saya - Universitas Sumatera Utara

advertisement
BAB 2
TIJAUA PUSTAKA
2.1
Komplikasi Persalinan
Komplikasi Persalinan merupakan keadaan penyimpangan dari normal, yang
secara langsung menyebabkan kesakitan dan kematian ibu maupun bayi karena
gangguan akibat (langsung) dari persalinan (Dinkes sumut, 2008).
Dari hasil “Assesment Safe Motherhood” di Indonesia pada tahun 1990/1991
menyebutkan beberapa informasi penting yang berhubungan dengan terjadinya
komplikasi persalinan:
1.
Derajat kesehatan ibu rendah dan kurangnya kesiapan ibu hamil.
2.
Pemeriksaan antenatal yang diperoleh kurang.
3.
Pertolongan persalinan dan perawatan pada masa setelah persalinan dini
masih kurang.
4.
Kualitas pelayanan antenatal masih rendah dan dukun bayi belum sepenuhnya
mampu melaksanakan deteksi risiko tinggi sedini mungkin.
5.
Belum semua rumah sakit Kabupaten sebagai tempat rujukan dari puskesmas
mempunyai peralatan yang cukup untuk melaksanakan fungsi obstetrik
esensial.
Komplikasi persalinan terdiri dari perdarahan, infeksi atau sepsis, pre-
eklamsia dan eklamsia, persalinan lama dan abortus.
1. Perdarahan
Perdarahan adalah penyebab tersering kematian ibu. Tanda-tanda perdarahan
yaitu mengeluarkan darah dari jalan lahir >500 cc, pada prakteknya tidak perlu
Universitas Sumatera Utara
mengukur jumlah perdarahan sampai sebanyak itu sebab menghentikan perdarahan
lebih dini akan memberikan prognosis lebih baik.
Pada umumnya bila bila terdapat perdarahan yang lebih dari normal, apalagi
telah menyebabkan perubahan tanda vital (seperti kesadaran menurun, pucat,
limbung, berkeringat dingin, sesak napas, serta tensi <90 mmHg dan nadi
>100/menit), maka penanganan harus segera dilakukan. Sifat perdarahan bisa banyak,
bergumpal-gumpal sampai menyebabkan syok atau terus merembes sedikit demi
sedikit tanpa henti (Prawirohardjo, 2009).
Penyebab perdarahan pada masa persalinan, yaitu:
1. Gangguan miometrium untuk berkontraksi dan retraksi guna menghentikan
perdarahan selama dan setelah pelepasan plasenta (Bellington, 2007). Faktor
predisposisinya yaitu (1) regangan rahim berlebihan karena kehamilan gameli,
polihidraamnion, atau anak terlalu besar, (2) kelelahan karena persalinan lama
atau persalinan kasep, (3) kehamilan grande-multipara, (4) Ibu dengan
keadaan umum yang jelek, anemis, atau menderita penyakit menahun, (5)
Mioma uteri yang mengganggu kontraksi rahim, (6) infeksi intrauterine
(karioamnionitis), dan (7) ada riwayat pernah atonia uteri sebelumnya.
2. Robekan jalan lahir. Pada umumnya robekan jalan lahir terjadi pada
persalinan dengan trauma. Pertolongan persalinan yang semakin manipulatif
dan traumatik akan memudahkan robekan jalan lahir dan karena itu
dihindarkan memimpin persalinan pada saat pembukaan serviks belum
lengkap. Robekan jalan lahir biasanya akibat episiotomi, robekan spontan
Universitas Sumatera Utara
perineum, trauma forceps atau vakum ektraksi, atau karena versi ekstraksi
(Prawirohardjo, 2009).
3. Retensio plasenta, merupakan keadaan dimana plasenta belum lahir dalam
waktu 1 jam setelah bayi lahir. Penyebabnya yaitu (1) plasenta belum terlepas
dari dinding rahim karena tumbuh melekat lebih dalam dan (2) plasenta sudah
terlepas tetapi belum keluar karena atonia uteri dan akan menyebabkan
perdarahan yang banyak (Mochtar, 1998).
4. Gangguan pembekuan darah.
2. Pre-eklamsia dan Eklamsia
Pre-eklamsia dan eklamsia menempati urutan kedua sebagai penyebab
kematian ibu di Indonesia. Pre-eklampsia–Eklampsia yang disebut juga Pregnancy
Induced Hipertention (PIH) atau kehamilan yang menginduksi tekanan darah adalah
penyakit pada wanita hamil yang secara langsung disebabkan oleh kehamilan.
