analisis valuasi saham pada pt indofood sukses makmur tbk, pt

advertisement
ANALISIS VALUASI SAHAM PADA PT INDOFOOD SUKSES
MAKMUR TBK, PT GUDANG GARAM TBK,
DAN PT UNILEVER TBK
I Putu Darma Putra
UNIVERSITAS GUNADARMA
2009
Investasi dalam bentuk saham memerlukan analisis untuk mengukur nilai
saham, yaitu analisis fundamental dan analisis teknikal. Selain itu, investor juga harus
melakukan analisis valuasi saham sebelum mulai berinvestasi untuk memperkirakan
berapa nilai intrinsik atau harga yang wajar untuk suatu saham berdasarkan data
fundamentalnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui berapakah nilai intrinsik
dari masing-masing saham 3 perusahaan yang termasuk dalam sektor industri barang
konsumsi, dan bertujuan pula untuk mengetahui apakah saham ketiga perusahaan
tersebut berada dalam kondisi Undervalued atau Overvalued.
Penelitian ini menggunakan objek perusahaan yang termasuk dalam sektor
industri barang konsumsi, dipilih 3 perusahaan yang sahamnya teraktif
diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode Januari-Juni 2009. Ketiga
perusahaan tersebut terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan simbul INDF,
GGRM dan UNVR. Analisis data menggunakan pendekatan pendapatan yang
mengaplikasikan metode arus kas terdiskonto (Discounted Cash Flow), pendekatan
perbandingan data pasar (Relative Valuation), dan dengan metode CAPM (Capital
Asset Pricing Model).
Hasil penelitian menunjukan estimasi nilai intrinsik untuk saham INDF,
GGRM dan UNVR dengan pendekatan Discounted Cash Flow sebesar Rp 258,45,-,
Rp 1.980,17,- dan Rp 8.157,79,-. Sedangkan dengan pendekatan Relative Valuation
sebesar Rp 2.032,61,-, Rp 27.423,61,- dan Rp 446,96. Jika dengan metode capital
Asset Pricing Model sebesar Rp 214,60,-, Rp 2.280,63,- dan Rp 2.873,06. Saham
INDF dan GGRM berada dalam kondisi Overvalued jika dihitung dengan pendekatan
Discounted Cash Flow dan Capital Asset Pricing Model. Namun jika dihitung dengan
menggunakan pendekatan Relative Valuation saham INDF dan GGRM berada dalam
kondisi Undervalued. Sedangkan untuk saham UNVR jika dihitung dengan
pendekatan Discounted Cash Flow, Relative Valuation, dan Capital Asset Pricing
Model berada dalam kondisi Overvalued.
Kata Kunci : Discounted Cash Flow, Relative Valuation, Capital Asset Pricing Model
1. Pendahuluan
Bursa Efek Indonesia (BEI) terus berkembang seiring bertambahnya usia, dan
keadaan ini menunjukkan bahwa efek / saham semakin banyak peminatnya. ini dilihat
dari kapitalisasinya yang terus bertambah dari tahun-tahun sebelumnya. Investasi
pada saham merupakan investasi pada sektor finansial yang tergolong paling high
risk - high return investment. Artinya, peluang untuk memperoleh keuntungan sangat
besar bahkan dapat mencapai ratusan persen perbulan namun diimbangi dengan
kemungkinan kerugian yang besar apabila tidak dikelola dengan baik. Pada dasarnya,
semua jenis investasi memiliki kemungkinan merugi. Besarnya potensi kerugian akan
sebanding dengan besarnya potensi keuntungan yang dapat diperoleh. Dan sebaliknya
semakin besarnya potensi keuntungan yang dapat diperoleh disini, maka semakin
besar juga potensi kerugian yang dapat timbul. Oleh karena itu, sangat penting bagi
investor untuk memprediksi arah pergerakan harga saham (Palimo,2009: 2).
Pergerakan saham pada dasarnya dipengaruhi oleh teori ekonomi yang paling
dasar, yaitu hukum permintaan dan hukum penawaran. Harga saham akan naik jika
semakin banyak pihak yang ingin membeli suatu saham, sedangkan harga saham
akan turun jika yang terjadi sebaliknya. Jadi sebenarnya harga saham ditentukan oleh
investor yang bertransaksi di pasar modal dan harga tersebut sekaligus mewakili
pendapat kebanyakan investor. Untuk mengatasi perubahan harga saham tersebut
diperlukan analisis harga saham (Renal,2009:1). Terdapat dua pendekatan yang
sering digunakan untuk menganalisis harga saham, yaitu fundamental analisis (FA)
dan teknikal analisis (TA). FA menilai saham berdasarkan kondisi fundamental
perusahaan itu sendiri, karenanya, FA lebih sesuai untuk investasi jangka panjang.
Sedangkan TA menilai harga saham berdasarkan refleksi harga dimasa lalu dengan
membaca sentimen, tren, dan proyeksi yang mungkin terjadi dimasa depan (Halim,
2005: 4). Menurut Hartono (2003) berpendapat bahwa TA mengarahkan arah
pergerakan harga, membuat batas-batas pergerakan dalam kondisi tertentu, serta
menunjukan target arah beserta resikonya. TA lazimnya dilakukan dengan software
aplikasi dan banyak mengeksploitasi grafik (chart). Karena sifat dan karakternya, TA
lebih cocok untuk trading (spekulasi) dalam jangka pendek ataupun perlindungan.
Terkadang harga saham banyak ditentukan oleh faktor spekulasi dan estimasi
prospek perusahaan yang berlebihan. Jika ini terjadi maka harga suatu saham biasa
akan naik sangat tinggi, jauh meninggalkan nilai bukunya, ataupun sebaliknya.
Akibatnya, kapitalisasi pasar saham perusahaan itu akan menggelembung secara
berlebihan dan jauh melewati prospek perusahaan yang sebenarnya dan berbagai
pihak akan kesulitan memprediksi harga saham perusahaan tersebut.
Dalam hal ini diutarakan juga oleh Porman (2008), bahwa pasar modal bukan
lagi dianggap sebagai investasi, melainkan lahan spekulasi bisnis yang bisa sangat
menguntungkan dan juga bisa sangat merugikan investor. Beberapa analis saham
menghawatirkan kenaikan index yang demikian cepat dengan mengatakan bahwa
buliish yang terjadi sekarang ini hanya buble (gelembung) semata yang sewaktuwaktu dapat meletus jika sudah mencapai ketinggian tertentu. Fluktuasi nilai saham
perusahaan ditentukan oleh perubahan dari laba perusahaan yang tercermin dalam
kinerja perusahaan. Menurut Halim (2005:20) hal tersebut menyebabkan nilai intriksi
perusahaan menjadi ukuran yang sangat penting bagi investor untuk mengambil
keputusan dalam membeli saham suatu perusahaan. Untuk itulah perlu melakukan
valuasi saham sebelum mengambil keputusan investasi. Valuasi saham adalah
mengestimasi nilai saham yang sebenarnya (intrinsik value) berdasarkan data
fundamentalnya (Asnawi dan Chandra,2007). Sependapat dengan Asnawi dan
Chandra dalam tulisannya Parahita (2008) berpendapat bahwa melakukan penilaian
(valuasi) saham adalah proses penentuan berapa harga yang wajar untuk suatu saham.
Hasil dari valuasi saham nantinya akan menjadi informasi yang sangat berharga bagi
investor yang tidak menyukai resiko (risk averter) sebelum mengambil keputusan
investasi.
Penelitian mengenai valuasi saham sebelumnya dilakukan oleh Ivan
Tauresanto (2007), yang melakukan estimasi terhadap nilai intrinsik saham Bank BNI
pada saat penawaran saham yang kedua kalinya dengan mengaplikasikan metode
pendekatan arus kas terdiskonto (dicount cash flow) dan perbandingan data pasar
(relativ valuation). Dengan menggunakan kedua metode tersebut harga saham Bank
BNI kemungkinan mengalami Undervalued. Penelitian serupa juga pernah dilakukan
oleh Retno Harjanti (2008) terhadap saham PT Medco Energi Tbk. Dengan
menggunakan pendekatan dicount cash flow approach, abnormal opproach dan
relativ valuation. Diperoleh hasil bahwa saham PT Medco Energi Tbk berada dalam
kondisi Undervalued. Dengan kondisi tersebut investor dimungkinkan untuk membeli
saham tersebut. Walaupun harga saham berubah setiap waktu, namun dengan
mengetahui nilai wajarnya, kita akan lebih tenang dalam menghadapi gejolak pasar.
Selain itu sebelum membeli saham, investor disarankan untuk memilih saham-saham
perusahaan yang memiliki kinerja yang baik.
Berdasarkan uraian di atas, penulis bermaksud melakukan estimasi kembali
terhadap nilai intrinsik saham perusahaan pada sektor industri yang berbeda dengan
menggunakan pendekatan pendapatan yang mengaplikasikan metode arus kas
terdiskonto (discounted cash flow), pendekatan perbandingan data pasar (relative
valuation), dan metode CAPM (capital asset pricing model). Penulis memilih sektor
industri barang konsumsi sebagai objek penelitian karena sektor industri barang
konsumsi memiliki elastisitas yang lemah terhadap perubahan financial global
dibandingkan industri lainnya, hal ini dapat dilihat pada krisis keuangan yang sempat
melanda Indonesia namun industri ini tidak terlalu terkena imbasnya. Alasan lain
adalah untuk melengkapi penelitian sebelumnya yang telah meneliti saham
perusahaan pada sektor industri yang berbeda, sehingga secara keseluruhan dapat
lebih menggambarkan keadaan yang sebenarnya.
Pasar modal bukan lagi dianggap sebagai investasi, melainkan lahan spekulasi
bisnis yang bisa sangat menguntungkan dan juga bisa sangat merugikan investor
(Porman,2008). Oleh karena itu investor dituntut lebih proaktif dalam mengendalikan
investasinya, yaitu lebih aktif dalam menghitung, dengan cara membedah laporan
keuangan kuartal ataupun tahunan perusahaan. Dengan menghitung rasio keuangan
perusahaan, kita akan dapat menilai harga wajar sahamnya (stock valuation). Hal ini
dimaksudkan agar kita mengetahui apakah harga pasar saham saat ini terlalu murah
(undervalued) atau terlalu mahal (overvalued). Selain itu untuk menghindari harga
mahal jika dapat membeli dengan harga yang wajar.
Langkah pertama yang harus dilakukan sebelum melakukan valuasi adalah
memperkirakan tingkat imbal-hasil (expected rate of return) yang ingin dicapai
(Porman,2008). Jika perkiraan tingkat imbal-hasil sudah ditetapkan, beberapa jenis
intrumen investasi seperti tabungan, deposito, dan sertifikat bank indonesia akan
relatif mudah divaluasi (dinilai) karena jenis investasi ini sudah menjanjikan tingkat
imbal-hasil yang pasti. Sebaliknya beberapa instrumen investasi yang lain memiliki
arus kas dan harga yang hanya dapat diperkirakan sebelumnya, misalnya saham biasa.
