TINJAUAN PUSTAKA Komunikasi Massa Definsi yang paling sederhana mengenai komunikasi massa dirumuskan oleh Bittner dalam Mugniesyah (2010), yaitu merupakan bentuk pesan yang dikomunikasikan melalui media massa kepada sejumlah besar orang. Rakhmat (2003) merangkum pendapat berbagai ahli komunikasi dengan mendefinisikan komunikasi massa sebagai jenis komunikasi yang ditujukan kepada sejumlah khalayak yang tersebar, heterogen, dan anonim melalui media cetak atau elektronis sehingga pesan yang sama dapat diterima secara serentak dan sesaat. Komunikasi massa terdiri atas unsur-unsur berupa komunikator, media massa, informasi (pesan) massa, gatekeeper, khalayak (publik), dan umpan balik. Komunikasi massa berbeda dengan jenis komunikasi lainnya. Cangara (2006) menyatakan bahwa komunikator dalam komunikasi massa adalah lembaga atau organisasi atau orang yang bekerja dengan fasilitas lembaga atau organisasi. Komunikator bersifat melembaga, dimana pihak yang mengelola media terdiri dari banyak orang, mulai dari pengumpulan, pengelolaan, hingga penyajian informasi. Sementara itu, menurut Bungin (2008b), komunikator dalam komunikasi massa ialah: (1) Pihak yang mengandalkan media massa dengan teknologi telematika modern sehingga dalam menyebarkan suatu informasi dapat ditangkap dengan cepat oleh publik. (2) Komunikator dalam penyebaran informasi mencoba berbagi informasi, pemahaman, wawasan, dan solusi-solusi dengan jutaan massa yang tersebar dimanapun tanpa diketahui dengan jelas keberadaan mereka. (3) Komunikator berperan sebagai sumber pemberitaan yang mewakili institusi formal yang sifatnya mencari keuntungan dari penyebaran informasi tersebut. Perbedaan antara komunikasi massa dengan komunikasi interpersonal secara lebih rinci dijelaskan dalam Tabel 1. Tabel 1 Karakteristik saluran komunikasi interpersonal dan media massa Karakteristik Arus pesan Konteks komunikasi Tingkat umpan balik Kemampuan mengatasi selektivitas Kecepatan jangkauan terhadap khalayak banyak Efek yang mungkin terjadi Saluran Interpersonal Cenderung dua arah Tatap muka Tinggi Tinggi Saluran Media Massa Cenderung searah Melalui media Rendah Rendah Relatif lambat Relatif cepat Perubahan dan pembentukan sikap Perubahan pengetahuan Sumber: Rogers and Shoemaker dalam Mugniesyah (2010) Sasaran komunikasi massa adalah tersampaikannya pesan komunikasi kepada khalayaknya. Bungin (2008b) menyatakan bahwa khalayak dalam 8 komunikasi massa adalah massa yang menerima informasi massa yang disebarkan oleh media massa, terdiri dari publik pendengar atau pemirsa sebuah media massa. Beberapa sifat dari audiensi massa menurut Bungin (2008b) dan Wright dalam Wiryanto (2005), yaitu: (1) Terdiri dari jumlah yang besar, menyebar dimana-mana sehingga menyebabkannya tidak bisa dibedakan satu dengan yang lainnya dan sukar diorganisir. (2) Anonim, yang menandakan bahwa anggota dari audiensi massa umumnya tidak tahu menahu, tidak pernah bertemu, dan tidak saling mengenal. Anggota-anggota dari suatu mass audience dapat mengelompok berdasarkan kepentingan, minat, dan pendapat yang sama serta kesamaan lain yang berhubungan dengan jenis-jenis pesan media yang diterima. (3) Pemberitaan media massa dapat ditangkap oleh masyarakat dari berbagai tempat, sehingga sifat audiensi massa juga tersebar dimana-mana, terpencar, dan tidak mengelompok pada wilayah tertentu. (4) Pada mulanya audiensi massa tidak interaktif, artinya antara media massa dan pendengar tidak saling berhubungan, namun saat ini audiensi massa memiliki pilihan berinteraksi atau tidak dengan media massa melalui komunikasi telepon. (5) Terdiri dari berbagai lapisan masyarakat yang heterogen, tidak dapat dikategorikan terdiri dari segmentasi tertentu. Komunikasi massa tidak ditujukan kepada audiensi tertentu yang eksklusif melainkan untuk orang dengan berbagai latar belakang. Televisi sebagai Media Massa Media massa kini menjadi bagian penting dalam kehidupan manusia yang mampu mempengaruhi pola-pola kehidupan dan rutinitas manusia. Menurut Bungin (2008b), media massa adalah institusi yang berperan sebagai agent of change, yaitu sebagai institusi pelopor perubahan. Berikut dijelaskan beberapa peran media massa, yaitu: (1) Sebagai institusi pecerahan masyarakat, yaitu peranannya sebagai media edukasi. Media massa mendidik masyarakat supaya cerdas, terbuka pikirannya, dan menjadi masyarakat yang maju. (2) Sebagai media informasi, yang setiap saat menyampaikan informasi kepada masyarakat. Dengan begitu, masyarakat akan menjadi masyarakat yang informatif, kaya, dan terbuka akan informasi. (3) Sebagai media hiburan, juga menjadi institusi budaya yang setiap saat menjadi corong kebudayaan dan katalisator perkembangan budaya. Media massa terus mengalami perkembangan yang pesat dari waktu ke waktu, dimulai dari kemunculan surat kabar, majalah, radio, televisi, hingga film dan internet. Bila dibandingkan dengan media massa lainnya, televisi merupakan salah satu media massa yang paling menarik dan paling memiliki pengaruh dalam kehidupan manusia. Liliweri (1991) menjelaskan bahwa perkembangan televisi sebagai media massa elektronik dimulai dengan hadirnya kamera televisi yang ditemukan oleh Vladimir Zworykin pada tahun 1923. Pada tahun 1948 televisi mulai menyiarkan berita dan hiburan secara teratur dan mulai memasuki tahap 9 popular sampai dengan tahun 1987. Cangara (2006) menjelaskan bahwa televisi pertama kali diperkenalkan di Indonesia pada tahun 1962, ketika pesta olahraga Asian Games di Jakarta. Pada awalnya siarannya terbatas hanya 3 jam dalam sehari dengan wilayah liputan Jakarta dan Bogor. Perkembangannya pun sangat lambat karena setelah 14 tahun kemunculannya, jumlah pesawat televisi baru mencapai 188 860 buah dengan target penonton sebanyak 36.5 juta jiwa. Hal ini kemudian berubah setelah digunakannya satelit komunikasi Palapa sejak tahun 1976. Pemilikan televisi menanjak tajam menjadi 26 juta pesawat televisi dan target penonton meningkat menjadi 162.8 juta pada tahun 1996. Saat ini, selain dapat digunakan di rumah-rumah, televisi juga dapat digunakan di mobil dan dibawa kemana-mana dengan memanfaatkan teknologi satelit. Perkembangan teknologi televisi tersebut memungkinkan khalayak untuk dapat menyaksikan siaran televisi dimanapun dia berada. Contoh produksi televisi jenis ini adalah televisi genggam, televisi mobil, maupun televisi seluler (Bungin 2008b). Televisi banyak dimanfaatkan oleh khalayak dalam mengakses informasi dan hiburan karena memiliki keunggulan bila dibandingkan dengan media elektronik lainnya. Televisi mampu menyampaikan pesan dalam bentuk suara dan gambar (audio visual) sehingga pesannya lebih mudah diterima, ditambah lagi kemampuannya memainkan warna yang meningkatkan daya tariknya bagi khalayak. Kemampuannya dalam mengatasi jarak dan waktu menyebabkan masyarakat di seluruh pelosok, termasuk di daerah terpencil juga dapat mengaksesnya dengan mudah dan cepat. Berbagai keunggulan yang dimilikinya tersebut menjadikan televisi sebagai media massa yang paling populer dan paling banyak digunakan dibanding media massa lainnya. Hal tersebut dijelaskan dalam Tabel 2. Tabel 2 Indikator sosial budaya tahun 2003, 2006, dan 2009 No. 1. 