posisi tidur bayi berat lahir rendah di ruang perinatalogi

advertisement
POSISI TIDUR BAYI BERAT LAHIR RENDAH DI RUANG
PERINATALOGI
Penulis:
Ramandhany Legawanti1, Elfi Syahreni2
Data Penulis:
1. Ramandhany Legawanti: Mahasiswi Regular FIK UI 2010
2. Elfi Syahreni, S.Kp, M.Kep. An : Dosen pembimbing, Spesialis Keperawatan Anak
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, Kampus UI Depok, 16424, Jawa Barat, Indonesia
Email: [email protected]
Abstrak
BBLR merupakan bayi dengan berat lahir rendah kurang dari 2.500 gram yang beresiko mengalami berbagai masalah
kesehatan sehingga perawat perlu memberikan developmental care dengan pemberian posisi tidur yang sesuai dengan
standar operasional prosedur. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran posisi tidur bayi berat lahir rendah di
ruang perinatologi. Penelitian ini menggunakan desain deskriptif cross-sectional dengan sampel sebesar 30 BBLR.
Instrumen observasi yang digunakan adalah “Infants Position Assessment Tool (IPAT).” Dengan menggunakan analisis
univariat, didapatkan kesimpulan mayoritas responden dalam kategori berat bayi lahir rendah (60%) dan berat bayi lahir
sangat rendah (33.3%). Jenis kelamin responden mayoritas perempuan (60%) dengan jenis kehamilan mayoritas dengan
kehamilan tunggal (93.3%). berat bayi sekarang memiliki tingkat rata-rata 1593.93 gram (95% CI: 1420.33-1767.54)
dan rata-rata usia gestasinya 32.57 minggu (95% CI: 31.29-33.85). Secara keseluruhan posisi tidur berada pada posisi
tidur yang baik (53.3%). Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang pengetahuan perawat
terkait pemberian posisi tidur BBLR.
Kata Kunci: BBLR, posisi tidur BBLR
Abstract
Low Birth Weight infant is an infant which has low birth weight less than 2,500 grams that has risk for various health
problems. Therefore, nurses need to provide developmental care by giving sleeping position based on procedural
operational standards. This study aimed to describe the sleeping position of low birth weight babies in perinatalogy.
This study used cross-sectional descriptive designs included 30 low birth weight infants that were selected to be sample.
It was used "Infants Position Assessment Tool” as an observation instrument. By using univariate analysis, it was
concluded that most of respondents were low birth weight (60%) and very low weight infants (33.3%). Most of them
were female (60%) and kind of pregnancy with single pregnancy (93.3%). Infants’ average weight rate was 1593.93
grams (95% CI: 1420.33-1767.54) with average age of 32.57 weeks gestation (95% CI: 31.29-33.85). Overall, infants
were in a good sleeping position (53.3%). This results were expected to provide an overview of nursing knowledge
related to the provision of LBW sleeping position.
Keywords: LBW, LBW sleeping position
Gambaran posisi..., Ramandhany Legawanti, FIK, 2014
Pendahuluan
Neonatus risiko tinggi dapat didefinisikan
sebagai
bayi
baru
lahir,
tanpa
memerhitungkan usia gestasi atau berat
badan, yang memiliki kemungkinan lebih
besar terkena morbiditas atau mortalitas. Hal
ini disebabkan oleh keadaan atau lingkungan
yang menyertai perjalanan normal yang
berhubungan
dengan
kelahiran
dan
penyesuaian pada keadaan ekstrauterin.
Menurut Wong (2009) periode risiko tinggi
adalah di mana janin berusia gestasinya 23
minggu sampai bayi berusia 28 hari setelah
kelahiran serta penanganan kelahiran (periode
pranatal, perinatal, dan pascanatal), hal ini
salah satu penyebab mortalitas pada bayi.
Bayi risiko tinggi mempunyai masalah paling
sering mengenai status fisiologis yang
berhubungan erat dengan keadaan maturitas
bayi dan biasanya melibatkan gangguan
kimiawi seperti hipoglikemia, hipokalsemia,
hipotermia (Behrman & Shiono, 1997 dalam
Wong, 2009).
Bayi
risiko
tinggi
paling
sering
diklasifikasikan sesuai berat badan, usia
gestasi, dan masalah patofisiologis yang
menonjol (Wong, 2009). Terdapat juga
beberapa faktor yang langsung dapat
menyebabkan bayi dikelompokkan pada bayibayi resiko tinggi, yaitu bisa dikarenakan
adanya infeksi selama di dalam kandungan
atau cacat lahir. Selain itu, penyebabnya yaitu
bayi lahir dengan masa gestasi <37 minggu
atau >42 minggu dan bayi dengan berat badan
lahir <2500 gram. Bayi dengan berat kurang
dari 2500 gram disebut juga Bayi Berat Lahir
Rendah (BBLR). Menurut Becker et al (1991)
dalam Bowden, Greenberg, dan Donaldson,
(2000) Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)
adalah bayi yang mempunyai ukuran tubuh
kecil pada saat dilahirkan.
Bayi berat lahir rendah terjadi karena
beberapa faktor, yaitu faktor ibu, faktor bayi,
dan faktor luar. Faktor dari ibu dapat
disebabkan gizi selama kehamilan, usia ibu
saat hamil, paritas, jarak kehamilan yang
terlalu dekat, adanya penyakit penyerta yang
diderita ibu selama hamil dan kehamilan
kembar. Faktor dari luar bisa disebabkan oleh
lingkungan yang tidak mendukung kehamilan
ibu dan sosial ekonomi (Mattson & Smith,
2000).
Berdasarkan data hasil Survei Demografi dan
Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012,
Angka Kematian Neonatal (AKN) di
Indonesia sebesar 19 kematian per 1.000
kelahiran hidup dan Angka Kematian Bayi
(AKB) sebesar 32 kematian per 1.000
kelahiran hidup. Angka Kematian Nenonatal
(AKN) tersebut hanya turun sedikit dari AKB
SDKI 2007 yaitu 34 per 1.000 kelahiran
hidup. Sedangkan berdasarkan data Ditjen
Yanmedik, Depkes RI (2006) dalam Depkes
(2007), penyebab kematian bayi yang
terbanyak adalah karena pertumbuhan janin
yang lambat, kekurangan gizi pada janin,
kelahiran prematur dan berat badan bayi lahir
yang rendah, yaitu sebesar 38,85%.
