Publico, Volume 2, Nomor 1, Februari 2017 MODEL KEPEMIMPINAN ORGANISASI DALAM MENGHADAPI TANTANGAN GLOBAL: KAJIAN TEORITIK Marlan Hutahaean Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas HKBP Nommensen Email: marlanhutahaean1965@gmail. com ABSTRAK Tujuan penelitian ini ingin merumuskan model kepemimpinan organisasi yang mampu adaptif dalam menghadapi tantangan global. Dalam menghadapi tantangan global itu, seorang pimpinan harus memiliki persyaratan tertentu. Seorang pimpinan harus mampu menggerakkan bawahan. Masalahnya bahwa pimpinan, terutama di organisasi publik cenderung lamban, karena menggunakan struktur organisasi yang terlalu birokratis. Melihat masalah dimaksud, tentunya memunculkan pertanyaan penelitian (research question), yaitu, ”bagaimanakah model kepemimpinan organisasi dalam menghadapi tantangan global? Menggunakan metode kualitatif dan data sekunder, peneliti menemukan hasil sebagai berikut, pertama, paling tidak ada 4 (empat) peran atau kegiatan yang dilakukan oleh seorang pimpinan, yaitu, sebagai personal, interaktif, administratif, dan teknis. Kegiatan interaktif merupakan kegiatan yang paling banyak dilakukan seorang pimpinan. Kedua, untuk dapat menghadapi tantangan global, maka model kepemimpinan yang sangat penting pada satu organisasi adalah yang memiliki ciri-ciri visioner, pemersatu, pemberdaya, pengendali rasio-emosi (RE), memiliki integritas, kreatif dan adaptif. Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, peneliti memberikan rekomendasi, pertama, dalam menghadapi tantangan global, pimpinan organisasi harus proaktif dan agresif. Kedua, pemerintah agar mendorong semua organisasi yang ada untuk mampu mandiri dan dapat berkompetisi secara sehat, terutama dalam menghadapi tantangan global. Kata kunci: Kepemimpinan, organisasi publik dan swasta, globalisasi, dunia tanpa batas, visioner. PENDAHULUAN Tujuan penelitian ini ingin merumuskan model kepemimpinan organisasi yang mampu adaptif dalam menghadapi tantangan global. Fokus penelitian dilakukan baik pada organisasi publik maupun swasta. Argumen yang diajukan adalah bahwa, “setiap organisasi, baik publik maupun swasta yang tidak adaptif akan mengalami disrupsi yang berakibat pada ketidakmampuan bersaing dalam tataran global. ” Sebagai salah satu bagian administrasi, kepemimpinan menjadi salah satu kunci sukses dalam mencapai kinerja suatu organisasi. Kepemimpinan berkaitan dengan ciri atau karakter yang dianut oleh seorang pimpinan. Terdapat bermacam ciri atau karakter kepemimpinan yang antara lain demokratis, otokratis, militeristis, dan paternalistis. Bermacam ciri atau karakter dimaksud memiliki kekhasannya tersendiri dan penerapannya tergantung pada kehendak dari seorang pimpinan. Tidak jarang, seorang pimpinan atau yang disebut dengan istilah lain seperti manajer, administrator, kepala, memiliki ciri atau karakter kepemimpinan yang dilatarbelakangi oleh kultur atau lingkungan dimana dia dididik sebelumnya. Pimpinan, terutama pimpinan tingkat atas sering menjadi faktor penentu dalam menghasilkan kinerja organisasi. Hal ini dapat terjadi baik pada organisasi publik maupun swasta. Dikatakan menjadi kunci, karena pada tangan pimpinan tertinggi ini (top leader) dirumuskan atau diputuskan berbagai kebijakan strategis, termasuk tujuan dan cara mencapai tujuan organisasi. Oleh karena 1 Publico, Volume 2, Nomor 1, Februari 2017 berat dan strategisnya jabatan pimpinan tertinggi, maka tentunya siapa yang duduk pada jabatan tersebut haruslah orang yang benar-benar dapat kapabel dan akuntabel. Seorang pimpinan harus mampu mengantisipasi segala perubahan yang terjadi yang kadangkadang berlangsung cepat. Mengantisipasi kesaratderasan perubahan global, pimpinan tidak dapat bekerja sendiri. Termasuk pula sifat-sifat organisasi publik yang terlalu birokratis harus diganti dengan sistem datar atau flat. Hubungan antara pimpinan dengan bawahan yang terlalu hirarkis harus segera digantikan dengan hubungan kemitraan dan sistem kerja samanya adalah proyek tim (project team). Paradigma pimpinan yang selama ini melihat bawahan sebagai orang yang malas, tidak disiplin, suka diawasi, tidak mampu harus dirubah dengan melihat bawahan sebagai orang yang mampu, kreatif, senang bekerja sama. Karenanya, pendekatan tradisional dan human relations yang selama ini sering diterapkan pada organisasi dirubah dengan pendekatan human resources. Selain prasyarat di atas, keberhasilan seorang pimpinan juga sangat ditentukan oleh ciri-ciri lain yang harus dimilikinya. Ciri-ciri dimaksud adalah visioner, pemersatu, pemberdaya, pengendali rasio-emosi dan integritas (Tampubolon, 2001:100). Visioner mengandung pengertian mempunyai wawasan yang luas dan matang, sehingga mampu memperkirakan masa depan. Pemersatu berarti mampu mempersatukan semua unsur dan potensi yang berbeda-beda, sehingga menjadi suatu kekuatan sinergis yang bermanfaat bagi semua pihak. Pemberdaya berarti mampu dan selalu berusaha mendorong, memotivasi, dan membantu orang lain untuk mengembangkan dirinya menjadi lebih bermutu. Pengendali rasio-emosi berarti mampu mengendalikan rasio dan emosi secara seimbang. Pimpinan sebagai pengendali rasio dan emosi mampu mengendalikan rasio dan emosinya sendiri dalam menghadapi tantangan dan masalah. Dia tidak hanya mengendalikan “kata kepala” (rasio) tetapi juga “kata hati” (emosi). Integritas mengandung pengertian selalu taat pada prinsip-prinsip moral dan hukum, terutama ajaran agama, dalam semua gerak kehidupan, termasuk kehidupan organisasi. Berdasarkan situasi problematis tersebut, maka yang menjadi rumusan masalah atau pertanyaan penelitian (research question) adalah, “bagaimanakah model kepemimpinan organisasi dalam menghadapi tantangan global“? Sementara itu, yang menjadi tujuannya adalah untuk merumuskan model kepemimpinan organisasi yang dapat diterapkan dalam menghadapi tantangan global. TINJAUAN PUSTAKA Pimpinan, Pemimpin dan Kepemimpinan Sebagaimana dikatakan pada bagian sebelumnya, kata pimpinan berkaitan dengan posisi seseorang pada suatu jabatan tertentu. Ketika kata ini dihubungkan dengan jabatan tertentu sering namanya disebut dengan manajer, kepala atau direktur. Pada organisasi publik pimpinan sering disebut dengan istilah kepala dan pada organisasi semi publik seperti Badan Usaha Milik Negara (BUMN) disebut direktur. Sedangkan pada organisasi swasta istilahnya disebut manajer. Akan tetapi, harap dicatat bahwa sesungguhnya pengertian pimpinan atau pemimpin dengan manajer sangat berbeda. Bennis sebagaimana dikutip oleh Nanus (1992: 10 – 11) membedakan pengertian keduanya. Setidaknya ada 11 perbedaan pimpinan (leader) dengan manajer (manager), yakni: (1) The manager administrater; the leader innovates. (2) The manager is a copy; the leader is an original. (3) The manager focuses on systems and structure; the