1 1. PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Padatnya aktivitas sehari

advertisement
1
1. PENDAHULUAN
1. 1. Latar Belakang
Padatnya aktivitas sehari-hari manusia tekadang membuat orang merasa penat.
Akibatnya banyak orang menginginkan waktu luang dapat digunakan sebaik mungkin
untuk
beristirahat,
menyegarkan
pikiran
dan
melakukan
kegiatan
yang
menyenangkan. Kegiatan menyenangkan dapat bervariasi mulai dari aktivitas luar
seperti lari pagi sampai menonton televisi. Menurut Duffy (2005), dari semua pilihan
kegiatan menyenangkan yang ada, melakukan rekreasi atau perjalanan wisata adalah
pilihan yang paling banyak ditemui. Data statistik dari Departemen Kebudayaan dan
Pariwisata mengenai jumlah wisatawan nusantara atau wisatawan domestik
mengalami peningkatan setiap tahunnya. Hal ini semakin menunjukkan bahwa
perjalanan wisata semakin dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat dari tabel di bawah ini:
Tabel 1.1 Jumlah Wisatawan Nusantara (Domestik) Tahun 1994-2003
Jumlah
Wisatawan
Jumlah Perjalanan/
Jumlah Penduduk (jiwa)
Tahun
Nusantara
Kunjungan
(Orang)
1994
83.478.756
99.955.864
192.216.500
1997
98.106.264
145.546.752
201.353.100
2001
103.384.313
195.770.735
208.436.800
2003
106.852.941
201.301.658
Sumber: Laporan Tahunan DepBudPar, 2004
218.650.203
Atau kita juga dapat melihat betapa menjamurnya kebutuhan untuk melakukan
rekreasi atau perjalanan wisata dari tayangan-tayangan yang ada di televisi. Sebut
saja program Jelajah, Jejak Petualang, Koper&Ransel yang ditayangkan televisi lokal
Indonesia. Hal tersebut menunjukkan bahwa motivasi untuk melakukan perjalanan
wisata dan keingintahuan seseorang akan tempat atau daerah wisata semakin tinggi.
Di dalam dunia pariwisata Indonesia sendiri, ada sebuah gaya hidup yang sedang
Gambaran Trait..., Anggita Septia Pradipta, F.Psi UI, 2008
Universitas Indonesia
2
menjadi tren, yaitu Backpacker. Menurut Wikipedia, backpacker adalah seseorang
yang melakukan perjalanan wisata dengan anggaran pengeluaran yang rendah, jumlah
hari melakukan wisata lebih banyak, menggunakan sarana transportasi umum dalam
kegiatannya dan dilakukan dalam kelompok kecil maksimal 5 orang.
Sebenarnya tren ini sudah lama ada di dunia barat yang dipicu dari murahnya
harga tiket pesawat. Karena harga tiket tujuan wisata yang ditawarkan berbagai
maskapai semakin murah, maka semakin banyak backpacker yang bermunculan.
Sebanyak 92% wisatawan di Inggris, 90% di Australia dan 75% di Amerika adalah
Backpacker (Hyde & Lawson, 2003). Tetapi di Indonesia sendiri, tren ini baru
berkembang di awal tahun 2000-an. Maskapai Air Asia mempelopori murahnya harga
tiket pesawat sehingga menambah jumlah backpacker asal Indonesia. Di dalam
sebuah situs backpacker yang memiliki banyak anggota disebutkan bahwa saat ini
mereka sudah memiliki anggota sebanyak 1400 orang. Kemudian sisanya masingmasing kurang lebih 1000 anggota per komunitas, seperti Semarang Backpacker,
FunTrip Volcano, The Backpacker dan berbagai komuitas lain yang mulai
bermunculan.
Perjalanan wisata yang dilakukan oleh seorang backpacker dimotivasi oleh
keinginan kuat untuk mengenal lebih jauh budaya di dunia (Maoz dan Gurion, 2006).
