BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Kehidupan manusia saat ini tidak bisa terlepas dari energi. Energi banyak dibutuhkan manusia modern untuk melakukan berbagai kegiatan, sehingga manusia modern saat ini sudah sangat tergantung dengan energi. Ketika berbicara tentang bahan bakar fosil, batubara, gas alam dan minyak merupakan elemen utama. Sebagian besar energi yang dikonsumsi sekarang dihasilkan dari bahan bakar fosil. Kebutuhan akan energi ini berbanding terbalik dengan ketersediaan energi, sehingga sangat memungkinkan untuk terjadinya krisis energi. Seperti diperlihatkan pada Gambar 1.1 konsumsi energi di Indonesia naik dari tahun ke tahun, sedangkan produksinya justru semakin menurun. Potensi energi nasional yang tersedia tertuang dalam Blue Print Energi Nasional 2005 – 2025 (Tabel 1.1). Sumber: BP Statistic, Statistical Review of World Energy 2009 Gambar 1.1. Perkembangan Produksi dan Konsumsi Energi Primer Indonesia (1965 – 2007) 1 Tabel 1.1. Potensi Energi Nasional 2005 Jenis Energi Fosil Minyak Sumber Daya Cadangan Produksi Rasio Cad/Prod (Tahun) 89,9 miliar barel 9,1 miliar barel *) 387 juta barel 23 Gas 384,7 TSCF 185,8 TSCF 2,95 TSCF 62 Batubara 58 miliar ton 19,3 miliar ton 132 juta ton 146 *) Termasuk blok Cepu Sumber Daya Setara Kapasitas Terpasang Tenaga Air 845.00 juta BOE 75,67 GW 4,2 GW Panas Bumi 219 Juta BOE 27,00 GW 0,8 GW Mini/Micro Hydro 0,45 GW 0,45 GW 0,206 GW Biomass 49,81 GW 49,81 GW 0,3 GW Tenaga surya - 4,80 kWh/m2/hari 0,01 GW Tenaga Angin 9,29 GW 9,29 GW 0,0006 Gw Energi Non Fosil Uranium (Nuklir) 24,112 ton* e.q 3 GW untuk 11 tahun *) Hanya untuk daerah Kalan-Kalbar Sumber:Blueprint Energi Nasional 2005-2025 Krisis energi ini merupakan masalah yang cukup serius dan perlu penanganan lebih lanjut. Diperlukan energi alternatif selain energi yang mengandalkan bahan bakar fosil. Penelitian untuk mendapatkan bahan bakar alternatif pengganti bahan bakar fosil yang memang tetap menjadi primadona terus berkembang beberapa tahun terakhir. Bahan bakar alternatif tersebut biasa dikenal sebagai energi alternatif. Di masyarakat pada umumnya, istilah ini hanya 2 mengacu pada penggunaan sumber energi lainnya selain sumber energi primer seperti bahan bakar fosil. Sudah banyak terobosan dalam pemanfaatan energi alternatif, salah satu di antaranya adalah sumber energi dari biomassa. Mengingat Indonesia sebagai negara agraris, maka pemanfaatan biomassa untuk sumber energi sangatlah besar potensinya. Begitu banyak sumber daya alam yang melimpah tersedia di Indonesia yang subur ini. Berbicara tentang energi biomassa, tentunya tidak bisa dilepaskan dari penggunaan bahan bakar kayu pada masyarakat tradisional Indonesia. Bahkan sebelum diperkenalkan tentang renewable energi, masyarakat pedesaan menggunakan bahan bakar tradisional berupa kayu bakar sebagai salah satu jenis energi padat. Pada awal perkembangannya, kayu adalah sumber bahan bakar yang paling banyak dipakai karena mudah didapat dan sederhana penggunaannya. Biomassa juga merupakan sumber energi alternatif yang sangat populer. Energi yang berasal dari pembakaran tumbuhan, merupakan salah satu dari sumber energi pertama manusia. Biomassa dapat dikonversi ke bentuk yang dapat digunakan sebagai bentuk energi lainnya seperti karbon untuk bahan dasar pembuatan briket. Briket arang adalah arang (salah satu jenis bahan bakar) dari aneka macam bahan hayati atau biomassa, misalnya kayu, ranting, rumput, jerami, dan limbah pertanian lainnya. Biasanya bahan-bahan tersebut merupakan limbah yang terbuang. Namun bahan-bahan tersebut dapat diolah menjadi