengkhianati Dia. Yesus disalibkan bukan
karena Pilatus yang berkuasa menjatuhkan
hukuman kepada-Nya. Tetapi Yesus Kristus
disalibkan karena satu sebab, yaitu karena
Allah sudah menetapkan untuk meremukkan
Dia sebagai korban penebus dosa kita
(Yes 53:10).
Kira-kira seribu tahun sebelum Yesus disalibkan, Daud menuliskan Mazmur 22:2, yang
di dalamnya sudah ada perkataan: “Allahku,
Allahku, mengapa Engkau meninggalkan aku?”
RENUNGAN
Apakah teriakan Kristus ini dihafal-Nya dari Mazmur 22:2? Jikalau Kristus harus menghafal
ayat ini hanya untuk mengisi kekosongan waktu
dan berteriak-teriak, maka hal itu tidak mempunyai arti apa-apa. Apakah Kristus mengutip
perkataan Daud, atau sebaliknya Daud
digerakkan oleh Roh Kristus untuk menuliskan
perkataan ini? Jawabannya adalah: bukan
Kristus yang mengutip Daud, tetapi Daud
digerakkan oleh Kristus untuk menuliskan
penderitaan dan sengsara yang akan dialami
oleh Kristus. Sebab Roh Kristus adalah Roh yang
kekal, yang sudah bekerja menggerakkan para
nabi melalui kuasa Roh Kudus, sebelum Kristus
berinkarnasi ke dalam dunia.
Jika dalam kalimat pertama di atas kayu
salib, Kristus menyebut Bapa dan dalam kalimat
terakhir juga mengatakan Bapa, mengapa kalimat
tengah ini tidak menyebut Bapa melainkan
Allah? Perkataan Kristus yang keempat ini,
menunjukkan perbedaan status, sekarang Kristus
berdiri bukan sebagai Allah Pribadi Kedua,
melainkan sebagai orang berdosa yang
menggantikan hukuman dosa anda dan saya.
“Dia yang tidak mengenal dosa telah dibuat-Nya
menjadi dosa karena kita, supaya di dalam Dia
kita dibenarkan oleh Allah” (2 Kor 5:21). Sehingga
Dia menanggung hukuman orang berdosa
yang ditimpa murka Allah, karena menggantikan
hukuman dosa kita. Saat kelahiran Kristus, ada
terang yang besar di tengah kegelapan, tetapi
saat kematian-Nya, ada kegelapan dasyat
yang menutupi matahari yang sedang bersinar.
Waktu lahir-Nya, Kristus membawa terang
kepada dunia yang gelap, tetapi saat mati-Nya,
Kristus yang adalah terang dunia, ditimpa oleh
gelapnya dosa dunia. Dunia menimpakan dosa
kepada diri-Nya dan Dia dihukum oleh Allah,
tetapi Yesus Kristus rela menerimanya.
Jikalau Yesus tidak rela menanggung dosa
anda dan saya, maka tidak seorang pun yang
boleh menimpakan dosanya di atas diri Dia.
Jikalau Yesus tidak rela menaati kehendak Allah,
tidak ada seorang pun yang dapat memaksa
Dia menjalankan kehendak Allah. Jikalau Yesus
tidak dengan inisiatif menyerahkan nyawa-Nya,
tidak ada seorangpun dapat merebut akan
hidup-Nya. Semua ini adalah karena ketaatan
dan kerelaan-Nya. Dia taat sampai mati di kayu
salib. Sekarang tibalah saat yang paling pekat,
paling mengerikan dan memilukan yaitu ketika
Kristus berteriak : “Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa
Engkau meninggalkan Aku?”
Pada waktu Dia berteriak: “Allah-Ku,
Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan
Aku?”, Kristus telah memberitahukan kepada
kita, bahwa perjalanan-Nya dari surga mencari
orang berdosa telah sampai pada satu titik
penderitaan dan kepiluan yang paling besar
yang kedalamannya tidak akan bisa dicapai
oleh manusia. Dalam sepanjang sejarah gereja,
orang-orang suci dianiaya dan mati sebagai
martir karena memegang iman yang teguh
kepada Yesus Kristus. Mereka tetap berpegang
teguh akan janji Kristus, dan menerima
penyertaan Tuhan Allah. Tetapi kematian Kristus
berlawanan dengan kematian orang-orang
kudus. Kristus adalah satu-satunya manusia,
yang pada waktu mati, tidak mendapatkan
penyertaan ataupun pertolongan dari Tuhan
Allah. Allah menjauhkan diri-Nya dari Yesus. Allah
memalingkan wajah-Nya dari Kristus karena
segala dosa kita. Di atas kayu salib, segala
kesalahan kita sebagai domba-domba-Nya
telah ditimpakan kepada Dia. Meskipun Allah
mencintai Kristus, bahkan Allah tidak pernah
tidak mengasihi Kristus, tetapi saat itu, di atas
kayu salib, murka Allah meremukkan Dia. Dia
menderita sampai setuntas-tuntasnya. Cinta-Nya
begitu besar, dan darah-Nya yang tidak bercampur anggur mengalir sampai penghabisan.
Inilah gambaran neraka. Gambaran neraka
tidak bisa kita mengerti, tetapi kita dapat tahu
dari perkataan puncak Kristus yang paling
memilukan di atas kayu salib: “Allah-Ku, Allah-Ku
mengapa Engkau meninggalkan Aku?”
Orang-orang yang mati di dalam dosa,
tetap harus mengaku bahwa Allah adalah
Allah, tetapi tidak ada lagi anugerah
keselamatan yang turun atas diri mereka. Tidak
ada lagi penghapusan atas dosa, tidak ada lagi
penggantian. Pada mereka hanya ada pertanyaan , pertama, satu pertanyaan yang tidak
mempunyai jawaban. Dan yang kedua, satu
relasi yang terpisah dari Allah selama-lamanya.
Barangsiapa yang mau mengerti kedahsyatan
murka Allah, harus melihat ke kayu salib.
Barangsiapa yang mau mengetahui sampai
tuntas akan keadaan yang mengerikan sekali,
dia harus mengerti dari perkataan keempat
yang diucapkan Kristus di atas kayu salib. Kristus
berkata: “Mengapa?... Mengapa?” Jikalau
sampai mati kita tidak bertobat dan tidak
menerima perkataan Kristus, maka yang kita
kerjakan di dalam neraka adalah menanyakan
satu pertanyaan: “Mengapa?” Anda akan
menanyakan kepada diri sendiri, mengapa
saya menolak Kristus? Mengapa saya terkatung-katung? Mengapa saya cari dukun? Mengapa
saya iri hati? Mengapa saya selalu berbuat
dosa? Mengapa saya tidak berdaya? Mengapa
saya tidak rela dipimpin Roh Kudus? Mengapa
saya tetap mengeraskan hati dan tidak mau
bertobat? Hanya pertanyaan: Mengapa? Mengapa? Beratus-ratus, beribu-ribu, beratus-ratus ribu, berjuta-juta ribu kali anda akan menanyakan mengapa. Dan pertanyaan ini
akan diakhiri dengan pertanyaan: Mengapa
Tuhan meninggalkan aku? Dan di neraka hanya
5
RENUNGAN
ada pertanyaan, di neraka hanya ada
penyesalan atas tindakan yang jahat, tetapi
tidak ada jalan keluar dan tidak ada lagi
harapan.
Apakah neraka? Neraka adalah
ditinggalkan oleh Allah. Apa itu binasa? Binasa
ialah hilang dari hadapan Allah selama-lamanya. Dipalingkan dari muka Bapa yang penuh
kasih untuk selama-lamanya, itulah neraka. Jikalau sekarang Anda berkata: “Aku tidak
mau kembali kepada Tuhan”, anda
memalingkan muka terhadap khotbah-khotbah
yang berani menegur dosa, anda
mengeraskan hati dan mengabaikan Firman
Tuhan, anda mencari ke sana-sini pendetapendeta yang menghibur dan memperbolehkan berbuat dosa, anda mencari
gereja yang sesuai dengan keinginan
kejahatan, anda memilih agama yang cocok
untuk melampiaskan segala nafsu yang
melawan Allah, jikalau anda tetap tinggal
dalam keadaan yang demikian, tidak sungguh-sungguh mau bertobat dan kembali
kepada Tuhan, maka anda akan tiba pada
suatu tempat di mana tidak ada lagi teguran
apaapa, tidak ada lagi kesempatan untuk
bertobat, tidak ada lagi kebangunan rohani
yang sejati, tidak ada lagi khotbah yang keras.
Itu adalah neraka. Orang yang berada di
neraka tidak lagi ditegur, tidak lagi
diperingatkan untuk bertobat dan
meninggalkan dosa, tetapi dibiarkan
untuk selama-lamanya. Ia dibuang dari
hadapan Allah. Orang seperti ini kehilangan
relasi dan kemuliaan Allah untuk
selama-lamanya.
“Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau
meninggalkan Aku?” Ini merupakan suatu
keadaan jiwa yang kelu. Kalimat ini membuktikan bahwa Kristus sudah turun ke
dalam tempat yang paling gelap dan
dalam, menerima hukuman yang paling
kejam karena segala dosa dan kejahatan
kita. Dan manusia tidak mungkin mengerti
perkataan ini, kecuali dia sudah masuk neraka.
Yang masuk neraka juga tidak mungkin
sepenuhnya mengerti, karena yang masuk
neraka adalah orang berdosa, sedangkan
Kristus tidak berdosa. Hal ini membuktikan
kasih Kristus yang begitu besar kepada kita.
Keadilan dan murka Allah atas dosa-dosa
manusia berlaku tanpa kompromi ke atas diri
Kristus. Siapakah saya? Siapakah anda? Anda
tidak mungkin bisa melarikan diri dari hukuman
Allah, hanya karena anda orang yang
berkedudukan tinggi, orang kaya, atau pun
6
orang yang berasal dari keluarga Kristen! Tidak
ada dispensasi, tidak ada perkecualian.
Hanya ada satu jalan, yaitu dengan datang
dan menggabungkan diri dengan murka
yang sudah diterima oleh Kristus di atas kayu
salib, maka barangsiapa berada di dalam
Kristus, tidak ada lagi hukuman neraka. Anda
tidak akan menemukan satu kalimat di dalam
buku apa pun yang lebih menakutkan
daripada kalimat di atas kayu salib ini.
Allah meninggalkan Kristus di kayu salib
demi engkau dan saya dapat diterima oleh
Allah. Kalimat yang paling tuntas, sulit, dan
menakutkan ini, justru menjadi titik akhir dari
perjuangan yang keras. Dan mulai dari situlah
berhentinya segala peperangan karena Kristus
telah mengalahkan kuasa dosa,maut dan
setan. Jikalau Kristus tidak pernah ke situ, maka
itu menjadi tempat bagi engkau dan saya.
Jika Kristus belum pernah ke situ, maka kutukan
Allah atas dosa-dosa kita harus diterima oleh
anda dan saya. Jika Kristus tidak pernah ke
situ, hukuman yang tuntas harus diterima oleh
anda dan saya. Barangsiapa yang mengerti
perkataan: “Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa
Engkau meninggalkan Aku?” akan mendengar
di dalam kalimat itu terkandung kalimat lain
yang mengatakan: “Anak-Ku, anak-Ku, Aku
tidak akan meninggalkan Engkau, karena Aku
sudah pernah meninggalkan Kristus bagimu.”
Barangsiapa yang pernah sungguh-sungguh
memahami perkataan Kristus ini dan menaati
Kristus, ia tidak akan dibuang oleh Bapa sampai selama-lamanya. Puji Tuhan! Semua ini
mungkin terjadi karena Kristus pernah
menderita dan mengorbankan diri-Nya bagi
anda dan saya. Setiap jiwa yang telah ditebus
oleh Tuhan, harus bersyukur kepada Dia dan
berkata kepada-Nya: “Ya Tuhan, aku mengerti
kalimat ini. Aku mengerti Golgota. Di dalam
keadaan yang paling kelam, Kristus sudah
menjalani dengan taat demi menggantikan
aku orang yang berdosa. Melalui Dia,
hubunganku dengan TUHAN Allah yang rusak
karena dosa, akhirnya dipulihkan. Aku bersyukur.”
_____________________________________________
(Disadur dari Bab 4 buku Tujuh Perkataan Salib,
Pdt. Dr. Stephen Tong)
MISI
Helen
Roseveare
Mama Luka Comes Home - Congo
“IF CHRIST BE GOD AND DIED FOR ME, THEN NO SACRIFICE
CAN BE TOO GREAT FOR ME TO MAKE FOR HIM.”
