tinjauan pustaka

advertisement
TINJAUAN PUSTAKA
Komunikasi Massa
Definsi yang paling sederhana mengenai komunikasi massa dirumuskan
oleh Bittner dalam Mugniesyah (2010), yaitu merupakan bentuk pesan yang
dikomunikasikan melalui media massa kepada sejumlah besar orang. Rakhmat
(2003) merangkum pendapat berbagai ahli komunikasi dengan mendefinisikan
komunikasi massa sebagai jenis komunikasi yang ditujukan kepada sejumlah
khalayak yang tersebar, heterogen, dan anonim melalui media cetak atau
elektronis sehingga pesan yang sama dapat diterima secara serentak dan sesaat.
Komunikasi massa terdiri atas unsur-unsur berupa komunikator, media massa,
informasi (pesan) massa, gatekeeper, khalayak (publik), dan umpan balik.
Komunikasi massa berbeda dengan jenis komunikasi lainnya. Cangara
(2006) menyatakan bahwa komunikator dalam komunikasi massa adalah lembaga
atau organisasi atau orang yang bekerja dengan fasilitas lembaga atau organisasi.
Komunikator bersifat melembaga, dimana pihak yang mengelola media terdiri
dari banyak orang, mulai dari pengumpulan, pengelolaan, hingga penyajian
informasi. Sementara itu, menurut Bungin (2008b), komunikator dalam
komunikasi massa ialah:
(1) Pihak yang mengandalkan media massa dengan teknologi telematika modern
sehingga dalam menyebarkan suatu informasi dapat ditangkap dengan cepat
oleh publik.
(2) Komunikator dalam penyebaran informasi mencoba berbagi informasi,
pemahaman, wawasan, dan solusi-solusi dengan jutaan massa yang tersebar
dimanapun tanpa diketahui dengan jelas keberadaan mereka.
(3) Komunikator berperan sebagai sumber pemberitaan yang mewakili institusi
formal yang sifatnya mencari keuntungan dari penyebaran informasi tersebut.
Perbedaan antara komunikasi massa dengan komunikasi interpersonal
secara lebih rinci dijelaskan dalam Tabel 1.
Tabel 1 Karakteristik saluran komunikasi interpersonal dan media massa
Karakteristik
Arus pesan
Konteks komunikasi
Tingkat umpan balik
Kemampuan mengatasi
selektivitas
Kecepatan jangkauan
terhadap khalayak
banyak
Efek yang mungkin
terjadi
Saluran Interpersonal
Cenderung dua arah
Tatap muka
Tinggi
Tinggi
Saluran Media Massa
Cenderung searah
Melalui media
Rendah
Rendah
Relatif lambat
Relatif cepat
Perubahan dan
pembentukan sikap
Perubahan pengetahuan
Sumber: Rogers and Shoemaker dalam Mugniesyah (2010)
Sasaran komunikasi massa adalah tersampaikannya pesan komunikasi
kepada khalayaknya. Bungin (2008b) menyatakan bahwa khalayak dalam
8
komunikasi massa adalah massa yang menerima informasi massa yang disebarkan
oleh media massa, terdiri dari publik pendengar atau pemirsa sebuah media massa.
Beberapa sifat dari audiensi massa menurut Bungin (2008b) dan Wright dalam
Wiryanto (2005), yaitu:
(1) Terdiri dari jumlah yang besar, menyebar dimana-mana sehingga
menyebabkannya tidak bisa dibedakan satu dengan yang lainnya dan sukar
diorganisir.
(2) Anonim, yang menandakan bahwa anggota dari audiensi massa umumnya
tidak tahu menahu, tidak pernah bertemu, dan tidak saling mengenal.
Anggota-anggota dari suatu mass audience dapat mengelompok berdasarkan
kepentingan, minat, dan pendapat yang sama serta kesamaan lain yang
berhubungan dengan jenis-jenis pesan media yang diterima.
(3) Pemberitaan media massa dapat ditangkap oleh masyarakat dari berbagai
tempat, sehingga sifat audiensi massa juga tersebar dimana-mana, terpencar,
dan tidak mengelompok pada wilayah tertentu.
(4) Pada mulanya audiensi massa tidak interaktif, artinya antara media massa dan
pendengar tidak saling berhubungan, namun saat ini audiensi massa memiliki
pilihan berinteraksi atau tidak dengan media massa melalui komunikasi
telepon.
(5) Terdiri dari berbagai lapisan masyarakat yang heterogen, tidak dapat
dikategorikan terdiri dari segmentasi tertentu. Komunikasi massa tidak
ditujukan kepada audiensi tertentu yang eksklusif melainkan untuk orang
dengan berbagai latar belakang.
Televisi sebagai Media Massa
Media massa kini menjadi bagian penting dalam kehidupan manusia yang
mampu mempengaruhi pola-pola kehidupan dan rutinitas manusia. Menurut
Bungin (2008b), media massa adalah institusi yang berperan sebagai agent of
change, yaitu sebagai institusi pelopor perubahan. Berikut dijelaskan beberapa
peran media massa, yaitu:
(1) Sebagai institusi pecerahan masyarakat, yaitu peranannya sebagai media
edukasi. Media massa mendidik masyarakat supaya cerdas, terbuka
pikirannya, dan menjadi masyarakat yang maju.
(2) Sebagai media informasi, yang setiap saat menyampaikan informasi kepada
masyarakat. Dengan begitu, masyarakat akan menjadi masyarakat yang
informatif, kaya, dan terbuka akan informasi.
(3) Sebagai media hiburan, juga menjadi institusi budaya yang setiap saat
menjadi corong kebudayaan dan katalisator perkembangan budaya.
Media massa terus mengalami perkembangan yang pesat dari waktu ke
waktu, dimulai dari kemunculan surat kabar, majalah, radio, televisi, hingga film
dan internet. Bila dibandingkan dengan media massa lainnya, televisi merupakan
salah satu media massa yang paling menarik dan paling memiliki pengaruh dalam
kehidupan manusia. Liliweri (1991) menjelaskan bahwa perkembangan televisi
sebagai media massa elektronik dimulai dengan hadirnya kamera televisi yang
ditemukan oleh Vladimir Zworykin pada tahun 1923. Pada tahun 1948 televisi
mulai menyiarkan berita dan hiburan secara teratur dan mulai memasuki tahap
9
popular sampai dengan tahun 1987. Cangara (2006) menjelaskan bahwa televisi
pertama kali diperkenalkan di Indonesia pada tahun 1962, ketika pesta olahraga
Asian Games di Jakarta. Pada awalnya siarannya terbatas hanya 3 jam dalam
sehari dengan wilayah liputan Jakarta dan Bogor. Perkembangannya pun sangat
lambat karena setelah 14 tahun kemunculannya, jumlah pesawat televisi baru
mencapai 188 860 buah dengan target penonton sebanyak 36.5 juta jiwa. Hal ini
kemudian berubah setelah digunakannya satelit komunikasi Palapa sejak tahun
1976. Pemilikan televisi menanjak tajam menjadi 26 juta pesawat televisi dan
target penonton meningkat menjadi 162.8 juta pada tahun 1996. Saat ini, selain
dapat digunakan di rumah-rumah, televisi juga dapat digunakan di mobil dan
dibawa kemana-mana dengan memanfaatkan teknologi satelit. Perkembangan
teknologi televisi tersebut memungkinkan khalayak untuk dapat menyaksikan
siaran televisi dimanapun dia berada. Contoh produksi televisi jenis ini adalah
televisi genggam, televisi mobil, maupun televisi seluler (Bungin 2008b).
