BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

advertisement
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia adalah mahluk sosial yang saling membutuhkan satu sama lainnya.
Manusia saling berinteraksi sosial dalam usaha mengkomunikasikan pikiran dan
perasaannya. Ketika tidak ada orang lain yang dapat memenuhi kebutuhan komunikasi
ini, maka dapat menimbulkan perasaan kesepian.
Kesepian berarti suatu keadaan mental dan emosional yang terutama dicirikan
oleh adanya perasaan terasing dan kurangnya hubungan yang bermakna dengan orang
lain (Bruno, 2000). Kesepian timbul dari perasaan kehilangan suatu hubungan yang
diharapkan, meskipun terdapat bentuk hubungan yang dapat mengimbangi kesepian,
tetapi tidak dapat dipertukarkan. Perasaan kesepian ini diawali ketika seseorang merasa
bahwa ia membutuhkan suatu pertemuan dan keakraban di sekelilingnya, tetapi pada
kenyataannya orang tersebut tidak mempunyai teman atau merasa kekurangan teman
sehingga hal ini menyebabkan munculnya suatu perasaan ketidaknyamanan emosi.
Kesepian dapat terjadi pada berbagai usia, termasuk usia remaja. Mahasiswa
umumnya berada pada fase peralihan diantara periode remaja akhir dan dewasa awal.
Berdasarkan pembagian usia dari MÅ‘nks, Knoers, & Haditono (2001), mahasiswa dapat
dimasukkan pada golongan remaja akhir, yaitu usia 18 hingga 21 tahun untuk
mahasiswa baru, dan di atas 21 tahun termasuk golongan dewasa awal untuk mahasiswa
tingkat lanjut.
1
2
Dalam survei kesepian yang dilakukan oleh Mental Health Foundation pada
tahun 2010, dari 2256 orang ditemukan 24% populasi yang merasakan kesepian, sampel
dengan umur 18 – 34 tahun lebih merasakan kesepian daripada sampel yang berumur di
atas 55 tahun (perbandingannya hingga 17%) (Mental Health Foundation, 2010).
Penelitian Voitkane (2001, dalam www.ispaweb.org) terhadap 607 mahasiswa tahun
pertama Universitas Latvia mendapatkan hasil bahwa 52,6% mahasiswa mengalami
kesulitan dalam membentuk hubungan baru.
Barth (2010) dalam Psychology Today, menyebutkan bahwa mahasiswa tahun
pertama merupakan remaja dalam masa trasisi dimana mereka belajar menjadi orang
dewasa yang mandiri. Mereka seringkali merindukan masa-masa sekolah di sekolah
lanjutan atau merindukan suasana rumah jika kuliah berada di kota lain. Bagi
mahasiswa baru, memasuki perguruan tinggi harus diikuti dengan perubahan situasi
yang sangat berbeda dengan ketika masih menjadi peserta didik di sekolah lanjutan.
Masa perkuliahan berbeda dengan masa-masa sekolah baik dari segi peraturan,
kedisiplinan, serta sistem pembelajarannya. Dunia perkuliahan adalah dunia di mana
hampir semua kegiatan dilakukan dan diputuskan sendiri, oleh karena itu dibutuhkan
kemandirian.
Sebuah artikel dalam Post-Gazette (Smydo, 2008) menyebutkan suatu penelitian
di University of Carolina, Los Angeles yang menemukan bahwa kesehatan emosional
mahasiswa menurun sepanjang tahun pertama di bangku perguruan tinggi. Mereka
merasa kewalahan, konlik dengan teman asrama, masalah keuangan, dan kesulitan
akademik merupakan beberapa faktor yang mengarah pada depresi dan kesepian pada
mahasiswa.
3
Ada dua alasan utama yang mendasari asumsi bahwa mahasiswa baru
merupakan usia yang berisiko tinggi dibanding tingkat usia lain dalam mengalami
kesepian, yaitu: (1) Peralihan usia remaja menuju dewasa awal. Ini merupakan masa
yang penuh masalah dan membutuhkan banyak penyesuaian diri yang disebabkan
karena terjadinya perubahan harapan sosial, peran, dan perilaku (Hurlock, 1997);
(2) Peralihan dari lingkungan sekolah (SMA) ke Perguruan Tinggi. Memasuki
Perguruan Tinggi berarti memerlukan tanggung jawab yang lebih besar bagi remaja
serta adanya tuntutan untuk lebih mandiri, terutama bila dunia kampus yang dimasuki
berada jauh dari rumah (Sears, Freedman, & Peplau, 1994).
