JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6 1 Analisis dan Simulasi Konversi Energi Angin Menjadi Energi Listrik Menggunakan Metode Feedback Linearization Control Isti Rizkiani, Subchan, dan Kamiran Matematika, Fakultas MIPA, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 E-mail: [email protected], [email protected] Abstrak—Energi angin merupakan salah satu energi alternatif selain dari minyak bumi dan batu bara. Generator merupakan salah satu komponen terpenting sistem konversi energi angin karena dapat mengubah energi kinetik menjadi energi listrik. Pada Tugas Akhir ini, model dari permanent magnet synchronous generator (PMSG) adalah model non linear sehingga untuk memudahkan analisis dilakukan transformasi dari sistem non linear ke sistem linear dengan menggunakan metode feedback linearization control. Langkah pertama yang dilakukan adalah menganalisis model PMSG dengan menurunkan model matematis sistem fisis. Selanjutnya, setelah dilakukan linearisasi, diperoleh nilai k1 , k 2 , dan k 3 yang memenuhi dengan menggunakan kriteria kestabilan Routh Hurwitz. Kemudian nilai k1 , k 2 , dan k 3 yang memenuhi disimulasi dengan menggunakan software Matlab untuk dianalisis kestabilan sistem dan error kecepatan generator. Selain itu, dengan parameter kecepatan angin yang berkisar antara 3m / s sampai 7 m / s dan kecepatan rotor yang berkisar antara 5rad / s sampai 30rad / s disimulasi untuk menentukan daya yang dihasilkan dari sistem konversi energi angin. Kata Kunci—feedback linearization control, kriteria kestabilan Routh Hurwitz, sistem konversi energi angin. I. PENDAHULUAN S aat ini energi menjadi masalah penting karena fakta menunjukkan bahwa telah terjadi peningkatan konsumsi energi yang sangat signifikan. Namun peningkatan konsumsi energi tersebut tidak diseimbangi dengan persediaannya yang semakin langka dan terbatas [1]. Angin adalah udara yang bergerak dari tekanan udara yang lebih tinggi ke tekanan udara yang lebih rendah. Perbedaan tekanan udara disebabkan oleh perbedaan suhu akibat pemanasan atmosfir yang tidak merata oleh sinar matahari. Karena bergerak, angin memiliki energi kinetik. Untuk dapat memanfaatkan energi angin, maka energi angin harus dikonversikan terlebih dahulu ke dalam bentuk energi lain yang sesuai dengan kebutuhan dengan menggunakan turbin angin. Oleh karena itu, turbin angin sering disebut sistem konversi energi angin (SKEA) [2]. Untuk menghasilkan energi listrik dari energi angin, maka energi angin yang diperoleh dari angin mula-mula diubah menjadi energi mekanik oleh kincir angin dalam bentuk putaran poros dan dengan menggunakan permanent magnet synchronous generator (PMSG), energi mekanik diubah menjadi energi listrik. Turbin yang dapat menghasilkan energi dari energi angin secara umum dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis turbin angin, yaitu turbin angin sumbu horizontal dan turbin angin sumbu vertikal. Jenis turbin angin yang digunakan dalam Tugas Akhir ini adalah turbin angin Propeler yang merupakan jenis turbin angin dengan poros horizontal seperti baling-baling pesawat terbang pada umumnya. Turbin angin dengan sumbu horizontal mempunyai