BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengetahuan Pengetahuan pada hakikatnya meliputi semua yang diketahui oleh seseorang tentang objek tertentu (Gulo, 2004). Notoatmodjo (2003) memaparkan bahwa pengetahuan adalah merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui panca indra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagaian besar pengetahuan manusia di peroleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior). Pengetahuan yang mencakup didalam domain kognitif mempunyai enam tingkat yaitu : (1) Tahu (know), tahu diartikan sebagai pengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang diterima. Oleh sebab itu, “tahu” ini adalah merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. (2) Memahami (comprehension), memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterprestasikan mater tersebut secara benar. (3) Aplikasi (application), aplikasi dapat diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau 6 Universitas Sumatera Utara 7 kondisi riil (sebenarnya) atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain. (4) Analisa (analysis), analisa adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu obyek ke dalam komponen-komponen tetapi masih didalam suatu struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain. (5) Sintetis (synthesis), sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasiformulasi yang ada. (6) Evaluasi (evaluation), evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penelitian terhadap suatu materi atau objek, penilaian itu berdasarkan materi suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada (Notoatmodjo, 2003). 2.2. Sikap Sikap adalah pandangan atau perasaan yang disertai kecenderungan untuk bertindak sesuai dengan sikap yang obyek tadi. Jadi sikap senantiasa terarah terhadap suatu hal, suatu obyek, tidak ada sikap yang tanpa obyek. Sikap mungkin terarah terhadap benda-benda, orang-orang tetapi juga peristiwa-peristiwa, pandangan-pandangan, lembaga-lembaga, terhadap norma-norma, nilai-nilai dan lain-lain (Purwanto, 2000). Sikap merupakan suatu pandangan, tetapi dalam hal itu masih berbeda dengan suatu pengetahuan yang dimiliki orang. Pengetahuan mengenai suatu obyek tidak sama dengan sikap terhadap obyek itu. Pengetahuan saja belum Universitas Sumatera Utara 8 menjadi penggerak, seperti halnya sikap. Pengetahuan mengenai suatu obyek menjadi sikap apabila pengetahuan itu disertai kesiapan untuk bertindak sesuai dengan pengetahuan terhadap obyek itu, sikap mempunyai segi motivasi, berarti segi dinamis menuju suatu tujuan, berusaha mencapai suatu tujuan. Sikap ini dapat bersifat positif dan dapat pula bersifat negatif dalam sikap positif, kecenderungan tindakan adalah mendekati, menyenangi, mengharapkan obyek tertentu (Purwanto, 2000). Sikap itu bersifat sosial dalam arti kita menyesuaikan dengan orang lain dan kelihatannya sikap itu menuntun perilaku kita sehingga kita bertindak sesuai dengan sikap yang kita ekspresikan. Sikap yang dianut oleh banyak orang disebut sikap sosial, sedangkan yang dianut oleh orang tertentu disebut sikap individual. Sikap sosial adalah sikap yang ada pada sekelompok orang yang ditujukan kepada suatu obyek yang menjadi perhatian seluruh orang-orang tersebut sedangkan sikap individual adalah sikap yang khusus terdapat pada satu-satu orang terhadap obyek-obyek yang menjadi perhatian orang-orang yang bersangkutan saja (Purwanto, 2000). 2.3. Bidan 2.3.1. Beberapa pengertian tentang bidan 1. Bidan adalah seorang wanita yang telah mengikuti program pendidikan bidan dan telah lulus ujian sesuai dengan persyaratan yang berlaku (Permenkes No. 900, 2002). 2. Bidan adalah seorang wanita yang telah mengikuti dan menyelesaikan pendidikan bidan yang telah diakui pemerintah Universitas Sumatera Utara 9 dan lulus ujian sesuai dengan persyaratan yang berlaku, di catat (register), diberi izin secara sah untuk menjalankan praktek (IBI, 2005). 3. Pelayanan kebidanan (midwifery services) adalah seluruh tugas yang menjadi tanggung jawab praktek profesi bidan dalam sistem pelayanan kesehatan yang bertujuan meningkatkan kesehatan keluarga dan masyarakat (IBI, 2005). 