Analisis dan Simulasi Konversi Energi Angin Menjadi

advertisement
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6
1
Analisis dan Simulasi Konversi Energi Angin
Menjadi Energi Listrik Menggunakan Metode
Feedback Linearization Control
Isti Rizkiani, Subchan, dan Kamiran
Matematika, Fakultas MIPA, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)
Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111
E-mail: [email protected], [email protected]
Abstrak—Energi angin merupakan salah satu energi alternatif
selain dari minyak bumi dan batu bara. Generator merupakan
salah satu komponen terpenting sistem konversi energi angin
karena dapat mengubah energi kinetik menjadi energi listrik. Pada
Tugas Akhir ini, model dari permanent magnet synchronous
generator (PMSG) adalah model non linear sehingga untuk
memudahkan analisis dilakukan transformasi dari sistem non linear
ke sistem linear dengan menggunakan metode feedback
linearization control. Langkah pertama yang dilakukan adalah
menganalisis model PMSG dengan menurunkan model matematis
sistem fisis. Selanjutnya, setelah dilakukan linearisasi, diperoleh
nilai k1 , k 2 , dan k 3 yang memenuhi dengan menggunakan kriteria
kestabilan Routh Hurwitz. Kemudian nilai k1 , k 2 , dan k 3 yang
memenuhi disimulasi dengan menggunakan software Matlab untuk
dianalisis kestabilan sistem dan error kecepatan generator. Selain
itu, dengan parameter kecepatan angin yang berkisar antara
3m / s sampai 7 m / s dan kecepatan rotor yang berkisar antara
5rad / s sampai 30rad / s disimulasi untuk menentukan daya yang
dihasilkan dari sistem konversi energi angin.
Kata Kunci—feedback linearization control, kriteria kestabilan
Routh Hurwitz, sistem konversi energi angin.
I. PENDAHULUAN
S
aat ini energi menjadi masalah penting karena fakta
menunjukkan bahwa telah terjadi peningkatan konsumsi
energi yang sangat signifikan. Namun peningkatan konsumsi
energi tersebut tidak diseimbangi dengan persediaannya yang
semakin langka dan terbatas [1].
Angin adalah udara yang bergerak dari tekanan udara yang
lebih tinggi ke tekanan udara yang lebih rendah. Perbedaan
tekanan udara disebabkan oleh perbedaan suhu akibat pemanasan
atmosfir yang tidak merata oleh sinar matahari. Karena bergerak,
angin memiliki energi kinetik. Untuk dapat memanfaatkan energi
angin, maka energi angin harus dikonversikan terlebih dahulu ke
dalam bentuk energi lain yang sesuai dengan kebutuhan dengan
menggunakan turbin angin. Oleh karena itu, turbin angin sering
disebut sistem konversi energi angin (SKEA) [2]. Untuk
menghasilkan energi listrik dari energi angin, maka energi angin
yang diperoleh dari angin mula-mula diubah menjadi energi
mekanik oleh kincir angin dalam bentuk putaran poros dan
dengan menggunakan permanent magnet synchronous generator
(PMSG), energi mekanik diubah menjadi energi listrik.
Turbin yang dapat menghasilkan energi dari energi angin
secara umum dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis turbin
angin, yaitu turbin angin sumbu horizontal dan turbin angin
sumbu vertikal. Jenis turbin angin yang digunakan dalam Tugas
Akhir ini adalah turbin angin Propeler yang merupakan jenis
turbin angin dengan poros horizontal seperti baling-baling
pesawat terbang pada umumnya. Turbin angin dengan sumbu
horizontal mempunyai baling-baling yang berputar dalam bidang
vertikal seperti halnya propeler pesawat terbang [3].
Sistem konversi energi angin merupakan sistem non linear.
Sehingga dalam Tugas Akhir ini akan digunakan metode
feedback linearization control untuk mengatasi ketidaklinearan
tersebut melalui perubahan variabel dan input kendali yang sesuai
sehingga dapat diketahui daya maksimal dan dapat diterapkan
pada pembangkit listrik tenaga angin hybrid. Kemudian hasil dari
analisis konversi energi angin menjadi energi listrik disimulasi
dengan menggunakan software Matlab.
II. MODEL SKEA
Dalam Tugas Akhir ini, digunakan jenis generator PMSG
sehingga putaran turbin memiliki putaran yang relatif lebih
rad 60
rendah dengan konversi bahwa 1
=
rpm .
s
2Π
Diberikan model non linear PMSG berdasarkan sistem
konversi energi angin [4] seperti berikut:
 id 
x =  iq 
Ω h 
1


