Pengelolaan Wakaf di Wilayah Kecamatan Pamulang

advertisement
34
POLA PEMAHAMAN KEAGAMAAN MAHASISWA POLITEKNIK
NEGERI JAKARTA
Riza Hadikusuma dan Azwar
Jurusan Administrasi Niaga Politeknik Negeri Jakarta
Email: [email protected]
Abstrak
Penelitian ini berjudul Pola Pemahaman Keagamaan Mahasiswa Politeknik Negeri Jakarta.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui seperti apa pola pemahaman keagamaan
mahasiswa PNJ. Penelitian ini mempunyai nilai penting karena akhir-akhir ini marak terjadi
gerakan-gerakan radikal dan liberal yang melibatkan anak-anak muda, termasuk dari
kalangan mahasiswa. Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan angket sebagai
instrumen pengumpulan data yang kemudian dianalisis dengan memakai Skala Likert.
Obyek penelitian ini adalah mahasiswa Jurusan Administrasi Niaga Politeknik Negeri
Jakarta tahun akademik 2010-2011. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 79%
responden cenderung mempunyai pola pemahaman keagamaan moderat. Sementara itu pola
pola pemahaman keagamaan fundamentalis mendapatkan persetujuan 74,8%. Sedangkan
pola pemahaman keagamaan liberal hanya mendapatkan dukungan sekitar 62% responden.
Kata kunci: pemahaman keagamaan, agama Islam, mahasiswa
Abstract
This study titled Understanding Patterns of Religious Student State Polytechnic of Jakarta.
This research was conducted to determine what kind of religious understanding patterns of
students PNJ. This research has significant value because of late bloom occurs radical
movements and liberal involving young children, including from among the students.
Research was conducted by using questionnaires as the instrument of data collection which
is then analyzed using a Likert Scale. The object of this research is the Department of
Business Administration student Jakarta State Polytechnic academic year 2010-2011. The
results of this study showed that 79% of respondents tended to have a pattern of moderate
religious understanding. Meanwhile, understanding patterns of religious fundamentalist get
a 74.8% approval. While the pattern of liberal religious understanding only get the support
of about 62% of respondents.
Keywords: religious understanding, the Islamic religion, college students
Pendahuluan
Islam adalah agama terakhir yang
Allah turunkan kepada manusia melalui
Rasul-Nya Muhammad SAW. Sebagai
agama terakhir, Islam telah memuat
segala persoalan manusia secara lengkap
dan
sempurna,
sehingga
manusia
dipastikan cukup berpegang teguh kepada
tali agama Islam dalam menghadapi
persoalan kehidupannya sampai nanti
akhir zaman.
Jaringan Islam Liberal (JIL)
seringkali diposisikan oleh masyarakat
sebagai representasi kelompok liberal ini.
Dua kelompok ini memang secara
kuantitas merupakan minoritas, tetapi
eksistensi mereka tidak bisa diabaikan
begitu saja. Sementara mayoritas umat
Islam Indonesia masih dinilai sebagai
kelompok moderat yang berdiri dan
mengambil jalan tengah. Kelompok ketiga
ini meyakini bahwa kekerasan atas nama
agama, seperti penggunaan istilah jihad,
Riza Hadikusuma dan Azwar, Pola Pemahaman
KeagamaanMahasiswa Politeknik Negeri jakarta
35
tidak bisa diterima begitu saja, apalagi
dalam konteks Indonesia yang aman,
jihad dengan cara kekerasan seperti
pengeboman di sejumlah tempat tidak
Berdasarkan penjelasan di atas
peneliti ingin melakukan penelitian
tentang pola pemahaman keagamaan
mahasiswa Politeknik Negeri Jakarta.
