menerapkan ekonomi islam dengan pendekatan

advertisement
MENERAPKAN EKONOMI ISLAM DENGAN PENDEKATAN EKONOMI
PANCASILA: CARI JITU MENUJU INDONESIA PUSAT EKONOMI DAN
KEUANGAN SYARIAH DUNIA TAHUN 2035
Amrial
Ilmu Ekonomi Islam FEB UI
Dalam Al-Qur’an surat Al Baqarah ayat 147, Allah Swt. berfirman, “Kebenaran itu datang
dari Rabb mu, maka janganlah sekali-kali kamu termasuk orang yang ragu”. Sebagai muslim sudah
menjadi kewajiban untuk meyakini bahwa sumber segala kebenaran itu hanya berasal dari Allah
Swt yang telah difirmankan dalam Al-Qur’an serta disampaikan melalui Nabi-Nya. Kita tidak
boleh ragu dengan seluruh isi kandungan dalam Al-Quran serta hadist yang disampaikan oleh Nabi
Muhammad Saw. Termasuk dalam urusan ekonomi, kita meyakini jika dalam melakukan aktivitas
ekonomi kita menjalankan ajuran serta menghindarkan dari segala yang telah Allah Swt dan RasulNya sampaikan maka ekonomi pasti akan menghasilkan banyak kebaikan, insya Allah, dan inilah
ekonomi Islam. Sebuah ilmu yang bersumber dari Al-Quran dan Hadist. Namun tidak semua orang
bisa menerimanya. Bagi muslim yang kurang taat, mereka tidak menghiraukan larangan riba,
gharar, dan perbuatan dzalim lainnya dalam aktivitas ekonomi mereka sehari-hari. Terlebih
masyarakat non-muslim yang tidak peduli dengan prinsip yang dijalankan dalam Islam. Melihat
fenomena ini penulis memiliki argumen, untuk mencapai visi menuju Indonesia Pusat Ekonomi
dan Keuangan Syariah (IPEKS) di dunia, salah satu strategi jitu adalah menerapkan ekonomi Islam
dengan pendekatan ekonomi pacasila. Penulis menggunakan istilah “membungkus kebenaran
dengan kebaikan”. Artinya, nilai-nilai kebenaran dalam ekonomi Islam disosialisasikan kepada
masyarakat dengan nilai-nilai kebaikan universal yang sudah dianut oleh seluruh masyarakat
Indonesia, yaitu dengan ekonomi pancasila.
Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 merupakan pasal utama bertumpunya Ekonomi
Pancasila, dengan kelengkapannya pasal-pasal 27 ayat (2) dan pasal 34. Usaha bersama atas dasar
kekeluargaan yang dimaksud pada pasal 33 UUD 1945 adalah koperasi. Meskipun tidak
disebutkan secara eksplisit, tetapi di dalam penjelasan disebutkan bahwa “bangun perusahaan yang
sesuai dengan itu adalah koperasi”. Sri Edi Swasono dalam pemikiran Ekonomi Pancasila sangat
menekankan aspek kekeluargaan dan keadilan dalam berekonomi. Beliau menjadikan koperasi
sebagai alat pencapaian tersebut. Nilai-nilai dalam Ekonomi Pancasila yang dianut tersebut adalah
indiferen dengan niai-nilai yang dianut dalam ekonomi Islam, meski ada sedikit penyesuaian.