Dengan demikian kita dapat melakukan valuasi dalam penentuan harga pasar
instrumen investasi sudah sepadan dengan tingkat imbal-hasil yang kita harapkan.
Valuasi yang tepat terhadap nilai perusahaan yang akan dibeli sahamnya adalah hal
utama yang harus dilakukan sehingga investor dapat melakukan prediksi dan
perhitungan terhadap harga saham perusahaan tersebut.
Objek dari penelitian ini adalah perusahaan-perusahaan yang termasuk dalam
sektor industri barang konsumsi. sektor industri barang konsumsi merupakan salah
satu sektor perusahaan yang sahamnya diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia
(BEI). Dari beberapa perusahaan yang tergolong kedalam sektor industri barang
konsumsi, dipilih tiga perusahaan yang sahamnya teraktif diperdagangkan dibursa
Periode 2 Januari sampai 30 Juni 2009. Setelah melakukan pengamatan diperoleh tiga
perusahaan yang memiliki saham teraktif diperdagangkan dibursa efek Indonesia.
Ketiga perusahaan/emiten tersebut adalah PT Indofood Sukses makmur Tbk dengan
simbul (INDF), PT Gudang Garam Tbk dengan simbul (GGRM), dan PT Unilever
Tbk dengan simbul (UNVR). Selanjutnya untuk mempermudah penulisan akan
digunakan simbul-simbul tersebut sebagai identitas perusahaan.
Dipilihnya saham perusahaan yang tergolong dalam sektor industri barang
konsumsi dengan alasan saham perusahaan dalam sektor ini relatif stabil dalam
berbagai kondisi ekonomi dan perusahaan yang tergolong dalam sector industri
barang konsumsi jarang melakukan ekspansi, sehingga dapat membagikan dividen
secara rutin setiap tahun (Porman,2008;176). Ini merupakan salah satu keuntungan
bagi para pemegang saham dan hal yang cukup menarik bagi calon investor. Alasan
lain adalah untuk melengkapi penelitian sebelumnya yang telah meneliti pada sektor
industri yang berbeda, sehingga secara keseluruhan dapat lebih menggambarkan
keadaan yang sebenarnya.
Sehubungan dengan hal tersebut penulis tertarik untuk melakukan valuasi
terhadap saham perusahaan yang tergabung kedalam sektor industri barang konsumsi
dengan menggunakan pendekatan pendapatan yang mengaplikasikan metode arus kas
terdiskonto (Discounted Cash Flow), pendekatan perbandingan data pasar (Relative
Valuation), dan dengan metode CAPM (Capital Asset Pricing Model). Dengan
adanya uraian tersebut maka timbul pertanyaan sebagai berikut :
1. Berapakah nilai intrinsik dari saham INDF, GGRM, dan UNVR jika dihitung
dengan pendekatan Discounted Cash Flow, Relative Valuation dan Capital
Asset Pricing Model periode 30 Juni 2009?
2. Setelah diketahui nilai intrinsik dari saham INDF, GGRM, dan UNVR,
apakah mengalami Undervalued atau Overvalued jika dibandingkan dengan
harga pasar saham INDF, GGRM, dan UNVR di Bursa Efek Indonesia (BEI)?
Tujuan dari Penelitian ini adalah untuk mengetahuii nilai intrinsik dari saham
INDF, GGRM, dan UNVR jika dihitung dengan pendekatan Discounted Cash Flow,
Relative Valuation dan Capital Asset Pricing Model periode 30 Juni 2009. Serta
untuk mengetahui apakah saham INDF, GGRM, dan UNVR mengalami Undervalued
atau Overvalued jika dibandingkan dengan harga pasar saham INDF, GGRM, dan
UNVR di Bursa Efek Indonesia (BEI). Setiap investor menginginkan return atas
investasinya, untuk itu investor selalu mencari alternatif investasi dengan return
tertinggi pada tingkat risiko tertentu. Dalam investasi saham, dirasa perlu untuk
melakukan perkiraan harga wajar (valuasi) saham sebelum mengambil keputusan
investasi. Sebelum melakukan estimasi nilai wajar suatu perusahaan, sebaikanya
terlebih dahulu melakukan analisis terhadap kondisi perekonomian, kondisis industri
dan kondisi perusahaan. Untuk mengetahui kondisi perusahaan, dapat dilakukan
dengan menganalisis rasio keuangan perusahaan dan risiko sistematik. Beberapa rasio
keuangan dan risiko sistematik yang secara umum berpengaruh terhadap harga
saham, antara lain EPS, BVS, ROA, ROE, ROI, PBV, DPR, DER dan risiko
sistematik (beta).
Valuasi saham dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan. Yang pertama
adalah metode arus kas terdiskonto (Discounted Cash Flow). Dalam pendekatan ini
akan mengunakan metode Dividen Discount Model (DDM). Pendekatan ini
beranggapan bahwa harga saham biasa dipengaruhi oleh tiga faktor utama, yaitu
dividen tahunan, pertumbuhan dividen, dan required rate of return. Jika perusahaan
memiliki risiko yang tinggi investor akan menetapkan required rate of return yang
tinggi pula atas sahamnya. Oleh karena itu, agar dapat meyakinkan investor dalam
berinvestasi pada perusahaan yang cukup berisiko, perusahaan harus menawarkan
imbal hasil yang lebih tinggi. Yang kedua adalah dengan menggunakan pendekatan
relatif valuation. Pendekatan ini akan menilai saham melalui Price to Book Value
ratio (PBV). Price to Book Value ratio (PBVratio) adalah rasio perbandingan harga
pasar saham (price) dan nilai buku persaham (book value per share). Dalam hal ini
nilai buku persaham didapat melalui pembagian antara total modal (total equity) dan
jumlah saham beredar (number of outstading share). Yang terakhir penggunaan
metode CAPM (capital asset pricing model) untuk menentukan nilai wajar suatu
saham. Metode ini hampir sama dengan metode Dividen Discount Model (DDM).
Perbedaannya terletak pada cara menentukan required rate of return atau discount
rate-nya.
Perkiraan harga wajar suatu saham umumnya selalu berbeda dengan harga
pasar. Jika perbedaannya cukup signifikan, saham-saham yang harganya murah dapat
dibeli, sebaliknya saham yang harganya mahal sebaiknya jangan dibeli atau malah
dijual saja jika anda miliki dengan harga perolehan yang murah. Dengan melakukan
penilaian terhadap harga wajar saham diharapkan dapat membantu para investor
dalam menentukan keputusan investasi.
• Jika harga pasar < perkiraan harga wajar
“murah”
• Jika harga pasar > perkiraan harga wajar
“mahal”
• Jika harga pasar = perkiraan harga wajar
“normal”
2. Landasan Teori
2.1
Valuasi Saham
Penilaian (valuation) adalah proses penentuan proses penentuan berapa harga
yang wajar untuk suatu saham (Parahita,2008). Pendekatan nilai yang dipakai
merupakan salah satu penentuan nilai intrinsik sekuritas, yang nilai sekuritas
seharusnya berdasarkan fakta. Nilai ini adalah nilai sekarang dari arus kas yang
disediakan untuk investor, didiskontokan pada tingkat pengembalian yang ditentukan
sesuai dengan jumlah risk yang menyertainya. Menurut Zainul (2008: 8). Nilai dari
suatu surat berharga secara umum terbagi menjadi dua, yaitu:
1. Nilai pasar, harga pasar pada saat aktiva diperdagangkan.
2. Nilai intrinsik, nilai sekuritas yang seharusnya dimiliki berdasarkan seluruh
faktor penilaian.
Analisis saham bertujuan untuk menafsir nilai suatu saham dan kemudian
membandingkannya dengan harga pasar saat ini (current market price). Nilai intrinsik
(NI) menunjukkan present value arus kas yang diharapkan dari saham tersebut.
Pedoman yang digunakan adalah sebagai berikut:
a) NI < harga pasar saat ini: Undervalued (harga terlalu murah atau rendah)
b) NI > harga pasar saat ini: Overvalued (harga terlalu mahal atau tinggi)
c) NI = harga pasar saat ini: harganya wajar
Dalam laporan keuangan perusahaan, diketahui bahwa nilai suatu aset adalah
nilai sekarang (present value) dari arus kas imbal-hasil yang diharapkan (expected
cash flows). Dengan kata lain, suatu aset dapat memberikan aliran cash flows selama
investor memiliki saham perusahaan tersebut. Untuk mengkonversi aliran cash flows
menjadi sebuah nilai saham, investor harus mendiskontokan aliran tersebut dengan
tingkat bunga yang diinginkan investor (required rate of return) (Porman,2008: 178).
Proses penilaian (valuation) meliputi dua estimasi utama, yaitu:
1. Perkiraan aliran arus kas (the stream of expected cash flows).
2. Tingkat return yang diinginkan (required rate of return) atas sebuah investasi.
Selain faktor inflasi, tingkat return yang diharapkan (required rate of return)
yang akan menimbulkan ketidakpastian imbal-hasil (uncertainly of returns).
Rumus:
k = Rnominal risk-free rate + Prisk premium
Rnominal risk-free rate = (1+real risk-free rate)(1+expected inflation) - 1
k = required rate of return
Prisk premium = busness risk, financial risk, liquidity risk, exchang risk, dan country
risks.
Rnominal risk-free rate adalah tingkat pengembalian instrumen investasi bebas resiko
ditambah premi perkiraan inflasi. Contoh instrumen investasi yang bebas risiko
(risk-free) ketidakpastian return adalah Sertifikat Bank Indonesia (SBI).
2.2
Proses Valuasi
Menurut Porman (2008; 172), ada tiga hal penting yang harus dianalisis
sebagai bagian proses valuasi sebelum memutuskan untuk berinvestasi, yaitu:
I. Perekonomian
Kebijakan moneter dan kebijakan fiskal yang diterapkan oleh pemerintah
suatu negara akan mempengaruhi perekonomian secara keseluruhan di negara
tersebut, yang pada akhirnya juga akan mempengaruhi kegiatan seluruh
industri dan perusahaan. Maka disarankan sebelum berinvestasi pada suatu
negara, melakukan analisis kondisi perekonomiannya secara mendalam,
seperti kebijakan fiskal, moneter, tingkat inflasi, dan suhu politiknya.
II. Industri
Proses berikut dari tahap penilaian adalah mengidentifikasi industri-industri
yang mengalami kemakmuran atau menderita dalam siklus perekonomian.
Reaksi industri terhadap perubahan perekonomian akan berbeda-beda pada
titik siklus bisnis (business cycle) tertentu. Dalam proses ini, diharapkan
investor menganalisis secara dalam bidang industri yang berprospek cerah di
masa mendatang, sehingga investor dapat memilih bidang industri mana yang
layak dimasuki.
III. Analisis Perusahaan
Proses selanjutnya adalah menganalisis dan membandingkan kinerja
perusahaan dengan menggunakan rasio-rasio keuangan dan resiko sistematis.
