34 POLA PEMAHAMAN KEAGAMAAN MAHASISWA POLITEKNIK NEGERI JAKARTA Riza Hadikusuma dan Azwar Jurusan Administrasi Niaga Politeknik Negeri Jakarta Email: [email protected] Abstrak Penelitian ini berjudul Pola Pemahaman Keagamaan Mahasiswa Politeknik Negeri Jakarta. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui seperti apa pola pemahaman keagamaan mahasiswa PNJ. Penelitian ini mempunyai nilai penting karena akhir-akhir ini marak terjadi gerakan-gerakan radikal dan liberal yang melibatkan anak-anak muda, termasuk dari kalangan mahasiswa. Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan angket sebagai instrumen pengumpulan data yang kemudian dianalisis dengan memakai Skala Likert. Obyek penelitian ini adalah mahasiswa Jurusan Administrasi Niaga Politeknik Negeri Jakarta tahun akademik 2010-2011. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 79% responden cenderung mempunyai pola pemahaman keagamaan moderat. Sementara itu pola pola pemahaman keagamaan fundamentalis mendapatkan persetujuan 74,8%. Sedangkan pola pemahaman keagamaan liberal hanya mendapatkan dukungan sekitar 62% responden. Kata kunci: pemahaman keagamaan, agama Islam, mahasiswa Abstract This study titled Understanding Patterns of Religious Student State Polytechnic of Jakarta. This research was conducted to determine what kind of religious understanding patterns of students PNJ. This research has significant value because of late bloom occurs radical movements and liberal involving young children, including from among the students. Research was conducted by using questionnaires as the instrument of data collection which is then analyzed using a Likert Scale. The object of this research is the Department of Business Administration student Jakarta State Polytechnic academic year 2010-2011. The results of this study showed that 79% of respondents tended to have a pattern of moderate religious understanding. Meanwhile, understanding patterns of religious fundamentalist get a 74.8% approval. While the pattern of liberal religious understanding only get the support of about 62% of respondents. Keywords: religious understanding, the Islamic religion, college students Pendahuluan Islam adalah agama terakhir yang Allah turunkan kepada manusia melalui Rasul-Nya Muhammad SAW. Sebagai agama terakhir, Islam telah memuat segala persoalan manusia secara lengkap dan sempurna, sehingga manusia dipastikan cukup berpegang teguh kepada tali agama Islam dalam menghadapi persoalan kehidupannya sampai nanti akhir zaman. Jaringan Islam Liberal (JIL) seringkali diposisikan oleh masyarakat sebagai representasi kelompok liberal ini. Dua kelompok ini memang secara kuantitas merupakan minoritas, tetapi eksistensi mereka tidak bisa diabaikan begitu saja. Sementara mayoritas umat Islam Indonesia masih dinilai sebagai kelompok moderat yang berdiri dan mengambil jalan tengah. Kelompok ketiga ini meyakini bahwa kekerasan atas nama agama, seperti penggunaan istilah jihad, Riza Hadikusuma dan Azwar, Pola Pemahaman KeagamaanMahasiswa Politeknik Negeri jakarta 35 tidak bisa diterima begitu saja, apalagi dalam konteks Indonesia yang aman, jihad dengan cara kekerasan seperti pengeboman di sejumlah tempat tidak Berdasarkan penjelasan di atas peneliti ingin melakukan penelitian tentang pola pemahaman keagamaan mahasiswa Politeknik Negeri Jakarta. Penelitian ini mempunyai nilai penting, karena dengan mengetahui pola pemahaman keagamaan mahasiswa Politeknik Negeri Jakarta, maka sebagai dosen pengampu mata kuliah Pendidikan Agama Islam, peneliti dapat merancang dan menyusun materi pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan riil mahasiswa serta menentukan metode yang tepat sehingga proses pembelajaran mata kuliah tersebut dapat berjalan dengan baik sesuai dengan harapan semua pihak. Metode Penelitian Penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang bertujuan untuk mengeksplorasi dan mengklarifikasi mengenai sesuatu fenomena atau kenyataan sosial dengan jalan mendeskripsikan sejumlah variabel yang berkenaan dengan masalah dan unit yang diteliti. Penelitian ini menggunakan pendekatan survei, dengan populasi mahasiswa Politeknik Negeri Jakarta Jurusan Administrasi Tahun 2009-2010 yang beragama Islam. Pengambilan sampel menggunakan teknik random atas dasar strata (stratified random sampling) berdasarkan jenis kelamin dan semester. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah: 1. Studi kepustakaan, bersifat teoritis dan pendukung dengan jalan mengumpulkan data melalui bahan bacaan yang ada hubungannya dengan obyek penelitian. 2. Studi lapangan, bersifat empiris dan utama (primer) dengan menggunakan angket untuk mengumpulkan data langsung dari responden penelitian ini. Adapun metode analisis penelitian ini adalah dengan metode deskriptif yakni suatu teknik analisis data dengan menjabarkan dan mendeskripsikan data dalam bentuk kalimat, tabel, gambar dan grafik dari data yang diperoleh. Angket atau kuisioner disusun berdasarkan skala Likert sesuai dengan maksud penelitian ini yakni untuk mengetahui dan mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial yakni tentang pola pemahaman keagamaan mahasiswa Politeknik Negeri Jakarta. Jawaban dari setiap pernyataan akan mempunyai gradasi dari sangat positf sampai sangat negatif dengan menggunakan kata-kata: 1. Sangat Setuju (SS) 2. Setuju (S) 3. Tidak Punya Pilihan (TPP) 4. Tidak Setuju (TS) 5. Sangat Tidak Setuju (TST) Data akan disajikan dalam bentuk persentase dengan menggunakan rumus: Persentase = Jumlah Skor jawaban : jumlah skor ideal (tertinggi) x 100%. Hasil Penelitian Paradigma Pemahaman Keagamaan Umat Islam Pola Pemahaman Keagaman Fundamentalis Hasil penelitian untuk kelompok ini kemudian diberi skor sebagai berikut: SS = 166 x 5 = 830 S = 116 x 4 = 464 TPP = 71 x 3 = 213 TS = 78 x 2 = 156 STS = 20 x 1 = 20 Jumlah = 1683 Jumlah skor tertinggi 5 x 9 x 50 = 2250 Riza Hadikusuma dan Azwar, Pola Pemahaman KeagamaanMahasiswa Politeknik Negeri jakarta 36 450 Jumlah skor terendah 1 x 9 x 50 = Jadi berdasrkan hasil tersebut maka tingkat persetujuan responden terhadap pola pemahaman keagamaan fundamentalis adalah sebagai berikut: 1683 : 2250 x 100% = 74,8%. Hasil penelitian pada kelompok ini cukup mengejutkan karena ternyata responden menunjukkan tingkat persetujuan yang cukup tinggi terhadap pernyataan-pernyataan yang menggambarkan pola pemahaman keagamaan fundamentalis yakni sekitar 74,8%. Meskipun, akhir-akhir ini pemahaman keagamaan fundamentalis menjadi tertuduh atas gerakan-gerakan radikal, sepetri bom bunuh diri. Gerakan fundamental dalam agama Islam memang tidak bisa selalu diidentikkan dengan gerakan kekerasan yang belakang muncul di Indonesia dan di belahan dunia lainnya. Pada prinsipnya gerakan fundamental lahir dari pola pemikiran Islam revivalis yang dalam gerakannya menenkankan pentingnya prinsip kembali kepada al-Qur’an dan Hadits. Hanya dengan kembali kepada alQur’an dan Hadits, umat Islam akan mencapai kejayaan dan kemajuan. Gerakan pemikiran ini meyakini bahwa Islam adalah agama yang sempurna (kaffah) dan mencakup semua aspek kehidupan, sehingga semua persoalan kehidupan harus diselesaikan dengan menggunakan