POSISI TIDUR BAYI BERAT LAHIR RENDAH DI RUANG PERINATALOGI Penulis: Ramandhany Legawanti1, Elfi Syahreni2 Data Penulis: 1. Ramandhany Legawanti: Mahasiswi Regular FIK UI 2010 2. Elfi Syahreni, S.Kp, M.Kep. An : Dosen pembimbing, Spesialis Keperawatan Anak Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, Kampus UI Depok, 16424, Jawa Barat, Indonesia Email: [email protected] Abstrak BBLR merupakan bayi dengan berat lahir rendah kurang dari 2.500 gram yang beresiko mengalami berbagai masalah kesehatan sehingga perawat perlu memberikan developmental care dengan pemberian posisi tidur yang sesuai dengan standar operasional prosedur. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran posisi tidur bayi berat lahir rendah di ruang perinatologi. Penelitian ini menggunakan desain deskriptif cross-sectional dengan sampel sebesar 30 BBLR. Instrumen observasi yang digunakan adalah “Infants Position Assessment Tool (IPAT).” Dengan menggunakan analisis univariat, didapatkan kesimpulan mayoritas responden dalam kategori berat bayi lahir rendah (60%) dan berat bayi lahir sangat rendah (33.3%). Jenis kelamin responden mayoritas perempuan (60%) dengan jenis kehamilan mayoritas dengan kehamilan tunggal (93.3%). berat bayi sekarang memiliki tingkat rata-rata 1593.93 gram (95% CI: 1420.33-1767.54) dan rata-rata usia gestasinya 32.57 minggu (95% CI: 31.29-33.85). Secara keseluruhan posisi tidur berada pada posisi tidur yang baik (53.3%). Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang pengetahuan perawat terkait pemberian posisi tidur BBLR. Kata Kunci: BBLR, posisi tidur BBLR Abstract Low Birth Weight infant is an infant which has low birth weight less than 2,500 grams that has risk for various health problems. Therefore, nurses need to provide developmental care by giving sleeping position based on procedural operational standards. This study aimed to describe the sleeping position of low birth weight babies in perinatalogy. This study used cross-sectional descriptive designs included 30 low birth weight infants that were selected to be sample. It was used "Infants Position Assessment Tool” as an observation instrument. By using univariate analysis, it was concluded that most of respondents were low birth weight (60%) and very low weight infants (33.3%). Most of them were female (60%) and kind of pregnancy with single pregnancy (93.3%). Infants’ average weight rate was 1593.93 grams (95% CI: 1420.33-1767.54) with average age of 32.57 weeks gestation (95% CI: 31.29-33.85). Overall, infants were in a good sleeping position (53.3%). This results were expected to provide an overview of nursing knowledge related to the provision of LBW sleeping position. Keywords: LBW, LBW sleeping position Gambaran posisi..., Ramandhany Legawanti, FIK, 2014 Pendahuluan Neonatus risiko tinggi dapat didefinisikan sebagai bayi baru lahir, tanpa memerhitungkan usia gestasi atau berat badan, yang memiliki kemungkinan lebih besar terkena morbiditas atau mortalitas. Hal ini disebabkan oleh keadaan atau lingkungan yang menyertai perjalanan normal yang berhubungan dengan kelahiran dan penyesuaian pada keadaan ekstrauterin. Menurut Wong (2009) periode risiko tinggi adalah di mana janin berusia gestasinya 23 minggu sampai bayi berusia 28 hari setelah kelahiran serta penanganan kelahiran (periode pranatal, perinatal, dan pascanatal), hal ini salah satu penyebab mortalitas pada bayi. Bayi risiko tinggi mempunyai masalah paling sering mengenai status fisiologis yang berhubungan erat dengan keadaan maturitas bayi dan biasanya melibatkan gangguan kimiawi seperti hipoglikemia, hipokalsemia, hipotermia (Behrman & Shiono, 1997 dalam Wong, 2009). Bayi risiko tinggi paling sering diklasifikasikan sesuai berat badan, usia gestasi, dan masalah patofisiologis yang menonjol (Wong, 2009). Terdapat juga beberapa faktor yang langsung dapat menyebabkan bayi dikelompokkan pada bayibayi resiko tinggi, yaitu bisa dikarenakan adanya infeksi selama di dalam kandungan atau cacat lahir. Selain itu, penyebabnya yaitu bayi lahir dengan masa gestasi <37 minggu atau >42 minggu dan bayi dengan berat badan lahir <2500 gram. Bayi dengan berat kurang dari 2500 gram disebut juga Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR). Menurut Becker et al (1991) dalam Bowden, Greenberg, dan Donaldson, (2000) Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi yang mempunyai ukuran tubuh kecil pada saat dilahirkan. Bayi berat lahir rendah terjadi karena beberapa faktor, yaitu faktor ibu, faktor bayi, dan faktor luar. Faktor dari ibu dapat disebabkan gizi selama kehamilan, usia ibu saat hamil, paritas, jarak kehamilan yang terlalu dekat, adanya penyakit penyerta yang diderita ibu selama hamil dan kehamilan kembar. Faktor dari luar bisa disebabkan oleh lingkungan yang tidak mendukung kehamilan ibu dan sosial ekonomi (Mattson & Smith, 2000). Berdasarkan data hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012, Angka Kematian Neonatal (AKN) di Indonesia sebesar 19 kematian per 1.000 kelahiran hidup dan Angka Kematian Bayi (AKB) sebesar 32 kematian per 1.000 kelahiran hidup. Angka Kematian Nenonatal (AKN) tersebut hanya turun sedikit dari AKB SDKI 2007 yaitu 34 per 1.000 kelahiran hidup. Sedangkan berdasarkan