leader focuses on people. (4)The manager relies on control; the leader inspires trust. (5) The manager has a short-range view; the leader has 2 Publico, Volume 2, Nomor 1, Februari 2017 a long-range perspective. (6) The manager asks how and when; the leader asks what and why. (7) The manager has his eye always on the bottom line; the leader has his eye on the horizon. (8) The manager imitates; the leader originates. (9) The manager accepts the status quo; the leader challenges it. (10) The manager is the classic good soldier; the leader is his own person. (11) The manager does things right; the leader does the right thing. Manajer setidaknya memiliki tiga tingkatan yang disebut dengan manajer tingkat atas, menengah dan bawah. Mintzberg (1979: 20) dengan istilah menyebut strategic apex, middle line dan operating core. Strategic Apex merupakan pimpinan tertinggi, Middle Line merupakan pimpinan menengah dan Operating Core merupakan pimpinan bawah. Selain kata pimpinan, ada lagi sebutan lain yang hampir sama maknanya tetapi berbeda konteksnya yakni apa yang disebut dengan istilah pemimpin. Kartono (1998: 33) mengatakan bahwa pemimpin merupakan seorang pribadi yang memiliki kecakapan dan kelebihan khususnya kecakapan/kelebihan dalam satu bidang, sehingga dia mampu mempengaruhi orang lain untuk bersama-sama melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi pencapaian satu atau beberapa tujuan. Pengertian ini memberi makna bahwa istilah pemimpin menunjuk pada kemampuan seseorang diluar jabatannya untuk mempengaruhi orang lain agar orang lain tersebut mematuhi apa yang diperintahkan atau yang diinginkan. Hanya saja, yang jelas bahwa antara pimpinan dan pemimpin dalam prakteknya tidak bisa saling berdiri sendiri. Hal ini terjadi karena keduanya saling melekat pada diri seseorang. Hal ini juga sejalan dengan apa yang dikatakan oleh Fairchild sebagaimana dikutip oleh Kartono (1998: 34) yang mengatakan bahwa pemimpin dalam pengertian yang luas adalah seseorang yang memimpin, dengan jalan memprakarsai tingkah laku sosial dengan mengatur, menunjukkan, mengorganisir atau mengontrol usaha/upaya orang lain, atau melalui prestise, kekuasaan atau posisi. Kepemimpinan berkaitan dengan gaya atau tipe dari seorang pimpinan dan atau pemimpin dalam menjalankan atau menggerakkan bawahannya. Karena menyangkut tipe, sering orang mengatakan bahwa kepemimpinan itu berkaitan dengan seni (art), yang disebut seni memimpin. Wahjosumidjo (1987: 21) berpendapat bahwa kata kepemimpinan memberikan tiga makna, yakni (1) kepemimpinan adalah aktivitas para pemegang kekuasaan dan pembuat keputusan, (2) kepemimpinan adalah langkah pertama yang hasilnya berupa pola interaksi kelompok yang konsisten dan bertujuan untuk menyelesaikan problem-problem yang saling berkaitan, dan (3) kepemimpinan adalah suatu proses aktivitas kelompok dalam rangka perumusan dan pencapaian tujuan. Karenanya, kepemimpinan setidaknya menyangkut tiga elemen, yakni adanya orang yang mempengaruhi, adanya orang yang dipengaruhi dan orang yang mempengaruhi tersebut mendorong kepada tercapainya tujuan organisasi. Ciri-Ciri Kepemimpinan Dalam perkembangannya yang terbaru sebagai dampak dari globalisasi, karakteristik kepemimpinan telah mengalami perubahan yang berarti. Dengan memakai pendekatan Manajemen Mutu Terpadu (MMT), Tampubolon (2001: 100-102) mengemukakan lima karakter atau ciri pokok kepemimpinan yang bermutu yang dapat diterapkan dalam menghadapi tantangan global, yaitu, visioner, pemersatu, pemberdaya, pengendali ratio-emosi, dan integritas. Visioner mengandung pengertian mempunyai wawasan yang luas dan matang sehingga mampu memperkirakan masa depan. Pengertian ini mengimplikasikan adanya kemampuan merumuskan visi dan misi organisasi, serta bersikap dan bertindak proaktif. Pimpinan yang visioner 3 Publico, Volume 2, Nomor 1, Februari 2017 tidak cenderung bersikap status quo atau mempertahankan tradisi yang tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman. Ia adalah agen perubahan. Pemersatu berarti mampu mempersatukan semua unsur dan potensi yang berbeda-beda sehingga menjadi kekuatan sinergis yang bermanfaat bagi semua pihak. Implikasi pengertian ini ialah adanya kesadaran yang tinggi bahwa organisasi sebagai suatu system selalu mengandung keberagaman. Pemberdaya berarti mampu dan selalu berusaha mendorong, memotivasi dan membantu orang lain untuk mengembangkan dirinya menjadi lebih bermutu. Pemberdaya mengimplikasikan adanya sifat-sifat dan kemampuan-kemampuan berikut, yaitu demokratis, terbuka, delegatif, komunikatif, empatik, tanggap, memotivasi, menumbuhkan situasi menangmenang, dan memfasilitasi. Implikasi pengertian ini, bahwa pimpinan organisasi pada semua lapisan manajemen, terutama lapisan puncak, tidak pernah bersikap dan bertindak represif dan primordial, serta jauh dari kronisme. Kebijakan-kebijakan yang diambilnya selalu adil dan selalu melayani dengan sepenuh dan setulus hati. Pengendali RE berarti mampu mengendalikan Rasio (R) dan Emosi (E) secara seimbang. Pemimpin yang pengendali RE mampu mengendalikan rasio dan emosinya sendiri dalam menghadapi setiap masalah atau tantangan. Dia tidak hanya mengandalkan “kata kepala” (rasio) tetapi juga “kata hati” (emosi). Disamping itu dia selalu berusaha memahami pikiran (R) dan perasaan (E) orang lain, sehingga dapat menentukan pendekatan yang paling baik dalam bernegosiasi dan membina serta mengembangkan hubungan yang saling menguntungkan. . Organisasi memerlukan pimpinan , terutama pimpinan puncak yang pengendali RE, karena yang dihadapi terutama adalah manusia dan kemanusiaan. Pemimpin demikian mempunyai KE dan KI yang tinggi serta mampu mengendalikan keduanya secara seimbang. Integritas mengandung pengertian selalu taat pada prinsip-prinsip moral dan hukum, terutama ajaran agama, dalam semua gerak kehidupan organisasi. Karenanya, orang yang mempunyai integritas selalu memiliki nama baik, dihormati serta disegani dengan wajar dan tulus di tengah masyarakat. Demikian juga pimpinan organisasi pada semua lapisan manajemen harus selalu berusaha mengembangkan dan membela kebenaran, tetapi jauh dari sikap fanatisme. Dia harus selalu menunjukkan keteladanan terhadap para bawahan. Organisasi Tertutup dan Terbuka Henry (1995: 53–58) berdasarkan pendapat Burns dan Stalker mengemukakan dua model organisasi, yakni model sistem tertutup (closed model) dan model sistem terbuka (open model). Model sistem tertutup (closed model) ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut: (1) Adanya tugastugas rutin dalam kondisi-kondisi stabil; (2) Adanya spesialisasi tugas; (3) Penekanan pada cara kerja (means); (4) Konflik dalam organisasi diselesaikan dari atas; (5) Penekanan pada tanggung jawab; (6) Rasa tanggung jawab dan kesetiaan seseorang langsung diarahkan pada