skripsi-dessi kartika-121000469

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Pencahayaan
2.1.1 Pengertian Pencahayaan
Cahaya merupakan satu bagian berbagai jenis gelombang elektromagnetis
yang terbang ke angkasa dimana gelombang tersebut memiliki panjang dan
frekuensi tertentu yang nilainya dapat dibedakan dari energi cahaya lainnya dalam
spektrum elektromagnetisnya (Suhardi, 2008).
Menurut Kepmenkes No. 1405 tahun 2002 tentang Persyaratan Kesehatan
Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri, pencahayaan adalah jumlah
penyinaran pada suatu bidang kerja yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan
secara efektif. Pencahayaan memiliki satuan lux (lm/m²), dimana lm adalah
lumens dan m² adalah satuan dari luas permukaan.
Penerangan merupakan salah satu faktor fisik yang sangat penting untuk
mendapatkan lingkungan kerja yang aman dan nyaman, juga mempunyai kaitan
erat dengan produktivitas. Dengan penerangan yang cukup pada objek penglihatan
akan membantu tenaga kerja untuk melaksanakan pekerjaannya dengan mudah
dan cepat. Cukup tidaknya intensitas penerangan secara objektif disesuaikan
dengan macam pekerjaan, tergantung pula ketajaman penglihatan pekerja yang
berbeda antara orang tua dan muda (Suma’mur, 2009).
8
Universitas Sumatera Utara
9
2.1.2 Sumber Pencahayaan
Secara umum sumber pencahayaan dibedakan menjadi dua, yaitu
pencahayaan alamiah dan pencahayaan buatan.
1) Pencahayaan Alamiah
Pencahayaan alamiah adalah pencahayaan yang dihasilkan oleh sumber
cahaya alami berupa cahaya matahari dengan intensitas bervariasi menurut
waktu, musim dan tempat. Menurut Tarwaka (2010) yang dikutip Sunandar
(2011) banyaknya sinar matahari yang dapat mencapai ruangan tempat kerja
tergantung pada jumlah dan arah sinar matahari, keadaan mendung yang dapat
menutup sinar matahari, letak lokasi gedung terhadap gedung lainnya,
lingkungan sekitarnya dan musim itu sendiri. Selain hal tersebut, kondisi
pencahayaan alami juga dipengaruhi oleh ukuran, orientasi dan kebersihan
jendela. Untuk mendapatkan cahaya matahari harus memperhatikan letak dan
lebar jendela. Luas jendela untuk penerangan alami sekitar 20% luas lantai
ruangan (Aryanti, 2006).
2) Pencahayaan Buatan
Pencahayaan buatan adalah pencahayaan yang dihasilkan oleh sumber cahaya
lain selain cahaya alami. Menurut Tarwaka (2010) yang dikutip Sunandar
(2011) menyebutkan bahwa sumber pencahayaan buatan yang utama adalah
bersumber dari energi listrik. Jumlah cahaya, warna cahaya itu sendiri dan
warna objek kerja berbeda-beda tergantung dari jenis sumber cahaya listrik
yang digunakan.
Universitas Sumatera Utara
10
Menurut Wibiyanti (2008) fungsi pokok pencahayaan buatan di
lingkungan kerja baik yang diterapkan secara tersendiri maupun yang
dikombinasikan dengan pencahayaan alami adalah sebagai berikut :
a. Menciptakan lingkungan yang memungkinkan penghuni melihat secara detail
serta terlaksannya tugas serta kegiatan visual secara mudah dan tepat.
b. Memungkinkan penghuni untuk berjalan dan bergerak secara mudah dan
aman.
c. Tidak menimbulkan pertambahan suhu udara yang berlebihan pada tempat
kerja.
d. Memberikan pencahayaan dengan intensitas yang tetap menyebar secara
merata, tidak berkedip, tidak menyilaukan dan tidak menimbulkan bayangan.
e. Meningkatkan lingkungan visual yang nyaman dan meningkatkan prestasi.
Dalam penggunaan penerangan listrik harus memenuhi syarat-syarat
tertentu, yakni sebagai berikut :
a. Penerangan listrik harus cukup intensitasnya sesuai dengan pekerjaan yang
dilakukan.
b. Penerangan listrik tidak boleh menimbulkan pertambahan suhu udara di
tempat kerja yang berlebihan. Jika hal itu terjadi, maka diusahakan suhu dapat
turun, misalnya dengan ventilasi, kipas angin dan lain-lain.
c. Sumber cahaya listrik harus memberikan penerangan dengan intensitas yang
tepat, menyebar, merata, tidak berkedip, tidak menyilaukan, serta tidak
menimbulkan bayangan yang mengganggu.