Televisi banyak dimanfaatkan oleh khalayak dalam mengakses informasi
dan hiburan karena memiliki keunggulan bila dibandingkan dengan media
elektronik lainnya. Televisi mampu menyampaikan pesan dalam bentuk suara dan
gambar (audio visual) sehingga pesannya lebih mudah diterima, ditambah lagi
kemampuannya memainkan warna yang meningkatkan daya tariknya bagi
khalayak. Kemampuannya dalam mengatasi jarak dan waktu menyebabkan
masyarakat di seluruh pelosok, termasuk di daerah terpencil juga dapat
mengaksesnya dengan mudah dan cepat. Berbagai keunggulan yang dimilikinya
tersebut menjadikan televisi sebagai media massa yang paling populer dan paling
banyak digunakan dibanding media massa lainnya. Hal tersebut dijelaskan dalam
Tabel 2.
Tabel 2 Indikator sosial budaya tahun 2003, 2006, dan 2009
No.
1.
2.
3.
4.
Indikator
Persentase Penduduk Berumur 10 tahun ke
Atas yang Mendengar Radio
Persentase Penduduk Berumur 10 tahun ke
Atas yang Menonton Televisi
Persentase Penduduk Berumur 10 tahun ke
Atas yang Membaca Surat Kabar/Majalah
Persentase Penduduk Berumur 10 tahun ke
Atas yang Melakukan Olahraga
2003
2006
2009
50.29
40.26
23.50
84.94
85.86
90.27
23.70
23.46
18.94
25.45
23.23
21.76
Sumber: http://bps.go.id diakses pada tanggal 4 September 2012 pada pukul 13.15 WIB
Hasil penelitian Ardianto (2001) menunjukkan bahwa mayoritas khalayak
desa menonton televisi selama 5-6 jam setiap harinya. Khalayak yang bekerja dari
pagi sampai sore umumnya menonton televisi pada menjelang malam hingga
malam hari, kecuali pada hari libur. Persentase terbesar waktu menonton televisi
adalah pukul 18.00-21.00 yang merupakan kategori prime time.
Kehadiran televisi yang terus-menerus bertambah dipengaruhi oleh berbagai
keunggulan yang dimilikinya. Berbagai keunggulan yang dimiliki televisi sebagai
media audio visual membuatnya menjadi media yang memiliki nilai lebih
dibanding media massa lainya seperti surat kabar, majalah, dan radio. Hal serupa
10
juga diungkapkan oleh Effendi (2001) mengenai beberapa keunggulan televisi, di
antaranya:
(1) Keunggulan Karakteristik
Televisi mampu menyampaikan pesan audio dan visual, berupa suara dan
gambar dalam waktu yang bersamaan. Penggunaan televisi melibatkan dua
indera secara bersamaan, sehingga komunikan dapat mengolah pesan yang
diterima dengan lebih cepat.
(2) Menjangkau Khalayak Luas
Televisi merupakan media yang hampir dimiliki oleh semua orang. Pesan
yang disampaikan melalui televisi dapat diterima oleh khalayak karena
kemampuan televisi dalam menjangkau khalayak, mulai dari wilayah
perkotaan hingga ke wilayah pedesaan. Kemampuan dan kelebihan ini
menjadikan televisi sebagai salah satu media yang digunakan untuk
menyebarluaskan informasi. Proses penyebaran informasi dengan
menggunakan media televisi ini menjadi lebih efektif karena kemampuan
televisi dalam menyampaikan informasi dalam bentuk audio dan visual
kepada khalayak luas sehingga dapat menjangkau khalayak yang heterogen
dalam jumlah yang besar dan jangkauan yang luas. Kelebihan tersebut
menjadikan televisi sebagai salah satu media yang cukup diminati oleh
khalayak.
Seiring dengan perkembangan pengetahuan dan teknologi, televisi terus
mengalami perkembangan yang pesat. Siaran televisi Indonesia semakin semarak
sejak bergulirnya era kebebasan pers dan penyiaran informasi. Sejak tahun 1998,
semakin banyak stasiun televisi swasta baru bermunculan, baik lokal maupun
nasional. Hal ini dipengaruhi oleh kebutuhan masyarakat terhadap informasi yang
semakin bertambah. Menjelang tahun 2000 muncul hampir secara serentak lima
televisi swasta baru, yaitu Metro, Trans, TV-7, Lativi dan Global. Jumlah televisi
baru di Indonesia terus bertambah, yang terbagi dalam empat kategori yaitu
televisi publik, swasta, berlangganan, dan komunitas (lokal). Peningkatan jumlah
televisi baru tersebut pada umumnya terjadi di daerah. Hingga Juli 2002, jumlah
orang yang memiliki pesawat televisi di Indonesia mencapai 25 juta. Kini
penonton televisi Indonesia benar-benar memiliki banyak pilihan untuk
menikmati berbagai program televisi (Morissan 2005).
Sebagai sebuah media massa yang memiliki pengaruh besar terhadap
khalayaknya, televisi juga mempunyai beberapa fungsi, yang dinyatakan oleh
Hoffmann (1999) mengenai teori lima fungsi dari televisi, yaitu:
(1) Pengawasan situasi masyarakat dan dunia. Fungsi ini sering disebut
informasi. Fungsi televisi yang sebenarnya adalah mengamati kejadian di
dalam masyarakat dan kemudian melaporkannya sesuai dengan kenyataan
yang ditemukan.
(2) Menghubungkan satu dengan yang lain. Menurut Neil Postman dalam
Hoffmann (1999) televisi tidak berkesinambungan. Akan tetapi televisi yang
menyerupai mosaik dapat saja menghubungkan hasil pengawasan lain secara
jauh lebih gampang daripada sebuah dokumen tertulis. Apabila televisi
berfungsi sesuai dengan kepentingan masyarakat yang ditangkap oleh
pembuat program, televisi sangat ampuh untuk membuka mata pemirsa.
(3) Menyalurkan kebudayaan. Fungsi ini dilihat sebagai fungsi pendidikan
namun istilah “pendidikan” sengaja dihindari karena di dalam kebudayaan
11
audio-visual tidak ada yang namanya kurikulum atau target tertentu yang
dirancang oleh seorang pendidik. Kebudayaan yang diperkembangkan oleh
televisi merupakan tujuan tanpa pesan khusus di dalamnya.
(4) Hiburan. Kebudayaan audio-visual paling sedikit memiliki unsur hiburan.
Kalau tidak menghibur umumnya sebuah tayangan tidak akan ditonton.
Sekarang ini hiburan semakin diakui sebagai kebutuhan manusia karena tanpa
hiburan manusia tidak dapat hidup wajar. Hiburan ini merupakan rekreasi,
artinya berkat hiburan manusia menjadi segar untuk kegiatan-kegiatan yang
lain.
(5) Pengerahan masyarakat untuk bertindak dalam keadaan darurat. Fungsi ini
mudah disalahgunakan oleh seorang penguasa akan tetapi dalam situasi
tertentu ini cukup masuk akal. Misalnya kalau terjadi wabah penyakit di suatu
daerah, televisi bisa saja memberitakan berdasarkan fungsinya sebagai
pengawas. Berita ini kemudian dapat dihubungkan dengan keterangan tentang
vaksinasi. Televisi harus proaktif memberi motivasi dan menganjurkan
supaya orang mau dibantu secara preventif.
