1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman kedelai (Glycine max (L.) Merril) merupakan salah satu komoditas tanaman pangan yang sudah lama dibudidayakan oleh masyarakat Indonesia sebagai sumber utama protein nabati. Kedelai dapat dikonsumsi dalam berbagai produk makanan olahan seperti tahu, tempe dan susu (Suprapto, 2004). Tanaman ini sangat penting untuk perbaikan gizi masyarakat karena harganya yang relatif murah dan terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat jika dibanding dengan sumber protein lainnya seperti daging, ikan dan susu (Suprapto, 2004). Biji kedelai mengandung kurang lebih 35% protein, 35% karbohidrat dan 15% lemak. Kedelai juga mengandung mineral seperti fosfor, kalsium, besi, vitamin A dan B (Rukmana dan Yuniarsih, 2001). Tanaman kedelai sering ditanam pada musim kemarau setelah panen padi pada saat kondisi lahan kering dan miskin air. Perubahan iklim yang tidak menentu dan meningkatnya suhu bumi akibat pemanasan global menjadi salah satu penyebab lahan kering dan musim kemarau yang lebih lama dari biasanya. Peningkatan suhu udara atmosfir diduga akan sangat mempengaruhi iklim global dunia, seperti kemungkinan meningkatnya frekuensi dan tingkat kekeringan di beberapa belahan bumi khususnya Asia dan Afrika (Pitelka dan Rojas 2001). Keadaan ini mempengaruhi pertumbuhan dan menyebabkan penurunan produksi tumbuhan (Hamim, 2005). Kendala budidaya tanaman kedelai pada lahan kering adalah ketersediaan air yang rendah dan kompetisi dengan gulma dalam memperoleh air dan unsur 1 2 hara dalam tanah serta adanya gangguan hama. Untuk mendapatkan pertumbuhan yang optimal diperlukan sejumlah air dan unsur hara. Menurut Fitter dan Hay (1989) air merupakan komponen utama untuk pertumbuhan tanaman mengingat 70-90% bagian tumbuhan mengandung air. Apabila pada periode kritis dimana tanaman memerlukan sejumlah air tertentu pada fase pertumbuhannya, namun kebutuhan air tidak terpenuhi maka tanaman akan mengalami cekaman kekeringan. Cekaman kekeringan merupakan istilah untuk menyatakan bahwa tanaman mengalami kekurangan air akibat keterbatasan air dari lingkungannya yaitu pada media tanam. Cekaman kekeringan pada tanaman dapat disebabkan oleh kekurangan suplai air di daerah perakaran dan permintaan air yang berlebihan oleh daun akibat laju evapotranspirasi yang melebihi laju absorbsi air walaupun keadaan air tanah tersedia dengan cukup (Levitt, 1980; Bray, 1997). Kekurangan air mempengaruhi semua aspek pertumbuhan tanaman yang meliputi proses fisiologi, biokimia, anatomi dan morfologi. Pada saat kekurangan air, sebagian stomata daun menutup sehingga terjadi hambatan masuknya CO2 dan menurunkan aktivitas fotosintesis. Selain menghambat aktivitas fotosintesis, kekurangan air juga menghambat sintesis protein dan dinding sel (Salisbury dan Ross, 1992). Pada kondisi cekaman kekeringan ringan atau moderat tumbuhan akan segera mengurangi pembukaan stomata. Penurunan pembukaan stomata ini dilakukan untuk meminimalisir kehilangan air yang berlebihan. Dengan terjadinya penurunan pembukaan stomata, maka konsentrasi CO2 daun akan menurun 3 sehingga dengan sendirinya proses fotosintesis juga menurun (Flexas dan Medrano 2002). Bosabalidis dan Kofidis (2002) menyatakan bahwa cekaman kekeringan menyebabkan perubahan tanaman zaitun terutama pada anatomi daun. Perubahan yang terjadi misalnya penambahan ketebalan kutikula, kerapatan stomata, kerapatan trikomata non-glandular, peningkatan jumlah atau ukuran sel epidermis dan sel mesofil. Beberapa tanaman beradaptasi terhadap cekaman kekeringan dengan cara mengurangi ukuran stomata dan jumlah daun (Lestari, 2006). Hasil penelitian Purwanto (2003) menyebutkan bahwa tanaman dalam keadaan cekaman kekeringan memiliki luas daun dan rasio berat daun yang lebih rendah dibanding yang tidak mengalami cekaman, sementara fotosintesis, transpirasi dan daya hantar stomata menurun. Menurut Kurniasari et al., (2010) tanaman nilam yang mengalami kekurangan air secara umum mempunyai ukuran yang lebih kecil dibandingkan tanaman yang tumbuh normal. Kekurangan air menyebabkan penurunan hasil yang sangat signifikan dan bahkan menjadi penyebab kematian pada tanaman (Salisbury dan Ross, 1992). Salah satu penyebab kerusakan tanaman pada kondisi kekeringan adalah terjadinya cekaman oksidatif yang disebabkan terakumulasinya senyawa Reactif Oxygen Species (ROS) seperti singlet oksigen (‘O2), hidrogen peroksida (H2O2), superoksida (O2-) dan radikal hidroksil (‘OH) akibat terhambatnya fotosintesis dengan menutupnya stomata sehingga menyebabkan kerusakan oksidatif pada organel fotosintesis (Prochazkova et al., 2001). Untuk mengatasi terjadinya cekaman oksidatif, tanaman memiliki mekanisme tersendiri dengan cara 4 meningkatkan pembentukan