unitnya; (7) Organisasi memiliki struktur hirarki yang piramidal; (8) Pimpinan dianggap mengetahui segalanya; (9) interaksi antara orang dalam organisasi cenderung vertikal; (10) Interaksi cenderung didasarkan atas kepatuhan, komando dan hubungan vertikal; (11) Kesetiaan dan kepatuhan terhadap atasan dan organisasi diutamakan; dan (12) Prestise seseorang dalam organisasi cenderung ditentukan oleh kantornya atau rankingnya. Berdasarkan ciri-ciri di atas kita melihat bahwa model sistem tertutup ini cenderung melihat bahwa organisasi sulit untuk melakukan penyesuaian pada perubahan lingkungan yang tiba-tiba terjadi. Disamping itu, pimpinan merasa mengetahui segalanya dan setiap persoalan bawahan diselesaikan dari atas. Setiap pekerja pada model ini cenderung menghindarkan risiko (risk aver) 4 Publico, Volume 2, Nomor 1, Februari 2017 dan selalu bertindak bagaimana agar pimpinan senang. Contoh dari model sistem tertutup ini adalah model birokrasi dari Weber yang dikenal sebagai ideal type yang menuntut adanya: (1) Hirarki; (2) Promosi berdasarkan merit system; (3) Pengembangan karier; (4) Berpegang dan penggunaan terhadap aturan dan ketentuan-ketentuan, dan; (5) Hubungan yang bersifat resmi, tidak memandang siapa orangnya (impersonality). Model sistem terbuka merupakan kebalikan dari model pertama tadi. Model ini memiliki ciriciri sebagai berikut: (1) Adanya tugas-tugas non rutin dalam kondisi tidak stabil; (2) Pengetahuan khusus dimanfaatkan dalam tugas-tugas; (3) Tujuan lebih diutamakan; (4) Konflik dalam organisasi diselesaikan antar sesama teman kerja; (5) Semua anggota memberikan kontribusi untuk pemecahan masalah organisasi; (6) Kesetiaan dan kepatuhan diberikan kepada organisasi secara keseluruhan; (7) Organisasi dipandang sebagai struktur jaringan yang pekat yang berbentuk seperti suatu amuba (dan bukan pyramid seperti yang dikemukakan Weber); (8) Pengetahuan bukannya dominasi atasan, tetapi dapat dimiliki oleh bawahan; (9) Interaksi dalam organisasi cenderung horizontal; (10) Gaya hubungan antar orang dalam organisasi lebih bersifat saran (bukan komando) atau lebih ramah serta intim antara satu dengan lainnya; (11) Pemenuhan tugas dan kinerja yang hebat yang diutamakan; dan (12) Prestise seseorang dalam organisasi lebih ditentukan oleh kemampuan profesional dan reputasi. Pada model sistem terbuka ini, pimpinan menganggap bawahan sebagai mitra yang sangat menentukan pencapaian tujuan organisasi. Penyelesaian konflik antar bawahan diselesaikan sendiri oleh mereka dan biasanya organisasi ini akan dengan cepat dapat menyesuaikan diri terhadap perubahan yang terjadi sekalipun secara tiba-tiba. Contoh dari model ini adalah model human relations dari Roethlisberger dan Dickson, Maslow, Mayo, dan Herzberg. Berdasarkan cirri-ciri kedua model organisasi di atas, kita melihat terdapat beberapa perbedaan yang khas. Henry (1995: 73) mengemukakan bahwa model organisasi tertutup dan terbuka di atas berbeda dalam empat hal pokok, yaitu: (1) Bagaimana persepsi terhadap lingkungan organisasi (apakah lingkungan stabil atau tidak); (2) Bagaimana persepsi terhadap hakekat manusia dalam organisasi (mengikuti teori X atau Y); (3) Bagaimana persepsi tentang penggunaan manipulasi dalam organisasi (humanisasi atau dematurasi); dan (4) Bagaimana persepsi tentang peranan dan pentingnya organisasi-organisasi dalam masyarakat (organisasi di satu pihak masyarakat di pihak lain atau organisasi sebagai masyarakat). Struktur dan Kinerja Organisasi Isu terpenting bagi seorang pimpinan organisasi terutama organisasi publik adalah bagaimana menentukan disain struktur organisasi yang tepat untuk mencapai tujuan organisasi. Dikatakan demikian karena sukses tidaknya kinerja organisasi sangat ditentukan oleh bentuk dan struktur organisasi tersebut. Struktur organisasi adalah kerangka yang menunjukkan batas-batas suatu organisasi formal dan dalam hal apa organisasi tersebut beroperasi. Gordon sebagaimana dikutip oleh Keban (1995: 30) membagi bentuk struktur organisasi atas tiga bagian besar, yakni bentuk lini, lini dan staff, dan matrix. Bentuk lini adalah bentuk struktur yang paling sederhana. Bentuk ini ditandai oleh garis hubungan yang bersifat vertikal antara setiap tingkatan organisasi. Semua anggota organisasi menerima instruksi melalui prinsip scalar. Struktur wewenang dalam bentuk ini sangat jelas dan biasanya terdapat pada organisasiorganisasi berukuran kecil. Semua struktur yang berada di bawah pimpinan terlibat dalam kegiatan operasional. 5 Publico, Volume 2, Nomor 1, Februari 2017 Bentuk lini dan staff berbeda dalam aspek staff. Dalam bentuk kedua ini organisasi memiliki suatu tambahan struktur yaitu penempatan staff yang dapat mendukung atau memberi nasihat kepada pimpinan. Jadi, fungsi staff disini hanya sebagai fasilitator saja. Biasanya dalam struktur, staff ini diisi para ahli atau spesialis dalam bidang tertentu, seperti ahli penelitian dan pengembangan, kepegawaian, pelatihan pegawai dan sebagainya. Meskipun bentuk ini lebih unggul daripada bentuk lini, namun sangat mudah menimbulkan konflik dalam organisasi. Sering kali para spesialis kecewa karena mereka sebenarnya tidak memiliki wewenang murni dalam garis-garis komando yang sudah ada. Sebaliknya, pimpinan yang ada enggan mendengar saran-saran dari para staff karena merasa bahwa tanggung jawab utamanya adalah mencapai hasil bukan mendengarkan nasihat staff. Demikian pula, sering kali bentuk ini membawa perbedaan dalam karakteristik dan perilaku pribadi. Para pimpinan lini lebih sering bangga dan sombong dengan pengalamannya yang banyak meskipun pendidikannya kurang begitu tinggi. Sementara itu, para staff merasa lebih hebat karena keahlian yang dimilikinya. Karena itu, para pimpinan sering kali beranggapan bahwa para staff sebenarnya hanya tahu tentang teori dan tidak tahu apa-apa tentang praktek. Salah satu pendekatan atau jalan keluar untuk mencegah terjadinya konflik tersebut adalah bahwa pimpinan organisasi perlu melakukan suatu pendekatan yang dapat menanamkan rasa saling percaya antara kedua kelompok tersebut, sehingga masing-masing dapat mengakui kelebihan dan kekurangan mereka. Bentuk organisasi yang ketiga adalah matrix. Bentuk ini seringkali sering kali dikenal dengan nama organisasi proyek. Suatu proyek adalah kombinasi dari sumber daya manusia dan non-manusia yang diolah bersama dalam suatu bentuk organisasi yang bersifat sementara untuk mencapai suatu tujuan khusus. Dalam bentuk yang demikian, seorang akan diberikan wewenang dan tanggung jawab untuk menangani proyek tetapi tetap dalam organisasinya atau bagiannya (departemennya) sendiri. Setelah selesai proyek, individu-individu tersebut kembali ke bagiannya semula (Keban, 2008: 139). Selain ketiga bentuk di atas, ada juga bentuk organisasi lain yang masih merupakan bagian dari