Aktivitas yang dilakukan selaku backpacker bermacam-macam, diantaranya
melakukan aktivitas yang dilakukan oleh penduduk bersama penduduk lokal, naik
gunung, menyelam atau bahkan hanya berinteraksi dengan penduduk setempat (Hyde
& Lawson, 2003). Untuk menekan biaya, backpacker biasanya tidak akan segan
untuk menginap di rumah penduduk. Mereka juga cenderung untuk tinggal lebih lama
daripada wisatawan biasa agar dapat berinteraksi dengan komunitas yang mereka
kunjungi. Backpacker memang harus berjiwa petualang dan mempunyai daya survive
tinggi (Allon, 2004). Hal ini yang membedakan backpacker dengan wisatawan biasa
yang biasa berpergian dengan rencana matang, dana berlebih atau menyerahkan
segalanya kepada biro perjalanan.
Perjalanan wisata dapat memudahkan backpacker untuk melakukan hal-hal yang
tidak biasa dilakukan di rumah karena jauh dari lingkungan sosialnya. Kegiatan-
Gambaran Trait..., Anggita Septia Pradipta, F.Psi UI, 2008
Universitas Indonesia
3
kegiatan yang melibatkan spontanitas, kebersamaan, dan partisipasi peran dalam
beberapa aktivitas lebih banyak terjadi saat melakukan perjalanan wisata daripada di
rumah. Josaim dkk (2000, dalam Bauer dan McKercher, 2003) mengatakan bahwa
perilaku seperti mabuk-mabukan, menggunakan obat-obatan terlarang dan melakukan
kegiatan seksual yang tidak aman sangat dimungkinkan terjadi. Dalam melakukan
perjalanan wisata, backpacker hampir selalu memiliki pasangan atau partner (Green
& Robert, 2000). Partner seorang backpacker tidak selalu merupakan orang terdekat
seperti istri, suami atau kekasih, tetapi juga teman sesama backpacker atau teman satu
komunitas. Hubungan dengan partner baru, dapat juga terjalin ketika bertemu dengan
sesama backpacker di tempat tujuan wisata atau dengan penduduk lokal baik
perempuan maupun laki-laki. Josaim dkk (2000, dalam Bauer dan McKercher, 2003)
juga mengatakan bahwa faktor partner dalam melakukan perjalanan wisata ternyata
menjadi salah satu penyebab munculnya hubungan romantis dengan partner
perjalanan. Adanya perasaan nyaman, saling merasa cocok, komunikasi yang baik
selama melakukan kegiatan wisata akhirnya dapat membangun suasana romantis
yang memicu terjalinnya sebuah hubungan. Menurut Bauer dan McKercher (2003),
kehadiran partner memiliki potensi untuk memicu timbulnya perasaan romantis,
perasaan saling memiliki, keinginan untuk menjalin sebuah hubungan percintaan
hingga keinginan untuk melakukan aktivitas seksual. Berbagai penelitian menemukan
bahwa backpacker memiliki kecenderungan untuk melakukan aktivitas seksual di
tempat tujuan wisata ( Hyde & Lawson, 2003). Dalam sebuah situs disebutkan
apabila backpacker tidak melakukan perjalanan wisata dengan pasangannya, mereka
cenderung akan melakukan aktivitas seksualnya kepada penduduk setempat dimana
mereka tinggal (www.collectionscanada.ca).
Dalam film dokumenter Backpacker Thailand, menunjukkan pengalaman mereka
dalam melakukan perjalanan lebih banyak dilakukan dalam kelompok. Film tersebut
memfokuskan pada pemenuhan kebutuhan melalui pesta, minum-minuman
beralkohol dan narkoba serta melakukan aktivitas seksual di tempat tujuan wisata.
Sedangkan di Dahab, kebudayaan backpacker ditunjukkan melalui cara berpakaian,
yaitu dengan menggunakan kaos, jenis musik, yaitu rap dan hip-hop, serta perilaku-
Gambaran Trait..., Anggita Septia Pradipta, F.Psi UI, 2008
Universitas Indonesia
4
perilakunya, yaitu mengkonsumsi narkoba dan alkohol serta terlibat dalam kegiatan
seksual dengan penduduk setempat (Doorne, 1993). Uriely & Belhassen (2005)
menemukan perilaku backpacker tersebut termotivasi oleh keinginan untuk
mendapatkan kesenangan dalam melakukan perjalanan wisata. Selain itu Gray (1970)
menemukan, perilaku backpacker juga termotivasi oleh trait dasar dari individu yang
menyebabkan mereka meninggalkan hal umum dan mencari hal berbeda dari tempat
dan budaya baru.