baling-baling yang berputar dalam bidang vertikal seperti halnya propeler pesawat terbang [3]. Sistem konversi energi angin merupakan sistem non linear. Sehingga dalam Tugas Akhir ini akan digunakan metode feedback linearization control untuk mengatasi ketidaklinearan tersebut melalui perubahan variabel dan input kendali yang sesuai sehingga dapat diketahui daya maksimal dan dapat diterapkan pada pembangkit listrik tenaga angin hybrid. Kemudian hasil dari analisis konversi energi angin menjadi energi listrik disimulasi dengan menggunakan software Matlab. II. MODEL SKEA Dalam Tugas Akhir ini, digunakan jenis generator PMSG sehingga putaran turbin memiliki putaran yang relatif lebih rad 60 rendah dengan konversi bahwa 1 = rpm . s 2Π Diberikan model non linear PMSG berdasarkan sistem konversi energi angin [4] seperti berikut: id x = iq Ω h 1 (− Rx1 + p( Lq + Ls ) x2 x3 ) L L + d s 1 f ( x) = (− Rx2 − p ( Ld + Ls ) x1 x3 + pΦ m x3 Lq + Ls 1 (d1v 2 + d 2 vx3 + d 3 x32 − pΦ m x2 ) J JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6 2 1 − L + L x1 s d 1 g ( x) = − x2 Lq + Ls 0 u = Rs y = h ( x ) = x3 = Ω h y = h(x) y = L f h(x) y = L2f h( x) y ( n −1) = Lnf −1h( x) y ( n ) = L fn h( x) + Lg Lnf −1h( x)u (1) dengan: id , iq adalah arus listrik (d , q ) ( A) , Ld , Lq adalah induktansi (d , q ) (H ) , Ω h adalah kecepatan rotasi generator (rad / s ) , Ls adalah induktansi stator (H ) , R adalah hambatan (Ω ) , Rs adalah hambatan stator (Ω ) , p adalah banyak pasangan kutub, Φ m adalah fluks yang konstan karena magnet permanen, J adalah inersia (kgm 2 ) , dan v adalah kecepatan angin (m / s ) . III. FEEDBACK LINEARIZATION CONTROL Metode feedback linearization control dapat diterapkan ke sistem non linear dalam bentuk: (2) x = f ( x) + g ( x)u (3) y = h(x) dengan x ∈ ℜ n adalah vektor keadaan, u adalah input, dan y adalah output. Untuk memahami sistem (2) dan (3), digunakan turunan Lie dengan menggunakan aturan rantai. Definisi 1 [4]: Turunan Lie didefinisikan sebagai hasil kali ∂h( x) dengan f (x) atau secara umum ditulis: ∂x ∂h( x) L f h( x ) = f ( x) ∂x dengan L f h(x) diartikan sebagai turunan fungsi h atas vektor f . Elemen dari turunan Lie adalah: n ∂hi ∑ ∂x i =1 f i ( x) i Definisi 2 [4]: Yang dimaksud dengan Lnf h(x) adalah: Lnf h( x ) = ∂ ( Lnf −1h( x) ∂x f ( x) dengan Lnf h(x) diartikan sebagai turunan ke- n fungsi h atas vektor f . Sistem non linear (2) dan (3) mempunyai derajat relatif n , ∀x dipersekitaran x0 jika [5]: Lg Lnf −1h( x) = 0 dan Lg Lnf h( x) ≠ 0 Diasumsikan bahwa derajat relatif sistem adalah n . Dalam kasus ini, setelah mendifferensialkan output ke- n diperoleh: Transformasi variabel yang didefinisikan oleh z = φ (x) [5] mengakibatkan sistem menjadi bentuk normal dan secara umum ditulis: φ1 ( x) y h( x) φ 2 ( x) y L f h( x) z = φ3 ( x) = y = L2f h( x) ( n −1) n −1 φ n ( x) y L f h( x) zi = φi ( x) = Lif−1h( x), i = 1,2, , n Transformasi ini mengakibatkan sistem non linear (2) dan (3) menjadi sistem linear dan terkontrol: z1 = z 2 z 2 = z 3 z n −1 = z n z n = u v y = z1 Dengan demikian, dari sistem non linear menjadi sistem linear: (4) z = Az + Bu (5) y = Cz + Du Jika diberikan (4) dan (5), maka