bentuk matrix yang disebut committee organization. Bentuk ini biasanya diciptakan untuk kepentingan khusus misalnya memecahkan masalah tertentu dalam masyarakat. Bentuk tersebut melibatkan berbagai keahlian dan keputusan selalu dilakukan berdasarkan kelompok, dan koordinasi serta komunikasi lebih efektif. Meskipun demikian, bentuk tersebut sering makan waktu dan biaya, dan keputusan sering kali dilakukan berdasarkan kompromi, lebih-lebih dalam hal-hal yang kompleks. Dalam bentuk yang demikian, tidak terdapat perasaan tanggung jawab individu, dan seringkali komite ini bisa berfungsi sebagai suatu tirani ke kelompok minoritas, dimana anggota yang berpengaruh dapat kontrol anggota lain yang kurang berpengaruh. Dan biasanya bentuk ini menjadi kurang efektif apabila organisasinya menjadi besar. Sementara itu, ada juga bentuk committee yang disebut sebagai board of directors. Bentuk ini dipersiapkan untuk mempertanggungjawabkan kebijakan organisasi, seperti bagaimana mengarahkan organisasi tertentu ke tujuan tertentu. Karena itu, anggota-anggota dari bentuk organisasi ini relatif selektif. Dari bentuk-bentuk organisasi sebagaimana dikemukakan di atas, kelihatan bahwa bentuk organisasi sangat mempengaruhi kinerja organisasi. Kinerja dapat diartikan tingkat pencapaian hasil. Dengan demikian kinerja organisasi diartikan sebagai apakah suatu organisasi dapat mencapai hasil-hasil sebagaimana ditunjukkan pada pencapaian tujuan yang telah dirumuskan sebelumnya. Biasanya bentuk organisasi yang cenderung flat sebagaimana digambarkan oleh bentuk matrix akan lebih berhasil daripada bentuk organisasi yang piramidal sebagaimana ditunjukkan oleh bentuk lini san staff. Dikatakan demikian, karena bentuk organisasi berkaitan dengan pembagian tugas, tingkat sentralisasi atau desentralisasi, tingkat komunikasi dan tingkat koordinasi. Karenanya isu yang paling penting dalam kaitannya dengan struktur organisasi adalah bagaimana merancang 6 Publico, Volume 2, Nomor 1, Februari 2017 struktur organisasi sedemikian rupa, sehingga organisasi yang bersangkutan tetap hidup dan berkembang dan terutama dalam mencapai tujuan organisasi. METODE PENELITIAN Penelitian ini mengambil kasus tentang Model Kepemimpinan Organisasi Dalam Menghadapi Tantangan Global. Pemilihan kasus ini didasari atas: Pertama, pertimbangan bahwa seluruh organisasi, terutama organisasi publik akan mengalami perubahan dan tantangan global. Tantang global tidak dapat dihindari, melainkan harus dihadapi. Organisasi swasta maupun publik tentunya harus mampu mengadaptasikan dirinya terhadap setiap perubahan yang ada. Organisasi yang tidak mampu menyesuaikan dirinya dan tidak mampu untuk melihat arah perubahan yang ada, memiliki potensi untuk menghadapi berbagai kesulitan. Perkembangan teknologi, seperti dalam bidang teknologi informasi dan komunikasi mengharuskan setiap pimpinan organisasi untuk mampu mengantisipasinya. Melalui perkembangan teknologi ini, maka batas-batas antar wilayah dan bahkan negara itu pun semakin kabur. Kedua, diberlakukannya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada akhir bulan Desember 2015 lalu, tentunya menjadikan pimpinan organisasi, baik swasta maupun publik berbenah diri. Berbagai kecerdasan harus pula ditambahkan dalam diri seorang pimpinan organisasi. Jika kita mengenal tiga kecerdasan yang selama ini berkembang, seperti kecerdasan intelektual, emosional dan spiritual, maka ke depannya perlu ditambahkan kecerdasan lainnya, seperti kecerdasan kreatif, komunikatif, dan aplikatif, Untuk mengungkap bagaimana membangun Model Kepemimpinan Organisasi dalam Menghadapi Tantangan Global, peneliti menggunakan metode kualitatif. Creswell (2010: 4) menyebutkan bahwa penelitian kualitatif merupakan, “metode-metode untuk mengeksplorasi dan memahami makna yang – oleh sejumlah individu atau sekelompok orang – dianggap berasal dari masalah sosial atau kemanusiaan. ” Tidak jauh berbeda, Denzin dan Lincoln (2005: 3) mendefinisikan, bahwa penelitian kualitatif merupakan, ”study things in their natural setting, attempting to make sense of, or interpret, phenomenon in terms of the meanings people bring to them. ” Data yang akan digunakan untuk menjelaskan penelitian ini adalah data sekunder. Data-data tersebut akan dikumpulkan dari dokumen-dokumen yang ada seperti buku-buku, hasil-hasil penelitian tentang kepemimpinan, organisasi, perubahan dan tantangan global yang telah dilakukan sebelumnya, jurnal-jurnal, artikel-artikel, website, pendapat pakar dan komentar-komentar berbagai kalangan pengguna jasa pelayanan birokrat seperti anggota masyarakat, pengusaha, Lembaga Swadaya Masyarakat, akademisi, khususnya yang dimuat di media cetak. Data yang berhasil dikumpulkan dalam penelitian ini, selanjutnya akan dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif. Melalui teknik ini akan digambarkan seluruh data atau fakta yang diperoleh dari lapangan dengan menerapkan prosedur sebagai berikut: (1) Analisis deskriptif dengan mengembangkan kategori yang relevan dengan tujuan penelitian; (2) Penafsiran terhadap hasil analisis deskriptif dilakukan dengan berpedoman kepada data dan teori-teori yang sesuai. Secara spesifik, analisis data dilakukan dengan langkah-langkah: (1) Berbagai data tersebut, dikelompokkan menurut tujuan pokok yang ingin dicapai terutama yang berhubungan dengan Model Kepemimpinan Organisasi Dalam Menghadapi Tantangan Global. (2) Kemudian dilakukan pembahasan tentang tantangan global organisasi. Pembahasan ini perlu dilakukan untuk menunjukkan bahwa setiap organisasi, baik swasta maupun publik akan mengalami tantangan 7 Publico, Volume 2, Nomor 1, Februari 2017 global. Organisasi yang adaptif melalui struktur yang dapat menyesuaikan dengan cepat terhadap setiap perubahan tentunya menjadi keniscayaan. (3) Beberapa strategi organisasi yang adaptif itu akan dijelaskan, sebagaimana dikemukakan oleh para pakar, baik di bidang organisasi swasta maupun publik. (4) Pada bagian akhir akan digambarkan tentang model kepemimpinan organisasi dalam menghadapi tantangan global. Penemuan model ini menjadi sangat mendesak agar dapat dijadikan dasar bagi seorang pimpinan, baik swasta maupun publik dalam menghadapi tantangan global. HASIL DAN PEMBAHASAN Tantangan Global Organisasi Sebagaimana dikemukakan pada bab II tugas seorang pimpinan pada organisasi sangat berat, apakah itu pada organisasi swasta maupun organisasi publik. Tantangan yang berat itu terutama diperhadapkan pada lingkungan yang berubah. Perubahan lingkungan itu saat ini sudah mengglobal atau terjadi tanpa dibatasi oleh batas-batas antar wilayah. Ohmae sebagaimana dikutip Kristiadi (2000: 3-4) menekankan kembali tentang dunia tanpa batas ini (borderless world). Menurutnya dunia tanpa batas ini ditandai dengan semakin terfokusnya masalah ke dalam 5 C yang