Sistemic Lupus Eritematosus (SLE) sedang

advertisement
Sistemic Lupus Eritematosus (SLE) sedang dengan hipertiroid
M.Aron Pase, Melati Silvanni Nasution, Santi Syafril, Dharma Lindarto, Fiblia
Divisi Endokrin dan Metabolik, Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/RSUP Haji Adam Malik Medan
Abstrak
Sistem imun- neuroendokrin berpartisipasi pada patogenesis dan klinis dari penyakit autoimun salah satunya
adalah penyakit SLE. Selama stimulasi inflamasi dan aktivitas penyakit aktif, terjadi interaksi secara jelas
antara hipotalamic-pituitary-adrenal, hipotalmaic-pituitary gonadal, hipotalamic pituitary – thyroid dan
prolactin dengan sistem imun. Hal ini yang menyebabkan respon abnormal dari sistem –imunneuroendokrin dapat menyebabkan gangguan toleransi sel imun. Disfungsi tiroid sering dijumpai pada SLE
dan Reumatoid Artritis. Insiden gangguan tiroid pada SLE lebih banyak dibandingkan pada populasi umum.
Banyak kasus yang diterapi sebagai disfungsi tiroid sebelum diagnosa SLE ditegakkan. Berdasarkan hasil
penelitian dilaporkan bahwa gangguan tiroid sekitar 36% dan 50% diantaranya merupakan gangguan
autoimun dan berhubungan signifikan dengan aktivitas penyakit autoimun serta disfungsi tiroid.1,2
Laporan Kasus
Seorang Perempuan usia 31 tahun dengan keluhan nyeri sendi. Hal ini dialami os ± 6 bulan SMRS.
Nyeri sendi pada daerah tangan, kaki dan lutut. Ruam kemerahan pada daerah wajah dan semakin menebal
dialami os dalam 2 bulan ini jika terpapar sinar matahari. Rambut rontok dialami os dalam 2 bulan ini.
BAK volume 1000 cc perhari, warna kuning jernih. Riwayat berkeringat berlebih dijumpai. Riwayat
penurunan berat badan tidak dijumpai. Jantung berdebar debar tidak dijumpai. Mudah lelah dijumpai.
Dari pemeriksaan fisik dijumpai alopesia, ruam malar, fotosensitifitas, atralgia. Laboratorium
dijumpai peningkatan fungsi ginjal, peningkatan nilai ANA dan anti ds-DNA, hipoalbumin, dislipidemia,
penurunan TSH dan peningkatan Free T4, serta peningkatan protein urin 24 jam. EKG : sinus ritme, foto
thorax PA : dalam batas normal. USG tiroid : tidak tampak kelainan. USG ginjal dan saluran kemih : dalam
batas normal.
Pasien didiagnosa dengan SLE sedang + Hipertiroid + lupus nefritis+ isk komplikata+ dislipidemia +
hipoalbumin dan selama perawatan pasien diterapi dengan tirah baring, diet ginjal 1700 kkal 30 gram
protein, IVFD Nacl 0,9% 20 gtt/i macro, Drip Ciprofloxacin 200mg/12jam, Inj methylprednisolon 500
mg/iv/hari selama 3 hari, inj ranitidin 50mg/12 jam, thyrozol tab 1x10 mg, captopril 2x6,25 mg dan
simvastatin 1x10 mg. Pasien sebelumnya telah mendapatkan thyrozol ± 1 bulan dari rawat jalan dan
ditemukan perbaikan fungsi tiroid, namun untuk SLE, kesan masih belum teratasi.
Kata Kunci : SLE, hipertiroid , gangguan autoimun tiroiditis
1. Pendahuluan
1
Universitas Sumatera Utara
Sistemik Lupus Erithematosus (SLE) merupakan gangguan autoimun multisistem
dengan spektrum klinis yang luas yang melibatkan banyak organ dan jaringan.