Masa Kecil
H
elen lahir di kota Haileybury, Inggris, pada t a h u n
1925, yaitu 40 tahun setelah ekspedisi Stanley’s River, suatu penyelidikan untuk mempelajari Sungai
Congo yang menumpahkan 1,5 juta kaki kubik air setiap
detik ke dalam Samudera Atlantik. Keluarga Helen mempunyai minat mempelajari daerah-daerah koloni Inggris,
di mana Afrika termasuk di dalamnya. Robert, kakak Helen mengajar di beberapa tempat di Afrika, dan ayahnya, Sir Martin Roseveare, pindah ke Malawi di umur
59 tahun dan membangun sistem pendidikan di sana. Ia
tinggal di sana sampai meninggal pada umur 86 tahun.
Guru sekolah minggunya sering menceritakan kehidupan di negara lain, seperti India, Afrika, dan lainnya, serta menantang anak-anak untuk mempunyai beban mengabarkan Injil bagi negara-negara tersebut.
Helen dididik dalam keluarga Anglo-Catholic Church. Kerinduannya akan Tuhan diekspresikan dengan berbagai macam kegiatan, seperti membantu orang lain,
berusaha menjadi baik, berusaha jujur dan penuh kasih.
Sampai suatu ketika ia melihat dirinya tidak mempunyai
apapun. untuk dipersembahkan bagi Tuhan. Helen mulai
mempertanyakan dirinya, “Bagaimanakah aku dapat
menemukan Tuhan, dan menaruh semua diriku di dalam
Dia??“.
7
MISI
Hidup Baru
T
ahun 1944, Helen mulai pendidikan
untuk menjadi perawat dan masuk
bidang kedokteran di Newnham
College of Cambridge University. Di tempat ini ia mulai ikut dalam pelajaran
Alkitab, dan masuk dalam persekutuan
Kristen. Ia mulai membaca Alkitab dan
Kristus menghidupi dirinya dengan hal
yang lain, yaitu kerinduan untuk terus
mempelajari Alkitab. Suatu hari, ketika ia
sedang mempelajari kitab Roma, ia terlibat pertengkaran di meja makan dan
ia tidak dapat mengendalikan emosinya. Ia
berlari ke kamar dan menangis karena
merasa betapa ia tidak berdaya menguasai dirinya yang mempunyai
temperamen keras dan mudah marah.
Helen merasa tidak berdaya, dan ia berteriak kepada Allah, di manakah
Engkau, Tuhan? Bukankah Engkau berjanji mengubah diriku menjadi seperti
Kristus? Seketika ia memandang ke dinding kamar, di sana ada ayat tertera
di dinding, “Diamlah, dan ketahuilah bahwa Aku-lah Allah!“ (Mazmur 46:10).
Dari peristiwa ini Helen menyadari bahwa ia telah memasuki babak baru
hidupnya, yaitu hidup di dalam Kristus.
Bertahun-tahun Helen mengikuti
pemahaman Alkitab dan Roh Kudus memberikan Helen kesadaran akan dosanya, perasaan betapa ia tidak berharga di
hadapan Allah yang Mahakudus. Sekarang
ia merasakan adanya buah pertobatan, Allah menganugerahkan kepadanya pengampunan, sebuah anugerah yang
luar biasa, ia mendapatkan sebuah relasi
dengan Kristus.
“Yang kukehendaki ialah mengenal Dia dan kuasa kebangkitan-Nya dan
persekutuan dalam penderitaan-Nya, di
mana aku menjadi serupa dengan Dia dalam kematian-Nya”.(Filipi 3:10).
Helen kembali ke ruang tidurnya
dan terus merenungkan ayat ini. Ayat inilah
yang kelak 20 tahun kemudian memberi kekuatan dalam penderitaan Helen. Tuhan
sudah mempersiapkan pekerjaan misi , bahkan sebelum Helen dipanggil sebagai
misionaris.
8
Panggilan Misi
K
otbah Paskah pada tahun 1951 itu membahas, “Biarkan Roh Kudus mengambil
alih hidupmu dan memenuhinya dengan
kekudusan-Nya”. Kata-kata ini yang mendorong
Helen pada tahun terakhir kuliahnya mendaftarkan diri sebagai calon misionari dalam Worldwide Evangelization Crusade (misi
penginjilan dunia). Selama delapan bulan ia
mengikuti pelatihan bahasa Perancis di Brussel,
dan mempelajari penyakit-penyakit tropis di
Antwerp. Pada saat itu Helen juga mengalami beberapa masalah, digigit anjing, penyakit
gondok, dan lever. Setelah selesai menjalani
masa pelatihan, Helen menghimpun pengumpulan dana dan mencari visa untuk perjalanan
misinya. Pada hari Sabtu, 14 Februari 1953, Helen berlayar dari London, melalui Gibraltar,
terusan Suez, menuju ke Mombosa, Kenya, kemudian melanjutkan dengan kereta api dan
truk ke Nairobi. Wanita berumur 27 tahun ini
berangkat meninggalkan London memenuhi
panggilan misi. Tanggal 17 Maret 1953, setelah
enam minggu perjalanan, Helen tiba di Ibambi,
desa terpencil di bagian tenggara Congo. Di
sana ia ditugaskan untuk membangun pelayanan pengobatan.
Ini bukanlah pilihan kebanyakan dokter Inggris
yang baru lulus setelah bertahun-tahun belajar dan
pelatihan. Mereka akan memilih London sebagai
masa depan mereka, tidak demikian halnya dengan Helen, panggilan misi Tuhan membawa ia
ke Ibambi.
Setibanya di Ibambi Helen disambut oleh
Pastur Ndugu bersama dengan para tua-tuanya.
Helen disambut sebagai putri mereka. Tamoma,
istri dari Pastur Ndugu menghujani Helen dengan kasih, matanya yang lembut menatap Helen begitu dalam, dengan sinar kasih Kristus, yang
MISI
membuat Helen merasa nyaman di tanah yang berbau lumpur dan sangat minim dibandingkan dengan negaranya. Tamoma tidak pernah bertemu
Helen sebelumnya, tetapi Tamoma mengasihi Helen
seperti putrinya, ia telah bertahun-tahun berdoa meminta Tuhan mengirim seorang dokter untuk Ibambi. Ini adalah pertama kali dalam hidup Helen,
Tuhan memperkenalkan keluarga Kristen, dengan
bangsa berbeda, bahasa berbeda, yang menawarkan
kepada Helen kasih Kristus.
Bagi Kristus Aku Telah Menderita Karena
Kehilangan Segalanya
H
elen ditugaskan melatih pekerja-pekerja
medis, dan muridnya adalah pemuda-pemudi
berumur 18 sampai 24 tahun, yang pendidikannya hanya setara dengan kelas 5 sampai kelas 7. Semua pelatihan dilakukan dalam
bahasa Perancis atau bahasa Swahili, keduanya
bukan bahasa Helen. Helen harus menghadapi
ratusan pasien setiap harinya dengan berbagai
penyakit, malaria, paru-paru basah, diare. Pekerjaan yang demikian berat dengan kondisi minim peralatan dan pekerja, menjadikan Helen orang
yang pemarah dan tidak dapat mengontrol temperamennya. Helen seakan kembali ke Helen yang
lama, yaitu Helen yang belum mengenal Kristus. Setiap kalimat keras dan tidak sopan keluar dari mulutnya. Helen merasa dirinya, yang berkulit putih ini,
menghadapi sekian banyak masalah penyakit dari
orang-orang Afrika yang berkulit hitam itu. Penginjil
Danga memperingatkan Helen, bahwa Helen membutuhkan pengampunan dari Kristus karena mulutnya
penuh dengan caci maki; apabila Helen tidak berubah maka Helen harus pulang ke London, karena
yang mereka butuhkan adalah melihat Kristus dalam
diri Helen. Helen sedemikian sedih dan ia mengerti,
bahwa ia membutuhkan Kristus untuk mengubah dirinya.
Tahun 1955, setelah delapan bulan di Ibambi, Helen dan timnya pindah ke Nebobongo
karena ia harus mengambil alih suatu tugas yang
lebih besar di sana. Nebobongo membutuhkan
rumah sakit, baik untuk anak-anak, orang-orang
yang berpenyakit lepra, dan berbagai penyakit
tropis lainnya. Ia harus mendirikan tempat pelatihan
untuk para pekerja medis, membutuhkan 100 tempat
tidur untuk pasien rawat inap, dan puluhan tempat
tidur untuk ibu-ibu yang melahirkan. Helen sangat
mengalami kesulitan karena ia harus membuat buku
pelatihan dan buku panduan dalam bahasa Swahilli.
Menulis buku panduan membutuhkan banyak waktu,
pada siang hari ia memeriksa yang sakit, dan malam
harinya menulis buku panduan tersebut.
Pada suatu hari, ketika ia sedang membantu mengangkat batu bata untuk pembangunan rumah sakit,
ia dipanggil untuk operasi darurat. Hatinya berbisik,
mengapa Tuhan tidak mengirim seorang misionari
lain untuk urusan pembangunan ini sehingga saya
dapat melayani pekerjaan medis yang saya
pahami? Hatinya sedih sekali. Rabu malam
berikutnya, dalam persekutuan doa jemaat, Helen
menceritakan kesulitan pekerjaannya dan minta
mereka berdoa untuk dirinya. Seorang tua-tua berdiri
setelah selesai memimpin doa, ia berkata : “Dokter
Helen, jika engkau menjadi dokter dengan baju
putih, teleskop mengalungi lehermu, berbicara
bahasa Perancis, dan berdiri mengambil jarak
dengan kami, maka kami akan menjadi takut
kepadamu, dan bahkan kami tidak mengerti apa
yang engkau katakan. Tetapi pada saat engkau
dengan tangan yang kasar seperti kami, tidak dihargai di luar sana, engkau berbicara bahasa kami,
dan kami tertawa karena caramu bicara dalam
bahasa kami, maka engkau harus mengerti bahwa
kami sangat mengasihimu, dan bagaimana kami
mempercayaimu untuk memimpin kami, dan mendengarkanmu bicara. Inilah cara Tuhan melalui
engkau memimpin kami.”
Dalam waktu satu tahun, berdirilah rumah sakit
tersebut. Selesailah tugas Helen dalam hal
pembangunan rumah sakit, dan setiap hari hampir
200--250 pasien datang ke rumah sakit, mereka
sangat mempercayai Helen dan timnya. Helen
melayani 10 tahun di rumah sakit ini, melihat
bagaimana Tuhan melengkapi pekerjaannya dan
memelihara orang-orang Afrika.
Karena Kuasa Kebangkitan-Nya, Aku
Mengenal Kristus
H
elen masih bergumul dengan dirinya. Suatu
ketika ia kehilangan kendali terhadap seorang
suster perawat, ia marah besar dan berteriak.
Setiap staff melihat kemarahannya, seorang dokter misionari yang kehilangan kendali dan memarahi susternya dengan suara sangat keras. Perlahan John Mangadima mendekati Dokter Helen.
Dia adalah asisten medis Helen yang pertama dilatih, dengan tenang ia menegur Helen, “Dokter
Helen, saya pikir Kristus tidak akan memarahi murid-Nya
seperti itu.“ Helen kembali kepada suster yang ia ma ra hi da n mint a ma a f. Tib a -t ib a H elen merasakan ia membutuhkan pengampunan dari Tuhan dan membutuhkan pemulihan. Dirinya sedemikian lelah, begitu banyak kekuatiran dan beban pelayanan, pekerjaan yang begitu besar telah menjadi beban bagi dirinya! Pastur Ndugu mengerti, Helen membutuhkan retreat, ia membutuhkan waktu untuk berdiam diri di hadapan
Tuhan. Detik-detik seperti ini telah membuat Helen
merasa dirinya tidak berharga untuk pekerjaan misi,
ia merasa gagal. Pastur Ndugu dan istrinya Tanoma
membawa Helen ke sebuah villa dan berdoa untuknya. Ia dengan suara penuh kasih mengingatkan
Helen, “Helen……. mengapa engkau tidak dapat
melupakan dirimu sejenak bahwa engkau
9
MISI
“ Diamlah, dan ketahuilah
bahwa Aku-lah Allah!“
(Mazmur 46 : 10)
“Jika Kristus adalah
berkulit putih? Engkau sudah membantu banyak orang Afrika mengenal Kristus, membawa
mereka untuk disucikan dosanya dengan darah
Kristus! Mengapa engkau tidak membiarkan Kristus
melakukannya untukmu?” Helen sadar, bahwa ia di
sini untuk mengabarkan Injil kepada Afrika, tetapi Tuhan melihat hatinya selalu merasa orang
Afrika bukanlah orang Kristen yang baik seperti dirinya, orang kulit putih. Helen mencucurkan airmata, dia tahu apa yang menyebabkan ia seperti itu, ia tidak sungguh-sungguh mengasihi
orang Afrika.
“NAMUN AKU HIDUP, TETAPI BUKAN LAGI
AKU SENDIRI YANG HIDUP, MELAINKAN
KRISTUS YANG HIDUP DIDALAMKU”.
