perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesepian merupakan salah satu masalah psikologis yang kerap muncul dalam kehidupan individu. Kesepian bukanlah masalah psikologis yang langka, melainkan hal yang umum terjadi (Peplau dan Perlman, 1982). Kesepian tidak selalu menimbulkan masalah jika bersifat sementara. Kesepian merupakan pengalaman subjektif, berbeda dengan kesendirian yang merupakan keadaan objektif. Merasa kesepian di tengah orang banyak, atau merasa terhubung secara sosial ketika sendirian adalah mungkin untuk dialami seorang individu. Kesepian merupakan pengalaman yang menyakitkan, sedangkan kesendirian bisa menjadi pengalaman positif dan restoratif. Kesendirian, menghabiskan waktu sendiri, dapat bermanfaat untuk refleksi diri dan pengaturan diri, juga meningkatkan kreativitas dan wawasan. Adapun kesepian mengungkapkan rasa tidak menyenangkan merasa sendirian (Tillich dan Goosens, dalam Vanhalst, 2012). Banyak peneliti menyatakan bahwa masa remaja merupakan masa yang meluas dan sangat intens pada masalah kesepian. Hal ini diperkuat oleh survei yang menunjukkan bahwa tingkat kesepian yang paling tinggi sering muncul di masa remaja akhir (Cutrona, dalam Santrock, 2003). Rubenstein dan Shaver menemuka n bahwa kejadian kesepian memuncak pada masa remaja. Saks, Bleach, dan Claiborne melaporkan bahwa kesepian merupakan salah satu masalah yang paling sering disebutkan pemuda ketika mencari bantuan melalui hot-line pusat krisis. commit to user 1 perpustakaan.uns.ac.id 2 digilib.uns.ac.id Philips dan Pederson menemukan bahwa kesepian adalah salah satu masalah yang paling umum pada mahasiswa. Brennan dan Auslander memperkirakan bahwa sekitar 10 sampai 15% dari remaja mengalami kesepian yang serius, dan 54% setuju dengan pernyataan: "Saya sering merasa kesepian" (dalam Peplau dan Perlman, 1982). Pemaparan para ahli tersebut juga ditemukan dalam survei secara insidenta l yang dilakukan oleh peneliti kepada beberapa mahasiswa yang tinggal di Surakarta, Jakarta, Semarang, dan Purwokerto melalui kuesioner dengan Google Form pada Oktober 2015. Survei tersebut memperoleh tanggapan bahwa mahasiswa mengakui kesepian terjadi pada dirinya dengan disertai hadirnya berbagai perasaan tidak menyenangkan seperti merasa sepi dan kosong, merasa tidak dimengerti orang lain, merasa ketidakhadiran orang terdekat, tidak adanya teman bercerita, merasa diri tidak berguna, merasa rindu dengan kehangatan dan aktivitas bersama keluarga, juga perasaan tertinggal dari keberhasilan yang dicapai teman-teman. Perasaan kesepian pada remaja akhir yang berlangsung secara terus menerus dapat menjadi masalah psikologis yang harus diperhatikan. Hal ini sejalan dengan Baron dan Byrne (2005) yang menyatakan bahwa kesepian pada masa remaja berkaitan dengan berbagai masalah psikologis, termasuk peningkata n depresi, kecemasan, ketidakbahagiaan, pesismisme, menyalahkan diri sendiri, rasa malu, merasakan kesia-siaan dan rasa putus asa yang dapat mengakibatkan bunuh diri. Selanjutnya, kesepian telah berhubungan dengan masalah kesehatan fisik, seperti penyakit jantung dan gangguan tidur (Heinrich & Gullone, dalam Vanhalst , 2012). Rubenstein dan Shaver (dalam Lauer dan Lauer, 2000) juga mendaftar beberapa masalah yang berkaitan dengan kesepian, yaitu: merasa tidak berharga, commit to user perpustakaan.uns.ac.id 3 digilib.uns.ac.id mengalami ketakutan yang tidak rasional, merasa bersalah, mudah lelah, insomnia, tidak nafsu makan, mengalami masalah pencernaan, menderita penyakit jantung dan menderita penyakit serius lainnya. Kesepian yang dialami remaja akhir seringkali dideskripsikan sebagai kekosongan, keterasingan, perasaan ditolak, dan tidak mampu memiliki peran dalam lingkungannya (Rice, 1993). Kesepian juga menyebabkan hilangnya perasaan yang positif pada diri remaja akhir, contohnya: perasaan bahagia, berharga, dipercaya, dicintai, unik, berguna, kuat, dan kemudian digantikan dengan adanya perasaan yang negatif, contohnya: perasaan sedih, cemas, tertekan, terluka, gelisah, terbuang, tidak pasti, tidak dimengerti, tidak bertujuan, tidak berhasil, dan kehilangan kontak (Gierveld dan Tillburg, 1990). Remaja akhir yang mengala mi kesepian merasa bahwa dirinya tidak memiliki teman