BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pencahayaan 2.1.1 Pengertian Pencahayaan Cahaya merupakan satu bagian berbagai jenis gelombang elektromagnetis yang terbang ke angkasa dimana gelombang tersebut memiliki panjang dan frekuensi tertentu yang nilainya dapat dibedakan dari energi cahaya lainnya dalam spektrum elektromagnetisnya (Suhardi, 2008). Menurut Kepmenkes No. 1405 tahun 2002 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri, pencahayaan adalah jumlah penyinaran pada suatu bidang kerja yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan secara efektif. Pencahayaan memiliki satuan lux (lm/m²), dimana lm adalah lumens dan m² adalah satuan dari luas permukaan. Penerangan merupakan salah satu faktor fisik yang sangat penting untuk mendapatkan lingkungan kerja yang aman dan nyaman, juga mempunyai kaitan erat dengan produktivitas. Dengan penerangan yang cukup pada objek penglihatan akan membantu tenaga kerja untuk melaksanakan pekerjaannya dengan mudah dan cepat. Cukup tidaknya intensitas penerangan secara objektif disesuaikan dengan macam pekerjaan, tergantung pula ketajaman penglihatan pekerja yang berbeda antara orang tua dan muda (Suma’mur, 2009). 8 Universitas Sumatera Utara 9 2.1.2 Sumber Pencahayaan Secara umum sumber pencahayaan dibedakan menjadi dua, yaitu pencahayaan alamiah dan pencahayaan buatan. 1) Pencahayaan Alamiah Pencahayaan alamiah adalah pencahayaan yang dihasilkan oleh sumber cahaya alami berupa cahaya matahari dengan intensitas bervariasi menurut waktu, musim dan tempat. Menurut Tarwaka (2010) yang dikutip Sunandar (2011) banyaknya sinar matahari yang dapat mencapai ruangan tempat kerja tergantung pada jumlah dan arah sinar matahari, keadaan mendung yang dapat menutup sinar matahari, letak lokasi gedung terhadap gedung lainnya, lingkungan sekitarnya dan musim itu sendiri. Selain hal tersebut, kondisi pencahayaan alami juga dipengaruhi oleh ukuran, orientasi dan kebersihan jendela. Untuk mendapatkan cahaya matahari harus memperhatikan letak dan lebar jendela. Luas jendela untuk penerangan alami sekitar 20% luas lantai ruangan (Aryanti, 2006). 2) Pencahayaan Buatan Pencahayaan buatan adalah pencahayaan yang dihasilkan oleh sumber cahaya lain selain cahaya alami. Menurut Tarwaka (2010) yang dikutip Sunandar (2011) menyebutkan bahwa sumber pencahayaan buatan yang utama adalah bersumber dari energi listrik. Jumlah cahaya, warna cahaya itu sendiri dan warna objek kerja berbeda-beda tergantung dari jenis sumber cahaya listrik yang digunakan. Universitas Sumatera Utara 10 Menurut Wibiyanti (2008) fungsi pokok pencahayaan buatan di lingkungan kerja baik yang diterapkan secara tersendiri maupun yang dikombinasikan dengan pencahayaan alami adalah sebagai berikut : a. Menciptakan lingkungan yang memungkinkan penghuni melihat secara detail serta terlaksannya tugas serta kegiatan visual secara mudah dan tepat. b. Memungkinkan penghuni untuk berjalan dan bergerak secara mudah dan aman. c. Tidak menimbulkan pertambahan suhu udara yang berlebihan pada tempat kerja. d. Memberikan pencahayaan dengan intensitas yang tetap menyebar secara merata, tidak berkedip, tidak menyilaukan dan tidak menimbulkan bayangan. e. Meningkatkan lingkungan visual yang nyaman dan meningkatkan prestasi. Dalam penggunaan penerangan listrik harus memenuhi syarat-syarat tertentu, yakni sebagai berikut : a. Penerangan listrik harus cukup intensitasnya sesuai dengan pekerjaan yang dilakukan. b. Penerangan listrik tidak boleh menimbulkan pertambahan suhu udara di tempat kerja yang berlebihan. Jika hal itu terjadi, maka diusahakan suhu dapat turun, misalnya dengan ventilasi, kipas angin dan