2. 3. 4. Indikator Persentase Penduduk Berumur 10 tahun ke Atas yang Mendengar Radio Persentase Penduduk Berumur 10 tahun ke Atas yang Menonton Televisi Persentase Penduduk Berumur 10 tahun ke Atas yang Membaca Surat Kabar/Majalah Persentase Penduduk Berumur 10 tahun ke Atas yang Melakukan Olahraga 2003 2006 2009 50.29 40.26 23.50 84.94 85.86 90.27 23.70 23.46 18.94 25.45 23.23 21.76 Sumber: http://bps.go.id diakses pada tanggal 4 September 2012 pada pukul 13.15 WIB Hasil penelitian Ardianto (2001) menunjukkan bahwa mayoritas khalayak desa menonton televisi selama 5-6 jam setiap harinya. Khalayak yang bekerja dari pagi sampai sore umumnya menonton televisi pada menjelang malam hingga malam hari, kecuali pada hari libur. Persentase terbesar waktu menonton televisi adalah pukul 18.00-21.00 yang merupakan kategori prime time. Kehadiran televisi yang terus-menerus bertambah dipengaruhi oleh berbagai keunggulan yang dimilikinya. Berbagai keunggulan yang dimiliki televisi sebagai media audio visual membuatnya menjadi media yang memiliki nilai lebih dibanding media massa lainya seperti surat kabar, majalah, dan radio. Hal serupa 10 juga diungkapkan oleh Effendi (2001) mengenai beberapa keunggulan televisi, di antaranya: (1) Keunggulan Karakteristik Televisi mampu menyampaikan pesan audio dan visual, berupa suara dan gambar dalam waktu yang bersamaan. Penggunaan televisi melibatkan dua indera secara bersamaan, sehingga komunikan dapat mengolah pesan yang diterima dengan lebih cepat. (2) Menjangkau Khalayak Luas Televisi merupakan media yang hampir dimiliki oleh semua orang. Pesan yang disampaikan melalui televisi dapat diterima oleh khalayak karena kemampuan televisi dalam menjangkau khalayak, mulai dari wilayah perkotaan hingga ke wilayah pedesaan. Kemampuan dan kelebihan ini menjadikan televisi sebagai salah satu media yang digunakan untuk menyebarluaskan informasi. Proses penyebaran informasi dengan menggunakan media televisi ini menjadi lebih efektif karena kemampuan televisi dalam menyampaikan informasi dalam bentuk audio dan visual kepada khalayak luas sehingga dapat menjangkau khalayak yang heterogen dalam jumlah yang besar dan jangkauan yang luas. Kelebihan tersebut menjadikan televisi sebagai salah satu media yang cukup diminati oleh khalayak. Seiring dengan perkembangan pengetahuan dan teknologi, televisi terus mengalami perkembangan yang pesat. Siaran televisi Indonesia semakin semarak sejak bergulirnya era kebebasan pers dan penyiaran informasi. Sejak tahun 1998, semakin banyak stasiun televisi swasta baru bermunculan, baik lokal maupun nasional. Hal ini dipengaruhi oleh kebutuhan masyarakat terhadap informasi yang semakin bertambah. Menjelang tahun 2000 muncul hampir secara serentak lima televisi swasta baru, yaitu Metro, Trans, TV-7, Lativi dan Global. Jumlah televisi baru di Indonesia terus bertambah, yang terbagi dalam empat kategori yaitu televisi publik, swasta, berlangganan, dan komunitas (lokal). Peningkatan jumlah televisi baru tersebut pada umumnya terjadi di daerah. Hingga Juli 2002, jumlah orang yang memiliki pesawat televisi di Indonesia mencapai 25 juta. Kini penonton televisi Indonesia benar-benar memiliki banyak pilihan untuk menikmati berbagai program televisi (Morissan 2005). Sebagai sebuah media massa yang memiliki pengaruh besar terhadap khalayaknya, televisi juga mempunyai beberapa fungsi, yang dinyatakan oleh Hoffmann (1999) mengenai teori lima fungsi dari televisi, yaitu: (1) Pengawasan situasi masyarakat dan dunia. Fungsi ini sering disebut informasi. Fungsi televisi yang sebenarnya adalah mengamati kejadian di dalam masyarakat dan kemudian melaporkannya sesuai dengan kenyataan yang ditemukan. (2) Menghubungkan satu dengan yang lain. Menurut Neil Postman dalam Hoffmann (1999) televisi tidak berkesinambungan. Akan tetapi televisi yang menyerupai mosaik dapat saja menghubungkan hasil pengawasan lain secara jauh lebih gampang daripada sebuah dokumen tertulis. Apabila televisi berfungsi sesuai dengan kepentingan masyarakat yang ditangkap oleh pembuat program, televisi sangat ampuh untuk membuka mata pemirsa. (3) Menyalurkan kebudayaan. Fungsi ini dilihat sebagai fungsi pendidikan namun istilah “pendidikan” sengaja dihindari karena di dalam kebudayaan 11 audio-visual tidak ada yang namanya kurikulum atau target tertentu yang dirancang oleh seorang pendidik. Kebudayaan yang diperkembangkan oleh televisi merupakan tujuan tanpa pesan khusus di dalamnya. (4) Hiburan. Kebudayaan audio-visual paling sedikit memiliki unsur hiburan. Kalau tidak menghibur umumnya sebuah tayangan tidak akan ditonton. Sekarang ini hiburan semakin diakui sebagai kebutuhan manusia karena tanpa hiburan manusia tidak dapat hidup wajar. Hiburan ini merupakan rekreasi, artinya berkat hiburan manusia menjadi segar untuk kegiatan-kegiatan yang lain. (5) Pengerahan masyarakat untuk bertindak dalam keadaan darurat. Fungsi ini mudah disalahgunakan oleh seorang penguasa akan tetapi dalam situasi tertentu ini cukup masuk akal. Misalnya kalau terjadi wabah penyakit di suatu daerah, televisi bisa saja memberitakan berdasarkan fungsinya sebagai pengawas. Berita ini kemudian dapat dihubungkan dengan keterangan tentang vaksinasi. Televisi harus proaktif memberi motivasi dan menganjurkan supaya orang mau dibantu secara preventif. Pemanfaatan Televisi sebagai Media Kampanye Melalui Tayangan Iklan Layanan Masyarakat Perkembangan televisi semakin pesat seiring dengan berkembangnya teknologi. Tayangan televisi kini tidak hanya dapat disaksikan