Definisi preeklampsia adalah hipertensi disertai proteinuria dan edema (penimbunan
cairan dalam cairan tubuh sehingga ada pembengkakan pada tungkai dan kaki) akibat
kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan. Gejala
ini dapat timbul sebelum 20 minggu bila terjadi penyakit trofoblastik (kelainan
plasenta). Eklampsia adalah timbulnya kejang pada penderita pre-eklampsia yang
disusul dengan koma. Kejang di sini bukan akibat kelainan neurologis (saraf).
PE-E hampir secara eksklusif merupakan penyakit pada kehamilan pertama
(nullipara). Biasanya terdapat pada wanita masa subur dengan umur ekstrim, yaitu
pada remaja belasan tahun atau pada wanita yang berumur lebih dari 35 tahun. Pada
Universitas Sumatera Utara
multipara (kehamilan yang kesekian), penyakit ini biasanya dijumpai pada keadaan
keadaan berikut:
1. Kehamilan multifetal (kembar) dan hidropsfetalis (kehamilan air)
2. Penyakit vaskuler (pembuluh darah), termasuk hipertensi esensial kronis dan
diabetes mellitus
3. Penyakit ginjal.
Penyakit ini bisa dibedakan dalam tiga tingkatan tergantung berat ringannya.
Pada kasus ringan, tekanan darah cenderung naik tapi masih di bawah 140/100.
Gejala proteinuria juga mulai muncul. Pada tingkat sedang, mulai timbul pusing
tekanan darah sudah lebih dari 140/100. lalu ada pembengkakan, khusunya pada
wajah, kaki dan jari-jari tangan. Pada tingkat yamg berat, pembengkakan semakin
jelas, rasa pusing juga makin nyata, khususnya rasa nyeri pada pinggir dahi dan
tekanan darah lebih dari 160/100. Kadang kala disertai ganngguan penglihatan
(kabur) dan kencing semakin sulit karena terjadi gangguan pada ginjal. Adapula yang
disertai mual dan muntah. Kondisi gawat terjadi bila timbul kejang atau bahkan
pingsan yang berarti sudah terjadi gangguan di otak. Pada tahap ini bisa dikatakan
penyakit berada pada tahap eklampsia. Pada kasus yang sudah lanjut, sang ibu pada
awalnya mengalami kejang selama 30 detik, lalu meningkat selama 2 menit, sebelum
akhirnya pingsan selama 10-30 menit.
Kewaspadaan perlu ditingkatkan, karena bila penderita koma berkepanjangan
bisa timbul komplikasi berat. Seperti gagal jantung, gagal ginjal, terganggunya fungsi
paru-paru, dan tersendatnya metabolisme tubuh.
Universitas Sumatera Utara
Menurut pengamatan para ahli, pre-eklampsia yang juga dikenal dengan
sebutan kehamilan dengan pembengkakan-proteinuria-tekanan darah tinggi ini lebih
banyak terjadi di negara berkembang, termasuk Asia, dimana kebanyakan
penduduknya mengkonsumsi nasi. Apa hubungan penyakit ini dengan nasi tetap
belum jelas benar. Ada dugaan lantaran titik beratnya pada nasi, maka ibu jadi kurang
memperhatikan zat gizi lain, misalnya susu, telur, ikan, daging, sayur, buah-buahan
dan lain-lain. Namun sampai saat ini, etiologi pasti dari pre-eklampsia/eklampsia
belum diketahui. Ada beberapa teori mencoba menjelaskan perkiraan etiologi dari
kelainan tersebut di atas, sehingga kelainan ini sering dikenal sebagai the diseases of
theory. Adapun teori-teori tersebut antara lain:
1. Peran Prostasiklin dan Tromboksan
Pengeluaran hormone ini memunculkan efek “perlawanan” pada tubuh.
Pembuluh-pembuluh darah menjadi menciut, terutama pembuluh darah kecil,
akibatnya tekanan darah meningkat. Organ-organ pun akan kekurangan zat
asam. Pada keadaan yang lebih parah, bisa terjadi penimbunan zat pembeku
darah yang ikut menyumbat pembuluh darah pada jaringan-jaringan vital.