Universitas Sumatera Utara
11
Jenis-jenis lampu yang digunakan dalam pencahayaan buatan, antara lain :
a. Golongan Lampu Pijar (incandescence/bulb/bohlam)
Lampu pijar tergolong lampu listrik generasi awal yang masih digunakan
hingga saat ini. Jenis lampu pijar terdiri dari lampu filamen karbon, lampu
wolfram dan lampu halogen. Bola lampu pijar dibuat hampa udara atau berisi gas
mulia (Muhaimin, 2001). Pada umumnya lampu pijar memiliki cahaya berwarna
kekuningan yang menimbulkan suasana hangat, romantis dan akrab. Intensitas
cahaya pada lampu pijar lebih kecil dibandingkan lampu neon. Artinya, pada daya
(watt) yang sama, lampu neon menghasilkan cahaya lebih terang daripada lampu
pijar (Istiawan dan Kencana, 2006).
b. Golongan Lampu Berpendar (fluorescence/neon/TL)
Lampu ini umumnya disebut lampu neon. Pada dunia industri lampu ini
lebih dikenal dengan sebutan lampu TL. Cahaya lampu neon biasa berwarna
putih. Cahaya putih (cool light) memberikan efek dingin dan sejuk. Cahaya yang
dipancarkan lampu neon lebih terang dibanding lampu pijar dan halogen karena
lampu ini punya efficacy lebih tinggi dari lampu pijar (Istiawan dan Kencana,
2006).
2.1.3 Tipe Pencahayaan
Berdasarkan standar penerangan buatan di dalam gedung yang ditetapkan
oleh Departemen Pekerjaan Umum (1981) tipe pencahayaan dibedakan atas tiga
jenis, antara lain :
Universitas Sumatera Utara
12
1) Pencahayaan Umum
Pencahayaan umum adalah pencahayaan secara umum dengan memperhatikan
karakteristik dan bentuk fisik ruangan, tingkat pencahayaan yang diinginkan
dan instalasi yang dipergunakan. Pencahayaan umum harus menghasilkan
iluminasi yang merata pada bidang kerja dan pencahayaan ini cocok untuk
ruangan yang tidak dipergunakan untuk melakukan tugas visual khusus.
2) Pencahayaan Terarah
Pencahayaan terarah berfungsi menyinari suatu tempat atau aktivitas tertentu
atau objek seni atau koleksi berharga lainnya. Sistem ini cocok untuk pameran
atau penonjolan suatu objek karena akan tampak lebih jelas.
3) Pencahayaan Setempat
Pencahayaan setempat lebih mengkonsentrasikan cahaya pada tempat tertentu,
misalnya tempat kerja memerlukan tugas visual dan tipe ini sangat bermanfaat
bagi pekerja dengan aktivitas pekerjaan sebagai berikut :
a. Pekerja yang melakukan pekerjaan teliti.
b. Pekerjaan yang mengamati bentuk dan benda yang memerlukan cahaya dari
arah tertentu.
c. Menunjang tugas visual yang pada mulanya tidak direncanakan untuk ruang
tersebut.
Berdasarkan SNI 03-6575-2001 tentang Tata Cara Perancangan Sistem
Pencahayaan Buatan pada Bangunan Gedung, sistem pencahayaan dapat
dikelompokkan menjadi tiga jenis, yaitu :
Universitas Sumatera Utara
13
1) Sistem Pencahayaan Merata
Sistem ini memberikan tingkat pencahayaan yang merata di seluruh ruangan
digunakan jika tugas visual yang dilakukan diseluruh tempat dalam ruangan
memerlukan tingkat pencahayaan yang sama. Tingkat pencahayaan yang
merata diperoleh dengan memasang armatur secara merata langsung maupun
tidak langsung di seluruh langit-langit.
2) Sistem Pencahayaan Setempat
Sistem ini memberikan tingkat pencahayaan pada bidang kerja yang tidak
merata. Di tempat yang diperlukan untuk melakukan tugas visual yang
memerlukan tingkat pencahayaan yang tinggi, diberikan cahaya yang lebih
banyak dibandingkan dengan sekitarnya. Hal ini diperoleh dengan
mengkonsentrasikan penempatan armatur pada langit-langit di atas tempat
tersebut.