(− Rx1 + p( Lq + Ls ) x2 x3 )


L
L
+
d
s


1

f ( x) =
(− Rx2 − p ( Ld + Ls ) x1 x3 + pΦ m x3 
 Lq + Ls



1


(d1v 2 + d 2 vx3 + d 3 x32 − pΦ m x2 )


J
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6
2
1


 − L + L x1 
s
 d

1

g ( x) = −
x2 
 Lq + Ls 


0




u = Rs
y = h ( x ) = x3 = Ω h
y = h(x)
y = L f h(x)
y = L2f h( x)

y ( n −1) = Lnf −1h( x)
y ( n ) = L fn h( x) + Lg Lnf −1h( x)u
(1)
dengan:
id , iq adalah arus listrik (d , q ) ( A) , Ld , Lq adalah induktansi
(d , q ) (H ) , Ω h adalah kecepatan rotasi generator (rad / s ) ,
Ls adalah induktansi stator (H ) , R adalah hambatan (Ω ) ,
Rs adalah hambatan stator (Ω ) , p adalah banyak pasangan
kutub, Φ m adalah fluks yang konstan karena magnet permanen,
J adalah inersia (kgm 2 ) , dan v adalah kecepatan angin (m / s ) .
III.
FEEDBACK LINEARIZATION CONTROL
Metode feedback linearization control dapat diterapkan ke
sistem non linear dalam bentuk:
(2)
x = f ( x) + g ( x)u
(3)
y = h(x)
dengan x ∈ ℜ n adalah vektor keadaan, u adalah input, dan
y adalah output.
Untuk memahami sistem (2) dan (3), digunakan turunan Lie
dengan menggunakan aturan rantai.
Definisi 1 [4]: Turunan Lie didefinisikan sebagai hasil kali
∂h( x)
dengan f (x) atau secara umum ditulis:
∂x
∂h( x)
L f h( x ) =
f ( x)
∂x
dengan L f h(x) diartikan sebagai turunan fungsi h atas vektor
f .
Elemen dari turunan Lie adalah:
n
∂hi
∑ ∂x
i =1
f i ( x)
i
Definisi 2 [4]: Yang dimaksud dengan Lnf h(x) adalah:
Lnf
h( x ) =
∂ ( Lnf −1h( x)
∂x
f ( x)
dengan Lnf h(x) diartikan sebagai turunan ke- n fungsi h atas
vektor f .
Sistem non linear (2) dan (3) mempunyai derajat relatif n , ∀x
dipersekitaran x0 jika [5]:
Lg Lnf −1h( x) = 0 dan Lg Lnf h( x) ≠ 0
Diasumsikan bahwa derajat relatif sistem adalah n . Dalam
kasus ini, setelah mendifferensialkan output ke- n diperoleh:
Transformasi variabel yang didefinisikan oleh z = φ (x) [5]
mengakibatkan sistem menjadi bentuk normal dan secara umum
ditulis:
φ1 ( x)   y   h( x) 
φ 2 ( x)   y   L f h( x) 

 

 
z = φ3 ( x)  =  y  =  L2f h( x) 

      



  ( n −1)   n −1
φ n ( x)  y
  L f h( x)
zi = φi ( x) = Lif−1h( x), i = 1,2,  , n
Transformasi ini mengakibatkan sistem non linear (2) dan (3)
menjadi sistem linear dan terkontrol:
z1 = z 2
z 2 = z 3