2. Peran Faktor Immunologis
Pre-eklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama dan tidak timbul lagi pada
kehamilan berikutnya. Hal ini dapat diterangkan bahwa pada kehamilan pertama
pembentukan blocking antibodies terhadap antigen plasenta tidak sempurna,
yang semakin sempurna pada kehamilan berikutnya.
3. Peran Faktor Genetik/Familial
Universitas Sumatera Utara
Beberapa bukti yang menunjukkan peran faktor genetik pada kejadian PE-E
antara lain:
a. Pre-eklampsia hanya terjadi pada manusia.
b. Terdapatnya kecendrungan meningkatnya frekuensi PE-E pada anak-anak dari
ibu yang menmderita PE-E.
c. Kecendrungan meningkatnya frekuensi PE-E pada anak dan cucu ibu hamil
dengan riwayat PE-E dan bukan pada ipar mereka.
d. Peran Renin Angiotensin Aldosteron System (RAAS).
Panderita pada tahap pre-eklampsia hendaknya mau dirawat di rumah sakit
untuk memudahkan pemantauan kondisi ibu dan janin. Pemantauan meliputi fungsi
ginjal lewat protein urinenya dan juga fungsi hati. Menu makanan sehari-hari pun
perlu diperhatikan. Yang pasti konsumsi garam harus dikurangi, sedangkan buahbuahan dan sayuran diperbanyak (Mambo, 2006).
3. Infeksi dalam Persalinan
Infeksi merupakan salah satu dari tiga penyebab kematian pada ibu bersalin,
selain perdarahan dan tekanan darah tinggi. Infeksi persalinan adalah infeksi pada
traktus genetalia yang dapat terjadi setiap saat antara awitan pecah ketuban (ruptur
membran) atau persalinan dan 42 hari setelah persalinan atau abortus dimana terdapat
gejala-gejala: nyeri pelvis, demam 38,50 C atau lebih yang diukur melalui oral kapan
saja cairan vagina yang abnormal, berbau busuk dan keterlambatan dalam kecepatan
penurunan ukuran uterus. Bahaya infeksi akan meningkat karena pemeriksaan vagina
yang berulang-ulang (Oxorn, 2010).
Universitas Sumatera Utara
4. Partus Lama
Persalinan yang berlangsung lebih dari 24 jam digolongkan sebagai persalinan
lama. Namun demikian, kalau kemajuan persalinan tidak terjadi secara memadai,
selama periode itu situasi tersebut harus segera dinilai. Permasalahannya harus
dikenali dan diatasi sebelum waktu 24 jam tercapai. Sebagian besar partus lama
menunjukkan pemanjangan kala satu.
Sebab-sebab utama pada partus lama, yaitu:
1. Disproporsi fetopelvik
2. Malpresentasi dan malposisi
3. Kerja uterus yang tidak efisien, termasuk serviks yang kaku
Faktor-faktor tambahan lainnya:
1. Primigraviditas.
2. Ketuban pecah dini ketika serviks masih tertutup, keras dan belum mendatar.
3. Analgesi dan anastesi yang berlebihan dalam masa laten.
4. Wanita yang dependen, cemas dan ketakutan dengan ortu yang menemaninya
ke rumah sakit merupakan calon persalinan lama. Tipe wanita lainnya adalah
wanita yang maskulin, masochistic yang kelihatannya menikmati rasa nyeri
yang dialaminya.
Faktor-faktor ini dapat berperan sendiri-sendiri atau secara bersama-sama.
Kelainan nyata pada salah satu faktor atau penyimpangan ringan pada beberapa
faktor, dapat merintangi keberhasilan persalinan. Meskipun kelahiran normal tidak
mungkin terlaksana dengn adanya disproporsi chepalopelvik yang absolute, namun
ketikdakimbangan ringan antara ukuran panggul dan ukuran janin dapat diatasi oleh
Universitas Sumatera Utara
kontraksi uterus yang kuat dan efektik. Pelvis mungkin cukup besar untuk
mengakomodasi presentasi occipitoanterior namun terlalu kecil bagi presentasi
occipitoposterior. Masalahnya hanyalah masalah keseimbangan.