ajaran Islam yang bersumber pada al-Qur’an dan Hadits. Pemahaman seperti ini yang mungkin membuat responden menyetujui pernyataan-pernyataan yang menggambarkan pola pemahaman Islam yang fundamentalis. Dalam mewujudkan pemikiran keagamaan seperti itu, kelompok fundamentalis terkadang menggunakan metode atau cara kekerasan dengan mengabaikan kenyataan bahwa ada pihakpihak yang tidak sependapat dengan alur pemikirannya. Penolakan mereka yang hebat terhadap sistem dan gaya hidup Barat semakin menempatkan kelompok fundamentalis ini sebagai musuh Barat. Berikut pembahasan lebih rinci tentang tingkat persetujuan responden terhadap pola pemahaman keagamaan fundamentalis. Berkaitan dengan pernyataan tentang kesempurnaan ajaran Islam, responden menunjukkan tingkat persetujuan yang sangat tinggi yakni 98,8% terhadap pernyataan bahwa Agama Islam adalah agama yang lengkap dan sempurna serta mampu menjawab seluruh persoalan kehidupan manusia. Sebanyak 88,8% tingkat persetujuan juga ditunjukkan terhadap pernyataan bahwa ajaran Agama Islam selalu sesuai dengan perkembangan zaman, sehingga zaman yang seharusnya menyesuaikan dengan Islam bukan Islam yang harus menyesuaikan dengan zaman. Hasil ini menunjukkan bahwa mayoritas responden meyakini bahwa Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW lima belas abad yang selalu mempunyai ajaran yang selalu relevan dengan perkembangan zaman, tidak akan lekang atau lapuk karena perubahan zaman, sampai nanti hari kiamat. Sementara itu berkaitan dengan kebenaran Islam, responden menunjukkan 80% tingkat persetujuan terhadap pernyataan yang menyatakan bahwa agama Islam adalah agama yang benar dan selain Islam adalah salah. Responden meyakini bahwa beragama harus mempunyai claim of trhuth, yang mempercayai bahwa agama yang dianutnya yang benar sedang agama lain adalah salah. Pernyataan tentang semua agama adalah benar dan sama dianggap menyesatkan dan harus ditolak karena hal itu bisa melemahkan iman dan menggerogoti akidah. Keyakinan seperti ini juga menolak paham pluralisme yang menganggap kebenaran agama itu sebuah relativitas. Riza Hadikusuma dan Azwar, Pola Pemahaman KeagamaanMahasiswa Politeknik Negeri jakarta 37 Penegakan hukum/syariah Islam merupakan salah satu isu sentral yang diusung oleh paham keagamaan fundamentalis. Adalah kewajiban umat Islam untuk menjalankan syariah Islam secara formal di semua bidang kehidupan. Umat Islam yang sengaja tidak mau menjalankan syariah Islam diancam dengan predikat kafir, dzalim dan munafiq. 82,8% responden menyatakan persetujuannya terhadap penegakan syariah Islam ini. Untuk mewadahi tegaknya syariah/hukum Islam ini maka diperlukan adanya bentuk Negara Islam yang mendapatkan dukungan sebanyak 70,8% responden. Menurut kelompok ini relasi Islam dan Negara bersifat integrative bahwa Islam adalah agama dan Negara sekaligus (al-Islam din wa daulah). Islam mengajarkan kepada manusia mulai dari penyucian diri (individu) sampai pada mengatur masyarakat dan Negara (politik) yang menjadi kewajiban bagi umat Islam di manapun mereka berada. Islam mengatur seluruh kehidupan masyarakat, baik social, ekonomi dan politik. Dari sinilah Islam kemudian memiliki konsepsi bersatunya agama dan Negara. Islam tidak seperti Barat yang memisahkan antara kehidupan agama dan Negara dengan semboyannya “give to God wether for God, give to the caesar wether for caesar” (Zada, 2002:102-103). Upaya penegakan syariah Islam pada umumnya dibarengi dengan sikap penolakan terhadap sistem politik Barat, seperti konsep demokrasi. Sistem politik Barat dianggap sebagai sistem kafir yang