arang, yang selanjutnya disebut bioarang. Briket adalah gumpalan yang terbuat dari bahan lunak yang dikeraskan. Briket bioarang adalah gumpalan-gumpalan atau batangbatangan arang yang terbuat dari biomassa. Briket bioarang ini merupakan sumber 3 energi yang penting seperti bahan bakar lainnya. Bahan-bahan yang dapat juga digunakan misalnya, daun-daun yang sudah kering, bagian dari buah, dan tanaman-tanaman tertentu yang kurang bermanfaat dapat juga dijadikan briket. Ini termasuk upaya dalam rangka mengurangi sampah-sampah dedaunan, pemanfaatan tumbuhan yang jarang digunakan, dan usaha untuk mengurangi ketergantungan akan minyak bumi. Sebagai bahan dasar pembuatan briket, tentu saja harus dipilih bahan yang memiliki unsur karbon. Salah satu bahan tanaman yang bisa di manfaatkan untuk menghasilkan karbon adalah cangkang biji ketapang. Pembuatan briket juga tergolong mudah. Proses pembuatannya adalah dengan metode pengarangan. Dengan penggunaan briket arang sebagai bahan bakar maka cara ini dapat menghemat penggunaan kayu sebagai hasil utama dari hutan. Bahan pembuatan briket arang mudah didapatkan yaitu berupa tanaman-tanaman atau limbah dedaunan. Dengan penggunaan briket arang sebagai bahan bakar maka dapat menghemat penggunaan minyak tanah dan elpiji yang sering digunakan masyarakat. Selain itu, penggunaan briket dari ketapang dapat menghemat pengeluaran biaya untuk membeli minyak tanah atau gas elpiji. Dengan memanfaatkan ketapang sebagai bahan pembuatan briket arang maka akan meningkatkan pemanfaatan tumbuhan yang jarang digunakan, karena selama ini buah ketapang dibiarkan begitu saja dan tidak dimanfaatkan. Ketapang (Terminalia Catappa L.) merupakan tumbuhan asli dari Asia Tenggara, dan tersebar hampir di seluruh daerah di Asia Tenggara termasuk di Indonesia. Tumbuhan ini juga biasa ditanam di Australia, India, Madagaskar 4 hingga Amerika Tengah dan Amerika Selatan. Pohon ketapang mempunyai ciri khas, yaitu cabangnya tumbuh ke samping dan tersusun secara bertingkat-tingkat sehingga mirip seperti pagoda. Habitat yang disukai oleh pohon ketapang adalah daerah dataran rendah termasuk daerah pantai hingga ketinggian 500 meter dpl. Pohon ini menggugurkan daunnya hingga dua kali dalam setahun sehingga tanaman ini mampu bertahan menghadapi bulan-bulan yang kering. Sebagian besar, ketapang akan berbuah 3–5 tahun setelah ditanam, dan akan berbuah teratur sekali atau dua kali dalam satu tahun, tergantung pada lokasi dan kesehatan pohon. Pohon ketapang yang baru berbuah dapat menghasilkan 5 kg biji per pohon dalam sekali panen, dengan 500-800 biji per kilo atau 24 buah segar perkilo, namun jumlah tersebut bisa dua kali lipat apabila ketapang tumbuh di tempat yang tepat (Thomson dan Evans, 2006; Orwa et al., 2009; Balai Perbenihan Tanaman Hutan Jawa dan Madura, 2012). Dikarenakan daun – daun rindang yang lebar dan rimbun, serta bunga – bunga kecil yang indah berwarna hijau kuning, pohon ketapang ini oleh pemerintah berbagai kota di Indonesia dimanfaatkan sebagai pohon yang meneduhi jalan–jalan. Sebagai tanaman yang direkomendasikan oleh Departemen Kehutanan sebagai tanaman penghijauan kota (Tauhid, 2008), ketapang mempunyai peran penting dalam mengabsorpsi karbon dioksida (CO2) dan menghasilkan oksigen (O2) pada proses fotosintesisnya. Oleh sebab itu, ketapang digunakan sebagai tanaman pengisi Ruang Terbuka Hijau (RTH) banyak kota di Indonesia. Ruang Terbuka Hijau (RTH) memiliki kekuatan untuk membentuk karakter kota dan menjaga kelangsungan hidupnya. Tanpa keberadaan RTH di 5 kota akan mengakibatkan ketegangan mental bagi manusia yang