Menurut (Yaya,2009) rasio keuangan dan resiko yang dapat digunakan antara
lain :
1. Rasio likuiditas
Rasio likuiditas adalah rasio yang mengukur kemampuan perusahaan
memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Ada 2 macam rasio likuiditas
yaitu :
• Rasio lancar (current ratio)
• Quick Ratio
2. Rasio solvabilitas
Rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam
memenuhi kewajiban jangka panjang. Rasio solvabilitas dapat dibagi
menjadi:
• Debt ratio
• Debt to equity ratio (DER)
• Ratio time interest earned (TIE ratio)
3. Rasio aktivitas
Adalah rasio untuk melihat tingkat aktivitas tertentu dalam kegiatan
tertentu. Terdapat beberapa macam rasio aktivitas diantaranya :
• Rasio rata-rata umur piutang
• Rasio rata-rata umur persediaan
• Rasio perputaran aktiva tetap
• Rasio perputaran total aktiva
4. Rasio profitabilitas
Rasio profitabilitas adalah rasio yang digunakan untuk mengukur
kemampuan perusahaan untuk menghasilkan keuntungan (profitabilitas)
pada tingkat penjualan asset dan modal saham tertentu. Ada beberapa jenis
rasio profitabilitas yaitu :
• Net profit margin (NPV)
• Return on asset (ROA)
• Return on equity
• Return on invesment
5. Rasio pasar
Rasio yang mengukur harga pasar relatif terhadap nilai buku. Ada beberapa
rasio pasar diantaranya :
• Earning per share (EPS)
• Price earning ratio (PE ratio)
• Dividen payout ratio (DPR)
• Book value per share (BVS ratio)
• Price to book ratio (PBV ratio)
Pemilihan dari indeks pasar tidak tergantung pada suatu teori tetapi lebih
tergantung dari hasil empirisnya (Jogiyanto, 2003:204). Indeks pasar yang
dipilih untuk pasar BEI misalnya IHSG atau bisa juga indeks saham yang aktif
saja misalnya LQ45, penulis menggunakan IHSG untuk mencari return pasar
karena IHSG mencangkup semua saham yang ada di BEI hal ini juga terdapat
dalam bukunya Suad Husnan yang berjudul Dasar-Dasar Teori Portofolio dan
Analisis Sekuritas halaman 103 bahwa contoh dari indeks pasar adalah IHSG.
Setelah mendapatkan return saham serta return pasar, maka kita dapat
mencari beta yang merupakan pengukuran resiko sistematik dari suatu
sekuritas (Jogiyanto, 2003:267).
Masing-masing saham memiliki sensitivitas tersendiri atas pergerakan
pasar. Ada jenis saham yang begitu sensitif dengan perubahan pasar,
sementara saham yang lain memberikan respons yang lamban, bahkan ada
saham yang bergerak sebaliknya.
Beta atau sering disebut koefisien beta, merupakan ukuran angka koefisien
yang menggambarkan sensitivitas atau kecenderungan respons suatu saham
terhadap pasar. Saham dengan beta satu merupakan saham yang bergerak
searah dengan pergerakan pasar. Saham dengan beta kurang dari satu
merupakan saham yang bergerak lebih lambat dari pergerakan pasar,
sementara saham dengan beta lebih dari satu menggambarkan harga saham
bergerak lebih fluktuatif dibanding pasar.
2.3
Valuasi Saham Preferen
Menurut Porman (2008;219), dalam menghitung harga wajar saham preferen
relatif mudah, yaitu dengan mendiskontokan (discounting) dividen ke nilai sekarang
(present value) dengan required rate of return selama periode waktu yang tidak
terhingga (infinite) atau selama memiliki saham preferen tersebut. Rumusnya adalah
Vp = D/k
Keterangan:
Vp = Nilai intrinsik (nilai wajar) saham preferen
D = Dividen tetap
k = required rate of return atau discount rate
2.4
Valuasi Saham Biasa
Terdapat tiga jenis analisis penilaian dalam valuasi saham biasa (Zainul,
2008) yaitu:
1. Discounted cash-flow techniques
Discounted cash-flow techniques adalah tekhnik dengan menilai cash flow
yang diterima masa akan datang menjadi nilai sekarang dengan tingkat bunga
yang diharapkan oleh investor, atau sering juga dikenal dengan capitalization
of income method (Zainul, 2008).
2. Relative valuation techniques
Relative Valuation Techniques adalah sebuah pendekatan yang sering
digunakan oleh praktisi sekuritas (Zainul,2008: 9). Melalui pendekatan ini,
analisis menggunakan PER dan PBV sebagai alat pembanding untuk
melakukan penilaian saham tersebut. Melalui pendekatan ini juga analis
berusaha untuk menghindari penilaian terhadap growth dan tingkat imbal
hasil yang diharapkan, karena sering memberikan asumsi berbeda dari setiap
analis.
3. Capital Asset Pricing Metod (CAPM)
Harga wajar (intrinsk value) asset finsial sama dengan nilai sekarang (presen
value) arus kas dimasa mendatang yang didiskontokan dengan required rate
of return atau discount rate. Tetapi menetapkan required rate of return
tidaklah mudah. Kita sering kali tidak realistis menetapkannya. CAPM
(Capital Asset Pricing Model) dapat digunakan untuk menentukan required
rate of return dalam menilai saham biasa (Porman,2008;241).
3. Metode Penelitian
3.1
Objek Penelitian
Penelitian ini mengambil objek beberapa perusahaan yang tergolong kedalam sektor
industri barang konsumsi (Consumer Goods) yang listing di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Dari beberapa perusahaan tersebut, dipilih tiga perusahaan yang sahamnya teraktif
diperdagangkan dibursa Periode 2 Januari sampai 30 Juni 2009. Setelah melakukan pengamat
diperoleh tiga perusahaan yang memiliki saham teraktif diperdagangkan dibursa efek
Indonesia. Ketiga perusahaan/emiten tersebut adalah PT Indofood Sukses makmur Tbk
(INDF), PT Gudang Garam Tbk (GGRM), dan PT Unilever Tbk (UNVR).
3.2
Data Penelitian
Data yang digunakan dalam penelitian bersifat kuantitatif dan menggunakan data
sekunder. Data diperoleh dari Pusat Referensi Pasar Modal di BEI yang meliputi harga saham
individual bulanan, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), harga penutupan saham bulanan
dan Laporan Keuangan Tahunan periode 2003-2008. Selain itu data yang digunakan dalam
penelitian ini juga berasal dari berbagai literature, seperti penelitian lain, referensi pasar
modal Indonesia, buku-buku, serta sumber lainnya yang berhubungan dengan masalah yang
akan dibahas.
3.3
Tahapan Penelitian
Dalam proses valuasi, sebelum melakukan estimasi harga/nilai wajar saham ke tiga
perusahaan tersebut, sebaiknya terlebih dahulu melakukan analisis terhadap kondisi
perekonomian, kondisis industri dan kondisi perusahaan. Untuk mengetahui kondisi
perusahaan, dapat dilakukan dengan menganalisis rasio keuangan perusahaan. Beberapa rasio
keuangan yang yang secara umum berpengaruh terhadap harga saham, antara lain EPS, BVS,
ROA, ROE, ROI, PBV, DPR, DER dan risiko sistematik (beta). Setelah kondisi ekonomi,
industri, dan perusahaan diketahui barulah proses valuasi bisa dilanjutkan ketahap
perhitungan.
3.4
Alat Analisis
Dan untuk menilai harga wajar saham (stock valuation) akan menggunakan tiga
pendekatan yaitu :
1. Discounted cash-flow techniques
Pendekatan ini menggunakan penilaian terhadap saham yang dikenal dengan
Dividen Discount Model (DDM).
Rumus:
Keterangan:
Vi,t
D1
k
g
= Nilai intrinsik (harga wajar) saham biasa tahun ke t
= Dividen
= required rate of return
= Dividen Growth
Umumnya, required rate of return saham biasa (k) lebih tinggi daripada required rate
of return saham preferen (k) karena risiko atas saham biasa lebih tinggi daripada
saham preferen. Dengan kata lain, saham preferen lebih diprioritaskan dibanding
saham biasa.
Rnominal risk-free rate = (1+real risk-free rate)(1+expected inflation) - 1
k = Rnominal risk-free rate + Prisk premium
Keterangan:
k = required rate of retur
Untuk mencari dividen tahun pertama (D1) dapat diperoleh dengan rumus berikut:
Keterangan:
D1 = Dividen tahun ke-1
D0 = Dividen tahun lalu
g = Dividen Growth = tingkat pertumbuhan= (1-d)(ROE) = RR × ROE
RR (retention rate) = persentase laba ditahan.
ROE (return on equity) = laba bersih/total modal.
Setelah memperoleh nilai intrinsik (harga wajar) saham tersebut, maka untuk
mengetahui harga saham tersebut dalam kondisi Undervalued atau Overvalued, kita
dapat membandingkan harga wajar yang diperoleh dengan harga saham saat ini (real
market).
2. Relative Valuation Techniques
Dalam pendekatan Relative Valuation Techniques ada beberapa metode yang
digunakan. Namun untuk memudahkan proses valuasi saham, penulis hanya
akan menggunakan metode Price to Book Value (PBV ratio. Menurut Porman
(2008;249) Price to Book Value (PBV) adalah rasio perbandingan antara harga
pasar saham (price) dan nilai buku per saham (Book Value per Share). Dalam
hal ini nilai buku per saham di dapat melalui rumus :
Pembagian antara total equity (total modal) dan number of outstanding shares
(jumlah saham beredar). Setelah diketahui nilai buku perlembar sahamnya
PBV pun dapat dicari. Rumus:
Untuk mengetahui barapa harga wajar saham tersebut, dapat dilakukan
dengan cara, mengalikan PBV yang diperoleh dengan nilai buku per
sahamnya. Jika ingin mengetahui apakah saham tersebut mengalami
Underpriced atau Overpriced, harus membandingkannya dengan harga wajar
yang diperoleh dari PBV rata-rata industri sejenis dikalikan dengan nilai buku
per saham.
3. Metode CAPM (Capital Asset Pricing Model)
Menilai harga wajar saham dengan menggunakan metode CAPM (Capital
Asset Pricing Metod) sebenarnya hampir sama dengan menggunakan metode
DDM ( Dividen Discount Model). Perbedaannya hanya terletak pada cara
menentukan requid rate of return-nya. Pada metode CAPM requid rate of
return atau nilai k ditentukan dengan rumus berikut :
Dimana diketahui :
= required rate of return
= tingkat imbal hasil investasi bebas resiko (misalnya : Sertifikat Bank
Indonesia, T- Bornd, dan lainnya)
= tingkat imbal hasil portofolio pasar
β
= koefisien beta perusahaan
( - ) = premi resiko (risk premium) yang ditetapkan.
telah diperoleh, maka untuk menentukan
Setelah required rate of return atau nilai
harga wajar saat ini dapat dihitung dengan rumus berikut:
Dimana diketahui :
Po
= harga wajar saham
D1
= dividen tahun ke-1
= required rate of return
g
= growth (tingkat pertumbuhan) = (1-d)(ROE) = RR × ROE
RR (retention rate) = persentase laba ditahan.
