ANALISIS VALUASI SAHAM PADA PT INDOFOOD SUKSES MAKMUR TBK, PT GUDANG GARAM TBK, DAN PT UNILEVER TBK I Putu Darma Putra UNIVERSITAS GUNADARMA 2009 Investasi dalam bentuk saham memerlukan analisis untuk mengukur nilai saham, yaitu analisis fundamental dan analisis teknikal. Selain itu, investor juga harus melakukan analisis valuasi saham sebelum mulai berinvestasi untuk memperkirakan berapa nilai intrinsik atau harga yang wajar untuk suatu saham berdasarkan data fundamentalnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui berapakah nilai intrinsik dari masing-masing saham 3 perusahaan yang termasuk dalam sektor industri barang konsumsi, dan bertujuan pula untuk mengetahui apakah saham ketiga perusahaan tersebut berada dalam kondisi Undervalued atau Overvalued. Penelitian ini menggunakan objek perusahaan yang termasuk dalam sektor industri barang konsumsi, dipilih 3 perusahaan yang sahamnya teraktif diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode Januari-Juni 2009. Ketiga perusahaan tersebut terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan simbul INDF, GGRM dan UNVR. Analisis data menggunakan pendekatan pendapatan yang mengaplikasikan metode arus kas terdiskonto (Discounted Cash Flow), pendekatan perbandingan data pasar (Relative Valuation), dan dengan metode CAPM (Capital Asset Pricing Model). Hasil penelitian menunjukan estimasi nilai intrinsik untuk saham INDF, GGRM dan UNVR dengan pendekatan Discounted Cash Flow sebesar Rp 258,45,-, Rp 1.980,17,- dan Rp 8.157,79,-. Sedangkan dengan pendekatan Relative Valuation sebesar Rp 2.032,61,-, Rp 27.423,61,- dan Rp 446,96. Jika dengan metode capital Asset Pricing Model sebesar Rp 214,60,-, Rp 2.280,63,- dan Rp 2.873,06. Saham INDF dan GGRM berada dalam kondisi Overvalued jika dihitung dengan pendekatan Discounted Cash Flow dan Capital Asset Pricing Model. Namun jika dihitung dengan menggunakan pendekatan Relative Valuation saham INDF dan GGRM berada dalam kondisi Undervalued. Sedangkan untuk saham UNVR jika dihitung dengan pendekatan Discounted Cash Flow, Relative Valuation, dan Capital Asset Pricing Model berada dalam kondisi Overvalued. Kata Kunci : Discounted Cash Flow, Relative Valuation, Capital Asset Pricing Model 1. Pendahuluan Bursa Efek Indonesia (BEI) terus berkembang seiring bertambahnya usia, dan keadaan ini menunjukkan bahwa efek / saham semakin banyak peminatnya. ini dilihat dari kapitalisasinya yang terus bertambah dari tahun-tahun sebelumnya. Investasi pada saham merupakan investasi pada sektor finansial yang tergolong paling high risk - high return investment. Artinya, peluang untuk memperoleh keuntungan sangat besar bahkan dapat mencapai ratusan persen perbulan namun diimbangi dengan kemungkinan kerugian yang besar apabila tidak dikelola dengan baik. Pada dasarnya, semua jenis investasi memiliki kemungkinan merugi. Besarnya potensi kerugian akan sebanding dengan besarnya potensi keuntungan yang dapat diperoleh. Dan sebaliknya semakin besarnya potensi keuntungan yang dapat diperoleh disini, maka semakin besar juga potensi kerugian yang dapat timbul. Oleh karena itu, sangat penting bagi investor untuk memprediksi arah pergerakan harga saham (Palimo,2009: 2). Pergerakan saham pada dasarnya dipengaruhi oleh teori ekonomi yang paling dasar, yaitu hukum permintaan dan hukum penawaran. Harga saham akan naik jika semakin banyak pihak yang ingin membeli suatu saham, sedangkan harga saham akan turun jika yang terjadi sebaliknya. Jadi sebenarnya harga saham ditentukan oleh investor yang bertransaksi di pasar modal dan harga tersebut sekaligus mewakili pendapat kebanyakan investor. Untuk mengatasi perubahan harga saham tersebut diperlukan analisis harga saham (Renal,2009:1). Terdapat dua pendekatan yang sering digunakan untuk menganalisis harga saham, yaitu fundamental analisis (FA) dan teknikal analisis (TA). FA menilai saham berdasarkan kondisi fundamental perusahaan itu sendiri, karenanya, FA lebih sesuai untuk investasi jangka panjang. Sedangkan TA menilai harga saham berdasarkan refleksi harga dimasa lalu dengan membaca sentimen, tren, dan proyeksi yang mungkin terjadi dimasa depan (Halim, 2005: 4). Menurut Hartono (2003) berpendapat bahwa TA mengarahkan arah pergerakan harga, membuat batas-batas pergerakan dalam kondisi tertentu, serta menunjukan target arah beserta resikonya. TA lazimnya dilakukan dengan software aplikasi dan banyak mengeksploitasi grafik (chart). Karena sifat dan karakternya, TA lebih cocok untuk trading (spekulasi) dalam jangka pendek ataupun perlindungan. Terkadang harga saham banyak ditentukan oleh faktor spekulasi dan estimasi prospek perusahaan yang berlebihan. Jika ini terjadi maka harga suatu saham biasa akan naik sangat tinggi, jauh meninggalkan nilai bukunya, ataupun sebaliknya. Akibatnya, kapitalisasi pasar saham perusahaan itu akan menggelembung secara berlebihan dan jauh melewati prospek perusahaan yang sebenarnya dan berbagai pihak akan kesulitan memprediksi harga saham perusahaan tersebut. Dalam hal ini diutarakan juga oleh Porman (2008), bahwa pasar modal bukan lagi dianggap sebagai investasi, melainkan lahan spekulasi bisnis yang bisa sangat menguntungkan dan juga bisa sangat merugikan investor. Beberapa analis saham menghawatirkan kenaikan index yang demikian cepat dengan mengatakan bahwa buliish yang terjadi sekarang ini hanya buble (gelembung) semata yang sewaktuwaktu dapat meletus jika sudah mencapai ketinggian tertentu. Fluktuasi nilai saham perusahaan ditentukan oleh perubahan dari laba perusahaan yang tercermin dalam kinerja perusahaan. Menurut Halim (2005:20) hal tersebut menyebabkan nilai intriksi perusahaan menjadi ukuran yang sangat penting bagi investor untuk mengambil keputusan dalam membeli saham suatu perusahaan. Untuk itulah perlu melakukan valuasi saham sebelum mengambil keputusan investasi. Valuasi saham adalah mengestimasi nilai saham yang sebenarnya (intrinsik value) berdasarkan data fundamentalnya (Asnawi dan Chandra,2007). Sependapat dengan Asnawi dan Chandra dalam tulisannya Parahita (2008) berpendapat bahwa melakukan penilaian (valuasi) saham adalah proses penentuan berapa harga yang wajar untuk suatu saham. Hasil dari valuasi saham nantinya akan menjadi informasi yang sangat berharga bagi investor yang tidak menyukai resiko (risk averter) sebelum mengambil keputusan investasi. Penelitian mengenai valuasi saham sebelumnya dilakukan oleh Ivan Tauresanto (2007), yang melakukan estimasi terhadap nilai intrinsik saham Bank BNI pada saat penawaran saham yang kedua kalinya dengan mengaplikasikan metode pendekatan arus kas terdiskonto (dicount cash flow) dan perbandingan data pasar (relativ valuation). Dengan menggunakan kedua metode tersebut harga saham Bank BNI kemungkinan mengalami Undervalued. Penelitian serupa juga pernah dilakukan oleh Retno Harjanti (2008) terhadap saham PT Medco Energi Tbk. Dengan menggunakan pendekatan dicount cash flow approach, abnormal opproach dan relativ valuation. Diperoleh hasil bahwa saham PT Medco Energi Tbk berada dalam kondisi Undervalued. Dengan kondisi tersebut investor dimungkinkan untuk membeli saham tersebut. Walaupun harga saham berubah setiap waktu, namun dengan mengetahui nilai wajarnya, kita akan lebih tenang dalam menghadapi gejolak pasar. Selain itu sebelum membeli saham, investor disarankan untuk memilih saham-saham perusahaan yang memiliki kinerja yang baik. Berdasarkan uraian di atas, penulis bermaksud melakukan estimasi kembali terhadap nilai intrinsik saham perusahaan pada sektor industri yang berbeda dengan menggunakan pendekatan pendapatan yang mengaplikasikan metode arus kas terdiskonto (discounted cash flow), pendekatan perbandingan data pasar (relative valuation), dan metode CAPM (capital asset pricing model). Penulis memilih sektor industri barang konsumsi sebagai objek penelitian karena sektor industri barang konsumsi memiliki elastisitas yang lemah terhadap perubahan financial global dibandingkan industri lainnya, hal ini dapat dilihat pada krisis keuangan yang sempat melanda Indonesia namun industri ini tidak terlalu terkena imbasnya. Alasan lain adalah untuk melengkapi penelitian sebelumnya yang telah meneliti saham perusahaan pada sektor industri yang berbeda, sehingga secara keseluruhan dapat lebih menggambarkan keadaan yang sebenarnya. Pasar modal bukan lagi dianggap sebagai investasi, melainkan lahan spekulasi bisnis yang bisa sangat menguntungkan dan juga bisa sangat merugikan investor (Porman,2008). Oleh karena itu investor dituntut lebih proaktif dalam mengendalikan investasinya, yaitu lebih aktif dalam menghitung, dengan cara membedah laporan keuangan kuartal ataupun tahunan perusahaan. Dengan menghitung rasio keuangan perusahaan, kita akan dapat menilai harga wajar sahamnya (stock valuation). Hal ini dimaksudkan agar kita mengetahui apakah harga pasar saham saat ini terlalu murah (undervalued) atau terlalu mahal (overvalued). Selain itu untuk menghindari