strategic, yakni, 1) Customer; 2) Company; 3) Competition; 4) Currency; dan 5) Country. Customer atau pelanggan dalam konteks global harus menjadi focus perhatian organisasi. Kepentingan atau apa yang merupakan kebutuhan pelanggan menjadi yang utama untuk diperhatikan . Bahkan salah satu alternatif paradigma tentang daya saing organisasi, baik swasta maupun publik adalah semakin menekankan siapa saja yang ingin bertahan dalam persaingan haruslah dapat menyediakan barang dan atau jasa yang memiliki mutu sesuai keinginan pelanggan. Company atau perusahaan (baca: organisasi) haruslah sehat dan berdaya saing tinggi. Perusahaan yang lambat mengantisipasi keadaan dan bersifat wait and see tentunya akan runtuh. Karenanya, perusahaan harus terus-menerus melakukan koreksi dan evaluasi apakah visi, misi, prinsip tujuan dan strategi perusahaan masih relevan dengan kondisi yang ada. Competition berkaitan dengan pentingnya kesiapan organisasi dalam menghadapi organisasi lainnya. Kecenderungan liberalisasi perdagangan yang intinya adalah optimasi peran pasar sebagai mekanisme koordinasi dalam masyarakat, menjadi contoh konkrit yang menandakan bahwa memasuki era globalisasi berarti memasuki dunia yang semakin kompetitif. Dalam kondisi yang demikian itu, organisasi, utamanya organisasi swasta tidak boleh lagi mengharapkan proteksi dari pemerintah agar tidak disaingi oleh organisasi lain terutama organisasi pihak asing. Pemerintah pun sebagai organisasi publik juga harus menata dirinya, terutama dalam menjawab bagaimana agar kompetisi itu bisa berjalan dengan baik. Currency berkaitan dengan gejolak nilai tukar mata uang di banyak negara akhir-akhir ini. Indonesia telah merasakan dampak langsung di hampir seluruh sendi-sendi kehidupan masyarakat atas gejolak nilai tukar mata uang hingga saat ini. Kendatipun berbagai langkah strategis telah dilakukan oleh pemerintah dalam mengatasi gejolak nilai tukar mata uang ini, seolah-olah membenarkan prediksi peringatan Ohmae bahwa kewaspadaan kita yang terus-menerus terhadap problem currency ini tampak juga sudah bersifat imperatif. 8 Publico, Volume 2, Nomor 1, Februari 2017 Bagi organisasi, baik swasta maupun publik tentunya dampak gejolak nilai tukar mata uang ini sangat besar. Pada akhir 1997 dan pertengahan 1998, terutama pasca kejatuhan rejim Soeharto, banyak perusahaan yang harus gulung tikar karena tiba-tiba mereka memiliki hutang yang laur biasa besar. Ketika pertama sekali perusahaan itu meminjam hutang, baik dari pemerintah maupun asing, nilai kurs rupiah terhadap dollar berada pada kisaran 2600 rupiah, tetapi ketika perusahaan itu hendak membayar bunga dan cicilan hutang, nilainya menjadi tujuh atau delapan kali lipat akibat gejolak tersebut. Organisasi publik seperti Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan negara sekalipun tidak terlepas dari pengaruh gejolak ini. Bahkan santer kedengaran pada kita bahwa Bank Indonesia sendiri pun sebagai organisasi publik yang mengatur kebijakan moneter sebenarnya sudah bangkrut. Karena itu, setiap organisasi harus dapat mengantisipasi gejolak ini, agar berapa besar hutang yang harus dipinjam, berapa besar uang yang harus diinvestasikan dan berapa besar bunga dan cicilan hutang yang harus ditetapkan, harus benar-benar dikaji dengan teliti. Country atau negara merupakan unsur kelima yang menjadi perhatian Ohmae. Perhatian terhadap negara menandakan bahwa sudah saatnya setiap negara menyiapkan berbagai lingkungan dan institutional arrangement yang memungkinkan organisasi-organisasi global dapat beroperasi di setiap negara. Implikasi tantangan global ini memaksa pemerintah untuk membuat regulasi-regulasi yang tidak diskriminatif. Sebagaimana disinggung sebelumnya, pemerintah tidak boleh lagi memberikan keistemewaan pada satu atau beberapa organisasi tertentu untuk menguasai suatu produk atau komoditas tertentu sebagaimana yang selama ini berlangsung. Regulasi itu tidak hanya ditujukan pada organisasi dalam negeri saja tetapi juga berlaku bagi organisasi asing yang beroperasi di Indonesia. Pemerintah harus mendorong agar organisasi seperti perusahaan dalam negeri untuk mandiri. Catatan tentang perubahan lingkungan strategis juga dikemukakan oleh Kanter. Menurutnya sebagaimana dikutip Kristiadi (2000: 5) para pemain kunci dalam ekonomi global adalah kelompok atau organisasi yang memiliki kekayaan intangible asset 3 C, yaitu, 1) concept; 2) competence; dan 3) connection or networking. Secara ringkas Kanter mengatakan bahwa siapa saja yang ingin berperan dalam memasuki era global haruslah memiliki tiga kekayaan intangible asset tersebut. Dalam pandangan yang hampir sama, Marquads dan Reynold sebagaimana dikutip Kristiadi (2000: 5), mengatakan bahwa yang akan unggul dalam era globalisasi adalah apa yang dikenal sebagai the global learning organization. Global Learning Organization adalah Learning Organization dalam skala global. Learning Organization mengacu kepada perhatian menyeluruh terhadap disiplin kelima (fifth dicipline) sebagaimana dikemukakan oleh Sange, yakni, 1) system thinking; 2) personal mastery; 3) share vision; 4) mental model; dan 5) team learning. Menurut Senge, inovasi dalam dunia keteknikan seperti pembuatan pesawat terbang atau komputer memerlukan komponen utama yang penting yakni teknologi. Tetapi inovasi dalam dunia perilaku manusia dan organisasi, komponen yang penting adalah disiplin (discipline). Mc. Kinsey, sebagaimana dikutip oleh Linden (1994: 185-187), memberikan jalan keluar bagaimana agar organisasi dapat bertahan dalam menghadapi tantangan global. Menurutnya ada 7 (tujuh) hal yang sangat strategis yang harus diperhatikan pada organisasi. Adapun ketujuh hal dimaksud yang dikenal dengan istilah 7S adalah sebagai berikut, 1) shared values and vision; 2) strategy; 3) structure; 4) system; 5) staffing; 6) skills; dan 7) style. Butir 1 – 4 disebut sebagai hard S, sedangkan butir 5-7 disebut sebagai soft S. Hard S maksudnya adalah bahwa keempat S tersebut merupakan hal harus mendapat perhatian utama untuk dipertimbangkan. Artinya, keempat S tersebut merupakan titik berat dalam mendisain organisasi. Sementara menyangkut tiga S berikutnya disebut soft S maksudnya ketiga S ini dapat di-bypass untuk memperbaikinya. 