ROE (return on equity) = laba bersih/total modal.
Setelah memperoleh nilai intrinsik (harga wajar) saham tersebut, maka untuk
mengetahui harga saham tersebut dalam kondisi Undervalued atau Overvalued, kita
dapat membandingkan harga wajar yang diperoleh dengan harga saham saat ini (real
market).
3.5
Hipotesis
a) NI < harga pasar saat ini: Undervalued (harga terlalu murah atau rendah)
b) NI > harga pasar saat ini: Overvalued (harga terlalu mahal atau tinggi)
c) NI = harga pasar saat ini: harganya wajar
4. Pembahasan
4.1
4.1.1
Analisis Faktor Fundamental
Perekonomian
Di tengah tekanan dari perekonomian global, perekonomian Indonesia masih dapat
tumbuh lebih baik dibandingkan dengan negara kawasan Asia Tenggara. Pertumbuhan yang
lebih baik itu didukung oleh permintaan domestik yang masih cukup besar dan menjadi
motor utama pertumbuhan ekonomi nasional. Pertumbuhan ekonomi dalam triwulan I-2009
tercatat sebesar 4,4% . Meski menurun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, konsumsi
masyarakat Indonesia tumbuh 5,8% atau berada di atas perkiraan sebelumnya. Angka
tersebut, mampu menahan penurunan pertumbuhan ekonomi lebih dalam. Tingginya
konsumsi tersebut didorong oleh beberapa program stimulus pemerintah seperti BLT, serta
kenaikan gaji PNS, dan meningkatnya Upah Minimum Propinsi (UMR) di berbagai daerah.
Di samping itu, meningkatnya konsumsi rumah tangga juga didorong oleh maraknya
aktivitas Pemilihan Umum (Pemilu) yang tampak dari pertumbuhan sektoral seperti
pengeluaran subsektor jasa periklanan, komunikasi, industri makanan, hotel dan restoran,
serta percetakan.
Pada awal tahun 2009, Pemerintah juga telah menetapkan empat strategi kebijakan
untuk memperlunak dampak krisis global, yaitu memperkuat ketahanan sector keuangan,
melakukan konsolidasi fiskal, memberikan stimulus fiskal untuk mendorong pertumbuhan
sector riil, dan mempercepat pembangunan infrastruktur. Dengan pertimbangan bahwa
stimulus fiskal merupakan “obat merah”, fokus kebijakan haruslah pada sisi meminimalkan
dampak krisis global terhadap naiknya angka kemiskinan dan pengangguran. Pemerintah
telah berencana memberikan pajak pertambahan nilai ditanggung pemerintah terhadap 17
industri dengan nilai Rp 9 triliun lebih, tarif impor ditanggung Rp 2,4 triliun, belanja modal
untuk infrastruktur yang mencapai paling tidak Rp 72 triliun, dan Rp 4,9 triliun digunakan
untuk biaya pembebasan lahan. Dengan demikian, total biaya yang dikeluarkan sebagai
respons dari krisis sebesar Rp 88,3 triliun. Bagian tersulit dalam menjalankan stimulus fiskal
adalah menjamin efektivitas kebijakan, termasuk dalam hal ini kalkulasi akan kelompok
mana yang mendapat keuntungan dan kerugian (benefit and cost). Dalam situasi krisis,
stimulus fiskal seyogianya dapat memperkecil ketimpangan dan kesenjangan pendapatan.
Demikian pula penetapan sektor prioritas menjadi agenda yang perlu dipikirkan secara
matang. Namun, hal ini jelas tidak mudah karena pengambil kebijakan cenderung mengambil
sikap akomodatif bagi semua sektor karena lebih minim risiko, terutama dari aspek ekonomi
politik.
Perekonomian Indonesia diwarnai oleh perkembangan yang terjadi pada
perekonomian global. Perkembangan positif yang terjadi di pasar keuangan global sejak
beberapa bulan terakhir terus berlanjut, dan memberikan dampak positif bagi perekonomian
dalam negeri. Dalam triwulan I-2009, perekonomian Indonesia masih tumbuh 4,4%, terutama
didukung oleh pertumbuhan konsumsi, baik pada konsumsi rumah tangga maupun konsumsi
Pemerintah. Di tengah ketidakpastian pemulihan perekonomian global, kontraksi ekonomi di
negara-negara mitra dagang utama masih berlangsung dan memberikan tekanan pada kinerja
ekspor Indonesia, meskipun terdapat indikasi awal perekonomian dunia membaik. Secara
keseluruhan, Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekonomi untuk tahun 2009 masih
tetap tinggi dalam kisaran 3-4%.
Di sisi harga, tekanan inflasi terus menurun didukung oleh penguatan Rupiah dan
terjaganya harga-harga barang kebutuhan pokok. Sampai dengan bulan Mei 2009 inflasi baru
mencapai 7,10% sehingga inflasi pada akhir 2009 masih sesuai dengan perkiraan semula
yaitu dalam kisaran 5%-7%.
Tingkat Inflasi
10,00%
5,00%
0,00%
Tingkat Inflasi
Sumber : www.bi.go.id
Berdasarkan grafik diatas, dapat dilihat penurunan tingkat inflasi dari awal tahun
2009 hingga pertengahan tahun 2009. Penurunan ini merupakan dampak dari kebijakan
penurunan harga BBM yang diambil pemetintah pada tahun 2008. Penuruna nilai inflasi
menandakan keadaan perekonomian yang semakin membaik. Yaitu tidak terjadi peningkatan
harga barang secara terus menerus pada periode tertentu. Selain itu laju inflasi yang rendah
membuat bank Indonesia dapat melonggarkan kebijakan moneternya yang dapat
merangsang pertumbuhan ekomoni secara nasional.
Penguatan nilai tukar Rupiah dalam beberapa waktu terakhir berkontribusi positif
terhadap stabilitas makro secara keseluruhan. Membaiknya kondisi Neraca Pembayaran
Indonesia dan meningkatnya jumlah cadangan devisa menjadi faktor utama yang mendukung
stabilitas nilai tukar rupiah. Pada akhir Mei 2009 jumlah cadangan devisa mencapai 57,9
miliar dolar AS yaitu, cukup untuk membiayai lebih dari 6 bulan impor dan pembayaran
utang luar negeri pemerintah. Di sektor keuangan, kondisi perbankan nasional tetap terjaga
dengan baik, dengan CAR yang cukup tinggi (17,6%). Likuiditas perbankan, termasuk
likuiditas pasar uang antar bank makin membaik dan DPK terus meningkat. Selain itu,
terdapat indikasi awal pemberian kredit oleh perbankan mulai meningkat. Namun, Bank
Indonesia tetap mencermati potensi peningkatan risiko kredit. Rasio NPL gross dan net
masing-masing meningkat secara marginal yaitu dari 4,5% dan 1,9% menjadi 4,6% dan
2,0%. Sementara itu, respons perbankan terhadap penurunan BI rate masih terbatas, seperti
terlihat dari pertumbuhan kredit dan penurunan suku bunga yang masih belum seperti yang
diharapkan. Berikut dicantumkan grafik penurunan BI rate periode Desember 2008 sampai
dengan Juni 2009.
BI Rate
10,00%
5,00%
BI Rate
0,00%
01-Des-08
01-Feb-09
01-Apr-09
01-Jun-09
Sumber : www.bi.go.id
Dari grafik diatas dapat terlihat jelas penurunan BI rate dari akhir tahun 2008 hingga
pertengahan tahun 2009. Ini mengindikasikan usaha pemerintah untuk menghidupkan
kembali dunia pasar modal pasca krisis keuangan global. Dengan diturunkannya BI rate
diharapkan para investor akan lebih tertarik berinvestasi pada saham dari pada
mendepositokan dananya di bank. Dengan demikian perekonomian akan hidup kembali.
Penurunan BI rate diharapkan akan meningkatkan likuiditas perbankan di Indonesia. Untuk
itu Bank Indonesia bersama perbankan akan terus berupaya mengurangi kendala-kendala
dalam peningkatan fungsi intermediasi perbankan. Di pasar domestik, sentimen positif pada
perekonomian dunia dan mulai berangsur pulihnya keketatan likuiditas di pasar keuangan
global telah mendorong aliran modal masuk ke dalam negeri. Kondisi ini berdampak positif
pada penguatan mata uang rupiah dan peningkatan Index Harga Saham Gabungan (IHSG).
Berikut dicantumkan juga grafik perkembangan Index Harga Saham Gabungan (IHSG)
periode Januari sampai Juni 2009.
IHSG
4.000,00
2.000,00
IHSG
0,00
01-Jan-09
01-Mar-09
01-Mei-09
Sumber : www.duniainvestasi.com
Dilihat dari grafik diatas, IHSG pada awal tahun mengalami penurunan yaitu pada
bulan Januari ke Februari turun sebesar 47,19 poin. Namun pada bulan bulan berikutnya
IHSG terus menguat. Jika di rata-ratakan persentase peningkatannya mencapai 9% per
bulannya. Ini menandakan perdagangan di Bursa Efek Indonesia sudah mulai normal pasca
imbas dari krisis Global yang secara tidak langsung juga memberikan dampak negatif
terhadap dunia pasar modal di Indonesia. Bedasarkan peningkatan IHSG yang cukup baik
pada enam bulan pertama, diperkirakan IHSG akan terus menguat hingga akhir tahun 2009.
Ini merupakan sinyal yang bagus bagi para investor yang ingin menanamkan modalnya di
indonesia. Hal lain yang memberikan pengaruh positif bagi perekonomian indonesia pada
enam bulan pertama tahun 2009 adalah terlaksananya dengan sukses pemilu legislatif
Indonesia yang dilaksanakan pada tangga 9 april 2009. Ini menunjukan terciptanya
demokrasi di indonesia. Dan pasar pun memberikan respon positif terhadap hasil tersebut. Ini
dapat dilihat dari penutupan IHSG pada tanggal 8 April 2009 yaitu sehari sebelum
pelaksanaan pemilu legislatif ditutup pada posisi 1.465,75 sedangkan pada perdagangan hari
berikutnya yaitu pada tanggal 13 April 2009 IHSG ditutup pada posisi 1.540,40 terjadi
peningkatan sebesar 74,65 poin.
4.1.2
Industri
Melihat dari kondisi perekonomian yang sedang mengalami konsolidai pasca krisis
keuangan global emiten consumer goods seperti PT Indofood Sukses Makmur Tbk dan PT
Unilever Indonesia Tbk (UNVR) akan menjadi incaran utama pelaku pasar, karena
berpotensi memberikan capital gain yang cukup besar daripada sektor lain. Sebab, sebagian
besar produknya dipasarkan di dalam negeri dan menjadi barang kebutuhan sehari-hari baik
itu makanan maupun minuman. Sedangkan perusahaan yang mengandalkan ekspor kurang
begitu menggiurkan lagi, menyusul rendahnya permintaan di pasar dunia, terutama ke AS
dan Eropa. Selain itu, menurut Yadi Budhi Setiawan, pengamat pemasaran dan distribusi dari
Force-One “Kondisi bisnis consumer goods masih bagus. Secara kuantitas major Fast
Moving Consumer Goods (FMCG) naik 8-15%. Dari segi nilai pun bisa tumbuh 16-25%
berdasarkan kenaikan Retal Buying Price (RBP) sebesar 8-10%,” ungkapnya. Berikut
dicantumkan perbandingan index sektor consumer goods, manufaktur dan property periode
akhir Januari sampai akhir Juni 2009.