3) Sistem Pencahayaan Gabungan Merata dan Setempat
Sistem pencahayaan gabungan didapatkan dengan menambah sistem
pencahayaan setempat pada sistem pencahayaan merata, dengan armatur yang
dipasang di dekat tugas visual. Sistem pencahayaan gabungan dianjurkan
digunakan untuk :
a. Tugas visual yang memerlukan tingkat pencahayaan yang tinggi.
b. Memperlihatkan bentuk dan tekstur yang memerlukan cahaya datang dari
arah tertentu.
Universitas Sumatera Utara
14
c. Pencahayaan merata terhalang, sehingga tidak dapat sampai pada tempat
yang terhalang tersebut.
d. Tingkat pencahayaan yang lebih tinggi diperlukan untuk orang tua atau
yang kemampuan penglihatannya sudah berkurang.
Gambar 2.1 Tipe Pencahayaan
Merata
Gambar 2.2 Tipe Pencahayaan Gambar 2.3 Tipe Pencahayaan
Setempat
Gabungan
Sumber: Artikel tentang Pencahayaan (repository.usu.ac.id)
2.1.4 Sistem Pencahayaan Tempat Kerja
Penerangan yang baik memungkinkan tenaga kerja melihat objek yang
dikerjakannnya secara jelas, tepat dan tanpa upaya yang tidak perlu (Suma’mur,
2009).
Berdasarkan
hal tersebut
maka
diperlukan
perencanaan
sistem
pencahayaan di tempat kerja agar aktivitas kerja optimal serta meningkatkan
produktivitas.
Klasifikasi sistem pencahayaan dari sumber cahaya menurut Illuminating
Engineering Society (IES), antara lain:
1) Pencahayaan Tidak Langsung (Indirect Lighting)
Pada pencahayaan tidak langsung langit-langit merupakan sumber cahaya
semu dan cahaya yang dipantulkan menyebar serta tidak menyebabkan
Universitas Sumatera Utara
15
bayangan. Pada sistem ini 90% hingga 100% cahaya dipancarkan ke langitlangit ruangan sehingga yang dimanfaatkan pada bidang kerja adalah cahaya
pantulan. Pancaran cahaya pada penerangan tidak langsung dapat pula
dipantulkan pada dinding sehingga cahaya yang sampai pada permukaan
bidang kerja adalah pantulan dari cahaya dinding. Sistem ini menjadi tidak
efektif jika cahaya yang sampai ke langit-langit merupakan cahaya pantulan
dari bidang lain. Pencahayaan tipe ini diperlukan pada ruang gambar,
perkantoran, rumah sakit dan perhotelan.
Gambar 2.4 Pencahayaan Tidak Langsung
Sumber: Muhaimin (2001)
2) Pencahayaan Semi Tidak Langsung (Semi Indirect Lighting)
Distribusi cahaya pada pencahayaan ini mirip dengan distribusi pencahayaan
tidak langsung tetapi lebih efisisen dan kuat penerangannya lebih tinggi. Pada
sistem ini 60% hingga 90% cahaya diarahkan ke langit-langit dan dinding
bagian atas, selebihnya dipantulkan ke bagian bawah. Pada sistem ini masalah
bayangan tidak ada serta kesilauan dapat dikurangi. Pencahayaan jenis ini
diperlukan pada ruangan yang memerlukan modeling shadow, seperti toko
buku, ruang baca dan ruang tamu.
Universitas Sumatera Utara
16
Gambar 2.5 Pencahayaan Semi Tidak Langsung
Sumber: Muhaimin (2001)
3) Pencahayaan Menyebar / Difus (General Diffus Lighting)
Pada pencahayaan difus distribusi cahaya ke atas dan kebawah relatif merata
sehingga termasuk sistem direct-indirect lighting. Pada sistem ini 40% hingga
60% cahaya diarahkan pada benda yang perlu disinari, sedangkan sisanya
dipantulkan ke langit-langit dan dinding. Pada sistem ini masalah bayangan
dan kesilauan masih ditemui. Pencahayaan difus menghasilkan cahaya teduh
dengan bayangan lebih jelas dibandingkan dengan bayangan yang dihasilkan
pencahayaan tidak langsung dan pencahayaan semi tidak langsung.
Penggunaan pencahayaan difus umumnya diperlukan pada tempat ibadah.
Gambar 2.6 Pencahayaan Difus
Sumber: Muhaimin (2001)
Universitas Sumatera Utara
17
4) Pencahayaan Semi Langsung (Semi Direct Lighting)
Pencahayaan semi langsung termasuk jenis pencahayaan yang efisien. Pada
sistem ini 60% hingga 90% cahaya diarahkan ke bidang kerja selebihnya
diarahkan ke langit-langit. Penggunaan pencahayaan jenis ini biasa digunakan
pada kantor, ruang kelas dan tempat lainnya.