lain-lain. c. Sumber cahaya listrik harus memberikan penerangan dengan intensitas yang tepat, menyebar, merata, tidak berkedip, tidak menyilaukan, serta tidak menimbulkan bayangan yang mengganggu. Universitas Sumatera Utara 11 Jenis-jenis lampu yang digunakan dalam pencahayaan buatan, antara lain : a. Golongan Lampu Pijar (incandescence/bulb/bohlam) Lampu pijar tergolong lampu listrik generasi awal yang masih digunakan hingga saat ini. Jenis lampu pijar terdiri dari lampu filamen karbon, lampu wolfram dan lampu halogen. Bola lampu pijar dibuat hampa udara atau berisi gas mulia (Muhaimin, 2001). Pada umumnya lampu pijar memiliki cahaya berwarna kekuningan yang menimbulkan suasana hangat, romantis dan akrab. Intensitas cahaya pada lampu pijar lebih kecil dibandingkan lampu neon. Artinya, pada daya (watt) yang sama, lampu neon menghasilkan cahaya lebih terang daripada lampu pijar (Istiawan dan Kencana, 2006). b. Golongan Lampu Berpendar (fluorescence/neon/TL) Lampu ini umumnya disebut lampu neon. Pada dunia industri lampu ini lebih dikenal dengan sebutan lampu TL. Cahaya lampu neon biasa berwarna putih. Cahaya putih (cool light) memberikan efek dingin dan sejuk. Cahaya yang dipancarkan lampu neon lebih terang dibanding lampu pijar dan halogen karena lampu ini punya efficacy lebih tinggi dari lampu pijar (Istiawan dan Kencana, 2006). 2.1.3 Tipe Pencahayaan Berdasarkan standar penerangan buatan di dalam gedung yang ditetapkan oleh Departemen Pekerjaan Umum (1981) tipe pencahayaan dibedakan atas tiga jenis, antara lain : Universitas Sumatera Utara 12 1) Pencahayaan Umum Pencahayaan umum adalah pencahayaan secara umum dengan memperhatikan karakteristik dan bentuk fisik ruangan, tingkat pencahayaan yang diinginkan dan instalasi yang dipergunakan. Pencahayaan umum harus menghasilkan iluminasi yang merata pada bidang kerja dan pencahayaan ini cocok untuk ruangan yang tidak dipergunakan untuk melakukan tugas visual khusus. 2) Pencahayaan Terarah Pencahayaan terarah berfungsi menyinari suatu tempat atau aktivitas tertentu atau objek seni atau koleksi berharga lainnya. Sistem ini cocok untuk pameran atau penonjolan suatu objek karena akan tampak lebih jelas. 3) Pencahayaan Setempat Pencahayaan setempat lebih mengkonsentrasikan cahaya pada tempat tertentu, misalnya tempat kerja memerlukan tugas visual dan tipe ini sangat bermanfaat bagi pekerja dengan aktivitas pekerjaan sebagai berikut : a. Pekerja yang melakukan pekerjaan teliti. b. Pekerjaan yang mengamati bentuk dan benda yang memerlukan cahaya dari arah tertentu. c. Menunjang tugas visual yang pada mulanya tidak direncanakan untuk ruang tersebut. Berdasarkan SNI 03-6575-2001 tentang Tata Cara Perancangan Sistem Pencahayaan Buatan pada Bangunan Gedung, sistem pencahayaan dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis, yaitu : Universitas Sumatera Utara 13 1) Sistem Pencahayaan Merata Sistem ini memberikan tingkat pencahayaan yang merata di seluruh ruangan digunakan jika tugas visual yang dilakukan diseluruh tempat dalam ruangan memerlukan tingkat pencahayaan yang sama. Tingkat pencahayaan yang merata diperoleh dengan memasang armatur secara merata langsung maupun tidak langsung di seluruh langit-langit. 2) Sistem Pencahayaan Setempat Sistem ini memberikan tingkat pencahayaan pada bidang kerja yang tidak merata. Di tempat yang diperlukan untuk melakukan tugas visual yang memerlukan tingkat pencahayaan yang tinggi, diberikan cahaya yang lebih banyak dibandingkan dengan sekitarnya. Hal ini diperoleh dengan mengkonsentrasikan penempatan armatur pada langit-langit di atas tempat tersebut. 