BAB 2 TIJAUA PUSTAKA 2.1 Komplikasi Persalinan Komplikasi Persalinan merupakan keadaan penyimpangan dari normal, yang secara langsung menyebabkan kesakitan dan kematian ibu maupun bayi karena gangguan akibat (langsung) dari persalinan (Dinkes sumut, 2008). Dari hasil “Assesment Safe Motherhood” di Indonesia pada tahun 1990/1991 menyebutkan beberapa informasi penting yang berhubungan dengan terjadinya komplikasi persalinan: 1. Derajat kesehatan ibu rendah dan kurangnya kesiapan ibu hamil. 2. Pemeriksaan antenatal yang diperoleh kurang. 3. Pertolongan persalinan dan perawatan pada masa setelah persalinan dini masih kurang. 4. Kualitas pelayanan antenatal masih rendah dan dukun bayi belum sepenuhnya mampu melaksanakan deteksi risiko tinggi sedini mungkin. 5. Belum semua rumah sakit Kabupaten sebagai tempat rujukan dari puskesmas mempunyai peralatan yang cukup untuk melaksanakan fungsi obstetrik esensial. Komplikasi persalinan terdiri dari perdarahan, infeksi atau sepsis, pre- eklamsia dan eklamsia, persalinan lama dan abortus. 1. Perdarahan Perdarahan adalah penyebab tersering kematian ibu. Tanda-tanda perdarahan yaitu mengeluarkan darah dari jalan lahir >500 cc, pada prakteknya tidak perlu Universitas Sumatera Utara mengukur jumlah perdarahan sampai sebanyak itu sebab menghentikan perdarahan lebih dini akan memberikan prognosis lebih baik. Pada umumnya bila bila terdapat perdarahan yang lebih dari normal, apalagi telah menyebabkan perubahan tanda vital (seperti kesadaran menurun, pucat, limbung, berkeringat dingin, sesak napas, serta tensi <90 mmHg dan nadi >100/menit), maka penanganan harus segera dilakukan. Sifat perdarahan bisa banyak, bergumpal-gumpal sampai menyebabkan syok atau terus merembes sedikit demi sedikit tanpa henti (Prawirohardjo, 2009). Penyebab perdarahan pada masa persalinan, yaitu: 1. Gangguan miometrium untuk berkontraksi dan retraksi guna menghentikan perdarahan selama dan setelah pelepasan plasenta (Bellington, 2007). Faktor predisposisinya yaitu (1) regangan rahim berlebihan karena kehamilan gameli, polihidraamnion, atau anak terlalu besar, (2) kelelahan karena persalinan lama atau persalinan kasep, (3) kehamilan grande-multipara, (4) Ibu dengan keadaan umum yang jelek, anemis, atau menderita penyakit menahun, (5) Mioma uteri yang mengganggu kontraksi rahim, (6) infeksi intrauterine (karioamnionitis), dan (7) ada riwayat pernah atonia uteri sebelumnya. 2. Robekan jalan lahir. Pada umumnya robekan jalan lahir terjadi pada persalinan dengan trauma. Pertolongan persalinan yang semakin manipulatif dan traumatik akan memudahkan robekan jalan lahir dan karena itu dihindarkan memimpin persalinan pada saat pembukaan serviks belum lengkap. Robekan jalan lahir biasanya akibat episiotomi, robekan spontan Universitas Sumatera Utara perineum, trauma forceps atau vakum ektraksi, atau karena versi ekstraksi (Prawirohardjo, 2009). 3. Retensio plasenta, merupakan keadaan dimana plasenta belum lahir dalam waktu 1 jam setelah bayi lahir. Penyebabnya yaitu (1) plasenta belum terlepas dari dinding rahim karena tumbuh melekat lebih dalam dan (2) plasenta sudah terlepas tetapi belum keluar karena atonia uteri dan akan menyebabkan perdarahan yang banyak (Mochtar, 1998). 4. Gangguan pembekuan darah. 