z n −1 = z n
z n = u v
y = z1
Dengan demikian, dari sistem non linear menjadi sistem linear:
(4)
z = Az + Bu
(5)
y = Cz + Du
Jika diberikan (4) dan (5), maka dapat ditentukan kestabilan
dari suatu sistem tersebut dengan menggunakan kriteria
kestabilan Routh-Hurwitz melalui polinomial karakteristik untuk
mencari nilai k agar sistem stabil. Untuk mendapatkan nilai
karakteristik tersebut adalah sebagai berikut [6]:
det(λI − A) = 0
dengan:
λ = nilai karakteristik
I = matriks identitas
A = matriks ordo n × n bernilai real
IV.
PEMBAHASAN
Model PMSG (1) didasarkan pada persamaan (d , q) [4].
Persamaan yang digunakan untuk membangun model PMSG ini
terdiri dari persamaan tegangan untuk masing-masing sumbu d
dan q , persamaan torsi magnet listrik, dan torsi mekanik.
Persamaan tegangan untuk masing-masing sumbu d dan q
adalah sebagai berikut:
d
u d = Rid + Ld id − Lq iqω s
dt
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6
u q = Riq + Lq
dengan:
u d , u q adalah
3
d
iq + ( Ld id + Φ m )ω s
dt
tegangan
stator
(d , q ) (V ) ,
L2f h( x) = −
R
1
1
pΦ m x3 + ( (d 2 v + 2d 3 x3 ))( (d1v2 +
J
J
adalah
hambatan (Ω) , id , iq adalah arus listrik (d , q ) ( A) , Ld , Lq
adalah
induktansi
(d , q ) (H ) ,
Φd ,Φq
adalah
fluks
(d , q ) (Wb ) , Φ m adalah fluks yang konstan karena magnet
permanen (Wb ) , ω s adalah getaran stator (rad / s ) .
Persamaan torsi magnet listrik yang ditulis ΓG diperoleh
seperti berikut:
ΓG = p (Φ d iq − Φ q id )
1
1
(− Rx2 − p ( Ld + Ls ) x1 x3 +
d4
Lq + Ls
J
d 2 vx3 + d 3 x32 − pΦ m x2 ))
1
d 4 a3 x 2
J
Untuk memastikan zero error, sebuah integrator ditambahkan
dalam sistem seperti yang ditunjukkan pada Gambar1:
L g L f h( x ) = −
y ref + ε
−
1
s
ε
k3
+ uv
z = Az + Bu
−
dengan p adalah banyaknya pasangan kutub. Jika Lmagnet
permanen dipasang dipermukaan rotor maka: Ld = Lq dan torsi
z
y = Cz
y
k1,2
magnet listrik menjadi:
ΓG = pΦ m iq
Torsi mekanik (Γmec ) diperoleh sebagai berikut:
Γmec = d1v 2 + d 2 vΩ h + d 3Ω 2h
Sehingga PMSG berdasarkan model sistem konversi energi
angin dapat ditulis seperti (1).
Untuk menentukan derajat relatif dari sistem, akan dihitung
turunan Lie seperti berikut:
1
L f h( x) = (d1v 2 + d 2 vx3 + d 3 x32 − d 4 x2 )
J
dengan: d 4 = pΦ m
1
d 4 a3 x 2
J
1
dengan: a3 = −
L q + Ls
L g L f h( x ) = −
Ketika
L g Lnf h( x) ≠ 0 , derajat relatif sistem adalah n = 2 .
Sistem akan diubah ke bentuk normal melalui transformasi
variabel yang memenuhi kondisi diffeomorphism:
∂z3
∂z
∂z
g1 ( x) + 3 g 2 ( x) + 3 g 3 ( x) = 0
∂x1
∂x2
∂x3
x 
Kondisi ini memenuhi z3 = a3  1  .Transformasi variabel dari
 x2 
sistem menuju linearisasi parsial adalah:




x3


1
z =  (d1v 2 + d 2 vx3 + d 3 x32 − d 4 x2 )
J



x1
a3


x2


1
u=
(− L2f h( x) + u v )
L g L f h( x )
dengan:
Gambar 1. State Feedback Control
Model linearnya:
 z1  0 1  z1  0
 z  = 
 ⋅   +   ⋅u
 2  0 0  z 2  1
z 
y = [1 0]⋅  1 
 z2 
dan input u sebagai berikut:
z 
u = −[k1 k 2 ]⋅  1  + k 3 ⋅ ε
 z2 
dengan:
z 
ε = y ref − y = y ref − [1 0]⋅  1 
 z2 
Sistem linear menjadi:
 z1   0 1 0  z1  0
0
 z  =  0 0 0 ⋅  z  + 1 ⋅ u + 0 ⋅ y ref
 2 
  2  
 
 ε  − 1 0 0  z3  0
1
Input kendali u v , diperoleh seperti berikut:
 z1 
u v = −[k1 k 2 − k 3 ]⋅  z 2 
 ε 
Jadi, sistem loop tertutup:
 z1    0 1 0 0
 z  =   0 0 0 − 1 ⋅ [k
 2  
   1
 ε   − 1 0 0 0
k2
  z1  0 