harga mahal jika dapat membeli dengan harga yang wajar. Langkah pertama yang harus dilakukan sebelum melakukan valuasi adalah memperkirakan tingkat imbal-hasil (expected rate of return) yang ingin dicapai (Porman,2008). Jika perkiraan tingkat imbal-hasil sudah ditetapkan, beberapa jenis intrumen investasi seperti tabungan, deposito, dan sertifikat bank indonesia akan relatif mudah divaluasi (dinilai) karena jenis investasi ini sudah menjanjikan tingkat imbal-hasil yang pasti. Sebaliknya beberapa instrumen investasi yang lain memiliki arus kas dan harga yang hanya dapat diperkirakan sebelumnya, misalnya saham biasa. Dengan demikian kita dapat melakukan valuasi dalam penentuan harga pasar instrumen investasi sudah sepadan dengan tingkat imbal-hasil yang kita harapkan. Valuasi yang tepat terhadap nilai perusahaan yang akan dibeli sahamnya adalah hal utama yang harus dilakukan sehingga investor dapat melakukan prediksi dan perhitungan terhadap harga saham perusahaan tersebut. Objek dari penelitian ini adalah perusahaan-perusahaan yang termasuk dalam sektor industri barang konsumsi. sektor industri barang konsumsi merupakan salah satu sektor perusahaan yang sahamnya diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia (BEI). Dari beberapa perusahaan yang tergolong kedalam sektor industri barang konsumsi, dipilih tiga perusahaan yang sahamnya teraktif diperdagangkan dibursa Periode 2 Januari sampai 30 Juni 2009. Setelah melakukan pengamatan diperoleh tiga perusahaan yang memiliki saham teraktif diperdagangkan dibursa efek Indonesia. Ketiga perusahaan/emiten tersebut adalah PT Indofood Sukses makmur Tbk dengan simbul (INDF), PT Gudang Garam Tbk dengan simbul (GGRM), dan PT Unilever Tbk dengan simbul (UNVR). Selanjutnya untuk mempermudah penulisan akan digunakan simbul-simbul tersebut sebagai identitas perusahaan. Dipilihnya saham perusahaan yang tergolong dalam sektor industri barang konsumsi dengan alasan saham perusahaan dalam sektor ini relatif stabil dalam berbagai kondisi ekonomi dan perusahaan yang tergolong dalam sector industri barang konsumsi jarang melakukan ekspansi, sehingga dapat membagikan dividen secara rutin setiap tahun (Porman,2008;176). Ini merupakan salah satu keuntungan bagi para pemegang saham dan hal yang cukup menarik bagi calon investor. Alasan lain adalah untuk melengkapi penelitian sebelumnya yang telah meneliti pada sektor industri yang berbeda, sehingga secara keseluruhan dapat lebih menggambarkan keadaan yang sebenarnya. Sehubungan dengan hal tersebut penulis tertarik untuk melakukan valuasi terhadap saham perusahaan yang tergabung kedalam sektor industri barang konsumsi dengan menggunakan pendekatan pendapatan yang mengaplikasikan metode arus kas terdiskonto (Discounted Cash Flow), pendekatan perbandingan data pasar (Relative Valuation), dan dengan metode CAPM (Capital Asset Pricing Model). Dengan adanya uraian tersebut maka timbul pertanyaan sebagai berikut : 1. Berapakah nilai intrinsik dari saham INDF, GGRM, dan UNVR jika dihitung dengan pendekatan Discounted Cash Flow, Relative Valuation dan Capital Asset Pricing Model periode 30 Juni 2009? 2. Setelah diketahui nilai intrinsik dari saham INDF, GGRM, dan UNVR, apakah mengalami Undervalued atau Overvalued jika dibandingkan dengan harga pasar saham INDF, GGRM, dan UNVR di Bursa Efek Indonesia (BEI)? Tujuan dari Penelitian ini adalah untuk mengetahuii nilai intrinsik dari saham INDF, GGRM, dan UNVR jika dihitung dengan pendekatan Discounted Cash Flow, Relative Valuation dan Capital Asset Pricing Model periode 30 Juni 2009. Serta untuk mengetahui apakah saham INDF, GGRM, dan UNVR mengalami Undervalued atau Overvalued jika dibandingkan dengan harga pasar saham INDF, GGRM, dan UNVR di Bursa Efek Indonesia (BEI). Setiap investor menginginkan return atas investasinya, untuk itu investor selalu mencari alternatif investasi dengan return tertinggi pada tingkat risiko tertentu. Dalam investasi saham, dirasa perlu untuk melakukan perkiraan harga wajar (valuasi) saham sebelum mengambil keputusan investasi. Sebelum melakukan estimasi nilai wajar suatu perusahaan, sebaikanya terlebih dahulu melakukan analisis terhadap kondisi perekonomian, kondisis industri dan kondisi perusahaan. Untuk mengetahui kondisi perusahaan, dapat dilakukan dengan menganalisis rasio keuangan perusahaan dan risiko sistematik. Beberapa rasio keuangan dan risiko sistematik yang secara umum berpengaruh terhadap harga saham, antara lain EPS, BVS, ROA, ROE, ROI, PBV, DPR, DER dan risiko sistematik (beta). Valuasi saham dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan. Yang pertama adalah metode arus kas terdiskonto (Discounted Cash Flow). Dalam pendekatan ini akan mengunakan metode Dividen Discount Model (DDM). Pendekatan ini beranggapan bahwa harga saham biasa dipengaruhi oleh tiga faktor utama, yaitu dividen tahunan, pertumbuhan dividen, dan required rate of return. Jika perusahaan memiliki risiko yang tinggi investor akan menetapkan required rate of return yang tinggi pula atas sahamnya. Oleh karena itu, agar dapat meyakinkan investor dalam berinvestasi pada perusahaan yang cukup berisiko, perusahaan harus menawarkan imbal hasil yang lebih tinggi. Yang kedua adalah dengan menggunakan pendekatan relatif valuation. Pendekatan ini akan menilai saham melalui Price to Book Value ratio (PBV). Price to Book Value ratio (PBVratio) adalah rasio perbandingan harga pasar saham (price) dan nilai buku persaham (book value per share). Dalam hal ini nilai buku persaham didapat melalui pembagian antara total modal (total equity) dan jumlah saham beredar (number of outstading share). Yang terakhir penggunaan metode CAPM (capital asset pricing model) untuk menentukan nilai wajar suatu saham. Metode ini hampir sama dengan metode Dividen Discount Model (DDM). Perbedaannya terletak pada cara menentukan required rate of return atau discount rate-nya. Perkiraan harga wajar suatu saham umumnya selalu berbeda dengan harga pasar. Jika perbedaannya cukup signifikan, saham-saham yang harganya murah dapat dibeli, sebaliknya saham yang harganya mahal sebaiknya jangan dibeli atau malah dijual saja jika anda miliki dengan harga perolehan yang murah. Dengan melakukan penilaian terhadap harga wajar saham diharapkan dapat membantu para investor dalam menentukan keputusan investasi. • Jika harga pasar < perkiraan harga wajar “murah” • Jika harga pasar > perkiraan harga wajar “mahal” • Jika harga pasar = perkiraan harga wajar “normal” 2. Landasan Teori 2.1 Valuasi Saham Penilaian (valuation) adalah proses penentuan proses penentuan berapa harga yang wajar untuk suatu saham (Parahita,2008). Pendekatan nilai yang dipakai merupakan salah satu penentuan nilai intrinsik sekuritas, yang nilai sekuritas seharusnya berdasarkan fakta. Nilai ini adalah nilai sekarang dari arus kas yang disediakan untuk investor, didiskontokan pada tingkat pengembalian yang ditentukan sesuai dengan jumlah risk yang menyertainya. Menurut Zainul (2008: 8). Nilai dari suatu surat berharga secara umum terbagi menjadi dua, yaitu: 1. Nilai pasar, harga pasar pada saat aktiva diperdagangkan. 2. Nilai intrinsik, nilai sekuritas yang seharusnya dimiliki berdasarkan seluruh faktor penilaian. Analisis saham bertujuan untuk menafsir nilai suatu saham dan kemudian membandingkannya dengan harga pasar saat ini (current market price). Nilai intrinsik (NI) menunjukkan present value arus kas yang diharapkan dari saham tersebut. Pedoman yang digunakan adalah sebagai berikut: a) NI < harga pasar saat ini: Undervalued (harga terlalu murah atau rendah) b) NI > harga pasar saat ini: Overvalued (harga terlalu mahal atau tinggi) c) NI = harga pasar saat ini: harganya wajar Dalam laporan keuangan perusahaan, diketahui bahwa nilai suatu aset adalah nilai sekarang (present value) dari arus kas imbal-hasil yang diharapkan (expected cash flows). Dengan kata lain, suatu aset dapat memberikan aliran cash flows selama investor memiliki saham perusahaan tersebut. Untuk mengkonversi aliran cash flows menjadi sebuah nilai saham, investor harus mendiskontokan aliran tersebut dengan tingkat bunga yang diinginkan investor (required rate of return) (Porman,2008: 178). Proses penilaian (valuation) meliputi dua estimasi utama, yaitu: 1. Perkiraan aliran arus kas (the stream of expected cash flows). 2. Tingkat return yang diinginkan (required rate of return) atas sebuah investasi. Selain faktor inflasi, tingkat return yang diharapkan (required rate of return) yang akan menimbulkan ketidakpastian imbal-hasil (uncertainly of returns). Rumus: k = Rnominal risk-free rate + Prisk premium Rnominal risk-free rate = (1+real risk-free rate)(1+expected inflation) - 1 k = required rate of return Prisk premium = busness risk, financial risk, liquidity risk, exchang risk, dan country risks. Rnominal risk-free rate adalah tingkat pengembalian instrumen investasi bebas resiko ditambah premi perkiraan inflasi. Contoh instrumen investasi yang bebas risiko (risk-free) ketidakpastian return adalah Sertifikat Bank Indonesia (SBI). 