Kegiatan backpacker dapat digolongkan sebagai kegiatan yang menunjukkan trait
Sensation seeking. Menurut sebuah situs backpacker, kegiatan yang dilakukan
biasanya diantaranya snorkling, diving, naik gunung, tidur di jalan apabila tidak
menemukan tempat tinggal, menjelajahi daerah yang belum pernah dikunjunginya
dengan berjalan kaki dan menumpang kendaraan yang lewat. Sensation seeking
adalah trait yang menunjukkan bahwa orang tersebut cenderung melakukan kegiatan
unik, bervariasi, kompleks, dan kerelaan mengambil risiko untuk mendapatkan
pengalaman baru (Zuckerman, 1979).
Tabel 1. 2 Aktivitas Sensation seekers
Jenis Aktivitas
M
SD
F Test
Of significance
Naik gunung
3.11
1.33
p<.05
Camping
2.97
1.43
p<.05
Memancing
1.93
1.29
p<.05
Mountaineering
2.22
1.24
p<.05
Rafting
2.10
1.31
p<.05
Wilderness hiking
3.11
1336.00
p<.05
Jungle Safari
1.75
1.25
p<.05
Sumber: Pizam, dkk. (2004)
Sensation seeking memiliki banyak hubungan yang signifikan dengan beberapa
hal, diantaranya interaksi sosial, ekspresi afeksi dan perilaku seksual. Terdapat empat
Gambaran Trait..., Anggita Septia Pradipta, F.Psi UI, 2008
Universitas Indonesia
5
dimensi sensation seeking, yaitu Thrill and adventure seeking, Experience seeking,
Disinhibition dan Boredom susceptibility. Menurut Zuckerman (1979), dimensi
Disinhibition Seeking memiliki hubungan yang signifikan dengan aktivitas seksual.
Aktivitas Seksual juga memiliki hubungan yang signifikan dengan Thrill and
adventure seeking dan Boredom susceptibility Seeking. Menurut penelitian
Zuckerman (1976), aktiivtas seksual yang diukur berdasarkan kegiatan seksual mulai
dari variasi dalam berciuman, melakukan petting, sampai coitus dengan berbagai
macam variasi dan kegiatan oral-genital memiliki hubungan dengan sensation
seeking. Sensation seeker yang memiliki skor tinggi menunjukkan banyaknya variasi
dalam kegiatan seksualnya dengan pasangan yang lebih dari satu. Pengalaman
seksual merupakan ekspresi dari motif dibalik sensation seeking (Zuckerman, 1976).
Seperti telah disebutkan di atas, bahwa backpacker merupakan salah satu
individu yang tergolong memiliki trait sensation seeking, maka terdapat kaitannya
dengan perilaku seksual. Dimana disebutkan dalam Zuckerman (1976), seseorang
yang memiliki skor sensation seeking tinggi cenderung menerima aktivitas seksual
sebagai aktivitas dasar yang sangat menyenangkan. Hal ini terutama berlaku pada
laki-laki, hasil penelitian menunjukkan bahwa skor sensation seeking yang tinggi
pada laki-laki memiliki hubungan yang signifikan dengan sexual permissiveness
daripada perempuan dengan skor sensation seeking yang tinggi. Perilaku seksual
yang dilakukan oleh backpacker ini menambah deretan daftar individu yang
melakukan perilaku seksual sebelum pernikahan, padahal banyak konsekuensi yang
berkaitan dengan dampak dilakukannya aktivitas seksual sebelum pernikahan
(Atwater, 1983).