Pemanfaatan Televisi sebagai Media Kampanye Melalui Tayangan Iklan
Layanan Masyarakat
Perkembangan televisi semakin pesat seiring dengan berkembangnya
teknologi. Tayangan televisi kini tidak hanya dapat disaksikan di rumah
melainkan juga dapat disaksikan di berbagai tempat, baik melalui televisi seluler
maupun televisi mobil sambil berkendara. Bungin (2008a) menyatakan bahwa
saat televisi mengangkat realitas sosial dalam berbagai film dan telenovela, maka
kekuatan televisi dan kekuatan budaya masyarakat terakumulasi ke dalam
pengaruh yang luar biasa terhadap media televisi itu sendiri. Hal ini terlihat
dengan begitu besarnya kegemaran masyarakat terhadap televisi serta secara
fungsional televisi telah terstruktur dalam masyarakat. Hal serupa juga terjadi
ketika iklan ditayangkan melalui televisi dengan menggunakan metode
pengungkapan realitas sosial. Iklan menjadi sebuah realitas yang juga digemari
dan mengkonstruksi masyarakat sebagai bagian yang telah terstruktur, paling
tidak dalam kognisi masyarakat.
Berbagai keunggulan yang dimiliki televisi menyebabkannya menjadi media
massa yang paling potensial untuk melakukan kampanye pesan-pesan pemerintah
dan lembaga-lembaga tertentu. Bahkan setelah muncul media-media komunikasi
lainnya, televisi tetap menjadi media massa yang sangat diminati khalayak.
Rogers dan Storey dalam Ruslan (2005) menyatakan bahwa kampanye merupakan
serangkaian kegiatan komunikasi yang terorganisasi dengan tujuan menciptakan
dampak tertentu terhadap sebagian besar khalayak sasaran secara berkelanjutan
dalam periode waktu tertentu. Sementara itu, Ruslan (2005) menyimpulkan
beberapa karakteristik kampanye dari pendapat berbagai ahli, yaitu: (1) adanya
aktivitas proses komunikasi kampanye untuk mempengaruhi khalayak tertentu, (2)
untuk membujuk dan memotivasi khalayak untuk berpartisipatif, (3) ingin
menciptakan efek atau dampak tertentu seperti yang direncanakan, (4)
dilaksanakan dengan tema spesifik dan narasumber yang jelas, dan (5) dalam
12
waktu tertentu atau telah ditetapkan, dilaksanakan secara terorganisasi dan
terencana baik untuk kepentingan kedua belah pihak atau sepihak.
Kampanye merupakan bentuk komunikasi persuasif yang bertujuan untuk
menciptakan khalayak agar mau mengadopsi pandangan komunikator tentang
sesuatu hal atau melakukan tindakan tertentu. Kampanye berupaya untuk
mengubah perilaku, sikap bertindak, tanggapan, persepsi, hingga membentuk
opini publik yang positif dan mendukung atau yang menguntungkan segi citra.
Aktivitas komunikasi dalam berkampanye biasanya berkaitan dengan suatu
kepentingan dan tujuan tertentu sesuai dengan jenisnya, yang terbagi menjadi tiga
(Ruslan 2005) :
(1) Product - Oriented Campaigns
Jenis kampanye ini berorientasi pada produk, dan biasanya dilakukan dalam
kegiatan komersial maupun promosi pemasaran peluncuran produk baru,
seperti perubahan logo baru.
(2) Candidate – Oriented Campaigns
Jenis kampanye ini berorientasi bagi calon (kandidat) untuk kepentingan
kampanye politik, misalnya kampanye pemilu dalam era reformasi tahun
2004, kampanye dalam Pilkada, dan lain sebagainya.
(3) Ideological or Cause – Oriented Campaigns
Jenis kampanye ini bersifat khusus dan berdimensi perubahan sosial,
misalnya kampanye sosial Anti HIV/AIDS, anti narkoba, dan Program
Keluarga Berencana (KB).
Kampanye melalui iklan siaran televisi banyak dipilih oleh pemerintah dan
lembaga-lembaga tertentu karena berbagai keunggulan yang dimiliki oleh televisi.
Hal ini berarti melalui kekuatan televisi, iklan televisi dapat meningkatkan
kemampuannya dalam menanamkan image produk atau pesan tertentu kepada
pemirsa. Begitu pesatnya dunia periklanan di masyarakat memunculkan berbagai
institusi yang secara spesifik menangani periklanan, seperti lahirnya perusahaan
advertising sebagai institusi yang secara profesional menangani periklanan.
Salah satu bentuk kampanye adalah melalui iklan. Iklan merupakan bentuk
pesan mengenai produk dan jasa yang disampaikan melalui suatu media dan
ditujukan kepada sebagian atau seluruh masyarakat (Widyatama 2005). Saat ini
iklan menjadi salah satu bentuk promosi yang paling banyak dilakukan karena
daya jangkaunya yang luas. Iklan berfungsi untuk menjalankan fungsi informasi,
persuasi, dan pengingat. Secara umum iklan terbagi menjadi dua, yaitu iklan
standar dan iklan layanan masyarakat. Menurut Widyatama (2005), iklan standar
ditata untuk memperkenalkan barang, jasa, dan pelayanan untuk konsumen. Iklan
ini bertujuan untuk merangsang minat pembeli dan pemakai. Oleh karenanya,
iklan standar berorientasi terhadap keuntungan ekonomi atau komersial.
Sementara itu, iklan layanan masyarakat merupakan jenis iklan non profit. Iklan
layanan masyarakat dirancang bebas biaya dengan ruang dan waktu iklan yang
merupakan hibah dari media dan biasanya digunakan untuk kampanye-kampanye
besar pemerintah atau lembaga swadaya. Keuntungan yang dicapai bukan dalam
bentuk komersil melainkan dalam bentuk keuntungan sosial, yang dirancang
untuk kepentingan masyarakat dan mempromosikan kesejahteraan masyarakat.
Berdasarkan penjelasan tersebut, iklan layanan masyarakat bersifat
menyejahterakan dan memberdayakan masyarakat melalui pesan-pesan yang
disampaikannya.
13
Keterdedahan Khalayak terhadap Iklan Layanan Masyarakat pada Siaran
Televisi dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya
Keterdedahan adalah terkenanya khalayak terhadap satu atau beberapa
pesan dari media televisi. Berdasarkan hasil penelitian Rahayu (2004), Gultom
(2009), dan Nursyarifah (2012), dapat dirumuskan aspek yang dapat dijadikan
indikator keterdedahan terhadap tayangan iklan layanan masyarakat pada siaran
televisi, yaitu dapat dilihat dari frekuensi menonton iklan tersebut. Hasil
penelitian Ardianto (2001) menyatakan bahwa frekuensi menonton pada
mayoritas masyarakat desa adalah hampir setiap hari dalam seminggu yang
menandakan bahwa televisi telah menjadi budaya pada masyarakat pedesaan.
Semakin sering frekuensi menonton televisi, semakin besar kemungkinan
khalayak untuk melihat iklan layanan masyarakat pada siaran televisi. Semakin
sering frekuensi menonton iklan layanan masyarakat maka tayangan iklan tersebut
akan semakin jelas untuk dilihat dan dipahami. Frekuensi menonton dapat
berbeda-beda pada tiap golongan masyarakat. Khalayak yang memiliki frekuensi
menonton yang rendah disebabkan oleh kesibukan pekerjaan dan aktivitas mereka
sehingga kurang memiliki waktu luang untuk menyaksikan tayangan iklan
televisi.