Penelitian ini mempunyai nilai penting,
karena
dengan
mengetahui
pola
pemahaman
keagamaan
mahasiswa
Politeknik Negeri Jakarta, maka sebagai
dosen pengampu mata kuliah Pendidikan
Agama Islam, peneliti dapat merancang
dan menyusun materi pembelajaran yang
sesuai dengan kebutuhan riil mahasiswa
serta menentukan metode yang tepat
sehingga proses pembelajaran mata kuliah
tersebut dapat berjalan dengan baik sesuai
dengan harapan semua pihak.
Metode Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian
deskriptif
yang
bertujuan
untuk
mengeksplorasi
dan
mengklarifikasi
mengenai
sesuatu
fenomena
atau
kenyataan
sosial
dengan
jalan
mendeskripsikan sejumlah variabel yang
berkenaan dengan masalah dan unit yang
diteliti.
Penelitian
ini
menggunakan
pendekatan survei, dengan populasi
mahasiswa Politeknik Negeri Jakarta
Jurusan Administrasi Tahun 2009-2010
yang beragama Islam. Pengambilan
sampel menggunakan teknik random atas
dasar strata (stratified random sampling)
berdasarkan jenis kelamin dan semester.
Metode pengumpulan data dalam
penelitian ini adalah:
1. Studi kepustakaan, bersifat teoritis dan
pendukung
dengan
jalan
mengumpulkan data melalui bahan
bacaan yang ada hubungannya dengan
obyek penelitian.
2. Studi lapangan, bersifat empiris dan
utama (primer) dengan menggunakan
angket untuk mengumpulkan data
langsung dari responden penelitian ini.
Adapun metode analisis penelitian
ini adalah dengan metode deskriptif yakni
suatu teknik analisis data dengan
menjabarkan dan mendeskripsikan data
dalam bentuk kalimat, tabel, gambar dan
grafik dari data yang diperoleh.
Angket atau kuisioner disusun
berdasarkan skala Likert sesuai dengan
maksud penelitian ini yakni untuk
mengetahui
dan
mengukur
sikap,
pendapat dan persepsi seseorang atau
sekelompok orang tentang fenomena
sosial yakni tentang pola pemahaman
keagamaan mahasiswa Politeknik Negeri
Jakarta.
Jawaban dari setiap pernyataan
akan mempunyai gradasi dari sangat
positf sampai sangat negatif dengan
menggunakan kata-kata:
1. Sangat Setuju (SS)
2. Setuju (S)
3. Tidak Punya Pilihan (TPP)
4. Tidak Setuju (TS)
5. Sangat Tidak Setuju (TST)
Data akan disajikan dalam bentuk
persentase dengan menggunakan rumus:
Persentase = Jumlah Skor jawaban :
jumlah skor ideal (tertinggi) x 100%.
Hasil Penelitian
Paradigma Pemahaman Keagamaan
Umat Islam
Pola Pemahaman Keagaman
Fundamentalis
Hasil penelitian untuk kelompok
ini kemudian diberi skor sebagai berikut:
SS
= 166 x 5
= 830
S
= 116 x 4
= 464
TPP = 71 x 3
= 213
TS
= 78 x 2
= 156
STS = 20 x 1
= 20
Jumlah
= 1683
Jumlah skor tertinggi 5 x 9 x 50 =
2250
Riza Hadikusuma dan Azwar, Pola Pemahaman
KeagamaanMahasiswa Politeknik Negeri jakarta
36
450
Jumlah skor terendah 1 x 9 x 50 =
Jadi berdasrkan hasil tersebut
maka tingkat persetujuan responden
terhadap pola pemahaman keagamaan
fundamentalis adalah sebagai berikut:
1683 : 2250 x 100% = 74,8%.
Hasil penelitian pada kelompok ini
cukup mengejutkan karena ternyata
responden
menunjukkan
tingkat
persetujuan yang cukup tinggi terhadap
pernyataan-pernyataan
yang
menggambarkan
pola
pemahaman
keagamaan fundamentalis yakni sekitar
74,8%.