Gambar 2.7 Pencahayaan Semi Langsung
Sumber: Muhaimin (2001)
5) Pencahayaan Langsung (Direct Lighting)
Pada sistem ini 90% hingga 100% cahaya dipancarkan ke bidang kerja
sehingga terjadi efek terowongan (tunneling effect), yaitu timbulnya bagian
yang gelap di langit-langit tepat di atas lampu. Pencahayaan langsung dapat
diatur menyebar atau terpusat, tergantung reflektor yang digunakan. Sistem
pencahayaan langsung memiliki kelebihan, yaitu efisiensi penerangan tinggi,
memerlukan sedikit lampu untuk bidang kerja yang luas. Disisi lain
kelemahan dari sistem ini yaitu bayang-bayang gelap karena jumlah lampu
sedikit maka jika terjadi gangguan atau kerusakan akan sangat berpengaruh
terhadap kondisi pencahayaan di dalam ruangan.
Universitas Sumatera Utara
18
Gambar 2.8 Pencahayaan Langsung
Sumber: Muhaimin (2001)
2.1.5 Standar Pencahayaan Tempat Kerja
Penerangan merupakan suatu aspek lingkungan fisik penting bagi
keselamatan kerja. Beberapa penelitian membuktikan bahwa penerangan yang
tepat dan disesuaikan dengan pekerjaan berakibat produksi yang maksimal dan
ketidakefisienan yang minimal sehingga mengurangi terjadinya kecelakaan
(Suma’mur, 2009).
Standar intensitas pencahayaan yang ditetapkan oleh Illuminating
Engineering Society (IES), sebuah area kerja dapat dikatakan memiliki
pencahayaan yang baik apabila memiliki iluminasi sebesar 300 lux yang merata
pada bidang kerja. Apabila iluminasinya kurang atau lebih dari 300 lux, maka
dapat menyebabkan ketidaknyamanan dalam bekerja dan pada akhirnya
menurunkan kinerja pekerja (Fayrina, 2012). Sedangkan standar penerangan
menurut Kepmenkes RI No. 1405 Tahun 2002 tentang Persyaratan Kesehatan
Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri, tercantum dalam tabel berikut ini :
Universitas Sumatera Utara
19
Tabel 2.1 Standar Tingkat Pencahayaan Menurut Kepmenkes No. 1405
Tahun 2002
Jenis Kegiatan
Pekerjaan kasar dan
tidak terus menerus
Pekerjaan kasar
terus menerus
Pekerjaan rutin
dan
Tingkat Pencahayaan
Minimal (lux)
100
200
300
Pekerjaan agak halus
500
Pekerjaan halus
1000
Pekerjaan amat halus
1500
Tidak menimbulkan
bayangan
Pekerjaan terinci
3000
Tidak menimbulkan
bayangan
Keterangan
Ruang penyimpanan dan
ruang peralatan / instalasi
yang memerlukan
pekerjaan yang kontinyu.
Pekerjaan dengan mesin
dan perakitan kasar.
R.administrasi, ruang
kontrol, pekerjaan mesin
& perakitan / penyusun.
Pembuatan gambar atau
bekerja dengan mesin
kantor, pekerja
pemeriksaan atau
pekerjan dengan mesin.
Pemilihan warna,
pemrosesan tekstil,
pekerjaan mesin halus &
perakitan halus.
Mengukir dengan tangan,
pemeriksaan pekerjaan
mesin dan perakitan yang
sangat halus.
Pemeriksaan pekerjaan,
perakitan sangat halus.
2.1.6 Pengukuran Intensitas Pencahayaan
Intensitas dalam penerangan dinyatakan dalam satuan “lux”. Dalam
pengukuran intensitas pencahayaan alat yang digunakan adalah Luxmeter. Prinsip
kerja alat ini berdasarkan pengubahan energi cahaya menjadi tenaga listrik oleh
Universitas Sumatera Utara
20
photoelectric cell. Berdasarkan SNI 16-7062-2004 intensitas penerangan diukur
dengan 2 cara yaitu :
1) Pencahayaan Umum
Pada pencahayaan umum pengukuran dilakukan pada setiap meter persegi luas
lantai. Penentuan titik pengukuran umum meliputi titik potong garis horizontal
panjang dan lebar ruangan pada setiap jarak tertentu setinggi satu meter dari
lantai.
2) Pencahayaan Lokal
Pada pencahayaan lokal pengukuran dilakukan di tempat kerja atau meja kerja
pada objek yang dilihat oleh tenaga kerja. Pengukuran titik pengukuran lokal
meliputi objek kerja, berupa meja kerja maupun peralatan kerja.