2. Pre-eklamsia dan Eklamsia Pre-eklamsia dan eklamsia menempati urutan kedua sebagai penyebab kematian ibu di Indonesia. Pre-eklampsia–Eklampsia yang disebut juga Pregnancy Induced Hipertention (PIH) atau kehamilan yang menginduksi tekanan darah adalah penyakit pada wanita hamil yang secara langsung disebabkan oleh kehamilan. Definisi preeklampsia adalah hipertensi disertai proteinuria dan edema (penimbunan cairan dalam cairan tubuh sehingga ada pembengkakan pada tungkai dan kaki) akibat kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan. Gejala ini dapat timbul sebelum 20 minggu bila terjadi penyakit trofoblastik (kelainan plasenta). Eklampsia adalah timbulnya kejang pada penderita pre-eklampsia yang disusul dengan koma. Kejang di sini bukan akibat kelainan neurologis (saraf). PE-E hampir secara eksklusif merupakan penyakit pada kehamilan pertama (nullipara). Biasanya terdapat pada wanita masa subur dengan umur ekstrim, yaitu pada remaja belasan tahun atau pada wanita yang berumur lebih dari 35 tahun. Pada Universitas Sumatera Utara multipara (kehamilan yang kesekian), penyakit ini biasanya dijumpai pada keadaan keadaan berikut: 1. Kehamilan multifetal (kembar) dan hidropsfetalis (kehamilan air) 2. Penyakit vaskuler (pembuluh darah), termasuk hipertensi esensial kronis dan diabetes mellitus 3. Penyakit ginjal. Penyakit ini bisa dibedakan dalam tiga tingkatan tergantung berat ringannya. Pada kasus ringan, tekanan darah cenderung naik tapi masih di bawah 140/100. Gejala proteinuria juga mulai muncul. Pada tingkat sedang, mulai timbul pusing tekanan darah sudah lebih dari 140/100. lalu ada pembengkakan, khusunya pada wajah, kaki dan jari-jari tangan. Pada tingkat yamg berat, pembengkakan semakin jelas, rasa pusing juga makin nyata, khususnya rasa nyeri pada pinggir dahi dan tekanan darah lebih dari 160/100. Kadang kala disertai ganngguan penglihatan (kabur) dan kencing semakin sulit karena terjadi gangguan pada ginjal. Adapula yang disertai mual dan muntah. Kondisi gawat terjadi bila timbul kejang atau bahkan pingsan yang berarti sudah terjadi gangguan di otak. Pada tahap ini bisa dikatakan penyakit berada pada tahap eklampsia. Pada kasus yang sudah lanjut, sang ibu pada awalnya mengalami kejang selama 30 detik, lalu meningkat selama 2 menit, sebelum akhirnya pingsan selama 10-30 menit. Kewaspadaan perlu ditingkatkan, karena bila penderita koma berkepanjangan bisa timbul komplikasi berat. Seperti gagal jantung, gagal ginjal, terganggunya fungsi paru-paru, dan tersendatnya metabolisme tubuh. Universitas Sumatera Utara Menurut pengamatan para ahli, pre-eklampsia yang juga dikenal dengan sebutan kehamilan dengan pembengkakan-proteinuria-tekanan darah tinggi ini lebih banyak terjadi di negara berkembang, termasuk Asia, dimana kebanyakan penduduknya mengkonsumsi nasi. Apa hubungan penyakit ini dengan nasi tetap belum jelas benar. Ada dugaan lantaran titik beratnya pada nasi, maka ibu jadi kurang memperhatikan zat gizi lain, misalnya susu, telur, ikan, daging, sayur, buah-buahan dan lain-lain. Namun sampai saat ini, etiologi pasti dari pre-eklampsia/eklampsia belum diketahui. Ada beberapa teori mencoba menjelaskan perkiraan etiologi dari kelainan tersebut di atas, sehingga kelainan ini sering dikenal sebagai the diseases of theory. Adapun teori-teori tersebut antara lain: 1. Peran Prostasiklin dan Tromboksan Pengeluaran hormone ini memunculkan efek “perlawanan” pada tubuh. Pembuluh-pembuluh darah menjadi menciut, terutama pembuluh darah kecil, akibatnya tekanan darah meningkat. Organ-organ pun akan kekurangan zat asam. Pada keadaan yang lebih parah, bisa terjadi penimbunan zat pembeku darah yang ikut menyumbat pembuluh darah pada jaringan-jaringan vital. 