2.2 Proses Valuasi Menurut Porman (2008; 172), ada tiga hal penting yang harus dianalisis sebagai bagian proses valuasi sebelum memutuskan untuk berinvestasi, yaitu: I. Perekonomian Kebijakan moneter dan kebijakan fiskal yang diterapkan oleh pemerintah suatu negara akan mempengaruhi perekonomian secara keseluruhan di negara tersebut, yang pada akhirnya juga akan mempengaruhi kegiatan seluruh industri dan perusahaan. Maka disarankan sebelum berinvestasi pada suatu negara, melakukan analisis kondisi perekonomiannya secara mendalam, seperti kebijakan fiskal, moneter, tingkat inflasi, dan suhu politiknya. II. Industri Proses berikut dari tahap penilaian adalah mengidentifikasi industri-industri yang mengalami kemakmuran atau menderita dalam siklus perekonomian. Reaksi industri terhadap perubahan perekonomian akan berbeda-beda pada titik siklus bisnis (business cycle) tertentu. Dalam proses ini, diharapkan investor menganalisis secara dalam bidang industri yang berprospek cerah di masa mendatang, sehingga investor dapat memilih bidang industri mana yang layak dimasuki. III. Analisis Perusahaan Proses selanjutnya adalah menganalisis dan membandingkan kinerja perusahaan dengan menggunakan rasio-rasio keuangan dan resiko sistematis. Menurut (Yaya,2009) rasio keuangan dan resiko yang dapat digunakan antara lain : 1. Rasio likuiditas Rasio likuiditas adalah rasio yang mengukur kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Ada 2 macam rasio likuiditas yaitu : • Rasio lancar (current ratio) • Quick Ratio 2. Rasio solvabilitas Rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka panjang. Rasio solvabilitas dapat dibagi menjadi: • Debt ratio • Debt to equity ratio (DER) • Ratio time interest earned (TIE ratio) 3. Rasio aktivitas Adalah rasio untuk melihat tingkat aktivitas tertentu dalam kegiatan tertentu. Terdapat beberapa macam rasio aktivitas diantaranya : • Rasio rata-rata umur piutang • Rasio rata-rata umur persediaan • Rasio perputaran aktiva tetap • Rasio perputaran total aktiva 4. Rasio profitabilitas Rasio profitabilitas adalah rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan untuk menghasilkan keuntungan (profitabilitas) pada tingkat penjualan asset dan modal saham tertentu. Ada beberapa jenis rasio profitabilitas yaitu : • Net profit margin (NPV) • Return on asset (ROA) • Return on equity • Return on invesment 5. Rasio pasar Rasio yang mengukur harga pasar relatif terhadap nilai buku. Ada beberapa rasio pasar diantaranya : • Earning per share (EPS) • Price earning ratio (PE ratio) • Dividen payout ratio (DPR) • Book value per share (BVS ratio) • Price to book ratio (PBV ratio) Pemilihan dari indeks pasar tidak tergantung pada suatu teori tetapi lebih tergantung dari hasil empirisnya (Jogiyanto, 2003:204). Indeks pasar yang dipilih untuk pasar BEI misalnya IHSG atau bisa juga indeks saham yang aktif saja misalnya LQ45, penulis menggunakan IHSG untuk mencari return pasar karena IHSG mencangkup semua saham yang ada di BEI hal ini juga terdapat dalam bukunya Suad Husnan yang berjudul Dasar-Dasar Teori Portofolio dan Analisis Sekuritas halaman 103 bahwa contoh dari indeks pasar adalah IHSG. Setelah mendapatkan return saham serta return pasar, maka kita dapat mencari beta yang merupakan pengukuran resiko sistematik dari suatu sekuritas (Jogiyanto, 2003:267). Masing-masing saham memiliki sensitivitas tersendiri atas pergerakan pasar. Ada jenis saham yang begitu sensitif dengan perubahan pasar, sementara saham yang lain memberikan respons yang lamban, bahkan ada saham yang bergerak sebaliknya. Beta atau sering disebut koefisien beta, merupakan ukuran angka koefisien yang menggambarkan sensitivitas atau kecenderungan respons suatu saham terhadap pasar. Saham dengan beta satu merupakan saham yang bergerak searah dengan pergerakan pasar. Saham dengan beta kurang dari satu merupakan saham yang bergerak lebih lambat dari pergerakan pasar, sementara saham dengan beta lebih dari satu menggambarkan harga saham bergerak lebih fluktuatif dibanding pasar. 2.3 Valuasi Saham Preferen Menurut Porman (2008;219), dalam menghitung harga wajar saham preferen relatif mudah, yaitu dengan mendiskontokan (discounting) dividen ke nilai sekarang (present value) dengan required rate of return selama periode waktu yang tidak terhingga (infinite) atau selama memiliki saham preferen tersebut. Rumusnya adalah Vp = D/k Keterangan: Vp = Nilai intrinsik (nilai wajar) saham preferen D = Dividen tetap k = required rate of return atau discount rate 2.4 Valuasi Saham Biasa Terdapat tiga jenis analisis penilaian dalam valuasi saham biasa (Zainul, 2008) yaitu: 1. Discounted cash-flow techniques Discounted cash-flow techniques adalah tekhnik dengan menilai cash flow yang diterima masa akan datang menjadi nilai sekarang dengan tingkat bunga yang diharapkan oleh investor, atau sering juga dikenal dengan capitalization of income method (Zainul, 2008). 2. Relative valuation techniques Relative Valuation Techniques adalah sebuah pendekatan yang sering digunakan oleh praktisi sekuritas (Zainul,2008: 9). Melalui pendekatan ini, analisis menggunakan PER dan PBV sebagai alat pembanding untuk melakukan penilaian saham tersebut. Melalui pendekatan ini juga analis berusaha untuk menghindari penilaian terhadap growth dan tingkat imbal hasil yang diharapkan, karena sering memberikan asumsi berbeda dari setiap analis. 3. Capital Asset Pricing Metod (CAPM) Harga wajar (intrinsk value) asset finsial sama dengan nilai sekarang (presen value) arus kas dimasa mendatang yang didiskontokan dengan required rate of return atau discount rate. Tetapi menetapkan required rate of return tidaklah mudah. Kita sering kali tidak realistis menetapkannya. CAPM (Capital Asset Pricing Model) dapat digunakan untuk menentukan required rate of return dalam menilai saham biasa (Porman,2008;241). 3. Metode Penelitian 3.1 Objek Penelitian Penelitian ini mengambil objek beberapa perusahaan yang tergolong kedalam sektor industri barang konsumsi (Consumer Goods) yang listing di Bursa Efek Indonesia (BEI). Dari beberapa perusahaan tersebut, dipilih tiga perusahaan yang sahamnya teraktif diperdagangkan dibursa Periode 2 Januari sampai 30 Juni 2009. Setelah melakukan pengamat diperoleh tiga perusahaan yang memiliki saham teraktif diperdagangkan dibursa efek Indonesia. Ketiga perusahaan/emiten tersebut adalah PT Indofood Sukses makmur Tbk (INDF), PT Gudang Garam Tbk (GGRM), dan PT Unilever Tbk (UNVR). 3.2 Data Penelitian Data yang digunakan dalam penelitian bersifat kuantitatif dan menggunakan data sekunder. Data diperoleh dari Pusat Referensi Pasar Modal di BEI yang meliputi harga saham individual bulanan, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), harga penutupan saham bulanan dan Laporan Keuangan Tahunan periode 2003-2008. Selain itu data yang digunakan dalam penelitian ini juga berasal dari berbagai literature, seperti penelitian lain, referensi pasar modal Indonesia, buku-buku, serta sumber lainnya yang berhubungan dengan masalah yang akan dibahas. 3.3 Tahapan Penelitian Dalam proses valuasi, sebelum melakukan estimasi harga/nilai wajar saham ke tiga perusahaan tersebut, sebaiknya terlebih dahulu melakukan analisis terhadap kondisi perekonomian, kondisis industri dan kondisi perusahaan. Untuk mengetahui kondisi perusahaan, dapat dilakukan dengan menganalisis rasio keuangan perusahaan. Beberapa rasio keuangan yang yang secara umum berpengaruh terhadap harga saham, antara lain EPS, BVS, ROA, ROE, ROI, PBV, DPR, DER dan risiko sistematik (beta). Setelah kondisi ekonomi, industri, dan perusahaan diketahui barulah proses valuasi bisa dilanjutkan ketahap perhitungan. 3.4 Alat Analisis Dan untuk menilai harga wajar saham (stock valuation) akan menggunakan tiga pendekatan yaitu : 1. Discounted cash-flow techniques Pendekatan ini menggunakan penilaian terhadap saham yang dikenal dengan Dividen Discount Model (DDM). Rumus: Keterangan: Vi,t D1 k g = Nilai intrinsik (harga wajar) saham biasa tahun ke t = Dividen = required rate of return = Dividen Growth Umumnya, required rate of return saham biasa (k) lebih tinggi daripada required rate of return saham preferen (k) karena risiko atas saham biasa lebih tinggi daripada saham preferen. Dengan kata lain, saham preferen lebih diprioritaskan dibanding saham biasa. Rnominal risk-free rate = (1+real risk-free rate)(1+expected inflation) - 1 k = Rnominal risk-free rate + Prisk premium Keterangan: k = required rate of retur Untuk mencari dividen tahun pertama (D1) dapat diperoleh dengan rumus berikut: Keterangan: D1 = Dividen tahun ke-1 D0 = Dividen tahun lalu g = Dividen Growth = tingkat pertumbuhan= (1-d)(ROE) = RR × ROE RR (retention rate) = persentase laba ditahan. ROE (return on equity) = laba bersih/total modal. Setelah memperoleh nilai intrinsik (harga wajar) saham tersebut, maka untuk mengetahui harga saham tersebut dalam kondisi Undervalued atau Overvalued, kita dapat membandingkan harga wajar yang diperoleh dengan harga saham saat ini (real market). 