3) Sistem Pencahayaan Gabungan Merata dan Setempat Sistem pencahayaan gabungan didapatkan dengan menambah sistem pencahayaan setempat pada sistem pencahayaan merata, dengan armatur yang dipasang di dekat tugas visual. Sistem pencahayaan gabungan dianjurkan digunakan untuk : a. Tugas visual yang memerlukan tingkat pencahayaan yang tinggi. b. Memperlihatkan bentuk dan tekstur yang memerlukan cahaya datang dari arah tertentu. Universitas Sumatera Utara 14 c. Pencahayaan merata terhalang, sehingga tidak dapat sampai pada tempat yang terhalang tersebut. d. Tingkat pencahayaan yang lebih tinggi diperlukan untuk orang tua atau yang kemampuan penglihatannya sudah berkurang. Gambar 2.1 Tipe Pencahayaan Merata Gambar 2.2 Tipe Pencahayaan Gambar 2.3 Tipe Pencahayaan Setempat Gabungan Sumber: Artikel tentang Pencahayaan (repository.usu.ac.id) 2.1.4 Sistem Pencahayaan Tempat Kerja Penerangan yang baik memungkinkan tenaga kerja melihat objek yang dikerjakannnya secara jelas, tepat dan tanpa upaya yang tidak perlu (Suma’mur, 2009). Berdasarkan hal tersebut maka diperlukan perencanaan sistem pencahayaan di tempat kerja agar aktivitas kerja optimal serta meningkatkan produktivitas. Klasifikasi sistem pencahayaan dari sumber cahaya menurut Illuminating Engineering Society (IES), antara lain: 1) Pencahayaan Tidak Langsung (Indirect Lighting) Pada pencahayaan tidak langsung langit-langit merupakan sumber cahaya semu dan cahaya yang dipantulkan menyebar serta tidak menyebabkan Universitas Sumatera Utara 15 bayangan. Pada sistem ini 90% hingga 100% cahaya dipancarkan ke langitlangit ruangan sehingga yang dimanfaatkan pada bidang kerja adalah cahaya pantulan. Pancaran cahaya pada penerangan tidak langsung dapat pula dipantulkan pada dinding sehingga cahaya yang sampai pada permukaan bidang kerja adalah pantulan dari cahaya dinding. Sistem ini menjadi tidak efektif jika cahaya yang sampai ke langit-langit merupakan cahaya pantulan dari bidang lain. Pencahayaan tipe ini diperlukan pada ruang gambar, perkantoran, rumah sakit dan perhotelan. Gambar 2.4 Pencahayaan Tidak Langsung Sumber: Muhaimin (2001) 2) Pencahayaan Semi Tidak Langsung (Semi Indirect Lighting) Distribusi cahaya pada pencahayaan ini mirip dengan distribusi pencahayaan tidak langsung tetapi lebih efisisen dan kuat penerangannya lebih tinggi. Pada sistem ini 60% hingga 90% cahaya diarahkan ke langit-langit dan dinding bagian atas, selebihnya dipantulkan ke bagian bawah. Pada sistem ini masalah bayangan tidak ada serta kesilauan dapat dikurangi. Pencahayaan jenis ini diperlukan pada ruangan yang memerlukan modeling shadow, seperti toko buku, ruang baca dan ruang tamu. Universitas Sumatera Utara 16 Gambar 2.5 Pencahayaan Semi Tidak Langsung Sumber: Muhaimin (2001) 3) Pencahayaan Menyebar / Difus (General Diffus Lighting) Pada pencahayaan difus distribusi cahaya ke atas dan kebawah relatif merata sehingga termasuk sistem direct-indirect lighting. Pada sistem ini 40% hingga 60% cahaya diarahkan pada benda yang perlu disinari, sedangkan sisanya dipantulkan ke langit-langit dan dinding. Pada sistem ini masalah bayangan dan kesilauan masih ditemui. Pencahayaan difus menghasilkan cahaya teduh dengan bayangan lebih jelas dibandingkan dengan bayangan yang dihasilkan pencahayaan tidak langsung dan pencahayaan semi tidak langsung. Penggunaan pencahayaan difus umumnya diperlukan pada tempat ibadah. Gambar 2.6 Pencahayaan Difus Sumber: Muhaimin (2001) Universitas Sumatera Utara 17 4) Pencahayaan Semi Langsung (Semi Direct Lighting) Pencahayaan semi langsung termasuk jenis pencahayaan yang efisien. Pada sistem ini 60% hingga 90% cahaya diarahkan ke bidang kerja selebihnya diarahkan ke langit-langit. Penggunaan pencahayaan jenis ini