BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dari

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dari sudut pandang geografis, kepulauan merupakan formasi dari pulaupulau yang dikelompokkan bersama menjadi satu kesatuan. Dari sudut pandang
bahasa, kepulauan tidak hanya berarti sekumpulan pulau, tetapi juga lautan yang
diselingi oleh banyak pulau.
Jika pada dasarnya danau-danau dan sungai-sungai adalah bagian dari
wilayah daratan suatu negara, maka pada dasarnya kepulauan adalah konsep dari
laut teritorial, dengan kata lain sebuah negara kepulauan ialah sebuah negara yang
wilayahnya terdiri dari banyak pulau yang sebagian besar wilayahnya diselingi
oleh air atau lautan. Setidak-tidaknya, konsep kepulauan mensyaratkan sebuah
kesatuan antara wilayah perairan dengan daratan; keduanya harus dipandang
sebagai satu kesatuan yang utuh.
Konsep ini memiliki arti penting bagi Indonesia sebagai salah satu negara
kepulauan terbesar di dunia. Indonesia yang terletak di antara dua benua besar dan
dua samudera Hindia dan Pasifik terdiri dari ribuan pulau, serta 2/3 (dua per tiga)
wilayahnya tertutup oleh perairan. Dari zaman dahulu kala lautan disekitar pulaupulau ini memiliki peranan penting dalam aspek pertahanan, ekonomi, dan politik.
Dari sudut pandang hukum, masalah utama dari sebuah negara kepulauan
ialah untuk menentukan apa yang mendasarinya. Pertanyaan semacam ini telah
diahadapi sejak Konferensi Den Haag LBB tahun 1930.
Pertanyaan yang dilontarkan oleh Komisi Persiapan Konferensi Den Haag
tahun 1930 seperti, ”harus seberapa dekat sebuah pulau dengan pulau yang
lainnya sehingga bisa dikatakan satu kesatuan laut teritorial?” Tidak ada kesatuan
suara dalam jawabannya. Inggris, Australia, dan Afrika Selatan berpendapat
bahwa tiap pulau harus dipandang memiliki laut teritorial sendiri sehingga dengan
otomatis mereka tidak mengakui konsep kepulauan sebagai konsekuensi logis
daripada pernyataan semacam itu. Di lain sisi, Jepang menyatakan bahwa
sekumpulan pulau dianggap sebagai sebuah kepulauan jika jarak di antaranya
tidak lebih dari 10 mil.
Keberadaan konsep kepulauan dalam hukum internasional telah ada sejak
tahun 1930 yang mana pada intinya menganggap perairan diantara pulau-pulau
dipandang bukan sebagai laut pedalaman, namun laut teritorial.1
Barulah pada konferensi hukum laut paling terakhir, yakni United Convention On
The Law of The Sea (UNCLOS) 1982 batas wilayah laut negara dibagi ke dalam 8
(delapan) zona, yaitu Perairan Pedalaman, Perairan Kepulauan, Laut Teritorial,
Zona Tambahan, Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE), Landas Kontinen, Laut Lepas,
dan Kawasan Dasar Laut Internasional.
1
Djalal, Hasjim, 1995, Indonesia and the Law of the Sea, Centre for Strategic and International
Studies (CSIS), Jakarta
Sejak UNCLOS 1982 negara-negara di dunia memiliki pedoman tetap
mengenai bagaimana menentukan wilayah perairan mereka, namun demikian
seiring berjalannya waktu dunia diresahkan dengan isu pemanasan global yang
berpotensi besar merubah ketetapan suatu wilayah atas perairan bagi negaranegara kepulauan. Negara-negara kepulauan ini terancam kehilangan wilayah
daratan mereka akibat semakin naiknya permukaan laut yang kemudian
berimplikasi langsung terhadap penentuan wilayah perairan.
Isu pemanasan global (global warming) merupakan salah satu permasalahan
lingkungan yang berdampak pada perubahan iklim skala global. Hal ini
dikarenakan pemanasan global menyebabkan peningkatan suhu permukaan di
bumi. Peningkatan suhu ini disebabkan oleh meningkatnya gas rumah kaca yang
menyebabkan panas terperangkap dalam atmosfir bumi dan tidak dapat menyebar
sehingga suhu bumi semakin meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi
gas rumah kaca (green house effect). Sebenarnya gas rumah kaca ini sangat
diperlukan oleh bumi untuk menjaga suhu bumi agar tetap dalam batasan-batasan
normal atau wajar supaya makhluk hidup beserta ekosistem didalamnya dapat
terjaga kelangsungan hidupnya, yang menjadi permasalahan ialah ketika gas
rumah kaca ini naik sampai ke tingkat yang tidak wajar atau dapat dikatakan
ekstrim. Gas rumah kaca terutama gas karbon dioksida (CO2) yang tidak
terkontrol jumlahnya menyebabkan gelombang panas dari matahari tidak dapat
dipantulkan kembali ke luar atmosfer karena terhalang olehnya dan menyebabkan
suhu permukaan bumi semakin meningkat.
Pemanasan global ini memiliki dampak yang merugikan, seperti gangguan
pada produksi pertanian, meningkatnya frekuensi badai, dan kenaikan suhu
permukaan laut yang dapat melelehkan es di daerah kutub sehingga berakibat
pada naiknya permukaan laut di bumi. Naiknya volume air laut, otomatis
permukaan laut juga akan naik. Dengan laju kenaikan kadar gas rumah kaca
seperti sekarang ini maka kita hanya memiliki waktu sedikit sampai bumi
memakan korban negara pertamanya yang akan tenggelam dibawah permukaan
laut. Dengan naiknya permukaan laut maka dengan kata lain garis pantai juga
akan mengalami kemunduran, penduduk dari suatu negara khususnya bagi
penduduk pesisir yang tinggal di daerah pantai akan mengalami kekurangan lahan
yang digunakan sebagai tempat tinggal.