2. Relative Valuation Techniques Dalam pendekatan Relative Valuation Techniques ada beberapa metode yang digunakan. Namun untuk memudahkan proses valuasi saham, penulis hanya akan menggunakan metode Price to Book Value (PBV ratio. Menurut Porman (2008;249) Price to Book Value (PBV) adalah rasio perbandingan antara harga pasar saham (price) dan nilai buku per saham (Book Value per Share). Dalam hal ini nilai buku per saham di dapat melalui rumus : Pembagian antara total equity (total modal) dan number of outstanding shares (jumlah saham beredar). Setelah diketahui nilai buku perlembar sahamnya PBV pun dapat dicari. Rumus: Untuk mengetahui barapa harga wajar saham tersebut, dapat dilakukan dengan cara, mengalikan PBV yang diperoleh dengan nilai buku per sahamnya. Jika ingin mengetahui apakah saham tersebut mengalami Underpriced atau Overpriced, harus membandingkannya dengan harga wajar yang diperoleh dari PBV rata-rata industri sejenis dikalikan dengan nilai buku per saham. 3. Metode CAPM (Capital Asset Pricing Model) Menilai harga wajar saham dengan menggunakan metode CAPM (Capital Asset Pricing Metod) sebenarnya hampir sama dengan menggunakan metode DDM ( Dividen Discount Model). Perbedaannya hanya terletak pada cara menentukan requid rate of return-nya. Pada metode CAPM requid rate of return atau nilai k ditentukan dengan rumus berikut : Dimana diketahui : = required rate of return = tingkat imbal hasil investasi bebas resiko (misalnya : Sertifikat Bank Indonesia, T- Bornd, dan lainnya) = tingkat imbal hasil portofolio pasar β = koefisien beta perusahaan ( - ) = premi resiko (risk premium) yang ditetapkan. telah diperoleh, maka untuk menentukan Setelah required rate of return atau nilai harga wajar saat ini dapat dihitung dengan rumus berikut: Dimana diketahui : Po = harga wajar saham D1 = dividen tahun ke-1 = required rate of return g = growth (tingkat pertumbuhan) = (1-d)(ROE) = RR × ROE RR (retention rate) = persentase laba ditahan. ROE (return on equity) = laba bersih/total modal. Setelah memperoleh nilai intrinsik (harga wajar) saham tersebut, maka untuk mengetahui harga saham tersebut dalam kondisi Undervalued atau Overvalued, kita dapat membandingkan harga wajar yang diperoleh dengan harga saham saat ini (real market). 3.5 Hipotesis a) NI < harga pasar saat ini: Undervalued (harga terlalu murah atau rendah) b) NI > harga pasar saat ini: Overvalued (harga terlalu mahal atau tinggi) c) NI = harga pasar saat ini: harganya wajar 4. Pembahasan 4.1 4.1.1 Analisis Faktor Fundamental Perekonomian Di tengah tekanan dari perekonomian global, perekonomian Indonesia masih dapat tumbuh lebih baik dibandingkan dengan negara kawasan Asia Tenggara. Pertumbuhan yang lebih baik itu didukung oleh permintaan domestik yang masih cukup besar dan menjadi motor utama pertumbuhan ekonomi nasional. Pertumbuhan ekonomi dalam triwulan I-2009 tercatat sebesar 4,4% . Meski menurun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, konsumsi masyarakat Indonesia tumbuh 5,8% atau berada di atas perkiraan sebelumnya. Angka tersebut, mampu menahan penurunan pertumbuhan ekonomi lebih dalam. Tingginya konsumsi tersebut didorong oleh beberapa program stimulus pemerintah seperti BLT, serta kenaikan gaji PNS, dan meningkatnya Upah Minimum Propinsi (UMR) di berbagai daerah. Di samping itu, meningkatnya konsumsi rumah tangga juga didorong oleh maraknya aktivitas Pemilihan Umum (Pemilu) yang tampak dari pertumbuhan sektoral seperti pengeluaran subsektor jasa periklanan, komunikasi, industri makanan, hotel dan restoran, serta percetakan. Pada awal tahun 2009, Pemerintah juga telah menetapkan empat strategi kebijakan untuk memperlunak dampak krisis global, yaitu memperkuat ketahanan sector keuangan, melakukan konsolidasi fiskal, memberikan stimulus fiskal untuk mendorong pertumbuhan sector riil, dan mempercepat pembangunan infrastruktur. Dengan pertimbangan bahwa stimulus fiskal merupakan “obat merah”, fokus kebijakan haruslah pada sisi meminimalkan dampak krisis global terhadap naiknya angka kemiskinan dan pengangguran. Pemerintah telah berencana memberikan pajak pertambahan nilai ditanggung pemerintah terhadap 17 industri dengan nilai Rp 9 triliun lebih, tarif impor ditanggung Rp 2,4 triliun, belanja modal untuk infrastruktur yang mencapai paling tidak Rp 72 triliun, dan Rp 4,9 triliun digunakan untuk biaya pembebasan lahan. Dengan demikian, total biaya yang dikeluarkan sebagai respons dari krisis sebesar Rp 88,3 triliun. Bagian tersulit dalam menjalankan stimulus fiskal adalah menjamin efektivitas kebijakan, termasuk dalam hal ini kalkulasi akan kelompok mana yang mendapat keuntungan dan kerugian (benefit and cost). Dalam situasi krisis, stimulus fiskal seyogianya dapat memperkecil ketimpangan dan kesenjangan pendapatan. Demikian pula penetapan sektor prioritas menjadi agenda yang perlu dipikirkan secara matang. Namun, hal ini jelas tidak mudah karena pengambil kebijakan cenderung mengambil sikap akomodatif bagi semua sektor karena lebih minim risiko, terutama dari aspek ekonomi politik. Perekonomian Indonesia diwarnai oleh perkembangan yang terjadi pada perekonomian global. Perkembangan positif yang terjadi di pasar keuangan global sejak beberapa bulan terakhir terus berlanjut, dan memberikan dampak positif bagi perekonomian dalam negeri. Dalam triwulan I-2009, perekonomian Indonesia masih tumbuh 4,4%, terutama didukung oleh pertumbuhan konsumsi, baik pada konsumsi rumah tangga maupun konsumsi Pemerintah. Di tengah ketidakpastian pemulihan perekonomian global, kontraksi ekonomi di negara-negara mitra dagang utama masih berlangsung dan memberikan tekanan pada kinerja ekspor Indonesia, meskipun terdapat indikasi awal perekonomian dunia membaik. Secara keseluruhan, Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekonomi untuk tahun 2009 masih tetap tinggi dalam kisaran 3-4%. Di sisi harga, tekanan inflasi terus menurun didukung oleh penguatan Rupiah dan terjaganya harga-harga barang kebutuhan pokok. Sampai dengan bulan Mei 2009 inflasi baru mencapai 7,10% sehingga inflasi pada akhir 2009 masih sesuai dengan perkiraan semula yaitu dalam kisaran 5%-7%. Tingkat Inflasi 10,00% 5,00% 0,00% Tingkat Inflasi Sumber : www.bi.go.id Berdasarkan grafik diatas, dapat dilihat penurunan tingkat inflasi dari awal tahun 2009 hingga pertengahan tahun 2009. Penurunan ini merupakan dampak dari kebijakan penurunan harga BBM yang diambil pemetintah pada tahun 2008. Penuruna nilai inflasi menandakan keadaan perekonomian yang semakin membaik. Yaitu tidak terjadi peningkatan harga barang secara terus menerus pada periode tertentu. Selain itu laju inflasi yang rendah membuat bank Indonesia dapat melonggarkan kebijakan moneternya yang dapat merangsang pertumbuhan ekomoni secara nasional. Penguatan nilai tukar Rupiah dalam beberapa waktu terakhir berkontribusi positif terhadap stabilitas makro secara keseluruhan. Membaiknya kondisi Neraca Pembayaran Indonesia dan meningkatnya jumlah cadangan devisa menjadi faktor utama yang mendukung stabilitas nilai tukar rupiah. Pada akhir Mei 2009 jumlah cadangan devisa mencapai 57,9 miliar dolar AS yaitu, cukup untuk membiayai lebih dari 6 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah. Di sektor keuangan, kondisi perbankan nasional tetap terjaga dengan baik, dengan CAR yang cukup tinggi (17,6%). Likuiditas perbankan, termasuk likuiditas pasar uang antar bank makin membaik dan DPK terus meningkat. Selain itu, terdapat indikasi awal pemberian kredit oleh perbankan mulai meningkat. Namun, Bank Indonesia tetap mencermati potensi peningkatan risiko kredit. Rasio NPL gross dan net masing-masing meningkat secara marginal yaitu dari 4,5% dan 1,9% menjadi 4,6% dan 2,0%. Sementara itu, respons perbankan terhadap penurunan BI rate masih terbatas, seperti terlihat dari pertumbuhan kredit dan penurunan suku bunga yang masih belum seperti yang diharapkan. Berikut dicantumkan grafik penurunan BI rate periode Desember 2008 sampai dengan Juni 2009. BI Rate 10,00% 5,00% BI Rate 0,00% 01-Des-08 01-Feb-09 01-Apr-09 01-Jun-09 Sumber : www.bi.go.id Dari grafik diatas dapat terlihat jelas penurunan BI rate dari akhir tahun 2008 hingga pertengahan tahun 2009. Ini mengindikasikan usaha pemerintah untuk menghidupkan kembali dunia pasar modal pasca krisis keuangan global. Dengan diturunkannya BI rate diharapkan para investor akan lebih tertarik berinvestasi pada saham dari pada mendepositokan dananya di bank. Dengan demikian perekonomian akan hidup kembali. Penurunan BI rate diharapkan akan meningkatkan likuiditas perbankan di Indonesia. Untuk itu Bank Indonesia bersama perbankan akan terus berupaya mengurangi kendala-kendala dalam peningkatan fungsi intermediasi perbankan. Di pasar domestik, sentimen positif pada perekonomian