di rumah melainkan juga dapat disaksikan di berbagai tempat, baik melalui televisi seluler maupun televisi mobil sambil berkendara. Bungin (2008a) menyatakan bahwa saat televisi mengangkat realitas sosial dalam berbagai film dan telenovela, maka kekuatan televisi dan kekuatan budaya masyarakat terakumulasi ke dalam pengaruh yang luar biasa terhadap media televisi itu sendiri. Hal ini terlihat dengan begitu besarnya kegemaran masyarakat terhadap televisi serta secara fungsional televisi telah terstruktur dalam masyarakat. Hal serupa juga terjadi ketika iklan ditayangkan melalui televisi dengan menggunakan metode pengungkapan realitas sosial. Iklan menjadi sebuah realitas yang juga digemari dan mengkonstruksi masyarakat sebagai bagian yang telah terstruktur, paling tidak dalam kognisi masyarakat. Berbagai keunggulan yang dimiliki televisi menyebabkannya menjadi media massa yang paling potensial untuk melakukan kampanye pesan-pesan pemerintah dan lembaga-lembaga tertentu. Bahkan setelah muncul media-media komunikasi lainnya, televisi tetap menjadi media massa yang sangat diminati khalayak. Rogers dan Storey dalam Ruslan (2005) menyatakan bahwa kampanye merupakan serangkaian kegiatan komunikasi yang terorganisasi dengan tujuan menciptakan dampak tertentu terhadap sebagian besar khalayak sasaran secara berkelanjutan dalam periode waktu tertentu. Sementara itu, Ruslan (2005) menyimpulkan beberapa karakteristik kampanye dari pendapat berbagai ahli, yaitu: (1) adanya aktivitas proses komunikasi kampanye untuk mempengaruhi khalayak tertentu, (2) untuk membujuk dan memotivasi khalayak untuk berpartisipatif, (3) ingin menciptakan efek atau dampak tertentu seperti yang direncanakan, (4) dilaksanakan dengan tema spesifik dan narasumber yang jelas, dan (5) dalam 12 waktu tertentu atau telah ditetapkan, dilaksanakan secara terorganisasi dan terencana baik untuk kepentingan kedua belah pihak atau sepihak. Kampanye merupakan bentuk komunikasi persuasif yang bertujuan untuk menciptakan khalayak agar mau mengadopsi pandangan komunikator tentang sesuatu hal atau melakukan tindakan tertentu. Kampanye berupaya untuk mengubah perilaku, sikap bertindak, tanggapan, persepsi, hingga membentuk opini publik yang positif dan mendukung atau yang menguntungkan segi citra. Aktivitas komunikasi dalam berkampanye biasanya berkaitan dengan suatu kepentingan dan tujuan tertentu sesuai dengan jenisnya, yang terbagi menjadi tiga (Ruslan 2005) : (1) Product - Oriented Campaigns Jenis kampanye ini berorientasi pada produk, dan biasanya dilakukan dalam kegiatan komersial maupun promosi pemasaran peluncuran produk baru, seperti perubahan logo baru. (2) Candidate – Oriented Campaigns Jenis kampanye ini berorientasi bagi calon (kandidat) untuk kepentingan kampanye politik, misalnya kampanye pemilu dalam era reformasi tahun 2004, kampanye dalam Pilkada, dan lain sebagainya. (3) Ideological or Cause – Oriented Campaigns Jenis kampanye ini bersifat khusus dan berdimensi perubahan sosial, misalnya kampanye sosial Anti HIV/AIDS, anti narkoba, dan Program Keluarga Berencana (KB). Kampanye melalui iklan siaran televisi banyak dipilih oleh pemerintah dan lembaga-lembaga tertentu karena berbagai keunggulan yang dimiliki oleh televisi. Hal ini berarti melalui kekuatan televisi, iklan televisi dapat meningkatkan kemampuannya dalam menanamkan image produk atau pesan tertentu kepada pemirsa. Begitu pesatnya dunia periklanan di masyarakat memunculkan berbagai institusi yang secara spesifik menangani periklanan, seperti lahirnya perusahaan advertising sebagai institusi yang secara profesional menangani periklanan. Salah satu bentuk kampanye adalah melalui iklan. Iklan merupakan bentuk pesan mengenai produk dan jasa yang disampaikan melalui suatu media dan ditujukan kepada sebagian atau seluruh masyarakat (Widyatama 2005). Saat ini iklan menjadi salah satu bentuk promosi yang paling banyak dilakukan karena daya jangkaunya yang luas. Iklan berfungsi untuk menjalankan fungsi informasi, persuasi, dan pengingat. Secara umum iklan terbagi menjadi dua, yaitu iklan standar dan iklan layanan masyarakat. Menurut Widyatama (2005), iklan standar ditata untuk memperkenalkan barang, jasa, dan pelayanan untuk konsumen. Iklan ini bertujuan untuk merangsang minat pembeli dan pemakai. Oleh karenanya, iklan standar berorientasi terhadap keuntungan ekonomi atau komersial. Sementara itu, iklan layanan masyarakat merupakan jenis iklan non profit. Iklan layanan masyarakat dirancang bebas biaya dengan ruang dan waktu iklan yang merupakan hibah dari media dan biasanya digunakan untuk kampanye-kampanye besar pemerintah atau lembaga swadaya. Keuntungan yang dicapai bukan dalam bentuk komersil melainkan dalam bentuk keuntungan sosial, yang dirancang untuk kepentingan masyarakat dan mempromosikan kesejahteraan masyarakat. Berdasarkan penjelasan tersebut, iklan layanan masyarakat bersifat menyejahterakan dan memberdayakan masyarakat melalui pesan-pesan yang disampaikannya. 13 Keterdedahan Khalayak terhadap Iklan Layanan Masyarakat pada Siaran Televisi dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya Keterdedahan adalah terkenanya khalayak terhadap satu atau beberapa pesan dari media televisi. Berdasarkan hasil penelitian Rahayu (2004), Gultom (2009), dan Nursyarifah (2012), dapat dirumuskan aspek yang dapat dijadikan indikator keterdedahan terhadap tayangan iklan layanan masyarakat pada siaran televisi, yaitu dapat dilihat dari frekuensi menonton iklan tersebut. Hasil penelitian Ardianto (2001) menyatakan bahwa frekuensi menonton pada mayoritas masyarakat desa adalah hampir setiap hari dalam seminggu yang menandakan bahwa televisi telah menjadi budaya pada masyarakat pedesaan. Semakin sering frekuensi menonton televisi, semakin besar kemungkinan khalayak untuk melihat iklan layanan masyarakat pada siaran televisi. Semakin sering frekuensi menonton iklan layanan masyarakat maka tayangan iklan tersebut akan semakin jelas untuk dilihat dan dipahami. Frekuensi menonton dapat berbeda-beda pada tiap golongan masyarakat. Khalayak yang memiliki frekuensi menonton yang rendah disebabkan oleh kesibukan pekerjaan dan aktivitas mereka sehingga kurang memiliki waktu luang untuk menyaksikan tayangan iklan televisi. Berdasarkan hasil penelitian Rahayu (2004), Perdana (2008), Asmira (2006), Sutisna (2000), Gultom (2009), dan