dapat ditentukan kestabilan dari suatu sistem tersebut dengan menggunakan kriteria kestabilan Routh-Hurwitz melalui polinomial karakteristik untuk mencari nilai k agar sistem stabil. Untuk mendapatkan nilai karakteristik tersebut adalah sebagai berikut [6]: det(λI − A) = 0 dengan: λ = nilai karakteristik I = matriks identitas A = matriks ordo n × n bernilai real IV. PEMBAHASAN Model PMSG (1) didasarkan pada persamaan (d , q) [4]. Persamaan yang digunakan untuk membangun model PMSG ini terdiri dari persamaan tegangan untuk masing-masing sumbu d dan q , persamaan torsi magnet listrik, dan torsi mekanik. Persamaan tegangan untuk masing-masing sumbu d dan q adalah sebagai berikut: d u d = Rid + Ld id − Lq iqω s dt JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6 u q = Riq + Lq dengan: u d , u q adalah 3 d iq + ( Ld id + Φ m )ω s dt tegangan stator (d , q ) (V ) , L2f h( x) = − R 1 1 pΦ m x3 + ( (d 2 v + 2d 3 x3 ))( (d1v2 + J J adalah hambatan (Ω) , id , iq adalah arus listrik (d , q ) ( A) , Ld , Lq adalah induktansi (d , q ) (H ) , Φd ,Φq adalah fluks (d , q ) (Wb ) , Φ m adalah fluks yang konstan karena magnet permanen (Wb ) , ω s adalah getaran stator (rad / s ) . Persamaan torsi magnet listrik yang ditulis ΓG diperoleh seperti berikut: ΓG = p (Φ d iq − Φ q id ) 1 1 (− Rx2 − p ( Ld + Ls ) x1 x3 + d4 Lq + Ls J d 2 vx3 + d 3 x32 − pΦ m x2 )) 1 d 4 a3 x 2 J Untuk memastikan zero error, sebuah integrator ditambahkan dalam sistem seperti yang ditunjukkan pada Gambar1: L g L f h( x ) = − y ref + ε − 1 s ε k3 + uv z = Az + Bu − dengan p adalah banyaknya pasangan kutub. Jika Lmagnet permanen dipasang dipermukaan rotor maka: Ld = Lq dan torsi z y = Cz y k1,2 magnet listrik menjadi: ΓG = pΦ m iq Torsi mekanik (Γmec ) diperoleh sebagai berikut: Γmec = d1v 2 + d 2 vΩ h + d 3Ω 2h Sehingga PMSG berdasarkan model sistem konversi energi angin dapat ditulis seperti (1). Untuk menentukan derajat relatif dari sistem, akan dihitung turunan Lie seperti berikut: 1 L f h( x) = (d1v 2 + d 2 vx3 + d 3 x32 − d 4 x2 ) J dengan: d 4 = pΦ m 1 d 4 a3 x 2 J 1 dengan: a3 = − L q + Ls L g L f h( x ) = − Ketika L g Lnf h( x) ≠ 0 , derajat relatif sistem adalah n = 2 . Sistem akan diubah ke bentuk normal melalui transformasi variabel yang memenuhi kondisi diffeomorphism: ∂z3 ∂z ∂z g1 ( x) + 3 g 2 ( x) + 3 g 3 ( x) = 0 ∂x1 ∂x2 ∂x3 x Kondisi ini memenuhi z3 = a3 1 .Transformasi variabel dari x2 sistem menuju linearisasi parsial adalah: x3 1 z = (d1v 2 + d 2 vx3 + d 3 x32 − d 4 x2 ) J x1 a3 x2 1 u= (− L2f h( x) + u v ) L g L f h( x ) dengan: Gambar 1. State Feedback Control Model linearnya: z1 0 1 z1 0 z = ⋅ + ⋅u 2 0 0 z 2 1 z y = [1 0]⋅ 1 z2 dan input u sebagai berikut: z u = −[k1 k 2 ]⋅ 1 + k 3 ⋅ ε z2 dengan: z ε = y ref − y = y ref − [1 0]⋅ 1 z2 Sistem linear menjadi: z1 0 1 0 z1 0 0 z = 0 0 0 ⋅ z + 1 ⋅ u + 0 ⋅ y ref 2 2 ε − 1 0 0 z3 0 1 Input kendali u v , diperoleh seperti berikut: z1 u v = −[k1 k 2 − k 3 ]⋅ z 2 ε Jadi, sistem loop tertutup: z1 0 1 0 0 z = 0 0 0 − 1 ⋅ [k 2 1 ε − 1 0 0 0 k2 z1 0 − k 3 ] ⋅ z 2 + 0 y ref ε 1 z1 y = [1 0 0] z 2 ε Dengan menggunakan kriteria kestabilan Routh Hurwitz, diperoleh nilai k1 , k 2 , dan k 3 : JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6 4 k2 > 0 Kecepatan Generator k3 > 0 V. SIMULASI DAN ANALISIS Diuji berbagai macam nilai k1 , k 2 , dan k 3 yang memenuhi kriteria kestabilan Routh Hurwitz untuk menunjukkan bahwa sistem tersebut stabil seperti berikut: • Untuk k1 = 1,4; k 2 = 0,4; k 3 = 0,2 : 1 0.8 0.6 0.4 0.2 0 0 Analisis Kestabilan Sistem 1 5 10 15 20 25 Waktu (s) 30 35 40 45 50 Gambar 4. Analisis Kestabilan Sistem untuk k1 = 4000; k 2 = 136; k3 = 40000 Kecepatan Generator 0.9 0.8 0.7 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0 0 5 10 15 20 25 Waktu (s) 30 35 40 45 50 Gambar 2. Analisis Kestabilan untuk k1 = 1,4; k 2 = 0,4; k3 = 0,2 Dari hasil simulasi di atas, dapat dilihat bahwa mulai detik ke- 36,5 hingga detik ke- 50 , kecepatan generator konvergen menuju mendekati 1 sehingga sistem tersebut dapat dikatakan stabil. • Untuk k1 = 8,2; k 2 = 4,7; k 3 = 6,9 : Analisis Kestabilan Sistem 1.4 Kecepatan Generator Dari hasil simulasi di atas, dapat dilihat bahwa mulai detik ke1,3 hingga detik ke- 50, kecepatan generator konvergen menuju 1 sehingga sistem tersebut dapat dikatakan stabil. Selanjutnya, dengan berbagai macam nilai k1 , k 2 , dan k 3 yang telah diuji bahwa sistem tersebut stabil, akan dianalisis error kecepatan generator. Error dari kecepatan generator didefinisikan sebagai selisih antara keluaran aktual ( -aktual) dengan keluaran yang diharapkan (y-ref). Pada Tugas Akhir ini, dianalisis beberapa nilai y-ref untuk dibandingkan dengan nilai y-aktual, pada sistem yang stabil dengan nilai k1 , k 2 , dan k 3 sebelumnya sehingga diperoleh nilai error kecepatan generator untuk mengetahui keakuratan sistem dengan: y-ref I = 5rad / s, y-ref II = 10rad / s, y-ref III = 15rad / s, y-ref IV = 20rad / s, y-ref V = 25rad / s, y-ref VI = 30rad / s. • Untuk k1 = 1,4; k 2 = 0,4; k 3 = 0,2 : 1.2 y-referensi vs y-aktual 60 1 y -ref I y -ref II 0.8 0.6 0.4 0.2 0 0 5 10 15 20 25 Waktu (s) 30 35 40 45 50 Gambar 3. Analisis Kestabilan Sistem untuk k1 = 8,2; k 2 = 4,7; k3 = 6,9 Dari hasil simulasi di atas, dapat dilihat bahwa mulai detik ke6 hingga detik ke- 50 , kecepatan generator konvergen menuju 1 sehingga sistem tersebut dapat dikatakan stabil. • Untuk k1 = 4000; k 2 = 136; k 3 = 40000 : Kecepatan Generator (rad/s) Kecepatan Generator (rad/s) Kecepatan Generator (rad/s) 1.2 k 2 k1 − k 3 k > 0 ⇒ k1 > 3 k2 k2 Kecepatan Generator (rad/s) Analisis Kestabilan Sistem 1.4 y -ref III y -ref IV 50 y -ref V y -ref V I y -aktual I y -aktual II 40 y -aktual III y -aktual IV y -aktual V y -aktual V I 30 20 10 0 0 10 20 30 40 50 Waktu (s) 60 70 80 90 Gambar 5. y-referensi vs y-aktual untuk k1 = 1,4; k 2 = 0,4; k3 = 0,2 100 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6 Error Kecepatan Generator 10 0 -10 -20 10 20 30 40 50 Waktu (s) 60 70 80 90 100 Gambar 6. Error Kecepatan Generator untuk k1 = 1,4; k 2 = 0,4; k3 = 0,2 Dari hasil simulasi di atas, dapat dilihat bahwa mulai detik ke0 hingga detik ke- 46,88, kecepatan generator masih mempunyai error yang besar, kemudian error kecepatan generator semakin mengecil tepat mulai detik ke- 75 hingga detik ke- 100. • Untuk k1 = 8,2; k 2 = 4,7; k 3 = 6,9 : y-referensi vs y-aktual 50 y-ref I y-ref II Kecepatan Generator (rad/s) y-ref III y-ref IV y-ref V 40 y-ref VI y-aktual I y-aktual II y-aktual III y-aktual IV y-aktual V y-aktual VI 30 Kecepatan Generator (rad/s) Error I Error II Error III Error IV Error V Error VI 20 -30 0 20 y-ref I y-ref II 30 y-ref III y-ref IV 25 y-ref V y-ref VI 20 y-aktual I y-aktual II 15 y-aktual III y-aktual IV y-aktual V 10 y-aktual VI 5 0 0 10 20 30 40 50 Waktu (s) 0 0 10 20 40 30 50 Waktu (s) 60 70 80 90 100 Gambar 7. y-referensi vs y-aktual untuk k1 = 8,2; k 2 = 4,7; k3 = 6,9 Error Kecepatan Generator 20 Error Error Error Error Error Error 10 0 I II III IV V VI -10 -20 -30 0 70 80 90 100 Error Kecepatan Generator 5 0 -5 Error I Error II Error III Error IV Error V Error VI -10 -15 -20 -25 10 20 30 40 50 Waktu (s) Gambar 10. Error Kecepatan Generator untuk 10 60 Gambar 9. y-referensi vs y-aktual untuk k1 = 4000; k 2 = 136; k3 = 40000 -30 0 Error Kecepatan Generator (rad/s) y-referensi vs y-aktual 35 Error Kecepatan Generator (rad/s) 30 Error Kecepatan Generator (rad/s) 5 60 70 80 90 100 k1 = 4000; k 2 = 136; k 3 = 40000 Dari hasil simulasi di atas, dapat dilihat bahwa mulai detik ke0 hingga detik ke- 3,6, kecepatan generator masih mempunyai error yang besar, kemudian error kecepatan generator semakin mengecil tepat mulai detik ke- 5,6 hingga detik ke- 100. Indonesia memiliki karakteristik angin rata-rata yang relatif lebih rendah dibandingkan dengan negara-negara pengguna sistem konversi energi angin seperti Finlandia dan Amerika Serikat. Daerah di Indonesia umumnya memiliki kecepatan angin antara 3m / s sampai 7 m / s. Jika turbin angin ini diterapkan di wilayah Indonesia yang memiliki potensi angin yang cukup, maka kebutuhan akan turbin angin disesuaikan dengan besarnya daya yang dihasilkan dari masing-masing turbin angin. Perhitungan daya yang dapat dihasilkan oleh sebuah sistem konversi energi angin (turbin angin) dihasilkan oleh jari-jari rotor (r ) adalah sebagai berikut [7]: 1 ρΠr 2 v 3C p (λ ) 2 Pada Tugas Akhir ini, digunakan C p maksimum = 0,47 dan Pwt = 10 20 30 40 50 Waktu (s) 60 70 80 90 100 Gambar 8. Error Kecepatan Generator untuk k1 = 8,2; k 2 = 4,7; k3 = 6,9 Dari hasil simulasi di atas, dapat dilihat bahwa mulai detik ke0 hingga detik ke- 29,5, kecepatan generator masih mempunyai error yang besar, kemudian error kecepatan generator semakin mengecil tepat mulai detik ke- 36 hingga detik ke- 100. • Untuk k1 = 4000; k 2 = 136; k 3 = 40000 : jari-jari rotor (r ) = 2,5m sehingga: 1 ρΠr 3v 2 Ω l (0,47) = 0,235ρΠr 3v 2 Ω l 2 dengan kecepatan angin (v) = 3m / s sampai kecepatan rotor Ω l = 5rad / s sampai 30rad / s. Pwt = 7 m / s dan JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6 4 2.5 x 10 Daya Turbin Angin (Watt) 2 6 Saran yang penulis berikan untuk penelitian Tugas Akhir berikutnya adalah: 1. Untuk penelitian selanjutnya, sistem konversi energi angin dapat dikaji dengan menggunakan metode sliding mode control, PI control, QFT robust control, ataupun On-Off control. 