− k 3 ] ⋅  z 2  + 0 y ref
    
  ε  1
 z1 
y = [1 0 0] z 2 
 ε 
Dengan menggunakan kriteria kestabilan Routh Hurwitz,
diperoleh nilai k1 , k 2 , dan k 3 :
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6
4
k2 > 0
Kecepatan Generator
k3 > 0
V. SIMULASI DAN ANALISIS
Diuji berbagai macam nilai k1 , k 2 , dan k 3 yang memenuhi
kriteria kestabilan Routh Hurwitz untuk menunjukkan bahwa
sistem tersebut stabil seperti berikut:
• Untuk k1 = 1,4; k 2 = 0,4; k 3 = 0,2 :
1
0.8
0.6
0.4
0.2
0
0
Analisis Kestabilan Sistem
1
5
10
15
20
25
Waktu (s)
30
35
40
45
50
Gambar 4. Analisis Kestabilan Sistem untuk k1 = 4000; k 2 = 136; k3 = 40000
Kecepatan Generator
0.9
0.8
0.7
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
0
5
10
15
20
25
Waktu (s)
30
35
40
45
50
Gambar 2. Analisis Kestabilan untuk k1 = 1,4; k 2 = 0,4; k3 = 0,2
Dari hasil simulasi di atas, dapat dilihat bahwa mulai detik
ke- 36,5 hingga detik ke- 50 , kecepatan generator konvergen
menuju mendekati 1 sehingga sistem tersebut dapat dikatakan
stabil.
• Untuk k1 = 8,2; k 2 = 4,7; k 3 = 6,9 :
Analisis Kestabilan Sistem
1.4
Kecepatan Generator
Dari hasil simulasi di atas, dapat dilihat bahwa mulai detik ke1,3 hingga detik ke- 50, kecepatan generator konvergen menuju
1 sehingga sistem tersebut dapat dikatakan stabil.
Selanjutnya, dengan berbagai macam nilai k1 , k 2 , dan k 3 yang
telah diuji bahwa sistem tersebut stabil, akan dianalisis error
kecepatan generator. Error dari kecepatan generator
didefinisikan sebagai selisih antara keluaran aktual ( -aktual)
dengan keluaran yang diharapkan (y-ref).
Pada Tugas Akhir ini, dianalisis beberapa nilai y-ref untuk
dibandingkan dengan nilai y-aktual, pada sistem yang stabil
dengan nilai k1 , k 2 , dan k 3 sebelumnya sehingga diperoleh nilai
error kecepatan generator untuk mengetahui keakuratan sistem
dengan:
y-ref I = 5rad / s, y-ref II = 10rad / s,
y-ref III = 15rad / s, y-ref IV = 20rad / s,
y-ref V = 25rad / s, y-ref VI = 30rad / s.
• Untuk k1 = 1,4; k 2 = 0,4; k 3 = 0,2 :
1.2
y-referensi vs y-aktual
60
1
y -ref I
y -ref II
0.8
0.6
0.4
0.2
0
0
5
10
15
20
25
Waktu (s)
30
35
40
45
50
Gambar 3. Analisis Kestabilan Sistem untuk k1 = 8,2; k 2 = 4,7; k3 = 6,9
Dari hasil simulasi di atas, dapat dilihat bahwa mulai detik ke6 hingga detik ke- 50 , kecepatan generator konvergen menuju
1 sehingga sistem tersebut dapat dikatakan stabil.
• Untuk k1 = 4000; k 2 = 136; k 3 = 40000 :
Kecepatan Generator (rad/s)
Kecepatan Generator (rad/s)
Kecepatan Generator (rad/s)
1.2
k 2 k1 − k 3
k
> 0 ⇒ k1 > 3
k2
k2
Kecepatan Generator (rad/s)
Analisis Kestabilan Sistem
1.4
y -ref III
y -ref IV
50
y -ref V
y -ref V I
y -aktual I
y -aktual II
40
y -aktual III
y -aktual IV
y -aktual V
y -aktual V I
30
20
10
0
0
10
20
30
40
50
Waktu (s)
60
70
80
90
Gambar 5. y-referensi vs y-aktual untuk k1 = 1,4; k 2 = 0,4; k3 = 0,2
100
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6
Error Kecepatan Generator
10
0
-10
-20
10
20
30
40
50
Waktu (s)
60
70
80
90
100
Gambar 6. Error Kecepatan Generator untuk k1 = 1,4; k 2 = 0,4; k3 = 0,2
Dari hasil simulasi di atas, dapat dilihat bahwa mulai detik ke0 hingga detik ke- 46,88, kecepatan generator masih mempunyai
error yang besar, kemudian error kecepatan generator semakin