dunia dan mulai berangsur pulihnya keketatan likuiditas di pasar keuangan global telah mendorong aliran modal masuk ke dalam negeri. Kondisi ini berdampak positif pada penguatan mata uang rupiah dan peningkatan Index Harga Saham Gabungan (IHSG). Berikut dicantumkan juga grafik perkembangan Index Harga Saham Gabungan (IHSG) periode Januari sampai Juni 2009. IHSG 4.000,00 2.000,00 IHSG 0,00 01-Jan-09 01-Mar-09 01-Mei-09 Sumber : www.duniainvestasi.com Dilihat dari grafik diatas, IHSG pada awal tahun mengalami penurunan yaitu pada bulan Januari ke Februari turun sebesar 47,19 poin. Namun pada bulan bulan berikutnya IHSG terus menguat. Jika di rata-ratakan persentase peningkatannya mencapai 9% per bulannya. Ini menandakan perdagangan di Bursa Efek Indonesia sudah mulai normal pasca imbas dari krisis Global yang secara tidak langsung juga memberikan dampak negatif terhadap dunia pasar modal di Indonesia. Bedasarkan peningkatan IHSG yang cukup baik pada enam bulan pertama, diperkirakan IHSG akan terus menguat hingga akhir tahun 2009. Ini merupakan sinyal yang bagus bagi para investor yang ingin menanamkan modalnya di indonesia. Hal lain yang memberikan pengaruh positif bagi perekonomian indonesia pada enam bulan pertama tahun 2009 adalah terlaksananya dengan sukses pemilu legislatif Indonesia yang dilaksanakan pada tangga 9 april 2009. Ini menunjukan terciptanya demokrasi di indonesia. Dan pasar pun memberikan respon positif terhadap hasil tersebut. Ini dapat dilihat dari penutupan IHSG pada tanggal 8 April 2009 yaitu sehari sebelum pelaksanaan pemilu legislatif ditutup pada posisi 1.465,75 sedangkan pada perdagangan hari berikutnya yaitu pada tanggal 13 April 2009 IHSG ditutup pada posisi 1.540,40 terjadi peningkatan sebesar 74,65 poin. 4.1.2 Industri Melihat dari kondisi perekonomian yang sedang mengalami konsolidai pasca krisis keuangan global emiten consumer goods seperti PT Indofood Sukses Makmur Tbk dan PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) akan menjadi incaran utama pelaku pasar, karena berpotensi memberikan capital gain yang cukup besar daripada sektor lain. Sebab, sebagian besar produknya dipasarkan di dalam negeri dan menjadi barang kebutuhan sehari-hari baik itu makanan maupun minuman. Sedangkan perusahaan yang mengandalkan ekspor kurang begitu menggiurkan lagi, menyusul rendahnya permintaan di pasar dunia, terutama ke AS dan Eropa. Selain itu, menurut Yadi Budhi Setiawan, pengamat pemasaran dan distribusi dari Force-One “Kondisi bisnis consumer goods masih bagus. Secara kuantitas major Fast Moving Consumer Goods (FMCG) naik 8-15%. Dari segi nilai pun bisa tumbuh 16-25% berdasarkan kenaikan Retal Buying Price (RBP) sebesar 8-10%,” ungkapnya. Berikut dicantumkan perbandingan index sektor consumer goods, manufaktur dan property periode akhir Januari sampai akhir Juni 2009. 600 500 400 Consumer Goods 300 Manufaktur 200 Property 100 0 Januari Maret Sumber : www.duniainvestasi.com Mei Dari grafik diatas bisa dilihat, jika dirata-ratakan pergerakan index consumer goods bergarak menguat 8,7% tiap bulannya, sedangkan untuk index manufaktur meskipun mengalami fluktuasi tetap bergerak menguat sebesar 8,1% setiap bulannya. Dan yang terakhir untuk index property juga mengalami fluktuasi namun tetap bergerak naik sebesar 6,9% setiap bulannya. Jika dilihat dari pergerakan rata-ratanya indeks consumer goods yang mengalami peningkatan paling tajam setiap bulannya, disusul index manufaktur dan yang terakhir indeks property. Namun jika dilihat dari tingkat kestabilan pergerakannya index consumer goods lah yang lebih unggul, karena dari awal tahun 2009 hingga akhir Juni 2009, indeks comsumer goods terus menguat tiap bulannya tanpa sekalipun mengalami penurunan. Hal ini mengisyaratkan kestabilan kondisi industri/sektor consumer goods di tengah masa konsolidasi pasca krisis keuangan global. Data tersebut juga memberikan gambaran bagaimana peluang investasi pada industri consumer goods bagi para investor. Dengan adanya hal tersebut bukan berarti hanya sektor consumer goods saja yang memiliki peluang yang cukup bagus untuk tahun 2009, sektor lain juga memiliki peluang yang sama namun jika dilihat dari pergerakan indexnya sedikit kurang stabil, karena mengalami fluktuasi. Sehingga resiko untuk kedua sektor tersebut akan lebih besar. Disinilah dibutuhkan kejelian para investor untuk memilih sektor industri yang tepat sebelum menginvestasikan dana yang dimiliki. Pergerakan indeks consumer goods yang cukup stabil akan banyak mencuri perhatian para investor. Sehingga saham-saham perusahaan yang tergolong dalam sektor consumer goods akan banyak diburu oleh para investor. Selain itu pergerakan index consumer goods diperkirakan akan terus meningkat sepanjang tahun 2009. Hal ini juga disebabkan karena sektor consumer goods bukan merupakan industri musiman sehingga konsumen akan terus membutuhkan produk yang dihasilkan industri ini untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Secara umum sektor consumer goods memiliki peluang yang sangat besar ditahun 2009. 4.1.3 Perusahaan Mengnalisis kondisi suatu perusahaan dapat dilakukan dengan beberapa cara diantaranya dengan menganalisis rasio keuangan perusahaan tersebut. Rasio keuangan dapat memberikan gambaran singkat mengenai kondisi perusahaan. Ada bermacam-macam rasio keuangan yang dapat digunakan. Rasio-rasio keuangan yang akan digunakan saat ini antara lain EPS, BVS, ROA, ROE, ROI, PBV, DPR, DER dan risiko sistematik (Beta). Dengan menggunakan rasio-rasio diatas kita akan dapat melihat kondisi perusahaan lebih dalam. Untuk menghitung rasio yang digunakan dalam analisis perusahaan, penulis menggunakan data yang terdapat dalam Laporan Keuangan Tahunan Perusahaan periode 2004-2008. Tabel 4.1 Hasil Perhitungan EPS Earning Per Share (Rp) Nama RataN0. Perusahaan Rata 2004 2005 2006 2007 2008 1 2 3 INDF GGRM UNVR Total 40,03 930,42 192,46 387,64 Sumber : hasil pengolahan data 13,13 982,1 188,79 394,67 70,01 523,79 225,63 273,14 111,65 750,26 257,49 373,13 117,8 977,34 315,49 470,21 70,52 832,78 235,97 379,76 Berdasarkan hasil penghitungan EPS seperti yang terlihat pada tabel 4.1 diatas diperoleh nilai EPS rata-rata ke tiga perusahaan tersebut untuk periode tahun 2004 sampai 2008 masing-masing sebagai berikut. Rata-rata EPS dari INDF sebesar Rp 70,52 berarti untuk setiap satu lembar saham rata-rata laba yang diperoleh adalah Rp 70,52. Sedangkan rata-rata EPS dari GGRM sebesar Rp 832,78 berarti untuk setiap satu lembar saham rata-rata laba yang diperoleh adalah Rp 832,78. Dan yang terakhir rata-rata EPS dari UNVR sebesar Rp 235,97 berarti untuk setiap satu lembar saham rata-rata laba yang diperoleh adalah Rp 235,97. Dari hasil tersebut bisa dilihat bahwa rata-rata EPS dari GGRM adalah yang paling tinggi. Semakin tinggi nilai EPS suatu perusahaan maka semakin besar pengembalian modal dari setiap lembar sahamnya. Tabel 4.2 Hasil Perhitungan PER Price Earning Ratio / PER (%) Nama N0. Rata-Rata Perusahaan 2004 2005 2006 2007 2008 1 INDF 19,98 69,29 19,28 23,06 7,89 27,9 2 GGRM 14,56 11,86 19,47 11,32 4,34 12,31 3 UNVR 17,14 22,64 29,25 26,21 24,72 23,99 Total 17,23 34,60 22,67 20,20 12,32 21,40 Sumber : hasil pengolahan data Berdasarkan hasil penghitungan PER seperti yang terlihat pada tabel 4.2 diatas diperoleh nilai PER rata-rata ke tiga perusahaan tersebut untuk periode tahun 2004 sampai 2008 masing-masing sebagai berikut. Rata-rata PER dari INDF sebesar 27,9%. Sedangkan rata-rata PER dari GGRM sebesar 12,31% dan yang terakhir rata-rata PER dari UNVR sebesar 23,99%. Dari hasil tersebut bisa dilihat bahwa rata-rata PER dari GGRM adalah yang paling kecil. Price Earning Ratio menggambarkan apresiasi pasar terhadap kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba. Bagi investor, semakin kecil PER suatu saham, semakin bagus, karena saham tersebut termasuk dalam kategori murah. Tabel 4.3 Hasil Perhitungan BVS Book Value Per Share (Rp) Nama N0. Rata-Rata Perusahaan 2004 2005 2006 2007 2008 1 INDF 2 GGRM 3 UNVR Total 450,65 6332,27 301,01 2361,31 456,2 6814,37 284,87 2518,48 522,13 6838,17 310,42 2556,91 754,6 7220,93 352,84 2776,12 967,91 8065,77 406,33 3146,67 630,30 7054,30 331,09 2671,90 Sumber : hasil pengolahan data Book Value per Share menunjukan aktiva bersih ( Net Asset ) yang dimiliki oleh pemegang saham dengan memiliki satu lembar saham, semakin besar BVS maka semakin besar aktiva yang dimiliki oleh investor dari kepemilikannya terhadap satu lembar saham. Berdasarkan hasil penghitungan BVS seperti yang terlihat pada tabel 4.3 diatas diperoleh nilai BVS rata-rata ke tiga perusahaan tersebut untuk periode tahun 2004 sampai 2008 masingmasing sebagai berikut. Rata-rata BVS dari INDF sebesar Rp 630,30. Sedangkan rata-rata BVS dari GGRM sebesar Rp 7.054,30 dan yang terakhir rata-rata BVS dari UNVR sebesar Rp 331,09. Dari hasil tersebut bisa dilihat bahwa rata-rata BVS dari GGRM adalah yang paling besar. N0. 