Pecahnya ketuban dengan adanya serviks yang matang dan kontraksi yang
kuat tidak pernah memperpanjang persalinan. Akan tetapi, bila kantong ketuban
pecah pada saat serviks masih panjang, keras dan menutup, maka sebelum dimulainya
proses persalinan sering terdapat periode laten yang lama. Kerja uterus yang tidak
efisien mencakup ketimampuan serviks untuk membuka secara lancar dan cepat di
samping kontraksi rahim yang tidak efektif (Oxorn, 2010).
5. Abortus (keguguran)
Abortus adalah suatu proses berakhirnya suatu kehamilan, di mana janin
belum mampu hidup di luar rahim (belum viable), dengan criteria usia kehamilan <20
minggu atau berat janin <500 g (Achadiat, 2003).
2.2
Persalinan
Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi (janin + uri), yang
dapat hidup ke dunia luar, dari rahim melalui jalan lahir atau dengan jalan lain
(Mochtar, 1998). Faktor-faktor yang berperan dalam proses persalinan adalah faktor
yang berasal dari kondisi ibu sendiri dalam menghadapi persalinan dan kondisi janin
dalan kandungan, yaitu:
1. Faktor Kekuatan His (power)
Adalah tenaga atau kekuatan yang dihasilkan oleh kontraksi dan retraksi otototot rahim ditambah kerja otot-otot volunteer dari ibu, yaitu kontraksi otot
Universitas Sumatera Utara
perut dan diafragma sewaktu ibu mengejan. Kesulitan dalam jalannya
persalinan karena kelainan tenaga his adalah his yang tidak normal, baik
kekuatan maupun sifatnya, sehingga menghambat kelancaran persalinan.
Kelainan his sering dijumpai pada primigravida tua. Faktor yang memegang
dalam kekuatan his antara lain faktor herediter, emosi, ketakutan, salah
pimpinan persalinan.
2. Faktor Jalan Lahir (Passage)
Adalah jalan lahir janin, faktor jalan lahir yang dapat berpengaruh terhadap
terjadinya komplikasi persalinan antara lain: ukuran panggul sempit, kelainan
pada vulva, kelainan vagina, kelainan serviks uteri, uterus dan ovarium.
Kelainan-kelainan ini dapat terdeteksi secara dini dengan pemeriksaan
kehamilan yang adekuat, oleh karena itu faktor pemerikasaan kehamilan
sangat penting memeperkirakan proses persalinan.
3. Faktor Bayi (Passeger)
Faktor bayi atau janin sangat berpengaruh terhadap proses persalinan, pada
keadaan normal, bentuk bayi, berat badan, posisi dan letak dalam
perkembangannya sampai pada akhir kehamilan dan siap untuk dilahirkan,
bayi mempunyai kekuatan untuk mendorong dirinya keluar sehingga
persalinan berjalan spontan. Kelainan pada faktor bayi yang dapat
menyulitkan proses persalinan berhubungan dengan faktor gizi ibu, infeksi
bakteri atau virus selama kehamilan seperti toksoplasma, trauma yang dapat
mengakibatkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan janin dalam
kandungan. Persalinan yang disebabkan oleh kelainan janin atau bayi antara
Universitas Sumatera Utara
lain: kelainan pada letak kepala, letak sungsang, letak melintang, presentasi
rangkap/ganda , kelainan bentuk dan besar janin, dan tali pusat menumbung.
Kelainan janin selama dalam kandungan dapat terdeteksi secara dini apabila
ibu melakukan pemeriksaan kehamilan (ANC) secara rutin minimal 4 kali
selama kehamilan, mulai awal kehamilan pada tenaga kesehatan.
2.3
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Komplikasi Persalinan
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi komplikasi persalinan adalah:
2.3.1
Faktor Pada Ibu
1. Umur ibu hamil
Umur mempunyai pengaruh terhadap kehamilan dan persalinan. Umur ibu
kurang dari 20 tahun dan
lebih dari 35 tahun memiliki resiko tinggi yang
kemungkinan akan memberikan ancaman kesehatan dan jiwa ibu maupun janin yang
dikandungnya selama kehamilan, persalinan dan nifas (Mochtar, 1995). Menurut
Hasnah (2003) yang mengutip dari WHO (1996) menyebutkan bahwa dalam kurun
reproduksi sehat atau dikenal dengan usia aman untuk kehamilan dan persalinan
adalah umur 20 sampai 30 tahun.