2.2
Kelelahan Mata
2.2.1 Anatomi dan Fisiologi Mata
Mata merupakan organ untuk penglihatan dan sangat sensitif terhadap
cahaya karena terdapat photoreceptor. Impuls saraf dari stimulasi photoreceptor
dibawa ke otak bagian lobus oksipital di serebrum dimana sensasi penglihatan
diubah menjadi persepsi (Tarwoto dkk, 2009).
Mata dibentuk untuk menerima rangsangan berkas-berkas cahaya pada
retina, lantas dengan perantaraan serabut-serabut nervus optikus mengalihkan
rangsangan ini ke pusat penglihatan pada otak untuk ditafsirkan (Pearce, 2008).
Mata terletak dalam bantalan lemak yang dapat meredam guncangan.
Diameter bola mata manusia ± 2,5 cm. Mata dapat bekerja secara efektif
menerima cahaya dengan rentang intensitas yang sangat lebar sekitar 10 miliar
Universitas Sumatera Utara
21
cahaya. Mata juga memiliki sistem pengendali tekanan otomatis yang
mempertahankan tekanan internalnya untuk mempertahankan bentuk bola mata
yaitu sekitar 1,6 kPa (12 mmHg).
Gambar 2.9 Anatomi Mata
Bagian-bagian yang terdapat dalam mata manusia (Tarwoto dkk, 2009), yaitu :
a. Sklera
Sklera merupakan jaringan ikat fibrosa yang kuat bewarna putih, buram dan
tidak tembus cahaya, kecuali di bagian depan yang disebut kornea. Sklera
memberi bentuk pada bola mata dan memberikan tempat melekatnya otot
ekstrinsik.
b. Kornea
Kornea merupakan jendela mata bentuknya transparan, terletak pada bagian
depan mata berhubungan dengan sklera. Bagian ini merupakan tempat
masuknya cahaya dan memfokuskan berkas cahaya.
Universitas Sumatera Utara
22
c. Lapisan Koroid
Memiliki pigmen berwarna coklat kehitaman dan merupakan lapisan
berpigmen. Warna gelap pada koroid berfungsi untuk mencegah refleksi atau
pemantulan sinar.
d. Iris
Iris merupakan perpanjangan dari korpus siliaris ke anterior, bersambungan
dengan permukaan lensa anterior.Iris tidak tembus pandang dan berpigmen.
Fungsi iris adalah mengendalikan banyaknya cahaya yang masuk ke dalam
mata dengan cara merubah ukuran pupil. Ukuran pupil dapat berubah karena
mengandung serat-serat otot sirkuler yang mampu menciutkan pupil dan seratserat radikal yang menyebabkan pelebaran pupil.
e. Pupil
Pupil merupakan bintik tengah yang berwarna hitam, merupakan celah di
dalam iris. Pupil merupakan jalan masuknya cahaya untuk mencapai retina
(Pearce, 2008).
f. Lensa
Lensa mempunyai struktur bikonveks, tidak mempunyai pembuluh darah,
transparan dan tidak bewarna. Lensa berada dibelakang iris. Ruangan bagian
depan lensa berisi cairan yang disebut aqueous humor dan ruangan pada
bagian belakang lensa berisi cairan vitreous humor. Lensa berfungsi untuk
memfokuskan cahaya yang masuk ke depan retina melalui mekanisme
akomodasi, yaitu proses penyesuaian secara otomatis pada lensa untuk
Universitas Sumatera Utara
23
memfokuskan objek secara jelas pada jarak yang beragam (Tarwoto dkk,
2009).
g. Retina
Retina merupakan lapisan terdalam pada mata, melapisi 2/3 bola mata pada
bagian belakang. Retina merupakan bagian mata yang sangat peka terhadap
cahaya. Ada dua sel photoreceptor pada retina yaitu sel kerucut dan sel
batang. Pigmen pada sel kerucut berfungsi pada suasana terang atau pada
tingkat intensitas cahaya yang tinggi dan berperan dalam penglihatan di siang
hari. Sedangkan pigmen dalam sel batang berfungsi pada situasi yang kurang
terang atau pada malam hari. Pada sel kerucut terdapat tiga macam sel yang
peka terhadap warna merah, hijau dan biru. Kerusakan pada salah satu sel
kerucut akan menyebabkan buta warna (Tarwoto dkk, 2009). Selain itu,
terdapat dua buah bintik yaitu bintik kuning (fovea) dan bintik buta (blind
spot). Bintik kuning (fovea) berperan dalam penglihatan untuk melihat objek
yang lebih kecil seperti kegiatan membaca huruf kecil.