1 2 3 Nama Perusahaan INDF GGRM UNVR Total Tabel 4.4 Hasil Perhitungan ROA Return On Total Asset (%) 2004 2005 2006 2007 2,41 0,84 4,1 3,32 8,69 8,54 4,64 6,03 40,08 37,49 37,22 36,84 17,06 15,62 15,32 15,40 2008 2,61 7,81 37,01 15,81 Rata-Rata 2,66 7,14 37,73 15,84 Sumber : hasil pengolahan data Berdasarkan hasil penghitungan ROA seperti yang terlihat pada tabel 4.4 diatas diperoleh nilai ROA rata-rata ke tiga perusahaan tersebut untuk periode tahun 2004 sampai 2008 masing-masing sebagai berikut. Rata-rata ROA dari INDF sebesar 2,66% artinya untuk setiap seratus rupiah aktiva yang dimiliki perusahaan, perusahaan mendapatkan keuntungan sebesar Rp 2,66. Sedangkan rata-rata ROA dari GGRM sebesar 7,14% berarti untuk artinya untuk setiap seratus rupiah aktiva yang dimiliki perusahaan, perusahaan mendapatkan keuntungan sebesar Rp 7,14. Dan yang terakhir rata-rata ROA dari UNVR sebesar 37,73% artinya untuk setiap seratus rupiah aktiva yang dimiliki perusahaan, perusahaan mendapatkan keuntungan sebesar Rp 37,73. Dari hasil tersebut bisa dilihat bahwa rata-rata ROA dari UNVR adalah yang paling tinggi. Rasio ini menggambarkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan keuntungan dari setiap satu rupiah asset yang digunakan. Rasio ini menunjukkan efektivitas manajemen dalam menggunakan aktiva untuk memperoleh pendapatan. Tabel 4.5 Hasil Perhutingan ROE Return On Equity (%) Nama RataN0. Perusahaan Rata 2004 2005 2006 2007 2008 1 INDF 8,88 2,88 13,41 13,76 12,17 10,22 2 GGRM 14,69 14,41 7,66 10,22 7,81 10,96 3 UNVR 63,94 66,27 72,69 72,98 77,64 70,70 Total 29,17 27,85 31,25 32,32 32,54 30,63 Sumber : hasil pengolahan data Return on Equity berguna untuk mengukur kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba atas modalnya sendiri. Semakin besar ROE maka semakin baik kinerja perusahaan dalam memanfaatkan modalnya untuk menghasilkan laba. Berdasarkan hasil penghitungan ROE seperti yang terlihat pada tabel 4.5 diatas diperoleh nilai ROE rata-rata ke tiga perusahaan tersebut untuk periode tahun 2004 sampai 2008 masing-masing sebagai berikut. Rata-rata ROE dari INDF sebesar 10,22% artinya untuk setiap seratus rupiah modal perusahaan, perusahaan mendapatkan keuntungan sebesar Rp 10,22. Sedangkan rata-rata ROE dari GGRM sebesar 10,96% berarti untuk artinya untuk setiap seratus rupiah modal perusahaan, perusahaan mendapatkan keuntungan sebesar Rp 10,96. Dan yang terakhir ratarata ROE dari UNVR sebesar 70,70% artinya untuk setiap seratus rupiah modal perusahaan, perusahaan mendapatkan keuntungan sebesar Rp 70,70. Dari hasil tersebut bisa dilihat bahwa rata-rata ROE dari UNVR adalah yang paling besar. N0. 1 2 3 Nama Perusahaan INDF GGRM UNVR Total Tabel 4.6 Hasil Perhitungan ROI Return On Invesment (%) 2004 2005 2006 2007 16,99 38,09 39,17 40,61 15,59 24,01 16,65 17,91 91,07 93,42 102,82 103,17 41,22 51,84 52,88 53,90 2008 19,75 17,11 110,99 49,28 RataRata 30,92 18,25 100,29 49,82 Sumber : hasil pengolahan data Return on Investment bertujuan untuk mengukur keuntungan investasi dan sebagai evaluasi akhir untuk menentukan keputusan investasi di dalam perusahaan. Rasio ini dapat memberikan informasi kepada investor tingkat pengembalian yang akan diterima dari investasi yang dilakukan. Berdasarkan hasil penghitungan ROI seperti yang terlihat pada tabel 4.6 diatas diperoleh nilai ROI rata-rata ke tiga perusahaan tersebut untuk periode tahun 2004 sampai 2008 masing-masing sebagai berikut. Rata-rata ROI dari INDF sebesar 30,92% artinya untuk setiap seratus rupiah investasi pemegang saham, perusahaan memberikan kembalian sebesar Rp 30,92. Sedangkan rata-rata ROI dari GGRM sebesar 18,25% berarti untuk artinya untuk setiap seratus rupiah investasi pemegang saham, perusahaan memberikan kembalian sebesar Rp 18,25. Dan yang terakhir rata-rata ROI dari UNVR sebesar 100,29% artinya untuk setiap seratus rupiah investasi pemegang saham, perusahaan memberikan kembalian sebesar Rp 100,29. Dari hasil tersebut bisa dilihat bahwa rata-rata ROI dari UNVR adalah yang paling tinggi. Tabel 4.7 Hasil Perhitungan PBV Price To Book Value ratio / PBV (X) Nama RataN0. Perusahaan Rata 2004 2005 2006 2007 2008 1 2 3 INDF GGRM UNVR Total 1,77 2,14 10,96 4,96 1,99 1,71 15,01 6,24 2,59 1,49 21,26 8,45 3,84 1,18 17,21 7,41 0,96 0,52 19,19 6,89 2,23 1,41 16,73 6,79 Sumber : hasil pengolahan data Berdasarkan hasil penghitungan PBV ratio seperti yang terlihat pada tabel 4.7 diatas diperoleh nilai PBV ratio rata-rata ke tiga perusahaan tersebut untuk periode tahun 2004 sampai 2008 masing-masing sebagai berikut. Rata-rata PBV ratio dari INDF sebesar 2,23 kali. Sedangkan rata-rata PBV ratio dari GGRM sebesar 1,41 kali. Dan yang terakhir rata-rata PBV ratio dari UNVR sebesar 16,73 kali. Dari hasil tersebut bisa dilihat bahwa rata-rata PBV ratio dari UNVR adalah yang paling tinggi. Price to Book Value menggambarkan seberapa besar pasar menghargai nilai buku saham suatu perusahaan. Tabel 4.8 Hasil Perhitungan DPR Nama Dividen Payout Ratio (%) RataN0. Perusahaan Rata 2004 2005 2006 2007 2008 1 INDF 43,72 38,08 44,28 38,51 39,9 40,90 2 GGRM 53,74 50,91 26,87 33,32 35,81 40,13 3 UNVR 103,92 105,94 95,29 101,75 69,73 95,33 Total 67,13 64,98 55,48 57,86 48,48 58,78 Sumber : hasil pengolahan data Dividend Payout Ratio merupakan rasio yang mengukur perbandingan dividen terhadap laba perusahaan. Variabel Payout Ratio menunjukkan persentase dari pendapatan yang akan dibayarkan pada pemegang saham sebagai cash dividend. Berdasarkan hasil penghitungan DPR seperti yang terlihat pada tabel 4.8 diatas diperoleh nilai DPR rata-rata ke tiga perusahaan tersebut untuk periode tahun 2004 sampai 2008 masing-masing sebagai berikut. Rata-rata DPR dari INDF sebesar 40,90% artinya bahwa 40,90% dari laba bersih perusahaan dibagikan sebagai deviden kas, sedangkan sisanya 59,10% digunakan sebagai tambahan ekuitas. Sedangkan rata-rata DPR dari GGRM sebesar 40,13% berarti bahwa 40,13% dari laba bersih perusahaan dibagikan sebagai deviden kas, sedangkan sisanya 59,87% digunakan sebagai tambahan ekuitas. Dan yang terakhir rata-rata DPR dari UNVR sebesar 95,33% artinya bahwa 95,33% dari laba bersih perusahaan dibagikan sebagai deviden kas, sedangkan sisanya 4,67% digunakan sebagai tambahan ekuitas. Dari hasil tersebut bisa dilihat bahwa rata-rata DPR dari UNVR adalah yang paling tinggi. Tabel 4.9 Hasil Perhitungan DER Debit to Equity Ratio (X) Nama RataN0. Perusahaan Rata 2004 2005 2006 2007 2008 1 2 3 INDF GGRM UNVR Total 2,5 0,68 0,58 1,25 2,33 0,68 0,76 1,26 2,13 0,65 0,94 1,24 2,62 0,69 0,98 1,43 3,11 0,55 1,09 1,58 2,53 0,65 0,87 1,35 Sumber : hasil pengolahan data Debt to Equity Ratio merupakan rasio yang mengukur sejauh mana besarnya utang dapat ditutupi oleh modal sendiri. Rasio ini menunjukkan persentase penyediaan dana oleh pemegang saham terhadap pemberi pinjaman. Semakin tinggi rasio semakin rendah pendanaan perusahaan yang disediakan oleh pemegang saham. Berdasarkan hasil penghitungan DER seperti yang terlihat pada tabel 4.9 diatas, diperoleh nilai DER rata-rata ke tiga perusahaan tersebut untuk periode tahun 2004 sampai 2008 masing-masing sebagai berikut. Rata-rata DER dari INDF sebesar 2,53 kali, sedangkan rata-rata DER dari GGRM sebesar 0,65 kali. Dan yang terakhir rata-rata DER dari UNVR sebesar 0,87 kali. Dari hasil tersebut bisa dilihat bahwa rata-rata DER dari INDF adalah yang paling tinggi. Tabel 4.10 Hasil Perhitungan Beta Beta Nama N0. Rata-Rata Perusahaan 2005 2006 2007 2008 1 INDF 1,77 1,62 0,19 1,26 1,21 2 GGRM 1,08 0,44 0,12 0,16 0,45 3 UNVR 0,45 1,08 0,75 0,67 0,74 Total 3,3 3,14 1,06 2,09 2,40 Sumber : hasil pengolahan data Berdasarkan tabel 4.10 di atas dapat diketahui bahwa dari 3 perusahaan industri barang konsumsi selama 4 tahun hanya INDF yang memiliki nilai rata-rata beta positif (β>1). Sedangkan GGRM dan UNVR memiliki nilai beta yang negatif (β<1). Oleh karena itu, saham yang memiliki nilai beta lebih besar dari satu (β>1) lebih beresiko dari pada saham saham perusahaan lain dan dapat dikategorikan saham agresif yang berarti kelebihan tingkat pengembalian saham berubah melebihi proporsi dari kelebihan return pasar. Beta untuk tahun 2004 tidak bisa diperoleh karena ada salah satu perusahaan yang sahamnya belum diperdagangkan ditahun 2003. 