600
500
400
Consumer Goods
300
Manufaktur
200
Property
100
0
Januari
Maret
Sumber : www.duniainvestasi.com
Mei
Dari grafik diatas bisa dilihat, jika dirata-ratakan pergerakan index consumer goods
bergarak menguat 8,7% tiap bulannya, sedangkan untuk index manufaktur meskipun
mengalami fluktuasi tetap bergerak menguat sebesar 8,1% setiap bulannya. Dan yang terakhir
untuk index property juga mengalami fluktuasi namun tetap bergerak naik sebesar 6,9%
setiap bulannya. Jika dilihat dari pergerakan rata-ratanya indeks consumer goods yang
mengalami peningkatan paling tajam setiap bulannya, disusul index manufaktur dan yang
terakhir indeks property. Namun jika dilihat dari tingkat kestabilan pergerakannya index
consumer goods lah yang lebih unggul, karena dari awal tahun 2009 hingga akhir Juni 2009,
indeks comsumer goods terus menguat tiap bulannya tanpa sekalipun mengalami penurunan.
Hal ini mengisyaratkan kestabilan kondisi industri/sektor consumer goods di tengah
masa konsolidasi pasca krisis keuangan global. Data tersebut juga memberikan gambaran
bagaimana peluang investasi pada industri consumer goods bagi para investor. Dengan
adanya hal tersebut bukan berarti hanya sektor consumer goods saja yang memiliki peluang
yang cukup bagus untuk tahun 2009, sektor lain juga memiliki peluang yang sama namun
jika dilihat dari pergerakan indexnya sedikit kurang stabil, karena mengalami fluktuasi.
Sehingga resiko untuk kedua sektor tersebut akan lebih besar. Disinilah dibutuhkan kejelian
para investor untuk memilih sektor industri yang tepat sebelum menginvestasikan dana yang
dimiliki. Pergerakan indeks consumer goods yang cukup stabil akan banyak mencuri
perhatian para investor. Sehingga saham-saham perusahaan yang tergolong dalam sektor
consumer goods akan banyak diburu oleh para investor. Selain itu pergerakan index
consumer goods diperkirakan akan terus meningkat sepanjang tahun 2009. Hal ini juga
disebabkan karena sektor consumer goods bukan merupakan industri musiman sehingga
konsumen akan terus membutuhkan produk yang dihasilkan industri ini untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari. Secara umum sektor consumer goods memiliki peluang yang sangat
besar ditahun 2009.
4.1.3
Perusahaan
Mengnalisis kondisi suatu perusahaan dapat dilakukan dengan beberapa cara
diantaranya dengan menganalisis rasio keuangan perusahaan tersebut. Rasio keuangan dapat
memberikan gambaran singkat mengenai kondisi perusahaan. Ada bermacam-macam rasio
keuangan yang dapat digunakan. Rasio-rasio keuangan yang akan digunakan saat ini antara
lain EPS, BVS, ROA, ROE, ROI, PBV, DPR, DER dan risiko sistematik (Beta). Dengan
menggunakan rasio-rasio diatas kita akan dapat melihat kondisi perusahaan lebih dalam.
Untuk menghitung rasio yang digunakan dalam analisis perusahaan, penulis menggunakan
data yang terdapat dalam Laporan Keuangan Tahunan Perusahaan periode 2004-2008.
Tabel 4.1 Hasil Perhitungan EPS
Earning Per Share (Rp)
Nama
RataN0.
Perusahaan
Rata
2004
2005
2006
2007
2008
1
2
3
INDF
GGRM
UNVR
Total
40,03
930,42
192,46
387,64
Sumber : hasil pengolahan data
13,13
982,1
188,79
394,67
70,01
523,79
225,63
273,14
111,65
750,26
257,49
373,13
117,8
977,34
315,49
470,21
70,52
832,78
235,97
379,76
Berdasarkan hasil penghitungan EPS seperti yang terlihat pada tabel 4.1 diatas
diperoleh nilai EPS rata-rata ke tiga perusahaan tersebut untuk periode tahun 2004 sampai
2008 masing-masing sebagai berikut. Rata-rata EPS dari INDF sebesar Rp 70,52 berarti
untuk setiap satu lembar saham rata-rata laba yang diperoleh adalah Rp 70,52. Sedangkan
rata-rata EPS dari GGRM sebesar Rp 832,78 berarti untuk setiap satu lembar saham rata-rata
laba yang diperoleh adalah Rp 832,78. Dan yang terakhir rata-rata EPS dari UNVR sebesar
Rp 235,97 berarti untuk setiap satu lembar saham rata-rata laba yang diperoleh adalah Rp
235,97. Dari hasil tersebut bisa dilihat bahwa rata-rata EPS dari GGRM adalah yang paling
tinggi. Semakin tinggi nilai EPS suatu perusahaan maka semakin besar pengembalian modal
dari setiap lembar sahamnya.
Tabel 4.2 Hasil Perhitungan PER
Price Earning Ratio / PER (%)
Nama
N0.
Rata-Rata
Perusahaan
2004
2005
2006
2007
2008
1
INDF
19,98
69,29
19,28
23,06
7,89
27,9
2
GGRM
14,56
11,86
19,47
11,32
4,34
12,31
3
UNVR
17,14
22,64
29,25
26,21
24,72
23,99
Total
17,23
34,60
22,67
20,20
12,32
21,40
Sumber : hasil pengolahan data
Berdasarkan hasil penghitungan PER seperti yang terlihat pada tabel 4.2 diatas
diperoleh nilai PER rata-rata ke tiga perusahaan tersebut untuk periode tahun 2004 sampai
2008 masing-masing sebagai berikut. Rata-rata PER dari INDF sebesar 27,9%. Sedangkan
rata-rata PER dari GGRM sebesar 12,31% dan yang terakhir rata-rata PER dari UNVR
sebesar 23,99%. Dari hasil tersebut bisa dilihat bahwa rata-rata PER dari GGRM adalah yang
paling kecil. Price Earning Ratio menggambarkan apresiasi pasar terhadap kemampuan
perusahaan dalam menghasilkan laba. Bagi investor, semakin kecil PER suatu saham,
semakin bagus, karena saham tersebut termasuk dalam kategori murah.
Tabel 4.3 Hasil Perhitungan BVS
Book Value Per Share (Rp)
Nama
N0.
Rata-Rata
Perusahaan
2004
2005
2006
2007
2008
1 INDF
2 GGRM
3 UNVR
Total
450,65
6332,27
301,01
2361,31
456,2
6814,37
284,87
2518,48
522,13
6838,17
310,42
2556,91
754,6
7220,93
352,84
2776,12
967,91
8065,77
406,33
3146,67
630,30
7054,30
331,09
2671,90
Sumber : hasil pengolahan data
Book Value per Share menunjukan aktiva bersih ( Net Asset ) yang dimiliki oleh
pemegang saham dengan memiliki satu lembar saham, semakin besar BVS maka semakin
besar aktiva yang dimiliki oleh investor dari kepemilikannya terhadap satu lembar saham.
Berdasarkan hasil penghitungan BVS seperti yang terlihat pada tabel 4.3 diatas diperoleh nilai
BVS rata-rata ke tiga perusahaan tersebut untuk periode tahun 2004 sampai 2008 masingmasing sebagai berikut. Rata-rata BVS dari INDF sebesar Rp 630,30. Sedangkan rata-rata
BVS dari GGRM sebesar Rp 7.054,30 dan yang terakhir rata-rata BVS dari UNVR sebesar Rp
331,09. Dari hasil tersebut bisa dilihat bahwa rata-rata BVS dari GGRM adalah yang paling
besar.
N0.
1
2
3
Nama
Perusahaan
INDF
GGRM
UNVR
Total
Tabel 4.4 Hasil Perhitungan ROA
Return On Total Asset (%)
2004
2005
2006
2007
2,41
0,84
4,1
3,32
8,69
8,54
4,64
6,03
40,08
37,49
37,22
36,84
17,06
15,62
15,32
15,40
2008
2,61
7,81
37,01
15,81
Rata-Rata
2,66
7,14
37,73
15,84
Sumber : hasil pengolahan data
Berdasarkan hasil penghitungan ROA seperti yang terlihat pada tabel 4.4 diatas
diperoleh nilai ROA rata-rata ke tiga perusahaan tersebut untuk periode tahun 2004 sampai
2008 masing-masing sebagai berikut. Rata-rata ROA dari INDF sebesar 2,66% artinya untuk
setiap seratus rupiah aktiva yang dimiliki perusahaan, perusahaan mendapatkan keuntungan
sebesar Rp 2,66. Sedangkan rata-rata ROA dari GGRM sebesar 7,14% berarti untuk artinya
untuk setiap seratus rupiah aktiva yang dimiliki perusahaan, perusahaan mendapatkan
keuntungan sebesar Rp 7,14. Dan yang terakhir rata-rata ROA dari UNVR sebesar 37,73%
artinya untuk setiap seratus rupiah aktiva yang dimiliki perusahaan, perusahaan mendapatkan
keuntungan sebesar Rp 37,73. Dari hasil tersebut bisa dilihat bahwa rata-rata ROA dari
UNVR adalah yang paling tinggi. Rasio ini menggambarkan kemampuan perusahaan untuk
menghasilkan keuntungan dari setiap satu rupiah asset yang digunakan. Rasio ini
menunjukkan efektivitas manajemen dalam menggunakan aktiva untuk memperoleh
pendapatan.
Tabel 4.5 Hasil Perhutingan ROE
Return On Equity (%)
Nama
RataN0.
Perusahaan
Rata
2004
2005
2006
2007
2008
1
INDF
8,88
2,88
13,41
13,76
12,17
10,22
2
GGRM
14,69
14,41
7,66
10,22
7,81
10,96
3
UNVR
63,94
66,27
72,69
72,98
77,64
70,70
Total
29,17
27,85
31,25
32,32
32,54
30,63
Sumber : hasil pengolahan data
Return on Equity berguna untuk mengukur kemampuan perusahaan untuk
menghasilkan laba atas modalnya sendiri. Semakin besar ROE maka semakin baik kinerja
perusahaan dalam memanfaatkan modalnya untuk menghasilkan laba. Berdasarkan hasil
penghitungan ROE seperti yang terlihat pada tabel 4.5 diatas diperoleh nilai ROE rata-rata ke
tiga perusahaan tersebut untuk periode tahun 2004 sampai 2008 masing-masing sebagai
berikut. Rata-rata ROE dari INDF sebesar 10,22% artinya untuk setiap seratus rupiah modal
perusahaan, perusahaan mendapatkan keuntungan sebesar Rp 10,22. Sedangkan rata-rata
ROE dari GGRM sebesar 10,96% berarti untuk artinya untuk setiap seratus rupiah modal
perusahaan, perusahaan mendapatkan keuntungan sebesar Rp 10,96. Dan yang terakhir ratarata ROE dari UNVR sebesar 70,70% artinya untuk setiap seratus rupiah modal perusahaan,
perusahaan mendapatkan keuntungan sebesar Rp 70,70. Dari hasil tersebut bisa dilihat bahwa
rata-rata ROE dari UNVR adalah yang paling besar.