Sedangkan penyebab lainnya yang cukup
banyak terjadi adalah kurangnya oksigen
dalam rahim (hipoksia intrauterus) dan
kegagalan nafas secara spontan dan secara
terus menerus pada saat lahir atau beberapa
saat setelah lahir (asfiksia lahir), yaitu
27,97%. Hal ini menunjukkan bahwa 66,82%
kematian perinatal dipengaruhi pada kondisi
ibu saat melahirkan. RSAB Harapan Kita
merupakan salah satu rumah sakit anak dan
bunda, ditemukan angka kelahiran BBLR
pada tahun 2011, yaitu sekitar 10,5 % dari
2124 bayi baru lahir, terutama BBLR dengan
gestasi 32-35 minggu dan berat badan
Gambaran posisi..., Ramandhany Legawanti, FIK, 2014
berkisar antara 1300-2475 (Kusumawati,
2011).
Berdasarkan data di atas diketahui penyebab
kematian pada neonatus adalah masalah
prematuritas (usia kandungan kurang dari 37
minggu). Prematuritas bayi yang baru lahir
membutuhkan waktu untuk beradaptasi
dengan dunia luar yang merupakan saat-saat
paling rawan bagi bayi baru lahir sehingga
membutuhkan perhatian khusus perawat.
Selain itu, menurut Wong (2009) bayi preterm
berat lahir rendah, terutama yang berat badan
lahirnya sangat rendah atau yang berat badan
lahirnya ekstrem rendah, belum mempunyai
kemampuan untuk bertahan terhadap stres
fisiologis
berkepanjangan
dan
akan
meninggal dalam beberapa menit. Sebelum
itu, bayi-bayi tersebut akan memperlihatkan
gejala abnormal bila proses patologis yang
mendasari tidak dikoreksi atau tidak diketahui
petugas medis.
Bayi preterm sangat rentan terhadap stres,
secara biologis bayi prematur memiliki
defisiensi dalam hal kapasitas untuk
mengatasi atau beradaptasi dengan stres
lingkungan sekitar dikarenakan immaturritas
organnya (Wong, 2009). Immaturitas organ
neonatus meliputi struktur tonus otot dan
kemampuan motoriknya yang sangat lemah.
Hal ini dapat mempengaruhi perilaku bayi
saat tidur. Menurut Sekartini dan Adi (2006)
perilaku bayi saat tidur sangat berpengaruh
pada kualitas tidur dan siklus tidur. Hal ini
sangat penting karena pada fase tidur, dengan
kualitas tidur yang baik, maka akan
mendukung perkembangan neurosensorik dan
sistem motorik yang kemudian akan
membentuk memori-memori dan jalur-jalur
memori dan mempertahankan plastisitas otak
(kapasitas untuk berubah, beradaptasi, dan
mempelajari lingkungan serta kebutuhannya).
Penelitian yang dilakukan oleh Strauch,
Brandt, dan Edwads-Beckett, 1993 dalam
Wong 2009, survei yang dilakukan selama 24
jam pada bayi sakit perlu dijadwalkan
istirahat berkala dan pada saat itu lampu harus
keadaan redup, inkubator ditutupi selimut dan
bayi tidak boleh diganggu untuk penanganan
apapun. Wong (2009) menyebutkan bahwa
periode tidur tidak boleh diganggu paling
tidak 50 menit untuk memungkinkan siklus
tidur komplet. Beberapa ahli menyebutkan
bahwa masalah tidur pada masa bayi dapat
berlanjut pada usia balita dan masa usia
sekolah, dan hal tersebut dapat memprediksi
terjadinya masalah tidur dan perilaku lainnya
(Sekartini & Adi, 2006).
Pertumbuhan dan perkembangan yang
terganggu saat neonatus atau bayi dengan
BBLR
atau
bayi
prematur
akan
mempengaruhi tumbuh kembang selanjutnya.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Casey et
al (2006) anak yang mempunyai riwayat berat
badan lahir rendah mengalami masalah dalam
tumbuh kembangnya berupa ukuran tubuh
yang pendek, penilian kognitif dan
kemampuan
akademik
yang
rendah.
Kurangnya
kematangan
organ
tubuh
(prematur) menjadi ancaman bagi tumbuh
kembang (tumbang) anak. Hal ini menjadi
fokus
keperawatan
dalam
pemberian
perawatan secara intensif dan tepat sesuai
dengan kebutuhan tumbuh kembang neonatus.
Salah satu permasalahan bayi BBLR yang
dirawat di ruang NICU adalah hospitalisasi
yang lama, yang tentunya berdampak
terhadap pertumbuhan bayi dan pada
keluarga. Agar dampak tersebut berkurang
pemberi asuhan harus menerapkan metode
“developmental care” yaitu asuhan yang
memfasilitasi tumbang bayi dengan cara
mengurangi gangguan dan memanipulasi
kondisi dan tindakan medis atau keperawatan
yang dapat mengganggu pertumbuhan dan
perkembangan pada bayi. Tindakan yang
dapat
mendukung
meminimalisasi
penggunaan energi tubuh yaitu dengan cara
memberikan cahaya yang redup, suara yang
Gambaran posisi..., Ramandhany Legawanti, FIK, 2014
rendah, kehangatan, sentuhan lembut, kontrol
nyeri, lampin (popok) dan nesting. Tindakan
tersebut
di
atas
bertujuan
untuk
meminimalisasi penggunaan energi neonatus
(karena neonatus BBLR dan prematur
kekurangan energi), menurunkan stres
neonatus, dan mencegah komplikasi akibat
pengaruh kelahiran BBLR, penyakit, tindakan
medis dan keperawatan juga lingkungan
perawatan yang tidak diharapkan terjadi pada
BBLR. Salah satu upaya yang dapat
dilakukan untuk meminimalkan pengaruh
negatif tersebut adalah dengan pemberian
posisi tidur yang tepat bagi BBLR (Davis &
Strein, 2004).
Jenis-jenis posisi tidur neonatus antara lain
posisi pronasi, supinasi, right lateral dan semi
recumbent. Penelitian yang dilakukan oleh
Wilaman Patcharee dan Chavee (2009)
tentang pemberian posisi prone sangat
mempengaruhi perbaikan saturasi oksigen,
pengembangan paru, pengembangan dinding
dada dan penurunan insiden apnea pada bayi
prematur. Penelitian lain menyebutkan pula
bahwa banyak keuntungan memberikan posisi
prone pada bayi prematur salah satunya yaitu
dapat mengurangi pengeluaran energi,
mempercepat
pengosongan
lambung.
Sedangkan pada posisi supinasi dapat
merangsang bayi untuk regurgitasi dan
inhalasi karena cairan fundus dan udara yang
tertelan menghambat pengosongan lambung.
Meskipun demikian, saat merawat bayi
berisiko tinggi, posisi supinasi lebih mudah
bagi perawat dalam mengamati dan
menangani bayi daripada posisi pronasi.