2. Untuk penelitian selanjutnya, penentuan daya maksimal yang dihasilkan dari tubin angin yang lebih optimal dapat dilakukan dengan menggunakan metode Maximum Power Point Tracking (MPPT). Daya Turbin Angin vs Kecepatan Rotor v=3m/s v=4m/s v=5m/s v=6m/s v=7m/s 1.5 1 0.5 DAFTAR PUSTAKA [1] 0 5 10 15 20 Kecepatan Rotor (rad/s) 25 30 [2] Gambar 11. Grafik Hubungan Daya Turbin Angin vs Kecepatan Rotor [3] Pada Gambar 11, terlihat bahwa semakin besar kecepatan rotor dengan kecepatan angin antara 3m / s sampai 7 m / s, maka semakin besar pula daya yang dihasilkan dari turbin angin. Ketika kecepatan rotor bernilai 30rad / s dengan kecepatan angin 3m / s akan menghasilkan daya sebesar 3,82kW . Ketika rotor bernilai 30rad / s dengan kecepatan angin 4m / s akan menghasilkan daya sebesar 6,79kW . Ketika kecepatan rotor bernilai 30rad / s dengan kecepatan angin 5m / s akan menghasilkan daya sebesar 10,60kW . Ketika kecepatan rotor bernilai 30rad / s dengan kecepatan angin 6m / s akan menghasilkan daya sebesar 15,25kW . dan ketika kecepatan rotor bernilai 30rad / s dengan kecepatan angin 7 m / s akan menghasilkan daya sebesar 20,78kW . VI. KESIMPULAN DAN SARAN Dari hasil analisis dan simulasi konversi energi angin menjadi energi listrik diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Dari hasil simulasi terlihat bahwa untuk nilai k1 , k 2 , dan k 3 yang memenuhi kriteria kestabilan Routh Hurwitz, sistem akan stabil, seperti yang terlihat pada Gambar 2, 3, dan 4. 2. Dari hasil simulasi tiga nilai k1 , k 2 , dan k 3 yang diubah berturut-turut terlihat bahwa sistem yang paling stabil adalah sistem untuk k1 = 4000; k 2 = 136; k 3 = 40000 seperti yang terlihat pada Gambar 4, sistem yang memiliki performansi yang baik adalah sistem untuk k1 = 1,4; k 2 = 0,4; k 3 = 0,2 seperti yang terlihat pada Gambar 5, dan sistem yang memiliki keakuratan sistem yang baik adalah sistem untuk k1 = 4000; k 2 = 136; k 3 = 40000 seperti yang terlihat pada Gambar 10. 3. Semakin tinggi kecepatan angin dan kecepatan rotor maka akan menghasilkan daya yang semakin besar. Terlihat pada Gambar 4.11, ketika kecepatan angin 7 m / s dengan kecepatan rotor 30rad / s, akan menghasilkan daya dari turbin angin sebesar 20,78kW . [4] [5] [6] [7] Douglas, J. (2010). Meeting the Challenges of Wind Turbine Reliability. Springer: Jerman. Khulaifah, A. (2009). “Optimisasi Penempatan Turbin Angin di Area Ladang Angin Menggunakan Algoritma Genetika”. Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya, Tugas Akhir D3 Jurusan Teknik Elektro. Alamsyah, H. (2007). “Pemanfaatan Turbin Angin Dua Sudu Sebagai Penggerak Mula Alternator pada Pembangkit Listrik Tenaga Angin”. Universitas Negeri Semarang, Tugas Akhir S1 Jurusan Teknik Elektro. Munteanu, I., Bratcu, A.I., Cutulius, N.A., dan Ceangâ, E. (2008). Optimal Control of Wind Energy Systems. Springer : Jerman. Jemai, W.J., Jerbi, H., dan Abdelkrim, M.N. (2010). “Synthesis of An Aprroximate Feedback Nonlinear Control Based on Optimization Methods’’. WSEAS Transactions on Systems and Control, Vol 5, pp. 646-655. Hendricks, E. (2008). Linear System Control. Verlag Berlin Heidelberg: Springer. Muhammad, A dan Hartono, F. (2009). “Pembuatan Kode Desain dan Analisis Turbin Angin Sumbu Vertikal Darrieus Tipe-H”. Jurnal Teknologi Dirgantara, Vol. 7, No.2, pp. 93-100.