N0.
1
2
3
Nama
Perusahaan
INDF
GGRM
UNVR
Total
Tabel 4.6 Hasil Perhitungan ROI
Return On Invesment (%)
2004
2005
2006
2007
16,99
38,09
39,17
40,61
15,59
24,01
16,65
17,91
91,07
93,42
102,82 103,17
41,22
51,84
52,88
53,90
2008
19,75
17,11
110,99
49,28
RataRata
30,92
18,25
100,29
49,82
Sumber : hasil pengolahan data
Return on Investment bertujuan untuk mengukur keuntungan investasi dan sebagai
evaluasi akhir untuk menentukan keputusan investasi di dalam perusahaan. Rasio ini dapat
memberikan informasi kepada investor tingkat pengembalian yang akan diterima dari
investasi yang dilakukan. Berdasarkan hasil penghitungan ROI seperti yang terlihat pada
tabel 4.6 diatas diperoleh nilai ROI rata-rata ke tiga perusahaan tersebut untuk periode tahun
2004 sampai 2008 masing-masing sebagai berikut. Rata-rata ROI dari INDF sebesar 30,92%
artinya untuk setiap seratus rupiah investasi pemegang saham, perusahaan memberikan
kembalian sebesar Rp 30,92. Sedangkan rata-rata ROI dari GGRM sebesar 18,25% berarti
untuk artinya untuk setiap seratus rupiah investasi pemegang saham, perusahaan memberikan
kembalian sebesar Rp 18,25. Dan yang terakhir rata-rata ROI dari UNVR sebesar 100,29%
artinya untuk setiap seratus rupiah investasi pemegang saham, perusahaan memberikan
kembalian sebesar Rp 100,29. Dari hasil tersebut bisa dilihat bahwa rata-rata ROI dari UNVR
adalah yang paling tinggi.
Tabel 4.7 Hasil Perhitungan PBV
Price To Book Value ratio / PBV (X)
Nama
RataN0.
Perusahaan
Rata
2004
2005
2006
2007
2008
1
2
3
INDF
GGRM
UNVR
Total
1,77
2,14
10,96
4,96
1,99
1,71
15,01
6,24
2,59
1,49
21,26
8,45
3,84
1,18
17,21
7,41
0,96
0,52
19,19
6,89
2,23
1,41
16,73
6,79
Sumber : hasil pengolahan data
Berdasarkan hasil penghitungan PBV ratio seperti yang terlihat pada tabel 4.7 diatas
diperoleh nilai PBV ratio rata-rata ke tiga perusahaan tersebut untuk periode tahun 2004
sampai 2008 masing-masing sebagai berikut. Rata-rata PBV ratio dari INDF sebesar 2,23
kali. Sedangkan rata-rata PBV ratio dari GGRM sebesar 1,41 kali. Dan yang terakhir rata-rata
PBV ratio dari UNVR sebesar 16,73 kali. Dari hasil tersebut bisa dilihat bahwa rata-rata PBV
ratio dari UNVR adalah yang paling tinggi. Price to Book Value menggambarkan seberapa
besar pasar menghargai nilai buku saham suatu perusahaan.
Tabel 4.8 Hasil Perhitungan DPR
Nama
Dividen Payout Ratio (%)
RataN0.
Perusahaan
Rata
2004
2005
2006
2007
2008
1
INDF
43,72
38,08
44,28
38,51
39,9
40,90
2
GGRM
53,74
50,91
26,87
33,32
35,81
40,13
3
UNVR
103,92 105,94 95,29
101,75
69,73
95,33
Total
67,13
64,98
55,48
57,86
48,48
58,78
Sumber : hasil pengolahan data
Dividend Payout Ratio merupakan rasio yang mengukur perbandingan dividen
terhadap laba perusahaan. Variabel Payout Ratio menunjukkan persentase dari pendapatan
yang akan dibayarkan pada pemegang saham sebagai cash dividend. Berdasarkan hasil
penghitungan DPR seperti yang terlihat pada tabel 4.8 diatas diperoleh nilai DPR rata-rata ke
tiga perusahaan tersebut untuk periode tahun 2004 sampai 2008 masing-masing sebagai
berikut. Rata-rata DPR dari INDF sebesar 40,90% artinya bahwa 40,90% dari laba bersih
perusahaan dibagikan sebagai deviden kas, sedangkan sisanya 59,10% digunakan sebagai
tambahan ekuitas. Sedangkan rata-rata DPR dari GGRM sebesar 40,13% berarti bahwa
40,13% dari laba bersih perusahaan dibagikan sebagai deviden kas, sedangkan sisanya
59,87% digunakan sebagai tambahan ekuitas. Dan yang terakhir rata-rata DPR dari UNVR
sebesar 95,33% artinya bahwa 95,33% dari laba bersih perusahaan dibagikan sebagai deviden
kas, sedangkan sisanya 4,67% digunakan sebagai tambahan ekuitas. Dari hasil tersebut bisa
dilihat bahwa rata-rata DPR dari UNVR adalah yang paling tinggi.
Tabel 4.9 Hasil Perhitungan DER
Debit to Equity Ratio (X)
Nama
RataN0.
Perusahaan
Rata
2004
2005
2006
2007
2008
1
2
3
INDF
GGRM
UNVR
Total
2,5
0,68
0,58
1,25
2,33
0,68
0,76
1,26
2,13
0,65
0,94
1,24
2,62
0,69
0,98
1,43
3,11
0,55
1,09
1,58
2,53
0,65
0,87
1,35
Sumber : hasil pengolahan data
Debt to Equity Ratio merupakan rasio yang mengukur sejauh mana besarnya utang
dapat ditutupi oleh modal sendiri. Rasio ini menunjukkan persentase penyediaan dana oleh
pemegang saham terhadap pemberi pinjaman. Semakin tinggi rasio semakin rendah
pendanaan perusahaan yang disediakan oleh pemegang saham. Berdasarkan hasil
penghitungan DER seperti yang terlihat pada tabel 4.9 diatas, diperoleh nilai DER rata-rata ke
tiga perusahaan tersebut untuk periode tahun 2004 sampai 2008 masing-masing sebagai
berikut. Rata-rata DER dari INDF sebesar 2,53 kali, sedangkan rata-rata DER dari GGRM
sebesar 0,65 kali. Dan yang terakhir rata-rata DER dari UNVR sebesar 0,87 kali. Dari hasil
tersebut bisa dilihat bahwa rata-rata DER dari INDF adalah yang paling tinggi.
Tabel 4.10 Hasil Perhitungan Beta
Beta
Nama
N0.
Rata-Rata
Perusahaan
2005
2006
2007
2008
1
INDF
1,77
1,62
0,19
1,26
1,21
2
GGRM
1,08
0,44
0,12
0,16
0,45
3
UNVR
0,45
1,08
0,75
0,67
0,74
Total
3,3
3,14
1,06
2,09
2,40
Sumber : hasil pengolahan data
Berdasarkan tabel 4.10 di atas dapat diketahui bahwa dari 3 perusahaan industri
barang konsumsi selama 4 tahun hanya INDF yang memiliki nilai rata-rata beta positif (β>1).
Sedangkan GGRM dan UNVR memiliki nilai beta yang negatif (β<1). Oleh karena itu,
saham yang memiliki nilai beta lebih besar dari satu (β>1) lebih beresiko dari pada saham
saham perusahaan lain dan dapat dikategorikan saham agresif yang berarti kelebihan tingkat
pengembalian saham berubah melebihi proporsi dari kelebihan return pasar. Beta untuk
tahun 2004 tidak bisa diperoleh karena ada salah satu perusahaan yang sahamnya belum
diperdagangkan ditahun 2003.
4.2
Valuasi Saham Biasa
Dalam melakukan estimasi terhadap harga wajar saham ketiga perusahaan yang
tergolong dalam sektor industri barang konsumsi akan menggunakan tiga pendekatan yaitu:
1. Discounted cash-flow techniques
Seperti yang sudah dijelaskan pada Bab II Discounted Cash-Flow Techniques adalah
tekhnik menilai Cash Flow yang diterima masa akan datang menjadi nilai sekarang dengan
tingkat bunga yang diharapkan oleh investor. Pendekatan ini akan menggunakan metode
Dividend Discount Model (DDM).
Tabel 4.11 Hasil Perhitungan D1
Dividen
Dividen
No. Emiten
DPR
RR
ROE
D1
(Do)
growth
1
INDF
Rp 47
39,90% 60,10% 12,17%
7%
Rp 50,4
2 GGRM
RP 350
35,81% 64,19% 12,12%
8%
Rp 377,2
3
UNVR
Rp 220
69,73% 30,27% 77,64%
23%
Rp 271,7
Sumber : hasil perhitungan
Setelah nilai D1 dan g nya sudah diketahui, selanjutnya yang harus dicari nilai dari
required rate of return (k). Berdasarkan data yang diperoleh dari www.bps.co.id untuk tahun
2009 diketahui:
Prisk premium
= 12,88%
real risk-free rate
= 7%
expected inflation
= 6,50%
jika dimasukan kedalam rumus :
Rnominal risk-free rate = (1+0,07)(1+0,065)-1
= 13,95%
k
= 13,95% + 12,88%
= 26,83%
Nilai k diatas berlaku untuk ketiga saham perusahaan karena nilai k disini mewakili
nilai resiko pasar pada tahun 2009. Jika nilai D1, k, dan g dimasukan ke dalam rumus maka
diperoleh Vi.t = Rp 258,4
Jadi harga wajar untuk saham INDF saat ini adalah sebesar Rp 258,4. Dengan
menggunakan rumus yang sama dilakukan perhitungan terhadap saham GGRM dan UNVR.
Dan hasil perhitungan ketiga saham tersebut dirangkum dalam tabel berikut :
Tabel 4.12 Hasil Perhitungan Harga Wajar (DDM)
No. Emiten
K
D1
Harga wajar
Harga Pasar
1 INDF
26,83% Rp 50,44 Rp
258,45
Rp 1.890,00
2 GGRM
26,83% Rp 377,23 Rp 1.980,17
Rp 12.350,00
3 UNVR
26,83% Rp 271,70 Rp 8.157,79
Rp 9.700,00
Sumber : hasil perhitung
Jika dilihat pada tabel 4.12 hasil perhitungan diatas, harga wajar dari ketiga saham
tersebut berada dibawah harga pasar yang berlaku saat ini. Berarti saham INDF, GGRM dan
UNVR saat ini berada dalam kondisi Overvalued, atau dapat diartikan juga harga pasar
saham ke tiga perusahaan tersebut sangat mahal.