Ardianto (2001), terdapat faktorfaktor khalayak yang berhubungan dengan keterdedahan seseorang terhadap tayangan iklan pada siaran televisi, yang terbagi menjadi karakteristik individu dan karakteristik sosiologis. Karakteristik individu di antaranya mencakup jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, dan jenis pekerjaan. Menurut DeFleur dalam Rakhmat (2003), individu memiliki kecenderungan perilaku tertentu yang berbeda dalam menggunakan media massa. Setiap individu menanggapi isi media massa berdasarkan perhatian dan kepentingannya masing-masing, disesuaikan dengan kepercayaan dan nilai-nilai yang dianut, sehingga menyebabkan perbedaan selektivitas mereka terhadap media massa. Lee dan Johnson (2007) menyatakan bahwa berdasarkan perbedaan-perbedaan tersebut, orang cenderung membuat pilihan berbeda menyangkut, misalnya, kendaraan, media, dan pola pengeluaran. Hal ini menandakan bahwa perilaku khalayak dalam mengakses iklan pada siaran televisi pun akan berbeda-beda. Khalayak merupakan salah satu aktor dari proses komunikasi. Oleh karenanya unsur khalayak tidak boleh diabaikan sebab berhasil tidaknya suatu proses komunikasi sangat ditentukan oleh khalayak sebagai penerima efek komunikasi tersebut. Perilaku khalayak dalam mengakses siaran televisi dipengaruhi oleh faktor-faktor pribadi, yaitu hal-hal unik pada diri seseorang. Rogers dalam Rakhmat (2003) menyebutkan variabel individu yang mempengaruhi keterdedahan seseorang terhadap media massa, yaitu meliputi tingkat melek huruf, tingkat pendidikan, sifat kosmopolit (keterbukaan terhadap dunia luar), usia, dan status sosial individu. Interaksi media dengan khalayak pada dasarnya berada pada tiga pendekatan, yaitu perbedaan individual, kategori sosial, dan hubungan sosial (Widjanarko dan Natalia 2007). Hubungan sosial dapat mempengaruhi reaksi seseorang terhadap media, baik dalam menggunakan maupun dampak media terhadap khalayak. Hubungan sosial tersebut dapat pula disebut sebagai 14 karakteristik sosiologis, yang dapat mencakup interaksi dengan kelompok rujukan seperti kelompok primer dan sekunder. Menurut Bungin (2008b), keluarga merupakan kelompok primer yang paling berpengaruh dalam perilaku keputusan konsumen. Pada umumnya orangtua menjadi orientasi atau acuan seseorang dalam berperilaku. Orangtua sejak kecil telah menanamkan esensi tentang agama, politik, ekonomi. Bahkan dari orangtua, individu memperoleh kepuasan pribadi, rasa aman, penghargaan, dan cinta. Oleh karena itu, keluarga memiliki kekuatan yang besar untuk mempengaruhi perilaku individu. Kelompok lain yang mempengaruhi adalah kelompok sekunder, yaitu tetangga, teman organisasi, kelompok agama, dan lain sebagainya. Kelompok- kelompok tersebut bisa terdiri dari satu atau lebih orang yang memberikan pengaruh langsung terhadap perilaku keterdedahan khalayak. Kelompok mempengaruhi keputusan seseorang melalui pemberian informasi atau lewat penekanan untuk mengikuti norma-norma kelompok (Lee dan Johnson 2007). Batasan Usia Remaja Masa remaja merupakan masa terbentuknya pandangan hidup atau citacita yang ditanamkan sebagai nilai-nilai kehidupan. Ahmadi dan Sholeh (2005) menjelaskan bahwa proses penemuan nilai-nilai kehidupan tersebut dapat digambarkan melalui tiga langkah. Pertama, remaja mulai merindukan sesuatu yang dapat dianggap bernilai dan pantas dipuja. Setelah itu pada taraf kedua, objek pemujaan itu menjadi lebih jelas, yaitu pribadi-pribadi yang dipandang mendukung nilai-nilai tertentu. Ketiga, remaja telah dapat menghargai nilai-nilai lepas dari pendukungnya. Pada saat inilah remaja telah mampu menentukan pilihan atau pendirian hidupnya akan nilai-nilai tertentu dan telah siap untuk memasuki masa dewasa awal. Sementara itu, Santrock (2003) menyatakan bahwa masa remaja adalah masa perkembangan transisi antara masa anak dan dewasa, yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial. Masa tersebut umumnya dimulai pada kira-kira usia 10-13 tahun dan berakhir kira-kira pada usia 18-22 tahun. Ahmadi dan Sholeh (2005) membagi masa remaja menjadi tiga tahapan, yaitu masa pra pubertas, pubertas awal dan pubertas akhir (adoleson). Masa pra pubertas terjadi pada rentang usia 12-14 tahun, yaitu saat-saat terjadinya kematangan seksual, bersamaan dengan terjadinya perkembangan fisiologis. Masa pubertas awal terjadi pada rentang usia 14-18 tahun, yaitu saat anak tidak lagi hanya bersifat reaktif tetapi juga mulai aktif mencapai kegiatan dalam rangka menemukan diri serta mencari pedoman kehidupan untuk bekal kehidupan mendatang. Fase terakhir, yaitu masa pubertas akhir (adoleson) terjadi pada rentang usia 18-21 tahun. Masa ini merupakan persiapan menuju kehidupan dewasa dengan kriteria: (1) menemukan pribadi, (2) menentukan cita-cita, (3) menggariskan jalan hidup, (4) bertanggung jawab, dan (5) menghimpun normanorma sendiri. Sementara itu, klasifikasi remaja menurut Erikson dalam Santrock (2003) terletak pada rentang usia 10-20 tahun. Pada tahap ini individu diharapkan menemukan siapa mereka dan kemana mereka menuju dalam hidupnya. Menurut 15 Stanley Hall dalam Santrock (2003) usia remaja berada pada rentang 12-23 tahun, yang merupakan masa terjadinya krisis identitas atau pencarian identitas diri. Definisi remaja lainnya adalah menurut Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) selaku penyelenggara iklan layanan masyarakat KB Versi Shireen Sungkar dan Teuku Wisnu. Definisi remaja yang digunakan oleh BKKBN berada pada rentang usia 15-24 tahun yang belum menikah. Hal ini karena pada rentang usia tersebut manusia berada dalam masa kematangan seksual dan pencarian jati diri. Batas usia 24 tahun dipilih sebagai batas usia maksimal untuk memberi peluang bagi mereka yang pada usia tersebut masih menggantungkan hidup pada orangtua, belum mempunyai hak-hak penuh sebagai orang dewasa, dan belum mampu memberikan pendapat sendiri. Remaja yang dimaksud dalam penelitian ini adalah mereka yang berusia 1524 tahun dan belum menikah. Menurut Santrock (2003), sebagian besar ahli mengklasifikannya kembali menjadi dua tahapan, yaitu remaja awal dan remaja akhir. Remaja awal merupakan mereka yang tergolong dalam kategori usia 15-19 tahun, sedangkan remaja akhir 20-24 tahun. Usia 15-24 tahun dipilih dengan pertimbangan bahwa rentang usia tersebut merupakan batas usia remaja yang sesuai dengan sasaran iklan layanan