biasa digunakan pada kantor, ruang kelas dan tempat lainnya. Gambar 2.7 Pencahayaan Semi Langsung Sumber: Muhaimin (2001) 5) Pencahayaan Langsung (Direct Lighting) Pada sistem ini 90% hingga 100% cahaya dipancarkan ke bidang kerja sehingga terjadi efek terowongan (tunneling effect), yaitu timbulnya bagian yang gelap di langit-langit tepat di atas lampu. Pencahayaan langsung dapat diatur menyebar atau terpusat, tergantung reflektor yang digunakan. Sistem pencahayaan langsung memiliki kelebihan, yaitu efisiensi penerangan tinggi, memerlukan sedikit lampu untuk bidang kerja yang luas. Disisi lain kelemahan dari sistem ini yaitu bayang-bayang gelap karena jumlah lampu sedikit maka jika terjadi gangguan atau kerusakan akan sangat berpengaruh terhadap kondisi pencahayaan di dalam ruangan. Universitas Sumatera Utara 18 Gambar 2.8 Pencahayaan Langsung Sumber: Muhaimin (2001) 2.1.5 Standar Pencahayaan Tempat Kerja Penerangan merupakan suatu aspek lingkungan fisik penting bagi keselamatan kerja. Beberapa penelitian membuktikan bahwa penerangan yang tepat dan disesuaikan dengan pekerjaan berakibat produksi yang maksimal dan ketidakefisienan yang minimal sehingga mengurangi terjadinya kecelakaan (Suma’mur, 2009). Standar intensitas pencahayaan yang ditetapkan oleh Illuminating Engineering Society (IES), sebuah area kerja dapat dikatakan memiliki pencahayaan yang baik apabila memiliki iluminasi sebesar 300 lux yang merata pada bidang kerja. Apabila iluminasinya kurang atau lebih dari 300 lux, maka dapat menyebabkan ketidaknyamanan dalam bekerja dan pada akhirnya menurunkan kinerja pekerja (Fayrina, 2012). Sedangkan standar penerangan menurut Kepmenkes RI No. 1405 Tahun 2002 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri, tercantum dalam tabel berikut ini : Universitas Sumatera Utara 19 Tabel 2.1 Standar Tingkat Pencahayaan Menurut Kepmenkes No. 1405 Tahun 2002 Jenis Kegiatan Pekerjaan kasar dan tidak terus menerus Pekerjaan kasar terus menerus Pekerjaan rutin dan Tingkat Pencahayaan Minimal (lux) 100 200 300 Pekerjaan agak halus 500 Pekerjaan halus 1000 Pekerjaan amat halus 1500 Tidak menimbulkan bayangan Pekerjaan terinci 3000 Tidak menimbulkan bayangan Keterangan Ruang penyimpanan dan ruang peralatan / instalasi yang memerlukan pekerjaan yang kontinyu. Pekerjaan dengan mesin dan perakitan kasar. R.administrasi, ruang kontrol, pekerjaan mesin & perakitan / penyusun. Pembuatan gambar atau bekerja dengan mesin kantor, pekerja pemeriksaan atau pekerjan dengan mesin. Pemilihan warna, pemrosesan tekstil, pekerjaan mesin halus & perakitan halus. Mengukir dengan tangan, pemeriksaan pekerjaan mesin dan perakitan yang sangat halus. Pemeriksaan pekerjaan, perakitan sangat halus. 2.1.6 Pengukuran Intensitas Pencahayaan Intensitas dalam penerangan dinyatakan dalam satuan “lux”. Dalam pengukuran intensitas pencahayaan alat yang digunakan adalah Luxmeter. Prinsip kerja alat ini berdasarkan pengubahan energi cahaya menjadi tenaga listrik oleh Universitas Sumatera Utara 20 photoelectric cell. Berdasarkan SNI 16-7062-2004 intensitas penerangan diukur dengan 2 cara yaitu : 1) Pencahayaan Umum Pada pencahayaan umum pengukuran dilakukan pada setiap meter persegi luas lantai. Penentuan titik pengukuran umum meliputi titik potong garis horizontal panjang dan lebar ruangan pada setiap jarak tertentu setinggi satu meter dari lantai. 2) Pencahayaan Lokal Pada pencahayaan lokal pengukuran dilakukan di tempat kerja atau meja kerja pada objek yang dilihat oleh tenaga kerja. Pengukuran titik pengukuran lokal meliputi objek kerja, berupa meja kerja maupun peralatan kerja. 