mengecil tepat mulai detik ke- 75 hingga detik ke- 100.
• Untuk k1 = 8,2; k 2 = 4,7; k 3 = 6,9 :
y-referensi vs y-aktual
50
y-ref I
y-ref II
Kecepatan Generator (rad/s)
y-ref III
y-ref IV
y-ref V
40
y-ref VI
y-aktual I
y-aktual II
y-aktual III
y-aktual IV
y-aktual V
y-aktual VI
30
Kecepatan Generator (rad/s)
Error I
Error II
Error III
Error IV
Error V
Error VI
20
-30
0
20
y-ref I
y-ref II
30
y-ref III
y-ref IV
25
y-ref V
y-ref VI
20
y-aktual I
y-aktual II
15
y-aktual III
y-aktual IV
y-aktual V
10
y-aktual VI
5
0
0
10
20
30
40
50
Waktu (s)
0
0
10
20
40
30
50
Waktu (s)
60
70
80
90
100
Gambar 7. y-referensi vs y-aktual untuk k1 = 8,2; k 2 = 4,7; k3 = 6,9
Error Kecepatan Generator
20
Error
Error
Error
Error
Error
Error
10
0
I
II
III
IV
V
VI
-10
-20
-30
0
70
80
90
100
Error Kecepatan Generator
5
0
-5
Error I
Error II
Error III
Error IV
Error V
Error VI
-10
-15
-20
-25
10
20
30
40
50
Waktu (s)
Gambar 10. Error Kecepatan Generator untuk
10
60
Gambar 9. y-referensi vs y-aktual untuk k1 = 4000; k 2 = 136; k3 = 40000
-30
0
Error Kecepatan Generator (rad/s)
y-referensi vs y-aktual
35
Error Kecepatan Generator (rad/s)
30
Error Kecepatan Generator (rad/s)
5
60
70
80
90
100
k1 = 4000; k 2 = 136;
k 3 = 40000
Dari hasil simulasi di atas, dapat dilihat bahwa mulai detik ke0 hingga detik ke- 3,6, kecepatan generator masih mempunyai
error yang besar, kemudian error kecepatan generator semakin
mengecil tepat mulai detik ke- 5,6 hingga detik ke- 100.
Indonesia memiliki karakteristik angin rata-rata yang relatif
lebih rendah dibandingkan dengan negara-negara pengguna
sistem konversi energi angin seperti Finlandia dan Amerika
Serikat. Daerah di Indonesia umumnya memiliki kecepatan angin
antara 3m / s sampai 7 m / s. Jika turbin angin ini diterapkan di
wilayah Indonesia yang memiliki potensi angin yang cukup, maka
kebutuhan akan turbin angin disesuaikan dengan besarnya daya
yang dihasilkan dari masing-masing turbin angin.
Perhitungan daya yang dapat dihasilkan oleh sebuah sistem
konversi energi angin (turbin angin) dihasilkan oleh jari-jari rotor
(r ) adalah sebagai berikut [7]:
1
ρΠr 2 v 3C p (λ )
2
Pada Tugas Akhir ini, digunakan C p maksimum = 0,47 dan
Pwt =
10
20
30
40
50
Waktu (s)
60
70
80
90
100
Gambar 8. Error Kecepatan Generator untuk k1 = 8,2; k 2 = 4,7; k3 = 6,9
Dari hasil simulasi di atas, dapat dilihat bahwa mulai detik ke0 hingga detik ke- 29,5, kecepatan generator masih mempunyai
error yang besar, kemudian error kecepatan generator semakin
mengecil tepat mulai detik ke- 36 hingga detik ke- 100.
• Untuk k1 = 4000; k 2 = 136; k 3 = 40000 :
jari-jari rotor (r ) = 2,5m sehingga:
1
ρΠr 3v 2 Ω l (0,47) = 0,235ρΠr 3v 2 Ω l
2
dengan kecepatan angin (v) = 3m / s sampai
kecepatan rotor Ω l = 5rad / s sampai 30rad / s.
Pwt =
7 m / s dan
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6
4
2.5
x 10
Daya Turbin Angin (Watt)
2
6
Saran yang penulis berikan untuk penelitian Tugas Akhir
berikutnya adalah:
1. Untuk penelitian selanjutnya, sistem konversi energi angin
dapat dikaji dengan menggunakan metode sliding mode
control, PI control, QFT robust control, ataupun On-Off
control.
2. Untuk penelitian selanjutnya, penentuan daya maksimal
yang dihasilkan dari tubin angin yang lebih optimal dapat