Ibu yang berumur kurang dari 20 tahun belum siap secara fisik dan mental
dalam menghadapi kehamilan dan persalinan. Dari segi fisik rahim dan panggul ibu
belum tumbuh mencapapi ukuran dewasa, sehingga kemungkinan akan mendapat
kesulitan dalam persalinan, sedangkan dari segi mental ibu belum siap untuk
menerima tugas dan tanggung jawab sebagai orang tua sehingga diragukan
ketrampilan perawatan diri dan bayinya. Sedangkan untuk ibu yang hamil pada umur
Universitas Sumatera Utara
lebih dari 35 tahun akan mengalami banyak kesulitan karena pada usia tersebut
mudah terjadi penyakit pada ibu dan karena organ kandungan menua jalan lahir juga
tambah kaku sehingga terjadi persalinan macet dan perdarahan. Disamping hal
tersebut kemungkinan mendapatkan anak cacat juga menjadi lebih besar (Rochjati,
2003).
Berdasarkan penelitian Senewe, dkk (2001) proporsi ibu yang mengalami
komplikasi saat persalinan pada kelompok umur kurang 20 dan 35 tahun keatas
adalah 28%, lebih besar daripada proporsi untuk yang berumur 21-34 tahun sebesar
22%, dengan nilai OR-nya yaitu 1,3 artinya pada ibu yang berumur kurang dari 20
tahun dan lebih dari 35 tahun berisiko untuk mengalami komplikasi persalinan
sebesar 1,3 kali dibanding dengan ibu yang berumur 21-34 tahun.
Menurut penelitian Afifah T, dkk (2004) wanita hamil mempunyai risiko
komplikasi, terutama bagi kelompok wanita risiko tinggi yaitu wanita dengan
keadaan “4 terlalu” (4T), dimana dua diantaranya adalah menyangkut dengan usia
sang ibu, yakni kehamilan yang terjadi pada usia terlalu muda, usia terlalu tua.
Kehamilan yang terjadi pada usia terlalu muda adalah wanita yang hamil usianya
kurang dari 20 tahun yang dapat berisiko keguguran, preeklamsia (tekanan darah
tinggi, oedema, proteinuria), eklampsia (keracunan kehamilan), timbulnya kesulitan
persalinan, bayi lahir sebelum waktunya, berat bayi lahir rendah, merembesnya air
seni ke vagina, keluar gas dan veses/tinja kevagina, kanker leher rahim dan resiko ini
dapat meningkatkan kesakitan dan kematian ibu dan bayi. Selanjutnya yang
dimaksud usia terlalu tua adalah yang kehamilannya diatas usia 35 tahun denga resiko
Universitas Sumatera Utara
keguguran, preeklamsia, eklamsia, timbulnya kesulitan kehamilan, berat bayi lahir
rendah dan cacat bawaan (Purnama, 2010).
Wanita hamil dan melahirkan pada usia di bawah 20 tahun ternyata dua
sampai lima kali lebih tinggi tingkat kematiannya dari pada kematian maternal yang
terjadi pada usia 20 sampai 29 tahun. Kematian maternal meningkat kembali sesudah
usia 30 sampai 35 tahun (Hasnah, 2003). Menurut Mushlihah, (2001) terdapat
hubungan antara umur ibu dengan komplikasi persalinan dengan besar resiko 4 kali
untuk umur resiko tinggi.
2. Paritas
Paritas atau para adalah wanita yang pernah melahirkan bayi aterm (Manuaba,
1998). Beberapa istilah yang berkaitan dengan paritas yaitu (1) nullipara merupakan
seorang wanita yang belum pernah melahirkan bayi viable, (2) primipara adalah
seorang wanita yang pernah melahirkan bayi hidup untuk pertama kali, (3) multipara
adalah wanita yang pernah melahirkan bayi viable beberapa kali (sampai 5 kali), dan
(4) grandemultipara adalah wanita yang pernah melahirkan bayi 6 kali atau lebih
hidup atau mati (Mochtar, 1998).
