6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengetahuan Pengetahuan

advertisement
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengetahuan
Pengetahuan pada hakikatnya meliputi semua yang diketahui oleh
seseorang tentang objek tertentu (Gulo, 2004).
Notoatmodjo (2003) memaparkan bahwa pengetahuan adalah merupakan
hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu
objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui panca indra manusia, yakni indra
penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagaian besar
pengetahuan manusia di peroleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau
kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan
seseorang (overt behavior).
Pengetahuan yang mencakup didalam domain kognitif mempunyai enam
tingkat yaitu : (1) Tahu (know), tahu diartikan sebagai pengingat suatu materi
yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini
adalah mengingat kembali (recall) terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh
bahan yang dipelajari atau rangsangan yang diterima. Oleh sebab itu, “tahu” ini
adalah merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. (2) Memahami
(comprehension), memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan
secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterprestasikan mater
tersebut secara benar. (3) Aplikasi (application), aplikasi dapat diartikan sebagai
kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau
6
Universitas Sumatera Utara
7
kondisi riil (sebenarnya) atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip,
dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain. (4) Analisa (analysis),
analisa adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu obyek ke
dalam komponen-komponen tetapi masih didalam suatu struktur organisasi
tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain. (5) Sintetis (synthesis), sintesis
menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan
bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain
sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasiformulasi yang ada. (6) Evaluasi (evaluation), evaluasi ini berkaitan dengan
kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penelitian terhadap suatu materi
atau objek, penilaian itu berdasarkan materi suatu kriteria yang ditentukan sendiri
atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada (Notoatmodjo, 2003).
2.2. Sikap
Sikap adalah pandangan atau perasaan yang disertai kecenderungan untuk
bertindak sesuai dengan sikap yang obyek tadi. Jadi sikap senantiasa terarah
terhadap suatu hal, suatu obyek, tidak ada sikap yang tanpa obyek. Sikap mungkin
terarah terhadap benda-benda, orang-orang tetapi juga peristiwa-peristiwa,
pandangan-pandangan, lembaga-lembaga, terhadap norma-norma, nilai-nilai dan
lain-lain (Purwanto, 2000).
Sikap merupakan suatu pandangan, tetapi dalam hal itu masih berbeda
dengan suatu pengetahuan yang dimiliki orang. Pengetahuan mengenai suatu
obyek tidak sama dengan sikap terhadap obyek itu. Pengetahuan saja belum
Universitas Sumatera Utara
8
menjadi penggerak, seperti halnya sikap. Pengetahuan mengenai suatu obyek
menjadi sikap apabila pengetahuan itu disertai kesiapan untuk bertindak sesuai
dengan pengetahuan terhadap obyek itu, sikap mempunyai segi motivasi, berarti
segi dinamis menuju suatu tujuan, berusaha mencapai suatu tujuan. Sikap ini
dapat bersifat positif dan dapat pula bersifat negatif dalam sikap positif,
kecenderungan tindakan adalah mendekati, menyenangi, mengharapkan obyek
tertentu (Purwanto, 2000).
Sikap itu bersifat sosial dalam arti kita menyesuaikan dengan orang lain
dan kelihatannya sikap itu menuntun perilaku kita sehingga kita bertindak sesuai
dengan sikap yang kita ekspresikan. Sikap yang dianut oleh banyak orang disebut
sikap sosial, sedangkan yang dianut oleh orang tertentu disebut sikap individual.
Sikap sosial adalah sikap yang ada pada sekelompok orang yang ditujukan kepada
suatu obyek yang menjadi perhatian seluruh orang-orang tersebut sedangkan sikap
individual adalah sikap yang khusus terdapat pada satu-satu orang terhadap
obyek-obyek yang menjadi perhatian orang-orang yang bersangkutan saja
(Purwanto, 2000).
2.3. Bidan
2.3.1. Beberapa pengertian tentang bidan
1. Bidan adalah seorang wanita yang telah mengikuti program
pendidikan bidan dan telah lulus ujian sesuai dengan persyaratan
yang berlaku (Permenkes No. 900, 2002).