Suatu penelitian tentang kesepian pada mahasiswa di Los Angeles Amerika
Serikat (Cutrona dalam Sears dkk., 1994) menunjukkan hasil bahwa mahasiswa baru
mengalami kesepian di awal tahun kuliah sebanyak 75%, yaitu sesaat setelah
kedatangan mereka di kampus. Lebih dari 40% mahasiswa baru menyatakan bahwa
mereka mengalami kesepian dengan intensitas sedang sampai hebat. Parlee dalam Sears
dkk. (1994), juga mengatakan bahwa kesepian tertinggi terjadi pada remaja dan
pemuda, dan kesepian yang terendah terjadi pada orang yang lebih tua. Hal ini karena
pemuda menghadapi sejumlah besar transisi sosial, seperti meninggalkan rumah, hidup
mandiri, dan memasuki perguruan tinggi.
Pada remaja yang berstatus mahasiswa baru akan mengalami saat paling sulit
dalam kehidupan sosial baru. Mahasiswa baru harus belajar mengembangkan kehidupan
bersosialisasi dan mengekspresikan diri terhadap masalah dan kehidupan orang lain.
Mahasiswa baru yang gagal mengembangkan kemampuan bersosialisasi dan kurang
4
menghargai diri sendiri akan membuat mahasiswa yang bersangkutan merasa ditolak
oleh orang lain sehingga menimbulkan perasaan terisolasi dan merasa kesepian.
Mahasiwa baru dihadapkan pada kehidupan perkuliahan yang baru. Masa awal
perkuliahan merupakan periode paling sulit dijalani karena pada masa ini tidak sedikit
individu yang meninggalkan rumah untuk pertama kalinya dan berpisah dengan
keluarga serta teman yang selama ini merupakan sumber dukungan pengganti orang tua
(Rice, 1992). Mereka juga harus menyelesaikan banyak tugas sekaligus menyesuaikan
dirinya dengan tugas-tugas baru, antara lain mengelola keuangan dan mengerjakan
pekerjaan rumah sendiri, yang sebelumnya dikerjakan oleh orangtuanya. Ditambah pula
dengan tantangan kegiatan akademik, yang mana umumnya lebih sulit dan jauh lebih
besar daripada yang mereka temui di sekolah menengah sebelumnya. Perubahanperubahan yang dihadapi semacam itu akan menghasilkan respon yang berbeda-beda
dari setiap mahasiswa yang mengalaminya, negatif maupun positif, dan beresiko besar
menyebabkan krisis dalam perkembangan mereka. Seperti ditegaskan Hurlock (1999)
bahwa kemampuan mahasiswa untuk mengadakan penyesuaian terhadap perubahanperubahan di dalam dirinya dan harapan masyarakat atau lingkungan akan sangat
menentukan bagi perkembangan selanjutnya.
Paul dan Brier (2001) mengatakan bahwa transisi dalam kehidupan seperti
halnya beralih dari kehidupan sekolah menuju kehidupan perkuliahan berpotensi
meningkatkan keraguan diri dan kekecewaan, bahkan dapat mendorong terbentuknya
sikap menyerah. Perubahan yang dialami remaja ketika menjadi mahasiswa
memerlukan penyesuaian diri yang tepat. Mahasiswa tahun pertama yang tidak berhasil
5
beradaptasi dengan lingkungan baru dapat mengalami berbagai masalah, termasuk
masalah dalam membina hubungan dengan orang lain.
Menghadapi berbagai konsekuensi akibat adanya perubahan memasuki
pendidikan baru, mahasiswa baru dengan penyesuaian diri yang baik dapat mengatasi
masalahnya dengan baik, namun tidak jarang ada sebagian mahasiswa baru yang
kesulitan dalam melewati dan mengatasi berbagai permasalahan yang dihadapinya,
sehingga menimbulkan tidak percaya diri, prestasi menurun, hubungan dengan teman
menjadi kurang baik (Milasari dalam Sari, 2005) atau bahkan bisa menimbulkan kondisi
regresif atau mengalami kemunduran, bisa juga mengarah pada perilaku kekanakkanakan (Suryanto, 2003).