Penelitian tersebut menjelaskan bahwa posisi
supinasi lebih baik untuk perkembangan
persepsi sensorik khususnya mata tetapi
mengorbankan aspek motorik seperti kontrol
otot leher. Pemberian posisi supinasi di Eropa
lebih populer karena kekhawatiran bahwa
bayi rentan sesak atau SIDS (Sudden Infant
Death Syndrome) akibat regurgitasi atau
tertelungkup
bantal
(Hwang,
2003).
Kemudian pada pemberian posisi Right
lateral dan semi recumbent, yaitu penempatan
neonatus dalam posisi miring kanan
mempercepat pengosongan lambung karena
tidak terdapat tekanan pada lambung
(Hussein, 2012). Posisi semi rekumben juga
diketahui memiliki efektivitas yang serupa
dengan miring kanan dalam hal pengosongan
lambung. American Academy of Pediatrics
(AAP) menyarankan bayi diposisikan miring
kanan atau semi rekumben after feeding
sebagai alternatif karena kedua posisi tersebut
memiliki risiko paling kecil dan dinilai paling
aman (Hussein, 2012). Akan tetapi pemberian
positioning pada bayi tetap dilakukan secara
seimbang untuk masing-masing posisi agar
tidak terjadi deformitas tulang tengkorak
(Sangers et al, 2012).
Oleh karena itu, penelitian ini sangat penting
agar perawat dapat mengidentifikasi reaksi
bayi terhadap stimulus berlebihan yang akan
berdampak
pada
pertumbuhan
dan
perkembangan serta posisi bayi saat tidur,
khususnya BBLR yang dirawat di ruang
perinatologi.
Metode
Penelitian ini menggunakan kuesioner dan
lembar observasi. Kuesioner digunakan untuk
mengumpulkan data demografi terkait
karakteristik responden. Pada penilaian posisi
tidur, bayi BBLR akan menggunakan
instrumen pengkajian observasi “Infants
Position Assessment Tool (IPAT)”. Untuk
mengetahui kategori posisi tidur bayi
tergolong baik atau perlu perbaikan. Maka
peneliti menggunakan skoring yang berbentuk
kategorik. Pembagian kategori posisi tidur
tersebut dibagi menjadi 2, yaitu baik dan
perlu perbaikan. Posisi tidur bayi berat lahir
rendah dikatakan baik apabila mendapatkan
jumlah skoring 9-12, dan jika posisi tidur bayi
berat lahir rendah dikatakan perlu perbaikan
apabila skoring yang didapatkan antara 0-8.
Hasil
Tabel 1 Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan
Berat Badan Bayi ketika Lahir, Jenis Kelamin, dan Jenis
Kehamilan di Ruang Perinatologi pada Bulan Juni-Juli
2014 (n=30)
Gambaran posisi..., Ramandhany Legawanti, FIK, 2014
Karakteris
tik
Sub
Karakteristik
Freku
ensi
Persen
tase
(%)
BBLR
BBLSR
BBLSAR
18
60.0
10
33.3
2
6.7
12
40.0
18
60.0
28
93.3
2
6.7
1.
2.
3.
BBL
Jenis
Kelamin
1.
2.
Jenis
Kehamilan
1.
2.
Laki-laki
Perempuan
Tunggal
Gemelli
Data penelitian ini menunjukkan bahwa berat
badan bayi ketika lahir (BBL) mayoritas
berada pada kategori BBLR (Berat Bayi Lahir
Rendah) yaitu sebesar 60%. Responden yang
memiliki tingkat jenis kelamin tinggi dalam
penelitian ini yaitu berjenis kelamin
perempuan, sebesar 60% dan sebagian besar
ibu responden memiliki riwayat kehamilan
tunggal, yaitu 93.3%.
Tabel 2 Distribusi Usia Bayi, Berat Bayi Sekarang, dan Usia
Gestasi Ibu di Ruang Perinatologi pada Bulan Juni-Juli 2014
(n=30)
Variabel
Mean
SD
MinimunMaximum
Usia Bayi
11.27
10.326
1-37
Berat Bayi
Sekarang
1593.93
464.924
637-2413
1420.33
1767.54
32.57
3.431
24-40
31.2933.85
Usia
Gestasi
95% CI
7.4115.12
Hasil penelitian ini didapatkan rata-rata usia
bayi adalah 11.27 (95% CI: 7.41-15.12),
dengan standar deviasi 10.326 hari. Usia bayi
termuda 1 hari dan usia tertua 37 hari. Dari
hasil estimasi interval dapat disimpulkan
bahwa 95% diyakini bahwa rata-rata usia bayi
adalah 7.41 sampai dengan 15.12 hari.
Hasil penelitian ini juga didapatkan bahwa
berat badan bayi sekarang memiliki tingkat
rata-rata 1593.93 gram (95% CI: 1420.331767.54), dengan standar deviasi 464.924.
Berat badan bayi terendah yaitu 637 sampai
dengan 2413 gram. Dari hasil estimasi
interval dapat disimpulkan bahwa 95%
diyakini bahwa rata-rata berat badan bayi
sekarang adalah diantara 1420.33 sampai
dengan 1767.54 gram.
Selain itu, juga didapatkan hasil analisis dari
penelitian ini berupa usia gestasi ibu, rata-rata
usia gestasi ibu adalah 32.57 minggu (95%
CI: 31.29-33.85), dengan standar deviasi
3.431 minggu. Usia gestasi termuda 24
minggu dan usia gestasi tertua 40 minggu.
Dari hasil estimasi interval dapat disimpulkan
bahwa 95% diyakini bahwa rata-rata usia
gestasi ibu adalah 31.29 sampai dengan 33.85
minggu.
Tabel 3 Distribusi Posisi Tidur berdasarkan kategori
Baik dan Perlu Perbaikan Posisi di Ruang Perinatologi
pada Bulan Juni-Juli 2014 (n=30)
Posisi Tidur
Frekuensi
Persentase (%)
Baik
16
53.3
Perlu Perbaikan
14
46.7
Total
30
100
Dari hasil penelitian ini didapatkan 16 dari 30
bayi berat lahir rendah di ruang perinatologi
berada pada tingkat posisi tidur yang baik
dengan persentase 53.3% dan 14 bayi lainnya
berada pada keadaan perlu perbaikan posisi
sebesar 46.7%. Posisi tidur responden
dikatakan baik jika jumlah skoring diantara 912. Sedangkan posisi tidur yang perlu
perbaikan jika jumlah skoring diantara 0-8.