2. Bidan adalah seorang wanita yang telah mengikuti dan
menyelesaikan pendidikan bidan yang telah diakui pemerintah
Universitas Sumatera Utara
9
dan lulus ujian sesuai dengan persyaratan yang berlaku, di catat
(register), diberi izin secara sah untuk menjalankan praktek (IBI,
2005).
3. Pelayanan kebidanan (midwifery services) adalah seluruh tugas
yang menjadi tanggung jawab praktek profesi bidan dalam sistem
pelayanan kesehatan yang bertujuan meningkatkan kesehatan
keluarga dan masyarakat (IBI, 2005).
2.4. Pengertian Nyeri Persalinan
Nyeri intrapartum merupakan pengalaman subjektif tentang sensasi fisik
yang terkait dengan kontraksi uterus, dilatasi dan penipisan serviks, serta
penurunan janin selama persalinan dan kelahiran (Stright, 2005).
Definisi nyeri menurut International Associations of the study of Pain
adalah suatu pengalaman sensorial dan emosional yang tidak menyenangkan
akibat adanya kerusakan jaringan yang nyata atau berpotensi rusak atau tergambar
seperti itu (Jordan, 2004).
Dalam konteks keperawatan, McCaffery (1979) dalam Mander (2005)
membuat sebuah definisi nyeri yang berguna secara temporer dan kualitatif :
apapun yang dikatakan orang yang mempunyai pengalaman nyeri, keberadaannya
ada kapan saja saat ia mengatakan nyeri.
Hampir semua wanita mengalami nyeri selama persalinan, tetapi respon
setiap wanita terhadap nyeri persalinan berbeda-beda. Berdasarkan pengalaman
klinik, persalinan yang tidak normal, persalinan lama atau dipersulit oleh distosia,
Universitas Sumatera Utara
10
diinduksi diakselerasi oleh oksitosin atau persalinan yang diakhiri dengan bantuan
alat tampaknya lebih menyakitkan daripada “kelahiran normal”. Meskipun
demikian persalinan yang benar-benar normalpun menyakitkan juga (WHO,
2003).
2.5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Nyeri Persalinan
Danuatmaja (2004) mengatakan faktor fisik yang mempengaruhi nyeri
persalinan diantaranya : Tindakan untuk melancarkan persalinan antara lain
episiotomi, penggunaan forcep dan vacum, pemutaran bayi dalam posisi sunsang
dan induksi, persalinan berlangsug lama, ibu mempunyai penyakit yang muncul
saat bersalin seperti asma, jantung dan hipertensi, pemeriksaan jalan lahir yang
berulang-ulang oleh beberapa tenaga medis.
Simkin (2005) juga menambahkan yaitu : kebijakan atau praktek yang
mengharuskan wanita untuk di tempat tidur dan luka parut serviks dari
pembedahan sebelumnya dapat meningkatkan resistensi serviks untuk penipisan
dan pembukaan awal beberapa cm.
Simkin (2005) mengatakan faktor psikologi dapat mempengaruhi nyeri
persalinan misalnya ketakutan, kecemasan, kesendirian, stres atau kemarahan
yang berlebihan dapat menyebabkan pembentukan katekolamin dan menimbulkan
kemajuan persalinan melambat. Kelelahan, ketakutan dan perasaan putus asa
adalah akibat dari prapersalinan atau fase laten yang panjang. Kemampuan koping
wanita berkurang dan nyerinya akan semakin berat dengan berjalannya waktu
tanpa kemajuan berarti.
Universitas Sumatera Utara
11
Danuatmaja (2004) juga menambahkan bahwa faktor psikologi yang
mempengaruhi nyeri persalinan adalah : ibu takut pada hal-hal yang belum
diketahui, ibu mengasihani diri sendiri, kehamilan tidak diinginkan, pengalaman
buruk kerabat atau teman tentang persalinan, kenyataan bahwa kehamilan
berisiko, tenaga medis dan situasi tempat bersalin tidak cukup bersahabat.