2.2 Kelelahan Mata 2.2.1 Anatomi dan Fisiologi Mata Mata merupakan organ untuk penglihatan dan sangat sensitif terhadap cahaya karena terdapat photoreceptor. Impuls saraf dari stimulasi photoreceptor dibawa ke otak bagian lobus oksipital di serebrum dimana sensasi penglihatan diubah menjadi persepsi (Tarwoto dkk, 2009). Mata dibentuk untuk menerima rangsangan berkas-berkas cahaya pada retina, lantas dengan perantaraan serabut-serabut nervus optikus mengalihkan rangsangan ini ke pusat penglihatan pada otak untuk ditafsirkan (Pearce, 2008). Mata terletak dalam bantalan lemak yang dapat meredam guncangan. Diameter bola mata manusia ± 2,5 cm. Mata dapat bekerja secara efektif menerima cahaya dengan rentang intensitas yang sangat lebar sekitar 10 miliar Universitas Sumatera Utara 21 cahaya. Mata juga memiliki sistem pengendali tekanan otomatis yang mempertahankan tekanan internalnya untuk mempertahankan bentuk bola mata yaitu sekitar 1,6 kPa (12 mmHg). Gambar 2.9 Anatomi Mata Bagian-bagian yang terdapat dalam mata manusia (Tarwoto dkk, 2009), yaitu : a. Sklera Sklera merupakan jaringan ikat fibrosa yang kuat bewarna putih, buram dan tidak tembus cahaya, kecuali di bagian depan yang disebut kornea. Sklera memberi bentuk pada bola mata dan memberikan tempat melekatnya otot ekstrinsik. b. Kornea Kornea merupakan jendela mata bentuknya transparan, terletak pada bagian depan mata berhubungan dengan sklera. Bagian ini merupakan tempat masuknya cahaya dan memfokuskan berkas cahaya. Universitas Sumatera Utara 22 c. Lapisan Koroid Memiliki pigmen berwarna coklat kehitaman dan merupakan lapisan berpigmen. Warna gelap pada koroid berfungsi untuk mencegah refleksi atau pemantulan sinar. d. Iris Iris merupakan perpanjangan dari korpus siliaris ke anterior, bersambungan dengan permukaan lensa anterior.Iris tidak tembus pandang dan berpigmen. Fungsi iris adalah mengendalikan banyaknya cahaya yang masuk ke dalam mata dengan cara merubah ukuran pupil. Ukuran pupil dapat berubah karena mengandung serat-serat otot sirkuler yang mampu menciutkan pupil dan seratserat radikal yang menyebabkan pelebaran pupil. e. Pupil Pupil merupakan bintik tengah yang berwarna hitam, merupakan celah di dalam iris. Pupil merupakan jalan masuknya cahaya untuk mencapai retina (Pearce, 2008). f. Lensa Lensa mempunyai struktur bikonveks, tidak mempunyai pembuluh darah, transparan dan tidak bewarna. Lensa berada dibelakang iris. Ruangan bagian depan lensa berisi cairan yang disebut aqueous humor dan ruangan pada bagian belakang lensa berisi cairan vitreous humor. Lensa berfungsi untuk memfokuskan cahaya yang masuk ke depan retina melalui mekanisme akomodasi, yaitu proses penyesuaian secara otomatis pada lensa untuk Universitas Sumatera Utara 23 memfokuskan objek secara jelas pada jarak yang beragam (Tarwoto dkk, 2009). g. Retina Retina merupakan lapisan terdalam pada mata, melapisi 2/3 bola mata pada bagian belakang. Retina merupakan bagian mata yang sangat peka terhadap cahaya. Ada dua sel photoreceptor pada retina yaitu sel kerucut dan sel batang. Pigmen pada sel kerucut berfungsi pada suasana terang atau pada tingkat intensitas cahaya yang tinggi dan berperan dalam penglihatan di siang hari. Sedangkan pigmen dalam sel batang berfungsi pada situasi yang kurang terang atau pada malam hari. Pada sel kerucut terdapat tiga macam sel yang peka terhadap warna merah, hijau dan biru. Kerusakan pada salah satu sel kerucut akan menyebabkan buta warna (Tarwoto dkk, 2009). Selain itu, terdapat dua buah bintik yaitu bintik kuning (fovea) dan bintik buta (blind spot). Bintik kuning (fovea) berperan dalam penglihatan untuk melihat objek yang lebih kecil seperti kegiatan membaca huruf kecil. 