Meskipun, akhir-akhir ini
pemahaman keagamaan fundamentalis
menjadi tertuduh atas gerakan-gerakan
radikal, sepetri bom bunuh diri.
Gerakan
fundamental
dalam
agama Islam memang tidak bisa selalu
diidentikkan dengan gerakan kekerasan
yang belakang muncul di Indonesia dan di
belahan dunia lainnya. Pada prinsipnya
gerakan fundamental lahir dari pola
pemikiran Islam revivalis yang dalam
gerakannya menenkankan pentingnya
prinsip kembali kepada al-Qur’an dan
Hadits. Hanya dengan kembali kepada alQur’an dan Hadits, umat Islam akan
mencapai kejayaan dan kemajuan.
Gerakan pemikiran ini meyakini bahwa
Islam adalah agama yang sempurna
(kaffah) dan mencakup semua aspek
kehidupan, sehingga semua persoalan
kehidupan harus diselesaikan dengan
menggunakan
ajaran
Islam
yang
bersumber pada al-Qur’an dan Hadits.
Pemahaman seperti ini yang mungkin
membuat
responden
menyetujui
pernyataan-pernyataan
yang
menggambarkan pola pemahaman Islam
yang fundamentalis.
Dalam mewujudkan pemikiran
keagamaan
seperti
itu,
kelompok
fundamentalis terkadang menggunakan
metode atau cara kekerasan dengan
mengabaikan kenyataan bahwa ada pihakpihak yang tidak sependapat dengan alur
pemikirannya. Penolakan mereka yang
hebat terhadap sistem dan gaya hidup
Barat semakin menempatkan kelompok
fundamentalis ini sebagai musuh Barat.
Berikut pembahasan lebih rinci
tentang tingkat persetujuan responden
terhadap pola pemahaman keagamaan
fundamentalis.
Berkaitan dengan pernyataan
tentang kesempurnaan ajaran Islam,
responden
menunjukkan
tingkat
persetujuan yang sangat tinggi yakni
98,8% terhadap pernyataan bahwa Agama
Islam adalah agama yang lengkap dan
sempurna serta mampu menjawab seluruh
persoalan kehidupan manusia. Sebanyak
88,8%
tingkat
persetujuan
juga
ditunjukkan terhadap pernyataan bahwa
ajaran Agama Islam selalu sesuai dengan
perkembangan zaman, sehingga zaman
yang seharusnya menyesuaikan dengan
Islam
bukan
Islam
yang
harus
menyesuaikan dengan zaman. Hasil ini
menunjukkan bahwa mayoritas responden
meyakini bahwa Islam yang dibawa oleh
Nabi Muhammad SAW lima belas abad
yang selalu mempunyai ajaran yang selalu
relevan dengan perkembangan zaman,
tidak akan lekang atau lapuk karena
perubahan zaman, sampai nanti hari
kiamat.
Sementara itu berkaitan dengan
kebenaran Islam, responden menunjukkan
80% tingkat persetujuan terhadap
pernyataan yang menyatakan bahwa
agama Islam adalah agama yang benar
dan selain Islam adalah salah. Responden
meyakini
bahwa
beragama
harus
mempunyai claim of trhuth, yang
mempercayai
bahwa
agama
yang
dianutnya yang benar sedang agama lain
adalah salah. Pernyataan tentang semua
agama adalah benar dan sama dianggap
menyesatkan dan harus ditolak karena hal
itu bisa melemahkan iman dan
menggerogoti akidah. Keyakinan seperti
ini juga menolak paham pluralisme yang
menganggap kebenaran agama itu sebuah
relativitas.
Riza Hadikusuma dan Azwar, Pola Pemahaman
KeagamaanMahasiswa Politeknik Negeri jakarta
37
Penegakan hukum/syariah Islam
merupakan salah satu isu sentral yang
diusung
oleh
paham
keagamaan
fundamentalis. Adalah kewajiban umat
Islam untuk menjalankan syariah Islam
secara formal di semua bidang kehidupan.