tidak pantas untuk diterapkan di dunia Islam. Sikap seperti ini hanya mendapat dukungan 56,4% responden. Meskipun mereka setuju dengan penegakan syariah Islam dan pendirian negara Islam, mereka tidak sepenuhnya menolak sistem politik Barat. Penerimaan sistem dan konsep politik Barat di satu sisi bersamaan dengan upaya penegakan syariah Islam di sisi lain merupakan salah satu ciri pemikiran neo revivalisme, sebagaimana dikemukakan Abu A’la al-Maududy, salah satu tokoh neo revivalisme, dengan konsep teo-demokrasinya. Teo-demokrasi menegaskan pelaksanaan demokrasi berdasarkan ajaran agama Islam. Sedangkan sikap umat Islam yang menganggap bahwa negara Barat (seperti Amerika) merupakan musuh Islam dan harus diperangi hanya mendapatkan 58,4% tingkat persetujuan responden. Pernyataan tentang jihad sebagai perang atau mengangkat senjata melawan musuh Allah untuk menegakkan agama Allah mendapatkan 66,8% tingkat persetujuan responden. Akal/rasio tidak mempunyai otoritas di dalam memahami persoalan keagamaan. Pemahaman seperti ini mendapatkan persetujuan responden sebesar 70,4%. Pola Pemahaman Keagamaan Liberalis Hasil penelitian untuk kelompok ini kemudian diberi skor sebagai berikut: SS = 60 x 5 = 300 S = 106 x 4 = 424 TPP = 92 x 3 = 276 TS = 99 x 2 = 198 STS = 42 x 1 = 42 Jumlah = 1240 Jumlah skor tertinggi 5 x 8 x 50 = 2000 Jumlah skor terendah 1 x 8x 50 = 400 Jadi berdasarkan hasil tersebut maka tingkat persetujuan responden terhadap pola pemahaman keagamaan liberalis adalah sebagai berikut: 1240 : 2000 x 100% = 62%. Secara umum pola pemahaman keagamaan liberal hanya mendapatkan 62% tingkat persetujuan responden. Hal ini berarti responden tidak begitu sependapat dengan cara kaum liberal dalam memahami agama Islam. Salah satu pandangan kaum liberal itu adalah bahwa penafsiran terhadap ajaran Islam harus terus menerus dilakukan sesuai Riza Hadikusuma dan Azwar, Pola Pemahaman KeagamaanMahasiswa Politeknik Negeri jakarta 38 dengan perkembangan zaman. Reintepretasi ajaran Islam merupakan suatu keniscayaan yang harus dilakukan agar Islam tidak ketinggalan zaman. Pemahaman seperti ini mendapatkan 66,4% persetujuan responden. Kebenaran agama adalah relatif, sehingga seorang penganut agama tidak bisa mengklaim agamanya yang paling benar dan agama lainnya adalah salah. Menurut kelompok ini kebenaran Islam bisa ada di ajaran agama lain seperti Kristen, Yahudi, Hindu, Budha dan Taoisme. Keyakinan dan praktik keislaman yang dianut oleh Umat Islam hanyalah ”baju” dan formal yang tidak penting. Yang pokok adalah nilai yang tersembunyi di baliknya. Oleh karena itu, idak perlu adanya pembedaan antara ”kami” dan ”mereka”, antara hizb Allah (golongan Allah) dan hizb al-syaithan (golongan setan). Pembedaan seperti ini hanya akan merendahkan nilai Islam dan akan menjadi pemicu konflik di antara manusia. Pemahaman seperti ini tidak begitu didukung oleh responden yang dibuktikan dengan tingkat persetujuan responden yang hanya 51,2% terhadap pernyataan bahwa semua agama adalah sama. Serta, hanya 67,6% responden menunjukkan persetujuannya terhadap pernyataan semua agama mengajarkan ajaran yang benar. Pandangan kaum liberal menyatakan bahwa agama adalah urusan pribadi, sementara pengaturan kehidupan publik adalah sepenuhnya hasil kesepakatan masyarakat melalui prosedur demokrasi. Struktur sosial harus dibangun dengan memisahkan mana kekuasaan politik dan mana kekuasaan agama (Abdalla, 2003 : 3). Responden keberatan dengan pemahaman seperti ini yang ditunjukkan dengan tingkat persetujuan mereka yang hanya 57,6% terhadap pernyataan bahwa syariat/hukum