masyarakat Keluarga Berencana Versi Shireen Sungkar dan Teuku Wisnu menurut BKKBN sebagai penyelenggara iklan tersebut. Efektivitas Iklan Layanan Masyarakat Iklan televisi dibuat untuk mengomunikasikan produk atau pesan tertentu kepada masyarakat luas namun simbol-simbol yang digunakan harus dapat memberikan kesan yang baik agar komunikasi efektif untuk mempengaruhi pemirsa terhadap produk atau pesan yang ditampilkan. Dengan demikian, akan terjadi proses pemaknaan yang baik dari berbagai pihak sebagai subjek dalam interaksi simbolis. Menurut Bungin (2008a), ada tiga kemungkinan dalam pemaknaan simbol-simbol, yaitu: 1) simbol ditafsirkan sama oleh kedua belah pihak, 2) simbol ditafsirkan berbeda-beda diantara kedua belah pihak, dan 3) pemirsa kebingungan menafsirkan simbol-simbol tersebut. Dalam peristiwa kedua dan ketiga, iklan televisi dianggap tidak berhasil dalam mentransformasikan makna simbol sehingga komunikasi tidak sepenuhnya berhasil dan tidak efektif, sedangkan dalam peristiwa pertama iklan televisi berhasil mentransformasikan simbol-simbol kepada masyarakat. Hal ini menandakan bahwa iklan televisi dikatakan efektif bila terdapat pemahaman yang sama dan merangsang pihak lain untuk berpikir dan melakukan sesuatu sesuai dengan tujuan iklan. Menurut P Lastry (tidak ada tahun) ada beberapa unsur komunikasi yang perlu diperhatikan untuk mendapatkan hasil yang efektif, yaitu: (1) Komunikator (pandai menggunakan bahasa, intonasi, simbol, dan mimik yang menarik simpati dan empati dari komunikannya) (2) Pesan (cara penyampaian, isi pesan sesuai dengan kebutuhan dan diminati oleh komunikan) (3) Media (sesuai dengan pesan yang ingin disampaikan dan sesuai dengan kebutuhan komunikan) 16 Wilbur Schramm dalam Effendi (1993) mengungkapkan apa yang disebut “the condition of success in communication”, yaitu kondisi yang harus dipenuhi jika kita menginginkan agar suatu pesan membangkitkan tanggapan yang kita kehendaki. Kondisi tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut: (1) Pesan harus dirancang dan disampaikan sedemikian rupa, sehingga dapat menarik perhatian komunikan. (2) Pesan harus melambangkan lambang-lambang tertuju kepada pengalaman yang sama antara komunikator dan komunikan, sehingga sama-sama mengerti. (3) Pesan harus membangkitkan kebutuhan pribadi komunikan dan menyarankan beberapa cara untuk memperoleh kebutuhsn tersebut. (4) Pesan harus menyarankan suatu jalan untuk memperoleh kebutuhan tadi yang layak bagi situasi kelompok di mana komunikan berada pada saat ia digerakkan untuk memberikan tanggapan yang dikehendaki. Berdasarkan penjelasan tersebut, pesan yang disampaikan komunikator harus mampu menyesuaikan dan memahami komunikan dari segi kepentingan, kebutuhan, kecakapan, pengalaman, kemampuan berpikir, kesulitan dan sebagainya. Bila komunikasi efektif, pengaruh/umpan balik yang diterima akan sesuai dengan yang diharapkan dan dengan tujuan penyampaian pesan. Wilbur Shcramm dalam Effendi (1993) menyatakan bahwa dalam rangka mewujudkan komunikasi efektif, seseorang (komunikan) akan menerima sebuah pesan hanya kalau terdapat empat kondisi berikut ini secara simultan, yaitu: (1) Ia dapat dan benar-benar mengerti pesan komunikasi. (2) Pada saat ia mengambil keputusan, ia sadar bahwa keputusannya itu sesuai dengan tujuannya. (3) Pada saat ia mengambil keputusan, ia sadar bahwa keputusannya itu berkaitan dengan kepentingan pribadinya. (4) Ia mampu menepatinya baik secara mental maupun fisik. Efek kehadiran media massa sangat terkait dengan teori yang dikemukakan McLuhan dalam Rakhmat (2003), yaitu teori perpanjangan alat indera. Teori ini menyatakan bahwa media adalah perluasan dari alat indera manusia, seperti telepon adalah perpanjangan telinga, dan televisi adalah perpanjangan mata. Media adalah pesan karena media membentuk dan mengendalikan skala serta bentuk hubungan dan tindakan manusia. Efek media massa tidak hanya mampu mempengaruhi sikap seseorang namun juga dapat memengaruhi perilaku, bahkan pada tataran yang lebih jauh efek media massa dapat mempengaruhi sitem-sistem sosial maupun sistem budaya masyarakat. Selain itu, efek komunikasi massa juga terlihat dari perubahan fungsi-fungsi informasi di masyarakat dan kadar perubahan stabilitas struktur masyarakat (Wiryanto 2005). Hal tersebut juga menyebabkan tayangan iklan layanan masyarakat pada siaran televisi dapat memiliki efek dan dampak yang berbeda-beda, baik positif maupun negatif, tergantung pada efektivitas iklan tersebut. Berbagai strategi komunikasi dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu. Ruslan (2005) menyatakan bahwa komunikasi secara efektif adalah: (1) bagaimana mengubah sikap (how to change the attitude), (2) mengubah opini (to change opinion), dan (3) mengubah perilaku (to change bahaviour). Berdasarkan uraian tersebut, iklan layanan masyarakat dikatakan efektif bila terdapat pemahaman yang sama antara komunikator dan komunikan sehingga pesan yang diberikan mampu merangsang pihak lain untuk berpikir dan melakukan sesuatu 17 sesuai dengan tujuan komunikasi. Hal tersebut menandakan bahwa iklan layanan masyarakat yang efektif harus mampu mengubah yang tidak tahu menjadi tahu, yang sudah tahu diupayakan menjadi suka, dan mereka yang suka dipertahankan semakin suka dan senang untuk menerimanya. Nursyarifah (2012) juga melakukan hal yang serupa dalam mengkaji efektivitas komunikasi, yaitu dengan melihat efektivitas iklan layanan masyarakat Keluarga Berencana dari tingginya aspek kognitif, afektif, dan konatif yang ditunjukkan khalayak terhadap iklan tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa BKKBN efektif dalam melakukan komunikasi informatif melalui iklan layanan masyarakat karena mampu memberikan dampak sesuai dengan yang diharapkan pada pengetahuan, perasaan, dan kecenderungan remaja untuk melakukan program Keluarga Berencana melalui penundaan usia pernikahan yang tergolong positif. Menurut Cangara (2006), ada beberapa faktor yang mempengaruhi komunikasi yang efektif, yaitu kredibilitas dan daya tarik komunikator, kemampuan pesan untuk membangkitkan tanggapan, dan kemampuan komunikan untuk menerima dan memahami. Komunikasi yang efektif akan memberikan efek yang baik kepada khalayaknya sesuai dengan harapan atau tujuan komunikan. Secara umum, ada tiga aspek efek komunikasi massa yang dapat dirasakan oleh