2.2.2 Pengertian Kelelahan Mata Menurut Tarwaka (2004) kelelahan adalah suatu mekanisme perlindungan tubuh agar tubuh terhindar dari kerusakan lebih lanjut sehingga terjadi pemulihan setelah istirahat. Kelelahan mata adalah gangguan yang dialami mata karena ototototnya yang dipaksa bekerja keras terutama saat harus melihat objek dekat dalam jangka waktu lama (Padmanaba, 2006). Kelelahan mata dapat dipengaruhi dari kuantitas iluminasi, kualitas iluminasi dan distribusi cahaya. Kualitas iluminasi adalah tingkat pencahayaan Universitas Sumatera Utara 24 yang dapat berpengaruh pada kelelahan mata, penerangan yang tidak memadai akan menyebabkan otot iris mengatur pupil sesuai dengan intensitas penerangan yang ada. Kualitas iluminasi meliputi jenis penerangan, sifat fluktuasi serta warna penerangan yang digunakan. Distribusi cahaya yang kurang baik di lingkungan kerja dapat menyebabkan kelelahan mata. Distribusi cahaya yang tidak merata sehingga menurunkan efisiensi tajam penglihatan dan kemampuan membedakan kontras (Padmanaba, 2006). 2.2.3 Gejala Keluhan Kelelahan Mata Kelelahan mata akibat dari pencahayaan yang kurang baik akan menunjukkan gejala kelelahan mata. Kelelahan mata dapat dikurangi dengan memberikan pencahayaan yang baik di tempat kerja. Menurut Pusat Hyperkes dan Keselamatan Kerja (1995) yang dikutip Nugroho (2009) gejala kelelahan mata yang sering muncul antara lain, kelopak mata terasa berat, terasa ada tekanan dalam mata, mata sulit dibiarkan terbuka, merasa enak kalau kelopak mata sedikit ditekan, bagian mata paling dalam terasa sakit, perasaan mata berkedip, penglihatan kabur tidak bisa difokuskan, penglihatan terasa silau, penglihatan seperti berkabut walau mata difokuskan, mata mudah berair, mata pedih dan berdenyut, mata merah, jika mata ditutup terlihat kilatan cahaya, kotoran mata bertambah, tidak dapat membedakan warna sebagaimana biasanya, ada sisa bayangan dalam mata, penglihatan tampak ganda, mata terasa panas dan mata terasa kering. Universitas Sumatera Utara 25 Menurut Sheedy (2004) yang dikutip Hanum (2008), sering dan lamanya seseorang bekerja dengan komputer dapat mengakibatkan keluhan serius pada mata. Keluhan yang sering diungkapkan oleh pekerja komputer adalah : a. kelelahan mata yang merupakan gejala awal b. mata terasa kering c. mata terasa terbakar d. pandangan menjadi kabur e. penglihatan ganda f. sakit kepala g. nyeri pada leher, bahu dan otot punggung. 2.2.4 Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kelelahan Mata Pengguna Komputer Ada beberapa faktor yang berhubungan dengan kelelahan mata pada pengguna komputer, antara lain : a. Usia Menurut National Aging Safety Database (NASD) usia yang semakin lanjut mengalami kemunduran dalam kemampuan mata untuk mendeteksi lingkungan. Hal ini akan meningkatkan risiko kecelakaan. Dengan bertambahnya usia menyebabkan lensa mata berangsur-angsur kehilangan elastisitasnya dan agak kesulitan melihat pada jarak dekat. Hal ini akan menyebabkan ketidaknyamanan penglihatan ketika mengerjakan sesuatu pada jarak dekat, demikian pula penglihatan jauh. Presbiopia atau kelainan akomodasi yang terjadi akibat dari penuaan lensa biasanya timbul setelah usia 40 tahun (Cahyono, 2005). Universitas Sumatera Utara 26 Daya akomodasi merupakan kemampuan lensa mata untuk menebal atau menipis sesuai dengan jarak benda yang dilihat agar bayangan jatuh tepat di retina (Maryamah, 2011). Pada usia 20 tahun manusia pada umumnya dapat melihat objek dengan jelas. Sedangkan pada usia 45 tahun kebutuhan terhadap cahaya empat kali lebih besar. Semakin tua seseorang, lensa semakin kehilangan kekenyalan sehingga daya akomodasi makin berkurang dan otot-otot semakin