Heterogenesitas yang ditemukan pada SLE ini menyebabkan terdapat penelitian yang
menyatakan bahwa SLE hadir sebagai sindroma bukan sebagai penyakit tunggal. 3,4
Disfungsi tiroid sering dijumpai pada SLE dan Reumatoid Artritis. Insiden gangguan
tiroid pada SLE lebih banyak dibandingkan pada populasi umum. Banyak kasus yang diterapi
sebagai disfungsi tiroid sebelum diagnosa SLE ditegakkan. Dari hasil penelitian R,Porkadi
dkk 2004, 13,1 5 dari 153 pasien SLE yang menderita disfungsi tiroid. Semua pasien adalah
wanita, dengan rata-rata usia 29,5 tahun (17-35 tahun), lama menderita SLE 26 bulan dan
disfungsi tiroid 55 bulan. Disfungsi tiroid mendahului terjadinya SLE 6 (30%). Dengan
insiden hypertiroid klinis 60% dan subklinis 20% sedangkan hipotiroid 10% dan eutiroid
10%. Gejala dari ganggan tiroid
tidak jelas pada SLE. Sehingga disarankan untuk
mengindentifikasi gangguan tiroid pada SLE. Hipertiroid biasanya lebih dahulu terjadi
dibandingkan dengan SLE
dan terapi anti tiroid dapat menyebabkan SLE. SLE dan
Reumatoid Artritis dapat mempercepat disfungsi tiroid. 2,5
Laporan Kasus
Seorang Perempuan usia 31 tahun datang dengan keluhan nyeri sendi. Hal ini dialami
os ± 6 bulan SMRS. Nyeri bersifat terus menerus dengan intensitas berat. Nyeri sendi pada
daerah tangan, kaki dan lutut. Ruam kemerahan pada daerah wajah dan semakin menebal jika
os terpapar sinar matahari dialami os dalam 2 bulan ini. Sesak nafas tidak dijumpai, batuk
tidak dijumpai, demam tidak dijumpai. Mual dan muntah tidak dijumpai. Rambut rontok
dialami os dalam 2 bulan ini. Bengkak pada kedua tungkai tidak dijumpai. BAK volume
1000 cc perhari, warna kuning jernih, riwayat BAK berpasir dan berdarah tidak dijumpai.
Riwayat nyeri saat BAK tidak dijumpai. Nyeri pinggang tidak dijumpai. BAB dalam batas
normal. Riwayat sering berkeringat berlebih dijumpai. Riwayat penurunan berat badan tidak
dijumpai. Jantung berdebar debar tidak dijumpai. Mudah lelah dijumpai.
Keadaan umum pasien tampak sedang, Keadaan penyakit tampak sedang serta keadaan
gizi kesan normoweight. Pada pemeriksaan fisik dijumpai alopesia, malar rash,
fotosensitivitas, atralgia.
Laboratorium dijumpai Hb:11,9gr/dl ;Leukosit:15760/mm3, Platelet 377000/mm3,
B/E/N/L/M: 0/0/90,4/8,9/0,7. Ureum : 64,5 mg/dl, kreatinin 0,77 mg/dl, asam urat 6,4 mg/dl.
Na/K/Cl : 136/4,2/102 Meq/L. Bil total 0,14, bil direk 0,07, ALP 52, SGOT 16, SGPT 22,
Gamma GT 15, Albumin 1,9. HST : RASIO PT: 0,85, INR 0,86, APTT 0,71,TT 1,13,
2
Universitas Sumatera Utara
Fibrinogen 188, D-dimer 245. Faktor reumatoid negatif, ANAtest 188,(N<20), ANTI dsDNA 1119, CRP kuantitatif <0,7 mg/dl. Kol/TG/HDL/LDL : 246/324/43/159. Sel LE
negatif. Albumin 1,9 g/dl, T3 Total 1,26 (N : 0,8-2), t4 Total 10,8 (N:5-14), Free T4 : 3,5 (N :
1-1,6), TSH :<0,005 (N: 0,27-4,2).
Urinalisa : P/R/B/U: +2/-/-/-. Sedimen urin : E/L/Epitel/ Cast/Kristal : 3-6/5-10/1-2/-/-.
Volume urin/24 jam 2000ml, protein urin 267 mg% (++), protein urin 24 jam 5340 mg. Foto
thorax : tidak tampak kelainan pada cor dan pulmo. Kesimpulan USG tiroid : tidak tampak
lesi fokal di kedua lobus tiroid, ukuran dan bentuk dalam batas normal, tidak tampak
pembesaran KGB leher. USG ginjal dan saluran kemih : dalam batas normal.
Diskusi
Sistemik lupus eritematosus (SLE) merupakan penyakit inflamasi autoimun kronis
dengan etiologi
yang belum diketahui serta manfestasi klinis, perjalanan penyakit dan
prognosis yang beragam. Penyakit ini terutama menyerang wanita usia reproduksi dengan
angka kematian yang cukup tinggi. Faktor genetik, imunologik dan hormonal serta
lingkungan diduga berperan dalam patofisiologi SLE. Insiden wanita dibanding pria 9-14: 1.