tinggal di dalamnya. Kehadiran Hutan Kota diharapkan dapat memengaruhi luasan RTH secara keseluruhan, sehingga secara tidak langsung berpotensi untuk memproduksi O2 yang dihasilkan dari proses fotosintesis sehingga dapat berperan sebagai penyeimbang emisi gas CO2 (Wahyuni dkk, 2014). Menurut Data yang diberikan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan ( PUSPIJAK), jumlah tanaman di Hutan Kota TPA Bandengan ada 332 pohon terdiri dari 30 spesies, dengan tanaman yang dominan 3 jenis, yaitu Ketapang, Mahoni Daun Kecil dan Angsana (Puspijak, 2014). Jika diambil dalam RTH tersebut minimal ada 10 pohon Ketapang, sedangkan pohon tersebut berbuah sekali dalam setahun maka akan dihasilkan sampah biji ketapang sebanyak 50 kg di satu tempat. Jadi bisa dibayangkan, apabila jumlah sampah sebanyak itu tidak dimanfaatkan. Penelitian dengan bahan dasar biomassa untuk untuk menghasilkan sumber energi lain mempunyai potensi yang besar di Indonesia, mengingat ribuan tanaman tersebut di tanah air. Sebagai alternatif biomassa yang digunakan salah satunya adalah ketapang, dimana hampir semua bagian tanaman mulai dari daun, kayu, biji, dan cangkang biji di teliti manfaatnya. Biji ketapangnya banyak mengandung fatty acid oil, yang bisa di gunakan sebagai bahan dasar pembuatan biodiesel. Daun dan bijinya juga banyak dimanfaatkan dalam dunia medis karena kandungan tanin dan antibakterinya. Jika hanya bijinya saja yang dimanfaatkan, maka cangkangnya akan dibuang dan tidak dimanfaatkan sama sekali. Cangkang biji ini mempunyai tekstur yang keras, dan memiliki unsur karbon. Untuk itu 6 cangkang biji ini akan di manfaatkan untuk diambil karbonnya sebagai bahan dasar briket. Pengambilan karbon dari cangkang biji nya di lakukan dengan cara pirolisis. Cangkang biji ketapang mengandung unsur karbon yang terikat dalam lignoselulosa. Senyawa yang mengandung lignoselulosa, jika dipanaskan pada kondisi lingkungan yang tidak reaktif akan terurai menjadi berbagai hasil. Berdasarkan volatilitas bahan hasil pirolisis dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian, yaitu arang; gas dan cair. Arang adalah padatan karbon yang tidak volatil. Hasil gas terdiri dari berbagai molekul dengan berat molekul rendah termasuk uap air. Tar tersusun dari berbagai molekul dengan berat molekul yang bervariasi. Hasil pirolisis yang berupa arang inilah yang akan diolah lebih lanjut menghasilkan briket yang mempunyai nilai ekonomis lebih tinggi. Arang yang di hasilkan, kemudian di cetak menjadi briket yang mempunyai bentuk lebih kempa sehingga lebih mudah dalam penanganan dan pemanfatannya, namun lebih bersih dan bernilai kalor lebih tinggi. Karena alasan tersebut di atas, maka penelitian tentang pembuatan briket dari cangkang biji ketapang ini dilakukan. 1.2. Keaslian Penelitian Penelitian tentang cangkang biji ketapang sudah pernah dilakukan oleh Inbaraj dan Sulochana (2006) serta Surest (2010). Cangkang biji ketapang oleh Inbaraj dan Sulochana (2006), diambil karbonnya untuk kemudian dibuat sebagai penyerap merkuri yang terdapat di limbah cair. Pirolisis cangkang biji ketapang yang dilakukan oleh Surest (2010), dimaksudkan untuk menghasilkan bahan dasar 7 pembuatan karbon aktif. Proses karbonisasi dilakukan dalam reaktor selama 15 menit pada suhu yang berbeda-beda yaitu 3000C, 4000C dan 5000C. Karbon yang dihasilkan kemudian diayak dan dilakukan tahapan-tahapan untuk mendapatkan karbon aktif. Pada penelitian tersebut, didapatkan hasil daya serap terbaik untuk karbon aktifnya berada pada suhu karbonasi 5000C. Tahapan proses untuk membuat arang aktif meliputi penghilangan