dekat, merasa tidak memilik i kebebasan untuk bercerita tentang masalah pribadi dengan teman, merasa tak ada seorang pun yang akan membantunya, juga merasa orang tua tidak peduli dan tidak memahami masalah-masalah yang mereka alami (Peplau dan Perlman, 1982). Sullivan (dalam Santrock, 2003) mengatakan remaja memiliki sejumla h kebutuhan dasar yang di dalamnya termasuk kebutuhan akan cinta, kasih sayang, ikatan yang aman, teman yang menyenangkan, dan penerimaan lingkungan sosial. Remaja memiliki kebutuhan yang kuat akan rasa cinta, kasih sayang, dan keterlibatan dengan orang lain. Cinta dan kasih sayang merupakan hal yang sangat berharga, karena di dalamnya menyangkut suatu hubungan erat, sehat, dan penuh cinta kasih. Cinta dan kasih sayang diwujudkan dalam berteman, memilik i hubungan yang menyenangkan dengan orang tua, dan merasa bagian dari commit to user 4 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id komunitasnya. Lebih lanjut, remaja juga memiliki kebutuhan yang besar akan penghargaan, yaitu kebutuhan akan merasa diri berharga, dan kebutuhan akan penghargaan dari orang lain yang meliputi kepercayan diri, kompetensi, penguasaan, dan prestasi. Emosi menjadi kebutuhan penting dalam kehidupan sosial remaja akhir. Perasaan menyenangkan yang dimiliki ketika memiliki jaringan sosial untuk melakukan aktivitas berasama, memiliki teman untuk menghabiska n waktu bersama, memiliki sahabat berbagi cerita, dan memiliki hubungan dekat dengan keluarga merupakan tujuan pemenuhan kebutuhan sosioemosi remaja akhir. Kebutuhan sosioemosi remaja yang kuat akan rasa cinta, kasih sayang, pengakuan dan penerimaan dari lingkungan sosial menumbuhkan kemampuan pada diri remaja akhir untuk membangun hubungan dan mempertahankan hubunga n dengan orang sekitarnya sebagai bentuk pemenuhan kebutuhan tersebut. Remaja akhir yang kurang memiliki kelekatan emosional dengan orang lain akan berjuang untuk mendapatkan keberhargaan diri, kepercayaan diri, serta keterampilan sosial untuk memuaskan keinginan dan harapan pribadi dalam keberhasilan hubunga n dengan orang lain. Ada banyak hal lain yang bisa menjadikan remaja akhir merasa kesepian, seperti memiliki hubungan buruk dengan orang tua, merasa kurang mendapatkan cinta dan kasih sayang dari orang tua, tidak memiliki kelekatan dengan orang tua dan orang dewasa lain, pengalaman dini akan adanya penolakan dan kehilangan, kurangnya kepercayaan pada diri akan kemampuan dan keingina n dirinya, pengalaman tidak memiliki hubungan dekat dengan orang lain secara memuaskan, juga tidak memiliki teman akrab. Seperti yang dikatakan oleh Santrock (2003) bahwa kebutuhan remaja akhir yang kuat akan keintiman, tapi commit to user perpustakaan.uns.ac.id 5 digilib.uns.ac.id tidak diimbangi dengan keterampilan sosial yang baik atau kematangan hubunga n untuk memenuhi kebutuhan tersebut dapat menimbulkan kesepian pada remaja akhir. Kesepian pada remaja akhir juga dapat meningkat seiring dengan meningkatnya perubahan dalam harapan sosial, peran, dan hubungan dengan orang di sekitarnya. Remaja pertengahan dan akhir mengembangkan harapan yang lebih besar tentang keintiman, loyalitas, dan dukungan dalam hubungan mereka, dan mereka semakin bertukar keyakinan, nilai-nilai, dan ideologi dengan teman-teman mereka (Heinrich, Gullone, Rubin dkk., dalam Vanhalst, 2012). Selama masa remaja akhir terjadi transisi sosial tertentu, seperti transisi ke perguruan tinggi merupakan masa yang menantang dalam hal menjaga jaringan sosial yang memuaskan, menciptakan hubungan baru, dan membentuk kembali jaringan sosial yang sudah ada. Sebagian besar siswa telah meninggalkan rumah orangtua masuk ke perguruan tinggi, dan teman-teman SMA mereka pindah ke universitas yang berbeda. Secara khusus, mahasiswa tidak bisa lagi mengandalkan jaringan sosial yang ada dari teman-teman dan keluarga, dan harus berurusan dengan banyak perubahan kehidupan dan pilihan, yang dapat menyebabkan perasaan kesepian. Kesepian di masa remaja juga terkait dengan penolakan dari rekan (peer rejection), menjadi korban (victimization) dari perilaku berbahaya yang disengaja dan berulang dari waktu ke waktu oleh satu atau lebih individu dengan posisi kekuasaan yang lebih kuat (Montgomery & Côté, Oswald & Clark, dalam Vanhalst, 2012). Kesepian muncul sebagai perasaan tidak puas dengan hubungan yang dimiliki seseorang dengan orang lain, baik secara kualitas maupun kuantitas. commit to user 6 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Kesepian dapat terhindarkan ketika seseorang memiliki keterampilan sosial yang baik dan memiliki persepsi tentang hubungan memuaskan yang dimilikinya dengan orang lain. Keterampilan sosial yang baik dan persepsi tentang hubunga n memuaskan muncul ketika seseorang merasa berharga, merasa diterima dan dimengerti, mampu membangun hubungan dengan orang lain, serta mengala mi penghargaan dan penerimaan yang baik. Penghargaan dan penerimaan yang baik , perasaan bergharga serta kemampuan membangun hubungan dengan orang lain ini disebut harga diri. Harga diri merupakan penilaian yang dibuat oleh individ u mengenai hal-hal yang berkaitan dengan dirinya sendiri, yang diekspresikan dengan suatu bentuk sikap setuju atau tidak setuju dan menunjukkan tingkat di mana individu meyakini dirinya sendiri sebagai individu yang mampu, penting, dan berharga (Coopersmith, 1967). Kesepian pada remaja akhir selain dipengaruhi dari dalam diri, yaitu harga diri, juga dipengaruhi oleh lingkungan, yaitu keluarga. Hal ini diperkuat oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Siregar (2005) bahwa remaja dengan kelekatan secure dalam keluarga lebih mampu menjalin hubungan pertemanan, sehingga memiliki tingkat kesepian yang rendah. Keluarga yang kohesif, oleh Moos (dalam Barber dan Buehler, 1996) dijelaskan sebagai: "sejauh mana anggota keluarga peduli dan berkomitmen untuk keluarga, dan sejauh mana anggota keluarga membantu dan mendukung satu sama lain”. Orang tua adalah figur kelekatan awal pada diri ramaja. Seseorang pertama kali mendapat sentuhan hangat dan kasih sayang dari seorang ibu. Kualitas interaksi antara ibu dengan bayinya menentuka n bagaimana individu kecil tersebut berespons terhadap orang lain sepanjang commit to user 7 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id hidupnya. Belaian, pelukan, ciuman, kecupan, dan senyuman yang diberikan oleh orang tua memunculkan kehangatan jiwa dalam diri remaja dan membantu remaja dalam menguasai emosinya. Sentuhan emosional dari orang tua berupa empati dan simpati dapat membuat remaja menjadi peka terhadap lingkungannya. Sangatlah penting bagi remaja untuk menerima dan mendapat dukungan untuk mengungkapkan apa yang mereka pikirkan dan rasakan dari orang tua mereka. Kohesivitas keluarga juga mencakup kuantitas interaksi orang tua dengan remaja, seperti seringnya melakukan aktivitas bersama, seringnya menghabiska n waktu bersama, juga seringnya memiliki waktu untuk berbincang-bincang satu sama lain dapat membantu remaja dalam mengasah keterampilan sosialnya dalam membangun hubungan dengan orang lain. Seperti yang dikatakan oleh Schwartz (2007), kohesivitas dalam keluarga memberikan pengaruh pada proses penyesuaia n sosial dan pencarian identitas diri. Kohesi keluarga merupakan hubunga n antaranggota keluarga yang menyenangkan dan memuaskan yang diasosiasika n dengan kemampuan untuk mengalami empati, rasa percaya diri yang tinggi, dan kepercayaan interpersonal. Melalui keluarga, anak belajar mempercayai orang lain, anak belajar terbuka, juga belajar saling berbagi dengan orang lain, terutama dengan orang yang memiliki hubungan dekat dengannya. Proses belajar dan modeling yang adekuat selama masa perkembangannya akan mempengaruhi bagaimana remaja akhir berproses dalam membentuk keterampilan untuk membangun hubunga n intrapersonal dengan orang lain di masa remaja hingga dewasanya. Terdapat beberapa penelitian sebelumnya mengenai kesepian pada remaja. Penelitian yang dilakukan oleh Siregar (2005) menunjukkan bahwa remaja panti commit to user 8 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id asuhan yang merupakan yatim piatu cenderung memiliki tipe kelekatan anxious dan memiliki tingkat kesepian yang lebih tinggi dibandingkan dengan remaja panti asuhan yang yatim kurang mampu. Marika (2007) melakukan penelitian mengena i kesepian pada remaja yang menyatakan bahwa semakin tinggi efektivitas komunikasi orang tua dan remaja, maka tingkat kesepian pada remaja akan semakin rendah. Juga