Berdasarkan hasil penelitian Rahayu (2004), Perdana (2008), Asmira
(2006), Sutisna (2000), Gultom (2009), dan Ardianto (2001), terdapat faktorfaktor khalayak yang berhubungan dengan keterdedahan seseorang terhadap
tayangan iklan pada siaran televisi, yang terbagi menjadi karakteristik individu
dan karakteristik sosiologis. Karakteristik individu di antaranya mencakup jenis
kelamin, usia, tingkat pendidikan, dan jenis pekerjaan. Menurut DeFleur dalam
Rakhmat (2003), individu memiliki kecenderungan perilaku tertentu yang berbeda
dalam menggunakan media massa. Setiap individu menanggapi isi media massa
berdasarkan perhatian dan kepentingannya masing-masing, disesuaikan dengan
kepercayaan dan nilai-nilai yang dianut, sehingga menyebabkan perbedaan
selektivitas mereka terhadap media massa. Lee dan Johnson (2007) menyatakan
bahwa berdasarkan perbedaan-perbedaan tersebut, orang cenderung membuat
pilihan berbeda menyangkut, misalnya, kendaraan, media, dan pola pengeluaran.
Hal ini menandakan bahwa perilaku khalayak dalam mengakses iklan pada siaran
televisi pun akan berbeda-beda.
Khalayak merupakan salah satu aktor dari proses komunikasi. Oleh
karenanya unsur khalayak tidak boleh diabaikan sebab berhasil tidaknya suatu
proses komunikasi sangat ditentukan oleh khalayak sebagai penerima efek
komunikasi tersebut. Perilaku khalayak dalam mengakses siaran televisi
dipengaruhi oleh faktor-faktor pribadi, yaitu hal-hal unik pada diri seseorang.
Rogers dalam Rakhmat (2003) menyebutkan variabel individu yang
mempengaruhi keterdedahan seseorang terhadap media massa, yaitu meliputi
tingkat melek huruf, tingkat pendidikan, sifat kosmopolit (keterbukaan terhadap
dunia luar), usia, dan status sosial individu.
Interaksi media dengan khalayak pada dasarnya berada pada tiga
pendekatan, yaitu perbedaan individual, kategori sosial, dan hubungan sosial
(Widjanarko dan Natalia 2007). Hubungan sosial dapat mempengaruhi reaksi
seseorang terhadap media, baik dalam menggunakan maupun dampak media
terhadap khalayak. Hubungan sosial tersebut dapat pula disebut sebagai
14
karakteristik sosiologis, yang dapat mencakup interaksi dengan kelompok rujukan
seperti kelompok primer dan sekunder. Menurut Bungin (2008b), keluarga
merupakan kelompok primer yang paling berpengaruh dalam perilaku keputusan
konsumen. Pada umumnya orangtua menjadi orientasi atau acuan seseorang
dalam berperilaku. Orangtua sejak kecil telah menanamkan esensi tentang agama,
politik, ekonomi. Bahkan dari orangtua, individu memperoleh kepuasan pribadi,
rasa aman, penghargaan, dan cinta. Oleh karena itu, keluarga memiliki kekuatan
yang besar untuk mempengaruhi perilaku individu. Kelompok lain yang
mempengaruhi adalah kelompok sekunder, yaitu tetangga, teman organisasi,
kelompok agama, dan lain sebagainya. Kelompok- kelompok tersebut bisa terdiri
dari satu atau lebih orang yang memberikan pengaruh langsung terhadap perilaku
keterdedahan khalayak. Kelompok mempengaruhi keputusan seseorang melalui
pemberian informasi atau lewat penekanan untuk mengikuti norma-norma
kelompok (Lee dan Johnson 2007).
Batasan Usia Remaja
Masa remaja merupakan masa terbentuknya pandangan hidup atau citacita yang ditanamkan sebagai nilai-nilai kehidupan. Ahmadi dan Sholeh (2005)
menjelaskan bahwa proses penemuan nilai-nilai kehidupan tersebut dapat
digambarkan melalui tiga langkah. Pertama, remaja mulai merindukan sesuatu
yang dapat dianggap bernilai dan pantas dipuja. Setelah itu pada taraf kedua,
objek pemujaan itu menjadi lebih jelas, yaitu pribadi-pribadi yang dipandang
mendukung nilai-nilai tertentu. Ketiga, remaja telah dapat menghargai nilai-nilai
lepas dari pendukungnya. Pada saat inilah remaja telah mampu menentukan
pilihan atau pendirian hidupnya akan nilai-nilai tertentu dan telah siap untuk
memasuki masa dewasa awal. Sementara itu, Santrock (2003) menyatakan bahwa
masa remaja adalah masa perkembangan transisi antara masa anak dan dewasa,
yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial. Masa tersebut umumnya
dimulai pada kira-kira usia 10-13 tahun dan berakhir kira-kira pada usia 18-22
tahun.
Ahmadi dan Sholeh (2005) membagi masa remaja menjadi tiga tahapan,
yaitu masa pra pubertas, pubertas awal dan pubertas akhir (adoleson). Masa pra
pubertas terjadi pada rentang usia 12-14 tahun, yaitu saat-saat terjadinya
kematangan seksual, bersamaan dengan terjadinya perkembangan fisiologis. Masa
pubertas awal terjadi pada rentang usia 14-18 tahun, yaitu saat anak tidak lagi
hanya bersifat reaktif tetapi juga mulai aktif mencapai kegiatan dalam rangka
menemukan diri serta mencari pedoman kehidupan untuk bekal kehidupan
mendatang. Fase terakhir, yaitu masa pubertas akhir (adoleson) terjadi pada
rentang usia 18-21 tahun. Masa ini merupakan persiapan menuju kehidupan
dewasa dengan kriteria: (1) menemukan pribadi, (2) menentukan cita-cita, (3)
menggariskan jalan hidup, (4) bertanggung jawab, dan (5) menghimpun normanorma sendiri.
Sementara itu, klasifikasi remaja menurut Erikson dalam Santrock (2003)
terletak pada rentang usia 10-20 tahun. Pada tahap ini individu diharapkan
menemukan siapa mereka dan kemana mereka menuju dalam hidupnya. Menurut
15
Stanley Hall dalam Santrock (2003) usia remaja berada pada rentang 12-23 tahun,
yang merupakan masa terjadinya krisis identitas atau pencarian identitas diri.
Definisi remaja lainnya adalah menurut Badan Kependudukan dan
Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) selaku penyelenggara iklan layanan
masyarakat KB Versi Shireen Sungkar dan Teuku Wisnu. Definisi remaja yang
digunakan oleh BKKBN berada pada rentang usia 15-24 tahun yang belum
menikah. Hal ini karena pada rentang usia tersebut manusia berada dalam masa
kematangan seksual dan pencarian jati diri. Batas usia 24 tahun dipilih sebagai
batas usia maksimal untuk memberi peluang bagi mereka yang pada usia tersebut
masih menggantungkan hidup pada orangtua, belum mempunyai hak-hak penuh
sebagai orang dewasa, dan belum mampu memberikan pendapat sendiri.
Remaja yang dimaksud dalam penelitian ini adalah mereka yang berusia 1524 tahun dan belum menikah. Menurut Santrock (2003), sebagian besar ahli
mengklasifikannya kembali menjadi dua tahapan, yaitu remaja awal dan remaja
akhir. Remaja awal merupakan mereka yang tergolong dalam kategori usia 15-19
tahun, sedangkan remaja akhir 20-24 tahun. Usia 15-24 tahun dipilih dengan
pertimbangan bahwa rentang usia tersebut merupakan batas usia remaja yang
sesuai dengan sasaran iklan layanan masyarakat Keluarga Berencana Versi
Shireen Sungkar dan Teuku Wisnu menurut BKKBN sebagai penyelenggara iklan
tersebut.