dan aktifitas antioksidan dan mengakumulasi senyawa osmoprotektan seperti prolin (Rodriguez et a., 2002). Akumulasi prolin sudah sangat umum ditemukan pada tanaman yang mengalami cekaman osmotik seperti kekeringan, salinitas, serta suhu tinggi dan suhu rendah, sebagai upaya tanaman untuk melindungi enzim dari proses denaturasi. Selain itu prolin juga dapat berinteraksi dengan sistem membran, mengatur keseimbangan kemasaman sitosol dengan perbandingan NADH/NAD+ yang berfungsi sebagai sumber energi dan membantu sel untuk menghadapi cekaman oksidatif, oleh karena itu prolin disebut sebagai osmoprotektan (Konstantinova et al., 2002). Selain perlindungan secara internal di atas, masalah kekeringan dan kompetisi gulma di lahan kedelai juga dapat dikurangi dengan menggunakan mulsa. Salah satu mulsa yang dapat digunakan adalah jerami padi. Mengingat sebagian besar petani padi masih sering membakar jeraminya setelah panen yang mengakibatkan pencemaran udara dan merupakan salah satu sumber pemanasan global, maka diupayakan pemanfaatan jerami padi sebagai mulsa yang ramah lingkungan untuk mencegah cekaman kekeringan. Mulsa jerami juga mudah diperoleh dan sangat membantu para petani karena bermanfaat dalam upaya pengendalian hama di lahan kedelai. Halaj et al., (2000) melaporkan bahwa pemberian mulsa jerami padi pada tanaman kedelai dapat mengurangi penggunaan pestisida rata-rata 65% dan mengurangi biaya pengendalian hama 80%. Mulsa jerami padi dapat meningkatkan kemelimpahan artropoda predator serangga hama pada tanaman kedelai, terutama kelompok laba-laba, semut dan kumbang tanah dapat berkurang (Halaj et al., 2000, Maloney et al., 5 2002). Dengan berkurangnya hama dan gulma serta ketersediaan air dan unsur hara yang cukup di dalam tanah diharapkan dapat memberikan pengaruh positif terhadap pertumbuhan, morfologi, dan anatomi tanaman kedelai, sehingga akan meningkatkan hasil panen pada musim kemarau. Oleh karena itu penelitian tentang karakter anatomis dan fisiologis kedelai (Glycine max (L.) Merril) ‘Grobogan’ dengan perlakuan kekeringan dan mulsa jerami masih perlu dilakukan. B. Permasalahan 1. Bagaimanakah karakter anatomis tanaman kedelai (Glycine max (L.) Merril) ‘Grobogan’ hasil perlakuan kekeringan dan mulsa jerami? 2. Bagaimanakah pertumbuhan dan perkembangan tanaman kedelai (Glycine max (L.) Merril) ‘Grobogan’ hasil perlakuan kekeringan dan mulsa jerami? 3. Bagaimanakah kadar prolin dan klorofil tanaman kedelai (Glycine max (L.) Merril) ‘Grobogan’ hasil perlakuan kekeringan dan mulsa jerami? 4. Berapa ketebalan mulsa dan volume penyiraman yang dapat meningkatkan produksi kedelai? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah 1. Untuk mengetahui karakter anatomis tanaman kedelai (Glycine max (L.) Merril) ‘Grobogan’ hasil perlakuan kekeringan dan mulsa jerami. 6 2. Untuk Mengetahui pertumbuhan dan perkembangan tanaman kedelai (Glycine max (L.) Merril) ‘Grobogan’ hasil perlakuan kekeringan dan mulsa jerami. 3. Untuk Mengetahui kadar prolin akar dan klorofil daun tanaman kedelai (Glycine max (L.) Merril) ‘Grobogan’ hasil perlakuan kekeringan dan mulsa jerami. 4. Untuk menentukan ketebalan mulsa dan level penyiraman yang dapat meningkatkan produksi kedelai. Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat antara lain : 1. Memberikan informasi ilmiah sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan khasanah ilmu pengetahuan khususnya mengenai tanaman kedelai akibat cekaman kekeringan. 2. Sebagai bahan informasi kepada masyarakat tentang manfaat mulsa jerami dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman kedelai (Glycine max (L.) Merril). 3. Sebagai bahan referensi dan pertimbangan bagi penelitian selanjutnya. D. Ruang lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah perlakuan cekaman kekeringan dan mulsa jerami untuk mengetahui karakter anatomis dan fisiologis tanaman kedelai (Glycine max (L.) Merril) var.” Grobogan”. Perlakuan cekaman terdiri atas penyiraman setiap hari, sekali seminggu dan sekali dalam 2 minggu dan mulsa jerami terdiri atas tanpa mulsa, mulsa 1 cm (10 g), 3 cm (30 g) dan 5 cm (50 g). Parameter yang diamati adalah parameter anatomis (tebal epidermis, tebal 7 korteks, dan diameter trakea akar dan batang; jumlah lapisan sel penyusun korteks, tebal stele dan tebal endodermis akar; tebal jaringan xilem batang dan daun; indeks dan jumlah stomata serta trikoma per satuan luas dan tebal mesofil daun), parameter pertumbuhan dan perkembangan tanaman (tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah polong, jumlah biji, berat basah dan berat kering akar, batang, daun, polong, biji dan rasio akar per pucuk, kadar klorofil daun dan kadar prolin akar) serta parameter lingkungan (pH tanah, suhu dan kelembaban).