komunikan, yaitu: (1) Kognitif Efek kognitif adalah aspek tata cara seseorang dalam menginterpretasi, menganalisa, mengingat, dan menggunakan informasi berkaitan dengan dunia sosial, meliputi pengetahuan, keyakinan, dan persepsi (Baron dan Byrne 2003). Rakhmat (2003) menyatakan bahwa informasi mampu mengurangi ketidakpastian atau mengurangi jumlah kemungkinan alternatif dalam situasi. Komunikasi tidak secara langsung menimbulkan perilaku tertentu melainkan cenderung terlebih dulu mempengaruhi citra kita tentang lingkungan. Citra terbentuk melalui informasi yang kita terima dari media massa, kemudian mempengaruhi perilaku kita. Efek kognitif ini terjadi bila ada perubahan pada apa yang diketahui, dipahami, atau dipersepsi khalayak. Menurut Widjanarko dan Natalia (2007), efek kognitif juga mencakup pembentukan gambaran mental dalam individu, termasuk semua yang dipikirkan orang, kepercayaan, dan pengetahuan tentang objek. Kognisi berperan dalam melakukan penilaian, penalaran, pemahaman, dan penghayatan individu. Pada iklan layanan masyarakat mengenai pemilihan umum, efek kognitif merupakan efek yang berhubungan dengan pengetahuan khalayak terhadap pemilihan umum, terutama mengenai tata cara pencoblosan. (2) Afektif Efek afektif berhubungan dengan perubahan pada apa yang dirasakan, disenangi, atau dibenci khalayak. Efek ini mencakup pembentukan emosi, sikap, atau nilai. Perubahan sikap, yaitu berupa perubahan internal pada diri seseorang yang diorganisir dalam bentuk prinsip, sebagai hasil evaluasi yang dilakukannya terhadap suatu obyek baik yang terdapat di dalam maupun di luar dirinya (Cangara 2006). Rakhmat (2003) menyatakan bahwa dalam banyak hal, terutama yang berkaitan dengan kepercayaan atau ideologi, orang bisa berubah sikap karena melihat apa yang tadinya dipercaya tidak benar. Sikap kita pada seseorang atau suatu hal bergantung pada pengetahuan dan 18 citra kita terhadap orang atau objek tersebut. Dengan kata lain, media massa mengubah citra dulu, dan citra mendasari sikap. Hingga saat ini telah ada beberapa penelitian yang menunjukkan efek afektif dalam kehidupan sehari-hari, seperti timbulnya kesenangan pada pemimpin negara akibat terpaan televisi, radio, surat kabar. Hal ini serupa dengan penelitian Rahayu (2004) yang menyatakan bahwa khalayak yang menonton iklan layanan masyarakat “versi Pak Lurah” tentang pemilihan umum berpengaruh terhadap sikap khalayak, terutama kesenangan tersendiiri terhadap pemimpin negara. (3) Konatif Efek konatif merupakan hasil perluasan dari dua efek sebelumnya, yaitu efek kognitif dan afektif, yaitu merupakan kecenderungan berperilaku yang ada dalam diri seseorang berkaitan dengan obyek sikap yang dihadapi (Baron dan Byrne 2003). Walaupun begitu, tidak jarang aspek konatif pada diri seseorang tidak berhubungan dengan aspek kognitif dan afektif mereka. Contohnya, meski kampanye merokok yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan sudah demikian gencar, tidak mempengaruhi berkurangnya keinginan orang untuk merokok, sekalipun mereka tahu dan setuju bahwa rokok dapat menimbulkan bahaya kanker. Gangguan dan Rintangan Komunikasi Komunikasi yang efektif dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satunya adalah gangguan-gangguan yang mungkin akan menghambat proses komunikasi. Hal ini merupakan salah satu konsep penting dalam model komunikasi Shannon dan Weaver, yang menyatakan bahwa setiap rangsangan tambahan dan tidak dikehendaki dapat mengganggu kecermatan pesan yang disampaikan. Mulyana (2001) menjelaskan bahwa model ini melukiskan suatu sumber (information source) yang menyandi atau menciptakan pesan dan menyampaikannya melalui suatu saluran kepada seorang penerima yang menyandi balik atau mencipta ulang pesan tersebut. Gambaran dari Model Komunikasi Shannon dan Weaver dapat dilihat pada Gambar 1 berikut. Received Signal Message Message Signal Information source Transmitter Message Noise Source Sumber: Werner dan James dalam Mulyana (2001) Gambar 1 Model Shannon dan Weaver Destination 19 Model ini meyakini bahwa gangguan komunikasi bisa terjadi pada semua elemen atau unsur-unsur yang mendukungnya, termasuk faktor lingkungan dimana komunikasi itu terjadi. Gangguan bukan merupakan bagian dari proses komunikasi akan tetapi mempunyai pengaruh dalam proses komunikasi, karena pada setiap situasi hampir selalu ada hal yang mengganggu kita. Gangguan komunikasi terjadi jika terdapat intervensi yang mengganggu salah satu elemen komunikasi, sehingga proses komunikasi tidak berlangsung secara efektif. Sementara itu, rintangan komunikasi ialah adanya hambatan yang membuat proses komunikasi tidak dapat berlangsung sebagaimana harapan komunikator dan penerima. Menurut Shannon dan Weaver dalam Cangara (2006), ada beberapa gangguan dan rintangan komunikasi, di antaranya: (1) Gangguan semantik Gangguan jenis ini bersangkutan dengan pesan komunikasi yang pengertiannya menjadi rusak karena kesalahan bahasa yang digunakan. Shannon dan Weaver dalam Cangara (2006) menjelaskan bahwa gangguan semantik dapat terjadi karena komunikator banyak menggunakan kata-kata berbahasa asing sehingga sulit dimengerti oleh khalayak tertentu. Perbedaan bahasa dan struktur bahasa antara pembicara dan penerima dapat membingungkan penerima sehingga menyebabkan salah persepsi terhadap simbol-simbol yang digunakan. Semakin banyak kekacauan mengenai pengertian suatu istilah atau konsep yang terdapat pada komunikator, akan semakin banyak pula gangguan semantik dalam pesannya. Hal ini disebabkan oleh adanya dua jenis pengertian yang berbeda mengenai kata-kata, ada yang mempunyai makna denotatif dan konotatif. Makna denotatif adalah pengertian suatu perkataan yang lazim terdapat dalam kamus yang secara umum diterima oleh orangorang dengan bahasa dan kebudayaan yang sama. Sementara itu, makna konotatif adalah pengertian yang bersifat emosional latar belakang dan pengalaman seseorang. Sementara itu, menurut Effendi (1993) semantik adalah pengetahuan mengenai pengertian kata-kata yang sebenarnya atau perubahan pengertian kata-kata. Lambang kata yang sama mempunyai pengertian yang berbeda untuk orang-orang yang berlainan. Mulyana (2001) menjelaskan bahwa lambang atau simbol adalah sesuatu yang digunakan untuk menunjuk sesuatu lainnya, berdasarkan kesepakatan sekelompok orang. Lambang mencakup kata-kata verbal, perilaku non