2. Peran Faktor Immunologis Pre-eklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama dan tidak timbul lagi pada kehamilan berikutnya. Hal ini dapat diterangkan bahwa pada kehamilan pertama pembentukan blocking antibodies terhadap antigen plasenta tidak sempurna, yang semakin sempurna pada kehamilan berikutnya. 3. Peran Faktor Genetik/Familial Universitas Sumatera Utara Beberapa bukti yang menunjukkan peran faktor genetik pada kejadian PE-E antara lain: a. Pre-eklampsia hanya terjadi pada manusia. b. Terdapatnya kecendrungan meningkatnya frekuensi PE-E pada anak-anak dari ibu yang menmderita PE-E. c. Kecendrungan meningkatnya frekuensi PE-E pada anak dan cucu ibu hamil dengan riwayat PE-E dan bukan pada ipar mereka. d. Peran Renin Angiotensin Aldosteron System (RAAS). Panderita pada tahap pre-eklampsia hendaknya mau dirawat di rumah sakit untuk memudahkan pemantauan kondisi ibu dan janin. Pemantauan meliputi fungsi ginjal lewat protein urinenya dan juga fungsi hati. Menu makanan sehari-hari pun perlu diperhatikan. Yang pasti konsumsi garam harus dikurangi, sedangkan buahbuahan dan sayuran diperbanyak (Mambo, 2006). 3. Infeksi dalam Persalinan Infeksi merupakan salah satu dari tiga penyebab kematian pada ibu bersalin, selain perdarahan dan tekanan darah tinggi. Infeksi persalinan adalah infeksi pada traktus genetalia yang dapat terjadi setiap saat antara awitan pecah ketuban (ruptur membran) atau persalinan dan 42 hari setelah persalinan atau abortus dimana terdapat gejala-gejala: nyeri pelvis, demam 38,50 C atau lebih yang diukur melalui oral kapan saja cairan vagina yang abnormal, berbau busuk dan keterlambatan dalam kecepatan penurunan ukuran uterus. Bahaya infeksi akan meningkat karena pemeriksaan vagina yang berulang-ulang (Oxorn, 2010). Universitas Sumatera Utara 4. Partus Lama Persalinan yang berlangsung lebih dari 24 jam digolongkan sebagai persalinan lama. Namun demikian, kalau kemajuan persalinan tidak terjadi secara memadai, selama periode itu situasi tersebut harus segera dinilai. Permasalahannya harus dikenali dan diatasi sebelum waktu 24 jam tercapai. Sebagian besar partus lama menunjukkan pemanjangan kala satu. Sebab-sebab utama pada partus lama, yaitu: 1. Disproporsi fetopelvik 2. Malpresentasi dan malposisi 3. Kerja uterus yang tidak efisien, termasuk serviks yang kaku Faktor-faktor tambahan lainnya: 1. Primigraviditas. 2. Ketuban pecah dini ketika serviks masih tertutup, keras dan belum mendatar. 3. Analgesi dan anastesi yang berlebihan dalam masa laten. 4. Wanita yang dependen, cemas dan ketakutan dengan ortu yang menemaninya ke rumah sakit merupakan calon persalinan lama. Tipe wanita lainnya adalah wanita yang maskulin, masochistic yang kelihatannya menikmati rasa nyeri yang dialaminya. Faktor-faktor ini dapat berperan sendiri-sendiri atau secara bersama-sama. Kelainan nyata pada salah satu faktor atau penyimpangan ringan pada beberapa faktor, dapat merintangi keberhasilan persalinan. Meskipun kelahiran normal tidak mungkin terlaksana dengn adanya disproporsi chepalopelvik yang absolute, namun ketikdakimbangan ringan antara ukuran panggul dan ukuran janin dapat diatasi oleh Universitas Sumatera Utara kontraksi uterus yang kuat dan efektik. Pelvis mungkin cukup besar untuk mengakomodasi presentasi occipitoanterior namun terlalu kecil bagi presentasi occipitoposterior. Masalahnya hanyalah masalah keseimbangan. Pecahnya ketuban dengan adanya serviks yang matang dan kontraksi yang kuat tidak pernah memperpanjang persalinan. Akan tetapi, bila kantong ketuban pecah pada saat serviks masih panjang, keras dan menutup, maka sebelum dimulainya proses persalinan sering terdapat periode laten yang lama. Kerja uterus yang tidak efisien mencakup ketimampuan serviks untuk membuka secara lancar dan cepat di samping kontraksi rahim yang tidak efektif (Oxorn, 2010). 