(GALATIA 2:20)
“Tuhan, mari salibkan diriku bersama Kristus, biarlah
Engkau ya Tuhan yang menghidupi diriku.” Tiba-tiba
ada sesuatu yang luar biasa mengalir dalam diri
Helen, sesuatu yang baru, kerinduan menghidupi
kasih Kristus, Tuhan Yesus sudah di sana, disalibkan
dan bangkit, Roh Kudus ada dalam dirinya, tunduk,
ia bukan lagi “dirinya” tetapi Kristus hidup di dalam
dirinya melalui Roh Kudus.
Helen kembali ke rumah sakit, ia bertemu
dengan John Mangadima, serentak John berteriak,
“Haleluya! Dokter, kami sudah berdoa untukmu empat tahun, sekarang aku melihat Kristus dalam
dirimu.”
10
Allah dan mati bagi saya, maka tidak ada
satu pun pengorbanan yang begitu
besar yang dapat saya lakukan bagi Dia.”
Pada tahun 1962, Helen menghadapi banyak kesulitan, kondisi Congo dengan cuaca
panas terik, hujan, dan lembab, juga makanan
yang tersedia sangat tergantung pada musim
yang ada, kadang nasi, jagung, atau sayuran
yang dimasak dengan minyak kelapa, kemiskinan.
Banyak wanita mati karena melahirkan, bayi meninggal sebelum usia dua tahun. Di rumah sakit
tidak ada listrik, dan mereka harus melayani setengah juta orang, di sekitar radius 800 kilometer.
Rumahnya terletak di belakang rumah sakit, masih dikelilingi oleh hutan tropis. Tetapi bagi Helen, Nebobongo adalah hidupnya, Tuhan mengutus dia untuk Nebobongo.
Hidup Oleh Iman
“…DAN HIDUPKU YANG KUHIDUPI
SEKARANG DI DALAM DAGING
ADALAH HIDUP OLEH IMAN
DALAM ANAK ALLAH…“
(GALATIA 2:20)
MISI
30 Juli 1960, Belgia memberikan kemerdekaan
kepada Congo. Seluruh kekuasaan yang dipegang
Eropa dikembalikan kepada orang Afrika. Semua
orang non-Afrika keluar meninggalkan Congo. Pemerintah Eropa memindahkan semua orang kulit
putih dari Congo, karena dikhawatirkan terjadi penganiayaan dari orang kulit hitam sebagai balas
dendam. Tetapi tidak semua orang Eropa meninggalkan Congo. Helen tetap tinggal. Helen satu-satunya
orang Eropa yang masih tinggal di Nebobongo. Ia
begitu takut, perlahan ia berlutut dan meminta Tuhan menghilangkan rasa takutnya, “Tuhan berikan
aku seseorang yang datang menemani, aku sangat
takut.” Tiba-tiba pintu terbuka, dua wanita Taadi
dan Damaris dikirim oleh Tuhan, keduanya memeluk
Helen yang menggigil ketakutan dan bertiga mereka berdoa untuk Nebobongo.
Empat tahun kemudian, tahun 1964, terjadi
pemberontakan, “Simbas” mengambil alih propinsi,
terjadi pembunuhan dan di mana-mana darah berceceran. Truk dari rumah sakit secara tiba-tiba
dibajak para pemberontak, dan mereka memaksa
Helen mengendarainya sampai di semak belukar.
John dan Joel secara diam-diam naik di belakang
truk dan menyelamatkan Helen. Tetapi ketika pada
satu hari di bulan Oktober 1964, kembali Simbas
Guerilla masuk ke dalam rumahnya, ia tidak dapat
lari, ia dipukul, dan ia merasakan ada pistol yang ditaruh di atas kepalanya. Salah satu dari pemberontak memperkosa Helen dan membawanya ke suatu
tempat. Selama sepuluh minggu ia diperkosa oleh
banyak pemberontak secara bergantian. “Ya Tuhanku mengapa Engkau meninggalkan aku?
“Helen tidak sendirian, ada lagi beberapa wanita
muda di sana, mereka memperkosa semua wanita
itu. “Kristus telah menderita bagiku menggantikan diriku”, waktu hal menyakitkan itu terjadi, Helen yang
sangat ketakutan terus berdoa untuk kekejaman
para pemberontak. Tuhan memberikan Helen hati
yang damai, hati yang menyerahkan semua
penyiksaan dan ketakutannya ke dalam tangan
Tuhan. Saat pemerkosaan terjadi, persekutuan doa
di London sedang berdoa untuk Helen, mereka tidak
mengerti apa yang terjadi tetapi Tuhan menggerakkan
mereka berdoa terus tanpa henti untuknya.
Akhirnya, bulan Januari 1965 Helen dan
wanita-wanita lainnya dibebaskan oleh tentara
nasional Congo. Helen kembali ke London, bergumul
dengan kengerian dan trauma yang menimpa
dirinya, memohon Tuhan menghapus dari ingatannya segala ketakutan dan kengerian yang terjadi
di Nebobongo. Tuhan yang mengasihi memberikan
kepada Helen pemulihan, damai sejahtera meliputi
hati dan pikirannya. Helen tidak dapat melupakan
Congo, teman-temannya, saudaranya dalam
Kristus. Pada tahun 1966 ia kembali ke Congo,
mendirikan kembali medical centre di Nyankude, di
sebelah timur Congo. Jiwanya tetap sama,
panggilannya untuk Afrika.
Tahun 1980, sebuah ruang operasi di Nebobongo
Evangelical Hospital selesai dibangun dengan
fasilitas yang lebih lengkap dan baik, dan diberi
nama “Mama Luka Surgical Centre“ sebagai
penghormatan kepada Dr. Helen Roseveare yang
telah melakukan operasi caesar pertama berapa
puluh tahun yang lalu di tempat ini, dengan
peralatan yang sangat minim.
Penginjilan Dokter Helen Roseveare
Sering dalam hidup Helen, Tuhan mempertemukan dengan orang pilihan-Nya yang harus
diinjili, seperti suatu pagi di tahun 1972, sebelum
berangkat pulang, Helen melihat seorang laki-laki
Afrika di Uganda. Setelah mengucapkan “selamat
pagi”, Helen bertanya kepadanya, “Apa yang
engkau kehendaki?” Orang ini balik bertanya, “Ibu,
apakah engkau orang yang dikirim? Dikirim oleh siapa? Apakah engkau dikirim oleh Allah untuk
bicara mengenai Kristus?” Helen memegang orang
tersebut, “Dapatkah engkau membaca?” “Tidak,
aku tidak dapat membaca,” jawabnya. Helen
1
mengambil beberapa buku berwarna yang biasa ia
pakai untuk menginjili mereka yang buta huruf.
Helen duduk di sampingnya, menjelaskan, dan
memimpinnya kepada Kristus.
Helen Roseveare, wanita yang Tuhan
panggil untuk pekerjaan misi sebagai dokter dan
penginjil di Afrika, di mana pun, bertemu siapa pun,
ia berusaha memperkenalkan Kristus, tidak peduli
siapakah dia. Ia masih hidup sampai sekarang dan
semangatnya menghidupi para misionari.
“Hidupku bukan aku lagi tetapi Kristus hidup
di dalamku“
Stir me, oh stir me, Lord till prayer is pain
Till prayer is power, till prayer turns into praise
Stir me till heart and will and mind, yea all
Is wholly Thine to use through all the days
Stir, till I learn to pray exceedingly
and wait expectantly.
Disadur dari buku: Faithful Women & Their Extraordinary
God by Noel Piper
“Biarkan Roh Kudus
mengambil alih hidupmu
dan memenuhinya dengan
kekudusan-Nya”
11
PENGAJARAN
Kekudusan
Allah
Bagian 1
“SAYA INGIN DENGAN SANGAT – SANGAT – SANGAT, MEMBUAT HIDUP
SAYA DIBERIKAN UNTUK KRISTUS. JIWAKU BERNYANYI,
“LORD, I WANT TO BE A CHRISTIAN ....“
APA YANG TERJADI ????
M
ALAM ITU saya ‘dipaksa’ meninggalkan
kamar tidur. Sesuatu yang kudus,
asing, memanggil saya. Di sana
hanya ada detak jam dinding, sangat sunyi, dan khotbah tadi siang - firman Tuhan yang saya dengar terus berdengung
di pikiran saya. Perlahan saya keluar dan
berjalan menuju asrama kampus, jam menunjukan pukul 11.50 tengah malam.
Udara begitu dingin, kaki saya terasa beku.
Bulan bersinar bulat penuh ketika saya terus berjalan menuju ruang kebaktian
kecil (chapel) di tengah kampus. Pintu gereja
yang besar dan tebal, dengan model
Ghotic dari kayu oak, berderak keras saat
saya membukanya, lalu tertutup perlahan
meninggalkan bunyi yang memecah keheningan
malam. Saya diam sejenak, menatap ke dalam
ruangan yang sangat gelap dengan hanya
secercah sinar bulan yang masuk melalui
kaca jendela, maju perlahan menuju mimbar, sampai akhirnya kaki saya merasakan telah menginjak karpet yang
menutupi podium mimbar, “...and there
12
I sank to my knees“. Saya telah berada
dalam posisi berlutut, berdoa tanpa suara,
hening, menyerahkan diri kepada Allah
yang kudus. Saya merasakan kehadiran-Nya,
kekudusan-Nya, jantung saya berdebar
keras, thump - thump - thump berdetak di
dada saya. Sesuatu yang sangat dingin
bergerak ke leher saya, saya merasa sangat ketakutan.
Tetapi kemudian tiba-tiba ketakutan
tersebut hilang, dan gelombang yang lain
hadir, bukan gelombang ketakutan, berbeda
dari yang pertama, sesuatu meluap dari jiwa
saya, tidak dapat saya jelaskan. Sebuah
perasaan damai, damai yang memberikan
ketenangan, membawa istirahat kepada
jiwa yang lelah dan dipenuhi masalah. Saya
merasa sedemikian tenang, damai, tidak
bicara apa pun, tidak melakukan apa pun,
sederhana, hanya duduk diam di hadapan
Allah yang kudus. Detik itu adalah detik
terjadi transfomasi jiwa saya, transformasi
hidup saya, sejak dari saat itu, dan tidak ada
titik balik untuk kembali ke belakang. Saya
sendirian dengan Allah, Allah yang kudus,
Allah yang berkuasa membuat saya ketakutan
dan gemetar dalam satu detik, lalu tenang
dan damai pada detik berikutnya . Saya tahu
bahwa saya telah mencicipi cawan kudus,
di dalam diri saya telah lahir kehausan yang
baru, yang berbeda, tidak dapat dipuaskan
oleh apapun dari dunia ini, kecuali oleh Dia.
Kehausan akan firman-Nya, kehausan akan
kehadiran-Nya. Saya ingin dengan sangat
– sangat – sangat, membuat hidup saya
diberikan untuk Kristus. Jiwaku bernyanyi, “Lord,
I want to be a Christian...“.
PENGAJARAN
SEBELUMNYA, ada sesuatu yang hilang pada
awal kehidupan saya sebagai orang Kristen.
Saya mempunyai banyak cap / zeal sebagai
orang Kristen, tetapi sebenarnya tanda tersebut sangat dangkal. Saya mengenal
siapa Yesus, tetapi Allah Bapa seperti misteri
yang tersembunyi, sangat asing untuk pikiran
dan jiwa saya. Kelas pelajaran filsafat yang
saya ikuti selama bertahun-tahun telah
mengubah pikiran saya, saya telah berubah.
Saya banyak mendengarkan para filsuf
berdebat mengenai “reason / alasan” dan
keragu-raguan atas berbagai hal, yang membuat pelajaran tersebut seperti menuju
kepada sebuah jiwa yang kosong. Saya merasa pelajaran tersebut tidak memberi
makanan untuk jiwa saya. Sampai ketika
akhirnya malam itu, di tengah musim dingin, di
gereja yang kecil, saya menjadi orang Kristen
yang sesungguhnya.
PADA MULANYA
SEPERTI SEBUAH DONGENG, “pada
mulanya” menunjukkan ada konotasi waktu.
Tetapi yang menjadi masalah, dalam kitab
Kejadian pasal 1, menyatakan bahwa pada
mulanya tidak ada “waktu “, tidak ada
“awal”, tidak ada apapun, kecuali Allah.
Allah menciptakan “tanpa ada apa pun “.
Seorang komposer akan mengarang lagu
dengan not-not yang ditulis di atas kertas,
seorang pelukis akan melukis dengan cat di
atas kanvas. Tetapi Allah menciptakan hanya
dengan memanggil alam semesta menjadi
“ada“. Agustinus menyebut tindakan ini divine
imperative/ tindakan Ilahi yang berkuasa penuh atau divine fiat (imperative / fiat=
sebuah perintah yang harus dipatuhi, atau
sebuah tindakan dari sebuah kehendak untuk
menciptakan sesuatu).