2.2.2 Pengertian Kelelahan Mata
Menurut Tarwaka (2004) kelelahan adalah suatu mekanisme perlindungan
tubuh agar tubuh terhindar dari kerusakan lebih lanjut sehingga terjadi pemulihan
setelah istirahat. Kelelahan mata adalah gangguan yang dialami mata karena ototototnya yang dipaksa bekerja keras terutama saat harus melihat objek dekat dalam
jangka waktu lama (Padmanaba, 2006).
Kelelahan mata dapat dipengaruhi dari kuantitas iluminasi, kualitas
iluminasi dan distribusi cahaya. Kualitas iluminasi adalah tingkat pencahayaan
Universitas Sumatera Utara
24
yang dapat berpengaruh pada kelelahan mata, penerangan yang tidak memadai
akan menyebabkan otot iris mengatur pupil sesuai dengan intensitas penerangan
yang ada. Kualitas iluminasi meliputi jenis penerangan, sifat fluktuasi serta warna
penerangan yang digunakan. Distribusi cahaya yang kurang baik di lingkungan
kerja dapat menyebabkan kelelahan mata. Distribusi cahaya yang tidak merata
sehingga menurunkan efisiensi tajam penglihatan dan kemampuan membedakan
kontras (Padmanaba, 2006).
2.2.3 Gejala Keluhan Kelelahan Mata
Kelelahan mata akibat dari pencahayaan yang kurang baik akan
menunjukkan gejala kelelahan mata. Kelelahan mata dapat dikurangi dengan
memberikan pencahayaan yang baik di tempat kerja.
Menurut Pusat Hyperkes dan Keselamatan Kerja (1995) yang dikutip
Nugroho (2009) gejala kelelahan mata yang sering muncul antara lain, kelopak
mata terasa berat, terasa ada tekanan dalam mata, mata sulit dibiarkan terbuka,
merasa enak kalau kelopak mata sedikit ditekan, bagian mata paling dalam terasa
sakit, perasaan mata berkedip, penglihatan kabur tidak bisa difokuskan,
penglihatan terasa silau, penglihatan seperti berkabut walau mata difokuskan,
mata mudah berair, mata pedih dan berdenyut, mata merah, jika mata ditutup
terlihat kilatan cahaya, kotoran mata bertambah, tidak dapat membedakan warna
sebagaimana biasanya, ada sisa bayangan dalam mata, penglihatan tampak ganda,
mata terasa panas dan mata terasa kering.
Universitas Sumatera Utara
25
Menurut Sheedy (2004) yang dikutip Hanum (2008), sering dan lamanya
seseorang bekerja dengan komputer dapat mengakibatkan keluhan serius pada
mata. Keluhan yang sering diungkapkan oleh pekerja komputer adalah :
a. kelelahan mata yang merupakan gejala awal
b. mata terasa kering
c. mata terasa terbakar
d. pandangan menjadi kabur
e. penglihatan ganda
f. sakit kepala
g. nyeri pada leher, bahu dan otot punggung.
2.2.4 Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kelelahan Mata Pengguna
Komputer
Ada beberapa faktor yang berhubungan dengan kelelahan mata pada
pengguna komputer, antara lain :
a. Usia
Menurut National Aging Safety Database (NASD) usia yang semakin
lanjut mengalami kemunduran dalam kemampuan mata untuk mendeteksi
lingkungan. Hal ini akan meningkatkan risiko kecelakaan. Dengan bertambahnya
usia menyebabkan lensa mata berangsur-angsur kehilangan elastisitasnya dan
agak kesulitan melihat pada jarak dekat. Hal ini akan menyebabkan
ketidaknyamanan penglihatan ketika mengerjakan sesuatu pada jarak dekat,
demikian pula penglihatan jauh. Presbiopia atau kelainan akomodasi yang terjadi
akibat dari penuaan lensa biasanya timbul setelah usia 40 tahun (Cahyono, 2005).
Universitas Sumatera Utara
26
Daya akomodasi merupakan kemampuan lensa mata untuk menebal atau
menipis sesuai dengan jarak benda yang dilihat agar bayangan jatuh tepat di retina
(Maryamah, 2011). Pada usia 20 tahun manusia pada umumnya dapat melihat
objek dengan jelas. Sedangkan pada usia 45 tahun kebutuhan terhadap cahaya
empat kali lebih besar.