5. Abortus (keguguran) Abortus adalah suatu proses berakhirnya suatu kehamilan, di mana janin belum mampu hidup di luar rahim (belum viable), dengan criteria usia kehamilan <20 minggu atau berat janin <500 g (Achadiat, 2003). 2.2 Persalinan Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi (janin + uri), yang dapat hidup ke dunia luar, dari rahim melalui jalan lahir atau dengan jalan lain (Mochtar, 1998). Faktor-faktor yang berperan dalam proses persalinan adalah faktor yang berasal dari kondisi ibu sendiri dalam menghadapi persalinan dan kondisi janin dalan kandungan, yaitu: 1. Faktor Kekuatan His (power) Adalah tenaga atau kekuatan yang dihasilkan oleh kontraksi dan retraksi otototot rahim ditambah kerja otot-otot volunteer dari ibu, yaitu kontraksi otot Universitas Sumatera Utara perut dan diafragma sewaktu ibu mengejan. Kesulitan dalam jalannya persalinan karena kelainan tenaga his adalah his yang tidak normal, baik kekuatan maupun sifatnya, sehingga menghambat kelancaran persalinan. Kelainan his sering dijumpai pada primigravida tua. Faktor yang memegang dalam kekuatan his antara lain faktor herediter, emosi, ketakutan, salah pimpinan persalinan. 2. Faktor Jalan Lahir (Passage) Adalah jalan lahir janin, faktor jalan lahir yang dapat berpengaruh terhadap terjadinya komplikasi persalinan antara lain: ukuran panggul sempit, kelainan pada vulva, kelainan vagina, kelainan serviks uteri, uterus dan ovarium. Kelainan-kelainan ini dapat terdeteksi secara dini dengan pemeriksaan kehamilan yang adekuat, oleh karena itu faktor pemerikasaan kehamilan sangat penting memeperkirakan proses persalinan. 3. Faktor Bayi (Passeger) Faktor bayi atau janin sangat berpengaruh terhadap proses persalinan, pada keadaan normal, bentuk bayi, berat badan, posisi dan letak dalam perkembangannya sampai pada akhir kehamilan dan siap untuk dilahirkan, bayi mempunyai kekuatan untuk mendorong dirinya keluar sehingga persalinan berjalan spontan. Kelainan pada faktor bayi yang dapat menyulitkan proses persalinan berhubungan dengan faktor gizi ibu, infeksi bakteri atau virus selama kehamilan seperti toksoplasma, trauma yang dapat mengakibatkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan janin dalam kandungan. Persalinan yang disebabkan oleh kelainan janin atau bayi antara Universitas Sumatera Utara lain: kelainan pada letak kepala, letak sungsang, letak melintang, presentasi rangkap/ganda , kelainan bentuk dan besar janin, dan tali pusat menumbung. Kelainan janin selama dalam kandungan dapat terdeteksi secara dini apabila ibu melakukan pemeriksaan kehamilan (ANC) secara rutin minimal 4 kali selama kehamilan, mulai awal kehamilan pada tenaga kesehatan. 