dilakukan dengan menggunakan metode Maximum Power
Point Tracking (MPPT).
Daya Turbin Angin vs Kecepatan Rotor
v=3m/s
v=4m/s
v=5m/s
v=6m/s
v=7m/s
1.5
1
0.5
DAFTAR PUSTAKA
[1]
0
5
10
15
20
Kecepatan Rotor (rad/s)
25
30
[2]
Gambar 11. Grafik Hubungan Daya Turbin Angin vs Kecepatan Rotor
[3]
Pada Gambar 11, terlihat bahwa semakin besar kecepatan
rotor dengan kecepatan angin antara 3m / s sampai 7 m / s, maka
semakin besar pula daya yang dihasilkan dari turbin angin. Ketika
kecepatan rotor bernilai 30rad / s dengan kecepatan angin
3m / s akan menghasilkan daya sebesar 3,82kW . Ketika rotor
bernilai
30rad / s dengan kecepatan angin
4m / s akan
menghasilkan daya sebesar 6,79kW . Ketika kecepatan rotor
bernilai
30rad / s dengan kecepatan angin
5m / s akan
menghasilkan daya sebesar 10,60kW . Ketika kecepatan rotor
bernilai
30rad / s dengan kecepatan angin
6m / s akan
menghasilkan daya sebesar 15,25kW . dan ketika kecepatan rotor
bernilai
30rad / s dengan kecepatan angin
7 m / s akan
menghasilkan daya sebesar 20,78kW .
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
Dari hasil analisis dan simulasi konversi energi angin menjadi
energi listrik diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. Dari hasil simulasi terlihat bahwa untuk nilai k1 , k 2 , dan k 3
yang memenuhi kriteria kestabilan Routh Hurwitz, sistem
akan stabil, seperti yang terlihat pada Gambar 2, 3, dan 4.
2. Dari hasil simulasi tiga nilai k1 , k 2 , dan k 3 yang diubah
berturut-turut terlihat bahwa sistem yang paling stabil
adalah sistem untuk
k1 = 4000; k 2 = 136; k 3 = 40000
seperti yang terlihat pada Gambar 4, sistem yang memiliki
performansi
yang
baik
adalah
sistem
untuk
k1 = 1,4; k 2 = 0,4; k 3 = 0,2 seperti yang terlihat pada
Gambar 5, dan sistem yang memiliki keakuratan sistem
yang
baik
adalah
sistem
untuk
k1 = 4000;
k 2 = 136; k 3 = 40000 seperti yang terlihat pada Gambar
10.
3. Semakin tinggi kecepatan angin dan kecepatan rotor maka
akan menghasilkan daya yang semakin besar. Terlihat pada
Gambar 4.11, ketika kecepatan angin 7 m / s dengan
kecepatan rotor 30rad / s, akan menghasilkan daya dari
turbin angin sebesar 20,78kW .
[4]
[5]
[6]
[7]
Douglas, J. (2010). Meeting the Challenges of Wind Turbine Reliability.
Springer: Jerman.
Khulaifah, A. (2009). “Optimisasi Penempatan Turbin Angin di Area
Ladang Angin Menggunakan Algoritma Genetika”. Institut Teknologi
Sepuluh Nopember Surabaya, Tugas Akhir D3 Jurusan Teknik Elektro.
Alamsyah, H. (2007). “Pemanfaatan Turbin Angin Dua Sudu Sebagai
Penggerak Mula Alternator pada Pembangkit Listrik Tenaga Angin”.
Universitas Negeri Semarang, Tugas Akhir S1 Jurusan Teknik Elektro.
Munteanu, I., Bratcu, A.I., Cutulius, N.A., dan Ceangâ, E. (2008). Optimal
Control of Wind Energy Systems. Springer : Jerman.
Jemai, W.J., Jerbi, H., dan Abdelkrim, M.N. (2010). “Synthesis of An
Aprroximate Feedback Nonlinear Control Based on Optimization
Methods’’. WSEAS Transactions on Systems and Control, Vol 5, pp.
646-655.
Hendricks, E. (2008). Linear System Control. Verlag Berlin Heidelberg:
Springer.
Muhammad, A dan Hartono, F. (2009). “Pembuatan Kode Desain dan
Analisis Turbin Angin Sumbu Vertikal Darrieus Tipe-H”. Jurnal
Teknologi Dirgantara, Vol. 7, No.2, pp. 93-100.
Download