Penelitian Dewi (2000) menyebutkan bahwa persaingan dalam bidang
pendidikan menyebabkan seseorang sibuk memikirkan dirinya, kurang banyak waktu
bergaul sehingga tidak dapat menjalin hubungan yang akrab dengan orang lain yang jika
berlangsung terus menerus dapat menyebabkan seseorang kesepian. Hal ini dapat
menimbulkan masalah karena bagi mahasiswa yang tidak bisa menyesuaikan diri
dengan keadaan di sekitarnya akan memunculkan suatu perasaan terisolasi dari
pergaulan teman sebaya yang bisa mendorong para mahasiwa baru tersebut ke arah
perasaan kesepian yang mendalam.
Proses penyesuaian diri dapat dikatakan berhasil bila seseorang dapat memenuhi
tuntutan lingkungan, dan diterima oleh orang-orang di sekitar sebagai bagian dari
masyarakat. Individu yang kesepian dipersepsikan sebagai orang yang tidak bisa
menyesuaikan diri dengan orang-orang yang mengenal mereka (Baron dan Byrne,
2005).
6
Rubenstein dan Shaver (dalam Wheeler, 1980), mengemukakan beberapa alasan
yang menyebabkan seseorang merasa kesepian antara lain: tanpa ikatan, perasaan
terasing (berada di tempat yang baru), kesendirian, isolasi yang terpaksa, keadaan yang
terpisah (jauh dari rumah, pekerjaan atau sekolah yang baru, berpindah tempat).
Kesepian yang terjadi pada remaja lebih disebabkan karena remaja tengah mengalami
proses perkembangan yang kompleks. Perkembangan yang meningkatkan perasaan
terisolasi, kebutuhan akan individu lain dan kecemasan terhadap masa depannya
(Brennan dalam Adi, 2000). Akibatnya, remaja kehilangan tempat berpegang untuk
mencurahkan perasaannya, mereka sering merasa tidak bahagia dan kesepian karena
tidak adanya kepuasan dalam hal pergaulan dengan lingkungannya.
Hal lain yang mempercepat terjadinya kesepian adalah adanya kejadian atau
perubahan hubungan sosial seseorang berupa berakhirnya sutau hubungan akrab
misalnya kehilangan karena kematian, putus hubungan atau terpisah secara fisik dengan
orang yang dicintai. Menurut Hill (2000), kesepian bukan saja disebabkan ada atau
tidaknya hubungan, tapi juga oleh faktor kepuasan dalam hubungan sosial sehingga
menurunnya kepuasan dalam hubungan akan mengarahkan pada terjadinya kesepian.
Peneliti melakukan wawancara dengan beberapa rekan mahasiswa baru di salah
satu perguruan tinggi swasta di Yogyakarta, dan hasilnya menunjukkan bahwa mereka
mengaku kesepian karena menurut mereka tidak mudah untuk menjalin hubungan
pertemanan di kampus. Pada awal masuk kampus mereka bersemangat karena menjalani
kehidupan baru, tetapi kenyataannya mereka merasa kesepian karena harus belajar
beradaptasi dengan tugas-tugas baru dan teman-teman baru. Selain itu berdasarkan
pengamatan sederhana yang dilakukan peneliti, pada mahasiswa yang mengalami
7
kesepian terlihat seperti tidak memiliki semangat. Mereka seringkali terlihat sendiri
dengan wajah yang tidak cerah, dan biasanya mereka ini hanya terlihat memiliki
beberapa teman saja dan itupun tidak cukup akrab.
Berdasarkan wawancara dan pengamatan sederhana tersebut, peneliti mengambil
simpulan sementara bahwa pada mahasiswa baru terdapat kecenderungan merasa
kesepian karena kesulitan menyesuaikan diri dengan teman-teman baru.
Berdasarkan uraian para ahli yang disebutkan di atas, timbul pertanyaan pada
peneliti, apakah ada hubungan antara penyesuaian diri dan kesepian. Guna menjawab
pertanyaan tersebut dilakukan penelitian dengan judul Hubungan Antara Penyesuaian
Diri dan Kesepian Pada Mahasiswa Baru di Perguruan Tinggi Swasta Yogyakarta.
B. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara
penyesuaian diri dengan kesepian pada mahasiswa baru di perguruan tinggi swasta di
Yogyakarta.
C. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat :
1. Manfaat teoritis
Secara umum memperkaya kajian psikologi pada umumnya, dan
khususnya untuk memperkaya kajian keilmuan psikologi sosial terutama
mengenai penyesuaian diri dan kesepian.
8
2. Manfaat praktis
Penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai informasi atau masukan
bagi mahasiswa baru, pihak perguruan tinggi dan orangtua mahasiswa
baru untuk menghadapi masalah kesepian pada mahasiswa baru.
Download