Umat Islam yang sengaja tidak mau
menjalankan syariah Islam diancam
dengan predikat kafir, dzalim dan
munafiq. 82,8% responden menyatakan
persetujuannya
terhadap
penegakan
syariah Islam ini. Untuk mewadahi
tegaknya syariah/hukum Islam ini maka
diperlukan adanya bentuk Negara Islam
yang mendapatkan dukungan sebanyak
70,8% responden.
Menurut kelompok ini relasi Islam
dan Negara bersifat integrative bahwa
Islam adalah agama dan Negara sekaligus
(al-Islam din wa daulah). Islam
mengajarkan kepada manusia mulai dari
penyucian diri (individu) sampai pada
mengatur masyarakat dan Negara (politik)
yang menjadi kewajiban bagi umat Islam
di manapun mereka berada. Islam
mengatur seluruh kehidupan masyarakat,
baik social, ekonomi dan politik. Dari
sinilah Islam kemudian memiliki konsepsi
bersatunya agama dan Negara. Islam tidak
seperti Barat yang memisahkan antara
kehidupan agama dan Negara dengan
semboyannya “give to God wether for
God, give to the caesar wether for
caesar” (Zada, 2002:102-103).
Upaya penegakan syariah Islam
pada umumnya dibarengi dengan sikap
penolakan terhadap sistem politik Barat,
seperti konsep demokrasi. Sistem politik
Barat dianggap sebagai sistem kafir yang
tidak pantas untuk diterapkan di dunia
Islam. Sikap seperti ini hanya mendapat
dukungan 56,4% responden. Meskipun
mereka setuju dengan penegakan syariah
Islam dan pendirian negara Islam, mereka
tidak sepenuhnya menolak sistem politik
Barat. Penerimaan sistem dan konsep
politik Barat di satu sisi bersamaan
dengan upaya penegakan syariah Islam di
sisi lain merupakan salah satu ciri
pemikiran neo revivalisme, sebagaimana
dikemukakan Abu A’la al-Maududy,
salah satu tokoh neo revivalisme, dengan
konsep teo-demokrasinya. Teo-demokrasi
menegaskan
pelaksanaan
demokrasi
berdasarkan ajaran agama Islam.
Sedangkan sikap umat Islam yang
menganggap bahwa negara Barat (seperti
Amerika) merupakan musuh Islam dan
harus diperangi hanya mendapatkan
58,4% tingkat persetujuan responden.
Pernyataan tentang jihad sebagai
perang atau mengangkat senjata melawan
musuh Allah untuk menegakkan agama
Allah mendapatkan 66,8% tingkat
persetujuan responden. Akal/rasio tidak
mempunyai otoritas di dalam memahami
persoalan keagamaan. Pemahaman seperti
ini mendapatkan persetujuan responden
sebesar 70,4%.
Pola Pemahaman Keagamaan Liberalis
Hasil penelitian untuk kelompok
ini kemudian diberi skor sebagai berikut:
SS
= 60 x 5
= 300
S
= 106 x 4
= 424
TPP = 92 x 3
= 276
TS
= 99 x 2
= 198
STS = 42 x 1
= 42
Jumlah
= 1240
Jumlah skor tertinggi 5 x 8 x 50 =
2000
Jumlah skor terendah 1 x 8x 50 =
400
Jadi berdasarkan hasil tersebut
maka tingkat persetujuan responden
terhadap pola pemahaman keagamaan
liberalis adalah sebagai berikut:
1240 : 2000 x 100% = 62%.
Secara umum pola pemahaman
keagamaan liberal hanya mendapatkan
62% tingkat persetujuan responden. Hal
ini berarti responden tidak begitu
sependapat dengan cara kaum liberal
dalam memahami agama Islam. Salah
satu pandangan kaum liberal itu adalah
bahwa penafsiran terhadap ajaran Islam
harus terus menerus dilakukan sesuai
Riza Hadikusuma dan Azwar, Pola Pemahaman
KeagamaanMahasiswa Politeknik Negeri jakarta
38
dengan
perkembangan
zaman.