God’s fiat tidak dapat dibatasi, Dia
dapat membawa sesuatu dari tidak ada,
hidup dari kematian. Suara pertama yang
bergema di alam semesta adalah suara Allah,
suara yang memberi perintah “Jadilah! / Let
there be!”. Allah memberi perintah, mungkin
seperti teriakan di dalam kegelapan yang
langsung menerobos kegelapan menjadi
“ada” alam semesta, bertaburan dengan
bintang, bulan, dan matahari, dipenuhi dengan
energi, dengan segala macam tananam
dan ternak. Tindakan “penciptaan“ adalah
kejadian pertama dalam sejarah, awal dari
sejarah. Kemudian Allah mendandani debu/
tanah liat itu dengan hembusan nafas-Nya,
menjadi manusia. Tanah liat tersebut mulai
berjalan, berpikir, merasakan alam sekitarnya,
dan ia mulai menyembah Allah. Ia hidup dan dinyatakan sebagai peta dan teladan Allah.
Perhatikan kebangkitan Lazarus dari kematiannya. Selama tiga hari di dalam gua,
tubuhnya sudah membusuk. Bagaimana
Tuhan Yesus membangkitkan dia? Apakah
dengan menariknya keluar dengan tangan-Nya,
memeriksanya, menyuntiknya dengan cairan,
dan sebagainya? Tuhan Yesus berdiri jauh
dari tempat Lazarus dikubur, dan Dia berteriak
dengan suara keras, ”Lazarus, come forth! /
datanglah kemari!“. Darah segera mengalir
dalam pembuluh darah Lazarus, segala
sesuatu yang rusak kembali sempurna, dan
otaknya kembali bekerja, dia hidup dan keluar dari kubur. Dengan cara apa ? Dengan
“divine imperative“, dengan perintah dari mulut Tuhan Yesus. Tuhan Yesus membangkitkan
Lazarus dari kematian tanpa apapun, hanya
dengan “perintah“.
Santo Agustinus mengerti hal ini, bahwa dunia diciptakan oleh kuasa dari
Sang Pencipta. Dia tahu, bahwa segala sesuatu tidak dapat “ada“ tanpa sesuatu,
kecuali Allah satu-satunya yang dapat menjadikan alam semesta tanpa sesuatu
(from nothing). Allah yang kita sembah adalah Allah yang tidak ada awal dan tidak
ada akhir.
Dia sendiri adalah Yang Mahakuasa,
The Power Of Being. Dia adalah yang kekal,
Dia yang mempunyai kuasa
atas kematian dan hidup,
Dia sendiri yang dapat memanggil dunia
menjadi ada dengan “fiat”,
oleh kekuatan dan kuasa dari
perintah-Nya yang harus dipatuhi.
Saya tahu apakah artinya “konversi”,
saya mengerti apa artinya dilahirkan kembali.
Dan saya tahu orang lahir baru hanya satu
kali, yaitu jika Roh Kudus membangunkan
jiwanya kepada hidup baru di dalam Kristus.
Dia tidak berhenti dengan pekerjaan-Nya.
Dia terus bekerja di dalam kita. Dia terus mengubah kita. Dan tiba-tiba setelah malam
itu, saya mempunyai kerinduan yang tidak
henti-hentinya untuk mengenal Allah Bapa.
Saya ingin mengenal keagungan-Nya. Saya
ingin mengenal kuasa-Nya. Saya ingin mengenal kekudusan-Nya melalui Kristus.
ALLAH ADALAH KUDUS. Ini adalah dasar sepenuhnya yang kita harus mengerti tentang
Allah, dan tentang kekristenan. Mengerti
tentang kekudusan Allah adalah sentral dari
pengajaran Alkitab, yang menyatakan bahwa “Kudus adalah Nama-Nya” (Lukas1:49).
Nama-Nya adalah Kudus, karena Dia adalah
Kudus. Di dunia ini Dia tidak selalu diperlakukan
dengan ‘referensi’ kudus. Nama-Nya sering
disebut dengan semena-mena oleh dunia
yang kotor ini. Dunia ini hanya memberikan
sedikit hormat kepada-Nya, tidak ada rasa
13
PENGAJARAN
takut kepada-Nya. Apabila saya bertanya
kepada umat di dalam gereja kita, “Apakah
yang paling penting di gereja kita?”, pasti
jawabannya berbeda-beda. Beberapa akan
berkata, bahwa penginjilan yang sangat
penting, diakonia dan komunitas sosial
penting, penggembalaan rohani penting,
tetapi saya belum mendengar bahwa Yesus
adalah yang paling penting, prioritas.Apakah
yang diajarkan Tuhan dalam Doa Bapa
kami? Pada kalimat pertama: “Our Father
in heaven, hallowed be Your Name” - Bapa
kami yang di surga, dikuduskanlah nama-Mu.
Tuhan Yesus mengajarkan, bahwa kita harus
berdoa agar seluruh manusia menguduskan
Nama-Nya, bahwa manusia bertindak dan
memperlakukan Allah sebagai Allah yang
kudus, memanggil nama-Nya dengan cara
yang kudus .
Di dalam sebuah doa ada semacam
urutan. Kerajaan Allah tidak akan pernah datang, bilamana nama-Nya tidak dianggap
kudus. Kehendak-Nya tidak akan terjadi di
dunia seperti di surga, jika nama-Nya dinodai
di sini. Di surga, nama Allah adalah kudus,
dihembuskan oleh para malaikat di semak
suci. Surga adalah tempat di mana total
keberadaan Allah dinyatakan. Adalah suatu
kebodohan bila manusia mencari kerajaan
Allah tetapi tidak menghormati-Nya. Allah
adakah mutlak/ absolut. Tidak satu tempat
pun yang tersembunyi dari Dia. Tidak saja Dia
menembus seluruh aspek hidup kita, tetapi
Dia menembusnya dalam kekudusan dan
kemegahan. Kita tidak mempunyai kekuatan
untuk menghindarinya. Tidak akan terjadi
ibadah, tidak akan ada pertumbuhan rohani,
tidak akan ada ketaatan yang benar tanpa
kekudusan. Ini menentukan tujuan kita sebagai orang Kristen. Allah sungguh-sungguh
menyatakan, “Kuduslah, karena AKU adalah
Kudus” (Imamat 11:44). Untuk mencapai
tujuan tersebut, kita harus mengerti apakah
‘kekudusan’ itu.
KUDUS, KUDUS, KUDUS
NABI ISRAEL dalam Perjanjian Lama
sesungguhnya adalah orang yang kesepian.
Dia dipisahkan keluar, sendirian, oleh Allah,
untuk tugas yang menyakitkan. Dia melayani
seperti seorang jaksa penuntut, pembicara
yang ditugaskan dari Hakim Agung surga
dan bumi, untuk membawa tuntutan kepada
mereka yang telah berdosa dan melanggar
pagar hukum.
Nabi bukanlah filsuf dunia yang menulis
pendapatnya untuk didiskusikan para murid.
Ia bukan penulis sebuah drama untuk dunia
hiburan. Dia adalah utusan, utusan dari Raja
Alam Semesta. Pemberitaannya diakhiri 14
dengan perkataan: “demikianlah firman
Tuhan”. Catatan kehidupan seorang nabi
tersirat seperti sejarah seorang martir. Sejarah
mereka seperti laporan dalam Perang Dunia
Kedua. Pengharapan kehidupan seorang
nabi adalah sama seperti seorang letnan
dalam pertempuran di laut. Waktu Yesus
mengatakan bahwa Ia ditolak oleh manusia,
menderita, dan begitu terkenal dengan
penderitaannya (Yesaya 53:3), adalah jelas Ia
berdiri di antara manusia dengan Allah, yang
menugaskan Dia untuk menderita.
Kutukan nabi adalah kesendirian,
seringkali dia harus berdiam di gua-gua.
Padang gurun adalah tempat pertemuan
dirinya dengan Allah. Ketelanjangan sebagai
lemarinya yang kosong, kayu penopang
sebagai dasinya. Nyanyian-nyanyiannya
dibuat dengan air mata. Orang ini bernama
Yesaya bin Amos.
Dalam sejarah para pahlawan Perjanjian Lama, Yesaya berdiri di luar seperti
bintang yang menonjol. Dia adalah nabi
diantara para nabi, Pemimpin diantara para
pemimpin, dia disebut nabi besar karena
jumlah tulisannya. Sebagai nabi, Yesaya bukan
seperti nabi biasanya. Banyak nabi berasal
dari orang sederhana - gembala, petani sedangkan Yesaya adalah orang terkenal,
orang pemerintahan yang dihormati, mempunyai akses ke istana raja setiap harinya. Dia adalah orang yang mendampingi
raja. Allah memakai dia untuk berbicara kepada beberapa raja di Yehuda, termasuk
Raja Uzia, Yotam, Ahazia, Hizkia.
NABI DIPANGGIL OLEH ALLAH, dia dipilih
dan ditetapkan oleh Allah. Panggilannya
mutlak, tidak dapat ditolak. Panggilan Yesaya
terjadi pada tahun matinya Raja Uzia, seorang
raja yang mencatat sejarah penting dalam
silsilah raja-raja Israel. Ia menjadi raja di umur
16 tahun, memerintah selama 52 tahun. Ia
mengembalikan Israel kepada ibadah yang
benar, memerintah dengan takut akan Tuhan,
dan dalam kesalehan. Allah memberkati dia
karena ia merendahkan diri di hadapan Allah.
Uzia membangun menara Yerusalem, tembok
kota, mengalahkan Filistin dan bangsa-bangsa
lainnya. Dia membuat sistem irigasi di padang
gurun dan membangun sistem agrikultur
nasional, ia mengembalikan kekuatan militer
Yehuda dengan standar kualitas yang tinggi.
Tetapi sejarah Raja Uzia ditutup dengan catatan yang menyedihkan: keberhasilannya
membuatnya sombong, ia melanggar hukum
Allah, ia masuk ke Bait Allah dan menyatakan
mempunyai hak yang sama dengan para
imam Bait Allah, yaitu dengan membakar
ukupan sendiri. Di saat tersebut Allah menulahi
dia dengan penyakit kusta. Ia dibuang dari
PENGAJARAN
rumah Tuhan (2 Tawarikh 26:21). Betapa sangat menyedihkan kalau manusia ‘dipotong’ dan dibuang dari sumbernya.
Pada saat kematian Raja Uzia, seluruh
Israel berkabung, meratap. Yesaya mencari
penghiburan bagi hatinya yang sedih, ia
datang ke Bait Allah. Raja sudah mati, tetapi
waktu Yesaya masuk ke dalam bait Allah,
ia melihat Raja Yang Lain, Absolut King, DIA
yang bertakhta selamanya di Kerajaan Yehuda
dan alam semesta.Yesaya melihat Tuhan.
Tujuan akhir setiap orang Kristen adalah ingin
melihat Tuhan, muka bertemu muka. Kita rindu
ditutupi dengan cahaya kemuliaan-Nya. Ini
adalah pengharapan setiap orang Israel,
pengharapan yang dinyatakan dalam doa
berkat penutup Ibadah Israel, yang paling
terkenal, yang berbunyi: “TUHAN memberkati
engkau dan melindungi engkau; TUHAN menyinari
engkau dengan wajah-Nya dan memberi engkau
kasih karunia ...” (Bilangan 6: 24-25). Pengharapan
ini adalah kristalisasi dari berkat kepada Israel,
dan menjadi lebih dari sekedar pengharapan
bagi orang Kristen, ini menjadi sebuah “JANJI”
sebagaimana dikatakan: “Sekarang kita
adalah anak-anak Allah, tetapi belum nyata
keadaan kita kelak; tetapi kita tahu kita akan
melihat Dia sebagaimana adanya”
(1 Yoh 3: 2).
Teolog menyebut pengharapan yang
akan datang sebagai ‘visi yang ceria’, yang
menyatakan bagaimana suatu hari kita akan
melihat Allah, muka bertemu muka. Kita tidak
akan melihat refleksi dari semak belukar yang
terbakar -sebagaimana dilihat oleh Musa atau melihat tiang awan, tetapi kita akan
melihat Dia sebagaimana adanya, Dia dalam
kemurnian-Nya, dalam esensi Ilahi-Nya.
Saat ini kita tidak dapat melihat Allah
dalam esensinya yang murni, karena sebelum
itu terjadi, kita harus dimurnikan. Alkitab
mengatakan, “Diberkatilah dia yang murni
hatinya, karena ia akan melihat Allah“ (Matius
5:8). Tidak ada seorang pun di antara kita
yang mempunyai hati yang murni, yang menjadi masalah bukan mata kita tetapi hati
kita. Hanya setelah kita secara total dimurnikan di surga, maka kita dapat melihat
Allah, bertemu muka dengan muka.