Mengenai ayat (2) dan ayat (3) pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945, kalimat “menguasai
hajat hidup orang banyak” yang merupakan basic needs dan “digunakan untuk sebesar-besar
kemakmuran rakyat,” adalah ekspresi daripada adanya orientasi kerakyatan yang kuat. Dengan
begitu, maka cabang-cabang produksi perlu benar-benar “dikuasai oleh negara,” hal ini
memberikan petunjuk langsung bahwa mekanisme pasar atau mekanisme harga bebas tidak boleh
berlaku di dalam perekonomian. Yang terpenting dan menjadi tujuan utama adalah pengamanan
kepentingan Negara dan kepentingan rakyat banyak itu. Maka mekanisme pasar yang ada adalah
sesuatu mekanisme yang harus dimanipulir baik secara tidak langsung maupun langsung. Apa
yang penting untuk Negara itu pun pada hakikatnya adalah untuk rakyat banyak, untuk melindungi
segenap bangsa Indonesia. Maksudnya, mekanisme pasar bebas di dalam situasi pasaran yang
tidak sempurna, di samping tidak menjamin kepentingan itu, juga tidak menjamin pemerataan,
perubahan struktural dan fundamental daripada perekonomian nasional, perubahan sikap dalam
hidup ekonomi, menumbuhkan berbagai ketimpangan antar pelaku dan kelompok-kelompok
ekonomi dan sebagainya. Di sinilah titik tolak daripada perlunya ekonomi perencanaan. Suatu
sistem ekonomi yang terpimpin yang tidak menyerahkan diri terhadap jalannya kekuatan-kekuatan
ekonomi pasaran bebas yang tidak bisa menjamin terselenggaranya masyarakat yang adil dan
makmur, tapi yang terwujud kebersamaan dan kekluargaan di dalam kehidupan ekonomi nasional.
Selanjutnya, mari kita lihat kutipan dari buku Sri Edi Swasono, Kebersamaan dan Asas
Kekeluargaan: Mutualism & Brotherhood1, sebagai berikut:
“..Sistem ekonomi syariah mengutamakan ukhuwah, mengedepankan kepentingan bersama dan
berkeadilan, merupakan suatu sistem ekonomi berdasarkan moralitas agama, berorientasi
kepentingan dunia-akhirat, tidak diskriminatori, tidak eksploitatori dan tidak predatori,
mengharamkan riba (non-usurious), menolak adagium tercela to get something out of nothing..”
Ekonomi Pancasila yang berdasar kebersamaan dan asas kekeluargaan sangat sesuai
dengan landasan Ekonomi Islami. Pasal 33 ayat 1 menyatakan bahwa perekonomian disusun
sebagai usaha bersama berdasar atas azas kekeluargaan. Kata keluarga bisa diartikan juga dengan
1
Sri-Edi Swasono, Kebersamaan dan Asas Kekeluargaan: Mutualism & Brotherhood, Edisi Baru, Jakarta: UNJPress, 2005, hlm. 244-252.
kekerabatan dan persaudaraan. Dalam Islam, kata itu lebih dikenal dengan sebutan ukhuwah, yaitu
rasa persaudaraan yang saling mencintai, berkasih-sayang dan bersatu. Ukhuwah dan
kekeluargaan adalah sinonim. Artinya, sistem Ekonomi Islam dan Pancasila mempunyai tujuan
yang sama, meskipun tidak substitutabel. Dalam konteks ekomomi, makna kata ini berarti
membangun perekonomian dengan asas kerjasama, bahu-membahu secara bersama-sama, bukan
dengan persaingan.
Kata persaingan memiliki konotasi negatif yang mendorongan untuk saling mengalahkan.
Padahal persaingan tidak menjamin suatu kemajuan ekonomi, apalagi jika diukur secara agregat.
Sebaliknya, dengan ukhuwah atau rasa kekeluargaan semangat bekerja sama masyarakat akan
tumbuh. Kerja sama dalam hal faktor-faktor produksi. Pihak yang kurang modal akan dibantu oleh
pihak yang berlebih dan belum dimanfaatkan. Begitupun dengan faktor-faktor produksi lain seperti
tanah, skill, tenaga kerja dan sebagainya. Dengan semangat kerja sama, ekonomi akan tumbuh
secara bersama-sama pula.
Ekonomi Islam dan ekonomi Pancasila sama sama mengedepankan kepentingan bersama.
Kepentingan bersama berarti merasa kalah jika orang lain kalah, merasa menang jika orang lain
menang. Tidak ada sikap egois, menjauhkan orientasi self-interest dalam berekonomi. Kemajuan
ekonomi yang tinggi tidak akan berarti jika harta yang berputar hanya ada disegelintir orang saja.