Efektivitas Iklan Layanan Masyarakat
Iklan televisi dibuat untuk mengomunikasikan produk atau pesan tertentu
kepada masyarakat luas namun simbol-simbol yang digunakan harus dapat
memberikan kesan yang baik agar komunikasi efektif untuk mempengaruhi
pemirsa terhadap produk atau pesan yang ditampilkan. Dengan demikian, akan
terjadi proses pemaknaan yang baik dari berbagai pihak sebagai subjek dalam
interaksi simbolis. Menurut Bungin (2008a), ada tiga kemungkinan dalam
pemaknaan simbol-simbol, yaitu: 1) simbol ditafsirkan sama oleh kedua belah
pihak, 2) simbol ditafsirkan berbeda-beda diantara kedua belah pihak, dan 3)
pemirsa kebingungan menafsirkan simbol-simbol tersebut. Dalam peristiwa kedua
dan ketiga, iklan televisi dianggap tidak berhasil dalam mentransformasikan
makna simbol sehingga komunikasi tidak sepenuhnya berhasil dan tidak efektif,
sedangkan dalam peristiwa pertama iklan televisi berhasil mentransformasikan
simbol-simbol kepada masyarakat. Hal ini menandakan bahwa iklan televisi
dikatakan efektif bila terdapat pemahaman yang sama dan merangsang pihak lain
untuk berpikir dan melakukan sesuatu sesuai dengan tujuan iklan. Menurut P
Lastry (tidak ada tahun) ada beberapa unsur komunikasi yang perlu diperhatikan
untuk mendapatkan hasil yang efektif, yaitu:
(1) Komunikator (pandai menggunakan bahasa, intonasi, simbol, dan mimik yang
menarik simpati dan empati dari komunikannya)
(2) Pesan (cara penyampaian, isi pesan sesuai dengan kebutuhan dan diminati
oleh komunikan)
(3) Media (sesuai dengan pesan yang ingin disampaikan dan sesuai dengan
kebutuhan komunikan)
16
Wilbur Schramm dalam Effendi (1993) mengungkapkan apa yang disebut
“the condition of success in communication”, yaitu kondisi yang harus dipenuhi
jika kita menginginkan agar suatu pesan membangkitkan tanggapan yang kita
kehendaki. Kondisi tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut:
(1) Pesan harus dirancang dan disampaikan sedemikian rupa, sehingga dapat
menarik perhatian komunikan.
(2) Pesan harus melambangkan lambang-lambang tertuju kepada pengalaman
yang sama antara komunikator dan komunikan, sehingga sama-sama mengerti.
(3) Pesan harus membangkitkan kebutuhan pribadi komunikan dan menyarankan
beberapa cara untuk memperoleh kebutuhsn tersebut.
(4) Pesan harus menyarankan suatu jalan untuk memperoleh kebutuhan tadi yang
layak bagi situasi kelompok di mana komunikan berada pada saat ia
digerakkan untuk memberikan tanggapan yang dikehendaki.
Berdasarkan penjelasan tersebut, pesan yang disampaikan komunikator
harus mampu menyesuaikan dan memahami komunikan dari segi kepentingan,
kebutuhan, kecakapan, pengalaman, kemampuan berpikir, kesulitan dan
sebagainya. Bila komunikasi efektif, pengaruh/umpan balik yang diterima akan
sesuai dengan yang diharapkan dan dengan tujuan penyampaian pesan.
Wilbur Shcramm dalam Effendi (1993) menyatakan bahwa dalam rangka
mewujudkan komunikasi efektif, seseorang (komunikan) akan menerima sebuah
pesan hanya kalau terdapat empat kondisi berikut ini secara simultan, yaitu:
(1) Ia dapat dan benar-benar mengerti pesan komunikasi.
(2) Pada saat ia mengambil keputusan, ia sadar bahwa keputusannya itu sesuai
dengan tujuannya.
(3) Pada saat ia mengambil keputusan, ia sadar bahwa keputusannya itu berkaitan
dengan kepentingan pribadinya.
(4) Ia mampu menepatinya baik secara mental maupun fisik.
Efek kehadiran media massa sangat terkait dengan teori yang dikemukakan
McLuhan dalam Rakhmat (2003), yaitu teori perpanjangan alat indera. Teori ini
menyatakan bahwa media adalah perluasan dari alat indera manusia, seperti
telepon adalah perpanjangan telinga, dan televisi adalah perpanjangan mata.
Media adalah pesan karena media membentuk dan mengendalikan skala serta
bentuk hubungan dan tindakan manusia. Efek media massa tidak hanya mampu
mempengaruhi sikap seseorang namun juga dapat memengaruhi perilaku, bahkan
pada tataran yang lebih jauh efek media massa dapat mempengaruhi sitem-sistem
sosial maupun sistem budaya masyarakat. Selain itu, efek komunikasi massa juga
terlihat dari perubahan fungsi-fungsi informasi di masyarakat dan kadar
perubahan stabilitas struktur masyarakat (Wiryanto 2005). Hal tersebut juga
menyebabkan tayangan iklan layanan masyarakat pada siaran televisi dapat
memiliki efek dan dampak yang berbeda-beda, baik positif maupun negatif,
tergantung pada efektivitas iklan tersebut.
Berbagai strategi komunikasi dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu.
Ruslan (2005) menyatakan bahwa komunikasi secara efektif adalah: (1)
bagaimana mengubah sikap (how to change the attitude), (2) mengubah opini (to
change opinion), dan (3) mengubah perilaku (to change bahaviour). Berdasarkan
uraian tersebut, iklan layanan masyarakat dikatakan efektif bila terdapat
pemahaman yang sama antara komunikator dan komunikan sehingga pesan yang
diberikan mampu merangsang pihak lain untuk berpikir dan melakukan sesuatu
17
sesuai dengan tujuan komunikasi. Hal tersebut menandakan bahwa iklan layanan
masyarakat yang efektif harus mampu mengubah yang tidak tahu menjadi tahu,
yang sudah tahu diupayakan menjadi suka, dan mereka yang suka dipertahankan
semakin suka dan senang untuk menerimanya. Nursyarifah (2012) juga
melakukan hal yang serupa dalam mengkaji efektivitas komunikasi, yaitu dengan
melihat efektivitas iklan layanan masyarakat Keluarga Berencana dari tingginya
aspek kognitif, afektif, dan konatif yang ditunjukkan khalayak terhadap iklan
tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa BKKBN efektif dalam melakukan
komunikasi informatif melalui iklan layanan masyarakat karena mampu
memberikan dampak sesuai dengan yang diharapkan pada pengetahuan, perasaan,
dan kecenderungan remaja untuk melakukan program Keluarga Berencana
melalui penundaan usia pernikahan yang tergolong positif.
Menurut Cangara (2006), ada beberapa faktor yang mempengaruhi
komunikasi yang efektif, yaitu kredibilitas dan daya tarik komunikator,
kemampuan pesan untuk membangkitkan tanggapan, dan kemampuan komunikan
untuk menerima dan memahami. Komunikasi yang efektif akan memberikan efek
yang baik kepada khalayaknya sesuai dengan harapan atau tujuan komunikan.