Para serafim bukanlah orang berdosa,
mereka adalah malaikat, roh, ciptaan yang
dilengkapi sayap oleh Sang Pencipta untuk
menutupi mukanya di hadapan Raja yang
Agung (Yesaya 6:2 – Serafim dengan enam
sayapnya; dua sayap menutupi mukanya,
dua menutupi kakinya, dan dua sayap untuk
terbang melayang). Serafim bukan dari bumi,
mereka tidak diciptakan dari tanah liat, esensi
mereka adalah roh, tetapi mereka adalah
ciptaan. Mereka memuliakan Allah dengan
mengumandangkan: “Kudus, Kudus, Kuduslah
Allah yang Mahakuasa “. Nyanyian ini disebut
Trisaigon artinya tiga kali “Kudus”. Kata lain
yang ada dalam Perjanjian Lama, yang dipakai
oleh Tuhan Yesus adalah “Truly, Truly, Truly”
yang menyatakan bahwa apa yang dikatakan sangat penting. Kata truly = amin.
Kita sering berpikir bahwa kata “amin” hanyalah dipakai untuk menutup doa, namun
sebenarnya mempunyai pengertian sederhana
yaitu “benar adanya“. Alkitab menjelaskan
atribut Allah dijabarkan dalam tiga tingkatan
“Kudus, Kudus,Kudus”, yang menyatakan seluruh bumi penuh dengan kemuliaan-Nya.
Pada saat suara tersebut bergema, pintu jendela
dan kayu penyangga Bait Allah bergoyang,
dan seluruh Bait Allah dipenuhi dengan asap
(Yesaya 6:4).
Sangat sulit bagi banyak orang untuk
mengenal dan mendapatkan pengalaman
ibadah yang menggetarkan dan
menggerakkan dirinya. Kita perhatikan di sini,
bagaimana seluruh ciptaan - kayu, pintu,
tembaga, perak - bergerak, segala sesuatu
bergetar oleh kehadiran Allah. Arti dalam teks
tersebut menyatakan mereka digoncangkan,
seperti ada gempa bumi di tempat mereka
berada.
“Celakalah aku!”, Yesaya berteriak,
“Aku mati, hancur. Aku adalah orang yang
najis bibir, aku hidup di antara orang yang
najis bibir, mataku melihat Raja,
TUHAN yang Mahakuasa” (Yesaya 6:5).
Bukan hanya pintu yang bergetar,
tetapi semua benda dan bangunan Bait Allah
bergetar, dan yang paling bergetar dan gemetar adalah Yesaya. Waktu ia melihat
Allah yang hidup yang bertakhta atas seluruh
alam semesta, dipresentasikan di depan
matanya dalam KEKUDUSAN, Yesaya berteriak:
”Celakalah aku!” Perkataan “celakalah” adalah kata yang bersifat negatif yang biasa
dipakai dalam nubuatan dari Allah, sebaliknya
perkataan positifnya adalah “diberkatilah”.
Pada bibir seorang nabi perkataan “celakalah”
menyatakan kehancuran, kehancuran kota,
kehancuran bangsa, kehancuran pribadi.
Waktu Yesaya berteriak “Celakalah aku!” ,
teriakan kata ini adalah teriakan yang tidak
biasa, meneriakkan penghakiman Allah atas
dirinya sendiri, teriakan kutukan Allah atas
dirinya, penghakiman laknat yang dia hadapi.
Kata lain adalah “I am undone”. To be
undone artinya terpecah dari jahitannya, terurai berkeping-keping. Pernyataan dari
Yesaya mengungkapkan bagaimana ia
mengalami “terpisah/ terputus/ disintegrate”.
Perkataan integrity berasal dari kata ini, integrate.
Yesaya berguling di lantai, setiap pori-pori
dalam tubuhnya gemetar, ia mencari tempat
15
PENGAJARAN
sembunyi, berdoa agar bumi mungkin dapat
menutupi tubuhnya, sepertinya atap Bait
Allah akan runtuh, tetapi dia tidak dapat bersembunyi. Ia sendirian, telanjang di hadapan
Allah, merasakan kehancuran moral; jiwanya
menangis keras dan hancur berkepingkeping, suara hatinya mengatakan: “engkau
bersalah, bersalah, bersalah”, teriakan tersebut tidak berhenti-henti, keluar dari setiap pori-pori tubuhnya.
ALLAH YANG KUDUS adalah Allah
yang beranugerah, Dia tidak membiarkan
Yesaya gemetar sangat ketakutan, Dia
membersihkan lidahnya dengan arang panas
dan memulihkan jiwanya yang hancur.
Serafim mengambil sepit, membawa bara
panas, bahkan sangat panas untuk seorang
malaikat, membawanya ke bibir Yesaya,
m e n y e n t u h d e n g a n keras ke bibirnya.
Di titik pertemuan bara panas dengan bibirnya,
Yesaya merasakan sebuah “api kudus” menyentuh bibirnya. Ini adalah belas kasihan
Allah, sebuah penyucian yang menyakitkan.
Mulutnya yang kotor dibakar, ia dibakar oleh
Api yang Kudus. Dalam pembersihan / penyucian
Ilahi, Yesaya mengalami pengampunan
yang diberikan melalui pemurnian dari
bibirnya. Ia dibersihkan, diampuni, tetapi itu
semua harus dengan pertobatan yang
menyakitkan. Dia meratapi dosanya,
merasakan kesedihan mendalam atas
moralnya, dan Allah mengirim malaikat untuk
memulihkannya. Kesalahannya telah diangkat,
dan dirinya tidak dihina. Imannya dibangun
kembali. Sentuhan yang berarti dua, membakar bibirnya dan membawanya kepada
kekekalan. Sesaat kemudian, nabi yang
hancur berkeping itu menjadi utuh kembali.
Mulutnya telah bersih. Ia siap diutus.
Lalu aku mendengar suara Tuhan berkata:
“Siapakah yang akan Ku-utus, dan
siapakah yang mau pergi untuk Aku?”.
Maka sahutku: “Ini aku, utuslah aku!”
(Yesaya 6:8).
Dua hal penting yang kita harus perhatikan:
1. Pada saat Yesaya menjawab “Inilah
aku”, ini adalah sebuah jawaban yang mutlak tanpa pertanyaan, “Tuhan, inilah aku,
utus aku, ya Tuhan”. Allah membuat orang
yang terhina ini dipulihkan dan mengutusnya
sebagai pelayannya. Allah mengambil
manusia yang paling sombong, tidak layak,
berdosa, dan menjadikannya seorang nabi.
Allah mengambil seorang yang bermulut
kotor, najis, dan membuatnya menjadi orang
yang berbicara atas Nama-Nya.
16
2. Hal kedua yang kita belajar adalah:
Allah bekerja dalam anugerah-Nya atas
jiwa Yesaya. Identitas pribadi Yesaya tidak
dibuang. “Inilah aku”, Yesaya masih dapat
menyatakan dirinya “aku”, ia masih mempunyai identitas, ia masih mempunyai kepribadian yang sama sebagai Yesaya, Tuhan tidak menghancurkan pribadinya, tetapi Tuhan menyelamatkan pribadinya.
Allah memulihkan dan menyembuhkan jiwanya dan pribadinya. Waktu ia meninggalkan
Bait Allah, ia masih Yesaya bin Amos, ia
adalah orang yang sama, tetapi mulutnya
sudah dikuduskan.
SETIAP KITA TIDAK LAYAK sebagai
pelayan Allah, kita sangat rentan untuk
menjadi munafik. Seorang yang setia kepada
firman Tuhan, dan taat kepada firman, akan
membuatnya lebih rendah hati. Apabila
seorang pengkotbah berbicara tentang
kekudusan Allah, tidak berarti bahwa ia lebih
kudus daripada pendengar, tetapi kita yang
mulai belajar mengenai kekudusan ALLAH,
kita akan semakin mengerti betapa rentan
dan tidak layaknya kita. Mengapa kita mau
belajar tentang kekudusan Allah dengan
lebih dalam lagi??? Karena satu hal, yaitu
kita tidak kudus, kita orang biasa, orang yang
datang ke gereja tetapi tidak pernah
mencicipi keagungan Allah, orang yang
tidak mau belajar apakah artinya telah diampuni
kesalahan dan dosanya, orang yang tidak
mengerti apa artinya “diutus”sebagai
pelayan-Nya. Jiwaku menjerit, jiwaku membutuhkan lebih lagi, membutuhkan hadirat-Nya.
Tetapi Kristus yang sudah menyentuh hidup
kita dengan pengampunan-Nya, membuat
kita layak, diutus oleh-Nya menjadi hamba-Nya.
Renungan : Mintalah Kekudusan Allah
menyentuh hidupmu.
1. Bila engkau berpikir bahwa Allah adalah
kudus, apa yang terlintas dalam pikiranmu?
2. Jelaskan sebuah waktu dimana engkau
mengalami “kekudusan Allah”!
3. Pernahkah engkau mengalami, bahwa
engkau diperbaharui oleh kehadiran Allah, di
mana engkau adalah kepingan yang hancur
(undone), terputus dari hadirat-Nya? Yesaya
berespon, “Celakalah aku!”, apakah respon
saudara?
4. Aspek kekudusan Allah manakah dalam
bacaan diatas, yang membuat engkau
makin memuliakan Dia?
Sumber : The Holiness of God oleh R.C.Sproul,
Teolog, Penulis, dan Pendeta.
TOKOH
“No one is born hating
Nelson
another person because of
the color of his skin, or his
background, or his religion.
People must learn
to hate, and if they can learn
to hate, they can be taught
to love, for love comes
more naturally to the
human heart than
its opposite.”
Mandela
MENGENANG NELSON MANDELA
NELSON MANDELA lahir 18 Juli 1918 dalam sebuah
keluarga terhormat dari suku Thembu di desa Mvezo,
Afrika Selatan. Nama aslinya adalah Rolihlahla yang
artinya "mencabut cabang dari pohonnya alias si
pembuat kekacauan". Mandela tumbuh bersama dua
saudarinya di desa Qunu. Kedua orang tuanya adalah
orang Kristen yang taat. Ibunya menitipkan dia kepada
kepala suku Jongintaba Dalindyebo sebagai orang tua
asuhnya selama bersekolah. Mandela adalah orang
pertama dalam keluarganya yang mengecap
pendidikan formal. Setiap Minggu ia selalu hadir di
gereja, dan iman Kristen merupakan bagian utama
hidupnya. Dia menyelesaikan bangku sekolah dasarnya
di sebuah sekolah yang didirikan oleh badan misi
Gereja Metodis. Gurunya memberi nama baptis, Nelson.
Dia sangat menonjol dalam olahraga tinju maupun juga
dalam bidang akademis. Dia belajar bahasa Inggris,
sejarah, dan geografi.
Dalam otobiografinya "The Long Walk to Freedom",
Mandela menceritakan bagaimana pengalaman
awalnya dengan iman Kristen, memuji bagaimana hal
itu berhubungan erat dengan masyarakat di sekitarnya:
"Gereja begitu memperhatikan apa yang terjadi
dengan dunia sekarang maupun yang akan datang.
Saya menyaksikan dengan mata kepala sendiri, semua
hal-hal yang telah dicapai di Afrika, datang melalui
pekerjaan misi yang dilakukan gereja."
Tahun 1939 Nelson Mandela masuk ke sebuah
universitas elite, University of Fort Hare, satu-satunya
universitas ala barat bagi orang kulit hitam di sana.
Mandela menjadi anggota Asosiasi Pelajar Kristen dan
mengajar kelas Alkitab pada hari Minggu di desa-desa
terdekat. Adalah kepercayaan kepada iman Kristen
yang menjauhkan Mandela dari paham komunis yang
disebarkan pada tahun 1940. Mandela menyadari
bahwa adalah mustahil untuk menggabungkan paham
komunis yang ateis dengan imannya. Tahun berikutnya,
dia dan beberapa pelajar lain termasuk temannya,
Oliver Tambo, dikeluarkan karena ikut berpartisipasi
dalam memboikot peraturan universitas.
Mengetahui bahwa ia akan dinikahkan,
Mandela terbang ke Johannesburg dan bekerja di
sana, sambil menyelesaikan kuliah sarjana muda jarak
jauhnya. Kemudian dia melanjutkan belajar hukum di
University of Witwaterstrand, di mana dia terlibat dalam
gerakan menentang diskriminasi ras, dan menjalin
hubungan penting dengan aktivis kulit putih dan hitam.
Tahun 1944, Mandela bergabung dalam Africa National
Congress (ANC) dan bekerja dengan teman-teman
anggota partai lainnya, termasuk Oliver Tambo, untuk
mendirikan serikat pemuda, ANCYL. Pada tahun yang
sama, dia bertemu dan menikah dengan istri
pertamanya, Evelyn Ntoko Mase, sebelum mereka
akhirnya bercerai pada tahun 1957.