Islam tidak menghendaki adanya ketimpangan pendapatan yang mencolok. Hal ini juga dijelaskan
melalui firman Allah Swt Surat Al-Hasyr ayat 7 yang berbunyi, “..supaya harta itu jangan beredar
di antara orang-orang kaya saja di antara kamu..”
Ekonomi Pancasila pada dasarnya adalah suatu tawaran solusi moral dan politik untuk
dekonstruksi ekonomi menuju rekonstruksi ekonomi Islam Indonesia2. Pasal 33 UUD 1945 dengan
Demokrasi Ekonominya adalah dasar yang tepat bagi pelaksanaan Ekonomi Islam. Demokrasi
ekonomi yang menjadi sukma Pasal 33 UUD 1945 setegasnya merupakan penolakan terhadap asas
individualisme (mengutamakan self-interest, mengabaikan kebersamaan). Asas perorangan ini
menjadi dasar bagi sistem ekonomi liberalistik. Sebaliknya demokrasi ekonomi Indonesia berdasar
pada paham kebersamaan dan asas kekeluargaan, yang sudah disebutkan diatas, dengan tegas
memberikan pengutamaan kepada kepentingan masyarakat. Selanjutnya, untuk memperkuat
2
Sri-Edi Swasono, Ekonomi Islam Dalam Pancasila, Edisi Bahasa Indonesia, Surabaya: Program Studi Ilmu
Ekonomi Islam UNAIR, 2009, hlm. 15.
argumen, penulis juga memaparkan kesamaan tujuan Sila Pancasila yang menjadi acuan ekonomi
Pancasila dengan Maqashid Syariah yang menjadi acuan dalam ekonomi Islam.
Maqashid Syariah dan Sila Pancasila
Maqashid syariah atau tujuan syariah adalah tujuan dari Ekonomi Islam. Dalam Ilmu
Ekonomi Islam, orientasi berekonomi adalah untuk melindungi 5 unsur dari maqashid syariah yang
akan membawa pada falah, tujuan tertinggi dalam berekonomi. Falah dapat diartikan sebagai
kemenangan mencapai kesejahteraan dunia dan akhirat. Lima sila pancasila yang merupakan
sumber dari pemikiran Ekonomi Sri Edi Swasono adalah bentuk dari dasar-dasar bernegara. Jika
disandingkan, Maqashid syariah dan Sila Pancasila memiliki benang merah yang tujuannya adalah
sama.
Sila Pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa. Isi sila pertama ini maksudnya adalah
perlindungan terhadapat agama dalam maqashid syariah. Masyarakat Indonesia dijamin hak dan
kewajibannya dalam beragama. Implikasinya adalah meyakini kehadiran Tuhan Yang Maha Esa
dalam setiap aktifitas bernegara dan bermasyarakat bagi setiap insan. Dalam ekonomi Islam, setiap
aktivitas ekonomi harus dilandasi oleh dengan tauhid. Dengan tauhid, maka kita meyakini setiap
perbuatan yang dilakukan akan mendapat balasannya di akhirat kelak. Tauhid akan membawa
kepada akhlak dan etika ekonomi. Mengutuk segala perbuatan curang dan pelanggaran dalam
ekonomi, sehingga diharapkan ekonomi bisa berjalan baik dan lancar.
Sila Kedua, Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab. Dalam maqashid syariah, ini adalah
perlindungan terhadap jiwa. Memastikan masyarakat terjamin hak dan kewajibannya dalam harkat
manusia yang sejati. Makhluk ruhani dengan sifat-sifat Rabbaniah. Sifat adil dan beradab,
merupakan tuntunan dalam ajaran Islam yang juga ada pada sila ke-2 Pancasila.