Secara umum, ada tiga aspek efek komunikasi massa yang dapat dirasakan oleh
komunikan, yaitu:
(1) Kognitif
Efek kognitif adalah aspek tata cara seseorang dalam menginterpretasi,
menganalisa, mengingat, dan menggunakan informasi berkaitan dengan dunia
sosial, meliputi pengetahuan, keyakinan, dan persepsi (Baron dan Byrne
2003). Rakhmat (2003) menyatakan bahwa informasi mampu mengurangi
ketidakpastian atau mengurangi jumlah kemungkinan alternatif dalam situasi.
Komunikasi tidak secara langsung menimbulkan perilaku tertentu
melainkan cenderung terlebih dulu mempengaruhi citra kita tentang
lingkungan. Citra terbentuk melalui informasi yang kita terima dari media
massa, kemudian mempengaruhi perilaku kita. Efek kognitif ini terjadi bila
ada perubahan pada apa yang diketahui, dipahami, atau dipersepsi khalayak.
Menurut Widjanarko dan Natalia (2007), efek kognitif juga mencakup
pembentukan gambaran mental dalam individu, termasuk semua yang
dipikirkan orang, kepercayaan, dan pengetahuan tentang objek. Kognisi
berperan dalam melakukan penilaian, penalaran, pemahaman, dan
penghayatan individu. Pada iklan layanan masyarakat mengenai pemilihan
umum, efek kognitif merupakan efek yang berhubungan dengan pengetahuan
khalayak terhadap pemilihan umum, terutama mengenai tata cara
pencoblosan.
(2) Afektif
Efek afektif berhubungan dengan perubahan pada apa yang dirasakan,
disenangi, atau dibenci khalayak. Efek ini mencakup pembentukan emosi,
sikap, atau nilai. Perubahan sikap, yaitu berupa perubahan internal pada diri
seseorang yang diorganisir dalam bentuk prinsip, sebagai hasil evaluasi yang
dilakukannya terhadap suatu obyek baik yang terdapat di dalam maupun di
luar dirinya (Cangara 2006). Rakhmat (2003) menyatakan bahwa dalam
banyak hal, terutama yang berkaitan dengan kepercayaan atau ideologi, orang
bisa berubah sikap karena melihat apa yang tadinya dipercaya tidak benar.
Sikap kita pada seseorang atau suatu hal bergantung pada pengetahuan dan
18
citra kita terhadap orang atau objek tersebut. Dengan kata lain, media massa
mengubah citra dulu, dan citra mendasari sikap.
Hingga saat ini telah ada beberapa penelitian yang menunjukkan efek
afektif dalam kehidupan sehari-hari, seperti timbulnya kesenangan pada
pemimpin negara akibat terpaan televisi, radio, surat kabar. Hal ini serupa
dengan penelitian Rahayu (2004) yang menyatakan bahwa khalayak yang
menonton iklan layanan masyarakat “versi Pak Lurah” tentang pemilihan
umum berpengaruh terhadap sikap khalayak, terutama kesenangan tersendiiri
terhadap pemimpin negara.
(3) Konatif
Efek konatif merupakan hasil perluasan dari dua efek sebelumnya, yaitu
efek kognitif dan afektif, yaitu merupakan kecenderungan berperilaku yang
ada dalam diri seseorang berkaitan dengan obyek sikap yang dihadapi (Baron
dan Byrne 2003). Walaupun begitu, tidak jarang aspek konatif pada diri
seseorang tidak berhubungan dengan aspek kognitif dan afektif mereka.
Contohnya, meski kampanye merokok yang dilakukan oleh Departemen
Kesehatan sudah demikian gencar, tidak mempengaruhi berkurangnya
keinginan orang untuk merokok, sekalipun mereka tahu dan setuju bahwa
rokok dapat menimbulkan bahaya kanker.
Gangguan dan Rintangan Komunikasi
Komunikasi yang efektif dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satunya
adalah gangguan-gangguan yang mungkin akan menghambat proses komunikasi.
Hal ini merupakan salah satu konsep penting dalam model komunikasi Shannon
dan Weaver, yang menyatakan bahwa setiap rangsangan tambahan dan tidak
dikehendaki dapat mengganggu kecermatan pesan yang disampaikan. Mulyana
(2001) menjelaskan bahwa model ini melukiskan suatu sumber (information
source) yang menyandi atau menciptakan pesan dan menyampaikannya melalui
suatu saluran kepada seorang penerima yang menyandi balik atau mencipta ulang
pesan tersebut. Gambaran dari Model Komunikasi Shannon dan Weaver dapat
dilihat pada Gambar 1 berikut.
Received
Signal
Message
Message
Signal
Information
source
Transmitter
Message
Noise
Source
Sumber: Werner dan James dalam Mulyana (2001)
Gambar 1 Model Shannon dan Weaver
Destination
19
Model ini meyakini bahwa gangguan komunikasi bisa terjadi pada semua
elemen atau unsur-unsur yang mendukungnya, termasuk faktor lingkungan
dimana komunikasi itu terjadi. Gangguan bukan merupakan bagian dari proses
komunikasi akan tetapi mempunyai pengaruh dalam proses komunikasi, karena
pada setiap situasi hampir selalu ada hal yang mengganggu kita. Gangguan
komunikasi terjadi jika terdapat intervensi yang mengganggu salah satu elemen
komunikasi, sehingga proses komunikasi tidak berlangsung secara efektif.
Sementara itu, rintangan komunikasi ialah adanya hambatan yang membuat
proses komunikasi tidak dapat berlangsung sebagaimana harapan komunikator
dan penerima. Menurut Shannon dan Weaver dalam Cangara (2006), ada
beberapa gangguan dan rintangan komunikasi, di antaranya:
(1) Gangguan semantik
Gangguan jenis ini bersangkutan dengan pesan komunikasi yang
pengertiannya menjadi rusak karena kesalahan bahasa yang digunakan.
Shannon dan Weaver dalam Cangara (2006) menjelaskan bahwa gangguan
semantik dapat terjadi karena komunikator banyak menggunakan kata-kata
berbahasa asing sehingga sulit dimengerti oleh khalayak tertentu. Perbedaan
bahasa dan struktur bahasa antara pembicara dan penerima dapat
membingungkan penerima sehingga menyebabkan salah persepsi terhadap
simbol-simbol yang digunakan.
Semakin banyak kekacauan mengenai pengertian suatu istilah atau konsep
yang terdapat pada komunikator, akan semakin banyak pula gangguan
semantik dalam pesannya. Hal ini disebabkan oleh adanya dua jenis
pengertian yang berbeda mengenai kata-kata, ada yang mempunyai makna
denotatif dan konotatif. Makna denotatif adalah pengertian suatu perkataan
yang lazim terdapat dalam kamus yang secara umum diterima oleh orangorang dengan bahasa dan kebudayaan yang sama. Sementara itu, makna
konotatif adalah pengertian yang bersifat emosional latar belakang dan
pengalaman seseorang.
Sementara itu, menurut Effendi (1993) semantik adalah pengetahuan
mengenai pengertian kata-kata yang sebenarnya atau perubahan pengertian
kata-kata. Lambang kata yang sama mempunyai pengertian yang berbeda
untuk orang-orang yang berlainan. Mulyana (2001) menjelaskan bahwa
lambang atau simbol adalah sesuatu yang digunakan untuk menunjuk sesuatu
lainnya, berdasarkan kesepakatan sekelompok orang. Lambang mencakup
kata-kata verbal, perilaku non verbal, dan objek yang maknanya disepakati
bersama. Contohnya adalah tradisi memasang bendera setiap hari
kemerdekaan sebagai tanda penghormatan dan kecintaan pada negara.