17
TOKOH
Komitmen Mandela pada politik dan ANC
tumbuh semakin kuat setelah pemilihan umum tahun
1949. ANC, mengadopsi rencana ANCYL untuk
mendapatkan hak kewarganegaraan penuh bagi
seluruh warga Afrika Selatan melalui boikot, aksi mogok,
ketidakpatuhan warga sipil, dan metode-metode non
kekerasan lainnya. Mandela membantu ANC memimpin
kampanye menentang hukum yang tidak adil (Defiance
of Unjust Laws) pada tahun 1952, mengelilingi seluruh
negeri untuk mengorganisir protes menentang peraturan-peraturan yang mendiskriminasi dan memperkenalkan
suatu manifesto yang dikenal dengan Piagam
Pembebasan (Freedom Charter), yang disahkan oleh
Kongres Rakyat (Congress of the People) pada tahun
1955. Juga pada tahun 1952, Mandela dan Tambo
membuka kantor hukum kulit hitam Afrika Selatan
pertama, yang menawarkan jasa gratis atau rendah
biaya untuk mereka yang dirugikan akibat apartheid
tersebut. Mandela pergi ke luar negeri secara ilegal
untuk menghadiri konferensi pemimpin nasionalis Afrika
di Ethiopia, mengunjungi Oliver Tambo yang diasingkan
ke London dan mengikuti pelatihan gerilya di Algeria.
5 Agustus 1962, sepulangnya dari sana, dia
ditahan dan dijatuhi hukuman 5 tahun penjara karena
ketahuan meninggalkan negara dan memicu aksi
mogok pekerja tahun 1961. Ia mengumumkan ketidak-adilan apartheid, dan mengakhiri ucapannya dengan
kalimat: "Saya berharap akan sebuah demokrasi yang
ideal dan sebuah masyarakat bebas di mana semua
orang hidup bersama secara harmonis dan dengan
kesempatan yang sama. Ini adalah cita-cita yang saya
harap dapat hidup untuknya dan meraihnya. Dan bila
perlu, ini jugalah cita-cita yang untuknya saya siap
untuk mati."
Nelson Mandela menghabiskan 18 tahun pertama
dari 27 tahun masa tahanannya di sebuah penjara
yang brutal di Pulau Robben, sebuah sel yang sangat
kecil dengan tempat tidur tanpa kasur dan kran air,
serta diharuskan melakukan pekerjaan berat setiap hari.
Sebagai tahanan politik kulit hitam, dia mendapatkan
jatah dan keleluasaan yang lebih sedikit daripada
tahanan lainnya. Pada malam hari dia belajar untuk
mendapatkan gelar LLB, tetapi dia dilarang membaca
koran. Dia hanya diizinkan untuk bertemu dengan istri
”SAAT AKU BERJALAN KE PINTU YANG
AKAN MEMBAWAKU KE GERBANG
KEBEBASANKU, AKU TAHU BAHWA JIKA AKU
TIDAK MENINGGALKAN SEGALA KEPAHITANKU
DAN KEBENCIANKU DI BELAKANG, MAKA AKU
TETAPLAH MASIH BERADA DI
DALAM PENJARA.”
keduanya, Winnie Madikizela Mandela sekali dalam
enam bulan. Dia terus menghadiri ibadah Minggu dan
belajar bahasa Afrika agar dapat menginjili para
penjaga penjara.
Pada 11 Februari 1990, presiden terpilih yang
baru, F.W. de Klerk, memerintahkan Mandela dibebaskan.
Di saat pembebasannya, Mandela sekali lagi mengingat
akan pentingnya pembaharuan hati mendahului perubahan yang bersifat ‘luar’. "Saat aku berjalan ke pintu
yang akan membawaku ke gerbang kebebasanku,
aku tahu bahwa jika aku tidak meninggalkan segala
kepahitanku dan kebencianku di belakang, maka
aku tetaplah masih berada di dalam penjara." Dalam
otobiografinya ia berkata: "Tak seorangpun dilahirkan
membenci orang lain karena warna kulitnya, atau pun
karena latar belakangnya, atau pun agamanya. Orang
harus belajar untuk dapat membenci, dan jika mereka
dapat belajar membenci, mereka juga dapat diajar
untuk mengasihi, karena kasih datang secara alamiah
dari hati manusia daripada yang sebaliknya."
18
Walaupun penuh ketegangan dan pertentangan,
pembicaraan mengenai pemerintahan multirasial
membawa Mandela dan de Klerk meraih Nobel Perdamaian
tahun 1993. Pada 26 April 1994, lebih dari 22 juta masyarakat
Afrika Selatan memberikan hak suaranya pada
pemilihan multirasial pertama dalam sejarah negara
mereka. Hampir seluruhnya memilih ANC untuk memimpin
negara mereka, dan 10 Mei1994 Mandela diambil
sumpahnya sebagai presiden kulit hitam pertama Afrika
Selatan, dengan de Klerk sebagai wakil pertamanya.
Sebagai presiden, Mandela mendirikan "Truth
and Reconciliation Commission" untuk menyelidiki
pelanggaran hak asasi dan politis yang dilakukan baik
oleh pendukung maupun penentang apartheid selama
kurun waktu 1960-1994. Dia juga memperkenalkan
berbagai program sosial dan ekonomi yang dirancang
untuk memperbaiki standar hidup orang-orang kulit hitam
di Afrika Selatan. Tahun 1996, Mandela mengetuai
pembuatan undang-undang Afrika Selatan yang baru,
untuk membangun pemerintahan yang kokoh ber-
TOKOH
dasarkan aturan umum yang melarang diskriminasi
terhadap kaum minoritas, termasuk orang kulit putih.
Memperbaiki hubungan antar ras, memperingatkan
kaum kulit hitam untuk tidak balas dendam terhadap
kaum minoritas kulit putih, dan membangun citra
internasional yang baru dari Afrika Selatan yang
bersatu adalah agenda pokok Presiden Mandela.
Dia juga membentuk "Goverment of National Unity"
yang multi ras dan menyatakan negaranya sebagai
sebuah "bangsa pelangi yang damai dengan dirinya
dan dengan dunia."
Dalam acara Paskah di Gereja Kristen Zionist, tahun
1992 dan 1994 Mandela menyampaikan pesannya :
"Kabar Baik lahir dari Mesias kita yang bangkit yang
memilih bukan hanya satu ras, dan bukan juga satu
negara, ataupun hanya satu bahasa saja, ataupun
hanya satu suku saja, melainkan memilih seluruh umat
manusia!"
"Setiap Paskah merupakan tanda lahirnya kembali
iman kita. Ini menandai kemenangan dari Juruselamat
kita yang bangkit melampaui siksaan salib dan
kubur."
"Juruselamat kita, yang datang dalam rupa manusia
yang dapat mati, tetapi kita yang oleh penderitaan
dan penyaliban-Nya mendapatkan hidup yang tidak
dapat binasa."
"Hidup-Nya menyatakan kebenaran bahwa tidak
perlu menanggung malu dalam masa-masa
penganiayaan: mereka yang harus malu adalah
mereka yang menganiaya orang lain."
" Hidup-Nya menyingkapkan kebenaran bahwa
tidak ada hal yang memalukan bagi mereka yang
ditindas: sebaliknya malu adalah bagi mereka yang
menindas orang lain."
"Hidup-Nya membuktikan kebenaran bahwa tidak
perlu malu bagi mereka yang dirampas haknya :
mereka yang seharusnya malu adalah mereka yang
merampas hak orang lain."
Sebagai Presiden Afrika Selatan, Mandela
berbicara dalam pertemuan Dewan Gereja-Gereja
Dunia yang ke-8 di Zimbabwe tahun 1998. Dia memuji
usaha gereja-gereja di Afrika Selatan untuk mengakhiri
apartheid, dan menyampaikan rasa hormatnya bagi
para misionaris yang telah membawa standar yang
tinggi bagi pendidikan di Afrika, di mana dia pun
mengecap manfaatnya semasa ia kecil. "Kalian harus
sudah pernah berada di penjara apartheid Afrika
Selatan untuk dapat benar-benar menghargai betapa
pentingnya gereja," dia berkata dalam sidang itu.
Suatu peristiwa yang tak terlupakan dari pesan
rekonsiliasi perdamaian, terjadi pada tahun 1995,
saat Mandela menyatukan baik kulit hitam maupun
kulit putih untuk mendukung tim rugby Afrika Selatan.
Ketika itu mereka menjadi tuan rumah Piala Dunia
Rugby. Tim ini sejak lama merupakan simbol
kekuasaan orang kulit putih selama masa apartheid
dan adalah hal yang menjijikkan bagi orang kulit
hitam bila ikut mendukung mereka. Waktu Springboks
berhasil mencapai final melawan Selandia Baru,
adalah momen yang sangat mendebarkan yang
menghentikan nafas, saat Mandela, berjalan memakai
seragam dan topi tim, menyalami mereka satu per
satu yang hampir semuanya adalah orang kulit putih.
Ini adalah kemenangan yang jauh lebih mencengangkan
bagi Afrika Selatan daripada memenangkan piala
kejuaraan tersebut. Tembok pemisah yang membentang
berpuluh-puluh tahun runtuh seketika saat orang kulit
hitam yang menyaksikan pertandingan melalui televisi
mendengar seluruh orang kulit putih yang berada di
stadion bersorak-sorak meneriakkan "Nelson!", "Nelson!".
Momen di mana tidak ada lagi batas antara kulit
hitam dan kulit putih, Afrika Selatan bersatu. Bagi
Mandela, iman dibuktikan melalui "kata-kata yang
ditindaklanjuti", dengan penuh hormat dan hasrat
yang dalam untuk selalu menjembatani jarak menuju
orang lain yaitu pada hatinya.
Pada ulang tahunnya yang ke-80, tahun
1998, Mandela menikahi janda dari presiden terdahulu
Mozambique, politikus dan pejuang humanis, Graca
Machal. Tahun selanjutnya, dia mengundurkan diri
dari politik pada akhir masa jabatan kepresidenannya yang pertama dan diteruskan oleh wakilnya,
Thabo Mbeki dari ANC. Setelah meninggalkan kantornya,
Nelson Mandela tetaplah seorang pejuang perdamaian
dan keadilan sosial yang sangat berdevosi bagi
negara dan dunia.
Tahun 2009, PBB menetapkan 18 Juli sebagai
Hari Internasional Nelson Mandela sebagai pengakuan
atas sumbangsih bekas pemimpin Afrika Selatan ini
bagi demokrasi, kebebasan, perdamaian dan hak
azasi manusia di seluruh dunia. Nelson Mandela meninggal pada 5 Desember 2013 akibat infeksi
paru-paru yang pertama menjangkitinya semasa ia
ada di dalam penjara, kambuh.
Dalam pidato pelantikannya sebagai presiden
di Pretoria,10 Mei 1994, Mandela menutup dengan
ucapan "Tuhan memberkati Afrika!". Sementara kata
"Tuhan memberkati (God bless)" telah dengan serampangan dilontarkan, tetapi berbeda jika hal itu datang
dari seorang yang tidak tergesa-gesa dengan perkataannya seperti Nelson Mandela, yang memiliki iman yang
sejati dan yang begitu memperhatikan bahwa ia
akan menghidupi apa yang ia telah ucapkan.
Kini, rakyat Afrika Selatan sedang belajar
untuk bagaimana hidup tanpa kehadiran seorang
pemimpin yang begitu mereka hormati dan cintai,
dan kiranya Tuhan menjawab permohonan Mandela
tersebut.
____________________________________________________
Ditulis oleh : Chen Nie
Sumber tulisan : history.org dan christiantoday.com
19
KESAKSIAN
OMA SAYA ADALAH SEORANG
IBU RUMAH TANGGA,
YANG BERANAKAN TUJUH ORANG,
ENAM LAKI-LAKI DAN
SATU PEREMPUAN. MENJADI ISTRI
SEORANG YANG KAYA DAN
BERKUASA, SEPINTAS
KELIHATAN SEPERTI KEHIDUPAN
YANG BEGITU ENAK, SEMUA UANG
DAN KUASA DAPAT DIMILIKI,
TIDAK ADA ORANG YANG
BERANI MELAWAN.
NAMUN KENYATAANNYA, TIDAK.
BANYAK KEPAHITAN TELAH
DIALAMI, DAN INI MENJADI
KESAKSIAN YANG SAYA TULIS,
DI MANA KASIH YANG TUHAN
TANAM DALAM HATINYA TIDAK
DITUNDUKKAN DAN
DIHANCURKAN OLEH SITUASI.
20
DALAM AWAL KEHIDUPAN SESEORANG,
mungkin tidak pernah terbesit apa yang
akan terjadi dalam kehidupannya, apa
yang akan dia hadapi, dan apa beban
hidupnya. Oma adalah seorang Kristen
yang setia dan sadar betapa pentingnya
ibadah dan bersekutu dengan Tuhan. Tidak
heran ia selalu mengajak dan menghimbau
semua anaknya untuk selalu datang ke
gereja. Namun yang menjadi masalah
adalah Opa. Sebagai seorang ayah dan
pemimpin dalam keluarga Kristen, Opa
sama sekali tidak memberikan contoh
yang baik.
