52 BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan 1. Distribusi frekuensi kasus tetanus neonatorum di Kabupaten Serang tahun 2005-2008 mengalami peningkatan dari 10 kasus menjadi 24 kasus. 2. Distribusi angka kematian atau CFR tetanus neonatorum di Kabupaten Serang tahun 2005 sampai 2008 mengalami penurunan dari 80% pada tahun 2005 menjadi 54,16% pada tahun 2008. 3. Proporsi kematian tetanus neonatorum 4. Proporsi kematian tetanus neonatorum pada kehamilan yang diperiksa oleh bukan tenaga kesehatan/dukun (80%) lebih tinggi daripada kehamilan yang diperiksa tenaga kesehatan (52,6%). Sehingga ada hubungan antara tenaga pemeriksaan kehamilan dengan kematian tetanus neonatorum. 5. Proporsi kematian tetanus neonatorum pada bayi yang ibunya sewaktu hamil memeriksakan kehamilannya kepada tenaga kesehatan < 4 kali (66,1%) lebih tinggi daripada bayi yang ibunya sewaktu hamil memeriksakan kehamilannya kepada tenaga kesehatan ≥ 4 kali (55,6%). 6. Proporsi kematian tetanus neonatorum pada bayi yang ibunya sewaktu hamil tidak melakukan imunisasi TT (64,9%) lebih tinggi daripada bayi yang ibunya sewaktu hamil melakukan imunisasi (63,6%). 7. Proporsi kematian tetanus neonatorum pada bayi yang persalinannya dilakukan pada bukan tenaga kesehatan (66,1%) lebih tinggi daripada bayi yang persalinannya dilakukan pada tenaga kesehatan (50%). 8. Proporsi kematian tetanus neonatorum pada bayi yang persalinannya dilakukan di rumah (66,7%) lebih tinggi daripada bayi yang persalinannya dilakukan di tempat pelayanan kesehatan (40%). 9. Proporsi kematian tetanus neonatorum pada bayi yang pada saat persalinan pemotongan tali pusatnya menggunakan alat tidak steril (66,7%) lebih tinggi daripada bayi yang pada saat persalinan pemotongan tali pusatnya menggunakan alat steril (40%). 52 Gambaran epidemiologi..., Resa Ana Dina, FKM UI, 2009 UNIVERSITAS INDONESIA 53 10. Proporsi kematian tetanus neonatorum pada bayi yang perawatan tali pusatnya menggunakan bukan tenaga kesehatan (65,7%) lebih tinggi daripada bayi yang perawatan tali pusatnya menggunakan tenaga kesehatan (40%). 11. Proporsi kematian tetanus neonatorum pada bayi yang obat/bahan perawatan tali pusatnya menggunakan bukan antiseptik (67,9%) lebih tinggi daripada bayi yang obat/bahan perawatan tali pusatnya menggunakan antiseptik (53%). 7.2. Saran 1. Meningkatkan cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan serta melakukan pendampingan persalinan oleh bidan kepada dukun bayi sekaligus pemantauan praktek peraw atan tali pusat pada dukun bayi atau keluarga berdasarkan evaluasi program kerjasama bidan desa dan dukun bayi di Kabupaten Serang tahun 2008. 2. Meningkatkan peran dukun bayi yaitu membantu meningkatkan cakupan imunisasi TT dengan cara menganjurkan ibu hamil di daerahnya untuk melakukan imunisasi TT dengan cara menganjurkan ibu hamil di daerahnya untuk melakukan imunisasi TT lengkap ke tenaga kesehatan Æ evaluasi program kerjasama bidan desa dan dukun bayi di Kabupaten Serang. 3. Sebaiknya Dinkes Kab. Serang meningkatkan pelatihan kepada bukan tenaga kesehatan (dukun bayi) tentang teknik “3 bersih” dalam proses persalinan dan perawatan tali pusat. Karena banyak kasus kematian tetanus neonatorum yang disebabkan oleh perawatan kehamilan, proses persalinan dan perawatan tali pusatnya dilakukan oleh bukan tenaga kesehatan. 4. Meningkatkan promosi kesehatan untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat dengan melakukan penyuluhan mengenai perawatan tali pusat yang benar dan menjelaskan penyakit tetanus neonatorum sehingga masyarakat dapat mengenali risiko terjadinya tetanus neonatorum dan gejala penyakit tersebut serta segera melaporkan kepada petugas kesehatan untuk segera ditindaklanjuti. Gambaran epidemiologi..., Resa Ana Dina, FKM UI, 2009 UNIVERSITAS INDONESIA 54 5. Meningkatkan pelaporan kematian neonatal di tingkat pelayanan kesehatan dasar melalui fatality based dan community based sehingga kematian bayi dapat dilacak dan ditemukan secara dini serta ditindaklanjuti oleh petugas kesehatan. 6. Meningkatkan kegiatan khusus yaitu sweeping imunisasi pada daerah risiko tinggi (daerah yang ditemukan kasus tetanus neonatorum). 7. Meningkatkan cakupan kunjungan kehamilan (ANC) ke tenaga kesehatan dengan cara penyuluhan juga pemasangan poster tentang akibat yang ditimbulkan pada bayi jika ibu hamil tidak memeriksakan kehamilannya kepada tenaga kesehatan dan tidak mendapatkan imunisasi TT lengkap. 8. Perlu adanya peningkatan cakupan imunisasi TT rutin pada siswi sekolah dasar (SD) dan Wanita Usia Subur (WUS) pada daerah risiko tinggi (puskesmas yang dalam waktu satu tahun terakhir masih ditemukan kasus tetanus neonatorum) dengan cakupan imunisasi TT rendah (<80%). 9. Meningkatkan kelengkapan laporan pendeteksian dan pelacakan kasus tetanus neonatorum (sistem surveilens) yang ada di masyarakat melalui HBS (Hospital Based Surveillance) dan CBS (Community Based Surveillance) misalnya penemuan kasus melalui rumah sakit, puskesmas, Pustu, kader, tokoh masyarakat, dll, sehingga jumlahnya mendekati jumlah kasus yang sebenarnya terjadi. Gambaran epidemiologi..., Resa Ana Dina, FKM UI, 2009 UNIVERSITAS INDONESIA