2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Komplikasi Persalinan Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi komplikasi persalinan adalah: 2.3.1 Faktor Pada Ibu 1. Umur ibu hamil Umur mempunyai pengaruh terhadap kehamilan dan persalinan. Umur ibu kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun memiliki resiko tinggi yang kemungkinan akan memberikan ancaman kesehatan dan jiwa ibu maupun janin yang dikandungnya selama kehamilan, persalinan dan nifas (Mochtar, 1995). Menurut Hasnah (2003) yang mengutip dari WHO (1996) menyebutkan bahwa dalam kurun reproduksi sehat atau dikenal dengan usia aman untuk kehamilan dan persalinan adalah umur 20 sampai 30 tahun. Ibu yang berumur kurang dari 20 tahun belum siap secara fisik dan mental dalam menghadapi kehamilan dan persalinan. Dari segi fisik rahim dan panggul ibu belum tumbuh mencapapi ukuran dewasa, sehingga kemungkinan akan mendapat kesulitan dalam persalinan, sedangkan dari segi mental ibu belum siap untuk menerima tugas dan tanggung jawab sebagai orang tua sehingga diragukan ketrampilan perawatan diri dan bayinya. Sedangkan untuk ibu yang hamil pada umur Universitas Sumatera Utara lebih dari 35 tahun akan mengalami banyak kesulitan karena pada usia tersebut mudah terjadi penyakit pada ibu dan karena organ kandungan menua jalan lahir juga tambah kaku sehingga terjadi persalinan macet dan perdarahan. Disamping hal tersebut kemungkinan mendapatkan anak cacat juga menjadi lebih besar (Rochjati, 2003). Berdasarkan penelitian Senewe, dkk (2001) proporsi ibu yang mengalami komplikasi saat persalinan pada kelompok umur kurang 20 dan 35 tahun keatas adalah 28%, lebih besar daripada proporsi untuk yang berumur 21-34 tahun sebesar 22%, dengan nilai OR-nya yaitu 1,3 artinya pada ibu yang berumur kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun berisiko untuk mengalami komplikasi persalinan sebesar 1,3 kali dibanding dengan ibu yang berumur 21-34 tahun. Menurut penelitian Afifah T, dkk (2004) wanita hamil mempunyai risiko komplikasi, terutama bagi kelompok wanita risiko tinggi yaitu wanita dengan keadaan “4 terlalu” (4T), dimana dua diantaranya adalah menyangkut dengan usia sang ibu, yakni kehamilan yang terjadi pada usia terlalu muda, usia terlalu tua. Kehamilan yang terjadi pada usia terlalu muda adalah wanita yang hamil usianya kurang dari 20 tahun yang dapat berisiko keguguran, preeklamsia (tekanan darah tinggi, oedema, proteinuria), eklampsia (keracunan kehamilan), timbulnya kesulitan persalinan, bayi lahir sebelum waktunya, berat bayi lahir rendah, merembesnya air seni ke vagina, keluar gas dan veses/tinja kevagina, kanker leher rahim dan resiko ini dapat meningkatkan kesakitan dan kematian ibu dan bayi. Selanjutnya yang dimaksud usia terlalu tua adalah yang kehamilannya diatas usia 35 tahun denga resiko Universitas Sumatera Utara keguguran, preeklamsia, eklamsia, timbulnya kesulitan kehamilan, berat bayi lahir rendah dan cacat bawaan (Purnama, 2010). Wanita hamil dan melahirkan pada usia di bawah 20 tahun ternyata dua sampai lima kali lebih tinggi tingkat kematiannya dari pada kematian maternal yang terjadi pada usia 20 sampai 29 tahun. Kematian maternal meningkat kembali sesudah usia 30 sampai 35 tahun (Hasnah, 2003). Menurut Mushlihah, (2001) terdapat hubungan antara umur ibu dengan komplikasi persalinan dengan besar resiko 4 kali untuk umur resiko tinggi. 2. Paritas Paritas atau para adalah wanita yang pernah melahirkan bayi aterm (Manuaba, 1998). Beberapa istilah yang berkaitan dengan paritas yaitu (1) nullipara merupakan seorang wanita yang belum pernah melahirkan bayi viable, (2) primipara adalah seorang wanita yang pernah melahirkan bayi hidup untuk pertama kali, (3) multipara adalah wanita yang pernah melahirkan bayi viable beberapa kali (sampai 5 kali), dan (4) grandemultipara adalah wanita yang pernah melahirkan bayi 6 kali atau lebih hidup atau mati (Mochtar, 1998). Menurut Forney A dan E. W. Whitenhorne, paritas