Opa adalah seorang yang sangat
terkenal. Dia mendirikan dan mengurus
beberapa bandara Angkatan Udara di
Indonesia, karena itu nama tengah papa
saya (Jimmy Penfuto Siwalette) diambil
dari salah satu bandara yang ia tangani di
NTT, Bandara Penfui. Sebagai orang yang
memiliki jabatan tinggi, tidak lekang membuat harta dan kuasa berada di dalam
tangannya. Bahkan pernah ketika seorang
anaknya terancam tidak naik kelas atau
bermasalah di kelas, ia tidak akan sungkan-sungkan bernegosiasi agar anaknya tidak
dikeluarkan dari sekolah. Juga ketika salah
satu anaknya masuk pendidikan di bidang
pesawat, dan sekolah tersebut tidak mempunyai pesawat kecil untuk praktek, Opa
langsung membelikan pesawat kecil untuk
dapat di-pereteli dan dipelajari di sekolah.
Kasih
&
Kesetiaan Oma
KESAKSIAN
Tidak hanya kaya, ia juga memiliki pengaruh yang besar, namun bisa saya katakan
bahwa Opa adalah seorang yang "jahat". Papa saya pernah bercerita, suatu kali ada seorang
yang menabrak mobil Opa ketika dia berkendara, dan orang itu marah-marah kepadanya,
tidak ayal Opa langsung menembak kakinya. Tidak ada yang berani melawan Opa pada masa
itu. Watak dan sifat Opa menjadi contoh yang tidak baik bagi ketujuh anaknya. Dalam hal
rohani, ia sebenarnya orang Kristen, namun itu hanya sekedar di KTP. Ia selalu mengajak anak-anaknya jalan-jalan setiap hari Minggu, bahkan juga mengajak banyak tetangga. Maka tidak
heran kalau pada saat itu anak-anaknya tidak pernah ke gereja pada hari Minggu. Itu menjadi
pergumulan bagi Oma, tetapi masih ada pergumulan yang lebih besar lagi.
PERGUMULAN OMA YANG PALING BERAT adalah ketika cintanya yang besar dan indah kepada
seorang pria harus dikhianati. Dia harus melihat bagaimana dirinya, yang menganggap suaminya adalah segalanya, malah dianggap bukan apa-apa oleh suaminya.
Oma mengetahui bahwa Opa memiliki banyak wanita simpanan. Mereka ini harus
ditunjang kehidupannya dan beberapa di antara mereka sudah memiliki anak dari Opa. Justru
Opa menyuruh anaknya sendiri untuk mengantar jatah mereka, dan anaknya itu adalah papa
saya. Tentu ini menanamkan kebencian dan kemarahan dalam hati papa, dan mungkin juga
anak-anak lainnya. Namun Oma selalu mengatakan kepadanya untuk tetap sabar, mengasihi,
dan menghormati Opa, karena bagaimanapun itu adalah ayahnya. Tidak boleh kurang ajar,
demikian yang selalu Oma ajarkan. Pastinya ini sangat menyakitkan, tetapi Oma selalu ingatkan
kepada papa, apa yang Alkitab ajarkan mengenai kasih. Ujian paling berat terjadi ketika salah
satu wanita simpanan Opa yang paling disayanginya, tinggal di rumah bersama dengan Oma.
Dan yang paling menyakitkan adalah ia sendiri harus menyingkir, tidur di kamar lain, sementara
Opa di kamarnya dengan wanita itu. Sungguh itu semua mencabik hati Oma. Namun Tuhan
selalu menguatkannya. Oma tidak hanya menerima keadaan itu, bahkan sampai hari tuanya
dia menerima dan merawat juga anak wanita simpanan tersebut meskipun ketika itu Opa sudah
meninggal.
Apakah Oma pernah mengeluh di hadapan anak-anaknya dan menjelekkan suaminya
karena ini semua? Mungkin bagi orang dunia iya, namun ia tidak pernah melakukannya.
Sebagai seorang anak Opa, papa saya pernah mengalami masa di mana dia begitu membenci
ayahnya, namun ia mengatakan kapada saya, “Satu hal luar biasa yang harus kamu pelajari
dari Oma kamu....bahwa tidak pernah.... satu kalipun... Oma menjelekkan Opa dan tidak menghormati Opa di hadapan papa....”. Oma tidak hanya mengajarkan firman Tuhan kepada setiap anaknya, tetapi ia juga menghidupi firman Tuhan itu. Bukankah seringkali orang tua zaman
sekarang tidak menghidupi ajaran yang ia sendiri ajarkan kepada anak-anaknya? Di tengah
masa sulit, Oma tidak pernah melepaskan imannya. Di dalam keluarganya, ia adalah orang
yang sangat rajin ke gereja. Ketika keadaan seperti ini membuat orang lain meninggalkan
Tuhan-nya, Oma tidak. Justru ia terus mendorong anak-anaknya pergi ke gereja. Ini sangat
membekas pada diri papa saya, dan mendorongnya menjadi orang Kristen yang setia dalam
kehidupannya.
Mungkin yang menjadi pertanyaan ironis, yang dapat ditanyakan kepada Oma seandainya
ia masih hidup, adalah apakah beban berat kehidupan yang ia jalani itu berakhir dalam
hitungan hari? Jawabannya: tidak. Dalam hitungan bulan? Tidak. Dalam hitungan puluhan
tahun? Iya. Sampai Opa menghadapi ajalnya, semua itu baru berakhir. Tetapi justru kisah
menjelang kematian Opa inilah yang luar biasa.
PADA SAAT MENJELANG KEMATIAN OPA, karena sakit yang diderita, mungkin kita berpikir
bahwa ia akan bertobat. Tetapi kenyataannya, belum. Sampai masuk rumah sakit pun dia belum
bertobat. Semua hal buruk dalam kehidupan Oma belum berubah. Di sisi lain, ada hal baik
yang tidak pernah berubah juga, yaitu Oma sekali pun tidak pernah meninggalkan Opa ketika
ia sudah terbaring di ranjang rumah sakit, sementara para wanita simpanan tidak seorang pun
yang datang dan menemani. Meskipun Oma dikatakan bodoh oleh teman-temannya, dia terus
setia... Kasih dan kesetiaan Oma yang Tuhan ajarkan dan tanam dalam dirinya inilah yang pada
akhirnya menyentuh hati Opa. Sebelum meninggal Opa mengatakan, “Terima kasih isteriku,
selama ini engkau selalu setia menemani....” Mungkin itulah satu-satunya pujian bagi Oma setelah
bertahun-tahun, yang tentu saja sangat membahagiakannya. Namun satu hal yang paling
membahagiakan adalah, ketika pada akhirnya Opa mau percaya kepada Kristus sebelum
meninggal. Mengapa bisa? Karena dia melihat Tuhan Yesus dalam kehidupan isterinya,
21
KESAKSIAN
bagaimana kasih Tuhan Yesus memancar melalui Oma kepada Opa. Akhirnya Opa meninggal
sebagai orang percaya.
Ada dua hal yang saya pelajari dari kisah Oma, yang selalu papa tekankan untuk
meneladaninya :
Pertama, KESETIAAN bukanlah berarti kita berada bersama orang yang kita sayangi
pada waktu senang saja, namun juga di waktu susah. Papa saya selalu mengatakan, kalau kita
hanya setia di waktu senang maka kita tidak beda dengan “pelacur” (maafkan), karena kita
memiliki prinsip yang sama dengan pelacur, yaitu “ada uang, abang kusayang... tidak ada uang
abang kutendang”. Justru disebut “setia”, karena di waktu susah dia masih mendampingi orang
yang disayanginya. Bukankah ini sifat Allah kita? Bukankah Allah kita adalah Allah yang setia,
sedangkan Israel dalam kitab Yehezkiel dianggap sebagi wanita sundal yang terus menerus tidak
setia dan berganti pasangan? Tetapi apakah Allah membuang umat-Nya? Allah terus memanggilnya
untuk berbalik. Dan puncaknya, ketika Dia mengorbankan Anak-Nya yang Tunggal karena begitu
besar kasihnya akan kita, umat-Nya. Bukankah itu setia? Maukah kita mengatakan, bahwa Allah
kita adalah Allah yang “bodoh” karena kesetiaannya? Kalau Allah kita adalah Allah yang tidak
setia seperti kita, sudah pasti Tuhan Yesus tidak akan mati di atas kayu salib.
Kedua, KASIH KRISTUS yang ada di dalam Oma. Kasih yang ada di dalam Oma adalah
kasih yang Tuhan ajarkan dalam Alkitab. Sebuah kasih yang memiliki 3 unsur: unconditional love,
grace, and mercy. Bagaimana kita bisa belajar memiliki unconditional love, kalau sahabat atau
orang yang kita kasihi memang memenuhi semua kondisi untuk dicintai? Bagaimana kita bisa
belajar mercy, kalau orang yang kita kasihi tidak pernah berbuat salah? Bagaimana kita bisa
belajar grace, kalau orang yang kita kasihi sangat layak untuk kita kasihi? Tidak ada orang yang
sempurna dalam dunia ini. Oma tidak mencintai orang yang sempurna, tetapi ia belajar
mencintainya dengan cara yang sempurna, yaitu dengan kasih yang diajarkan di Alkitab.
Sekarang Oma memang sudah tiada. Dia sudah berpulang ke rumah Bapa pada tanggal
9 Desember 2013. Namun kasih dan kesetiaan yang ia tunjukkan dalam hidupnya menjadi contoh
dan teladan bagi orang-orang yang melihatnya. Meskipun dikatakan bodoh, dia tetap
mencintai dan setia terhadap suaminya, karena bukankah apa yang dipersatukan Tuhan tidak
boleh dipisahkan oleh manusia? Kasihnya terhadap Opa adalah bentuk ketaatannya kepada
Perintah Tuhan untuk mengasihi sesama manusia seperti mengasihi dirimu sendiri. Dan ini jelas
merupakan apa yang Alkitab kehendaki dalam Amsal 31:30 “Kemolekan adalah bohong dan
kecantikan adalah sia-sia, tetapi isteri yang takut akan TUHAN dipuji-puji.” Apalah artinya
perempuan cantik kalau ia tidak setia? Kepada perempuan yang setia dan takut akan Tuhan,
Alkitab mengatakan di Amsal 31:10 bahwa mereka “...lebih berharga daripada permata”.
Apakah kasih dan kesetiaan Oma kepada pria ini tidak menjadi berkat besar? Secara
sekilas tampaknya hanya suatu hal yang kecil, namun sesungguhnya memiliki berkat yang begitu
besar. Karena contoh dan kesetiaan Oma mendidik anaknya-anaknya, maka Almarhum Papa
menjadi seorang pendeta dan mengajar di banyak sekolah teologia, menahbiskan ratusan
pendeta, mendirikan ratusan gereja, dan menjadi misionaris di pedalaman Kalimantan Barat. Dan
sekarang saya, cucunya, terpanggil untuk sekolah teologi dan bisa melayani di tengah GRII
Kelapa Gading. Kasih yang dikatakan “bodoh” itu, ternyata memiliki dampak yang luar biasa.
Kisah ini saya tutup dengan pertanyaan yang pernah ditanyakan seseorang kepada
Oma, “Oma, mengapa Oma tidak pernah mencari pria lain? Juga setelah Opa meninggal?”
Mungkin bagi sebagian orang, menikah lagi adalah hal yang membahagiakan apalagi setelah
apa yang Opa lakukan, namun inilah jawab Oma, dengan suara pelan karena usia tuanya,
“Menikah? Tidak mauuu... saya sudah menikah... suami saya hanya satu... yang saya cinta hanya
satu... sekarang dia sudah ada di surga..”
Rest In Peace, Ibu Juliana Mowoka Siwalette.
______________________________________________________________________________________________
Kesaksian ditulis oleh Joshua Timothy
22
APLIKASI
FASHION
Pakaian di Awal
Penciptaan
Pada mulanya, Adam dan Hawa
tidak berpakaian dan tidak
merasa malu, karena mereka
ditudungi kemuliaan Allah. Tetapi
waktu mereka jatuh ke dalam
dosa, barulah mereka merasa
malu atas ketelanjangannya,
yaitu karena mereka telah
kehilangan kemuliaan Allah. Lalu
“Tuhan Allah membuat pakaian
dari kulit binatang untuk manusia
dan untuk istrinya itu, lalu
mengenakannya kepada
mereka” (Kej 3:21). Hal ini melambangkan adanya korban penebusan
dari Allah yang akan menutupi
dosa umat manusia. Binatang
yang dikorbankan itu merupakan
bayang-bayang akan
datangnya korban penebusan
Kristus untuk menggantikan
hukuman dosa umat manusia.
Pemberian pakaian kulit binatang
tersebut melambangkan
pengampunan Tuhan yang
memulihkan identitas manusia
sebagai gambar dan rupa Allah
yang telah jatuh ke dalam dosa.