Reintepretasi ajaran Islam merupakan
suatu keniscayaan yang harus dilakukan
agar Islam tidak ketinggalan zaman.
Pemahaman seperti ini mendapatkan
66,4% persetujuan responden.
Kebenaran agama adalah relatif,
sehingga seorang penganut agama tidak
bisa mengklaim agamanya yang paling
benar dan agama lainnya adalah salah.
Menurut kelompok ini kebenaran Islam
bisa ada di ajaran agama lain seperti
Kristen, Yahudi, Hindu, Budha dan
Taoisme.
Keyakinan
dan
praktik
keislaman yang dianut oleh Umat Islam
hanyalah ”baju” dan formal yang tidak
penting. Yang pokok adalah nilai yang
tersembunyi di baliknya. Oleh karena itu,
idak perlu adanya pembedaan antara
”kami” dan ”mereka”, antara hizb Allah
(golongan Allah) dan hizb al-syaithan
(golongan setan). Pembedaan seperti ini
hanya akan merendahkan nilai Islam dan
akan menjadi pemicu konflik di antara
manusia. Pemahaman seperti ini tidak
begitu didukung oleh responden yang
dibuktikan dengan tingkat persetujuan
responden yang hanya 51,2% terhadap
pernyataan bahwa semua agama adalah
sama. Serta, hanya 67,6% responden
menunjukkan persetujuannya terhadap
pernyataan semua agama mengajarkan
ajaran yang benar.
Pandangan
kaum
liberal
menyatakan bahwa agama adalah urusan
pribadi, sementara pengaturan kehidupan
publik
adalah sepenuhnya hasil
kesepakatan masyarakat melalui prosedur
demokrasi. Struktur sosial harus dibangun
dengan memisahkan mana kekuasaan
politik dan mana kekuasaan agama
(Abdalla, 2003 : 3). Responden keberatan
dengan pemahaman seperti ini yang
ditunjukkan dengan tingkat persetujuan
mereka yang hanya 57,6% terhadap
pernyataan bahwa syariat/hukum Islam
tidak perlu diterapkan sebagai hukum
formal/resmi
negara
tetapi
cukup
dilaksanakan secara pribadi. Sementara
pernyataan bahwa agama tidak perlu
mengatur urusan negara/pemerintahan
hanya mendapatkan 41,2% persetujuan
responden.
Meskipun,
secara
umum
responden kurang setuju bahkan tidak
setuju
terhadap
pola
pemahaman
keagamaan liberal, terdapat prinsipprinsip liberal yang cukup mendapat
dukungan dari responden. Pernyataan
tentang rasio/akal memegang peranan
penting
dlam
memahami
dan
melaksanakan ajaran agama Islam
mendapatkan persetujuan 70,4% dari
responden.
Kaum
liberal
sangat
menghargai akal pikiran manusia sebagai
karunia Tuhan. Akal disejajarkan dengan
wahyu Tuhan. Bahkan, temuan-temuan
besar dalam sejarah manusia yang
dilahirkan oleh akal manusia sebagai
bagian dari usaha menuju perbaikan mutu
kehidupan adalah wahyu Tuhan pula.
Sementara itu berkaitan dengan
jihad
dengan
pernyataan
bahwa
peperangan atau kekerasan tidak perlu
dilaksanakan
mendapatkan
tingkat
persetujuan responden sebesar 71,6%.
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya
bahwa jihad tidak harus dilaksanakan
dengan
peperangan,
karena
pada
prinsipnya jihad adalah upaya untuk
menegakkan nilai-nilai kebenaran agama
Allah di muka bumi. Perang hanyalah
cara terakhir yang bisa digunakan apabila
cara-cara jihad lain yang lebi persuasif
dan damai tidak dapat dilaksanakan.