Semakin tua seseorang, lensa semakin kehilangan kekenyalan sehingga
daya akomodasi makin berkurang dan otot-otot semakin sulit dalam menebalkan
dan menipiskan mata. Begitu pula sebaliknya, semakin muda seseorang kebutuhan
cahaya akan lebih sedikit dibandingkan dengan usia yang lebih tua dan
kecenderungan mengalami kelelahan mata lebih sedikit (Haeny, 2009).
Menurut Ilyas (2008) usia juga berpengaruh terhadap daya akomodasi.
Semakin tua usia seseorang, daya akomodasi akan semakin menurun. Jarak
terdekat dari suatu benda agar dapat dilihat dengan jelas dikatakan “titik dekat”
atau punktum proksimum. Pada saat ini mata berakomodasi sekuat-kuatnya atau
berakomodasi maksimum. Sedangkan jarak terjauh dari benda agar masih dapat
dilihat dengan jelas dapat dikatakan bahwa benda terletak pada “titik jauh” atau
punktum remotum dan pada saat ini mata tidak berakomodasi atau lepas
akomodasi.
b. Kelainan Refraksi Mata
1)
Hipermetropia
Hipermetropia sering
juga disebut
sebagai
rabun dekat. Pasien
hipermetropia apapun penyebabnya akan mengeluh matanya lelah dan
sakit karena terus menerus harus berakomodasi untuk melihat atau
Universitas Sumatera Utara
27
memfokuskan bayangan yang terletak di belakang makula agar terletak di
daerah makula lutea. Pasien muda dengan hipermetropia tidak akan
memberikan keluhan karena matanya masih mampu melakukan akomodasi
kuat untuk melihat benda dengan jelas. Pada pasien yang banyak membaca
atau mempergunakan matanya terutama pada usia telah lanjut akan
memberikan keluhan kelelahan setelah membaca (Ilyas dan Yulianti,
2014).
2) Miopia
Pasien dengan miopia akan menyatakan lebih jelas bila melihat dengan
jarak dekat, sedangkan melihat jauh penglihatan kabur atau rabun jauh
(Ilyas dan Yulianti, 2014).
3) Astigmatisme
Astigmatisme merupakan suatu keadaan dimana sinar yang sejajar tidak
dibiaskan dengan kekuatan yang sama pada seluruh bidang pembiasan
sehingga fokus pada retina tidak pada satu titik (Ilyas dan Yulianti, 2014).
4) Presbiopi
Dengan bertambahnya usia maka akan terjadi gangguan akomodasi pada
usia lanjut yang disebabkan oleh kelemahan otot akomodasi serta lensa
mata elastisitasnya berkurang akibat sklerosis lensa. Akibat gangguan
akomodasi ini maka pada pasien berusia 40 tahun atau lebih akan
memberikan keluhan setelah membaca yaitu berupa mata lelah, berair dan
sering terasa pedas (Ilyas dan Yulianti, 2014).
Universitas Sumatera Utara
28
c. Durasi Penggunaan Komputer
Menurut Lasabon (2013) waktu kerja seseorang menentukan kesehatan
yang bersangkutan, efisiensi, efektivitas dan produktivitas kerjanya. Aspek
penting dalam hal waktu kerja meliputi :
1. Lamanya seseorang mampu bekerja dengan baik.
2. Hubungan antara waktu kerja dan istirahat.
3. Waktu bekerja sehari menurut periode waktu yang meliputi siang hari (pagi,
siang, sore) dan malam hari.
The University of North Carolina at Asheville yang dikutip Hanum (2008)
mengelompokkan beban kerja pekerja komputer atas dasar lama waktu kerja
sebagai berikut :
1. Pekerja komputer dengan beban kerja berat adalah pekerja dengan lama waktu
kerja 4 jam sehari secara terus–menerus.
2. Pekerja komputer dengan beban kerja sedang adalah pekerja dengan lama
waktu kerja antara 2–4 jam sehari secara terus–menerus.
3. Pekerja komputer dengan beban kerja ringan adalah pekerja dengan lama
waktu kerja kurang dari 2 jam sehari secara terus–menerus.
Computer Vision Syndrome (CVS) dapat muncul segera setelah pemakaian
komputer dalam jangka waktu lama atau lebih dari 4 jam. Berbagai gejala yang
timbul pada pekerja komputer yang bekerja dalam waktu lama selain diakibatkan
oleh cahaya yang masuk ke mata, juga diakibatkan karena mata seorang pekerja
komputer berkedip lebih sedikit dibandingkan pekerja mata normal pekerja biasa
sehingga menyebabkan mata menjadi kering dan terasa panas (Wasisto, 2005).