Perubahan posisi yang diteliti meliputi posisi
tidur responden, apakah posisi tidur klien
dalam keadaan tidur terlentang dengan wajah
menghadap ke atas (supine), tidur tengkurap
(wajah menghadap ke bawah) atau tidur
semirekumben (tidur miring ke kanan tau
kiri). Pada perubahan posisi tidur responden
Gambaran posisi..., Ramandhany Legawanti, FIK, 2014
samping 450
yang diteliti meliputi perubahan pada bagian
bahu, tangan, pinggul, lutut, mata kaki, dan
kaki, kepala dan leher. Gambaran perubahan
posisi tersebut akan dijelaskan pada tabel 4.
3.
40.0
17
56.7
2
6.7
15
50.0
13
43.3
garis tengah
<450
Leher
Tabel. 4 Distribusi Perubahan Posisi berdasarkan kategori
Tidur Terlentang, Tengkurap dan Tidur Semirekumben serta
Perubahan Bahu, Tangan, Pinggul, Lutut, Mata Kaki, dan
Kaki, Kepala, dan Leher di Ruang Perinatologi pada Bulan
Juni-Juli 2014 (n=30)
Sejajar dengan
12
1.
Terbentang
Berlebih/Hiperek
stensi
2.
Netral dan Tidak
Selaras dengan
Tulang Belakang
Variabel
Posisi
Tidur
Sub Variabel
Frekuensi
1.
Tidur Terlentang
2.
Tidur Tengkurap
3.
Tidur
Miring/Semireku
Persentase
(%)
21
70.0
6
20.0
3
10.0
1.
Tertarik ke
4
13.3
Belakang
Tangan
2.
Netral
22
73.3
3.
Membulat
4
13.3
1.
Menjauh dari
2
6.7
Batang Tubuh
19
63.3
Menyentuh
9
30.0
1
3.3
Tubuh
2.
3.
Menyentuh
Wajah
Pinggul
1.
Menjauh/secara
eksternal
berotasi
2.
Terbentang
14
46.7
3.
Selaras dan
15
50.0
4
13.3
Melentur/Tertek
uk
Lutut,
Mata
Kaki,
Kaki
1.
Terbentang dan
Berotasi Keluar
2.
Terbentang
5
16.7
3.
Selaras dan
21
70.0
1
3.3
Melentur/Tertek
uk
Kepala
1.
Berotasi ke
samping >45
2.
Berotasi ke
0
Netral, Melentur
dan Selaras
dengan Tulang
Belakang
mben
Bahu
3.
Data penelitian ini menunjukkan bahwa 70%
posisi tidur responden berada pada keaadaan
tidur terlentang (supine) yaitu dengan wajah
menghadap ke atas. Sedangkan sebesar 20%
responden berada pada posisi tidur tengkurap
dan 10% termasuk posisi tidur miring atau
semirekumben. Selain itu, juga didapatkan
hasil analisis dari perubahan yang dialami
responden pada bagian bahu mayoritas
responden berada dalam kategori bahu netral
(73.3%). Sedangkan responden berada pada
posisi bahu keadaan tertarik ke belakang dan
dalam keadaan membulat, masing-masing
sebesar 13.3% . Pada bagian tangan,
mayoritas didapatkan 63.3% responden
berada pada kategori tangan menyentuh
batang tubuh dengan sembilan orang bayi
lainnya tangan menyentuh wajah dan dua
orang bayi yang lain berada pada tangan
menjauh dari sumbu tubuh. Selanjutnya pada
bagian pinggul, didapatkan 50% bayi
termasuk dalam keadaan selaras dan dapat
melentur atau menekuk, 4.67% dalam
keadaan terbentang serta 3.3% lainnya berada
dalam kategori menjauh/secara eksternal
berotasi. Perubahan posisi pada bagian lutut,
mata kaki, dan kaki didapatkan mayoritas
responden dalam keadaan selaras dan dapat
tertekuk (70%). Pada bagian ini, skor yang
paling rendah didapatkan oleh empat orang
responden di mana lutut, mata kaki, dan
kakinya berada dalam keadaan terbentang dan
berotasi keluar. Sebaliknya pada bagian
kepala, 17 dari 30 responden berada pada
kategori sejajar dengan garis tengah kurang
dari 450, dan sebesar 40% responden
Gambaran posisi..., Ramandhany Legawanti, FIK, 2014
termasuk dalam kategori kepala berotasi ke
samping sebesar 450 serta 3.3% responden
lainnya berada dalam kategori kepala dalam
keadaan berotasi ke samping lebih dari 450.
Pada bagian leher, 50% responden berada
dalam keadaan leher netral, dan tidak selaras
dengan tulang belakang. Namun, 13 orang
responden dalam keadaan leher netral,
melentur, dan selaras dengan tulang belakang
serta dua orang responden lainnya dalam
keadaan lehernya terbentang berlebih atau
hiperekstensi.
Pembahasan
Hasil penelitian yang dilakukan di ruang
perinatologi beberapa responden di Rumah
Sakit X di Jakarta. Didapatkan bahwa berat
bayi lahir dalam penelitian ini menunjukkan
bahwa mayoritas responden berada dalam
kategori berat bayi lahir rendah (BBLR)
sebanyak 60% dibandingkan berat badan bayi
sangat rendah (BBLSR) hanya sekitar 33.3%
dan berar bayi lahir sangat rendah
(BBLSAR), yaitu 6.7%. Hasil penelitian ini
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Sianturi (2006) di RS Santa Elisabeth Medan
tahun 2003-2006, yaitu dari segi berat badan
bayi baru lahir dapat dilihat bahwa angka
kejadian BBLR tertinggi pada golongan 15002500 gram (76%), sedangkan pada angka
kejadian BBLSR (berat badan diantara 1000<1500 gram) sebesar 18,3%. Hal ini juga
sesuai dengan kriteria inklusi pada penelitian
yang dilakukan Soniya (2013) yaitu berat
badan bayi di bawah kurang dari 2500 gram.
Pada penelitian ini juga didapatkan jumlah
responden BBLR yang berjenis kelamin lakilaki lebih sedikit (40%) dibandingkan
responden yang berjenis kelamin perempuan
(60%). Hal ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Mulyawan (2009) di mana
hasil analisis hubungan anatara kejadian
BBLR dengan jenis kelamin anak diperoleh
bahwa proporsi kejadian BBLR pada jenis
kelamin laki-laki lebih rendah (3,5%) di
bandingkan dengan jenis kelamin perempuan
(3,7%). Hasil uji statistik diperoleh nilai p
value =1.000, maka dapat disimpulkan tidak
ada perbedaan proporsi antara kejadian BBLR
dan jenis kelamin laki-laki atau perempuan
(tidak ada hubungn yang signifikan antara
BBLR dengan jenis kelamin). Data hasil
Riskesdas (2013) bayi BBLR yang berjenis
kelamin laki-laki lebih sedikit (9,2%)
dibanding bayi BBLR dengan jenis kelamin
perempuan (11,2%). Hal ini sejalan dengan
teori Mattson dan Smith (2000) bahwa bayi
berat lahir rendah terjadi karena beberapa
faktor, yaitu faktor ibu, bayi dan faktor luar.