sulit dalam menebalkan dan menipiskan mata. Begitu pula sebaliknya, semakin muda seseorang kebutuhan cahaya akan lebih sedikit dibandingkan dengan usia yang lebih tua dan kecenderungan mengalami kelelahan mata lebih sedikit (Haeny, 2009). Menurut Ilyas (2008) usia juga berpengaruh terhadap daya akomodasi. Semakin tua usia seseorang, daya akomodasi akan semakin menurun. Jarak terdekat dari suatu benda agar dapat dilihat dengan jelas dikatakan “titik dekat” atau punktum proksimum. Pada saat ini mata berakomodasi sekuat-kuatnya atau berakomodasi maksimum. Sedangkan jarak terjauh dari benda agar masih dapat dilihat dengan jelas dapat dikatakan bahwa benda terletak pada “titik jauh” atau punktum remotum dan pada saat ini mata tidak berakomodasi atau lepas akomodasi. b. Kelainan Refraksi Mata 1) Hipermetropia Hipermetropia sering juga disebut sebagai rabun dekat. Pasien hipermetropia apapun penyebabnya akan mengeluh matanya lelah dan sakit karena terus menerus harus berakomodasi untuk melihat atau Universitas Sumatera Utara 27 memfokuskan bayangan yang terletak di belakang makula agar terletak di daerah makula lutea. Pasien muda dengan hipermetropia tidak akan memberikan keluhan karena matanya masih mampu melakukan akomodasi kuat untuk melihat benda dengan jelas. Pada pasien yang banyak membaca atau mempergunakan matanya terutama pada usia telah lanjut akan memberikan keluhan kelelahan setelah membaca (Ilyas dan Yulianti, 2014). 2) Miopia Pasien dengan miopia akan menyatakan lebih jelas bila melihat dengan jarak dekat, sedangkan melihat jauh penglihatan kabur atau rabun jauh (Ilyas dan Yulianti, 2014). 3) Astigmatisme Astigmatisme merupakan suatu keadaan dimana sinar yang sejajar tidak dibiaskan dengan kekuatan yang sama pada seluruh bidang pembiasan sehingga fokus pada retina tidak pada satu titik (Ilyas dan Yulianti, 2014). 4) Presbiopi Dengan bertambahnya usia maka akan terjadi gangguan akomodasi pada usia lanjut yang disebabkan oleh kelemahan otot akomodasi serta lensa mata elastisitasnya berkurang akibat sklerosis lensa. Akibat gangguan akomodasi ini maka pada pasien berusia 40 tahun atau lebih akan memberikan keluhan setelah membaca yaitu berupa mata lelah, berair dan sering terasa pedas (Ilyas dan Yulianti, 2014). Universitas Sumatera Utara 28 c. Durasi Penggunaan Komputer Menurut Lasabon (2013) waktu kerja seseorang menentukan kesehatan yang bersangkutan, efisiensi, efektivitas dan produktivitas kerjanya. Aspek penting dalam hal waktu kerja meliputi : 1. Lamanya seseorang mampu bekerja dengan baik. 2. Hubungan antara waktu kerja dan istirahat. 3. Waktu bekerja sehari menurut periode waktu yang meliputi siang hari (pagi, siang, sore) dan malam hari. The University of North Carolina at Asheville yang dikutip Hanum (2008) mengelompokkan beban kerja pekerja komputer atas dasar lama waktu kerja sebagai berikut : 1. Pekerja komputer dengan beban kerja berat adalah pekerja dengan lama waktu kerja 4 jam sehari secara terus–menerus. 2. Pekerja komputer dengan beban kerja sedang adalah pekerja dengan lama waktu kerja antara 2–4 jam sehari secara terus–menerus. 3. Pekerja komputer dengan beban kerja ringan adalah pekerja dengan lama waktu kerja kurang dari 2 jam sehari secara terus–menerus. Computer Vision Syndrome (CVS) dapat muncul segera setelah pemakaian komputer dalam jangka waktu lama atau lebih dari 4 jam. Berbagai gejala yang timbul pada pekerja komputer yang bekerja dalam waktu lama selain diakibatkan oleh cahaya yang masuk ke mata, juga diakibatkan karena mata seorang pekerja komputer berkedip lebih sedikit dibandingkan pekerja mata normal pekerja biasa sehingga menyebabkan mata menjadi kering