BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Staphylococcus aureus

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Staphylococcus
Latar Belakang
aureus
merupakan
bakteri
kokus
Gram positif (Peacock, 2005). Reservoir utama S.aureus
adalah membran mukus dan kulit pada hewan dan manusia
(Genigeorgis,
1989).
Bakteri
ini
mampu
menghasilkan
enterotoksin yang berbahaya bagi manusia, oleh karena
itu S.aureus diklasifikasikan sebagai bakteri patogen
(Tamarapu, 2001). Habitat utama S.aureus adalah epitel
skuamosa yang lembab pada nares anterior (Cole, 2001;
Peacock, 2001).
Kolonisasi merupakan suatu proses dimana bakteri
menempati dan bermultiplikasi pada daerah tertentu di
tubuh
manusia.
Bakteri
biasanya
berkolonisasi
di
jaringan manusia yang memiliki kontak dengan lingkungan
eksternal.
Portal
masuk
bakteri
pada
manusia
antara
lain melalui saluran pernapasan, saluran urogenital,
saluran
pencernaan,
menginfeksi
mengembangkan
dan
daerah
mekanisme
konjungtiva.
tersebut
Bakteri
biasanya
perlekatan
jaringan
yang
telah
dan
1
kemampuan
untuk
Perlekatan
karena
S.aureus
adanya
(adhesin)
bertahan
diri
pada
ikatan
dengan
dari
jaringan
pertahanan
manusia
fibronectin-binding
amino
terminus
of
host.
terjadi
protein
fibronectin
(reseptor) pada permukaan epithelium (Todar, 2008).
Tiga puluh persen dari seluruh populasi manusia
diperkirakan
persisten
memiliki
tanpa
kolonisasi
menimbulkan
gejala
S.aureus
secara
(karier)
(Yotis,
2004). Karier nasal merupakan faktor risiko utama untuk
infeksi S.aureus (Wertheim, 2004). Persentase karier
S.aureus lebih besar pada anak-anak dan remaja di bawah
20
tahun
dibandingkan
pada
orang
dewasa.
Persentase
karier pada anak usia 0–9 tahun sebesar 10%. Persentase
karier pada anak usia 10–19 tahun sebesar 24% (Lebon,
2008).
Resistensi bakteri terhadap antibiotik merupakan
salah satu masalah seluruh dunia di negara maju maupun
negara berkembang, pada rumah sakit dan juga komunitas
(Okeke,
2005;
Lestari,
S.aureus
menjadi
lebih
munculnya
resistensi
2012).
sulit
antibiotik
Pengobatan
sehubungan
di
seluruh
infeksi
dengan
dunia.
Strain Methicillin resistant S. aureus (MRSA) menjadi
pusat perhatian sejak MRSA dilaporkan resisten terhadap
2
semua antibiotik β-lactam dan kelompok antibiotik lain,
terutama di rumah sakit (Nurhani, 2010).
MRSA
yang
telah
dikenal
sebagai
menyebabkan
infeksi
berat
kejadian
MRSA
telah
menjadi
masalah
di
(Sato,
meningkat
seluruh
patogen
1996).
secara
dunia
nosokomial
(Liu,
Rerata
drastis
dan
2009).
MRSA
dapat ditularkan antar individu, manusia dengan hewan,
transmisi
udara,
dan
benda
mati
yang
terkontaminasi
(Seguin, 1999; Shiomori, 2001; Oie, 1996). Kebanyakan
isolat
MRSA
diperoleh
dari
pasien
yang
telah
lama
dirawat di rumah sakit, pasien dari unit luka bakar dan
bangsal bedah, dan dari pasien yang telah menjalani
prosedur invasif (Cafferkey, 1983).
Munculnya infeksi
MRSA juga dapat diperoleh di luar pelayanan kesehatan
khususnya dalam komunitas (Creech, 2005; Farley, 2008;
Hidron,
2005).
Isolat
MRSA
yang
diperoleh
dari
komunitas dapat menyebabkan infeksi berat pada anakanak yang sehat (Martinez-Aguilar, 2003).
Saat ini banyak orang tua yang menitipkan anakanak mereka di Daycare, karena tempat tersebut dapat
memberikan pengasuhan selama beberapa jam dalam sehari
bilamana
secara
asuhan
lengkap
orang
tua
kurang
(Patmonodewo,
dapat
2003).
dilaksanakan
Namun,
Daycare
3
rawan menjadi tempat penularan penyakit karena terdapat
banyak
interaksi
membawa
kuman
antara
anak-anak
penyakit,
sehingga
maupun
staf
yang
kemungkinan
anak
terkena infeksi lebih besar (Goldmann, 1992; Thompson,
1994). Sistem imun anak yang belum matur juga menjadi
faktor yang mempermudah penularan penyakit (Osterholm,
1994).