yang aman untuk tidak terjadinya komplikasi pada saat persalinan yaitu dengan jumlah melahirkan 1-3 kali (Manuaba, 1998). Berdasarkan penelitian Hidayah, N (2002) terdapat hubungan dan besar risiko paritas ibu dengan kejadian komplikasi persalinan (p:0,008 dan OR:10,15); dan menurut penelitian Muslihah, (2001) paritas lebih dari 4 memiliki besar risiko 3 kali untuk mengalami komplikasi persalinan . Universitas Sumatera Utara Bahaya yang dapat terjadi pada ibu yang pernah melahirkan 4 kali atau lebih yakni antara lain: 1. Kelainan letak, persalinan letak lintang 2. Robekan rahim pada kelainan letak lintang 3. Persalinan lama 4. Perdarahan pasca persalinan (Rochjati, 2003). 3. Jarak kelahiran Jarak kelahiran mempunyai pengaruh terhadap persalinan, bahaya yang dapat terjadi pada ibu hamil yang jarak kelahirannya dengan anak terkecil kurang dari 2 tahun yaitu perdarahan setelah bayi lahir karena kondisi ibu masih lemah, bayi prematur/lahir belum cukup bulan (sebelum 37 minggu) dan bayi dengan berat badan lahir rendah/BBLR < 2500 gram. Jarak kelahiran optimal adalah antara 3 tahun sampai dengan 5 tahun. Menurut anjuran yang dikeluarkan oleh badan koordinasi keluarga berencana (BKKBN) jarak kelahiran yang ideal adalah 2 tahun atau lebih, kerena jarak kelahiran yang pendek akan menyebabkan seorang ibu belum cukup untuk memulihkan kondisi tubuhnya setelah melahirkan sebelumnya. Ini merupakan salah satu faktor penyebab kelemahan dan kematian ibu serta bayi yang dilahirkan. Jarak antara dua persalinan yang terlalu dekat menyebabkan meningkatnya anemia yang dapat menyebabkan BBLR, kelahiran preterm dan lahir mati, yang mempengaruhi proses persalinan dari faktor bayi (BKKBN, 2009). Menurut Sitorus yang dikutip dari Setianingrum (2005), bahwa risiko proses reproduksi dapat ditekan apabila jarak minimal antara kelahiran 2 tahun. Universitas Sumatera Utara 4. Graviditas Graviditas adalah jumlah keseluruhan kehamilan pada seorang pasien. Gravida adalah seorang wanita yang sedang hamil, primigravida adalah seorang wanitan yang hamil untuk pertama kalinya (Mochtar, 1998). Primigravida dan gravida ≥4 lebih beresiko mengalami komplikasi persalinan daripada gravida 2-4. (BKKBN, 2008). Gravida merupakan salah satu faktor resiko untuk terjadinya komplikasi persalinan, hal ini berhubungan dengan kejiwaan. Seorang wanita yang hamil untuk pertama kali karena belum memiliki pengalaman sebelumnya maka akan dilanda kecemasan, takut dan nyeri sehingga akan mempersulit saat persalinan. Ketenangan jiwa penting dalam persalinan karena itu dianjurkan kepada ibu hamil selain melakukan latihan fisik namun juga latihan kejiwaan untuk menghadapi persalinan. 5. Pendidikan Pendidikan adalah pembelajaran kepada masyarakat agar masyarakat mau melakukan tindakan-tindakan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatannya (Notoadmojdo, 2005). Dari hasil analisis bivariat penelitian yang dilakukan oleh Yakin (1997), salah satu faktor yang berhubungan dengan kejadian komplikasi persalinan adalah ibu yang tidak pernah sekolah (OR=1,38), artinya resiko untuk mengalami komplikasi persalinan pada ibu yang tidak pernah sekolah adalah 1,38 kali daripada ibu yang pernah sekolah. Menurut J. S Lesinki faktor pendidikan dan sosial ekonomi diperhitungkan sebagai faktor resiko tinggi yang dapat mempengaruhi kehamilan karena kedua faktor ini menimbulkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan jiwa dan rahim, Universitas Sumatera Utara mempengaruhi cara pemilihan tempat dan penolong persalinan sehingga dapat menimbulkan risiko saat persalinan atau saat hamil. Disamping hal tersebut Wanita dengan pendidikan yang tinggi cendrung untuk menikah pada usia yang lebih tua, menunda kehamilan, mau mengikuti keluarga berencana (KB) dan mencari pelayanan antenatal (BKKBN, 2009). 