Menurut Forney A dan E. W. Whitenhorne, paritas yang aman untuk tidak
terjadinya komplikasi pada saat persalinan yaitu dengan jumlah melahirkan 1-3 kali
(Manuaba, 1998). Berdasarkan penelitian Hidayah, N (2002) terdapat hubungan dan
besar risiko paritas ibu dengan kejadian komplikasi persalinan (p:0,008 dan
OR:10,15); dan menurut penelitian Muslihah, (2001) paritas lebih dari 4 memiliki
besar risiko 3 kali untuk mengalami komplikasi persalinan .
Universitas Sumatera Utara
Bahaya yang dapat terjadi pada ibu yang pernah melahirkan 4 kali atau lebih
yakni antara lain:
1. Kelainan letak, persalinan letak lintang
2. Robekan rahim pada kelainan letak lintang
3. Persalinan lama
4. Perdarahan pasca persalinan (Rochjati, 2003).
3. Jarak kelahiran
Jarak kelahiran mempunyai pengaruh terhadap persalinan, bahaya yang dapat
terjadi pada ibu hamil yang jarak kelahirannya dengan anak terkecil kurang dari 2
tahun yaitu perdarahan setelah bayi lahir karena kondisi ibu masih lemah, bayi
prematur/lahir belum cukup bulan (sebelum 37 minggu) dan bayi dengan berat badan
lahir rendah/BBLR < 2500 gram.
Jarak kelahiran optimal adalah antara 3 tahun sampai dengan 5 tahun.
Menurut anjuran yang dikeluarkan oleh badan koordinasi keluarga berencana
(BKKBN) jarak kelahiran yang ideal adalah 2 tahun atau lebih, kerena jarak kelahiran
yang pendek akan menyebabkan seorang ibu belum cukup untuk memulihkan kondisi
tubuhnya setelah melahirkan sebelumnya. Ini merupakan salah satu faktor penyebab
kelemahan dan kematian ibu serta bayi yang dilahirkan. Jarak antara dua persalinan
yang terlalu dekat menyebabkan meningkatnya anemia yang dapat menyebabkan
BBLR, kelahiran preterm dan lahir mati, yang mempengaruhi proses persalinan dari
faktor bayi (BKKBN, 2009). Menurut Sitorus yang dikutip dari Setianingrum (2005),
bahwa risiko proses reproduksi dapat ditekan apabila jarak minimal antara kelahiran 2
tahun.
Universitas Sumatera Utara
4. Graviditas
Graviditas adalah jumlah keseluruhan kehamilan pada seorang pasien.
Gravida adalah seorang wanita yang sedang hamil, primigravida adalah seorang
wanitan yang hamil untuk pertama kalinya (Mochtar, 1998). Primigravida dan
gravida ≥4 lebih beresiko mengalami komplikasi persalinan daripada gravida 2-4.
(BKKBN, 2008).
Gravida merupakan salah satu faktor resiko untuk terjadinya komplikasi
persalinan, hal ini berhubungan dengan kejiwaan. Seorang wanita yang hamil untuk
pertama kali karena belum memiliki pengalaman sebelumnya maka akan dilanda
kecemasan, takut dan nyeri sehingga akan mempersulit saat persalinan. Ketenangan
jiwa penting dalam persalinan karena itu dianjurkan kepada ibu hamil selain
melakukan latihan fisik namun juga latihan kejiwaan untuk menghadapi persalinan.
5. Pendidikan
Pendidikan adalah pembelajaran kepada masyarakat agar masyarakat mau
melakukan tindakan-tindakan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatannya
(Notoadmojdo, 2005). Dari hasil analisis bivariat penelitian yang dilakukan oleh
Yakin (1997), salah satu faktor yang berhubungan dengan kejadian komplikasi
persalinan adalah ibu yang tidak pernah sekolah (OR=1,38), artinya resiko untuk
mengalami komplikasi persalinan pada ibu yang tidak pernah sekolah adalah 1,38
kali daripada ibu yang pernah sekolah.
Menurut J. S Lesinki faktor pendidikan dan sosial ekonomi diperhitungkan
sebagai faktor resiko tinggi yang dapat mempengaruhi kehamilan karena kedua faktor
ini menimbulkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan jiwa dan rahim,
Universitas Sumatera Utara
mempengaruhi cara pemilihan tempat dan penolong persalinan sehingga dapat
menimbulkan risiko saat persalinan atau saat hamil. Disamping hal tersebut Wanita
dengan pendidikan yang tinggi cendrung untuk menikah pada usia yang lebih tua,
menunda kehamilan, mau mengikuti keluarga berencana (KB) dan mencari pelayanan
antenatal (BKKBN, 2009).