air pada cangkang biji ketapang, karbonasi, aktivasi termal, dan yang terakhir adalah aktivasi kimia. Sedangkan penelitian tentang pembuatan briket sudah sangat banyak ditemukan. Briket dengan bahan dasar dari alam, atau yang biasa disebut sebagai biobriket, salah satunya dilakukan oleh Hartanto dan Alim (2011). Briket yang dihasilkan dari penelitian tersebut berasal dari sekam padi. Proses pembuatannya dilakukan dengan menggunakan variabel tetap berupa kulit padi dengan ukuran partikel 22,22 mesh. Percobaan dilakukan pada variasi suhu 2100C, 2500C, 3000C, 3500C, dan 3900C dengan waktu operasi 30, 60 dan 90 menit. Dari percobaan didapatkan bahwa semakin tinggi suhu, maka proses pembentukan arang semakin cepat. Hal ini disebabkan pembentukan arang dalam proses pirolisis dapat berlangsung lebih sempurna. Sedangkan semakin lama waktu pembakaran, maka nilai rata-rata kalor yang di hasilkan semakin besar. Hal ini tidak berlaku dengan waktu operasi 90 menit. Pada waktu tersebut, telah tercapai nilai kalor optimal. Sehingga apabila waktu operasi melebihi 90 menit, maka akan terjadi penurunan nilai kalor. Pemanfaatan bagian dari tanaman ketapang, terlebih untuk daun dan bijinya, telah banyak dilakukan. Publikasi tentang penelitian daun ketapang serta 8 bijinya banyak sekali ditemukan, terutama untuk menghasilkan pembaharuan di dunia farmasi dan kedokteran. Meskipun pernah ada penelitian tentang pemanfaatan cangkang biji ketapang, namun demikian pembuatan biobriket dari cangkang biji ketapang belum pernah dilakukan. Untuk itu, akan dilakukan penelitian pirolisis cangkang biji ketapang untuk membuat biobriket. Cangkang biji yang keras, mampu mengasilkan karbon yang mempunyai nilai kalor yang lebih tinggi apabila dibuat briket. Pemanfaatan cangkang biji ketapang, selain mengurangi limbah, juga dapat menjadi sumber bahan bakar alternatif. Pada penelitian ini, proses pengarangan dilakukan dengan pirolisis mulai pada suhu 3500C sampai dengan 550 0C. Lama waktu operasi akan berlangsung pada waktu 30 menit, 60 menit dan 90 menit dengan lama waktu dihitung mulai saat waktu yang ditentukan telah dicapai. 1.3. Manfaat Penelitian 1. Bagi masyarakat dan lingkungan, penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan nilai ekonomis dari limbah tanaman ketapang dengan mengubahnya menjadi produk yang lebih berguna. Manfaat yang lain dari penelitian ini adalah menghasilkan biobriket sebagai bahan bakar alternatif. Untuk lingkungan, dapat mengurangi limbah tanaman ketapang yang banyak tumbuh di Indonesia. Mengurangi polusi udara yang diakibatkan karena pembakaran sampah. 2. Bagi ilmu pengetahuan, penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan informasi dalam pemanfaatan bahan-bahan yang kurang di 9 manfaatkan sebagai sumber energi alternatif. Dan memberikan tambahan informasi tentang manfaat pohon ketapang yang selama ini banyak di manfaatkan daun dan bijinya saja. 1.4. Tujuan Penelitian Tujuan umum dari penelitian ini adalah memanfaatkan limbah cangkang biji ketapang yang dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan briket dengan melalui proses pirolisis pada suhu dan waktu pirolisis yang berbeda. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah: 1. Memperoleh data pengaruh suhu dan waktu terhadap yield produk pirolisis. 2. Memperoleh nilai parameter kinetika pirolisis cangkang biji ketapang pada suhu pirolisis yang berbeda menggunakan pendekatan model kinetika yang ada. 3. Mempelajari pengaruh suhu terhadap komponen gas pirolisis 4. Memperoleh data pengaruh suhu dan waktu pirolisis terhadap kualitas briket. 10