9 Publico, Volume 2, Nomor 1, Februari 2017 Shared values and vision, berarti pimpinan organisasi harus mampu merumuskan visi dan nilai-nilai organisasi. Visi sebagaimana telah disinggung sebelumnya merupakan pandangan jauh ke depan yakni akan menjadi apa organisasi tersebut di masa depan. Masa depan ini dapat dibatasi dalam jangka waktu beberapa tahun tertentu seperti sepuluh atau dua puluh tahun, dan dapat pula tidak dibatasi. Ada beberapa syarat harus dipenuhi dalam merumuskan visi organisasi (Tampubolon, 2001: 271-275) antara lain, 1) komprehensif tetapi mudah dipahami; 2) relatif singkat (pendek); 3) ideal dan memotivasi; 4) berfokus pada mutu; dan 5) mengandung nuansa jangka panjang yang umumnya tak ditentukan. Setelah visi dirumuskan, pimpinan organisasi kemudian harus merumuskan misi. Misi harus berisikan usaha pokok untuk merealisasikan visi. Karena itu misi adalah jawaban atas pertanyaan, “untuk apa?” atau , ” apa yang dilakukan untuk mencapai visi. ” Ciri-ciri dalam merumuskan misi adalah: (1) Mengandung makna usaha pokok dan strategis; (2) Relatif singkat dan mudah dipahami; (3) Berfokus pada mutu; dan (4) Mengandung makna siapa (yang berperan), apa (yang dilakukan), dan kemana (arah perkembangan) Aspek berikutnya yang perlu dirumuskan adalah menyangkut prinsip atau nilai-nilai (shared values). Prinsip pada dasarnya adalah nilai pandangan hidup yang dijadikan pedoman dalam melaksanakan misi untuk mewujudkan (merealisasikan) visi. Sallis (1993: 111) mengatakan The values of an organization are the principles through which it operates and seeks to achieve the vision and its mission. They express the beliefs and aspirations of the institution. Sallis mengutamakan values (nilai-nilai) yang diartikan sebagai principles. Tetapi yang terpenting ada prinsip-prinsip tertentu yang menjadi pedoman dalam melaksanakan misi dan mencapai visi. Strategy berkaitan dengan bagaimana cara organisasi dalam melakukan perencanaan sumber daya manusia (SDM), pengrekrutan SDM, seleksi dan penempatan pegawai, dan pelatihan dan pengembangan SDM. Strategy juga berkaitan dengan cara bagaimana organisasi mencapai tujuannya. Menyangkut perencanaan SDM, seringkali organisasi tidak melakukannya dengan baik. Berapa jumlah personil yang dibutuhkan, dalam bidang apa dan tingkatan pendidikan apa, belum direncanakan dengan baik. Hal ini kemudian memberikan implikasi terjadinya rekrutmen pegawai yang tidak sesuai dengan kebutuhan organisasi. Hal lain yang selama ini sering diabaikan oleh organisasi, khususnya organisasi publik seperti birokrasi adalah seleksi dan penempatan pegawai yang tidak memenuhi prinsip the right man on the right place. Mungkin ini sedikit lebih baik daripada the right man on the wrong place, dan yang lebih parah adalah the wrong man on the right place. Terakhir menyangkut pelatihan dan pengembangan pegawai juga jarang dilakukan oleh organisasi. Bahkan kebanyakan organisasi tidak memiliki pusat pelatihan dan pengembangan pegawai. Organisasi yang demikian ini tentunya ingin terima bersih dan melepaskan tanggung jawab. Maksudnya, organisasi ingin mendapatkan para calon pegawai yang siap pakai, dan tidak perlu mengeluarkan biaya yang besar untuk melakukan pelatihan dan pengembangan. Padahal, indikator kekuatan sebuah organisasi adalah apabila dia memiliki sendiri pusat pelatihan dan pengembangan pegawai. Structure berkaitan dengan bentuk dan dinamika organisasi. Pada bagian sebelumnya telah disinggung bahwa struktur organisasi menjadi ukuran apakah organisasi akan dengan cepat mencapai tujuannya atau tidak. Dengan kata lain, dapat disebutkan bahwa lincah tidaknya organisasi dalam mengadaptasi terhadap perubahan global sangat dipengaruhi oleh strukturnya. Struktur yang cenderung piramidal biasanya akan sulit dalam melakukan adaptasi terhadap perubahan lingkungan global. Selain supervisi yang ketat, kecenderungan kesalahan bawahan dan menginterpretasikan maksud pimpinan sering kali terjadi. Sistem komando, ikatan yang terlalu ketat pada prosedur yang tertuang dalam petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis sangat dominan. 10 Publico, Volume 2, Nomor 1, Februari 2017 Delegation of authority biasanya jarang dilakukan, kecuali untuk hal-hal yang tidak strategis. Biasanya para bawahan melakukan pekerjaan secara instrumental dan berorientasi ke atas atau asal bapak senang. Implikasinya bawahan takut melakukan inovasi dan cenderung menghindarkan risiko (risk avers). Organisasi yang dapat mengantisipasi tantangan global adalah organisasi yang memiliki struktur yang datar atau flat. Struktur ini mengarah pada kemitraan antar pimpinan dan bawahan. Pimpinan menganggap bahwa bawahan memiliki kemampuan yang dapat diberdayakan untuk mencapai tujuan organisasi. Implikasi bentuk ini adalah bahwa kepercayaan pimpinan terhadap bawahan sangat tinggi, sehingga delegation of authority sering dilaksanakan. System berkaitan dengan promosi jabatan dan kaderisasi para bawahan. Ada kecenderungan organisasi saat ini promosi dilakukan berdasarkan prinsip spoil system dan bukan merit system. Spoil system mengakibatkan mereka yang menduduki jabatan tertentu bukanlah orang yang tepat. Akibatnya, organisasi pasti akan mengalami kendala, karena tidak dipimpin oleh orang yang tepat. Bawahan yang merasa lebih mampu tentunya akan memiliki semangat yang rendah dalam melakukan pekerjaannya karena menganggap tidak ada keadilan dalam organisasi. Agar organisasi eksis, maka paradigma spoil system harus bergeser dan digantikan dengan paradigma baru yakni merit system. Sistem merit atau berdasarkan prestasi dan kecakapan kerja ini akan memberikan dampak positif pada organisasi. Karena semua bawahan akan berusaha memberikan prestasi yang baik agar dapat dipromosikan pada jabatan yang lebih tinggi. Apabila semua pekerja melakukan pekerjaannya dengan semangat, maka tujuan organisasi akan mudah dicapai. Staffing berkaitan dengan penyusunan atau penempatan staff. Hal ini terkait dengan elemen yang dijelaskan sebelumnya. Karena sifatnya yang soft, maka hal ini dapat di bypass. Bypass dapat dilakukan dengan memberikan kepercayaan pada lembaga tertentu untuk menyediakan calon-calon pekerja yang tentunya sesuai dengan standar yang ditentukan oleh organisasi. Hal ini dilakukan untuk menghindarkan unsur primordialisme dalam melakukan pemenuhan staf apabila dilakukan langsung oleh organisasi tersebut. Skill berkaitan dengan kemampuan atau keahlian para pekerja atau pegawai. Organisasi yang dapat bertahan dalam menghadapi tantangan global adalah organisasi yang memiliki para staf yang memiliki skill. Skill sangat berkaitan dengan kelancaran pelaksanaan tugas, terutama dalam memberikan pelayanan terhadap kebutuhan pelanggannya. Style berkaitan dengan gaya atau tipe kepemimpinan yang dijalankan oleh pimpinan tingka atas. Sebagaimana disinggung sebelumnya, bahwa tipe kepemimpinan ini akan sangat mempengaruhi kinerja organisasi. Biasanya pimpinan yang demokratis lebih cenderung berhasil dibandingkan tipe yang otokratis misalnya. Hal ini akan disinggung kembali pada sub bab berikutnya. Model Kepemimpinan Organisasi dalam Menghadapi Tantangan Global Seorang pimpinan harus menjalankan perannya dengan baik. Peran (role) berkaitan dengan pertanyaan tentang apakah pimpinan melakukan fungsinya sebagaimana mestinya. Fungsi pimpinan itu menyangkut apa yang menjadi tugasnya, bagaimana dia merumuskan tujuan organisasi dan bagaimana pula strateginya dalam mencapai tujuan tersebut. Sebagaimana dikemukakan di atas, bahwa tantangan yang dihadapi organisasi pada masa kini dan masa depan tidaklah ringan. 