Belum terdapat data epidemiologi SLE yang mencakup semua wilayah Indonesia. Data tahun
2002 di RSU Cipto Mangunkusumo (RSCM) 1,4%, RS Hasan Sadikin 10,5% pada tahun
2010. 3,4
Penyakit autoimun tiroiditis, ditandai dengan hadirnya antibodi yang menyerang
antigen tiroid dan hal ini telah banyak dihubungkan dengan organ non spesifik pada
gangguan reumatologi diantaranya adalah sistemik lupus eritematous. Sejumlah penelitian
melaporkan bahwa gangguan tiroid sering ditemukan pada SLE dibandingkan dengan
populasi umum. Namun masih belum jelas apakah gangguan tiroid ini apakah hipotiroid atau
hipertiroid yang lebih dominan. Hasil penelitian juga melaporkan bahwa ditemukan
antimicrosomal antibodi dan antithiroglobulin antibodi pada SLE dibandingkan dengan
populasi umum. Meskipun gejala klinis tiroid tidak muncul. SLE merupakan faktor risiko
terjadinya gangguan tiroid atau apakah ini merupakan suatu koinsiden masih belum dapat
dijelaskan. Namun kedua gangguan ini terjadi pada subjek yang sama yaitu usia muda dan
perempuan. Berdasarkan penelitian juga dilaporkan bahwa antimicrosomal antibodi lebih
sering ditemukan pada grup hipotiroid. 5.6
Hanya terdapat sedikit laporan yang menyebutkan SLE dengan hipertiroidisme. Boey
dkk melaporkan bahwa terdapat 8,9% pasien hipertiroidisme dari 129 pasien SLE. Goh dan
Wong juga melaporkan terdapat 9 dari 319 pasien SLE yang mengalami tirotoksikosis.
3
Universitas Sumatera Utara
Prevalensi ini tinggi dibandingkan pada populasi normal. Dua kasus Grave dilaporkan pada
wanita penderita SLE. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Pyne d,Isenberg Da,
(Ann Rheum Dis 2002) bahwa prevalensi hipotiroidisme
pada SLE lebih banyak
dibandingkan pada populasi umum yaitu : 5,7:1%. Sedangkan hipertiroidisme prevalensinya
tidak berbeda bermakna dengan populasi umum yaitu 1,7%. Sejumlah kasus menghubungkan
SLE dengan hipotiroidisme mupun subklinis hipotiroidisme. Berdasarkan laporan Chan dkk
dari 69 pasien SLE diperoleh 13%
hipotiroidisme subklinis dan 4,3 hipotiroid klinis.
Berdasarkan Whickham, prevalensi hipotiroid subklinis pada perempuan usia 18 tahun
sekitar 7,5% dan hipotiroid klinis 1%. Pyne dan Isenberg melaporkan prevalensi hipotiroid
pada 300 pasien SLE. Pada penelitian di Korea dan Singapura pada pasien SLE diperoleh
3,9%% menderita tiroiditis hasimoto. Sedangkan berdasarkan Tsai dkk, diperoleh tiroiditis
hasimoto sekitar 8,8%. Sebagai kesimpulan yaitu bahwa prevalensi hipotiroid klinis dan
hipotiroid subklinis tinggi pada pasien SLE dibandingkan dengan populasi normal. 6,7
Pada kasus ini, sesuai yang disebutkan pada literatur bahwa pasien seorang wanita
muda dengan usia 31 tahun. Pasien dengan diagnosa SLE
dan disertai dengan
hipertiroidisme. Dimana disebutkan bahwa hipertiroid lebih sering terjadi pada usia muda
yaitu rerata usia (27 sampai dengan 30,7 tahun, sedangkan hipotiroid subklinis pada usia 28
sampai dengan 35,7 tahun dan hipotiroid klinis pada usia 30,4 ssampai dengan 48,3 tahun).
Hal ini memperkuat hipotesa bahwa terjadi progresifitas menyeluruh dan lambat dari proses
autoimun. 5
Diagnosis
Rekomendasi diagnosis SLE di Indonesia mengacu pada kriteria diagnosis ACR 1997
revisi. Diagnosis SLE dapat ditegakkan jika memenuhi minimal 4 dari 11 kriteria ACR untuk
SLE. Bila dijumpai 4 atau lebih kriteria sesuai dengan tabel 1, diagnosa SLE memiliki
sensitifitas 85% dan spesifisitas 95%. Sedangkan bila hanya 3 kriteria dan salah satunya
ANA positif, maka sangat mungkin SLE dan diagnosis bergantung pada pengamatan klinis.