penelitian oleh Savitri dan Syifa’ar (2007) yang menyatakan bahwa kualitas komunikasi remaja – orangtua tunggal tinggi maka kesepian pada remaja rendah. Kemudian penelitian oleh Sudarman (2010) pada remaja di panti asuhan didapat hasil bahwa faktor yang mempengaruhi kesepian pada remaja di panti asuhan diantaranya, kurangnya kedekatan dengan orang lain, adanya krisis dalam diri, serta kurangnya rasa percaya diri. Berdasarkan uraian di atas, besarnya kebutuhan sosioemosi remaja akhir akan cinta, kasih sayang, penerimaan dan dukungan serta kebutuhan akan hubunga n sosial yang menyenangkan dan mendalam dengan orang lain, jika tidak terpenuhi akan mengarahkan pada kondisi kesepian. Keberhasilan pemenuhan kebutuhan sosioemosi remaja akhir menjadi penting. Kohesivitas keluarga dan harga diri menjadi hal yang dipertimbangkan dapat menentukan keberhasilan pemenuha n kebutuhan sosioemosi tersebut. Kohesivitas keluarga pada remaja dapat memunculkan pengalaman pemenuhan kebutuhan emosi akan cinta, kasih sayang, penerimaan dan dukungan dari orang tua dan saudara, serta menumbuhka n keterampilan yang adekuat untuk membangun hubungan interpersonal dengan baik. Demikian pula harga diri remaja yang tinggi memiliki konsekuensi positif, di antaranya peluang lebih berhasil dalam membangun hubungan yang mendala m commit to user 9 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id meski dengan orang-orang baru. Oleh karena beberapa informasi dari penelitia n sebelumnya tentang kesepian pada remaja pada kondisi tertentu, yaitu pada remaja di panti asuhan maupun pada remaja dengan orang tua tunggal, peneliti tertarik untuk meneliti apakah secara umum, pada remaja akhir, kesepian berhubunga n dengan kohesivitas keluarga dan harga diri. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan masalah penelitia n sebagai berikut: 1. Apakah terdapat hubungan antara kesepian dengan kohesivitas keluarga pada remaja akhir? 2. Apakah terdapat hubungan antara kesepian dengan harga diri pada remaja akhir? 3. Apakah terdapat hubungan antara kesepian dengan kohesivitas keluarga dan harga diri pada remaja akhir? C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah: 1. Mengetahui hubungan antara kesepian dengan kohesivitas keluarga pada remaja akhir. 2. Mengetahui hubungan antara kesepian dengan harga diri pada remaja akhir. 3. Mengetahui hubungan antara kesepian dengan kohesivitas keluarga dan harga diri pada remaja akhir. commit to user 10 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoretis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan informa s i keilmuwan dan dapat dijadikan bahan referensi tambahan untuk penelitia n selanjutnya, khususnya penelitian dalam bidang psikologi perkembangan dan psikologi sosial, serta tentang kesepian pada remaja akhir. 2. Manfaat Praktis a. Bagi remaja akhir Membantu remaja akhir dengan membangun kohesivitas keluarga dan harga diri tinggi sebagai pertimbangan untuk menghindarkan diri dari kesepian. b. Bagi orang tua Membantu orang tua untuk dapat membangun keterikatan emosional dengan remaja; lebih memperhatikan, membangun dan menjaga hubungan baik antaranggota keluarga yang suportif dalam sistem keluarga; serta membantu remaja dalam meningkatkan harga diri sebagai pertimbangan untuk menghindarkan diri dari kesepian. c. Bagi Psikolog Bekerjasama dengan orang tua memberikan dukungan berupa sarana dan prasarana untuk membangun kohesivitas keluarga dan harga diri sebagai bahan pertimbangan dalam membantu commit to user remaja akhir yang 11 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id menghindarkan diri dari kesepian, serta dapat mencegah dampak negatif kesepian. d. Bagi Konselor Bekerjasama dengan orang tua dan tenaga pendidik memberika n dukungan berupa sarana dan prasarana, baik di lingkungan pendidikan formal maupun nonformal, untuk membangun kohesivitas keluarga dan harga diri sebagai bahan pertimbangan dalam membantu remaja akhir yang menghindarkan diri dari kesepian, serta dapat mencegah dampak negatif kesepian, serta dapat mencegah dampak negatif kesepian. e. Bagi peneliti lain Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan referensi untuk melakukan penelitian mengenai kesepian pada remaja akhir. commit to user