11 Publico, Volume 2, Nomor 1, Februari 2017 Dibutuhkan langkah bijak untuk tetap eksis dan dapat berkompetisi dengan organisasi lainnya, baik organisasi dalam negeri sendiri maupun asing. Mintzberg sebagaimana dikutip Keban (2008: 35 – 37) mengemukakan 4 (empat) peran atau kegiatan yang harus dilakukan pimpinan organisasi dalam menghadapi tantangan global. Adapun keempat peran atau kegiatan dimaksud adalah sebagai berikut, personal, interaktif, administratif, dan teknis. Peran atau kegiatan personal adalah kegiatan yang dilakukan pimpinan untuk mengatur waktunya sendiri seperti berbicara dengan broker, menghadiri pertandingan dan kegiatan-kegiatan lain yang memuaskan dirinya atau keluarganya. Dalam konteks organisasi, mungkin kegiatankegiatan ini dianggap tidak penting, tetapi sebagai manusia, seorang pimpinan pasti terlibat dan kadang-kadang menentukan keberhasilan karirnya. Seorang pimpinan yang berhasil mengatur kegiatan-kegiatan personal lebih sukses dalam memimpin organisasi. Bagaimanapun, sebagai manusia biasa, pimpinan juga harus memiliki waktu untuk melakukan kegiatan personal. Biasanya justru melalui kegiatan personal ini kebuntuan organisasi dapat dicairkan. Misalnya, pimpinan melakukan olah raga tennis dengan pimpinan organisasi lain. Melalui kegiatan oleh raga ini kadang-kadang dapat dilakukan negosiasi-negosiasi yang justru tidak akan diperoleh melalui kegiatan yang terlalu formal. Kegiatan interaktif maksudnya bahwa pimpinan harus menggunakan banyak waktu untuk kegiatan ini. Pimpinan harus melakukan interaksi dengan bawahan, atasan (bila ada), organisasi lain, dan pimpinan-pimpinan masyarakat. Biasanya dua pertiga dari waktu yang ada digunakan untuk kegiatan ini. Peranan yang dimainkan oleh pimpinan dalam konteks ini terdiri dari interpersonal, informational, dan decision making. Dalam memainkan peranan interpersonal, seorang pimpinan bertindak sebagai figurehead, dan liaison. Sebagai figurehead, seorang pimpinan harus berusaha mengikuti kegiatan-kegiatan seremonial. Kegiatan ini sekalipun menghabiskan waktu dan kadang cenderung membosankan, tetapi cukup berpengaruh bagi organisasi. Apalagi misalnya jika yang melakukan kegiatan seremonial tersebut adalah mitra, pelanggan atau calon pelanggan dari organisasi yang dipimpinnya. Dalam bertindak sebagai liaison, seorang pimpinan harus berusaha melakukan kontak dengan orang-orang di luar garis komandonya. Hal ini dapat pula dilakukan terhadap organisasi lain. Kemampuan pimpinan dalam melobi dan mempengaruhi organisasi lain tentunya akan menambah mempermudah organisasi yang dia pimpin untuk berhasil. Kemudian, dalam memainkan peranan impersonal, seorang pimpinan bertindak sebagai monitor, disseminator, dan spokeperson. Peran sebagai monitor maksudnya adalah bahwa pimpinan harus berusaha untuk mencari dan menemukan informasi melalui media komunikasi tertulis dan lisan. Pimpinan harus cepat memperoleh informasi tentang perubahan-perubahan atau penemuanpenemuan baru yang berkaitan langsung dengan organisasi yang dia pimpin. Perubahan rejim misalnya, kadang-kadang sangat berpengaruh pada organisasi. Rejim tertentu seringkali menguntungkan organisasi tertentu. Tidak jarang setelah pergantian rejim muncul organisasi baru yang berhasil, sementara itu ada pula yang mengalami kemunduran. Informasi mengenai perubahan global sebagaimana diungkapkan Ohmae, patut menjadi perhatian pimpinan. Jika pimpinan lambat mengakses informasi, maka ini akan berdampak negatif terhadap organisasi yang dipimpinnya. Dalam memainkan peran sebagai disseminator, seorang pimpinan harus melakukan penyebarluasan informasi kepada orang-orang yang berada di bawah komandonya atau bawahannya. Tujuannya adalah agar para bawahan juga mengetahui mengenai perubahan yang 12 Publico, Volume 2, Nomor 1, Februari 2017 terjadi di luar, yang kemudian mereka secara bersama-sama dapat merumuskan strategi apa yang harus dilakukan apabila informasi tadi menyangkut tantangan bagi organisasi mereka. Dalam memainkan peran sebagai spokeperson, seorang pimpinan harus melakukan penyebarluasan informasi kepada orang-orang di luar kelompok organisasinya. Apa-apa yang sudah dihasilkan oleh organisasi tersebut harus diekspos kepada organisasi lain atau masyarakat luas. Tujuannya adalah agar informasi sampai kepada publik. Pada kegiatan decision making, seorang pimpinan biasanya berperan sebagai entrepreneur, disturbance handler, resource allocator, dan negotiator. Sebagai entrepreneur, seorang pimpinan harus melakukan tindakan mencari cara-cara terbaru yang dapat diterapkan bawahan. Cara ini juga sekaligus untuk memberdayakan bawahan. Selain itu, dilakukan juga kesempatan kepada bawahan untuk melakukan pengembangan diri melalui pemberian kesempatan untuk berkreasi. Sebagai disturbance handler, seorang pimpinan harus melakukan koreksi terhadap berbagai masalah dan tekanan-tekanan atau konflik. Pimpinan yang bermutu adalah pimpinan yang berusaha meminimalisasi segala kemungkinan terjadinya konflik antar bawahan. Kalaupun misalnya konflik antar bawahan tidak terhindarkan, pimpinan harus memberikan kesempatan kepada mereka untuk menyelesaikan sendiri masalahnya. Hal; ini dilakukan untuk menghindarkan campur tangan yang terlalu jauh. Selain itu juga untuk mendewasakan para bawahan agar mampu menyelesaikan sendiri masalahnya. Sikap seperti ini tentunya mengganggap bawahan adalah orang yang mampu mengatasi atau menyelesaikan sendiri masalahnya. Dalam memainkan peran sebagai resource allocator, seorang pimpinan harus berusaha untuk memutuskan sumber daya apa yang harus dialokasikan untuk unit organisasi tertentu, dan berapa banyak sumber yang harus dialokasikan. Pimpinan harus juga mengetahui skala prioritas dalam mengalokasikan berbagai sumber daya, utamanya menyangkut uang. Karenanya penyusunan anggaran organisasi harus benar-benar dilakukan dengan sebaik dan seteliti mungkin serta rasional. Banyak organisasi yang melakukan pemborosan terhadap alokasi dana. Tersedianya anggaran sering dimaknai oleh bawahan bahwa dana tersebut harus dipakai dan dihabiskan. Dalam bertindak sebagai negotiator, seorang pimpinan harus melakukan perundingan dengan para pekerja, para pelanggan, supplier, dan sebagainya. Adanya tuntutan dari bawahan yang berkaitan dengan gaji misalnya, harus dapat dijembatani oleh pimpinan dengan baik. Jangan pimpinan membiarkan dan melemparkan tanggung jawab kepada pihak ketiga seperti pemerintah (departemen tenaga kerja). Kepada para pelanggan, seorang pimpinan harus melakukan kontak terus-menerus dan meminta masukan mengenai produk atau pelayanan yang diberikan selama ini. Terutama kepada pelanggan yang mengalihkan perhatian kepada organisasi (perusahaan) lain, seorang pimpinan harus mampu meyakinkan para pelanggan bahwa mereka akan sanggup untuk membutuhi sesuai dengan keinginan para pelanggan. Demikian halnya kepada para supplier. Seorang pimpinan juga harus menjaga hubungan dengan baik. Apalagi jika organisasinya membutuhkan bahan baku yang lebih besar, pimpinan harus mampu meyakinkan supplier agar mereka mau memenuhi keinginan dimaksud. Jenis kegiatan ketiga adalah administrative. Kegiatan ini mencakup surat-menyurat, penyediaan dan pengaturan anggaran, monitoring kebijakan dan prosedur, penanganan masalah kepegawaian. Biasanya, para pimpinan menggunakan sebagian kecil saja waktunya. Meskipun demikian, pengalaman menunjukkan bahwa banyak pimpinan yang mengeluh dengan kegiatan-kegiatan tersebut. 