2.3.2
Pemeriksaan Kehamilan
Pelayanan antenatal merupakan pelayanan terhadap individu yang bersifat
preventif care untuk mencegah terjadinya masalah yang kurang baik bagi ibu maupun
janin.
Pelayanan
antenatal
merupakan
upaya
kesehatan
perorangan
yang
memperhatikan precisi dan kualitas pelayanan medis yang diberikan. Agar dapat
melalui persalinan dengan sehat dan aman diperlukan kesiapan fisik dan mental ibu,
sehingga ibu dalam keadaan status kesehatan yang optimal. Keadaan kesehatan ibu
yang optimal sangat berpengaruh bagi pertumbuhan janin yang dikandungnya.
Pemeriksaan kehamilan sebaiknya dilakukan sedini mungkin, segera setelah
seorang wanita merasa dirinya hamil. Dalam pemeriksaan antenatal selain kuantitas
(jumlah kunjungan), perlu diperhatikan pula kualitas pemeriksaannya. Kebijakan
program pelayanan antenatal menetapkan frekuensi kunjungan antenatal sebaiknya
dilakukan paling sedikit 4 (empat) kali selama kehamilan, dengan ketentuan waktu
sebagi berikut:
1. Minimal 1 (satu) kali pada trimester pertama = K1
2. Minimal 1 (satu) kali pada trimester kedua = K2
3. Minimal 2 (satu) kali pada trimester ketiga = K3 & K4
Universitas Sumatera Utara
Apabila terdapat kelainan atau penyulit kehamilan seperti mual, muntah,
keracunan kehamilan, perdarahan, kelainan letak dan lain – lain frekuensi
pemeriksaan disesuaikan dengan kebutuhan.
Dalam pelaksanaan operasionalnya, dikenal Standar Minimal Pelayanan Antenatal
“7T”, yang terdiri dari:
1. Timbang berat badan
2. Ukur Tekanan darah
3. Ukur Tinggi fundus uteri
4. Pemberian imunisasi TT (Tetanus Toksoid) lengkap
5. Pemberian Tablet zat besi, minimal 90 hari selama kehamilan
6. Test terhadap penyakit Menular Seksual, HIV/AIDS dan malaria
7. Temu wicara/(konseling) dalam rangka persiapan rujukan (Depkes, 2007).
Adapun tujuan pelayanan antenatal adalah:
1. Memantau kemajuan kehamilan untuk memastikan kesehatan ibu dan tumbuh
kembang janin.
2. Meningkatkan dan mempertahankan kesehatan fisik, mental, dan sosial ibu.
3. Mengenali dan mengurangi secara dini adanya penyulit-penyulit atau
komplikasi yang mungkin terjadi selama hamil, termasuk riwayat penyakit
secara umum, kebidanan dan pembedahan.
4. Mempersiapkan ibu agar masa nifas berjalan normal dan mempersiapkan ibu
agar dapat memberikan ASI secara eksklusif.
5. Mempersiapkan peran ibu dan keluarga dalam menerima kelahiran janin agar
dapat tumbuh kembang secara normal.
Universitas Sumatera Utara
6. Mengurangi bayi lahir prematur, kelahiran mati dan kematian neonatal.
7. Mempersiapkan kesehatan yang optimal bagi janin.
Berdasarkan penelitiian Sri Nurlaela, (2003) terdapat hubungan antara
pemeriksaan kehamilan dengan kejadian komplikasi persalinan dengan OR sebesar
4,52, dan menurut penelitian Sinurtina (2004) ibu hamil yang tidak melakukan
pemeriksaan antenatal akan mengalami komplikasi pada waktu persalinan sebesar
6,04 kali daripada ibu hamil yang melakukan pemeriksaan antenatal.
2.4
Pencegahan Komplikasi Persalinan
Besarnya kemungkinan terjadinya komplikasi persalinan pada setiap
komplikasi persalinan pada setiap ibu tidak sama tergantung keadaan selama
kehamilan apakah termasuk kelompok kehamilan risiko rendah, atau ibu hamil
dengan masalah/faktor resiko, yaitu kehamilan risiko tinggi dan kehamilan risiko
sangat tinggi. Untuk itu dibutuhkan upaya pencegahan pro-aktif sejak awal
kehamilan, selama kehamilan sampai dekat menjelang persalinan, yang dilakukan
bersama-sama oleh tenaga kesehatan, bidan di desa dengan ibu hamil, suami,
keluarga, serta masyarakat (Rochjati, 2003).