2.3.2 Pemeriksaan Kehamilan Pelayanan antenatal merupakan pelayanan terhadap individu yang bersifat preventif care untuk mencegah terjadinya masalah yang kurang baik bagi ibu maupun janin. Pelayanan antenatal merupakan upaya kesehatan perorangan yang memperhatikan precisi dan kualitas pelayanan medis yang diberikan. Agar dapat melalui persalinan dengan sehat dan aman diperlukan kesiapan fisik dan mental ibu, sehingga ibu dalam keadaan status kesehatan yang optimal. Keadaan kesehatan ibu yang optimal sangat berpengaruh bagi pertumbuhan janin yang dikandungnya. Pemeriksaan kehamilan sebaiknya dilakukan sedini mungkin, segera setelah seorang wanita merasa dirinya hamil. Dalam pemeriksaan antenatal selain kuantitas (jumlah kunjungan), perlu diperhatikan pula kualitas pemeriksaannya. Kebijakan program pelayanan antenatal menetapkan frekuensi kunjungan antenatal sebaiknya dilakukan paling sedikit 4 (empat) kali selama kehamilan, dengan ketentuan waktu sebagi berikut: 1. Minimal 1 (satu) kali pada trimester pertama = K1 2. Minimal 1 (satu) kali pada trimester kedua = K2 3. Minimal 2 (satu) kali pada trimester ketiga = K3 & K4 Universitas Sumatera Utara Apabila terdapat kelainan atau penyulit kehamilan seperti mual, muntah, keracunan kehamilan, perdarahan, kelainan letak dan lain – lain frekuensi pemeriksaan disesuaikan dengan kebutuhan. Dalam pelaksanaan operasionalnya, dikenal Standar Minimal Pelayanan Antenatal “7T”, yang terdiri dari: 1. Timbang berat badan 2. Ukur Tekanan darah 3. Ukur Tinggi fundus uteri 4. Pemberian imunisasi TT (Tetanus Toksoid) lengkap 5. Pemberian Tablet zat besi, minimal 90 hari selama kehamilan 6. Test terhadap penyakit Menular Seksual, HIV/AIDS dan malaria 7. Temu wicara/(konseling) dalam rangka persiapan rujukan (Depkes, 2007). Adapun tujuan pelayanan antenatal adalah: 1. Memantau kemajuan kehamilan untuk memastikan kesehatan ibu dan tumbuh kembang janin. 2. Meningkatkan dan mempertahankan kesehatan fisik, mental, dan sosial ibu. 3. Mengenali dan mengurangi secara dini adanya penyulit-penyulit atau komplikasi yang mungkin terjadi selama hamil, termasuk riwayat penyakit secara umum, kebidanan dan pembedahan. 4. Mempersiapkan ibu agar masa nifas berjalan normal dan mempersiapkan ibu agar dapat memberikan ASI secara eksklusif. 5. Mempersiapkan peran ibu dan keluarga dalam menerima kelahiran janin agar dapat tumbuh kembang secara normal. Universitas Sumatera Utara 6. Mengurangi bayi lahir prematur, kelahiran mati dan kematian neonatal. 7. Mempersiapkan kesehatan yang optimal bagi janin. Berdasarkan penelitiian Sri Nurlaela, (2003) terdapat hubungan antara pemeriksaan kehamilan dengan kejadian komplikasi persalinan dengan OR sebesar 4,52, dan menurut penelitian Sinurtina (2004) ibu hamil yang tidak melakukan pemeriksaan antenatal akan mengalami komplikasi pada waktu persalinan sebesar 6,04 kali daripada ibu hamil yang melakukan pemeriksaan antenatal. 