verbal, dan objek yang maknanya disepakati bersama. Contohnya adalah tradisi memasang bendera setiap hari kemerdekaan sebagai tanda penghormatan dan kecintaan pada negara. “Lambang pada dasarnya tidak mempunyai makna; kitalah yang memberi makna pada lambang. Makna sebenarnya ada dalam kepala kita, bukan terletak pada lambang itu sendiri. Kalaupun ada orang yang mengatakan bahwa kata-kata mempunyai makna, yang ia maksudkan sebenarnya bahwa kata-kata itu mendorong orang untuk memberi makna (yang telah disetujui bersama) terhadap kata-kata itu. Persoalan akan timbul bila para peserta komunikasi tidak memberi makna yang sama pada suatu kata.” (Mulyana 2010) Berdasarkan penjelasan tersebut, pemaknaan lambang atau simbol tertentu dapat berbeda antar individu sehingga penggunaan dan pemaknaan lambang 20 atau simbol tertentu amat berpengaruh dalam menunjang terciptanya komunikasi yang efektif. Oleh karena itu dalam media massa gangguan ini harus dicegah karena pesan memasuki segmen khalayak yang sangat heterogen sehingga memungkinkan pengertian yang berbeda-beda antara satu orang dengan orang yang lain, antara satu kelompok masyarakat dengan kelompok masyarakat lainnya. (2) Rintangan budaya Rintangan jenis ini disebabkan oleh adanya perbedaan norma, kebiasaan, dan nilai-nilai yang dianut oleh pihak-pihak yang terlibat dalam komunikasi. Menurut Sosiawan (tidak ada tahun), di negara-negara sedang berkembang masyarakat cenderung menerima informasi dari sumber yang banyak memiliki kesamaan dengan dirinya, seperti bahasa, agama dan kebiasaankebiasaan lainnya. Sementara itu, Mulyana (2011) menyatakan bahwa semakin besar perbedaan budaya di antara dua orang maka akan semakin besar pula perbedaan persepsi mereka terhadap suatu realitas. Dengan demikian, tidak ada dua orang yang memiliki nilai-nilai budaya dan persepsi yang persis sama. Hal ini sesuai dengan pendapat De Fleur dalam Effendi (1993), yang menyatakan bahwa individu sebagai anggota khalayak sasaran media massa menaruh perhatian kepada pesan dan konsisten dengan sikapnya sesuai dengan kepercayaan yang didukung oleh nilai-nilai yang diinternalisasikannya. Kerangka Pemikiran Efektivitas iklan layanan masyarakat pada siaran televisi diukur berdasarkan efek tayangan iklan yang muncul di kalangan khalayak yang menyaksikannya. Ada tiga ranah efek utama yang dapat menjadi indikator keefektifan iklan layanan masyarakat, yaitu: efek kognitif, afektif, dan konatif. Efek tayangan iklan layanan masyarakat tersebut dapat muncul apabila khalayak terdedah terhadap tayangan iklan tersebut. Keterdedahan khalayak terhadap tayangan iklan layanan masyarakat dapat diukur berdasarkan frekuensi menonton iklan tersebut. Berdasarkan hasil penelitian Rahayu (2004), Perdana (2008), Asmira (2006), Sutisna (2000), Gultom (2009), dan Ardianto (2001), terdapat faktor-faktor khalayak yang berhubungan dengan keterdedahan seseorang terhadap tayangan iklan pada siaran televisi, yaitu karakteristik individu dan karakteristik sosiologis. Karakteristik individu mencakup jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, dan jenis pekerjaan. Sementara itu, menurut Bungin (2008b) karakteristik sosiologis berupa pengaruh dari kelompok rujukan seperti kelompok primer, yaitu keluarga. Keluarga merupakan kelompok primer yang paling berpengaruh dalam perilaku keputusan konsumen. Pada umumnya orangtua menjadi orientasi atau acuan seseorang dalam berperilaku. Kelompok lain yang mempengaruhi adalah kelompok sekunder, di antaranya adalah teman dan tetangga. Kelompokkelompok tersebut bisa terdiri dari satu atau lebih orang yang memberikan pengaruh langsung terhadap perilaku keterdedahan khalayak. Keterdedahan terhadap iklan layanan masyarakat di pihak lain belum tentu dapat memunculkan efek yang diharapkan karena ada faktor lain yang mempengaruhi dan menghalangi, yaitu faktor gangguan dan rintangan komunikasi. 21 Penelitian Juwita (2009) menunjukkan bahwa salah satu faktor yang dapat menghalangi tersampaikannya pesan secara efektif adalah kesalahan dalam penggunaan bahasa yang terlalu rumit dan sulit dimengerti oleh khalayak. Dalam setiap bentuk komunikasi, baik komunikasi antar pribadi, kelompok, maupun komunikasi massa selalu terdapat gangguan dan hambatan. Gangguan dan hambatan tersebut seringkali terlewatkan dan dianggap sepele sehingga proses komunikasi tidak membawa dampak yang efektif. Shannon dan Weaver dalam Cangara (2006) menyatakan adanya beberapa jenis gangguan dan rintangan komunikasi, di antaranya adalah gangguan semantik dan rintangan budaya. Komunikasi yang efektif akan memberikan efek yang baik kepada khalayaknya sesuai dengan harapan atau tujuan komunikan, yang dilihat dari tiga aspek, yaitu kognitif, afektif, dan konatif. Uraian di atas mengungkapkan keterkaitan berbagai variabel dalam kajian terhadap efektivitas iklan layanan masyarakat pada siaran televisi. Keterkaitan variabel tersebut dapat digambarkan secara detail pada Gambar 2. Karakteristik Individu Jenis Kelamin Usia Tingkat Pendidikan Jenis Pekerjaan Gangguan dan Rintangan Komunikasi Gangguan Semantik Rintangan Budaya Keterdedahan Karakteristik Sosiologis Interaksi dengan kelompok primer Interaksi dengan kelompok sekunder Frekuensi menonton iklan Keterangan : Berhubungan Gambar 2 Kerangka analisis Efektivitas Iklan Kognitif Afektif Konatif 22 Hipotesis 1. 2. 3. 4. Berdasarkan kerangka pemikiran disusun hipotesis sebagai berikut: Karakteristik individu remaja berhubungan nyata dengan keterdedahan khalayak terhadap iklan layanan masyarakat Keluarga Berencana versi Shireen Sungkar dan Teuku Wisnu. Karakteristik sosiologis remaja berhubungan nyata dengan keterdedahan khalayak terhadap iklan layanan masyarakat Keluarga Berencana versi Shireen Sungkar dan Teuku Wisnu. Keterdedahan terhadap iklan layanan masyarakat Keluarga Berencana versi Shireen Sungkar dan Teuku Wisnu berhubungan nyata dengan efektivitas iklan layanan masyarakat Keluarga Berencana versi Shireen Sungkar dan Teuku Wisnu. Gangguan dan rintangan komunikasi berhubungan nyata dengan efektivitas iklan layanan masyarakat Keluarga Berencana versi Shireen Sungkar dan Teuku Wisnu. Definisi Operasional Penelitian ini menggunakan beberapa variabel yang terbagi menjadi beberapa indikator. Masing-masing variabel dan indikator terlebih dahulu diberi batasan sehingga dapat ditentukan skala