Bila hasil test ANA negatif, maka kemungkinan bukan SLE. Bila hanya test ANA positif
dan manifestasi klinis lain tidak ada, maka belum tertentu SLE dan observasi jangka panjang
diperlukan.
Pemeriksaan penunjang minimal lain yang diperlukan untuk diagnosis dan
monitoring.3,4
4
Universitas Sumatera Utara
Diagnosis ganggun tiroid berdasarkan American Thyroid Association kelenjar tiroid
bekerja dengan cara melepaskan hormon tiroid yaitu thyroxin atau disebut juga dengan T4
oleh karena terdiri dari 4 atom iodine. T4 ini dapat berefek dalam bentuk T3 yaitu dengan
cara melepaskan salah satu atom iodinenya didaerah hati ataupun otak. Pelepasan T4 ini
dikontrol oleh hormon yang dihasilkan oleh pituitary gland yang disebut dengan Thyroid
Stimulating Hormon (TSH). Jumlah TSH yang dikirim oleh pituitary gland tergantung pada
jumlah T4 yang beredar dalam darah, dimana jika kadar T4 rendah maka TSH tinggi, hal ini
dikenal dengan hipotiroid primer. Jika Kadar TSH rendah dan kadar free T4 juga rendah hal
ini menunjukkan hipotiroid sekunder yang bisa disebabkan oleh karena gangguan pituitary
gland. Sedangkan jika kadar T4 tinggi di dalam darah, maka kadar TSH yang dikirimkan
rendah dan hal ini disebut dengan hipertiroidisme. 8
Test TSH
dilakukan melalui pemeriksaan darah. Level TSH yang tinggi
mengindikasikan bahwa kelenjar tiroid sedang terganggu dan hal ini bersifat hipotiroidisme
5
Universitas Sumatera Utara
primer. Sedangkan jika TSH rendah mengindikasikan adanya over aktivitas dari kelenjar
tiroid (hipertiroidisme).
Test T4 yaitu oleh karena T4 memiliki dua bentuk dalam sirkulasi :
1. T4 berikatan dengan protein sehingga mencegah T4 masuk ke dalam organ yang
memerlukan hormon tiroid.
2. Free T4 dapat memasuki organ target dan berefek. Free T4 sangat berperan dalam
menunjukkan aktivitas kelenjar thyroid. Pada pasien hypertiroidisme maka freeT4
akan meningkat sedangkan pada hipotiroid maka free T4 akan menurun.
Kombinasi antara TSH dengan fre T4 secara akurat dapat menunjukkan fungsi tiroid.
Test T3 adalah berguna untuk mendiagnosis hipertiroidisme atau untuk menentukan
derajat keparahan dari hipertiroidisme. Pasien dengan hipertiroidisme akan memiliki
peningkatan kadar T3. 8
Thyroid Antibody Test merupakan salah satu pemeriksaan gangguan tiroid. Pada
keadaan normal, sistem imun dalam hal ini limfosit akan membentuk antibodi untuk melawan
antigen baik berupa bakteri ataupun virus dll. Pada kondisi hipotiroid atau hipertiroid,
limfosit membentuk antibodi yang dapat melawan tiroid baik berupa stimulasi atau merusak
kelenjar tiroid sendiri. Dua jenis antibodi yang menyebabkan masalah tiroid melalui merusak
sel protein yaitu thyroid peroxidase dan thyroglobulin. Pada pasien dengan anti thyroid
peroxidase positif dan atau anti thyroglobulin antibodi positif pada hipotiroidisme maka hal
ini mengindikasikan hasimoto tiroiditis. Sedangkan jika pada hipertiroidisme maka
mengindikasikan autoimun thyroiditis. Tes lain yang juga dapat digunakan yaitu radio uptake
iodine. Dimana meningkat jika terdapat
hipertiroidisme dan menurun jika terdapat
hipotiroidisme.8
Pada kasus ini pasien didiagnosa SLE, karena terdapat kriteria ACR berupa atralgia ±
6 bulan SMRS pada daerah tangan, kaki dan lutut. Ruam malar dialami os dalam 2 bulan
ini. Riwayat fotosensitivitas dialami os dalam 2 bulan ini. alopesia dialami os dalam 2 bulan
ini. ANAtest 188,(N<20), ANTI ds-DNA 1119, urinalisa : P/R/B/U: +2/-/-/-. Sedimen urin :
E/L/Epitel/ Cast/Kristal : 3-6/5-10/1-2/-/-. Volume urin/24 jam 2000ml, protein urin 267
mg% (++), protein urin 24 jam 5340.