data Ditjen Yanmedik, Depkes RI (2006) dalam Depkes (2007), penyebab kematian bayi yang terbanyak adalah karena pertumbuhan janin yang lambat, kekurangan gizi pada janin, kelahiran prematur dan berat badan bayi lahir yang rendah, yaitu sebesar 38,85%. Sedangkan penyebab lainnya yang cukup banyak terjadi adalah kurangnya oksigen dalam rahim (hipoksia intrauterus) dan kegagalan nafas secara spontan dan secara terus menerus pada saat lahir atau beberapa saat setelah lahir (asfiksia lahir), yaitu 27,97%. Hal ini menunjukkan bahwa 66,82% kematian perinatal dipengaruhi pada kondisi ibu saat melahirkan. RSAB Harapan Kita merupakan salah satu rumah sakit anak dan bunda, ditemukan angka kelahiran BBLR pada tahun 2011, yaitu sekitar 10,5 % dari 2124 bayi baru lahir, terutama BBLR dengan gestasi 32-35 minggu dan berat badan Gambaran posisi..., Ramandhany Legawanti, FIK, 2014 berkisar antara 1300-2475 (Kusumawati, 2011). Berdasarkan data di atas diketahui penyebab kematian pada neonatus adalah masalah prematuritas (usia kandungan kurang dari 37 minggu). Prematuritas bayi yang baru lahir membutuhkan waktu untuk beradaptasi dengan dunia luar yang merupakan saat-saat paling rawan bagi bayi baru lahir sehingga membutuhkan perhatian khusus perawat. Selain itu, menurut Wong (2009) bayi preterm berat lahir rendah, terutama yang berat badan lahirnya sangat rendah atau yang berat badan lahirnya ekstrem rendah, belum mempunyai kemampuan untuk bertahan terhadap stres fisiologis berkepanjangan dan akan meninggal dalam beberapa menit. Sebelum itu, bayi-bayi tersebut akan memperlihatkan gejala abnormal bila proses patologis yang mendasari tidak dikoreksi atau tidak diketahui petugas medis. Bayi preterm sangat rentan terhadap stres, secara biologis bayi prematur memiliki defisiensi dalam hal kapasitas untuk mengatasi atau beradaptasi dengan stres lingkungan sekitar dikarenakan immaturritas organnya (Wong, 2009). Immaturitas organ neonatus meliputi struktur tonus otot dan kemampuan motoriknya yang sangat lemah. Hal ini dapat mempengaruhi perilaku bayi saat tidur. Menurut Sekartini dan Adi (2006) perilaku bayi saat tidur sangat berpengaruh pada kualitas tidur dan siklus tidur. Hal ini sangat penting karena pada fase tidur, dengan kualitas tidur yang baik, maka akan mendukung perkembangan neurosensorik dan sistem motorik yang kemudian akan membentuk memori-memori dan jalur-jalur memori dan mempertahankan plastisitas otak (kapasitas untuk berubah, beradaptasi, dan mempelajari lingkungan serta kebutuhannya). Penelitian yang dilakukan oleh Strauch, Brandt, dan Edwads-Beckett, 1993 dalam Wong 2009, survei yang dilakukan selama 24 jam pada bayi sakit perlu dijadwalkan istirahat berkala dan pada saat itu lampu harus keadaan redup, inkubator ditutupi selimut dan bayi tidak boleh diganggu untuk penanganan apapun. Wong (2009) menyebutkan bahwa periode tidur tidak boleh diganggu paling tidak 50 menit untuk memungkinkan siklus tidur komplet. Beberapa ahli menyebutkan bahwa masalah tidur pada masa bayi dapat berlanjut pada usia balita dan masa usia sekolah, dan hal tersebut dapat memprediksi terjadinya masalah tidur dan perilaku lainnya (Sekartini & Adi, 2006). Pertumbuhan dan perkembangan yang terganggu saat neonatus atau bayi dengan BBLR atau bayi prematur akan mempengaruhi tumbuh kembang selanjutnya. Pada penelitian yang dilakukan oleh Casey et al (2006) anak yang mempunyai riwayat berat badan lahir rendah mengalami masalah dalam tumbuh kembangnya berupa ukuran tubuh yang pendek, penilian kognitif dan kemampuan akademik yang rendah. Kurangnya kematangan organ tubuh (prematur) menjadi ancaman bagi tumbuh kembang (tumbang) anak. Hal ini menjadi fokus keperawatan dalam pemberian perawatan secara intensif dan tepat sesuai dengan kebutuhan tumbuh kembang neonatus. Salah satu permasalahan bayi BBLR yang dirawat di ruang NICU adalah hospitalisasi yang lama, yang tentunya berdampak terhadap pertumbuhan bayi dan pada keluarga. Agar dampak tersebut berkurang pemberi asuhan harus menerapkan metode “developmental care” yaitu asuhan yang memfasilitasi tumbang bayi dengan cara mengurangi gangguan dan memanipulasi kondisi dan tindakan medis atau keperawatan yang dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan pada bayi. Tindakan yang dapat mendukung meminimalisasi penggunaan energi tubuh yaitu dengan cara memberikan cahaya yang redup, suara yang Gambaran posisi..., Ramandhany Legawanti, FIK, 2014 rendah, kehangatan, sentuhan lembut, kontrol nyeri, lampin (popok) dan nesting. Tindakan tersebut di atas bertujuan untuk meminimalisasi penggunaan energi neonatus (karena neonatus BBLR dan prematur kekurangan energi), menurunkan stres neonatus, dan mencegah komplikasi akibat pengaruh kelahiran BBLR, penyakit, tindakan medis dan keperawatan juga lingkungan perawatan yang tidak diharapkan terjadi pada BBLR. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meminimalkan pengaruh negatif tersebut adalah dengan pemberian posisi tidur yang tepat bagi BBLR (Davis & Strein, 2004). Jenis-jenis posisi tidur neonatus antara lain posisi pronasi, supinasi, right lateral dan semi recumbent. Penelitian yang dilakukan oleh Wilaman Patcharee dan Chavee (2009) tentang pemberian posisi prone sangat mempengaruhi perbaikan saturasi oksigen, pengembangan paru, pengembangan dinding dada dan penurunan insiden apnea pada bayi prematur. Penelitian lain menyebutkan pula bahwa banyak keuntungan memberikan posisi prone pada bayi prematur salah satunya yaitu dapat mengurangi pengeluaran energi, mempercepat pengosongan lambung. Sedangkan pada posisi supinasi dapat merangsang bayi untuk regurgitasi dan inhalasi karena cairan fundus dan udara yang tertelan menghambat pengosongan lambung. Meskipun demikian, saat merawat bayi berisiko tinggi, posisi supinasi lebih mudah bagi perawat dalam mengamati dan menangani bayi daripada posisi pronasi. Penelitian tersebut menjelaskan bahwa posisi supinasi lebih baik untuk perkembangan persepsi sensorik khususnya mata tetapi mengorbankan aspek motorik seperti kontrol otot leher. Pemberian posisi supinasi di Eropa lebih populer karena kekhawatiran bahwa bayi rentan sesak atau SIDS (Sudden Infant Death Syndrome) akibat regurgitasi atau tertelungkup bantal (Hwang, 2003). Kemudian pada pemberian posisi Right lateral dan semi recumbent, yaitu penempatan neonatus dalam posisi miring kanan mempercepat pengosongan lambung karena tidak terdapat tekanan pada lambung (Hussein, 2012). Posisi semi rekumben juga diketahui memiliki efektivitas yang serupa dengan miring kanan dalam hal pengosongan lambung. American Academy of Pediatrics (AAP) menyarankan bayi diposisikan miring kanan atau semi rekumben after feeding sebagai alternatif karena kedua posisi tersebut memiliki risiko paling kecil dan dinilai paling aman (Hussein, 2012). Akan tetapi pemberian positioning pada bayi tetap dilakukan secara seimbang untuk masing-masing posisi agar tidak terjadi deformitas tulang tengkorak (Sangers et al, 2012). Oleh karena itu, penelitian ini sangat penting agar perawat dapat mengidentifikasi reaksi bayi terhadap stimulus berlebihan yang akan berdampak pada pertumbuhan dan perkembangan serta posisi bayi saat tidur, khususnya BBLR yang dirawat di ruang perinatologi. Metode Penelitian ini menggunakan kuesioner dan lembar observasi. Kuesioner digunakan untuk mengumpulkan data demografi terkait karakteristik responden. Pada penilaian posisi tidur, bayi BBLR akan menggunakan instrumen pengkajian observasi “Infants Position Assessment Tool (IPAT)”. Untuk mengetahui kategori posisi tidur bayi tergolong baik atau perlu perbaikan. Maka peneliti menggunakan skoring yang berbentuk kategorik. Pembagian kategori posisi tidur tersebut dibagi menjadi 2, yaitu baik dan perlu perbaikan. Posisi tidur bayi berat lahir rendah dikatakan baik apabila mendapatkan jumlah skoring 9-12, dan jika posisi tidur bayi berat lahir rendah dikatakan perlu perbaikan apabila skoring yang didapatkan antara 0-8. Hasil Tabel 1 Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Berat Badan Bayi ketika Lahir, Jenis Kelamin, dan Jenis Kehamilan di Ruang Perinatologi pada Bulan Juni-Juli 2014 (n=30) Gambaran posisi..., Ramandhany Legawanti, FIK, 2014 Karakteris tik Sub Karakteristik Freku ensi Persen tase (%) BBLR BBLSR BBLSAR 18 60.0 10 33.3 2 6.7 12 40.0 18 60.0 28 93.3 2 6.7 1. 2. 3. BBL Jenis Kelamin 1. 2. Jenis Kehamilan 1. 2. Laki-laki Perempuan Tunggal Gemelli Data penelitian ini menunjukkan bahwa berat badan bayi ketika lahir (BBL) mayoritas berada pada kategori BBLR (Berat Bayi Lahir Rendah) yaitu sebesar 60%. Responden yang memiliki tingkat jenis kelamin tinggi dalam penelitian ini yaitu berjenis kelamin perempuan, sebesar 60% dan sebagian besar ibu responden memiliki riwayat kehamilan tunggal, yaitu 93.3%. Tabel 2 Distribusi Usia Bayi, Berat Bayi Sekarang, dan Usia Gestasi Ibu di Ruang Perinatologi pada Bulan Juni-Juli 2014 (n=30) Variabel Mean SD MinimunMaximum Usia Bayi 11.27 10.326 1-37 Berat Bayi Sekarang 1593.93 464.924 637-2413 1420.33 1767.54 32.57 3.431 24-40 31.2933.85 Usia Gestasi 95% CI 7.4115.12 Hasil penelitian ini didapatkan rata-rata usia bayi adalah 11.27 (95% CI: 7.41-15.12), dengan standar deviasi 10.326 hari. Usia bayi termuda 1 hari dan usia tertua 37 hari. Dari hasil estimasi interval dapat disimpulkan bahwa 95% diyakini bahwa rata-rata usia bayi adalah 7.41 sampai dengan 15.12 hari. Hasil penelitian ini juga didapatkan bahwa berat badan bayi sekarang memiliki tingkat rata-rata 1593.93 gram (95% CI: 1420.331767.54), dengan standar deviasi 464.924. Berat badan bayi terendah yaitu 637 sampai dengan 2413 gram. Dari hasil estimasi interval dapat disimpulkan bahwa 95% diyakini bahwa rata-rata berat badan bayi sekarang adalah diantara 1420.33 sampai dengan 1767.54 gram. Selain itu, juga didapatkan hasil analisis dari penelitian ini berupa usia gestasi ibu, rata-rata usia gestasi ibu adalah 32.57 minggu (95% CI: 31.29-33.85), dengan standar deviasi 3.431 minggu. Usia gestasi termuda 24 minggu dan usia gestasi tertua 40 minggu. Dari hasil estimasi interval dapat disimpulkan bahwa 95% diyakini bahwa rata-rata usia gestasi ibu adalah 31.29 sampai dengan 33.85 minggu. Tabel 3 Distribusi Posisi Tidur berdasarkan kategori Baik dan Perlu Perbaikan Posisi di Ruang Perinatologi pada Bulan Juni-Juli 2014 (n=30) Posisi Tidur Frekuensi Persentase (%) Baik 16 53.3 Perlu Perbaikan 14 46.7 Total 30 100 Dari hasil penelitian ini didapatkan 16 dari 30 bayi berat lahir rendah di ruang