Pendekatan risiko merupakan strategi operasional untuk pencegahan proaktif
dalam pelayanan kebidanan melalui upaya dini pengendalian/pencegahan proaktif
terhadap komplikasi persalinan (Prawirohardjo, 2009).
Pendekatan risiko sebagai pengetahuan, baru diperkenalkan oleh WHO pada
tahun 1978 yang berkembang tepat pada waktunya untuk meningkatkan efisiensi dan
efektifitas “Primary Health Care” bagi semua ibu hamil.
Universitas Sumatera Utara
Risiko adalah suatu ukuran statistik dari peluang atau kemungkinan untuk
terjadinya suatu gawat-darurat yang tidak diinginkan pada masa mendatang, yaitu
kemungkinan terjadinya komplikasi pada saat persalinan yang dapat menyebabkan
kematian, kesakitan, kecacatan, ketidaknyamanan atau ketidakpuasan pada ibu dan
atau bayi. Sedangkan faktor risiko merupakan kondisi pada ibu hamil yang dapat
menyebabkan
bahaya
terjadinya
komplikasi
pada
persalinan
yang
dapat
menyebabkan kematian atau kesakitan pada ibu dan/bayinya.
Tujuan pendekatan risiko yaitu meningkatkan mutu pelayanan kepada semua
ibu hamil, janin dan bayi baru lahir sebagai suatu kesatuan, tetapi perhatian khusus
dan lebih intensif diberikan kepada mereka yang mempunyai peluang terjadinya
risiko lebih besar.
Upaya untuk mencapai tujuan tersebut antara lain melalui:
1. Meningkatkan cakupan, kemudian kepada semua ibu hamil diberikan
perawatan dan skrinining antenatal untuk deteksi dini secara pro-aktif, yaitu
mengenal masalah yang perlu diwaspadai dan menemukan secara dini adanya
tanda bahaya dan faktor resiko pada kehamilan.
2. Meningkatkan kualitas pelayanan sesuai dengan kondisi dan faktor risiko
yang ada pada ibu hamil.
3. Meningkatkan akses rujukan yaitu pemanfaatan sarana dan fasilitas pelayanan
kesehatan ibu sesuai dengan faktor risikonya melalui rujukan terencana bagi
ibu/janin risiko tinggi.
Dalam mendukung keberhasilan tujuan Pendekatan Risiko harus dilakukan
penyuluhan tentang kondisi ibu hamil dalam bentuk Komunikasi Informasi, dan
Universitas Sumatera Utara
Edukasi (KIE) kepada ibu hamil, suami dan keluarga agar sadar, waspada dan
menjadi: “tahu, peduli, sepakat, dan gerak untuk berangkat (TAPE SEGAR)” untuk
melakukan persiapan dan perencanaan persalinan aman di tempat dan oleh penolong
persalinan yang sesuai, bila perlu rujukan terencana kerumah sakit (Rochjati, 2003).
2.5
Kerangka Konsep
Variebel Bebas
Variable Terikat
Karakteristik ibu hamil
1. Umur
2. Paritas
3. Jarak kelahiran
4. Graviditas
5. Pendidikan
Komplikasi persalinan
Pemeriksaan kehamilan
(AC)
Gambar 2.1 Kerangka Konsep
2.6
Hipotesis Penelitian
Berdasarkan Variabel-variabel penelitian yang dilakukan, maka hipotesis
penelitian adalah :
1. Ada hubungan umur ibu hamil dengan kejadian komplikasi persalinan.
2. Ada hubungan paritas ibu hamil dengan kejadian kompliksi persalinan.
3. Ada hubungan jarak kelahiran dengan kejadian komplikasi persalinan.
4. Ada hubungan graviditas dengan kejadian komplikasi persalinan.
Universitas Sumatera Utara
5. Ada hubungan pendidikan ibu dengan kejadian kompliksi persalinan.
6. Ada hubungan pemeriksaan kehamilan (ANC) dengan kejadian komplikasi
persalinan.
Universitas Sumatera Utara
Download