Sedangkan diagnosa hipertiroid pada pasien ini yaitu pada anamnese ditemukannya
excessive sweating, palpitasi (-), malaise dijumpai dan riwayat hipertiroid sebelumnya serta
mendapatkan terapi thyrozol. Laboratorium dijumpai, T3 Total 1,26 (N : 0,8-2), t4 Total 10,8
(N:5-14), Free T4 : 3,5 (N : 1-1,6), TSH :<0,005 (N: 0,27-4,2). USG tiroid : tidak tampak lesi
6
Universitas Sumatera Utara
fokal di kedua lobus tiroid, ukuran dan bentuk dalam batas normal, tidak tampak pembesaran
KGB leher.
Penilaian aktivitas penyakit SLE
Perjalanan penyakit SLE yang ditandai dengan eksaserbasi dan remisi, memerlukan
pemantauan yang ketat akan aktivitas penyakitnya. Evaluasi aktivitas penyakit ini berguna
sebagai panduan dalam pemberian terapi. Indeks untuk menilai aktivitas penyakit seperti
SLEDAI, MEX-SLEDAI, SLAM, BILAG Score, dsb. Dianjurkan untuk menggunakan MEXSLEDAI atau SLEDAI. MEX-SLEDAI lebih mudah diterapkan pada pusat kesehatan primer
yang jauh dari tersedianya fasilitas laboratorium canggih.3,4
Lihat lampiran berikut :
Berdasarkan tabel diatas maka nilai aktivitas SLE yaitu 10 yang terdiri dari nefritis
skor 6, artritis skor 2 dan gangguan mukokutaneus skor 2. Dan hal ini termasuk pada aktivitas
penyakit SLE berat. (skor <2 ringan, skor 2-5 sedang. Skor>5 berat). Gangguan tiroid
meningkat pada pasien SLE aktif dibandingkan pada SLE inaktif.
7
Universitas Sumatera Utara
SLE dan antitiroid antibodi
Beberapa studi melaporkan bahwa antibodi antitiroid, antitiroid peroxidase (antiTPO,
anti microsomal0 atau anti tiroglobulin dapat ditemukan pada SLE. Pada 69 pasien SLE
diperoleh anti TPO sekitar 23,2%. Park dkk melaporkan 63 pasien SLE terdapat
antimicrosomal dan antitiroglobulin autoantibodi . Antibodi tiroid ditemukan 21 dari 45
pasien SLE di Cina. Dari 41 pasien SLE diperoleh 5 memiliki antitiroglobulin, 6 anti TPO
dan 10 pasien memiliki keduanya. Terdapat hubungan antara aktivitas SLE dengan antitiroid
antibodi. 5 dari 11 pasien SLE aktif memiliki antitiroglobulin atau anti TPO, sedangkan tidak
satupun dari 10 pasien SLE inaktif memiliki antitiroglobulin atau anti TPO. Pada sebuah
penelitian dilaporkan dari 29 pasien SLE di Jepang, 7 dari 24 pasien memiliki anti TPO, akan
tetapi tidak menunjukkan aktivitas inhibisi thiroid peroxidase. Hal ini berbeda dengan pasien
gangguan tiroid yang memiliki aktivitas inhibisi. Sebagai kesimpulan, prevalensi anti TPO,
khususnya antibodi antitiroglobulin meningkat pada SLE, dibandingkan dengan kontrol.
Meskipun aktivitas inhibisinya lebih kecil dibanding pada gangguan tiroid. 5,9,10
Namun pada kasus ini belum dilakukan pemeriksaan autoantibodi tiroid yaitu antimikrosomal
antibodi dan antitiroglobulin antibodi.