“Lambang pada dasarnya tidak mempunyai makna; kitalah yang memberi
makna pada lambang. Makna sebenarnya ada dalam kepala kita, bukan
terletak pada lambang itu sendiri. Kalaupun ada orang yang mengatakan
bahwa kata-kata mempunyai makna, yang ia maksudkan sebenarnya bahwa
kata-kata itu mendorong orang untuk memberi makna (yang telah disetujui
bersama) terhadap kata-kata itu. Persoalan akan timbul bila para peserta
komunikasi tidak memberi makna yang sama pada suatu kata.” (Mulyana
2010)
Berdasarkan penjelasan tersebut, pemaknaan lambang atau simbol tertentu
dapat berbeda antar individu sehingga penggunaan dan pemaknaan lambang
20
atau simbol tertentu amat berpengaruh dalam menunjang terciptanya
komunikasi yang efektif. Oleh karena itu dalam media massa gangguan ini
harus dicegah karena pesan memasuki segmen khalayak yang sangat
heterogen sehingga memungkinkan pengertian yang berbeda-beda antara satu
orang dengan orang yang lain, antara satu kelompok masyarakat dengan
kelompok masyarakat lainnya.
(2) Rintangan budaya
Rintangan jenis ini disebabkan oleh adanya perbedaan norma, kebiasaan,
dan nilai-nilai yang dianut oleh pihak-pihak yang terlibat dalam komunikasi.
Menurut Sosiawan (tidak ada tahun), di negara-negara sedang berkembang
masyarakat cenderung menerima informasi dari sumber yang banyak
memiliki kesamaan dengan dirinya, seperti bahasa, agama dan kebiasaankebiasaan lainnya. Sementara itu, Mulyana (2011) menyatakan bahwa
semakin besar perbedaan budaya di antara dua orang maka akan semakin
besar pula perbedaan persepsi mereka terhadap suatu realitas. Dengan
demikian, tidak ada dua orang yang memiliki nilai-nilai budaya dan persepsi
yang persis sama. Hal ini sesuai dengan pendapat De Fleur dalam Effendi
(1993), yang menyatakan bahwa individu sebagai anggota khalayak sasaran
media massa menaruh perhatian kepada pesan dan konsisten dengan sikapnya
sesuai dengan kepercayaan yang didukung oleh nilai-nilai yang
diinternalisasikannya.
Kerangka Pemikiran
Efektivitas iklan layanan masyarakat pada siaran televisi diukur berdasarkan
efek tayangan iklan yang muncul di kalangan khalayak yang menyaksikannya.
Ada tiga ranah efek utama yang dapat menjadi indikator keefektifan iklan layanan
masyarakat, yaitu: efek kognitif, afektif, dan konatif. Efek tayangan iklan layanan
masyarakat tersebut dapat muncul apabila khalayak terdedah terhadap tayangan
iklan tersebut. Keterdedahan khalayak terhadap tayangan iklan layanan
masyarakat dapat diukur berdasarkan frekuensi menonton iklan tersebut.
Berdasarkan hasil penelitian Rahayu (2004), Perdana (2008), Asmira (2006),
Sutisna (2000), Gultom (2009), dan Ardianto (2001), terdapat faktor-faktor
khalayak yang berhubungan dengan keterdedahan seseorang terhadap tayangan
iklan pada siaran televisi, yaitu karakteristik individu dan karakteristik sosiologis.
Karakteristik individu mencakup jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, dan jenis
pekerjaan. Sementara itu, menurut Bungin (2008b) karakteristik sosiologis berupa
pengaruh dari kelompok rujukan seperti kelompok primer, yaitu keluarga.
Keluarga merupakan kelompok primer yang paling berpengaruh dalam perilaku
keputusan konsumen. Pada umumnya orangtua menjadi orientasi atau acuan
seseorang dalam berperilaku. Kelompok lain yang mempengaruhi adalah
kelompok sekunder, di antaranya adalah teman dan tetangga. Kelompokkelompok tersebut bisa terdiri dari satu atau lebih orang yang memberikan
pengaruh langsung terhadap perilaku keterdedahan khalayak.
Keterdedahan terhadap iklan layanan masyarakat di pihak lain belum tentu
dapat memunculkan efek yang diharapkan karena ada faktor lain yang
mempengaruhi dan menghalangi, yaitu faktor gangguan dan rintangan komunikasi.
21
Penelitian Juwita (2009) menunjukkan bahwa salah satu faktor yang dapat
menghalangi tersampaikannya pesan secara efektif adalah kesalahan dalam
penggunaan bahasa yang terlalu rumit dan sulit dimengerti oleh khalayak. Dalam
setiap bentuk komunikasi, baik komunikasi antar pribadi, kelompok, maupun
komunikasi massa selalu terdapat gangguan dan hambatan. Gangguan dan
hambatan tersebut seringkali terlewatkan dan dianggap sepele sehingga proses
komunikasi tidak membawa dampak yang efektif. Shannon dan Weaver dalam
Cangara (2006) menyatakan adanya beberapa jenis gangguan dan rintangan
komunikasi, di antaranya adalah gangguan semantik dan rintangan budaya.
Komunikasi yang efektif akan memberikan efek yang baik kepada khalayaknya
sesuai dengan harapan atau tujuan komunikan, yang dilihat dari tiga aspek, yaitu
kognitif, afektif, dan konatif. Uraian di atas mengungkapkan keterkaitan berbagai
variabel dalam kajian terhadap efektivitas iklan layanan masyarakat pada siaran
televisi. Keterkaitan variabel tersebut dapat digambarkan secara detail pada
Gambar 2.
Karakteristik
Individu
 Jenis Kelamin
 Usia
 Tingkat Pendidikan
 Jenis Pekerjaan
Gangguan dan
Rintangan Komunikasi
 Gangguan Semantik
 Rintangan Budaya
Keterdedahan
Karakteristik
Sosiologis
 Interaksi dengan
kelompok primer
 Interaksi dengan
kelompok sekunder
 Frekuensi
menonton iklan
Keterangan :
Berhubungan
Gambar 2 Kerangka analisis
Efektivitas
Iklan
 Kognitif
 Afektif
 Konatif
22
Hipotesis
1.
2.
3.
4.
Berdasarkan kerangka pemikiran disusun hipotesis sebagai berikut:
Karakteristik individu remaja berhubungan nyata dengan keterdedahan
khalayak terhadap iklan layanan masyarakat Keluarga Berencana versi
Shireen Sungkar dan Teuku Wisnu.
Karakteristik sosiologis remaja berhubungan nyata dengan keterdedahan
khalayak terhadap iklan layanan masyarakat Keluarga Berencana versi
Shireen Sungkar dan Teuku Wisnu.
Keterdedahan terhadap iklan layanan masyarakat Keluarga Berencana versi
Shireen Sungkar dan Teuku Wisnu berhubungan nyata dengan efektivitas
iklan layanan masyarakat Keluarga Berencana versi Shireen Sungkar dan
Teuku Wisnu.
Gangguan dan rintangan komunikasi berhubungan nyata dengan efektivitas
iklan layanan masyarakat Keluarga Berencana versi Shireen Sungkar dan
Teuku Wisnu.