Faktor ibu dapat disebabkan gizi selama
kehamilan usia ibu saat hamil, paritas, jarak
kehamilan yang terlalu dekat, adanya penyakit
penyerta yang diderita ibu selama hamil dan
kehamilan kembar. Faktor dari luar bisa
disebabkan oleh lingkungan yang tidak
mendukung kehamilan ibu dan sosial
ekonomi. Selain itu, hasil ini menunjang
penelitian sebelumnya yang menyatakan
bahwa tidak ada perbedaan risiko bayi lakilaki dan perempuan terhadap risiko BBLR
(Frisbie, Biegler, Forbes & Pullum, 1997).
Tetapi hasil penelitian bertolak belakang
dengan penelitian lainnya yang menyatakan
risiko BBLR meningkat (62%) dan (32%)
pada bayi perempuan dibandingkan laki-laki
(Beydoun et al, 2004; Agaewal, & Reddalah,
2005 dalam Damayanti, Wilopo, & Nurdiati,
2010).
Dari hasil penelitian ini, juga didapatkan
mayoritas kehamilan ibu responden termasuk
kategori kehamilan tunggal (93.3%), dan
kehamilan gemelli atau kehamilan ganda,
yaitu 6.7%. Hasil ini berbanding terbalik pada
penelitian yang dilakukan oleh Alya (2014) di
RSAB Banda Aceh pada tahun 2013, bahwa
didapatkan 22,9% bayi kembar BBLR dan
selebihnya bayi BBLR yang dilahirkan dalam
keadaan tidak kembar atau disebut juga
kehamilan tunggal. Berat badan janin pada
kehamilan kembar (gemelli) lebih ringan
daripada kehamilan tunggal pada umur
Gambaran posisi..., Ramandhany Legawanti, FIK, 2014
kehamilan yang sama. Sampai kehamilan 30
minggu kenaikan berat badan janin kembar
sama dengan janin kehamilan tunggal. Setelah
itu, kenaikan berat badan lebih kecil karena
regangan
yang
berlebih
sehingga
menyebabkan peredaran darah plasenta
mengurang. Berat badan satu janin pada
kehamilan kembar rata-rata 1000 gram lebih
ringan
daripada
kehamilan
tunggal
(Prawirohardjo, 2000). Teori ini tidak sejalan
dengan responden dalam penelitian ini,
dikarenakan pada pelaksanaan penelitian
hanya mendapatkan dua bayi yang termasuk
kehamilan gemelli atau ganda.
Salah satu cara untuk meminimalisir stres
pada neonatus yang sedang menjalani
perawatan di NICU, maka perawat
memberikan developmental care, yaitu
asuhan yang memfasilitasi tumbuh kembang
bayi dengan cara mengurangi gangguan dan
memanipulasi kondisi dan tindakan medis
atau keperawatan pada bayi. Hal ini bertujuan
untuk meminimalisasi penggunaan energi
neonatus (karena neonatus BBLR dan
prematur kekurangan energi), menurunkan
stres neonatus, dan mencegah komplikasi
yang akan diberikan melalui pemberian posisi
tidur yang baik.
Karakteristik usia responden dalam penelitian
ini menunjukkan bahwa mayoritas rata-rata
usia bayi yaitu 11.27 hari, dibulatkan 11 hari
dimana usia tersebut termasuk dalam kategori
neonatus. Pada penelitian ini ditujukan pada
neonatus, dan bayi dengan BBLR karena
peneliti ingin melihat maturasi dengan organ
tubuh responden. Selain itu, saat bayi keluar
dari rahim ibu, maka bayi akan lingkungan
yang sangat berbeda. Periode ini bayi akan
terpapar dengan kondisi lingkungan yang
berubah-ubah seperti dalam hal pencahayaan,
suhu, suara, dan lain-lain. Pada periode ini,
bayi tidak bergantung pada plasenta lagi,
dimana asupan pemenuhan nutrisinya,
pertukaran oksigen, kardiovaskular dan darah
berakhir dan bayi memulai kemandirinnya
(Behrman & Vaughan, 1994; Bobak,
Lowdermilk, & Jensen, 2005). Asuhan
perkembangan neonatus preterm merupakan
proses berkelanjutan di NICU dan disatukan
ke dalam asuhan harian tertentu untuk setiap
bayi. Oleh karena itu, perawat harus
memahami kebutuhan perkembangan bayi,
temperamen, dan keadaan umum bayi baru
lahir, serta kondisi perkembangan lingkungan
yang dapat merugikan bayi. Asuhan
keperawatan harus direncanakan sesuai
dengan kebutuhan yang bertujuan untuk
memperkuat perkembangan fisik, psikososial,
dan neurologis yang optimal (Wong, 2008).
Berdasarkan berat bayi sekarang (berat badan
saat penelitian), didapatkan rata-rata berat
responden 1593.93 gram dengan berat badan
bayi terendah yaitu 637 sampai dengan berat
badan bayi tertinggi yaitu 2413 gram. Dengan
data berat badan bayi tersebut, berat badan
bayi termasuk dalam kategori bayi berat lahir
rendah (BBLR). Pada bayi berat lahir rendah
memiliki karakteristik hipotonus (kelemahan
otot) yang diakibatkan dari immaturitas organ
tubuhnya. Hipotonus dan dominasi aktivitas
otot ekstensor dapat menyebabkan ekstensi
tulang belakang disertai retraksi skapula.
Retraksi skapula diikuti oleh ekstensi leher,
tubuh, dan abduksi pada bahu. Hipotonus
dapat mengakibatkan elevasi panggul yang
minimal, yang dapat mengakibatkan rotasi
eksternal dan abduksi panggul pada
ekstremitas bawah. Gejala di atas merupakan
tanda awal dari gangguan neurologis tanpa
diikuti gejala neurologis lainnya seperti
kejang dan penurunan kesadaran. Dengan
demikian pemberian posisi tidur yang tepat
pada BBLR sangat penting untuk tumbuh
kembang bayi (Monterosso, Kristjanson, &
Cole, 2002).