perinatologi berada pada tingkat posisi tidur yang baik dengan persentase 53.3% dan 14 bayi lainnya berada pada keadaan perlu perbaikan posisi sebesar 46.7%. Posisi tidur responden dikatakan baik jika jumlah skoring diantara 912. Sedangkan posisi tidur yang perlu perbaikan jika jumlah skoring diantara 0-8. Perubahan posisi yang diteliti meliputi posisi tidur responden, apakah posisi tidur klien dalam keadaan tidur terlentang dengan wajah menghadap ke atas (supine), tidur tengkurap (wajah menghadap ke bawah) atau tidur semirekumben (tidur miring ke kanan tau kiri). Pada perubahan posisi tidur responden Gambaran posisi..., Ramandhany Legawanti, FIK, 2014 samping 450 yang diteliti meliputi perubahan pada bagian bahu, tangan, pinggul, lutut, mata kaki, dan kaki, kepala dan leher. Gambaran perubahan posisi tersebut akan dijelaskan pada tabel 4. 3. 40.0 17 56.7 2 6.7 15 50.0 13 43.3 garis tengah <450 Leher Tabel. 4 Distribusi Perubahan Posisi berdasarkan kategori Tidur Terlentang, Tengkurap dan Tidur Semirekumben serta Perubahan Bahu, Tangan, Pinggul, Lutut, Mata Kaki, dan Kaki, Kepala, dan Leher di Ruang Perinatologi pada Bulan Juni-Juli 2014 (n=30) Sejajar dengan 12 1. Terbentang Berlebih/Hiperek stensi 2. Netral dan Tidak Selaras dengan Tulang Belakang Variabel Posisi Tidur Sub Variabel Frekuensi 1. Tidur Terlentang 2. Tidur Tengkurap 3. Tidur Miring/Semireku Persentase (%) 21 70.0 6 20.0 3 10.0 1. Tertarik ke 4 13.3 Belakang Tangan 2. Netral 22 73.3 3. Membulat 4 13.3 1. Menjauh dari 2 6.7 Batang Tubuh 19 63.3 Menyentuh 9 30.0 1 3.3 Tubuh 2. 3. Menyentuh Wajah Pinggul 1. Menjauh/secara eksternal berotasi 2. Terbentang 14 46.7 3. Selaras dan 15 50.0 4 13.3 Melentur/Tertek uk Lutut, Mata Kaki, Kaki 1. Terbentang dan Berotasi Keluar 2. Terbentang 5 16.7 3. Selaras dan 21 70.0 1 3.3 Melentur/Tertek uk Kepala 1. Berotasi ke samping >45 2. Berotasi ke 0 Netral, Melentur dan Selaras dengan Tulang Belakang mben Bahu 3. Data penelitian ini menunjukkan bahwa 70% posisi tidur responden berada pada keaadaan tidur terlentang (supine) yaitu dengan wajah menghadap ke atas. Sedangkan sebesar 20% responden berada pada posisi tidur tengkurap dan 10% termasuk posisi tidur miring atau semirekumben. Selain itu, juga didapatkan hasil analisis dari perubahan yang dialami responden pada bagian bahu mayoritas responden berada dalam kategori bahu netral (73.3%). Sedangkan responden berada pada posisi bahu keadaan tertarik ke belakang dan dalam keadaan membulat, masing-masing sebesar 13.3% . Pada bagian tangan, mayoritas didapatkan 63.3% responden berada pada kategori tangan menyentuh batang tubuh dengan sembilan orang bayi lainnya tangan menyentuh wajah dan dua orang bayi yang lain berada pada tangan menjauh dari sumbu tubuh. Selanjutnya pada bagian pinggul, didapatkan 50% bayi termasuk dalam keadaan selaras dan dapat melentur atau menekuk, 4.67% dalam keadaan terbentang serta 3.3% lainnya berada dalam kategori menjauh/secara eksternal berotasi. Perubahan posisi pada bagian lutut, mata kaki, dan kaki didapatkan mayoritas responden dalam keadaan selaras dan dapat tertekuk (70%). Pada bagian ini, skor yang paling rendah didapatkan oleh empat orang responden di mana lutut, mata kaki, dan kakinya berada dalam keadaan terbentang dan berotasi keluar. Sebaliknya pada bagian kepala, 17 dari 30 responden berada pada kategori sejajar dengan garis tengah kurang dari 450, dan sebesar 40% responden Gambaran posisi..., Ramandhany Legawanti, FIK, 2014 termasuk dalam kategori kepala berotasi ke samping sebesar 450 serta 3.3% responden lainnya berada dalam kategori kepala dalam keadaan berotasi ke samping lebih dari 450. Pada bagian leher, 50% responden berada dalam keadaan leher netral, dan tidak selaras dengan tulang belakang. Namun, 13 orang responden dalam keadaan leher netral, melentur, dan selaras dengan tulang belakang serta dua orang responden lainnya dalam keadaan lehernya terbentang berlebih atau hiperekstensi. Pembahasan Hasil penelitian yang dilakukan di ruang perinatologi beberapa responden di Rumah Sakit X di Jakarta. Didapatkan bahwa berat bayi lahir dalam penelitian ini menunjukkan bahwa mayoritas responden berada dalam kategori berat bayi lahir rendah (BBLR) sebanyak 60% dibandingkan berat badan bayi sangat rendah (BBLSR) hanya sekitar 33.3% dan berar bayi lahir sangat rendah (BBLSAR), yaitu 6.7%. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sianturi (2006) di RS Santa Elisabeth Medan tahun 2003-2006, yaitu dari segi berat badan bayi baru lahir dapat dilihat bahwa angka kejadian BBLR tertinggi pada golongan 15002500 gram (76%), sedangkan pada angka kejadian BBLSR (berat badan diantara 1000<1500 gram) sebesar 18,3%. Hal ini juga sesuai dengan kriteria inklusi pada penelitian yang dilakukan Soniya (2013) yaitu berat badan bayi di bawah kurang dari 2500 gram. Pada penelitian ini juga didapatkan jumlah responden BBLR yang berjenis kelamin lakilaki lebih sedikit (40%) dibandingkan responden yang berjenis kelamin perempuan (60%). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Mulyawan (2009) di mana hasil analisis hubungan anatara kejadian BBLR dengan jenis kelamin anak diperoleh bahwa proporsi kejadian BBLR pada jenis kelamin laki-laki lebih rendah (3,5%) di bandingkan dengan jenis kelamin perempuan (3,7%). Hasil uji statistik diperoleh nilai p value =1.000, maka dapat disimpulkan tidak ada perbedaan proporsi antara kejadian BBLR dan jenis kelamin laki-laki atau perempuan (tidak ada hubungn yang signifikan antara BBLR dengan jenis kelamin). Data hasil Riskesdas (2013) bayi BBLR yang berjenis kelamin laki-laki lebih sedikit (9,2%) dibanding bayi BBLR dengan jenis kelamin perempuan (11,2%). Hal ini sejalan dengan teori Mattson dan Smith (2000) bahwa bayi berat lahir rendah terjadi karena beberapa faktor, yaitu faktor ibu, bayi dan faktor luar. Faktor ibu dapat disebabkan gizi selama kehamilan usia ibu saat hamil, paritas, jarak kehamilan yang terlalu dekat, adanya penyakit penyerta yang diderita ibu selama hamil dan kehamilan kembar. Faktor dari luar bisa disebabkan oleh lingkungan yang tidak mendukung kehamilan ibu dan sosial ekonomi. Selain itu, hasil ini menunjang penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa tidak ada perbedaan risiko bayi lakilaki dan perempuan terhadap risiko BBLR (Frisbie, Biegler, Forbes & Pullum, 1997). Tetapi hasil penelitian bertolak belakang dengan penelitian lainnya yang menyatakan risiko BBLR meningkat (62%) dan (32%) pada bayi perempuan dibandingkan laki-laki (Beydoun et al, 2004; Agaewal, & Reddalah, 2005 dalam Damayanti, Wilopo, & Nurdiati, 2010). Dari hasil penelitian ini, juga didapatkan mayoritas kehamilan ibu responden termasuk kategori kehamilan tunggal (93.3%), dan kehamilan gemelli atau kehamilan ganda, yaitu 6.7%. Hasil ini berbanding terbalik pada penelitian yang dilakukan oleh Alya (2014) di RSAB Banda Aceh pada tahun 2013, bahwa didapatkan 22,9% bayi kembar BBLR dan selebihnya bayi BBLR yang dilahirkan dalam keadaan tidak kembar atau disebut juga kehamilan tunggal. Berat badan janin pada kehamilan kembar (gemelli) lebih ringan daripada kehamilan tunggal pada umur Gambaran posisi..., Ramandhany Legawanti, FIK, 2014 kehamilan yang sama. Sampai kehamilan 30 minggu kenaikan berat badan janin kembar sama dengan janin kehamilan tunggal. Setelah itu, kenaikan berat badan lebih kecil karena regangan yang berlebih sehingga menyebabkan peredaran darah plasenta mengurang. Berat badan satu janin pada kehamilan kembar rata-rata 1000 gram lebih ringan daripada kehamilan tunggal (Prawirohardjo, 2000). Teori ini tidak sejalan dengan responden dalam penelitian ini, dikarenakan pada pelaksanaan penelitian hanya mendapatkan dua bayi yang termasuk kehamilan gemelli atau ganda. Salah satu cara untuk meminimalisir stres pada neonatus yang sedang menjalani perawatan di NICU, maka perawat memberikan developmental care, yaitu asuhan yang memfasilitasi tumbuh kembang bayi dengan cara mengurangi gangguan dan memanipulasi kondisi dan tindakan medis atau keperawatan pada bayi. Hal ini bertujuan untuk meminimalisasi penggunaan energi neonatus (karena neonatus BBLR dan prematur kekurangan energi), menurunkan stres neonatus, dan mencegah komplikasi yang akan diberikan melalui pemberian posisi tidur yang baik. Karakteristik usia responden dalam penelitian ini menunjukkan bahwa mayoritas rata-rata usia bayi yaitu 11.27 hari, dibulatkan 11 hari dimana usia tersebut termasuk dalam kategori neonatus. Pada penelitian ini ditujukan pada neonatus, dan bayi dengan BBLR karena peneliti ingin melihat maturasi dengan organ tubuh responden. Selain itu, saat bayi keluar dari rahim ibu, maka bayi akan lingkungan yang sangat berbeda. Periode ini bayi akan terpapar dengan kondisi lingkungan yang berubah-ubah seperti dalam hal pencahayaan, suhu, suara, dan lain-lain. Pada periode ini, bayi tidak bergantung pada plasenta lagi, dimana asupan pemenuhan nutrisinya, pertukaran oksigen, kardiovaskular dan darah berakhir dan bayi memulai kemandirinnya (Behrman & Vaughan, 1994; Bobak, Lowdermilk, & Jensen, 2005). Asuhan perkembangan neonatus preterm merupakan proses berkelanjutan di NICU dan disatukan ke dalam asuhan harian tertentu untuk setiap bayi. Oleh karena itu, perawat harus memahami kebutuhan perkembangan bayi, temperamen, dan keadaan umum bayi baru lahir, serta kondisi perkembangan lingkungan yang dapat merugikan bayi. Asuhan keperawatan harus direncanakan sesuai dengan kebutuhan yang bertujuan untuk memperkuat perkembangan fisik, psikososial, dan neurologis yang optimal (Wong, 2008). Berdasarkan berat bayi sekarang (berat badan saat penelitian), didapatkan rata-rata berat responden 1593.93 gram dengan berat badan bayi terendah yaitu 637 sampai dengan berat badan bayi tertinggi yaitu 2413 gram. Dengan data berat badan bayi tersebut, berat badan bayi termasuk dalam kategori bayi berat lahir rendah (BBLR). Pada bayi berat lahir rendah memiliki karakteristik hipotonus (kelemahan otot) yang diakibatkan dari immaturitas organ tubuhnya. Hipotonus dan dominasi aktivitas otot ekstensor dapat menyebabkan ekstensi tulang belakang disertai retraksi skapula. Retraksi skapula diikuti oleh ekstensi leher, tubuh, dan abduksi pada bahu. Hipotonus dapat mengakibatkan elevasi panggul yang minimal, yang dapat mengakibatkan rotasi eksternal dan abduksi panggul pada ekstremitas bawah. Gejala di atas merupakan tanda awal dari gangguan neurologis tanpa diikuti gejala neurologis lainnya seperti kejang dan penurunan