Definisi Operasional
Penelitian ini menggunakan beberapa variabel yang terbagi menjadi
beberapa indikator. Masing-masing variabel dan indikator terlebih dahulu diberi
batasan sehingga dapat ditentukan skala pengukurannya. Variabel-variabel
tersebut dijelaskan sebagai berikut:
1. Karakteristik Individu adalah kondisi atau keadaan spesifik individu yang
berkaitan langsung dengan dirinya, yang meliputi:
a. Jenis Kelamin merupakan status biologis seseorang yang terdiri dari lakilaki dan perempuan. Pengukuran data dilakukan mengikuti skala nominal.
b. Usia adalah lamanya seseorang hidup yang dihitung semenjak ia lahir
hingga penelitian ini dilakukan diukur dalam satuan tahun. Usia dibedakan
menjadi dua, yaitu:
i. Remaja Awal (kode 1) : 15 – 19 tahun
ii. Remaja Akhir (kode 2) : 20 – 24 tahun
c. Tingkat Pendidikan merupakan jenjang pendidikan formal terakhir yang
pernah ditempuh dan telah memperoleh kelulusan. Pengukuran data
dilakukan mengikuti skala ordinal. Tingkat pendidikan ini meliputi:
i. Rendah (kode 1) : Tidak lulus SD/MI/Sederajat dan SD/MI/Sederajat
ii. Sedang (kode 2) : SMP/MTS/Sederajat
iii. Tinggi (kode 3) : SMA/MA/Sederajat dan Perguruan Tinggi
d. Jenis Pekerjaan adalah kegiatan yang dilakukan individu sebagai pokok
penghidupannya dan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya, yang
dikategorikan menjadi tiga, yaitu bekerja, sekolah/kuliah, serta tidak
bekerja dan tidak sekolah/kuliah. Pengukuran dilakukan dengan skala
nominal.
2. Karakteristik sosiologis merupakan kekuatan-kekuatan eksternal yang
mempengaruhi individu dalam berperilaku, meliputi:
a. Interaksi dengan kelompok primer adalah tingkat keseringan dalam
menceritakan aktivitas yang dilakukan, melakukan aktivitas bersama, dan
23
menceritakan permasalahan pribadi kepada keluarga. Variabel ini diukur
menggunakan skala interval dengan metode semantic differential yaitu
skala perbedaan semantik berisikan serangkaian karakteristik bipolar (dua
kutub), dengan rentang skor 1-6.
b. Interaksi dengan kelompok sekunder adalah tingkat keseringan dalam
menceritakan aktivitas yang dilakukan, melakukan aktivitas bersama, dan
menceritakan permasalahan pribadi kepada tetangga dan teman. Variabel
ini diukur menggunakan skala interval dengan metode semantic
differential yaitu skala perbedaan semantik berisikan serangkaian
karakteristik bipolar (dua kutub), dengan rentang skor 1-6.
3. Keterdedahan iklan layanan masyarakat Keluarga Berencana adalah frekuensi
menonton iklan layanan masyarakat Keluarga Berencana dalam satu bulan
terakhir sebelum penelitian ini dilakukan. Iklan layanan masyarakat Keluarga
Berencana yang diamati adalah versi Shireen Sungkar dan Teuku Wisnu.
Pengukuran dilakukan dalam skala ordinal dengan satuan kali/bulan, meliputi:
a. Rendah (kode 1)
: 1-4 kali
b. Sedang (kode 2)
: 5-8 kali
c. Tinggi (kode 3)
: > 8 kali
4. Gangguan dan rintangan komunikasi adalah intervensi dan hambatan yang
membuat proses komunikasi tidak dapat berlangsung sebagaimana harapan
komunikator dan penerima, meliputi gangguan semantik dan rintangan budaya.
Gangguan dan rintangan komunikasi ini dilihat pada unsur-unsur yang
terdapat pada iklan layanan masyarakat Keluarga Berencana versi Shireen
Sungkar dan Teuku Wisnu, yaitu model, lagu/jingle, dan jargon. Variabel ini
diukur menggunakan skala interval dengan metode semantic differential yaitu
skala perbedaan semantik berisikan serangkaian karakteristik bipolar (dua
kutub), dengan rentang skor 1-6.
a. Gangguan Semantik adalah gangguan komunikasi yang disebabkan oleh
kesalahan bahasa verbal dan non verbal yang digunakan pada iklan.
Gangguan semantik ini dilihat pada unsur model (cara/logat bicara, bahasa
yang digunakan, gerak-gerik, ekspresi), lirik lagu/jingle, dan lirik jargon.
b. Rintangan Budaya adalah gangguan komunikasi yang disebabkan oleh
adanya perbedaan norma, kebiasaan, dan nilai-nilai yang dianut oleh
pihak-pihak yang terlibat dalam komunikasi, yang dibedakan menjadi
tidak sesuai budaya-sesuai budaya. Rintangan budaya tersebut dilihat dari
penyimpangan norma/nilai/kebiasaan pada tayangan iklan layanan
masyarakat Keluarga Berencana versi Shireen Sungkar dan Teuku Wisnu,
yaitu pada unsur model (bahasa yang digunakan, gerak-gerik, pakaian),
lirik lagu/jingle, dan lirik jargon.
5. Efektivitas iklan layanan masyarakat adalah sejauh mana tujuan iklan layanan
masyarakat Keluarga Berencana versi Shireen Sungkar dan Teuku Wisnu
dapat dicapai. Variabel ini diukur menggunakan skala interval dengan metode
semantic differential yaitu skala perbedaan semantik berisikan serangkaian
karakteristik bipolar (dua kutub), dengan rentang skor 1-6. Efek yang diukur
meliputi tiga aspek, yaitu efek kognitif, afektif, dan konatif, yang masingmasing dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Efek Kognitif merupakan kemampuan dalam menginterpretasi,
menganalisa, mengingat, dan menggunakan informasi dalam iklan layanan
24
masyarakat Keluarga Berencana versi Shireen Sungkar dan Teuku Wisnu
untuk menambah pengetahuan, keyakinan, dan persepsi. Efek kognitif
dibedakan menjadi tidak paham-paham prinsip-prinsip KB dalam
perencanaan keluarga (konsep Keluarga Berencana, manfaat menikah di
usia ideal, manfaat hamil di usia ideal, manfaat merencanakan jarak
kelahiran anak, manfaat memiliki anak dengan jarak kelahiran yang
berjauhan, dan jumlah anak yang baik dalam suatu keluarga).
b. Efek Afektif merupakan perubahan pada apa yang dirasakan, disenangi,
atau dibenci khalayak, yang muncul pada saat atau setelah menyaksikan
iklan layanan masyarakat Keluarga Berencana versi Shireen Sungkar dan
Teuku Wisnu. Efek afektif ini meliputi rasa suka atau tidak suka terhadap
konsep Keluarga Berencana, pernikahan setelah cukup usia, kehamilan di
usia ideal, perencanaan jarak kelahiran anak, jarak kelahiran anak yang
berjauhan, dan jumlah anak sebanyak dua orang. Efek afektif dibedakan
menjadi tidak suka-suka terhadap prinsip-prinsip KB dalam perencanaan
keluarga.
c. Efek Konatif merupakan kecenderungan berperilaku yang ada dalam diri
seseorang pada saat atau setelah menyaksikan iklan layanan masyarakat
Keluarga Berencana versi Shireen Sungkar dan Teuku Wisnu. Efek konatif
ini meliputi keinginan atau kecenderungan bertindak untuk mengikuti
program Keluarga Berencana, menikah setelah cukup usia, hamil setelah
cukup usia, merencanakan jarak kelahiran anak, memiliki anak dengan
jarak kelahiran berjauhan, dan memiliki jumlah anak sebanyak dua orang
bila sudah menikah. Efek konatif dibedakan menjadi tidak ingin
melakukan-ingin melakukan prinsip-prinsip KB dalam perencanaan
keluarga.
Download