Terapi
Terapi SLE sedang sesuai dengan konsensus diagnosis dan penatalksanaan SLE dapat
dilihat pada gambar dibawah. Sedangkan penatalaksanaan hipertiroid meliputi pengurangan
gejala yaitu dengan penggunaan beta bloker dan penggunaan antitiroid yaitu metimazole atau
propiltiourasil (PTU). Terapi antitiroid dapat menghambat terbentuknya pasangan iodotirosin
pada tiroglobulin. Biasanya terjadi setelah 2-8 minggu serta aksi lain dari PTU yaitu
menghambat konversi T4 menjadi T3 sehingga dapat memperbaiki keadaan klinis
tirotoksikosis. Yang menjadi permasalahan adalah terapi SLE dengan hipertiroid dengan
thiamazole dan propiltiouracil dapat menginduksi terjadinya Lupus Erythematosus –Like
Syndrome dengan antinuclear positif dan anti double stranded DNA antibodi positif. Namun
masih belum banyak informasi mengenai hal ini. Menurut Porkodi R,dkk juga disebutkan
bahwa hipertiroid biasanya mendahului SLE, dan terapi antitiroid kemungkinan dapat
menyebabkan perkembangan SLE.5
8
Universitas Sumatera Utara
Pada kasus ini pasien diberikan diet ginjal 1700 kkal 30 gram protein, Inj
methylprednisolon 500 mg/iv/hari selama 3 hari, inj ranitidin 50 mg/12 jam/iv, thyrozol tab
1x10 mg, captopril 2x6,25 mg, simvastatin 1x10 mg dan ditemukan perbaikan fungsi tiroid,
namun untuk SLE, kesan masih belum teratasi.
Kesimpulan
Pasien SLE memiliki prevalensi yang tinggi terhadap terjadinya gangguan tiroid
dibandingkan pada populasi normal. Hal ini dihubungkan dengan tingginya antibodi
antimicrosomal dan dan antibodi antihyroglobulin. Hubungan ini sulit diidentifikasi oleh
karena manifestasi klinis yang hampir sama khususnya pada tahap awal penyakit. Fungsi
tiroid dan antibodi TPO harus diperiksa pada profile imunologi SLE. Pada pasien dengan
risiko tinggi seperti perempuan, usia muda, kadar TSH tinggi dan anti TPO positif, fungsi
tiroid harus di follow up dan pengobatan di mulai jika tepat waktunya.
9
Universitas Sumatera Utara
Tinjauan Pustaka
1. Garcia.M, Carrassco, Mendoza.C, Pinto, Zamora. A, Ustaran,et.al. Thyroid
disorders, hyperprolactinemia and SLE activity.International Journal of clinical
rheumatology(2014)9(5),441-447
2. P.D , Isenberg. DA.Autoimmune thyroid disease in systemic lupus erythematosus.
Ann Rheum;61:70-72
3. Diagnosis dan Penatalaksanaan lupus eritematosus sistemik. Rekomendasi
perhimpunan reumatologi Indonesia
4. Suntoko B. Gambaran klinis dan diagnosis SLE: Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalamedisi 6 Interna Publishing;2015.Hal 3351-3359
5.
P.R, R.S, Mahesh.A, Kanakarani.P, Rukmangatharajan, C.P, Rajendran. Thyroid
disfunction in SLE and RA. J.Indian Rheumatol Assoc 2004 ;12:0-05
6. Tektonidou.M.G, Anapliatou M, lachoyiannapaulos.P, Moutsopoulos.H.M.
Presence of systemic autoimunne disorders in patients with autoimun thyroid
diseases. Ann Rheum Dis 2004;63:1159-1161
7. Zakeri Z, Sandooghi M. Thyroid disorder in Systemic Lupus Erythematosus
Patients in Shouteast Iran. Shiraz E-Medical Journal;2010;Vol.11.No:1
8. Bahn,R.S, Burch.H.B, Cooper.D.S, Garber. P.L, M.R, Montori.V.M,et.al.
Hyperthyroidism and other causes of thyrotoxicosis: management guidelines of
the American Thyroid Association and American Association of clinical
endocrinologist.2011. vol17
9. Kakehasi .A.M, Dias. V.N, Duarte.J.E, Lanna.C.C.D, Carvalho.M.A.P. Thyroid
abnormalities in systemic lupus erythematosus: a study in 100 Brazilian patients.
Department of rheumatology. Rev Bras Reumatol,vol:46: 2006: 375-379
10. El Saadany. H, Elkhalik.M.A, Moustafa. T, Elbar.E.A. Thyroid dysfunction in
systemic lupus erythematosus and rheumatoid arthritis : its impact as a
cardiovascular risk factor. Elsevier B.V.on behalf of Egyptian Society for joint
diseases and arthritis 2014;1110-1164
10
Universitas Sumatera Utara
11
Universitas Sumatera Utara
Download