4.2 Valuasi Saham Biasa Dalam melakukan estimasi terhadap harga wajar saham ketiga perusahaan yang tergolong dalam sektor industri barang konsumsi akan menggunakan tiga pendekatan yaitu: 1. Discounted cash-flow techniques Seperti yang sudah dijelaskan pada Bab II Discounted Cash-Flow Techniques adalah tekhnik menilai Cash Flow yang diterima masa akan datang menjadi nilai sekarang dengan tingkat bunga yang diharapkan oleh investor. Pendekatan ini akan menggunakan metode Dividend Discount Model (DDM). Tabel 4.11 Hasil Perhitungan D1 Dividen Dividen No. Emiten DPR RR ROE D1 (Do) growth 1 INDF Rp 47 39,90% 60,10% 12,17% 7% Rp 50,4 2 GGRM RP 350 35,81% 64,19% 12,12% 8% Rp 377,2 3 UNVR Rp 220 69,73% 30,27% 77,64% 23% Rp 271,7 Sumber : hasil perhitungan Setelah nilai D1 dan g nya sudah diketahui, selanjutnya yang harus dicari nilai dari required rate of return (k). Berdasarkan data yang diperoleh dari www.bps.co.id untuk tahun 2009 diketahui: Prisk premium = 12,88% real risk-free rate = 7% expected inflation = 6,50% jika dimasukan kedalam rumus : Rnominal risk-free rate = (1+0,07)(1+0,065)-1 = 13,95% k = 13,95% + 12,88% = 26,83% Nilai k diatas berlaku untuk ketiga saham perusahaan karena nilai k disini mewakili nilai resiko pasar pada tahun 2009. Jika nilai D1, k, dan g dimasukan ke dalam rumus maka diperoleh Vi.t = Rp 258,4 Jadi harga wajar untuk saham INDF saat ini adalah sebesar Rp 258,4. Dengan menggunakan rumus yang sama dilakukan perhitungan terhadap saham GGRM dan UNVR. Dan hasil perhitungan ketiga saham tersebut dirangkum dalam tabel berikut : Tabel 4.12 Hasil Perhitungan Harga Wajar (DDM) No. Emiten K D1 Harga wajar Harga Pasar 1 INDF 26,83% Rp 50,44 Rp 258,45 Rp 1.890,00 2 GGRM 26,83% Rp 377,23 Rp 1.980,17 Rp 12.350,00 3 UNVR 26,83% Rp 271,70 Rp 8.157,79 Rp 9.700,00 Sumber : hasil perhitung Jika dilihat pada tabel 4.12 hasil perhitungan diatas, harga wajar dari ketiga saham tersebut berada dibawah harga pasar yang berlaku saat ini. Berarti saham INDF, GGRM dan UNVR saat ini berada dalam kondisi Overvalued, atau dapat diartikan juga harga pasar saham ke tiga perusahaan tersebut sangat mahal. 2. Relative valuation techniques Relative Valuation Techniques adalah sebuah pendekatan yang sering digunakan oleh praktisi sekuritas (Zainul,2008: 9). Untuk menilai harga/nilai wajar saham ketiga perusahaan tersebut akan menggunakan metode Price to Book Value ratio (PBV). Untuk membandingkan PBV suatu saham, sebaiknya menggunakan PBV saham dari perusahaan sejenis di industri yang sama. Untuk saham INDF berdasarkan laporan keuangan perusahaan tahun 2008 nilai buku perlembar sahamnya sebesar Rp 967,91. Jika harga pasar saham INDF saat ini Rp 1.890,00 dibagi dengan nilai buku perlembar saham INDF Rp 967,91 maka saham INDF saat ini berada pada 1,952 kali PBV atau 195,2% dari nilai buku. Sementara berdasarkan harga penutupan tanggal 30 juni 2009 dan nilai kekeyaan per 31 Desember 2008 PBV dari 13 perusahaan sejenis dari industri yang sama berkisar antara 0,6 dan 7,0 kali PBV. Ini dapat dilihat pada tabel 4.13 berikut. Tabel 4.13 Hasil Perhitungan Rata-rata PBV Industri sejenis INDF N0. Nama Perusahaan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 Harga pasar Nilai Buku ADES Rp 620,00 Rp 87,98 AISA Rp 425,00 Rp 233,65 AQUA Rp 244.800,00 Rp 44.184,69 CEKA Rp 1.030,00 Rp 829,93 DAVO Rp 73,00 Rp 54,31 DLTA Rp 40.500,00 Rp 32.458,77 MYOR Rp 1.600,00 Rp 1.624,23 PSDN Rp 100,00 Rp 64,56 SKLT Rp 90,00 Rp 145,73 SMAR Rp 3.325,00 Rp 1.606,85 STTP Rp 165,00 Rp 277,43 TBLA Rp 310,00 Rp 213,13 ULTJ Rp 600,00 Rp 393,06 Rata-rata PBV perusahaan dalam industri yang sama Kali PBV 7,0 1,8 5,5 1,2 1,3 1,2 1,0 1,5 0,6 2,1 0,6 1,5 1,5 2,1 Sumber : hasil perhitungan Dari hasil perhitungan pada tabel 4.13 diatas, bisa dilihat saham dari ke 13 perusahaan yang tergolong kedalam sub sektor industri yang sama dengan INDF, rata-rata dijual pada harga 2,1 kali PBV. Jadi, seharusnya saham INDF berada pada harga Rp 2.032,61. Sedangkan harga pasar INDF saat ini Rp 1.890,00. Ini berarti harga pasar saham INDF saat ini berada dalam kondisi Undervalue atau harga pasar saham lebih rendah dari harga wajar saham. Untuk saham GGRM berdasarkan laporan keuangan perusahaan tahun 2008 nilai buku per lembar sahamnya sebesar Rp 8.065,77. Jika harga pasar saham GGRM saat ini Rp 12.350 dibagi dengan nilai buku perlembar saham GGRM Rp 8.065,77 maka saham GGRM saat ini berada pada 1,531 kali PBV atau 153,1% dari nilai buku. Sementara berdasarkan harga penutupan tanggal 30 juni 2009 dan nilai kekeyaan per 31 Desember 2008 PBV dari 3 perusahaan sejenis dari industri yang sama berkisar antara 1,7 dan 5,1 kali PBV. Ini dapat dilihat pada tabel 4.14 berikut. Tabel 4.14 Hasil Perhitungan Rata-rata PVB industri sejenis GGRM N0. 1 2 3 Nama Perusahaan Harga pasar Nilai Buku BATI Rp 6.300,00 Rp 3.735,43 HMSP Rp 9.300,00 Rp 1.836,16 RMBA Rp 850,00 Rp 256,96 Rata-rata PBV perusahaan dalam industri yang sama Kali PBV 1,7 5,1 3,3 3,4 Sumber : hasil perhitungan Dari hasil perhitungan pada tabel 4.14 diatas, bisa dilihat saham dari ke 3 perusahaan yang tergolong kedalam sub sektor industri yang sama dengan GGRM, rata-rata dijual pada harga 3,4 kali PBV. Jadi, seharusnya saham GGRM berada pada harga Rp 27.423,61. Sedangkan harga pasar GGRM saat ini Rp 12.350,00. Ini berarti harga pasar saham GGRM saat ini berada dalam kondisi Undervalue atau harga pasar saham lebih rendah dari harga wajar saham. Berikutnya untuk saham UNVR berdasarkan laporan keuangan perusahaan tahun 2008 nilai buku perlembar sahamnya sebesar Rp 406,33. Jika harga pasar saham UNVR saat ini Rp 9.700,00 dibagi dengan nilai buku perlembar saham UNVR Rp 406,33 maka saham UNVR saat ini berada pada 23,87 kali PBV atau 238,7% dari nilai buku. Nilai kekeyaan per 31 Desember 2008 PBV dari 2 perusahaan sejenis dari industri yang sama berkisar antara 0,5 dan 1,6 kali PBV. Ini dapat dilihat pada tabel 4.15 berikut. Tabel 4.15 Hasil Perhitungan Rata-rata PBV Industri Sejenis UNVR N0. 1 2 Nama Perusahaan Harga pasar Nilai Buku MRAT Rp 370,00 Rp 709,39 TCID Rp 6.450,00 Rp 4.059,18 Rata-rata PBV perusahaan dalam industri yang sama Kali PBV 0,5 1,6 1,1 Sumber : hasil perhitungan Dari hasil perhitungan pada tabel 4.15 diatas, bisa dilihat saham dari ke 2 perusahaan yang tergolong kedalam sub sektor industri yang sama dengan UNVR, rata-rata dijual pada harga 1,1 kali PBV. Jadi, seharusnya saham UNVR berada pada harga Rp 446,96. Sedangkan berdasarkan harga penutupan tanggal 30 juni 2009 harga pasar UNVR saat ini Rp 9.700,00. Ini berarti harga pasar saham UNVR saat ini berada dalam kondisi Overvalue atau harga pasar saham lebih tinggi dari harga wajar saham. 3. Metode CAPM (Capital Asset Pricing Model) Dalam menentukan nilai/harga wajar saham dengan menggunakan metode CAPM (Capital Asset Pricing Model). Perbedaannya terletak pada penentuan nilai ks (required rate of return). Perhitungan nilai k pada CAPM (Capital Asset Pricing Model) menggunakan variabel resiko sistematis (Beta). Dengan menggunakan perhitungan yang sama diperoleh masing- masing : Tabel 4.16 Hasil Perhitungan D1 (CAPM) Dividen growth DPR RR ROE D1 No. Emiten Dividen (Do) 1 2 3 INDF GGRM UNVR Rp Rp Rp 47 350 220 39,90% 35,81% 69,73% 60,10% 64,19% 30,27% 12,17% 12,12% 77,64% 7% 8% 23% Rp 50,4 Rp 377,2 Rp 271,7 Sumber : hasil perhitungan Jika nilai D1, k, dan g dimasukan ke dalam rumus maka diperoleh Vi.t = Rp 214,6 Jadi harga wajar untuk saham INDF saat ini adalah sebesar Rp 214,6. Dengan menggunakan rumus yang sama dilakukan perhitungan terhadap saham GGRM dan UNVR. Dan hasil perhitungan ketiga saham tersebut dirangkum dalam tabel 4.17 berikut : Tabel 4.17 Hasil Perhitungan Harga Wajar (CAPM) No Nama Perusahaan k D1 1 INDF Rp 1,29 23,50% Rp 50,44 Rp 214,60 Rp 1.880,00 2 GGRM Rp 0,75 16,54% Rp 377,23 Rp 2.280,63 Rp 12.500,00 0,20 9,46% Rp 271,70 Rp 2.873,06 Rp 9.250,00 Beta 3 UNVR Rp Sumber : hasil perhitungan Harga Wajar Harga Pasar Jika dilihat pada tabel 4.17 hasil perhitungan diatas, harga wajar dari ketiga saham tersebut berada dibawah harga pasar yang berlaku saat ini. Berarti saham INDF, GGRM dan UNVR saat ini berada dalam kondisi Overvalued, atau dapat diartikan juga harga saham ke tiga perusahaan tersebut sangat mahal. Setelah melakukan penilaian terhadap harga/nilai wajar dari saham INDF, GGRM, dan UNVR diperoleh hasil seperti yang terlihat pada tabel 4.18 berikut : Tabel 4.18 Hasil Perhitungan Dengan metode DDM, PBV, Dan CAPM Nama Harga Wajar Berdasarkan Metode No. Harga Pasar Perusahaan DDM PBV CAPM 1 INDF Rp 258,45 Rp 2.032,61 Rp 214,60 Rp 1.890,00 2 GGRM Rp 1.980,17 Rp 27.423,61 Rp 2.280,63 Rp 12.350,00 3 UNVR Rp 8.157,79 Rp 446,96 Rp 2.873,06 Rp 9.700,00 Sumber : hasil perhitungan Harga pasar saham INDF dan GGRM jika dibandingkan dengan harga wajarnya yang diperoleh dengan menggunakan metode DDM dan CAPM harga pasarnya berada jauh diatas harga wajar. Ini dikarenakan dalam proses menghitung harga wajar saham dengan menggunakan metode DDM dan CAPM didalamnya terdapat variabel k atau ks (required rate of return). k disini mencerminkan tingkat imbal-hasil yang kita inginkan setelah diakumulasikan dengan resiko-resiko pasar yang ada saat ini. Nilai k diperoleh dari penjumlahan resiko-resiko pasar ditambah dengan tingkat suku bunga yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Nilai k untuk indonesia saat ini sangat tinggi. Sehingga ini akan berpengaruh terhadap jarak/selisih antara nilai k dan g (dividen growth). Semakin besar jarak/selisih nilai k dan g maka akan semakin rendah harga wajar yang diperoleh. Dan semakin kecil jarak/selisih antara nilai k dan g maka akan