2.6. Cara Penanganan Nyeri Dalam Persalinan
Metode psikoprofilaksis merupakan tekhnik mengubah persepsi otak
tentang “rasa sakit” menjadi sekedar rasa “tidak nyaman” yang dapat dihilangkan
dengan melakukan aktifitas lain seperti berkonsentrasi pada latihan pernapasan,
menghitung napas, fokus pada posisi tertentu diruangan, dan secara sadar
mengubah posisi tubuh untuk melepaskan ketegangan (Danuatmaja dkk, 2004).
Menurut Jacobsen (1938) dalam Henderson (2006) tekhnik relaksasi
mengajarkan ibu untuk meminimalkan aktifitas simpatis dalam sistem saraf
otonom. Dengan menekan aktifitas saraf simpatis, ibu mampu memecah siklus
ketegangan – ansietas – nyeri yang pertama kali diidentifikasi oleh Dick-Read dan
kemudian didukung secara akurat oleh McCaffery dan Beebe. Pendekatan tekhnik
relaksasi bervariasi, tetapi gambarannya banyak terdapat kesamaan.
Henderson (2006) mengatakan masase (pijatan) merupakan tindakan yang
utama diduga untuk “menutup pintu gerbang” guna diterimanya jalur stimulus
nyeri dipusat tertinggi sistem saraf pusat (SSP). Stimulasi sentuhan dan perasaan
positif yang dihasilkan ketika bentuk perhatian dan sentuhan-sentuhan empati
dilakukan melalui masase akan meningkatkan efek pengendalian nyeri.
Universitas Sumatera Utara
12
Henderson (2006) menganjurkan agar masase selama persalinan harus
bersifat terus menerus. Hal tersebut harus dilakukan karena kecenderungan rasa
nyeri akan meningkat jika pemijatan dihentikan, yang terjadi karena sistem saraf
menjadi terbiasa atau beradaptasi terhadap stimulus dan organ-organ indra
berhenti merespon nyeri tersebut.
Menurut Danuatmaja (2004) bentuk-bentuk pijatan yang dapat diberikan
diantaranya pijat kaki, pijat tangan, pijat punggung, pijat bahu, pijat perineum.
Menurut Simkin (2005) metode mengurangi nyeri dalam persalinan dapat
dilakukan dengan cara kompres yang terbagi atas dua yaitu (1) kompres panas
yang dapat meningkatkan suhu kulit lokal, sirkulasi dan metabolisme jaringan,
mengurangi spasma otot dan meningkatnya ambang nyeri dan menenangkan
wanita. (2) kompres dingin berguna untuk nyeri muskuloskeletal atau sendi,
mengurangi ketegangan otot lebih lama, membuat rasa kebal sebagai aspek dari
dingin, mengurangi pembengkakan dan menyejukkan kulit.
Kebebasan memilih posisi melahirkan membuat ibu lebih percaya diri
mengatasi persalinan dan melahirkan. Ibu juga lebih puas dengan pengalamannya
(Danuatmaja dkk, 2004).
Terapi bola-bola persalinan merupakan alat bantu persalinan yang cukup
efektif. Membantu ibu rileks, memudahkan bergerak bebas, mengubah posisi,
mengurangi rasa sakit, dan membuat ibu nyaman (Danuatmaja dkk, 2004).
Persalinan dalam air (hidroterapi) bermanfaat karena dalam mengatasi nyeri
persalinan dan air membantu bayi lebih mudah beradaptasi dari lingkungan
ketuban yang penuh air dengan dunianya yang baru. Dengan lahir di dalam air
bayi tidak mengalami trauma (Danuatmaja dkk, 2004).
Universitas Sumatera Utara
13
Menurut Garland dan Jones (1994) dalam Henderson (2006) keuntungan
hidroterapi yang membawa pada peningkatan penggunaannya juga diiringi oleh
satu atau dua dari fenomena. Pertama, efek “hidrotermik” dari air yang menjadi
konduktor panas sehingga meredakan spasme otot, dan kemudian meredakan
nyeri. Kedua, efek “hidrokinetik” yang menghilangkan efek gravitasi dan
ketidaknyamanan yang menyertainya, seperti penekanan panggul. Kedua afek
memfasilitasi relaksasi sehingga menurunkan ansietas dan kelelahan.