2.4 Pencegahan Komplikasi Persalinan Besarnya kemungkinan terjadinya komplikasi persalinan pada setiap komplikasi persalinan pada setiap ibu tidak sama tergantung keadaan selama kehamilan apakah termasuk kelompok kehamilan risiko rendah, atau ibu hamil dengan masalah/faktor resiko, yaitu kehamilan risiko tinggi dan kehamilan risiko sangat tinggi. Untuk itu dibutuhkan upaya pencegahan pro-aktif sejak awal kehamilan, selama kehamilan sampai dekat menjelang persalinan, yang dilakukan bersama-sama oleh tenaga kesehatan, bidan di desa dengan ibu hamil, suami, keluarga, serta masyarakat (Rochjati, 2003). Pendekatan risiko merupakan strategi operasional untuk pencegahan proaktif dalam pelayanan kebidanan melalui upaya dini pengendalian/pencegahan proaktif terhadap komplikasi persalinan (Prawirohardjo, 2009). Pendekatan risiko sebagai pengetahuan, baru diperkenalkan oleh WHO pada tahun 1978 yang berkembang tepat pada waktunya untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas “Primary Health Care” bagi semua ibu hamil. Universitas Sumatera Utara Risiko adalah suatu ukuran statistik dari peluang atau kemungkinan untuk terjadinya suatu gawat-darurat yang tidak diinginkan pada masa mendatang, yaitu kemungkinan terjadinya komplikasi pada saat persalinan yang dapat menyebabkan kematian, kesakitan, kecacatan, ketidaknyamanan atau ketidakpuasan pada ibu dan atau bayi. Sedangkan faktor risiko merupakan kondisi pada ibu hamil yang dapat menyebabkan bahaya terjadinya komplikasi pada persalinan yang dapat menyebabkan kematian atau kesakitan pada ibu dan/bayinya. Tujuan pendekatan risiko yaitu meningkatkan mutu pelayanan kepada semua ibu hamil, janin dan bayi baru lahir sebagai suatu kesatuan, tetapi perhatian khusus dan lebih intensif diberikan kepada mereka yang mempunyai peluang terjadinya risiko lebih besar. Upaya untuk mencapai tujuan tersebut antara lain melalui: 1. Meningkatkan cakupan, kemudian kepada semua ibu hamil diberikan perawatan dan skrinining antenatal untuk deteksi dini secara pro-aktif, yaitu mengenal masalah yang perlu diwaspadai dan menemukan secara dini adanya tanda bahaya dan faktor resiko pada kehamilan. 2. Meningkatkan kualitas pelayanan sesuai dengan kondisi dan faktor risiko yang ada pada ibu hamil. 3. Meningkatkan akses rujukan yaitu pemanfaatan sarana dan fasilitas pelayanan kesehatan ibu sesuai dengan faktor risikonya melalui rujukan terencana bagi ibu/janin risiko tinggi. Dalam mendukung keberhasilan tujuan Pendekatan Risiko harus dilakukan penyuluhan tentang kondisi ibu hamil dalam bentuk Komunikasi Informasi, dan Universitas Sumatera Utara Edukasi (KIE) kepada ibu hamil, suami dan keluarga agar sadar, waspada dan menjadi: “tahu, peduli, sepakat, dan gerak untuk berangkat (TAPE SEGAR)” untuk melakukan persiapan dan perencanaan persalinan aman di tempat dan oleh penolong persalinan yang sesuai, bila perlu rujukan terencana kerumah sakit (Rochjati, 2003). 2.5 Kerangka Konsep Variebel Bebas Variable Terikat Karakteristik ibu hamil 1. Umur 2. Paritas 3. Jarak kelahiran 4. Graviditas 5. Pendidikan Komplikasi persalinan Pemeriksaan kehamilan (AC) Gambar 2.1 Kerangka Konsep 2.6 Hipotesis Penelitian Berdasarkan Variabel-variabel penelitian yang dilakukan, maka hipotesis penelitian adalah : 1. Ada hubungan umur ibu hamil dengan kejadian komplikasi persalinan. 2. Ada hubungan paritas ibu hamil dengan kejadian kompliksi persalinan. 3. Ada hubungan jarak kelahiran dengan kejadian komplikasi persalinan. 4. Ada hubungan graviditas dengan kejadian komplikasi persalinan. Universitas Sumatera Utara 5. Ada hubungan pendidikan ibu dengan kejadian kompliksi persalinan. 6. Ada hubungan pemeriksaan kehamilan (ANC) dengan kejadian komplikasi persalinan. Universitas Sumatera Utara