Selain itu, hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa usia gestasi ibu responden rata-rata
berada pada kelompok preterm, yaitu diantara
32.57 atau dibulatkan 33 minggu. Di mana
Gambaran posisi..., Ramandhany Legawanti, FIK, 2014
bayi dengan preterm termasuk dalam kategori
prematur murni, yaitu neonatus dengan usia
kehamilan kurang dari 37 minggu dan
mempunyai berat badan sesuai dengan berat
badan untuk masa kehamilan, atau biasa
disebut neonatus kurang bulan sesuai masa
kehamilan. Penyebabnya berasal dari berbagai
faktor ibu, faktor janin maupun faktor
lingkungan (Sastrawinata et al, 2005).
Dari hasil penelitian ini didapatkan 53.3%
bayi BBLR dalam kategori baik, dengan
rentang jumlah skor 9 sampai 12, dan 46.7%
lainnya termasuk kategori posisi tidur perlu
perbaikan, dengan rentang jumlah skor 0
sampai 8. Berdasarkan hasil penelitian
didapatkan posisi tidur responden berada pada
keaadaan tidur terlentang (supine) yaitu
dengan wajah menghadap ke atas sebesar
70%, tidur tengkurap (prone) sebesar 20%
dan 10% termasuk posisi tidur miring atau
semirekumben. Berdasarkan pengamatan
lapangan, sebagian besar posisi tidur yang
diberikan kepada bayi adalah posisi terlentang
(supine) dibanding dengan posisi tidur
lainnya. Meskipun demikian, pemberian
posisi supinasi kepada pasien bayi bblr
mungkin lebih mudah bagi perawat dalam
mengamati dan menangani bayi dengan risiko
tinggi daripada posisi pronasi. Pemberian
posisi tidur pada setiap bayi berbeda-beda
karena disesuaikan dengan kebutuhan dan
kondisi setiap bayi. Menurut Hussein (2012),
posisi supinasi (terlentang), yaitu posisi yang
dapat merangsang bayi untuk regurgitasi dan
inhalasi, karena cairan fundus dan udara yang
tertelan menghambat pengosongan lambung.
Pada penelitian yang dilakukan Hussein
(2012), bahwa posisi supinasi lebih baik
untuk perkembangan persepsi sensorik
khususnya mata tetapi mengorbankan aspek
motorik seperti kontrol otot leher. Posisi
terlentang yang lama bagi bayi preterm tidak
disukai karena berhubungan dengan masalah
jangka panjang seperti fleksi anggota pelvis
dan batang tubuh; abduksi pelvis lebar (posisi
kaki katak), retraksi dan abduksi bahu; eversi
pergelangan kaki; peningkatan ekstensi leher
dan peningkatan ekstensi batang tubuh
dengan leher dan punggung melengkung
(Blackburn & Vandenberg, 1998 dalam
Wong, 2009).
Sedangkan pada posisi pronasi (telungkup),
yaitu posisi yang memungkinkan untuk
neonatus mendapatkan oksigenasi yang lebih
adekuat dan memfasilitasi tidur yang tenang,
jarang menangis, dan pernapasan lebih
teratur. Hal ini juga dapat mengurangi
gastroesophageal
refluks
yang
dapat
menyebabkan apnea, aspirasi pneumonia, dan
penyakit paru-paru kronis (Hwang, 2003
dalam Hussein 2012). Posisi telungkup
merupakan posisi terbaik bagi kebanyakan
bayi preterm dan menghasilkan oksigenasi
yang baik, lebih menoleransi makanan, dan
pola tidur-istirahatnya lebih teratur. Bayi
memperlihatkan
aktivitas
fisik
dan
penggunaan energi lebih sedikit bila
diposisikan telungkup (Wong, 2009).
Penelitian lain menyebutkan pula bahwa
banyak keuntungan memberikan posisi prone
pada bayi prematur salah satunya yaitu dapat
mengurangi pengeluaran energi, mempercepat
pengosongan lambung.
Pada penelitian ini 10% bayi BBLR termasuk
posisi tidur miring atau semirekumben, yaitu
penempatan neonatus dalam posisi miring
kanan mempercepat pengosongan lambung
karena tidak terdapat tekanan pada lambung
(Hussein, 2012). Posisi semi rekumben juga
diketahui memiliki efektivitas yang serupa
dengan miring kanan dalam hal pengosongan
lambung. American Academy of Pediatrics
(AAP) menyarankan bayi diposisikan miring
kanan atau semi rekumben after feeding
sebagai alternatif karena kedua posisi tersebut
memiliki risiko paling kecil dan dinilai paling
aman (Hussein, 2012). Akan tetapi pemberian
positioning pada bayi tetap dilakukan secara
seimbang untuk masing-masing posisi agar
Gambaran posisi..., Ramandhany Legawanti, FIK, 2014
tidak terjadi deformitas tulang tengkorak
(Sangers et al, 2012). Selain itu, penting bagi
perawatan untuk memberikan perubahan
posisi tidur pada bayi hal ini disebabkan
karena perubahan posisi dapat meminamalisir
abnormalitas muskuloskleletal serta dapat
meningkatkan perkembangan syaraf (Jeanson,
2013).
Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan bahu
netral (73.3%), tangan menyentuh batang
tubuh (63.3%), pinggul didapatkan 46.7%
responden dalam keadaan terbentang, pada
bagian lutut, mata kaki, dan kaki didapatkan
mayoritas responden dalam keadaan selaras
dan dapat ditekuk (70%), pada bagian kepala
responden 17 dari 30 responden berada pada
kategori kepala sejajar dengan garis tengah
kurang dari 450, pada bagian leher 50%
responden berada dalam keadaan leher netral,
dan tidak selaras dengan tulang belakang.
Pada penelitian yang dilakukan oleh
Coughlin, Lohman, dan Gibbins, (2010) pada
saat pre test (sebelum pemberian positioning)
paling rendah didapatkan pada bagian lutut,
mata kaki, kaki dengan skor dalam kategori
terbentang dan pada bagian pinggul dalam
kategori mendekati posisi melentur atau
tertekuk. Sedangkan bagian yang didapatkan
paling tinggi pada bagian bahu dan leher
dengan skor hampir mendekati sempurna. Hal
ini sangat berubah signifikan setelah
pemberian positioning
dengan skor
mayoritas mendekati sempurna. Pada
penelitian ini sebagian tidak sejalan dan
sebagian lagi sejalan dimana skor pre test
yang terendah pada bagian bahu didapatkan
bahu dalam keadaan tertarik ke belakang dan
sebagian lagi pada bagian lutut, mata kaki,
dan kaki dalam keadaan terbentang dan
berotasi keluar.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat
disimpulkan bahwa sebagian besar responden
yang berada di ruang perinatologi memiliki
berat badan lahir rendah yaitu di bawah 2500
gram dengan jenis kelamin responden
mayoritas perempuan. Selain itu, jenis
kehamilan ibu responden didominasi oleh
kehamilan tunggal. Rata-rata usia bayi yang
diteliti dalam kategori neonatus dengan ratarata usia gestasinya 32.57 atau 33 minggu.