semakin tinggi harga yang diperoleh. Selain karena hal tersebut, alasan lain yang menyebabkan harga pasar saham berada jauh diatas harga normal jika dihitung dengan kedua metode tersebut, karena INDF, GGRM, dan UNVR selalu membagikan dividen selama lima tahun terakhir. Sedangkan jika dihitung dengan menggunakan metode PBV ratio harga wajar dari saham INDF dan GGRM berada jauh diatas harga pasarnya atau berada dalam kondisi Undervalue. Ini disebabkan karena memang rata-rata PBV perusahaan yang sejenis dan berada dalam industri yang sama dengan INDF dan GGRM lebih tinggi dari pada PBV saham INDF dan GGRM. Ini mengakibatkan hasil perhitungan harga wajar dengan menggunakan PBV rata-rata perusahaan sejenis lebih tinggi dari pada dengan menggunakan PBV sahamnya masing-masing. Jika melihat perbandingan harga pasar saham UNVR dengan harga wajarnya yang diperoleh dengan menggunakan ketiga metode tersebut, harga pasar saham UNVR berada jauh diatas harga wajarnya atau dalam kondisi Overvalued. Hal ini disebabkan karena beberapa faktor, pertama pertumbuhan laba bersih UNVR 5 tahun ke belakang sebesar 13,56%. Maka diasumsikan pertumbuhan laba bersih untuk 5 tahun kedepan 13,56%. Ini merupakan sinyal yang baik bagi para investor yang ingin menginvestasikan dananya di UNVR. Hal ini dikarenakan sangat sedikit perusahaan yang mampu mempertahankan pertumbuhan laba bersih diatas 10% secara kontinyu. Yang kedua persentase pembayaran dividen untuk perlembar saham (DPR) yang dibagikan UNVR selama 5 tahun terakhir ratarata sebesar 95,33% dari laba per lembar sahamnya (EPS). Ini menandakan UNVR merupaka perusahaan yang tidak agresif untuk melakukan ekspansi. Dan karena kebijakan dividen inilah yang menarik minat para investor untuk menginvestasikan atau membeli saham UNVR. Akibatnya saham UNVR terus diburu investor sehingga harga pasarnya melambung jauh diatas harga wajarnya. 4.3 Dampak Valuasi saham Menuurut Parahita (2008) dalam dunia investasi, investor dibedakan menjadi tiga yaitu investor yang menyukai resiko (risk taker), investor yang tidak menyukai resiko (risk averter) dan investor yang selalu mencari penyandang dana (netral). Berkaitan dengan hal tersebut, hasil dari analisis valuasi saham dapat menjadi informasi yang sangat penting bagi investor sebelum mengambil keputusan investasi. Investor yang dimaksud disini adalah jenis investor yang tidak menyukai resiko (risk averter). Karena investor jenis ini akan selalu mencari cara untuk meminimalisasi resiko yang bisa timbul pada investasi dalam bentuk saham. Berdasarkan analisis valuasi yang telah dilakukan terhadap saham INDF, GGRM, dan UNVR, diketahui bahwa ketiga saham tersebut secara mayoritas berada dalam kondisi overvalued atau dengan kata lain ketiga saham tersebut masuk dalam katagori mahal. Ini juga berarti ketiga saham tersebut mengandung resiko yang cukup besar. Sehingga hal tersebut akan berdampak terhadap keputusan investasi investor yang tidak menyukai resiko. Investor jenis ini tidak akan mau menginvestasikan dananya pada ketiga saham tersebut. Karena ketiga saham tersebut mengandung resiko yang cukup besar. 5. Kesimpulan dan Saran 5.1 Kesimpulan Berdasarkan permasalahan yang ada, maka penulis dapat menarik beberapa kesimpulan yaitu : 1. Dari perhitungan yang telah dilakukan maka estimasi nilai intrinsik saham ketiga perusahaan tersebut periode 30 Juni 2009 adalah sebagai berikut. Saham INDF Jika dihitung dengan pendekatan Discounted Cash Flow diperoleh sebesar Rp 258,45 dengan pendekatan Relative Valuation diperoleh sebesar Rp 2.032,61 dan dengan pendekatan Capital Asset Pricing Model diperoleh sebesar Rp 214,60. Sedangkan untuk saham GGRM Jika dihitung dengan pendekatan Discounted Cash Flow diperoleh sebesar Rp 1.980,17 dengan pendekatan Relative Valuation diperoleh sebesar Rp 27.423,61 dan dengan pendekatan Capital Asset Pricing Model diperoleh sebesar Rp 2.280,63. Dan yang terakhir untuk saham UNVR Jika dihitung dengan pendekatan Discounted Cash Flow diperoleh sebesar Rp 8.157,79 dengan pendekatan Relative Valuation diperoleh sebesar Rp 446,96 dan dengan pendekatan Capital Asset Pricing Model diperoleh sebesar Rp 2.873,06. 2. Saham INDF dan GGRM berada dalam kondisi Overvalued jika dihitung dengan pendekatan Discounted Cash Flow dan Capital Asset Pricing Model. Namun jika dihitung dengan menggunakan pendekatan Relative Valuation saham INDF dan GGRM berada dalam kondisi Undervalued. Sedangkan untuk saham UNVR jika dihitung dengan pendekatan Discounted Cash Flow, Relative Valuation, dan Capital Asset Pricing Model berada dalam kondisi Overvalued. 5.2 Saran 1. 2. 3. 4. Karena adanya keterbatasan pada penelitian ini maka untuk penelitian selanjutnya sebaiknya : Pada penelitian ini hanya menggunakan metode DDM, PBVratio dan CAPM. Disarankan untuk penelitian selanjutnya dapat menggunakan metode yang lain seperti metode abnormal Earning dan P/E ratio dengan tujuan untuk melengkapi penelitian sebelumnya, sehingga secara keseluruhan dapat menggambarkan keadaan yang sebenarnya. Dalam penelitian ini penulis hanya melakukan estimasi nilai intrinsik saham untuk satu periode kedepan. Disarankan untuk penelitian berikutnya dapat melakukan estimasi nilai intrinsik saham untuk beberapa tahun kedepan. Dalam penelitian ini penulis hanya melakukan analisis laporan keuangan periode lima tahun sebelumnya. Disarankan untuk penelitian berikutnya dapat melakukan fore casting terhadap tahun-tahun yang akan datang. Melihat dari kondisinya ketiga saham tersebut secara mayoritas berada dalam kondisi Overvalued. Jadi secara teoritis direkomendasikan untuk menjual (sell) jika sahamnya sudah dimiliki dan diperoleh dengan harga yang murah, atau menahan (hold). Menurut Porman (2008) seorang investor yang baik biasanya akan sangat sabar menunggu sampai harga pasar saham berada dibawah harga wajar atau paling tidak mendekati harga wajarnya sebelum mulai berinvestasi. REFERENSI “BI Rate peroide Desember 2008 – Juni 2009”. http://www.bi.go.id (11 Agustus 2009) “Index Consumer Goods, Manufaktur Dan Property”. http://www.bi.go.id (11 Agustus 2009) “Index Harga Saham Gabungan Periode Januari-Juni 2009”. http://www.bi.go.id (11 Agustus 2009) “Laporan Keuangan PT Gudang Garam Tbk Tahun 2004-2008”. http://www.ebursa.com (1 Juni 2009) “Laporan Keuangan PT Indofood Sukses Makmur Tbk Tahun 2004-2008”. http://www.e-bursa.com (1 Juni 2009) “Laporan Keuangan PT Unilever Tbk Tahun 2004-2008”. http://www.e-bursa.com (1 Juni 2009) “Perkembangan Pasar Modal Di Indonesia Tahun 2001-2007”. http://www.idx.co.id (1 Juni 2009) “Tingkat Inflasi Indonesia Periode Januari-Juni 2009”. http://www.bi.go.id (11 Agustus 2009) Asnawi, Said Kelana dan Chandra Wijaya. 2007. Metodologi Penelitian Keuangan. Jakarta: Graha Ilmu. Darmadji, Tjiptono dan Hendy M. Fakhruddin. 2006. Pasar Modal di Indonesia, Pendekatan Tanya Jawab. Jakarta: Salemba Empat. Darsono dan Ashari. 2005. Pedoman Praktis Memahami Laporan Keuangan. Yogyakarta: ANDI Yogyakarta. Gill, James O dan Moira Chatton. 2003. Memakai Laporan Keuangan : Memanfaatkan Informasi Keuangan Untuk Mengendalikan Bisnis Anda. Jakarta: PPM. Halim, Abdul. 2005. Analisis Investasi. Jakarta: Salemba Empat. Harjanti, Retno. 2008. Analisis fundamental untuk menentukan nilai intrinsik perusahaan pada pt. medco energi internasional tbk/ -- 2004. http://elibrary.mb.ipb.ac.id (11 Juni 2009) Hartono, Jogiyanto. 2003. Teori Portofolio dan Analisis Investasi. Yogyakarta: BPFE Yogya. Harviananda, Vega. 2008. Analisis Pengaruh Faktor Fundamental Dan Resiko Sistematis Terhadap Harga Saham (Studi Kasus Pada Industri Barang Konsumsi Dan Aneka Industri Di BEI). Skripsi Fakultas Ekonomi Universitas Gunadarma. Husman, saud. 2007. Dasar-dasar Teori Portofolio Dan Analisis Sekuritas. Jakarta: Graha Ilmu. Kandijo, Renal. 2009. Penggunaan Analisis Tehnikal Moderen Untuk Pengambilan Keputusan Investasi Di Pasar Modal (Studi Kasus PT Indofood Sukses Makmur Tbk). Seminar Penulisan Ilmiah Fakultas Ekonomi Universitas Gunadarma. Palemo, Yanuar. 2009. Penggunaan Analisis Tehnikal Dalam Memprediksi Pergerakan Harga Saham PT Bumi Resources Tbk. Dengan Menggunakan Indikator Exponential Moving average. Seminar Penulisan Ilmiah fakultas Ekonomi Universitas Gunadarma. Parahita. 2008. Bagaimana Cara Menentukan Harga Wajar Saham. http://parahita.wordpress.com (11 Juni 2009) Porman, Tumbuan Andi. 2008. Menilai Harga Wajar Saham. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. Sudarmanto, R. Gunawan. 2005. Analisis Regresi Linear Ganda dengan SPSS, Yogyakarta: Graha Ilmu. Tauresanto, Ivan. 2007. Penilaian Saham PT BNI Tbk Dalam Rangka Privatisasi Tahun 2007. http://arc.ugm.ac.id (3 Juni 2009) Trihendradi, Cornelius. 2007. Langkah Mudah Menguasai Analisis Statistik menggunakan SPSS 15. Yogyakarta: ANDI Yogyakarta. Yaya, Rizal. 2008. Analisis Rasio. http://fe.elcom.umy.ac.id (3 Juni 2009) Zainul, Agus. 2008. Penilaian Saham. http://pksm.mercubuana.ac.id (3 Juni 2009)