2.4. Pengertian Nyeri Persalinan Nyeri intrapartum merupakan pengalaman subjektif tentang sensasi fisik yang terkait dengan kontraksi uterus, dilatasi dan penipisan serviks, serta penurunan janin selama persalinan dan kelahiran (Stright, 2005). Definisi nyeri menurut International Associations of the study of Pain adalah suatu pengalaman sensorial dan emosional yang tidak menyenangkan akibat adanya kerusakan jaringan yang nyata atau berpotensi rusak atau tergambar seperti itu (Jordan, 2004). Dalam konteks keperawatan, McCaffery (1979) dalam Mander (2005) membuat sebuah definisi nyeri yang berguna secara temporer dan kualitatif : apapun yang dikatakan orang yang mempunyai pengalaman nyeri, keberadaannya ada kapan saja saat ia mengatakan nyeri. Hampir semua wanita mengalami nyeri selama persalinan, tetapi respon setiap wanita terhadap nyeri persalinan berbeda-beda. Berdasarkan pengalaman klinik, persalinan yang tidak normal, persalinan lama atau dipersulit oleh distosia, Universitas Sumatera Utara 10 diinduksi diakselerasi oleh oksitosin atau persalinan yang diakhiri dengan bantuan alat tampaknya lebih menyakitkan daripada “kelahiran normal”. Meskipun demikian persalinan yang benar-benar normalpun menyakitkan juga (WHO, 2003). 2.5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Nyeri Persalinan Danuatmaja (2004) mengatakan faktor fisik yang mempengaruhi nyeri persalinan diantaranya : Tindakan untuk melancarkan persalinan antara lain episiotomi, penggunaan forcep dan vacum, pemutaran bayi dalam posisi sunsang dan induksi, persalinan berlangsug lama, ibu mempunyai penyakit yang muncul saat bersalin seperti asma, jantung dan hipertensi, pemeriksaan jalan lahir yang berulang-ulang oleh beberapa tenaga medis. Simkin (2005) juga menambahkan yaitu : kebijakan atau praktek yang mengharuskan wanita untuk di tempat tidur dan luka parut serviks dari pembedahan sebelumnya dapat meningkatkan resistensi serviks untuk penipisan dan pembukaan awal beberapa cm. Simkin (2005) mengatakan faktor psikologi dapat mempengaruhi nyeri persalinan misalnya ketakutan, kecemasan, kesendirian, stres atau kemarahan yang berlebihan dapat menyebabkan pembentukan katekolamin dan menimbulkan kemajuan persalinan melambat. Kelelahan, ketakutan dan perasaan putus asa adalah akibat dari prapersalinan atau fase laten yang panjang. Kemampuan koping wanita berkurang dan nyerinya akan semakin berat dengan berjalannya waktu tanpa kemajuan berarti. Universitas Sumatera Utara 11 Danuatmaja (2004) juga menambahkan bahwa faktor psikologi yang mempengaruhi nyeri persalinan adalah : ibu takut pada hal-hal yang belum diketahui, ibu mengasihani diri sendiri, kehamilan tidak diinginkan, pengalaman buruk kerabat atau teman tentang persalinan, kenyataan bahwa kehamilan berisiko, tenaga medis dan situasi tempat bersalin tidak cukup bersahabat. 2.6. Cara Penanganan Nyeri Dalam Persalinan Metode psikoprofilaksis merupakan tekhnik mengubah persepsi otak tentang “rasa sakit” menjadi sekedar rasa “tidak nyaman” yang dapat dihilangkan dengan melakukan aktifitas lain seperti berkonsentrasi pada latihan pernapasan, menghitung napas, fokus pada posisi tertentu diruangan, dan secara sadar mengubah posisi tubuh untuk melepaskan ketegangan (Danuatmaja dkk, 2004). Menurut Jacobsen (1938) dalam Henderson (2006) tekhnik relaksasi mengajarkan ibu untuk meminimalkan aktifitas simpatis dalam sistem saraf otonom. Dengan menekan aktifitas saraf simpatis, ibu mampu memecah siklus ketegangan – ansietas – nyeri yang pertama kali diidentifikasi oleh Dick-Read dan kemudian didukung secara akurat oleh McCaffery dan Beebe. Pendekatan tekhnik relaksasi bervariasi, tetapi gambarannya banyak terdapat kesamaan. Henderson (2006) mengatakan masase (pijatan) merupakan tindakan yang utama diduga untuk “menutup pintu gerbang” guna diterimanya jalur stimulus nyeri dipusat tertinggi sistem saraf pusat (SSP). Stimulasi sentuhan dan perasaan positif yang dihasilkan ketika bentuk perhatian dan sentuhan-sentuhan empati dilakukan melalui masase akan meningkatkan efek pengendalian nyeri. Universitas Sumatera Utara 12 Henderson (2006) menganjurkan agar masase selama persalinan harus bersifat terus menerus. Hal tersebut harus dilakukan karena kecenderungan rasa nyeri akan meningkat jika pemijatan dihentikan, yang terjadi karena sistem saraf menjadi terbiasa atau beradaptasi terhadap stimulus dan organ-organ indra berhenti merespon nyeri tersebut. Menurut Danuatmaja (2004) bentuk-bentuk pijatan yang dapat diberikan diantaranya pijat kaki, pijat tangan, pijat punggung, pijat bahu, pijat perineum. Menurut Simkin (2005) metode mengurangi nyeri dalam persalinan dapat dilakukan dengan cara kompres yang terbagi atas dua yaitu (1) kompres panas yang dapat meningkatkan suhu kulit lokal, sirkulasi dan metabolisme jaringan, mengurangi spasma otot dan meningkatnya ambang nyeri dan menenangkan wanita. (2) kompres dingin berguna untuk nyeri muskuloskeletal atau sendi, mengurangi ketegangan otot lebih lama, membuat rasa kebal sebagai aspek dari dingin, mengurangi