Secara keseluruhan posisi tidur 53.3% berada
pada posisi tidur yang baik. Oleh karena itu,
pemberian developmental of care sangat
dibutuhkan bagi neonatus BBLR.
Ucapan Terima Kasih
Jurnal berjudul “Gambaran Posisi Tidur Bayi
Berat Lahir Rendah di Ruang Perinatolog”
disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
skripsi. Peneliti menyadari bahwa, tanpa
bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak,
dari masa perkuliahan sampai pada
penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit bagi
saya untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh
karena itu, saya mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Dra. Junaiti Sahar, Ph. D., selaku
Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan
2. Elfi Syahreni, SKp, M.Kep. An selaku
dosen pembimbing atas waktu, tenaga,
dan pikiran untuk mengarahkan saya
dalam penyusunan skripsi.
3. Dessie Wanda, S.Kp., M.N., selaku
penguji sidang skripsi yang telah
memberikan banyak saran terhadap
penelitian ini.
4. Ibu Kuntarti. SKp., M. Biomed
sebagai koordinator mata kuliah Riset
Keperawatan.
5. Orang tua dan keluarga yang telah
memberikan dukungan moral berupa
do’a dan semangat serta dukungan
material.
6. RSAB Harapan Kita Jakarta yang
telah memberikan kesempatan bagi
peneliti untuk melakukan penelitian
ini.
7. Ns.
Yanti
Riyantini,
M.Kep.,
S.Kep.An dan Ns. Siti Rosidah Iis,
S.Kep serta jajaran-jajarannya yang
sudah membantu menjadi pembimbing
lapangan ketika peneliti mengambil
data di RSAB Harapan Kita Jakarta.
Gambaran posisi..., Ramandhany Legawanti, FIK, 2014
8. Riyan Idayati, Septi Kurniasari, Kak
Ngolu, teman sebimbingan yang
saling menguatkan sampai akhir.
9. Rahma Fadillah Sopha, Annisa Dwi
Ma’rifah, Jihan Rigel Fitrian, Wahyu
Wijayanti, Arista Citra Rahmawati,
Rahmi Hayati, Nur Azizah, Hapasari
Nur Jannah, Risma Nurmayanti, dan
lain-lain
yang
sudah
banyak
membantu dan mendengar keluh
kesah peneliti.
10. Millati Atmami, Lisa Andriyani, Sri
Mulyani H, Tissa Aulia Putri, Annisa
Rahmawati, Lastiti, Esti Cahya
Ningrum,
Assyifa
Fathirabbani,
saudara-saudara selingkaran yang
saling menguatkan dalam do’a.
11. Teman-teman FIK UI S1 reguler 2010
yang tidak bisa disebutkan satu
persatu namanya atas semangat yang
telah
ditebar
selama
penulis
mengerjakan skripsi ini.
Saya selaku penulis berharap Allah SWT.,
berkenan membalas segala kebaikan semua
pihak yang telah membantu. Semoga skripsi
ini dapat memberikan sumbangan positif dan
bermanfaat khususnya bagi pengembangan
keperawatan, khususnya di Indonesia. Peneliti
mengharapkan agar penelitian ini juga dapat
bermanfaat bagi diri peneliti sendiri dan
bermanfaat juga bagi agama, nusa dan bangsa.
Akhir kata, saya ucapkan terima kasih.
Referensi
Badan Pusat Statistik (2012). Survei
demografi dan kesehatan Indonesia
2012. Jakarta: Author.
Ball, J.W., & Bindler, R.C. (2003). Pediatric
nursing: Caring for children. Ed. 3th.
New Jersey: Prentice Hall.
Behrman, R.E., & Vanghan, V.C. (1994).
Nelson: Ilmu kesehatan anak. Ed. 12th.
Jakarta: EGC.
Bowden, V.R., Greenberg, C.S., &
Donaldson,
N.E.
(2000).
Developmental care of the newborn.
Online journal of clinical innovations,
15: 3 (7):1-77
Bobak, I.M. Lowdermik, D.L., & Jensen,
M.D. (2005). Buku ajar keperawatan
maternitas. Ed. 4th. Jakarta: EGC.
Budiharto. (2008). Metodologi penelitian
kesehatan dengan contoh bidang ilmu
kesehatan gigi. Ed. 1st. Jakarta: EGC.
Candra, Asep. (2013, September 30).
Kesehatan ibu terabaikan. Kompas
Cyber Media. Dikutip pada tanggal 26
Desember
2013
dari
http://health.kompas.com/read/2013/0
9/30/0634289/Kesehatan.Ibu.Terabaik
an
Casey, P.H., Mansell, L.M., Barret, K.,
Bradley, R.H., & Gargus, R. (2006).
Impact of prenatal and/or postnatal
growth problems in low birth weight
preterm infants on school-age
outcomes: An 8-year longitudinal
evaluation. Pediatrics, 118(3), 10781086, diunduh pada tanggal 23
Desember
2013
dari
www.pediatrics.org
Coughlin, M., Lohman, M.B., & Gibbins, S.
(2010). Reliability and effectiveness of
an infant positioning assessment tool
to
standardize
developmentally
supportive positioning practices in the
neonatal intensive care unit. Journal of
newborn and infant nursing. Elsevier:
Inc. Printed in USA. Vol. 10, No.2.
Hastono, S. P., & Sabri, L. (2011). Statistik
Kesehatan. Ed. 6th. Jakarta: Rajawali
Press.
Dahlan, M.S. (2010). Besar sampel dan cara
pengambilan sampel dalam penelitian
kedokteran dan kesehatan. Jakarta:
Salemba Medika.
Damanik, Sylviati M. (2008). Klasifikasi Bayi
Menurut Berat Lahir dan Masa
Gestasi. In: Sholeh Kosim, dkk. Buku
Ajar Neonatologi. Jakarta: Badan
Penerbit IDAI
Damayanti, Wilopo, SA., & Nurdiati, DS.
(2010). Pengaruh kenaikan berat
badaan rata-rata perminggu pada
kehamilan trimester 2 dan 3 terhadap
risiko berat bayi lahir rendah.
Jurnal.ugm.ac.id. Berita kedokteran
masyarakat. Maret: Vol. 26, No. 1
Departemen Kesehatan Indonesia. (2007).