Perang itu pun harus dilakukan dalam
rang bertahan (defense) karena diserang
oleh kelompok lain. Apabila tidak ada
serangan maka tidak perlu menyerang,
karena dalam Islam tidak ada konsep
invasi, menyerang dan menguasai
kelompok masyarakat atau wilayah lain
dengan cara berperang.
Sedangkan tentang pernyataan
yang
menyatakan
bahwa
sistem
demokrasi adalah sistem yang paling ideal
bagi umat Islam mendapatkan 70%
tingkat persetujuan responden. Demokrasi
Riza Hadikusuma dan Azwar, Pola Pemahaman
KeagamaanMahasiswa Politeknik Negeri jakarta
39
sebagai mekanisme yang menempatkan
masyarakat sebagai pemain utama dalam
mengatur kehidupan bersama dianggap
sejalan dengan prinsip Islam dalam
mengurus persoalan bersama yakni
mekanisme musyawarah.
Pola Pemahaman Keagamaan Moderat
Hasil penelitian untuk kelompok
ini kemudian diberi skor sebagai berikut:
SS
= 102 x 5
= 510
S
= 120 x 4
= 480
TPP = 44 x 3
= 132
TS
= 29 x 2
= 58
STS =
5x1
=
5
Jumlah
= 1185
Jumlah skor tertinggi 5 x 6 x 50 =
1500
Jumlah skor terendah 1 x 6x 50 =
300
Jadi berdasarkan hasil tersebut
maka tingkat persetujuan responden
terhadap pola pemahaman keagamaan
moderat adalah sebagai berikut:
1185 : 1500 x 100% = 79%.
Pola pemahaman keagamaan
moderat ini mendapatkan dukungan tinggi
dari responden yang ditunjukkan dengan
tingkat persetujuan sebesar 79%.
. Hal ini ditunjukkan dengan
kurangnya dukungan yang diberikan
responden terhadap pernyataan yang
menyatakan bahwa Indonesia tidak perlu
menjadi negara Islam secara formal yang
hanya mendapatkan persetujuan sebesar
61,6%. Sementara ketika diajukan
pernyataan
bahwa
bentuk
negara
Indonesia sekarang dengan Pancasila
sebagai dasar negara adalah sudah tepat
dan ideal bagi bangsa Indonesia, mereka
menunjukkan dukungan yang cukup
signifikan yakni sebesar 74%. Pancasila
adalah hasil kesepakatan seluruh bangsa
Indonesia, yang merupakan kristalisasi
nilai-nilai yang hidup dan berkembang
dalam masyarakat Indonesia. Hasil
tersebut menunjukkan bahwa responden
yang menghendaki Pancasila sebagai
dasar negara lebih tinggi prosentasenya
dibandingkan
responden
yang
menginginkan Islam sebagai dasar negara.
Indonesia memang bukan negara
agama tapi bukan juga negara sekuler.
Peran agama bagi negara tetap penting
seperti ditunjukkan responden yang
menunjukkan tingkat persetujuan tinggi
terhadap pernyataan yang menyatakan
bahwa agama tetap diperlukan bagi
negara bukan sebagai dasar negara tetapi
sebagai nilai etika untuk mengarahkan
perilaku
pemerintahan
agar
tidak
menyimpang, yakni sebesar 86,4%.
Berkaitan dengan ini, 80%
responden menyatakan persetujuannya
terhadap pernyataan bahwa sistem
demokrasi dapat diterima ole Islam dan
sesuai dengan ajaran Islam.
Sedangkan tentang tata cara jihad,
responden lebih cenderung berpihak pada
pendapat yang menyatakan bahwa jihad
tidak harus dengan cara berperang.