Universitas Sumatera Utara
29
d. Istirahat Mata
Setelah bekerja dengan komputer perlu mengistirahatkan mata sejenak
dengan melihat pemandangan yang dapat menyejukkan mata secara periodik
(Santoso, 2009). Menurut National Institute for Occupational Safety and Health
(NIOSH) yang dikutip Murtopo dan Sarimurni (2005) perlu dilakukan istirahat
selama 15 menit terhadap pemakaian komputer setelah 2 jam. Frekuensi istirahat
yang teratur berguna untuk memotong rantai kelelahan sehingga akan menambah
kenyamanan bagi pengguna komputer. Selain itu, pekerja yang melakukan
istirahat 5 menit selama 4 kali sepanjang waktu bekerja dapat mengurangi keluhan
kelelahan mata.
Menurut Anshel (1996) yang dikutip Nourmayanti (2009) ada tiga jenis
istirahat bagi pengguna komputer, diantaranya:
1. Micro break, yaitu mengistirahatkan mata selama 10 detik setiap 10 menit
bekerja, dengan cara melihat jauh (minimal 6 meter) diikuti dengan
mengedipkan mata secara relaks.
2. Mini break, yaitu mengistirahatkan mata selama 5 menit setiap setengah jam
dengan cara berdiri dan melakukan peregangan tubuh. Selain itu, lakukan juga
melihat jauh dengan objek yang berbeda-beda.
3. Maxi break, yaitu mengistirahatkan mata dengan melakukan kegiatan seperti
jalan-jalan, bangun dari tempat kerja, minum kopi atau teh dan makan siang.
e. Jarak Layar Monitor
Jarak layar monitor yang terlalu dekat dapat mengakibatkan mata menjadi
tegang, cepat lelah dan potensi ganggguan penglihatan (Hanum, 2008). Apabila
Universitas Sumatera Utara
30
seseorang bekerja melihat objek bercahaya di atas dasar berwarna pada jarak
dekat secara terus menerus dalam jangka waktu tertentu mengakibatkan mata
harus berakomodasi dalam jangka waktu yang lama sehingga terjadi penurunan
daya akomodasi mata (Roestijawati, 2007).
Menurut Occupational Safety and Health Association (OSHA) pada saat
menggunakan komputer jarak antara mata pekerja dengan layar sekurangkurangnya adalah 20-40 inch atau sekitar 50-100 cm (Maryamah, 2011).
Sedangkan menurut Hanum (2008), jarak ergonomis antara layar monitor dengan
pengguna komputer berkisar antara 50 cm sampai dengan 60 cm.
2.3
Pengaruh Pencahayaan terhadap Kesehatan
Tingkat pencahayaan yang baik memungkinkan seseorang untuk bekerja
dengan efisiensi kerja yang maksimal. Kemudahan untuk melihat suatu objek
serta kejelasan dalam melihat objek kerja dipengaruhi oleh kekontrasan. Kontras
yang terlalu tinggi dapat menyebabkan kesilauan.
Akibat dari kurangnya pencahayaan di lingkungan kerja menyebabkan
kelelahan fisik dan mental bagi para pekerjanya. Kurangnya pencahayaan akan
memaksa seseorang untuk mendekatkan matanya ke arah objek yang bertujuan
memperbesar ukuran objek. Sebaliknya, pencahayaan yang berlebihan juga akan
menyebabkan kesilauan bagi para pekerja. Kedua hal ini menyebabkan akomodasi
mata lebih dipaksa dan mungkin akan terjadi penglihatan rangkap (Fayrina, 2012).
Menurut NIOSH beberapa gejala kelelahan
mata antara lain : mata
tegang, penglihatan kabur, penglihatan rangkap/ganda, mata merah, mata perih,
mata berair, mata gatal atau kering dan sakit (Haeny, 2009).
Universitas Sumatera Utara
31
Menurut Suma’mur (2009) tingkat pencahayaan yang buruk di tempat
kerja dapat mengakibatkan dampak yang buruk terhadap kesehatan pekerja, antara
lain:
a. Kelelahan mata dengan berkurangnya daya dan efisiensi kerja;
b. Kelelahan mental/psikis;
c. Keluhan-keluhan pegal di daerah mata dan sakit kepala di sekitar mata;
d. Kerusakan mata; dan
e. Meningkatnya peristiwa kecelakaan
2.4
Kerangka Konsep
Intensitas Pencahayaan
Keluhan Kelelahan Mata
Gambar 2.10 Kerangka Konsep Penelitian
Universitas Sumatera Utara
Download