pengukurannya. Variabel-variabel tersebut dijelaskan sebagai berikut: 1. Karakteristik Individu adalah kondisi atau keadaan spesifik individu yang berkaitan langsung dengan dirinya, yang meliputi: a. Jenis Kelamin merupakan status biologis seseorang yang terdiri dari lakilaki dan perempuan. Pengukuran data dilakukan mengikuti skala nominal. b. Usia adalah lamanya seseorang hidup yang dihitung semenjak ia lahir hingga penelitian ini dilakukan diukur dalam satuan tahun. Usia dibedakan menjadi dua, yaitu: i. Remaja Awal (kode 1) : 15 – 19 tahun ii. Remaja Akhir (kode 2) : 20 – 24 tahun c. Tingkat Pendidikan merupakan jenjang pendidikan formal terakhir yang pernah ditempuh dan telah memperoleh kelulusan. Pengukuran data dilakukan mengikuti skala ordinal. Tingkat pendidikan ini meliputi: i. Rendah (kode 1) : Tidak lulus SD/MI/Sederajat dan SD/MI/Sederajat ii. Sedang (kode 2) : SMP/MTS/Sederajat iii. Tinggi (kode 3) : SMA/MA/Sederajat dan Perguruan Tinggi d. Jenis Pekerjaan adalah kegiatan yang dilakukan individu sebagai pokok penghidupannya dan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya, yang dikategorikan menjadi tiga, yaitu bekerja, sekolah/kuliah, serta tidak bekerja dan tidak sekolah/kuliah. Pengukuran dilakukan dengan skala nominal. 2. Karakteristik sosiologis merupakan kekuatan-kekuatan eksternal yang mempengaruhi individu dalam berperilaku, meliputi: a. Interaksi dengan kelompok primer adalah tingkat keseringan dalam menceritakan aktivitas yang dilakukan, melakukan aktivitas bersama, dan 23 menceritakan permasalahan pribadi kepada keluarga. Variabel ini diukur menggunakan skala interval dengan metode semantic differential yaitu skala perbedaan semantik berisikan serangkaian karakteristik bipolar (dua kutub), dengan rentang skor 1-6. b. Interaksi dengan kelompok sekunder adalah tingkat keseringan dalam menceritakan aktivitas yang dilakukan, melakukan aktivitas bersama, dan menceritakan permasalahan pribadi kepada tetangga dan teman. Variabel ini diukur menggunakan skala interval dengan metode semantic differential yaitu skala perbedaan semantik berisikan serangkaian karakteristik bipolar (dua kutub), dengan rentang skor 1-6. 3. Keterdedahan iklan layanan masyarakat Keluarga Berencana adalah frekuensi menonton iklan layanan masyarakat Keluarga Berencana dalam satu bulan terakhir sebelum penelitian ini dilakukan. Iklan layanan masyarakat Keluarga Berencana yang diamati adalah versi Shireen Sungkar dan Teuku Wisnu. Pengukuran dilakukan dalam skala ordinal dengan satuan kali/bulan, meliputi: a. Rendah (kode 1) : 1-4 kali b. Sedang (kode 2) : 5-8 kali c. Tinggi (kode 3) : > 8 kali 4. Gangguan dan rintangan komunikasi adalah intervensi dan hambatan yang membuat proses komunikasi tidak dapat berlangsung sebagaimana harapan komunikator dan penerima, meliputi gangguan semantik dan rintangan budaya. Gangguan dan rintangan komunikasi ini dilihat pada unsur-unsur yang terdapat pada iklan layanan masyarakat Keluarga Berencana versi Shireen Sungkar dan Teuku Wisnu, yaitu model, lagu/jingle, dan jargon. Variabel ini diukur menggunakan skala interval dengan metode semantic differential yaitu skala perbedaan semantik berisikan serangkaian karakteristik bipolar (dua kutub), dengan rentang skor 1-6. a. Gangguan Semantik adalah gangguan komunikasi yang disebabkan oleh kesalahan bahasa verbal dan non verbal yang digunakan pada iklan. Gangguan semantik ini dilihat pada unsur model (cara/logat bicara, bahasa yang digunakan, gerak-gerik, ekspresi), lirik lagu/jingle, dan lirik jargon. b. Rintangan Budaya adalah gangguan komunikasi yang disebabkan oleh adanya perbedaan norma, kebiasaan, dan nilai-nilai yang dianut oleh pihak-pihak yang terlibat dalam komunikasi, yang dibedakan menjadi tidak sesuai budaya-sesuai budaya. Rintangan budaya tersebut dilihat dari penyimpangan norma/nilai/kebiasaan pada tayangan iklan layanan masyarakat Keluarga Berencana versi Shireen Sungkar dan Teuku Wisnu, yaitu pada unsur model (bahasa yang digunakan, gerak-gerik, pakaian), lirik lagu/jingle, dan lirik jargon. 5. Efektivitas iklan layanan masyarakat adalah sejauh mana tujuan iklan layanan masyarakat Keluarga Berencana versi Shireen Sungkar dan Teuku Wisnu dapat dicapai. Variabel ini diukur menggunakan skala interval dengan metode semantic differential yaitu skala perbedaan semantik berisikan serangkaian karakteristik bipolar (dua kutub), dengan rentang skor 1-6. Efek yang diukur meliputi tiga aspek, yaitu efek kognitif, afektif, dan konatif, yang masingmasing dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Efek Kognitif merupakan kemampuan dalam menginterpretasi, menganalisa, mengingat, dan menggunakan informasi dalam iklan layanan 24 masyarakat Keluarga Berencana versi Shireen Sungkar dan Teuku Wisnu untuk menambah pengetahuan, keyakinan, dan persepsi. Efek kognitif dibedakan menjadi tidak paham-paham prinsip-prinsip KB dalam perencanaan keluarga (konsep Keluarga Berencana, manfaat menikah di usia ideal, manfaat hamil di usia ideal, manfaat merencanakan jarak kelahiran anak, manfaat memiliki anak dengan jarak kelahiran yang berjauhan, dan jumlah anak yang baik dalam suatu keluarga). b. Efek Afektif merupakan perubahan pada apa yang dirasakan, disenangi, atau dibenci khalayak, yang muncul pada saat atau setelah menyaksikan iklan layanan masyarakat Keluarga Berencana versi Shireen Sungkar dan Teuku Wisnu. Efek afektif ini meliputi rasa suka atau tidak suka terhadap konsep Keluarga Berencana, pernikahan setelah cukup usia, kehamilan di usia ideal, perencanaan jarak kelahiran anak, jarak kelahiran anak yang berjauhan, dan jumlah anak sebanyak dua orang. Efek afektif dibedakan menjadi tidak suka-suka terhadap prinsip-prinsip KB dalam perencanaan keluarga. c. Efek Konatif merupakan kecenderungan berperilaku yang ada dalam diri seseorang pada saat atau setelah menyaksikan iklan layanan masyarakat Keluarga Berencana versi Shireen Sungkar dan Teuku Wisnu. Efek konatif ini meliputi keinginan atau kecenderungan bertindak untuk mengikuti program Keluarga Berencana, menikah setelah cukup usia, hamil setelah cukup usia, merencanakan jarak kelahiran anak, memiliki anak dengan jarak kelahiran berjauhan, dan memiliki jumlah anak sebanyak dua orang bila sudah menikah. Efek konatif dibedakan menjadi tidak ingin melakukan-ingin melakukan prinsip-prinsip KB dalam perencanaan keluarga.