Terdapat tiga hal yang mendorong peneliti untuk membahas sensation seeking
dan perilaku seksual dalam penelitian ini. Pertama, penelitan mengenai tipe trait
sensation seeking dan backpacker sangatlah minim, padahal keduanya berhubungan
secara signifikan ditengah maraknya fenomena backpacker dewasa ini. Kedua, bahwa
dengan adanya penelitian mengenai perilaku seksual backpacker asing di tempat
tujuan wisata, peneliti ingin melihat apakah perilaku backpacker asing tersebut sama
dengan backpacker Indonesia. Apabila pada hasil penelitian ini menunjukkan adanya
Gambaran Trait..., Anggita Septia Pradipta, F.Psi UI, 2008
Universitas Indonesia
6
kesamaan antara perilaku backpacker asing dengan perilaku backpacker di Indonesia,
maka sebenarnya terdapat dampak buruk yang diakibatkan oleh perilaku mereka.
Faktor ini kemudian diketahui dapat meningkatkan resiko penyakit menular seksual
(Roberts & Green, 2000). Ketiga, dari berbagai macam penelitian yang menemukan
bahwa perilaku backpacker di tempat tujuan wisata terdiri dari berbagai macam
motivasi, peneliti berasumsi bahwa perilaku tersebut didorong oleh trait yang
dimiliki mereka, yaitu sensation seeking. Maka peneliti ingin melihat seberapa besar
trait sensation seeking terdapat di dalam diri backpacker.
1. 2. Perumusan Masalah
Permasalahan yang akan dibahas di dalam penelitian ini antara lain sebagai
berikut:
1. Bagaimana gambaran trait sensation seeking backpacker Jakarta?
2. Bagaimana gambaran perilaku seksual backpacker Jakarta?
1. 3. Tujuan Penelitian
Tujuan dari dilakukannya penelitian ini adalah untuk melihat seberapa besar
trait sensation seeking ada di dalam diri backpacker serta sejauh mana perilaku
seksual telah dilakukan oleh backpacker Jakarta saat melakukan perjalanan.
1. 4. Manfaat Penelitian
Manfaat ilmiah dalam penelitian ini adalah untuk memberikan sumbangan
bagi dunia psikologi khususnya psikologi pariwisata dan psikologi klinis. Selain itu
untuk mendorong munculnya penelitian tentang ranah yang sedang tren, yaitu tentang
Backpacker.
Sedangkan manfaat praktis dari penelitian ini adalah munculnya perhatian
untuk mengatasi angka perilaku seksual di luar pernikahan yang ternyata banyak
dilakukan oleh backpacker. Manfaat jangka panjang dari penelitian ini adalah
diharapkan dapat menurunkan angka Kehamilan Tidak Diinginkan (KTD) dan
Gambaran Trait..., Anggita Septia Pradipta, F.Psi UI, 2008
Universitas Indonesia
7
Penyakit Menular Seksual (PMS) yang dilaporkan mulai meningkat sebagai akibat
dari perilaku seksual para backpacker saat melakukan perjalanan wisata.
1. 5. Sistematika Penelitian
Dalam bab pertama yang berisi pendahuluan dijelaskan mengenai latar
belakang masalah yaitu mengenai aktivitas yang dilakukan oleh backpacker tergolong
ke dalam trait sensation seeking serta perilaku seksual backpacker Jakarta yang
dilakukan saat melakukan perjalanan wisata. Bab kedua menjelaskan teori mengenai
perilaku seksual, sensation seeking dan backpacker. Pada bab ketiga dijelaskan
permasalahan, hipotesis dan variabel penelitian dimana dalam penelitian ini yaitu
perilaku seksual dan sensation seeking. Bab keempat berisi mengenai metode
penelitian, diantaranya karakteristik partisipan, instrumen penelitian dan tahap
penelitian yang telah dilakukan. Selain itu terdapat pula hasil validitas dan reliabilitas
tryout penelitian. Bab kelima menjelaskan hasil yang didapat pada penelitian ini.
Terakhir bab keenam berisi kesimpulan, diskusi dan saran bagi penelitian ini.
Gambaran Trait..., Anggita Septia Pradipta, F.Psi UI, 2008
Universitas Indonesia
Download