dan terasa panas (Wasisto, 2005). Universitas Sumatera Utara 29 d. Istirahat Mata Setelah bekerja dengan komputer perlu mengistirahatkan mata sejenak dengan melihat pemandangan yang dapat menyejukkan mata secara periodik (Santoso, 2009). Menurut National Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH) yang dikutip Murtopo dan Sarimurni (2005) perlu dilakukan istirahat selama 15 menit terhadap pemakaian komputer setelah 2 jam. Frekuensi istirahat yang teratur berguna untuk memotong rantai kelelahan sehingga akan menambah kenyamanan bagi pengguna komputer. Selain itu, pekerja yang melakukan istirahat 5 menit selama 4 kali sepanjang waktu bekerja dapat mengurangi keluhan kelelahan mata. Menurut Anshel (1996) yang dikutip Nourmayanti (2009) ada tiga jenis istirahat bagi pengguna komputer, diantaranya: 1. Micro break, yaitu mengistirahatkan mata selama 10 detik setiap 10 menit bekerja, dengan cara melihat jauh (minimal 6 meter) diikuti dengan mengedipkan mata secara relaks. 2. Mini break, yaitu mengistirahatkan mata selama 5 menit setiap setengah jam dengan cara berdiri dan melakukan peregangan tubuh. Selain itu, lakukan juga melihat jauh dengan objek yang berbeda-beda. 3. Maxi break, yaitu mengistirahatkan mata dengan melakukan kegiatan seperti jalan-jalan, bangun dari tempat kerja, minum kopi atau teh dan makan siang. e. Jarak Layar Monitor Jarak layar monitor yang terlalu dekat dapat mengakibatkan mata menjadi tegang, cepat lelah dan potensi ganggguan penglihatan (Hanum, 2008). Apabila Universitas Sumatera Utara 30 seseorang bekerja melihat objek bercahaya di atas dasar berwarna pada jarak dekat secara terus menerus dalam jangka waktu tertentu mengakibatkan mata harus berakomodasi dalam jangka waktu yang lama sehingga terjadi penurunan daya akomodasi mata (Roestijawati, 2007). Menurut Occupational Safety and Health Association (OSHA) pada saat menggunakan komputer jarak antara mata pekerja dengan layar sekurangkurangnya adalah 20-40 inch atau sekitar 50-100 cm (Maryamah, 2011). Sedangkan menurut Hanum (2008), jarak ergonomis antara layar monitor dengan pengguna komputer berkisar antara 50 cm sampai dengan 60 cm. 2.3 Pengaruh Pencahayaan terhadap Kesehatan Tingkat pencahayaan yang baik memungkinkan seseorang untuk bekerja dengan efisiensi kerja yang maksimal. Kemudahan untuk melihat suatu objek serta kejelasan dalam melihat objek kerja dipengaruhi oleh kekontrasan. Kontras yang terlalu tinggi dapat menyebabkan kesilauan. Akibat dari kurangnya pencahayaan di lingkungan kerja menyebabkan kelelahan fisik dan mental bagi para pekerjanya. Kurangnya pencahayaan akan memaksa seseorang untuk mendekatkan matanya ke arah objek yang bertujuan memperbesar ukuran objek. Sebaliknya, pencahayaan yang berlebihan juga akan menyebabkan kesilauan bagi para pekerja. Kedua hal ini menyebabkan akomodasi mata lebih dipaksa dan mungkin akan terjadi penglihatan rangkap (Fayrina, 2012). Menurut NIOSH beberapa gejala kelelahan mata antara lain : mata tegang, penglihatan kabur, penglihatan rangkap/ganda, mata merah, mata perih, mata berair, mata gatal atau kering dan sakit (Haeny, 2009). Universitas Sumatera Utara 31 Menurut Suma’mur (2009) tingkat pencahayaan yang buruk di tempat kerja dapat mengakibatkan dampak yang buruk terhadap kesehatan pekerja, antara lain: a. Kelelahan mata dengan berkurangnya daya dan efisiensi kerja; b. Kelelahan mental/psikis; c. Keluhan-keluhan pegal di daerah mata dan sakit kepala di sekitar mata; d. Kerusakan mata; dan e. Meningkatnya peristiwa kecelakaan 2.4 Kerangka Konsep Intensitas Pencahayaan Keluhan Kelelahan Mata Gambar 2.10 Kerangka Konsep Penelitian Universitas Sumatera Utara