2.
Relative valuation techniques
Relative Valuation Techniques adalah sebuah pendekatan yang sering digunakan oleh
praktisi sekuritas (Zainul,2008: 9). Untuk menilai harga/nilai wajar saham ketiga perusahaan
tersebut akan menggunakan metode Price to Book Value ratio (PBV). Untuk membandingkan
PBV suatu saham, sebaiknya menggunakan PBV saham dari perusahaan sejenis di industri
yang sama. Untuk saham INDF berdasarkan laporan keuangan perusahaan tahun 2008 nilai
buku perlembar sahamnya sebesar Rp 967,91. Jika harga pasar saham INDF saat ini Rp
1.890,00 dibagi dengan nilai buku perlembar saham INDF Rp 967,91 maka saham INDF saat
ini berada pada 1,952 kali PBV atau 195,2% dari nilai buku. Sementara berdasarkan harga
penutupan tanggal 30 juni 2009 dan nilai kekeyaan per 31 Desember 2008 PBV dari 13
perusahaan sejenis dari industri yang sama berkisar antara 0,6 dan 7,0 kali PBV. Ini dapat
dilihat pada tabel 4.13 berikut.
Tabel 4.13 Hasil Perhitungan Rata-rata PBV Industri sejenis INDF
N0. Nama Perusahaan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
Harga pasar
Nilai Buku
ADES
Rp
620,00 Rp
87,98
AISA
Rp
425,00 Rp
233,65
AQUA
Rp
244.800,00 Rp 44.184,69
CEKA
Rp
1.030,00 Rp
829,93
DAVO
Rp
73,00 Rp
54,31
DLTA
Rp
40.500,00 Rp 32.458,77
MYOR
Rp
1.600,00 Rp 1.624,23
PSDN
Rp
100,00 Rp
64,56
SKLT
Rp
90,00 Rp
145,73
SMAR
Rp
3.325,00 Rp 1.606,85
STTP
Rp
165,00 Rp
277,43
TBLA
Rp
310,00 Rp
213,13
ULTJ
Rp
600,00 Rp
393,06
Rata-rata PBV perusahaan dalam industri yang sama
Kali PBV
7,0
1,8
5,5
1,2
1,3
1,2
1,0
1,5
0,6
2,1
0,6
1,5
1,5
2,1
Sumber : hasil perhitungan
Dari hasil perhitungan pada tabel 4.13 diatas, bisa dilihat saham dari ke 13
perusahaan yang tergolong kedalam sub sektor industri yang sama dengan INDF, rata-rata
dijual pada harga 2,1 kali PBV. Jadi, seharusnya saham INDF berada pada harga Rp
2.032,61. Sedangkan harga pasar INDF saat ini Rp 1.890,00. Ini berarti harga pasar saham
INDF saat ini berada dalam kondisi Undervalue atau harga pasar saham lebih rendah dari
harga wajar saham.
Untuk saham GGRM berdasarkan laporan keuangan perusahaan tahun 2008 nilai
buku per lembar sahamnya sebesar Rp 8.065,77. Jika harga pasar saham GGRM saat ini Rp
12.350 dibagi dengan nilai buku perlembar saham GGRM Rp 8.065,77 maka saham GGRM
saat ini berada pada 1,531 kali PBV atau 153,1% dari nilai buku. Sementara berdasarkan
harga penutupan tanggal 30 juni 2009 dan nilai kekeyaan per 31 Desember 2008 PBV dari 3
perusahaan sejenis dari industri yang sama berkisar antara 1,7 dan 5,1 kali PBV. Ini dapat
dilihat pada tabel 4.14 berikut.
Tabel 4.14 Hasil Perhitungan Rata-rata PVB industri sejenis GGRM
N0.
1
2
3
Nama Perusahaan
Harga pasar
Nilai Buku
BATI
Rp 6.300,00
Rp 3.735,43
HMSP
Rp 9.300,00
Rp 1.836,16
RMBA
Rp 850,00
Rp 256,96
Rata-rata PBV perusahaan dalam industri yang sama
Kali
PBV
1,7
5,1
3,3
3,4
Sumber : hasil perhitungan
Dari hasil perhitungan pada tabel 4.14 diatas, bisa dilihat saham dari ke 3 perusahaan
yang tergolong kedalam sub sektor industri yang sama dengan GGRM, rata-rata dijual pada
harga 3,4 kali PBV. Jadi, seharusnya saham GGRM berada pada harga Rp 27.423,61.
Sedangkan harga pasar GGRM saat ini Rp 12.350,00. Ini berarti harga pasar saham GGRM
saat ini berada dalam kondisi Undervalue atau harga pasar saham lebih rendah dari harga
wajar saham.
Berikutnya untuk saham UNVR berdasarkan laporan keuangan perusahaan tahun
2008 nilai buku perlembar sahamnya sebesar Rp 406,33. Jika harga pasar saham UNVR saat
ini Rp 9.700,00 dibagi dengan nilai buku perlembar saham UNVR Rp 406,33 maka saham
UNVR saat ini berada pada 23,87 kali PBV atau 238,7% dari nilai buku. Nilai kekeyaan per
31 Desember 2008 PBV dari 2 perusahaan sejenis dari industri yang sama berkisar antara 0,5
dan 1,6 kali PBV. Ini dapat dilihat pada tabel 4.15 berikut.
Tabel 4.15 Hasil Perhitungan Rata-rata PBV Industri Sejenis UNVR
N0.
1
2
Nama Perusahaan
Harga pasar
Nilai Buku
MRAT
Rp 370,00
Rp 709,39
TCID
Rp 6.450,00
Rp 4.059,18
Rata-rata PBV perusahaan dalam industri yang sama
Kali PBV
0,5
1,6
1,1
Sumber : hasil perhitungan
Dari hasil perhitungan pada tabel 4.15 diatas, bisa dilihat saham dari ke 2 perusahaan
yang tergolong kedalam sub sektor industri yang sama dengan UNVR, rata-rata dijual pada
harga 1,1 kali PBV. Jadi, seharusnya saham UNVR berada pada harga Rp 446,96. Sedangkan
berdasarkan harga penutupan tanggal 30 juni 2009 harga pasar UNVR saat ini Rp 9.700,00.
Ini berarti harga pasar saham UNVR saat ini berada dalam kondisi Overvalue atau harga
pasar saham lebih tinggi dari harga wajar saham.
3. Metode CAPM (Capital Asset Pricing Model)
Dalam menentukan nilai/harga wajar saham dengan menggunakan metode CAPM
(Capital Asset Pricing Model). Perbedaannya terletak pada penentuan nilai ks (required rate
of return). Perhitungan nilai k pada CAPM (Capital Asset Pricing Model) menggunakan
variabel resiko sistematis (Beta). Dengan menggunakan perhitungan yang sama diperoleh
masing- masing :
Tabel 4.16 Hasil Perhitungan D1 (CAPM)
Dividen growth
DPR
RR
ROE
D1
No. Emiten Dividen (Do)
1
2
3
INDF
GGRM
UNVR
Rp
Rp
Rp
47
350
220
39,90%
35,81%
69,73%
60,10%
64,19%
30,27%
12,17%
12,12%
77,64%
7%
8%
23%
Rp 50,4
Rp 377,2
Rp 271,7
Sumber : hasil perhitungan
Jika nilai D1, k, dan g dimasukan ke dalam rumus maka diperoleh Vi.t = Rp 214,6
Jadi harga wajar untuk saham INDF saat ini adalah sebesar Rp 214,6. Dengan
menggunakan rumus yang sama dilakukan perhitungan terhadap saham GGRM dan UNVR.
Dan hasil perhitungan ketiga saham tersebut dirangkum dalam tabel 4.17 berikut :
Tabel 4.17 Hasil Perhitungan Harga Wajar (CAPM)
No
Nama
Perusahaan
k
D1
1
INDF
Rp
1,29
23,50%
Rp 50,44
Rp
214,60
Rp 1.880,00
2
GGRM
Rp
0,75
16,54%
Rp 377,23
Rp
2.280,63
Rp 12.500,00
0,20
9,46%
Rp 271,70
Rp
2.873,06
Rp 9.250,00
Beta
3
UNVR
Rp
Sumber : hasil perhitungan
Harga Wajar
Harga Pasar
Jika dilihat pada tabel 4.17 hasil perhitungan diatas, harga wajar dari ketiga saham
tersebut berada dibawah harga pasar yang berlaku saat ini. Berarti saham INDF, GGRM dan
UNVR saat ini berada dalam kondisi Overvalued, atau dapat diartikan juga harga saham ke
tiga perusahaan tersebut sangat mahal. Setelah melakukan penilaian terhadap harga/nilai
wajar dari saham INDF, GGRM, dan UNVR diperoleh hasil seperti yang terlihat pada tabel
4.18 berikut :
Tabel 4.18 Hasil Perhitungan Dengan metode DDM, PBV, Dan CAPM
Nama
Harga Wajar Berdasarkan Metode
No.
Harga Pasar
Perusahaan
DDM
PBV
CAPM
1 INDF
Rp
258,45 Rp 2.032,61 Rp 214,60 Rp 1.890,00
2 GGRM
Rp 1.980,17
Rp 27.423,61 Rp 2.280,63 Rp 12.350,00
3 UNVR
Rp 8.157,79
Rp
446,96 Rp 2.873,06 Rp 9.700,00
Sumber : hasil perhitungan
Harga pasar saham INDF dan GGRM jika dibandingkan dengan harga wajarnya
yang diperoleh dengan menggunakan metode DDM dan CAPM harga pasarnya berada jauh
diatas harga wajar. Ini dikarenakan dalam proses menghitung harga wajar saham dengan
menggunakan metode DDM dan CAPM didalamnya terdapat variabel k atau ks (required rate
of return). k disini mencerminkan tingkat imbal-hasil yang kita inginkan setelah
diakumulasikan dengan resiko-resiko pasar yang ada saat ini. Nilai k diperoleh dari
penjumlahan resiko-resiko pasar ditambah dengan tingkat suku bunga yang ditetapkan oleh
Bank Indonesia. Nilai k untuk indonesia saat ini sangat tinggi. Sehingga ini akan berpengaruh
terhadap jarak/selisih antara nilai k dan g (dividen growth). Semakin besar jarak/selisih nilai k
dan g maka akan semakin rendah harga wajar yang diperoleh. Dan semakin kecil jarak/selisih
antara nilai k dan g maka akan semakin tinggi harga yang diperoleh. Selain karena hal
tersebut, alasan lain yang menyebabkan harga pasar saham berada jauh diatas harga normal
jika dihitung dengan kedua metode tersebut, karena INDF, GGRM, dan UNVR selalu
membagikan dividen selama lima tahun terakhir.