Islam tidak perlu diterapkan sebagai hukum formal/resmi negara tetapi cukup dilaksanakan secara pribadi. Sementara pernyataan bahwa agama tidak perlu mengatur urusan negara/pemerintahan hanya mendapatkan 41,2% persetujuan responden. Meskipun, secara umum responden kurang setuju bahkan tidak setuju terhadap pola pemahaman keagamaan liberal, terdapat prinsipprinsip liberal yang cukup mendapat dukungan dari responden. Pernyataan tentang rasio/akal memegang peranan penting dlam memahami dan melaksanakan ajaran agama Islam mendapatkan persetujuan 70,4% dari responden. Kaum liberal sangat menghargai akal pikiran manusia sebagai karunia Tuhan. Akal disejajarkan dengan wahyu Tuhan. Bahkan, temuan-temuan besar dalam sejarah manusia yang dilahirkan oleh akal manusia sebagai bagian dari usaha menuju perbaikan mutu kehidupan adalah wahyu Tuhan pula. Sementara itu berkaitan dengan jihad dengan pernyataan bahwa peperangan atau kekerasan tidak perlu dilaksanakan mendapatkan tingkat persetujuan responden sebesar 71,6%. Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa jihad tidak harus dilaksanakan dengan peperangan, karena pada prinsipnya jihad adalah upaya untuk menegakkan nilai-nilai kebenaran agama Allah di muka bumi. Perang hanyalah cara terakhir yang bisa digunakan apabila cara-cara jihad lain yang lebi persuasif dan damai tidak dapat dilaksanakan. Perang itu pun harus dilakukan dalam rang bertahan (defense) karena diserang oleh kelompok lain. Apabila tidak ada serangan maka tidak perlu menyerang, karena dalam Islam tidak ada konsep invasi, menyerang dan menguasai kelompok masyarakat atau wilayah lain dengan cara berperang. Sedangkan tentang pernyataan yang menyatakan bahwa sistem demokrasi adalah sistem yang paling ideal bagi umat Islam mendapatkan 70% tingkat persetujuan responden. Demokrasi Riza Hadikusuma dan Azwar, Pola Pemahaman KeagamaanMahasiswa Politeknik Negeri jakarta 39 sebagai mekanisme yang menempatkan masyarakat sebagai pemain utama dalam mengatur kehidupan bersama dianggap sejalan dengan prinsip Islam dalam mengurus persoalan bersama yakni mekanisme musyawarah. Pola Pemahaman Keagamaan Moderat Hasil penelitian untuk kelompok ini kemudian diberi skor sebagai berikut: SS = 102 x 5 = 510 S = 120 x 4 = 480 TPP = 44 x 3 = 132 TS = 29 x 2 = 58 STS = 5x1 = 5 Jumlah = 1185 Jumlah skor tertinggi 5 x 6 x 50 = 1500 Jumlah skor terendah 1 x 6x 50 = 300 Jadi berdasarkan hasil tersebut maka tingkat persetujuan responden terhadap pola pemahaman keagamaan moderat adalah sebagai berikut: 1185 : 1500 x 100% = 79%. Pola pemahaman keagamaan moderat ini mendapatkan dukungan tinggi dari responden yang ditunjukkan dengan tingkat persetujuan sebesar 79%. . Hal ini ditunjukkan dengan kurangnya dukungan yang diberikan responden terhadap pernyataan yang menyatakan bahwa Indonesia tidak perlu menjadi negara Islam secara formal yang hanya mendapatkan persetujuan sebesar 61,6%. Sementara ketika diajukan pernyataan bahwa bentuk negara Indonesia sekarang dengan Pancasila sebagai dasar negara adalah sudah tepat dan ideal bagi bangsa Indonesia, mereka menunjukkan dukungan yang cukup signifikan yakni sebesar 74%. Pancasila adalah hasil kesepakatan seluruh bangsa Indonesia, yang merupakan kristalisasi nilai-nilai yang hidup dan berkembang dalam masyarakat Indonesia. Hasil tersebut menunjukkan bahwa responden yang menghendaki Pancasila sebagai dasar negara lebih tinggi prosentasenya dibandingkan responden yang menginginkan Islam sebagai dasar negara. Indonesia memang bukan negara agama tapi bukan juga negara sekuler. Peran agama bagi negara tetap