13 Publico, Volume 2, Nomor 1, Februari 2017 Kegiatan keempat adalah kegiatan teknis. Kegiatan ini merupakan kegiatan seorang pimpinan untuk memecahkan masalah-masalah teknis, melakukan supervisi terhadap pekerjaan teknis dan bekerja dengan menggunakan peralatan-peralatan dan perlengkapan-perlengkapan. Pertanyaannya adalah ciri dan tipe yang bagaimana yang harus dijalankan oleh seorang pimpinan agar dapat melakukan peran sebagaimana dikemukakan di atas terutama dalam meningkatkan kinerja organisasi guna menghadapi tantangan global? Sebagaimana disinggung sebelumnya, ciri yang harus dimiliki seorang pimpinan agar dapat melakukan perannya terutama dalam menghadapi tantangan global adalah cirri sebagaimana dikemukakan pada bab II. Ciri pimpinan tersebut adalah visioner, pemersatu, pemberdaya, pengendali rasio emosi (RE), dan memiliki integritas. Sementara itu, tipe kepemimpinan yang harus dimainkan oleh seorang pimpinan adalah kombinasi antara paternalistik dan demokratis. Penggunaan kombinasi ini adalah untuk saling menutupi kelemahan-kelemahan yang ada pada masing-masing tipe. Sebagai pimpinan dia memang harus mengayomi bawahannya dan bahkan memperjuangkan agar bawahannya dapat memperoleh pendapatan yang layak. Akan tetapi di sisi lain dia harus bersikap demokratis dalam mengangkat bawahan untuk menduduki jabatan tertentu. Sikap primordialisme dapat dihindari melalui tipe kepemimpinan yang demokratis ini. Dengan demikian, diharapkan kinerja organisasi akan meningkat yang kemudian dapat digunakan sebagai modal dalam menghadapi tantangan globalisasi. Berdasarkan berbagai uraian di atas, maka dalam konteks menghadapi tantangan global, seorang pimpinan harus memiliki ragam kemampuan. Model pimpinan yang visioner, pemersatu, pemberdaya, pengendali rasio emosi (RE), memiliki integritas, interaktif dan adaptif menjadi satu keniscayaan. Agar dapat menjadi pimpinan yang memiliki model sebagaimana disebut di atas, maka pengalaman dalam memimpin menjadi sangat dibutuhkan. Menjadi pimpinan model demikian tidak dapat terjadi secara tiba-tiba. Dengan demikian, agar setiap organisasi, terutama organisasi publik dapat berhasil dalam menghadapi tantangan global, maka persyaratan-persyaratan untuk menjadi seorang pimpinan sebagaimana disebutkan, harus menjadi basis utama dalam melakukan penyeleksian dan pilihan. PENUTUP Tantangan organisasi, baik swasta maupun publik pada era global akan semakin besar, karenanya dibutuhkan suatu strategi yang tepat agar organisasi dapat eksis, terutama dalam berkompetisi dengan organisasi yang berasal dari luar negeri. Apalagi perkembangan organisasi global mengarah kepada organisasi jaringan (Networking). Bentuk organisasi ini memang bukan hal baru terutama bagi bank dan asuransi misalnya. Akan tetapi, bagi organisasi yang biasanya hanya mengandalkan kemampuan organisasi itu sendiri tanpa membentuk jaringan dengan organisasi lain, terutama di luar negeri tentunya akan mengalami hambatan dalam berkompetisi. Eksistensi organisasi akan sangat dipengaruhi oleh model kepemimpinan yang dijalankan. Model kepemimpinan yang tepat untuk dijalankan dalam menghadapi perubahan lingkungan yang mengglobal tersebut adalah yang visioner, pemersatu, pemberdaya, pengendali rasio emosi (RE), memiliki integritas, interaktif, dan adaptif. Dalam menghadapi tantangan global, pimpinan organisasi harus proaktif dan agresif dan menghilangkan sifat-sifat yang ingin mendapatkan proteksi dari pemerintah. Sebaliknya, pemerintah harus mendorong semua organisasi (perusahaan) yang ada untuk mampu mandiri dan dapat berkompetisi secara sehat walaupun dengan organisasi yang berasal dari luar negeri. Dengan demikian, agar pemerintah sebagai organisasi publik juga eksis di masa depan, maka perubahanperubahan manajerial, ciri dan tipe kepemimpinan yang primordial dan cenderung menakut-nakuti 14 Publico, Volume 2, Nomor 1, Februari 2017 harus ditinggalkan dan digantikan dengan yang baru, yakni ciri dan tipe kepemimpinan yang visioner dan demokratis. DAFTAR PUSTAKA Creswell, J. W. 2010 Research Design: Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed, Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Denzin, N. K. , and Lincoln, Y. S. 2005 Introduction: The Discipline and Practice of Qualitative Research. In N. K. Denzin and Y. S. Lincoln(eds) The Sage Handbook of Qualitative Reseach, Third Edition, Sage Publication, Thousand Oaks, 1-32. Henry, Nicholas, (1995). Public Administration and Public Affairs, Prentice-Hall, Inc. , Englewood Cliffs, New Jersey. Kartono, Kartini, 1998. Pemimpin dan Kepemimpinan, Rajawali, Jakarta. Keban, Y. T. , 1995. Pengantar Administrasi Publik, Magister Administrasi Publik, UGM, Yogyakarta. …………. . . . , 2008. Enam Dimensi Strategis Administrasi Publik: Konsep, Teori, dan Isu, Edisi IIGava Media, Yogyakarta. Kristiadi, J. B. , 2000. Manajemen Perubahan: Menyongsong Globalisasi dan Millenium Baru serta Profesionalisme dan Kepemimpinan Mahasiswa di Era Global, Makalah Disampaikan pada Seminar Nasional dan Kongres I Persatuan Nasional Mahasiswa Administrasi (PENASMA) 11 – 17 September 2000 di Universitas Parahyangan, Bandung. Linden, R. M. , 1994. Seamless Government: A Practical Guide To Re-Engineering in The Public Sector, Jossey-Bass Publisher, San Francisco. Mintzberg, Henry, 1979. The Structuring of Organization: A Synthesis of The Research, PrenticeHall, Inc. , Englewood Cliffs, New Jersey. Nanus, Burt, 1992. Visionary Leadership, Jossey-Bass Publisher, San Francisco. Prasojo, Eko, dkk. , 2013. Pemimpin dan Reformasi Birokrasi: Catatan Inspiratif dan Alat Ukur Kepemimpinan dalam Implementasi Reformasi Birokrasi, Kemenpan & RB, Jakarta. Sallis, Edward, 1993. Total Quality Management in Education, Kogan Page, London. Tampubolon, D. P. , 2001. Perguruan Tinggi Bermutu: Paradigma Baru Manajemen Pendidikan Tinggi Menghadapi Tantangan Abad Ke-21, Gramedia, Jakarta. Wahjosumidjo, 1987. Kepemimpinan dan Motivasi, Ghalia Indonesia, Jakarta. 15