Sila Ketiga, Persatuan Indonesia. Dalam maqashid syariah, keluarga (keturunan) juga
merupakan salah satu aspek yang harus dilindungi. Dalam hal bernegara, masyarakat dijamin hak
dan kewajibannya membangun kesatuan keluarga. Tauhid dalam Islam juga bisa berarti kesatuan
yang tak terpisahkan antara tanah, air, lingkungan hidup, masyarakat, dan Bangsa.
Sila Keempat, Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmah Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/Perwakilan. Dalam masqashid syariah, sila ke-4 Pancasila bisa diinterpretasikan
dengan perlindungan terhadap akal. Menjamin hak dan kewajiban berpendapat dimana kedaulatan
di tangan rakyat dalam menentukan arah pembangunan Bangsa.
Sila Kelima, Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Terakhir, maqashid syariah
juga meliputi perlindungan terhadap harta. Masyarakat Indonesia berhak atas hak dan kewajiban
mendapatkan keadilan dalam penghidupan yang layak. Menurut Sri Edi Swasono, dari sana
muncul hakekat BAB XIV (Bab Kesejahteraan Sosial) yang memuat 2 pasal, yaitu pasal 33 dan
pasal 34 Undang-Undang Dasar 1945, adanya tanggung jawab Negara terhadap rakyatnya.
Dasar ekonomi Indonesia berorinteasi kepada ke-lima Sila Pancasila. Ekonomi Islam
memiliki standar dengan memenuhi ke-5 unsur maqashid syariah. Dari sini, dapat ditemukan
benang merah antara pemikiran Ekonomi Pancasila Sri Edi Swasono dan Ekonomi Islam. Hal ini
dikarenakan dasar dan landasan yang menjadi acuan masing-masing pemikiran memiliki
komponen-komponen yang identik, antara 5 sila Pancasila dengan 5 unsur maqashid syariah yang
sudah dijelaskan diatas.
Kesimpulan dan Saran
Indonesia Pusat Ekonomi dan Keuangan Syariah (IPEKS) dunia tahun 2035 merupakan
sebuah visi yang harus diperjuangkan. Kondisi tersebut bukan hanya bertujuan menjadikan
Indonesia terkenal sebagai pusat ekonomi dan keuangan syariah dunia, namun lebih dari itu,
penulis yakini ekonomi Indonesia akan baik dan menerapkan nilai-nilai keadilan di dalamnya.
Indonesia akan menjadi sejahtera dan kesenjangan pendapatan menjadi sangat kecil.
Ekonomi Islam indiferen dengan Ekonomi Pancasila dalam hal prinsip dan nilai yang
dianutnya. Nilai kekeluargaan dan social interest sama-sama menjadi prinsip dalam kedua sistem
ekonomi tersebut. Begitu pun pada acuan berekonomi, isi Sila Pancasila yang menjadi dasar
ekonomi nasional (ekonomi pancasila) memiliki standar yang memenuhi ke-5 unsusr Maqashid
Syariah dalam ekonomi Islam. Dari sini ditemukan benang merah antara pemikiran Ekonomi
Pancasila dan Ekonomi Islam. Hal ini dikarenakan dasar dan landasan yang menjadi acuan masingmasing pemikiran memiliki komponen-komponen yang identik.
Jadi, cara jitu mewujudkan kondisi tersebut adalah dengan menerapkan ekonomi Islam
dengan pendekatan ekonomi pancasila, “membungkus kebenaran dengan kebaikan”. Artinya,
nilai-nilai kebenaran dalam ekonomi Islam disosialisasikan kepada masyarakat dengan nilai-nilai
kebaikan universal yang sudah dianut oleh seluruh masyarakat Indonesia, yaitu dengan ekonomi
pancasila. Semua pihak yang terlibat dalam ekonomi dan keuangan Islam serta yang mendukung
ekonomi pancasila harus turut aktif mensosialisasikan dan mengedukasikan masyarakat Indonesia
dengan rasional dan ilmiah. Sehingga mimpi untuk mencapai IPEKS di dunia tahun 2035 bukanlah
hal yang mustahil untuk dicapai.
Download