penting seperti ditunjukkan responden yang menunjukkan tingkat persetujuan tinggi terhadap pernyataan yang menyatakan bahwa agama tetap diperlukan bagi negara bukan sebagai dasar negara tetapi sebagai nilai etika untuk mengarahkan perilaku pemerintahan agar tidak menyimpang, yakni sebesar 86,4%. Berkaitan dengan ini, 80% responden menyatakan persetujuannya terhadap pernyataan bahwa sistem demokrasi dapat diterima ole Islam dan sesuai dengan ajaran Islam. Sedangkan tentang tata cara jihad, responden lebih cenderung berpihak pada pendapat yang menyatakan bahwa jihad tidak harus dengan cara berperang. Banyak cara-cara lain yang bisa dipakai dalam melaksanakan jihad. Hal ini dibuktikan dengan 82,4% tingkat persetujuan responden terhadap pernyataan bahwa perang/angkat senjata merupakan cara terakhir dalam melaksanakan jihad, apabila cara damai tidak bisa dilaksanakan lagi. Berkaitan dengan kedudukan akal pikiran dalam pemahaman dan pelaksanakan ajaran Islam, responden menjukkan persetujuan yang sangat besar terhadap pernyataan yang menyatakan bahwa akal dan kitab suci (wahyu) mempunyai kedudukan saling melengkapi dalam memahami dan melaksanakan ajara agama Islam, yakni sebesar 89,6%. Ciri khas umat yang moderat adalah adanya keseimbangan (tawasuth, washatan). Penggunaan akal dan kitab suci yang seimbang sebagai dua hal yang saling melengkapi tanpa mengabaikan satu dengan yang lain adalah ciri umat moderat. Ketika salah satu dari keduanya diabaikan, maka hal itu akan Riza Hadikusuma dan Azwar, Pola Pemahaman KeagamaanMahasiswa Politeknik Negeri jakarta 40 menyebabkan pandangan dan pemahaman yang ekstrim. Kesimpulan Ketiga pola pemahaman keagamaan yang ada di kalangan umat Islam, yakni fundamentalis, liberal dan moderat mendapat respon yang beragam. Secara umum dapat disimpulkan bahwa sebagian besar responden lebih cenderung menyetujui dan mengikuti pola pemahaman keagamaan moderat yang ditunjukkan oleh 79% responden yang mendukung pernyataan-pernyataan yang identik dan mewakili pola pemahaman keagamaan moderat. Dukungan itu melebihi dukungan yang diberikan responden terhadap pola pemahaman keagamaan fundamental, yakni sebesar 74,8%, apalagi dengan pola pemahaman keagamaan liberal yang hanya mendapatkan 62% tingkat persetujuan responden. A’la, Abd. 2009. Dari Neo Modernisme ke Islam Liberal, Jakarta: Paramadina dan Dian Rakyat. Faisal, Sanapiah 2001. Format-format Penelitian Sosial, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada. Roibin. 2010. Sketsa Sosiologis Pola Keberagamaan di Indonesia, dalam www. koranpendidikan.com,2010, diakses pada tanggal 1 Maret 2010 Sugiyono. 2002. Metode Penelitian Administrasi, Bandung: Alfabeta. Syamsuddin, M. Din. 2001. Islam dan Politik, Jakarta: Logos Wacana Ilmu. Taher, Tarmizi. 2004. Menjadi Muslim Moderat, Jakarta: Penerbit Hikmah. Zada, Khamami. 2002, Islam Radikal, Jakarta: Penerbit Teraju. Saran Melihat tingginya tingkat persetujuan responden terhadap pola pemahaman keagamaan fundamentalis yakni 74,8%, maka diperlukan langkah konkrit dan jelas yakni dengan pembaharuan kurikulum pendidikan agama Islam untuk memberikan pemahaman agama Islam yang moderat yang bisa disampaikan pada saat kuliah. Daftar Pustaka Abdalla, Ulil Abshar, dkk. 2003. Islam Liberal dan Fundamental, Jogjakarta: Elsaq Press Amin, Maruf 2010. Radikalisme dan Liberalisme Keagamaan di Indonesia, dalam www.hupelita.com diakses pada tanggal 26 September 2010 Ali, Muhammad Daud 2000. Pendidikan Agama Islam, Jakarta: Rajawali Press. Riza Hadikusuma dan Azwar, Pola Pemahaman KeagamaanMahasiswa Politeknik Negeri jakarta