Profil kesehatan Indonesia 2005.
Jakarta: Depkes RI.
Gulö, W. (2000). Metodologi Penelitian.
Jakarta: Grasindo
Gambaran posisi..., Ramandhany Legawanti, FIK, 2014
Hastono, SP. (2007). Analisis Data
Kesehatan.
Depok:
Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas
Indonesia.
Hendriyana, Artanti. (2013, September 10).
Jawa barat penyumbang terbesar
angka kematian bayi di Indonesia.
Peningkatan
kualitas
pelayanan
kesehatan pada neonatus melalui
implementasi developmental care.
Dikutip pada tanggal 26 Desember
2013
dari
http://www.unpad.ac.id/2013/10/jawabarat-penyumbang-terbesar-angkakematian-bayi-di-Indonesia/
Hussein, H. A. (2012). The difference
between right side and semi recumbent
positions after feeding on gastric.
Journal of American Science, 8 (1).
Jeanson, E. (2013). One-to one bedside nurse
education as a means to improve
positioning consistency. Newborn and
Infants Nursing Reviews. 2013 March;
13(1): 27-30
Jumiarni., Mulyati, S., & S, Nurlina. (1995).
Asuhan Keperawatan Perinatal. Ed.
1st. Jakarta: EGC.
Kosim, M.S., Yunanto, A., Dewi, R., Sarosa,
G.I., & Usman, A. (2010). Buku Ajar
Neonatologi. Jakarta: IDAI.
Kosim, MS., (2006). Gawat darurat neonatus
pada persalinan. Sari periatri, Vol. 7,
No. 4, Maret 2006: 225-231
Kusumawati, Ni Nengah. (2011). Gambaran
tingkat pengetahuan perawat tentang
perawat metode kangguru di RSAB
harapan kita. Depok: FIK UI.
Lissauer, T., & Fanaroff, A. (2009). At a
glance:
Neonatologi.
Jakarta:
Erlangga.
Manuaba, I.B Gde., Manuaba, I.A
Chandranita., & Manuaba, I.B Fajar.
(2007). Pengantar kuliah obstetri.
Jakarta: EGC.
Martinussen, M., Fischl, B., & Larsson, H.B.
Skranes, J., et al. (2005). Cerebral
cortex thickness in 15-year-old
adolescents with low birth weight
measured by an automated MRI-based
method. Brain 128: 2588-2596.
Mattson, S., & Smith, J.E. (2000). Care
curriculum for maternal-newborn
nursing. Ed. 2nd. America: Saunders.
Mizuno K., Inoue M., & Takeuchi T. (2000).
The effects of body positioning on
sucking behavior in sick neonates. Eur
J Pediatr 159:827–831.
Monterosso, L., Kristjanson, L., & Cole, J.
(2002). Neuromotor development and
the physiologic effects of positioning
in very low birth weight infants.
Journal of Obstetric, Gynerogic, and
Neonatal Nursing. 31: 138=146
Mulyawan, H. (2009). Gambaran kejadian
bblr, karakteristik, karakteristik ibu
dan karakteristik ibu, anak, dan
karakteristik bayi dari ibu vegetarian
di 17 kota di Indonesia tahun 2009.
FKM UI: p. 32 dikutip pada tanggal 4
Juli
2014
dari
http://lontar.ui.ac.id/file?file=digital/1
26294-S-5688Gambaran%20kejadian-Analisis.pdf
Notoatmodjo,
S.
(2010).
Metodologi
penelitian kesehatan. Jakarta: Rineka
Cipta.
Nursalam. (2008). Konsep dan penerapan
metodologi
penelitian
ilmu
keperawatan: pedoman skripsi, tesis
dan
instrumen
penelitian
keperawatan. Ed. 2. Jakarta: Salemba
Medika
Prawirohardjo. (2000). Ilmu kebidanan.
Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono.
Putra, Y., Kardana, M., Artana, D., & Putra, J.
(2012). Karakteristik dan luaran bayi
berat lahir sangat rendah yang lahir di
rsup sanglah denpasar. Jurnal ilmiah
kedokteran unud. Medicina: (Vol. 43:
2).
Sangers et al. (2012). Outcomes of gastric
residuals whilst feeding preterm
infants in various body positions.
Diunduh pada 23 Desember 2013 dari
http://www.journalofneonatalnursing.c
om/article/S1355-1841(12)002700/pdf
Sastrawinata, et. al. (2005). Obstetri patologi.
Ed. 2. Cet. 1. Jakarta: EGC.
Gambaran posisi..., Ramandhany Legawanti, FIK, 2014
Sastroasmoro, S., & Ismail, S. (2011). Dasardasar metodologi penelitian klinis. Ed.
4th. Jakarta: Sagung Seto.
Sekartini, R., & Adi, NP. (2006). Gangguan
tidur pada anak usia bawah tiga tahun
di lima kota di Indonesia. Sari
pediatri. Vol. 7, No. 4, Maret 2006:
188-193.
Shrivastava, SP., Kumar, A., & Ojna, AK.
(2011). Perinatal determinants of
neonatal mortality in India, Sep 2011.
Dikutip pada 4 Juli 2014 dari
http:///www.indianpediatrics.net
Sianturi, Irma D.M. (2007). Karakteristik Ibu
yang melahirkanbayi dengan berat
badan lahir rendah (BBLR) di rumah
sakit santa elisabeth pada tahun 20032006. Sumut: FKM Unsut.
Sun Kyung Hwang et al. (2003). Effects of
Body Position and Time after feeding
on gastric residuals in LBW infant.
Journal of Korean Academy of
Nursing. Vol. 33, No. 4.
Syse, A. (2000). Norway: Valid (as oppose to
informed) consent. The Lancet
356:1347-1348.
Swarjana, I Ketut. (2012). Metodologi
Penelitian
Kesehatan.
Ed.
1.
Yogyakarta: ANDI.
The Indonesian Public Health Portal. (2013,
April 10). Epidemiologi BBLR.
Dikutip pada tanggal 26 Desember
2013 dari http://www.Indonesianpublichealth.com/2013/04/epidemiolo
gi-bblr.html
UNICEF. (2004). Low Birth weight: Country,
Regional and Global Estimate. New
York: WHO Publication
Wasis. (2008). Pedoman riset praktis untuk
profesi perawat. Ed. 1st. Jakarta: EGC.
Wong, Dona, L. et. al. (2009). Buku ajar
keperawatan pediatrik wong. Volume
1. Edisi 6. (Agus Sutarna, Neti Juniarti
& Kuncara, penerjemah). Jakarta:
EGC.
Gambaran posisi..., Ramandhany Legawanti, FIK, 2014
Download