Berdasarkan uraian di atas, maka Penulis tertarik untuk melakukan suatu
peninjauan hukum atas Status Kedaulatan Suatu Negara Kepulauan yang Wilayah
Perairannya Terancam Hilang Akibat Perubahan Iklim Berdasarkan Hukum Laut
Internasional.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, penulis merumuskan
permasalahan sebagai berikut:
1.
Bagaimanakah status kedaulatan, hak, dan kewajiban suatu negara
kepulauan yang wilayah perairannya terancam hilang akibat perubahan
iklim berdasarkan hukum laut internasional?
a. Maksud dari status kedaulatan yaitu kaitannya dengan bagaimana
penentuan garis pangkal, hak, dan, kewajiban suatu negara
kepulauan yang wilayah perairannya terancam hilang akibat
perubahan iklim berdasarkan hukum laut internasional?; dan
b. Apakah dengan naiknya permukaan laut akibat perubahan iklim
menyebabkan hilangnya kedaulatan dari suatu negara kepulauan?
C. Tujuan Penelitian
Berkaitan dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan hukum ini
adalah:
1. Tujuan Obyektif
Untuk mengetahui bagaimana penentuan status kedaulatan, hak, dan
kewajiban suatu negara kepulauan yang wilayah perairannya terancam
hilang akibat perubahan iklim berdasarkan hukum laut internasional.
2. Tujuan Subyektif
Untuk memperoleh data dan informasi yang lengkap dan akurat yang
berhubungan dengan obyek penelitian, sebagai bahan dasar penyusunan
penulisan hukum sebagai salah satu persyaratan memperoleh gelar
kesarjanaan dalam bidang ilmu hukum pada Fakultas Hukum Universitas
Gadjah Mada.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Penulisan hukum ini diharapkan dapat
bermanfaat untuk
menambah pengetahuan dalam ilmu hukum internasional khususnya
hukum laut internasional mengenai penentuan status kedaulatan, hak,
dan kewajiban suatu negara kepulauan yang wilayah perairannya
terancam hilang akibat perubahan iklim.
2. Manfaat Praktis
Apabila faktor alam seperti kenaikan permukaan laut yang
disebabkan oleh pemanasan global benar-benar menenggelamkan suatu
negara kepulauan secara keseluruhan, maka penulis berharap tulisan ini
dapat menjadi salah satu referensi dalam pertimbangan mengenai
penentuan status kedaulatan, hak, dan kewajiban suatu negara
kepulauan yang wilayah perairannya terancam hilang akibat perubahan
iklim.
E. Keaslian Penelitian
Sepengetahuan
penulis
dengan
melakukan
penelusuran
di
Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, tidak ditemukan
penulisan
dengan
judul
STATUS
KEDAULATAN
SUATU
NEGARA
KEPULAUAN YANG WILAYAH PERAIRANNYA TERANCAM HILANG
AKIBAT
PERUBAHAN
IKLIM
BERDASARKAN
HUKUM
LAUT
INTERNASIONAL. Beberapa penulisan yang berhubungan dengan permasalahan
yang hampir serupa antara lain ditulis oleh:
i. Chandra Wijaya, yang berjudul Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil Terluar
Sebagai Titik Dasar Penetapan Batas Wilayah Dalam Mewujudkan
Kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia Berdasarkan Bab IV
United Nation Convention On The Law Of The Sea 1982, dalam Penelitian
dan Penulisan Hukum Gelar Sarjana Fakultas Hukum Universitas Gadjah
Mada, tahun 2011. Substansi penelitian ini permasalahannya secara khusus
meliputi pengelolaan pulau-pulau kecil terluar Indonesia sebagai penetapan
batas wilayah dalam mewujudkan kedaulatan negara, sedangkan penulis
menitikberatkan pada permasalahan negara-negara kepulauan di dunia pada
umumnya yang wilayah perairannya terancam hilang akibat perubahan
iklim sehingga dilihat dari locus nya jelas berbeda.
ii. Evi Purwanti, yang berjudul Analisis Terhadap Penerapan Ketentuan Garis
Pangkal Dalam Penentuan Batas Laut Wilayah Suatu Negara Berdasarkan
United Nation Convention On The Law Of The Sea 1982, dalam Tesis
negara
kepulauan
(Archipelagic
Base
Lines),
sedangkan
penulis
menitikberatkan pada masalah penentuan status kedaulatan, hak, dan
kewajiban
suatu negara kepulauan yang wilayah perairannya terancam
hilang akibat perubahan iklim sehingga walaupun tata cara penentuan garis
pangkal sama-sama menjadi lingkup bahasannya, namun output nya
berbeda.
iii. Muthi Yuniati Sasmito, yang berjudul Perlindungan Hukum Terhadap
Penduduk Negara Kepulauan Kiribati Sebagai Pengungsi Akibat Perubahan
Iklim dan Dampak Pemanasan Global, dalam Penelitian dan Penulisan
Hukum Gelar Sarjana Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, tahun
2013. Substansi penelitian ini membahas mengenai
permasalahan
perlindungan hukum bagi pengungsi, sedangkan penulis menitikberatkan
pada penentuan status kedaulatan, hak, dan kewajiban suatu negara
kepulauan atas wilayah perairan yang terancam hilang akibat perubahan
iklim berdasarkan hukum laut internasional sehingga pokok bahasannya
jelas berbeda.
Download