Prevalensi
Daycare
penyakit
berhubungan
antimikroba,
sehingga
infeksius
dengan
dapat
yang
peningkatan
menyebabkan
tinggi
di
penggunaan
munculnya
organisme multiresisten (Holmes, 1996). Penelitian lain
menyebutkan bahwa anak-anak yang dititipkan di Daycare
cenderung mudah terinfeksi MRSA dibandingkan anak-anak
yang tidak dititipkan di Daycare (Elston, 2007).
Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan di atas,
peneliti tertarik melakukan penelitian untuk mengetahui
pola kepekaan S.aureus dari kolonisasi nasal pada anak
di
Daycare
RSUP
Dr.
Sardjito
Yogyakarta
terhadap
berbagai macam antibiotik.
4
1.2
Bagaimana
dari
usapan
Perumusan Masalah
pola
nasal
kepekaan
pada
anak
Staphylococcus
di
Daycare
aureus
RSUP
Dr.
Sardjito Yogyakarta terhadap berbagai macam antibiotik?
1.3
Manfaat Penelitian
1.3.1 Manfaat untuk peneliti
Penelitian ini bermanfaat untuk menambah wawasan
dan
melatih
keterampilan
peneliti
dalam
melakukan
pengambilan sampel melalui usap nasal, melakukan uji
sensitifitas
S.aureus
antibiotika,
serta
terhadap
mampu
berbagai
macam
menganalisis
dan
menginterpretasi data yang diperoleh.
1.3.2 Manfaat untuk klinisi
Data pola kepekaan S.aureus yang diisolasi dari
Daycare RSUP Dr. Sardjito terhadap berbagai antibiotik
dapat digunakan sebagai acuan klinisi dalam pemilihan
antibiotik
secara
keberhasilan
terapi
S.aureus
akan
empirik.
infeksi
lebih
Dengan
yang
tinggi,
demikian,
disebabkan
yang
berarti
oleh
akan
menurunkan mortalitas dan biaya pengobatan.
1.3.3 Manfaat untuk masyarakat
Masyarakat
tepat
untuk
memperoleh
kasus
infeksi
terapi
S.aureus
antibiotik
yang
sehingga
bisa
5
dihindarkan
dari
pemborosan
dana
akibat
pemakaian
antibiotik yang tidak tepat.
1.4 Tujuan Penelitian
Penelitian
persentase
ini
karier
bertujuan
nasal
S.aureus
untuk
dan
mengetahui
pola
kepekaan
S.aureus dari usapan nasal pada anak di Daycare RSUP
Dr.
Sardjito
Yogyakarta
terhadap
berbagai
macam
antibiotik.
1.5 Keaslian Penelitian
Sampai
saat
ini
belum
pernah
dilaporkan
penelitian mengenai studi isolasi, identifikasi, dan
pola kepekaan S.aureus dari usapan nasal pada anak di
Daycare RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta terhadap berbagai
macam antibiotik.
Penelitian-penelitian sejenis yang pernah dilakukan tercantum dalam Tabel 1.
6
Tabel
1.
Daftar penelitian
pernah dilakukan
Peneliti
Yukti
Sharma,
2014
Judul
Staphylococcus
aureus:
Screening for
Nasal Carriers
in a Community
Setting with
Special
Reference to
MRSA
Nurhani,
2010
Perbedaan
Prevalensi dan
Pola
Resistensi
S.aureus pada
Tiga Sekolah
Dasar SDN
Pandean Lamper
02, SD Kristen
II YSKI, dan
SD Manyaran 01
di Kota
Semarang
MRSA Carriage,
Antibiotic
Resistance and
Molecular
Pathogenicity
among Healthy
Individuals
Exposed and
Not Exposed to
Hospital
Environment
Veena
Krishnam
urthy,
2010
mengenai
S.aureus
yang
Alat Ukur
Pembacaan
sesuai dengan
kriteria
Clinical
Laboratory
Standards
Institute
(CLSI) 2010.
Hasil
Terdapat
resistensi
antibiotik
golongan
kuinolon yang
signifikan;
semua strain
sensitif
terhadap
vancomycin,
teicoplanin,
linezolid,
quinupristindalfopristin
Pembacaan
Tidak
sesuai dengan terdapat
kriteria CLSI perbedaan
2010.
yang
signifikan
pada
prevalensi
carrier S.
aureus dan
MRSA pada
tiga SD yang
diamati.
1.Clinical
and
Laboratory
Standards
Institute
(CLSI)
guidelines
2.PCR
Perbedaan
pada angka
carrier, pola
resistensi
antibiotik
dan ekspresi
determinan
patogenisitas
ekstraseluler
diantara
isolat MRSA
dari dua
kelompok
studi tidak
terlalu
signifikan.
7
Download