Banyak cara-cara lain yang bisa dipakai
dalam melaksanakan jihad. Hal ini
dibuktikan
dengan
82,4%
tingkat
persetujuan
responden
terhadap
pernyataan bahwa perang/angkat senjata
merupakan
cara
terakhir
dalam
melaksanakan jihad, apabila cara damai
tidak bisa dilaksanakan lagi.
Berkaitan dengan kedudukan akal
pikiran
dalam
pemahaman
dan
pelaksanakan ajaran Islam, responden
menjukkan persetujuan yang sangat besar
terhadap pernyataan yang menyatakan
bahwa akal dan kitab suci (wahyu)
mempunyai kedudukan saling melengkapi
dalam memahami dan melaksanakan ajara
agama Islam, yakni sebesar 89,6%. Ciri
khas umat yang moderat adalah adanya
keseimbangan (tawasuth, washatan).
Penggunaan akal dan kitab suci yang
seimbang sebagai dua hal yang saling
melengkapi tanpa mengabaikan satu
dengan yang lain adalah ciri umat
moderat. Ketika salah satu dari keduanya
diabaikan,
maka
hal
itu
akan
Riza Hadikusuma dan Azwar, Pola Pemahaman
KeagamaanMahasiswa Politeknik Negeri jakarta
40
menyebabkan pandangan dan pemahaman
yang ekstrim.
Kesimpulan
Ketiga
pola
pemahaman
keagamaan yang ada di kalangan umat
Islam, yakni fundamentalis, liberal dan
moderat mendapat respon yang beragam.
Secara umum dapat disimpulkan bahwa
sebagian besar responden lebih cenderung
menyetujui
dan
mengikuti
pola
pemahaman keagamaan moderat yang
ditunjukkan oleh 79% responden yang
mendukung pernyataan-pernyataan yang
identik dan mewakili pola pemahaman
keagamaan moderat. Dukungan itu
melebihi dukungan yang diberikan
responden terhadap pola pemahaman
keagamaan fundamental, yakni sebesar
74,8%, apalagi dengan pola pemahaman
keagamaan
liberal
yang
hanya
mendapatkan 62% tingkat persetujuan
responden.
A’la, Abd. 2009. Dari Neo Modernisme
ke Islam Liberal, Jakarta: Paramadina
dan Dian Rakyat.
Faisal, Sanapiah 2001. Format-format
Penelitian Sosial, Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada.
Roibin. 2010. Sketsa Sosiologis Pola
Keberagamaan di Indonesia, dalam
www.
koranpendidikan.com,2010,
diakses pada tanggal 1 Maret 2010
Sugiyono. 2002. Metode Penelitian
Administrasi, Bandung: Alfabeta.
Syamsuddin, M. Din. 2001. Islam dan
Politik, Jakarta: Logos Wacana Ilmu.
Taher, Tarmizi. 2004. Menjadi Muslim
Moderat, Jakarta: Penerbit Hikmah.
Zada, Khamami. 2002, Islam Radikal,
Jakarta: Penerbit Teraju.
Saran
Melihat
tingginya
tingkat
persetujuan responden terhadap pola
pemahaman keagamaan fundamentalis
yakni 74,8%, maka diperlukan langkah
konkrit dan jelas yakni dengan
pembaharuan
kurikulum
pendidikan
agama
Islam
untuk
memberikan
pemahaman agama Islam yang moderat
yang bisa disampaikan pada saat kuliah.
Daftar Pustaka
Abdalla, Ulil Abshar, dkk. 2003. Islam
Liberal dan Fundamental, Jogjakarta:
Elsaq Press
Amin, Maruf 2010. Radikalisme dan
Liberalisme
Keagamaan
di
Indonesia, dalam www.hupelita.com
diakses pada tanggal 26 September
2010
Ali, Muhammad Daud 2000. Pendidikan
Agama Islam, Jakarta: Rajawali
Press.
Riza Hadikusuma dan Azwar, Pola Pemahaman
KeagamaanMahasiswa Politeknik Negeri jakarta
Download