Sedangkan jika dihitung dengan menggunakan metode PBV ratio harga wajar dari
saham INDF dan GGRM berada jauh diatas harga pasarnya atau berada dalam kondisi
Undervalue. Ini disebabkan karena memang rata-rata PBV perusahaan yang sejenis dan
berada dalam industri yang sama dengan INDF dan GGRM lebih tinggi dari pada PBV saham
INDF dan GGRM. Ini mengakibatkan hasil perhitungan harga wajar dengan menggunakan
PBV rata-rata perusahaan sejenis lebih tinggi dari pada dengan menggunakan PBV sahamnya
masing-masing.
Jika melihat perbandingan harga pasar saham UNVR dengan harga wajarnya yang
diperoleh dengan menggunakan ketiga metode tersebut, harga pasar saham UNVR berada
jauh diatas harga wajarnya atau dalam kondisi Overvalued. Hal ini disebabkan karena
beberapa faktor, pertama pertumbuhan laba bersih UNVR 5 tahun ke belakang sebesar
13,56%. Maka diasumsikan pertumbuhan laba bersih untuk 5 tahun kedepan 13,56%. Ini
merupakan sinyal yang baik bagi para investor yang ingin menginvestasikan dananya di
UNVR. Hal ini dikarenakan sangat sedikit perusahaan yang mampu mempertahankan
pertumbuhan laba bersih diatas 10% secara kontinyu. Yang kedua persentase pembayaran
dividen untuk perlembar saham (DPR) yang dibagikan UNVR selama 5 tahun terakhir ratarata sebesar 95,33% dari laba per lembar sahamnya (EPS). Ini menandakan UNVR merupaka
perusahaan yang tidak agresif untuk melakukan ekspansi. Dan karena kebijakan dividen
inilah yang menarik minat para investor untuk menginvestasikan atau membeli saham
UNVR. Akibatnya saham UNVR terus diburu investor sehingga harga pasarnya melambung
jauh diatas harga wajarnya.
4.3
Dampak Valuasi saham
Menuurut Parahita (2008) dalam dunia investasi, investor dibedakan menjadi tiga
yaitu investor yang menyukai resiko (risk taker), investor yang tidak menyukai resiko (risk
averter) dan investor yang selalu mencari penyandang dana (netral). Berkaitan dengan hal
tersebut, hasil dari analisis valuasi saham dapat menjadi informasi yang sangat penting bagi
investor sebelum mengambil keputusan investasi. Investor yang dimaksud disini adalah jenis
investor yang tidak menyukai resiko (risk averter). Karena investor jenis ini akan selalu
mencari cara untuk meminimalisasi resiko yang bisa timbul pada investasi dalam bentuk
saham. Berdasarkan analisis valuasi yang telah dilakukan terhadap saham INDF, GGRM, dan
UNVR, diketahui bahwa ketiga saham tersebut secara mayoritas berada dalam kondisi
overvalued atau dengan kata lain ketiga saham tersebut masuk dalam katagori mahal. Ini juga
berarti ketiga saham tersebut mengandung resiko yang cukup besar. Sehingga hal tersebut
akan berdampak terhadap keputusan investasi investor yang tidak menyukai resiko. Investor
jenis ini tidak akan mau menginvestasikan dananya pada ketiga saham tersebut. Karena
ketiga saham tersebut mengandung resiko yang cukup besar.
5. Kesimpulan dan Saran
5.1
Kesimpulan
Berdasarkan permasalahan yang ada, maka penulis dapat menarik beberapa
kesimpulan yaitu :
1. Dari perhitungan yang telah dilakukan maka estimasi nilai intrinsik saham
ketiga perusahaan tersebut periode 30 Juni 2009 adalah sebagai berikut.
Saham INDF Jika dihitung dengan pendekatan Discounted Cash Flow
diperoleh sebesar Rp 258,45 dengan pendekatan Relative Valuation diperoleh
sebesar Rp 2.032,61 dan dengan pendekatan Capital Asset Pricing Model
diperoleh sebesar Rp 214,60. Sedangkan untuk saham GGRM Jika dihitung
dengan pendekatan Discounted Cash Flow diperoleh sebesar Rp 1.980,17
dengan pendekatan Relative Valuation diperoleh sebesar Rp 27.423,61 dan
dengan pendekatan Capital Asset Pricing Model diperoleh sebesar Rp
2.280,63. Dan yang terakhir untuk saham UNVR Jika dihitung dengan
pendekatan Discounted Cash Flow diperoleh sebesar Rp 8.157,79 dengan
pendekatan Relative Valuation diperoleh sebesar Rp 446,96 dan dengan
pendekatan Capital Asset Pricing Model diperoleh sebesar Rp 2.873,06.
2. Saham INDF dan GGRM berada dalam kondisi Overvalued jika dihitung
dengan pendekatan Discounted Cash Flow dan Capital Asset Pricing Model.
Namun jika dihitung dengan menggunakan pendekatan Relative Valuation
saham INDF dan GGRM berada dalam kondisi Undervalued. Sedangkan
untuk saham UNVR jika dihitung dengan pendekatan Discounted Cash Flow,
Relative Valuation, dan Capital Asset Pricing Model berada dalam kondisi
Overvalued.
5.2
Saran
1.
2.
3.
4.
Karena adanya keterbatasan pada penelitian ini maka untuk penelitian
selanjutnya sebaiknya :
Pada penelitian ini hanya menggunakan metode DDM, PBVratio dan CAPM.
Disarankan untuk penelitian selanjutnya dapat menggunakan metode yang
lain seperti metode abnormal Earning dan P/E ratio dengan tujuan untuk
melengkapi penelitian sebelumnya, sehingga secara keseluruhan dapat
menggambarkan keadaan yang sebenarnya.
Dalam penelitian ini penulis hanya melakukan estimasi nilai intrinsik saham
untuk satu periode kedepan. Disarankan untuk penelitian berikutnya dapat
melakukan estimasi nilai intrinsik saham untuk beberapa tahun kedepan.
Dalam penelitian ini penulis hanya melakukan analisis laporan keuangan
periode lima tahun sebelumnya. Disarankan untuk penelitian berikutnya dapat
melakukan fore casting terhadap tahun-tahun yang akan datang.
Melihat dari kondisinya ketiga saham tersebut secara mayoritas berada dalam
kondisi Overvalued. Jadi secara teoritis direkomendasikan untuk menjual
(sell) jika sahamnya sudah dimiliki dan diperoleh dengan harga yang murah,
atau menahan (hold). Menurut Porman (2008) seorang investor yang baik
biasanya akan sangat sabar menunggu sampai harga pasar saham berada
dibawah harga wajar atau paling tidak mendekati harga wajarnya sebelum
mulai berinvestasi.
REFERENSI
“BI Rate peroide Desember 2008 – Juni 2009”. http://www.bi.go.id (11 Agustus
2009)
“Index Consumer Goods, Manufaktur Dan Property”. http://www.bi.go.id (11
Agustus 2009)
“Index Harga Saham Gabungan Periode Januari-Juni 2009”. http://www.bi.go.id
(11 Agustus 2009)
“Laporan Keuangan PT Gudang Garam Tbk Tahun 2004-2008”. http://www.ebursa.com (1 Juni 2009)
“Laporan Keuangan PT Indofood Sukses Makmur Tbk Tahun 2004-2008”.
http://www.e-bursa.com (1 Juni 2009)
“Laporan Keuangan PT Unilever Tbk Tahun 2004-2008”. http://www.e-bursa.com
(1 Juni 2009)
“Perkembangan Pasar Modal Di Indonesia Tahun 2001-2007”. http://www.idx.co.id
(1 Juni 2009)
“Tingkat Inflasi Indonesia Periode Januari-Juni 2009”. http://www.bi.go.id (11
Agustus 2009)
Asnawi, Said Kelana dan Chandra Wijaya. 2007. Metodologi Penelitian Keuangan.
Jakarta: Graha Ilmu.
Darmadji, Tjiptono dan Hendy M. Fakhruddin. 2006. Pasar Modal di Indonesia,
Pendekatan Tanya Jawab. Jakarta: Salemba Empat.
Darsono dan Ashari. 2005. Pedoman Praktis Memahami Laporan Keuangan.
Yogyakarta: ANDI Yogyakarta.
Gill, James O dan Moira Chatton. 2003. Memakai Laporan Keuangan :
Memanfaatkan Informasi Keuangan Untuk Mengendalikan Bisnis Anda.
Jakarta: PPM.
Halim, Abdul. 2005. Analisis Investasi. Jakarta: Salemba Empat.
Harjanti, Retno. 2008. Analisis fundamental untuk menentukan nilai intrinsik
perusahaan pada pt. medco energi internasional tbk/ -- 2004.
http://elibrary.mb.ipb.ac.id (11 Juni 2009)
Hartono, Jogiyanto. 2003. Teori Portofolio dan Analisis Investasi. Yogyakarta: BPFE
Yogya.
Harviananda, Vega. 2008. Analisis Pengaruh Faktor Fundamental Dan Resiko
Sistematis Terhadap Harga Saham (Studi Kasus Pada Industri Barang
Konsumsi Dan Aneka Industri Di BEI). Skripsi Fakultas Ekonomi Universitas
Gunadarma.
Husman, saud. 2007. Dasar-dasar Teori Portofolio Dan Analisis Sekuritas. Jakarta:
Graha Ilmu.
Kandijo, Renal. 2009. Penggunaan Analisis Tehnikal Moderen Untuk Pengambilan
Keputusan Investasi Di Pasar Modal (Studi Kasus PT Indofood Sukses Makmur
Tbk). Seminar Penulisan Ilmiah Fakultas Ekonomi Universitas Gunadarma.
Palemo, Yanuar. 2009. Penggunaan Analisis Tehnikal Dalam Memprediksi
Pergerakan Harga Saham PT Bumi Resources Tbk. Dengan Menggunakan
Indikator Exponential Moving average. Seminar Penulisan Ilmiah fakultas
Ekonomi Universitas Gunadarma.
Parahita. 2008. Bagaimana Cara Menentukan Harga Wajar Saham.
http://parahita.wordpress.com (11 Juni 2009)
Porman, Tumbuan Andi. 2008. Menilai Harga Wajar Saham. Jakarta: PT Elex Media
Komputindo.
Sudarmanto, R. Gunawan. 2005. Analisis Regresi Linear Ganda dengan SPSS,
Yogyakarta: Graha Ilmu.
Tauresanto, Ivan. 2007. Penilaian Saham PT BNI Tbk Dalam Rangka Privatisasi
Tahun 2007. http://arc.ugm.ac.id (3 Juni 2009)
Trihendradi, Cornelius. 2007. Langkah Mudah Menguasai Analisis Statistik
menggunakan SPSS 15. Yogyakarta: ANDI Yogyakarta.
Yaya, Rizal. 2008. Analisis Rasio. http://fe.elcom.umy.ac.id (3 Juni 2009)
Zainul, Agus. 2008. Penilaian Saham. http://pksm.mercubuana.ac.id (3 Juni 2009)
Download