kesadaran. Dengan demikian pemberian posisi tidur yang tepat pada BBLR sangat penting untuk tumbuh kembang bayi (Monterosso, Kristjanson, & Cole, 2002). Selain itu, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa usia gestasi ibu responden rata-rata berada pada kelompok preterm, yaitu diantara 32.57 atau dibulatkan 33 minggu. Di mana Gambaran posisi..., Ramandhany Legawanti, FIK, 2014 bayi dengan preterm termasuk dalam kategori prematur murni, yaitu neonatus dengan usia kehamilan kurang dari 37 minggu dan mempunyai berat badan sesuai dengan berat badan untuk masa kehamilan, atau biasa disebut neonatus kurang bulan sesuai masa kehamilan. Penyebabnya berasal dari berbagai faktor ibu, faktor janin maupun faktor lingkungan (Sastrawinata et al, 2005). Dari hasil penelitian ini didapatkan 53.3% bayi BBLR dalam kategori baik, dengan rentang jumlah skor 9 sampai 12, dan 46.7% lainnya termasuk kategori posisi tidur perlu perbaikan, dengan rentang jumlah skor 0 sampai 8. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan posisi tidur responden berada pada keaadaan tidur terlentang (supine) yaitu dengan wajah menghadap ke atas sebesar 70%, tidur tengkurap (prone) sebesar 20% dan 10% termasuk posisi tidur miring atau semirekumben. Berdasarkan pengamatan lapangan, sebagian besar posisi tidur yang diberikan kepada bayi adalah posisi terlentang (supine) dibanding dengan posisi tidur lainnya. Meskipun demikian, pemberian posisi supinasi kepada pasien bayi bblr mungkin lebih mudah bagi perawat dalam mengamati dan menangani bayi dengan risiko tinggi daripada posisi pronasi. Pemberian posisi tidur pada setiap bayi berbeda-beda karena disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi setiap bayi. Menurut Hussein (2012), posisi supinasi (terlentang), yaitu posisi yang dapat merangsang bayi untuk regurgitasi dan inhalasi, karena cairan fundus dan udara yang tertelan menghambat pengosongan lambung. Pada penelitian yang dilakukan Hussein (2012), bahwa posisi supinasi lebih baik untuk perkembangan persepsi sensorik khususnya mata tetapi mengorbankan aspek motorik seperti kontrol otot leher. Posisi terlentang yang lama bagi bayi preterm tidak disukai karena berhubungan dengan masalah jangka panjang seperti fleksi anggota pelvis dan batang tubuh; abduksi pelvis lebar (posisi kaki katak), retraksi dan abduksi bahu; eversi pergelangan kaki; peningkatan ekstensi leher dan peningkatan ekstensi batang tubuh dengan leher dan punggung melengkung (Blackburn & Vandenberg, 1998 dalam Wong, 2009). Sedangkan pada posisi pronasi (telungkup), yaitu posisi yang memungkinkan untuk neonatus mendapatkan oksigenasi yang lebih adekuat dan memfasilitasi tidur yang tenang, jarang menangis, dan pernapasan lebih teratur. Hal ini juga dapat mengurangi gastroesophageal refluks yang dapat menyebabkan apnea, aspirasi pneumonia, dan penyakit paru-paru kronis (Hwang, 2003 dalam Hussein 2012). Posisi telungkup merupakan posisi terbaik bagi kebanyakan bayi preterm dan menghasilkan oksigenasi yang baik, lebih menoleransi makanan, dan pola tidur-istirahatnya lebih teratur. Bayi memperlihatkan aktivitas fisik dan penggunaan energi lebih sedikit bila diposisikan telungkup (Wong, 2009). Penelitian lain menyebutkan pula bahwa banyak keuntungan memberikan posisi prone pada bayi prematur salah satunya yaitu dapat mengurangi pengeluaran energi, mempercepat pengosongan lambung. Pada penelitian ini 10% bayi BBLR termasuk posisi tidur miring atau semirekumben, yaitu penempatan neonatus dalam posisi miring kanan mempercepat pengosongan lambung karena tidak terdapat tekanan pada lambung (Hussein, 2012). Posisi semi rekumben juga diketahui memiliki efektivitas yang serupa dengan miring kanan dalam hal pengosongan lambung. American Academy of Pediatrics (AAP) menyarankan bayi diposisikan miring kanan atau semi rekumben after feeding sebagai alternatif karena kedua posisi tersebut memiliki risiko paling kecil dan dinilai paling aman (Hussein, 2012). Akan tetapi pemberian positioning pada bayi tetap dilakukan secara seimbang untuk masing-masing posisi agar Gambaran posisi..., Ramandhany Legawanti, FIK, 2014 tidak terjadi deformitas tulang tengkorak (Sangers et al, 2012). Selain itu, penting bagi perawatan untuk memberikan perubahan posisi tidur pada bayi hal ini disebabkan karena perubahan posisi dapat meminamalisir abnormalitas muskuloskleletal serta dapat meningkatkan perkembangan syaraf (Jeanson, 2013). Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan bahu netral (73.3%), tangan menyentuh batang tubuh (63.3%), pinggul didapatkan 46.7% responden dalam keadaan terbentang, pada bagian lutut, mata kaki, dan kaki didapatkan mayoritas responden dalam keadaan selaras dan dapat ditekuk (70%), pada bagian kepala responden 17 dari 30 responden berada pada kategori kepala sejajar dengan garis tengah kurang dari 450, pada bagian leher 50% responden berada dalam keadaan leher netral, dan tidak selaras dengan tulang belakang. Pada penelitian yang dilakukan oleh Coughlin, Lohman, dan Gibbins, (2010) pada saat pre test (sebelum pemberian positioning) paling rendah didapatkan pada bagian lutut, mata kaki, kaki dengan skor dalam kategori terbentang dan pada bagian pinggul dalam kategori mendekati posisi melentur atau tertekuk. Sedangkan bagian yang didapatkan paling tinggi pada bagian bahu dan leher dengan skor hampir mendekati sempurna. Hal ini sangat berubah signifikan setelah pemberian positioning dengan skor mayoritas mendekati sempurna. Pada penelitian ini sebagian tidak sejalan dan sebagian lagi sejalan dimana skor pre test yang terendah pada bagian bahu didapatkan bahu dalam keadaan tertarik ke belakang dan sebagian lagi pada bagian lutut, mata kaki, dan kaki dalam keadaan terbentang dan berotasi keluar. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa sebagian besar responden yang berada di ruang perinatologi memiliki berat badan lahir rendah yaitu di bawah 2500 gram dengan jenis kelamin responden mayoritas perempuan. Selain itu, jenis kehamilan ibu responden didominasi oleh kehamilan tunggal. Rata-rata usia bayi yang diteliti dalam kategori neonatus dengan ratarata usia gestasinya 32.57 atau 33 minggu. Secara keseluruhan posisi tidur 53.3% berada pada posisi tidur yang baik. Oleh karena itu, pemberian developmental of care sangat dibutuhkan bagi neonatus BBLR. Ucapan Terima Kasih Jurnal berjudul “Gambaran Posisi Tidur Bayi Berat Lahir Rendah di Ruang Perinatolog” disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah skripsi. Peneliti menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada: 1. Dra. Junaiti Sahar, Ph. D., selaku Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan 2. Elfi Syahreni, SKp, M.Kep. An selaku dosen pembimbing atas waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam penyusunan skripsi. 3. Dessie Wanda, S.Kp., M.N., selaku penguji sidang skripsi yang telah memberikan banyak saran terhadap penelitian ini. 4. Ibu Kuntarti. SKp., M. Biomed sebagai koordinator mata kuliah Riset Keperawatan. 5. Orang tua dan keluarga yang telah memberikan dukungan moral berupa do’a dan semangat serta dukungan material. 6. RSAB Harapan Kita Jakarta yang telah memberikan kesempatan bagi peneliti untuk melakukan penelitian ini. 7. Ns. Yanti Riyantini, M.Kep., S.Kep.An dan Ns. Siti Rosidah Iis, S.Kep serta jajaran-jajarannya yang sudah membantu menjadi pembimbing lapangan ketika peneliti mengambil data di RSAB Harapan Kita Jakarta. Gambaran posisi..., Ramandhany Legawanti, FIK, 2014 8. Riyan Idayati, Septi Kurniasari, Kak Ngolu, teman sebimbingan yang saling menguatkan sampai akhir. 9. Rahma Fadillah Sopha, Annisa Dwi Ma’rifah, Jihan Rigel Fitrian, Wahyu Wijayanti, Arista Citra Rahmawati, Rahmi Hayati, Nur Azizah, Hapasari Nur Jannah, Risma Nurmayanti, dan lain-lain yang sudah banyak membantu dan mendengar keluh kesah peneliti. 10. Millati Atmami, Lisa Andriyani, Sri Mulyani H, Tissa Aulia Putri, Annisa Rahmawati, Lastiti, Esti Cahya Ningrum, Assyifa Fathirabbani, saudara-saudara selingkaran yang saling menguatkan dalam do’a. 11. Teman-teman FIK UI S1 reguler 2010 yang tidak bisa disebutkan satu persatu namanya atas semangat yang telah ditebar selama penulis mengerjakan skripsi ini. Saya selaku penulis berharap Allah SWT., berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangan positif dan bermanfaat khususnya bagi pengembangan keperawatan, khususnya di Indonesia. Peneliti mengharapkan agar penelitian ini juga dapat bermanfaat bagi diri peneliti sendiri dan bermanfaat juga bagi agama, nusa dan bangsa. Akhir kata, saya ucapkan terima kasih. Referensi Badan Pusat Statistik (2012). Survei demografi dan kesehatan Indonesia 2012. Jakarta: Author. Ball, J.W., & Bindler, R.C. (2003). Pediatric nursing: Caring for children. Ed. 3th. New Jersey: Prentice Hall. Behrman, R.E., & Vanghan, V.C. (1994). Nelson: Ilmu kesehatan anak. Ed. 12th. Jakarta: EGC. Bowden, V.R., Greenberg, C.S., & Donaldson, N.E. (2000). Developmental care of the newborn. Online journal of clinical innovations, 15: 3 (7):1-77 Bobak, I.M. Lowdermik, D.L., & Jensen, M.D. (2005). Buku ajar keperawatan maternitas. Ed. 4th. Jakarta: EGC. Budiharto. (2008). Metodologi penelitian kesehatan dengan contoh bidang ilmu kesehatan gigi. Ed. 1st. Jakarta: EGC. Candra, Asep. (2013, September 30). Kesehatan ibu terabaikan. Kompas Cyber Media. Dikutip pada tanggal 26 Desember 2013 dari http://health.kompas.com/read/2013/0 9/30/0634289/Kesehatan.Ibu.Terabaik an Casey, P.H., Mansell, L.M., Barret, K., Bradley, R.H., & Gargus, R. (2006). Impact of prenatal and/or postnatal growth problems in low birth weight preterm infants on school-age outcomes: An 8-year longitudinal evaluation. Pediatrics, 118(3), 10781086, diunduh pada tanggal 23 Desember 2013 dari www.pediatrics.org Coughlin, M., Lohman, M.B., & Gibbins, S. (2010). Reliability and effectiveness of an infant positioning assessment tool to standardize developmentally supportive positioning practices in the neonatal intensive care unit. Journal of newborn and infant nursing. Elsevier: Inc. Printed in USA. Vol. 10, No.2. Hastono, S. P., & Sabri, L. (2011). Statistik Kesehatan. Ed. 6th. Jakarta: Rajawali Press. Dahlan, M.S. (2010). Besar sampel dan cara pengambilan sampel dalam penelitian kedokteran dan kesehatan. Jakarta: Salemba Medika. Damanik, Sylviati M. (2008). Klasifikasi Bayi Menurut Berat Lahir dan Masa Gestasi. In: Sholeh Kosim, dkk. Buku Ajar Neonatologi. Jakarta: Badan Penerbit IDAI Damayanti, Wilopo, SA., & Nurdiati, DS. (2010). Pengaruh kenaikan berat badaan rata-rata perminggu pada kehamilan trimester 2 dan 3 terhadap risiko berat bayi lahir rendah. Jurnal.ugm.ac.id. Berita kedokteran masyarakat. Maret: Vol. 26, No. 1 Departemen Kesehatan Indonesia. (2007). Profil kesehatan Indonesia 2005. Jakarta: Depkes RI. Gulö, W. (2000). Metodologi Penelitian. Jakarta: Grasindo Gambaran posisi..., Ramandhany Legawanti, FIK, 2014 Hastono, SP. (2007). Analisis Data Kesehatan. Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Hendriyana, Artanti. (2013, September 10). Jawa barat penyumbang terbesar angka kematian bayi di Indonesia. Peningkatan kualitas pelayanan kesehatan pada neonatus melalui implementasi developmental care. Dikutip pada tanggal 26 Desember 2013 dari http://www.unpad.ac.id/2013/10/jawabarat-penyumbang-terbesar-angkakematian-bayi-di-Indonesia/ Hussein, H. A. (2012). The difference between right side and semi recumbent positions after feeding on gastric. Journal of American Science, 8 (1). Jeanson, E. (2013). One-to one bedside nurse education as a means to improve positioning consistency. Newborn and Infants Nursing Reviews. 2013 March; 13(1): 27-30 Jumiarni., Mulyati, S., & S, Nurlina. (1995). Asuhan Keperawatan Perinatal. Ed. 1st. Jakarta: EGC. Kosim, M.S., Yunanto, A., Dewi, R., Sarosa, G.I., & Usman, A. (2010). Buku Ajar Neonatologi. Jakarta: IDAI. Kosim, MS., (2006). Gawat darurat neonatus pada persalinan. Sari periatri, Vol. 7, No. 4, Maret 2006: 225-231 Kusumawati, Ni Nengah. (2011). Gambaran tingkat pengetahuan perawat tentang perawat metode kangguru di RSAB harapan kita. Depok: FIK UI. Lissauer, T., & Fanaroff, A. (2009). At a glance: Neonatologi. Jakarta: Erlangga. Manuaba, I.B Gde., Manuaba, I.A Chandranita., & Manuaba, I.B Fajar. (2007). Pengantar kuliah obstetri. Jakarta: EGC. Martinussen, M., Fischl, B., & Larsson, H.B. Skranes, J., et al. (2005). Cerebral cortex thickness in 15-year-old adolescents with low birth weight measured by an automated MRI-based method. Brain 128: 2588-2596. Mattson, S., & Smith, J.E. (2000). Care curriculum for maternal-newborn nursing. Ed. 2nd. America: Saunders. Mizuno K., Inoue M., & Takeuchi T. (2000). The effects of body positioning on sucking behavior in sick neonates. Eur J Pediatr 159:827–831. Monterosso, L., Kristjanson, L., & Cole, J. (2002). Neuromotor development and the physiologic effects of positioning in very low birth weight infants. Journal of Obstetric, Gynerogic, and Neonatal Nursing. 31: 138=146 Mulyawan, H. (2009). Gambaran kejadian bblr, karakteristik, karakteristik ibu dan karakteristik ibu, anak, dan karakteristik bayi dari ibu vegetarian di 17 kota di Indonesia tahun 2009. FKM UI: p. 32 dikutip pada tanggal 4 Juli 2014 dari http://lontar.ui.ac.id/file?file=digital/1 26294-S-5688Gambaran%20kejadian-Analisis.pdf Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Nursalam. (2008). Konsep dan penerapan metodologi penelitian ilmu keperawatan: pedoman skripsi, tesis dan instrumen penelitian keperawatan. Ed. 2. Jakarta: Salemba Medika Prawirohardjo. (2000). Ilmu kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono. Putra, Y., Kardana, M., Artana, D., & Putra, J. (2012). Karakteristik dan luaran bayi berat lahir sangat rendah yang lahir di rsup sanglah denpasar. Jurnal ilmiah kedokteran unud. Medicina: (Vol. 43: 2). Sangers et al. (2012). Outcomes of gastric residuals whilst feeding preterm infants in various body positions. Diunduh pada 23 Desember 2013 dari http://www.journalofneonatalnursing.c om/article/S1355-1841(12)002700/pdf Sastrawinata, et. al. (2005). Obstetri patologi. Ed. 2. Cet. 1. Jakarta: EGC. Gambaran posisi..., Ramandhany Legawanti, FIK, 2014 Sastroasmoro, S., & Ismail, S. (2011). Dasardasar metodologi penelitian klinis. Ed. 4th. Jakarta: Sagung Seto. Sekartini, R., & Adi, NP. (2006). Gangguan tidur pada anak usia bawah tiga tahun di lima kota di Indonesia. Sari pediatri. Vol. 7, No. 4, Maret 2006: 188-193. Shrivastava, SP., Kumar, A., & Ojna, AK. (2011). Perinatal determinants of neonatal mortality in India, Sep 2011. Dikutip pada 4 Juli 2014 dari http:///www.indianpediatrics.net Sianturi, Irma D.M. (2007). Karakteristik Ibu yang melahirkanbayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) di rumah sakit santa elisabeth pada tahun 20032006. Sumut: FKM Unsut. Sun Kyung Hwang et al. (2003). Effects of Body Position and Time after feeding on gastric residuals in LBW infant. Journal of Korean Academy of Nursing. Vol. 33, No. 4. Syse, A. (2000). Norway: Valid (as oppose to informed) consent. The Lancet 356:1347-1348. Swarjana, I Ketut. (2012). Metodologi Penelitian Kesehatan. Ed. 1. Yogyakarta: ANDI. The Indonesian Public Health Portal. (2013, April 10). Epidemiologi BBLR. Dikutip pada tanggal 26 Desember 2013 dari http://www.Indonesianpublichealth.com/2013/04/epidemiolo gi-bblr.html UNICEF. (2004). Low Birth weight: Country, Regional and Global Estimate. New York: WHO Publication Wasis. (2008). Pedoman riset praktis untuk profesi perawat. Ed. 1st. Jakarta: EGC. Wong, Dona, L. et. al. (2009). Buku ajar keperawatan pediatrik wong. Volume 1. Edisi 6. (Agus Sutarna, Neti Juniarti & Kuncara, penerjemah). Jakarta: EGC. Gambaran posisi..., Ramandhany Legawanti, FIK, 2014