Pakaian itu sendiri melambangkan identitas yang benar untuk
manusia yang telah ditebus
dosanya.
Pakaian Masa Kini
Wanita sekarang hidup dalam
dunia yang sangat peduli
dengan bagaimana seorang
wanita berpenampilan. Hal ini
membawa pada budaya gengsi,
sehingga banyak wanita merasa
mempunyai gengsi tinggi dalam
hal penampilannya, dengan apa
yang dipakainya. Mereka yang
mempunyai selera dan daya
beli yang tinggi biasanya akan
membeli barang-barang bermerek
yang bisa selangit harganya.
Filosofinya adalah: “I am what I
wear.”Sebaliknya, banyak wanita
Kristen menganut kesederhanaan
berpakaian dengan alasan takut
dianggap pamer atau dikatakan
sensual. Pengertian seperti ini
bukan prinsip kekristenan.
Kesederhanaan berpakaian
harus lebih mengacu pada ekspresi
hati yang mengasihi Kristus dan
sesama, untuk menjadi berkat
untuk orang lain. Kesederhanaan
berpakaian harus termotivasi
oleh keinginan untuk memuliakan
Tuhan.John MacArthur pernah
bertanya,”Bagaimana seorang
wanita dapat melihat sebuah
Seperti Apa yang Pantas untuk
Wanita Kristen?
23
APLIKASI
garis tipis perbedaan antara
berpakaian pantas dan berpakaian untuk menjadi pusat
perhatian?” Jawabannya
ada di motivasi hati. Seorang
wanita harus menguji motif dan
tujuannya dalam berpakaian,
apakah untuk menunjukkan kecantikannya, atau untuk menarik
lawan jenis? Dan apakah itu
mengekspresikan kerendahan
hati untuk menyembah Tuhan? Seorang wanita yang bertujuan
menyembah Tuhan, akan
berhati-hati dalam berpakaian
karena hatinya akan memimpin
penampilannya. Sebagai seorang
wanita Kristen, apa yang kita
pakai harus mengalir dari
pengertian bahwa kita adalah
ciptaan yang mengusung
image Pencipta kita, yang
menciptakan keindahan. Dan
bahwa kita adalah seorang
pendosa yang telah ditebus
tetapi saat ini hidup dalam
dunia berdosa, dan bahwa
kita adalah pelayan-pelayan
yang siap sedia melakukan
pekerjaan-pekerjaan yang Tuhan
telah siapkan, memuliakan
Allah dengan bekerja dalam
nama-Nya. Kesederhanaan
adalah sikap hati yang memuliakan Allah, melayani orang
lain, dan menyangkal diri. Tim
Challies dan R. W. Glenn dalam
bukunya “Kesederhanaan”
mengatakan, bahwa hikmat
kesederhanaan mengalir dari
Injil dan memimpin pada Injil
Kasih. Firman Tuhan dalam 1 Tim
2:9-10 memberikan prinsip-prinsip kesederhanaan berpakaian
bagi seorang wanita Kristen.
Jadi kesederhanaan seperti
apa yang dimotivasi oleh kasih
Tuhan dan kasih terhadap sesama?
Kesederhanaan
Kesederhanaan
Berpakaian
Berpakaian
Berarti Pantas
Bersifat
Dalam budaya zaman ini
kepantasan berpakaian
menjadi suatu hal yang perlu
diingat kembali, karena spirit
Postmodern mencoba untuk
menghilangkan norma-norma
standar kepantasan ini.
Menutupi Tubuh
Prinsip pertama ini menjadi
kontroversi di beberapa negara
Barat, karena melibatkan
24
kebebasan berpakaian yang
dianggap hak asasi manusia.
Mereka yang berpakaian tertutup
sering dianggap kuno dan
ketinggalan mode. Sebaliknya
ada juga yang beranggapan,
mereka yang berpakaian
minim, seronok, atau bahkan
yang menunjukkan auratnya
dapat diasosiasikan sebagai
orang kafir, murtad, tercela,
dan dalam hukuman Tuhan
(Kej 3:7, Yes 47: 2-3, Yer 13:26,
Nah 3:5, Why 3:18).
Wanita yang suka berpakaian
minim membuat dirinya menjadi
umpan nafsu birahi, menjadikan
diri mereka sendiri sebagai batu
sandungan, penggoda nafsu
yang menyebabkan orang lain
berdosa, baik dalam pikiran
maupun tindakan. Dengan
berpakaian minim, tanpa sadar
mereka menyangkal, bahwa
sesungguhnya mereka adalah
pendosa yang membutuhkan
Juruselamat. Wanita Kristen
adalah wanita yang ditutupi
oleh pakaian fisik dan rohani.
Jika kita ingin memuliakan
Tuhan, kita tidak akan memakai
pakaian yang menunjukkan aurat
di muka umum (1 Kor 12:23).
Kita harus menjaga kekudusan
karena tubuh kita adalah Bait
Suci di mana Roh Kudus tinggal
di dalamnya. Dan jika kita
mengasihi sesama, kita harus
hidup saleh dengan kesaksian
hidup kita dan bukan sebagai
batu sandungan. Orang tua
harus mengajarkan anak gadisnya
pengertian mengapa kita
membutuhkan pakaian dengan
membaca Kejadian 3 di mana
alasan utamanya adalah
karena dosa.
Berpakaianlah yang pantas
sesuai usia. Jika kita berusia 50
tahun, jangan berpakaian
seperti usia 18 tahun dengan
style sangat mini dan warna
menyolok. Hal ini menunjukkan
ketidakpuasan akan pemeliharaan
Tuhan, juga mengurangi rasa
hormat orang lain terhadap kita
karena kita seperti orang yang
tidak bijaksana.
Berpakaianlah yang pantas
sebagai seorang wanita. Tidak
harus selalu memakai warna
pink tetapi berpakaianlah
secara feminin. Bedakan mana
pakaian yang pantas untuk wanita
dan mana yang untuk pria.
Jangan bertukar silang gender.
Berpakaianlah yang pantas
sebagai seorang wanita yang
telah menikah. Hormatilah suami
dengan tidak menghamburkan
uang untuk sepotong pakaian
yang harganya puluhan juta
hanya demi pergaulan dan
gaya hidup, terutama jika daya
beli ini diatas kemampuan
keuangan sehingga suami
terpaksa harus berhutang atau
lebih parah, korupsi, untuk
memenuhi tuntutan sang istri.
Hormatilah suami dengan tidak
berpakaian kuno, lusuh, atau
tidak sesuai dengan ukuran
tubuh. Gantilah pakaian yang
kotor dan bau setelah memasak
di dapur dengan berpakaian
yang bersih. Seorang suami
pulang ke rumah akan lebih
menghargai istri yang wangi
dan bersih daripada seorang
istri yang berdaster dengan
cipratan minyak dan tubuh
beraroma bawang goreng.
Berpakaianlah yang pantas
sesuai dengan situasi dan
kondisi. Jika kita ke gereja,
jangan berpakaian seperti ke
pantai. Wanita yang ke gereja
akan sangat tidak pantas jika
berpakaian tank top, celana
pendek, pakaian ketat sensual
ataupun legging dengan
atasan pendek memperlihatkan lekuk kaki dan paha. Juga
tidak pantas jika memakai
sandal jepit atau bakiak ke
gereja. Sebab kita sedang
datang untuk menghadap dan
menyembah kepada Allah yang
APLIKASI
mahasuci dan mulia. Sehingga
selayaknyalah kita berpakaian
yang sopan demi menghormati
kemuliaan Tuhan di dalam
beribadah. Sebaliknya, jika kita
ke pantai, jangan berpakaian
formal seperti ke gereja. Hormati
orang lain karena mereka tidak
akan merasa nyaman dengan
cara berpakaian kita yang
salah kostum.
Kesederhanaan
Berpakaian Membuat
Kita Dapat Membantu
Orang Lain
Jika kita bermain dengan
anak-anak, tidak seharusnya
memakai sepatu hak tinggi, selain
dapat menyebabkan kecelakaan, juga akan mengurangi
kenyamanan bermain. Jika kita
pelayanan kunjungan ke rumah
sakit, kita harus memakai pakaian
yang bersih dan tidak bau. Jika
kita pelayanan ke penjara,
jangan memakai pakaian blink-blink seperti ke pesta.
Cara berpakaian yang pantas
dan pembawaan diri yang
sederhana dapat menjadi berkat
bagi orang lain karena kita
menunjukkan sikap menghormati
dan mengasihi mereka.
Kesederhanaan
Berpakaian Berarti
Tidak Berlebihan
Berlebihan maksudnya selalu
berpakaian glamor dan
bermerek, selalu membeli
fashion yang mengikuti trend,
selalu memakai baju baru di
setiap ibadah Minggu di gereja,
memamerkan tas puluhan
juta rupiah dan gadget terkini
supaya diterima di lingkungan.
Hal-hal ini hanya memamerkan
hati yang mencintai diri sendiri,
mementingkan penampilan
luar dan perhatian manusia.
Bukan hati yang berkeinginan
membawa kemuliaan pada
Tuhan dan melayani sesama.
Dalam hal ini, kenakanlah
kebijaksanaan dan kontrol diri
(Ef 5:15).
Banyak orang sulit membedakan
antara kebutuhan dan keinginan,
toleransi dan ego. Hasrat
manusia untuk memenuhi
keinginan semakin lama tidak
akan berkurang, sebaliknya
malah semakin besar, apalagi
jika kemampuan, terutama
materi, memadai bahkan
berlebih. Oleh karena itu, ada
orang yang disebut sebagai
social climber yang selalu ingin
berada di atas dalam pergaulan,
tanpa tahu seberapa jauh
mereka akan mendaki. Di sini,
prinsip hidup yang benar harus
berdiri tegak di tengah-tengah
gaya hidup yang konsumtif dan
norma-norma kebenaran yang
semakin berkurang.
Kita tetaplah pribadi yang
sama meski tidak berpakaian
mahal, yaitu pribadi yang
diciptakan sesuai dengan peta
dan teladan Allah. Hubungan
sosial dalam pergaulan yang
benar berkaitan dengan apa
yang dilakukan, bukan apa
yang dimiliki. Gunakanlah energi
untuk membantu orang lain.
Fokus tindakan bukanlah semata
untuk diri sendiri tetapi juga
untuk orang lain. Sebab
materialisme tidak dapat mengisi
kekosongan jiwa manusia. Oleh
karena itu, isilah kekosongan
dalam hidup dengan tujuan
hidup yang benar.
Kesederhanaan
Berpakaian dengan
Menghormati Budaya
Dengan mengikuti norma
budaya berpakaian dari suatu
daerah atau negara tertentu
di mana kita berada, kita
memberikan kasih dan hormat
terhadap masyarakatnya. Kita
tidak akan berpakaian yang
menghina atau menyinggung
budaya setempat. Contohnya,
kita tidak akan memakai bikini
di negara-negara Islam Timur
Tengah. Missionaris Hudson
Taylor dan Amy Charmichael
memakai baju daerah setempat
pada saat penginjilan di
daerah tersebut.
Sebaliknya, kita tidak harus
terpengaruh dengan budaya
yang mengalami degradasi
moral dengan berpakaian
terbuka memamerkan anggota
tubuh yang tidak pantas, seperti
umumnya di negara-negara
barat.
Kesederhanaan
Berpakaian Adalah
Suatu Keindahan
Wanita Kristen selayaknya
berpakaian indah. Di sini berarti
bukan berlebihan, glamor atau
sensual, tetapi penampilannya
indah. Seringkali kesederhanaan
berpakaian diartikan secara
dangkal dengan tidak mempunyai selera penampilan
dan berpakaian seenaknya.
Mengikuti trend mode yang
sesuai sah-sah saja, tetapi jika
memaksakan diri dengan trend
pakaian yang tidak sesuai
dengan usia, bentuk tubuh,
dan kepribadian, akan menjadi
beban yang membuat diri
sebagai korban mode.
Tuhan menciptakan dan
mencintai keindahan. Dalam
hal ini, Kristus adalah sosok yang
terindah. Anak-anak Tuhan juga
harus mencintai keindahan
segala sesuatu yang Tuhan
berikan. Dengan berpakaian
yang tidak pantas, kita tidak
memuliakan Tuhan dengan
keindahan. Wanita Kristen harus
menunjukkan pengertian yang
benar tentang keindahan.
Kesederhanaan mengandung
keanggunan yang menyiratkan
keindahan. Berpakaian dalam
keindahan yang benar,
keindahan yang merefleksikan
Penciptanya, dan dapat
menjadi kesaksian hidup yang
memuliakan Allah.
_______________________________
dari : Renungan Pdt. Billy Kristanto
dan berbagai sumber
25
Keindahan Tanah Toraja
TORAJA
Berjuang untuk Maju
Perjuangan dalam Pelayanan
Pagi yang Hening
TORAJA
Betapa Indahnya ciptaan Tuhan
Download