2.7. Dukungan Dalam Persalinan
Keahlian bidan dalam mendukung dan memfasilitasi suatu pengalaman
persalinan yang positif adalah sangat penting. Pola asuh yang ditawarkan selama
kelahiran dapat memberi pengaruh positif pada ibu dan bidan. Jenis dukungan
yang diberikan oleh bidan dan tenaga lain pada saat persalinan memiliki efek
jangka panjang pada kehidupan wanita (Henderson, 2006).
Hasil penelitian dari Swedia yang menggambarkan pengalaman wanita
ketika menghadapi bidan dalam persalinan telah memperkuat nilai suatu
kehadiran seperti yang dinyatakan Berg et al (1996) dalam Henderson (2006).
Kemampuan memberi dukungan emosional untuk wanita dalam persalinan
merupakan sesuatu yang dikembangkan bidan pada hari-hari pertama pemberian
asuhan.
Pemberian
dukungan
emosional
dapat
mencakup
keterampilan
komunikasi dan pemberian informasi dan lebih lanjut dapat dikembangkan oleh
keterampilan konseling.
Dari hasil penelitian Keirse et.al (1983) dalam Henderson (2006)
membuktikan bahwa dukungan yang membawa dampak positif adalah dukungan
Universitas Sumatera Utara
14
yang bersifat fisik dan emosional. Dukungan tersebut juga meliputi aspek
perawatan seperti menggosok punggung wanita atau memegang tangannya,
mempertahankan kontak mata, ditemani orang-orang yang ramah, dan diberi janji
bahwa wanita yang berada dalam persalinan tidak akan ditinggalkan sendirian.
Dalam perawatan pendukung selama persalinan bidan dapat membantu ibu
bersalin yang lemas, takut, atau nyeri. Diantaranya dengan memberikan pujian,
penguatan, dan ketenangan, memberikan informasi kepada ibu mengenai proses
dan kemajuan persalinannya serta mendengarkan ibu dan sensitif terhadap
perasaannya (WHO, 2003).
Dari hasil kajian Nolan (2004) menunjukkan bahwa para wanita yang
mendapat dukungan selama persalinan akan lebih sedikit memerlukan pereda
nyeri, mengalami lebih sedikit campur tangan medis, dan melahirkan bayi-bayi
yang lebih kuat.
Lima kebutuhan wanita bersalin menurut Varney et al (2002) adalah
perawatan tubuh dan fisik, pengakuan keberadaannya sebagai manusia,
pengurangan rasa nyeri, penerimaan terhadap perilaku dan tingkah lakunya serta
informasi dan jaminan hasil yang aman.
Danuatmaja
kehadiran
seorang
(2004)
memaparkan
pendamping
persalinan
bahwa
karena
besar
artinya
dapat
berbuat
banyak untuk membantu ibu saat persalinan. Pendamping akan memberi dorongan
dan keyakinan pada ibu selama persalinan, membantu menciptakan suasana
nyaman dalam ruang bersalin, membantu mengawasi pintu dan melindungi privasi
Universitas Sumatera Utara
15
ibu, melaporkan gejala-gejala atau sakit pada perawat atau dokter, dan membantu
ibu mengatasi rasa tidak nyaman.
Danuatmaja (2004) menjelaskan bahwa biasanya suami adalah calon
terkuat. Keberadaan pasangan selama persalinan telah terbukti bermanfaat bagi
wanita dan membantu pria mencapai kesuksesan dalam masa untuk menjadi orang
tua (Henderson, 2006).
Sebuah survei longitudinal mengenai peran ayah selama persalinan pada
buku-buku perawatan anak menunjukkan adanya perubahan dari menunggu di
luar ruangan menjadi lebih aktif dan lebih mendukung (Henderson, 2006).
Peran utama pria yang tampak dilakukan selama persalinan adalah sebagai
pendukung, pelatih, saksi, dan pendukung moral. Bagaimanapun juga, pria telah
berguna sebagai pemberi perawatan pengganti pada saat kekurangan staf
(Henderson, 2006).
Universitas Sumatera Utara
Download