pembengkakan dan menyejukkan kulit. Kebebasan memilih posisi melahirkan membuat ibu lebih percaya diri mengatasi persalinan dan melahirkan. Ibu juga lebih puas dengan pengalamannya (Danuatmaja dkk, 2004). Terapi bola-bola persalinan merupakan alat bantu persalinan yang cukup efektif. Membantu ibu rileks, memudahkan bergerak bebas, mengubah posisi, mengurangi rasa sakit, dan membuat ibu nyaman (Danuatmaja dkk, 2004). Persalinan dalam air (hidroterapi) bermanfaat karena dalam mengatasi nyeri persalinan dan air membantu bayi lebih mudah beradaptasi dari lingkungan ketuban yang penuh air dengan dunianya yang baru. Dengan lahir di dalam air bayi tidak mengalami trauma (Danuatmaja dkk, 2004). Universitas Sumatera Utara 13 Menurut Garland dan Jones (1994) dalam Henderson (2006) keuntungan hidroterapi yang membawa pada peningkatan penggunaannya juga diiringi oleh satu atau dua dari fenomena. Pertama, efek “hidrotermik” dari air yang menjadi konduktor panas sehingga meredakan spasme otot, dan kemudian meredakan nyeri. Kedua, efek “hidrokinetik” yang menghilangkan efek gravitasi dan ketidaknyamanan yang menyertainya, seperti penekanan panggul. Kedua afek memfasilitasi relaksasi sehingga menurunkan ansietas dan kelelahan. 2.7. Dukungan Dalam Persalinan Keahlian bidan dalam mendukung dan memfasilitasi suatu pengalaman persalinan yang positif adalah sangat penting. Pola asuh yang ditawarkan selama kelahiran dapat memberi pengaruh positif pada ibu dan bidan. Jenis dukungan yang diberikan oleh bidan dan tenaga lain pada saat persalinan memiliki efek jangka panjang pada kehidupan wanita (Henderson, 2006). Hasil penelitian dari Swedia yang menggambarkan pengalaman wanita ketika menghadapi bidan dalam persalinan telah memperkuat nilai suatu kehadiran seperti yang dinyatakan Berg et al (1996) dalam Henderson (2006). Kemampuan memberi dukungan emosional untuk wanita dalam persalinan merupakan sesuatu yang dikembangkan bidan pada hari-hari pertama pemberian asuhan. Pemberian dukungan emosional dapat mencakup keterampilan komunikasi dan pemberian informasi dan lebih lanjut dapat dikembangkan oleh keterampilan konseling. Dari hasil penelitian Keirse et.al (1983) dalam Henderson (2006) membuktikan bahwa dukungan yang membawa dampak positif adalah dukungan Universitas Sumatera Utara 14 yang bersifat fisik dan emosional. Dukungan tersebut juga meliputi aspek perawatan seperti menggosok punggung wanita atau memegang tangannya, mempertahankan kontak mata, ditemani orang-orang yang ramah, dan diberi janji bahwa wanita yang berada dalam persalinan tidak akan ditinggalkan sendirian. Dalam perawatan pendukung selama persalinan bidan dapat membantu ibu bersalin yang lemas, takut, atau nyeri. Diantaranya dengan memberikan pujian, penguatan, dan ketenangan, memberikan informasi kepada ibu mengenai proses dan kemajuan persalinannya serta mendengarkan ibu dan sensitif terhadap perasaannya (WHO, 2003). Dari hasil kajian Nolan (2004) menunjukkan bahwa para wanita yang mendapat dukungan selama persalinan akan lebih sedikit memerlukan pereda nyeri, mengalami lebih sedikit campur tangan medis, dan melahirkan bayi-bayi yang lebih kuat. Lima kebutuhan wanita bersalin menurut Varney et al (2002) adalah perawatan tubuh dan fisik, pengakuan keberadaannya sebagai manusia, pengurangan rasa nyeri, penerimaan terhadap perilaku dan tingkah lakunya serta informasi dan jaminan hasil yang aman. Danuatmaja kehadiran seorang (2004) memaparkan pendamping persalinan bahwa karena besar artinya dapat berbuat banyak untuk membantu ibu saat persalinan. Pendamping akan memberi dorongan dan keyakinan pada ibu selama persalinan, membantu menciptakan suasana nyaman dalam ruang bersalin, membantu mengawasi pintu dan melindungi privasi Universitas Sumatera Utara 15 ibu, melaporkan gejala-gejala atau sakit pada perawat atau dokter, dan membantu ibu mengatasi rasa tidak nyaman. Danuatmaja (2004) menjelaskan bahwa biasanya suami adalah calon terkuat. Keberadaan pasangan selama persalinan telah terbukti bermanfaat bagi wanita dan membantu pria mencapai kesuksesan dalam masa untuk menjadi orang tua (Henderson, 2006). Sebuah survei longitudinal mengenai peran ayah selama persalinan pada buku-buku perawatan anak menunjukkan adanya perubahan dari menunggu di luar ruangan menjadi lebih aktif dan lebih mendukung (Henderson, 2006). Peran utama pria yang tampak dilakukan selama persalinan adalah sebagai pendukung, pelatih, saksi, dan pendukung moral. Bagaimanapun juga, pria telah berguna sebagai pemberi perawatan pengganti pada saat kekurangan staf (Henderson, 2006). Universitas Sumatera Utara