9 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS
2.1 Kajian Pustaka
2.1.1. Konsep Marginal Propensity To Save (MPS)
Marginal Propensity To Save atau MPS adalah angka pecahan yang
menunjukkan besarnya kenaikan pendapatan yang ditabung, atau dapat juga
didefinisikan sebagai kecenderungan untuk menabung marginal sebagai
pertambahan dalam penabungan yang disebabkan karena sesuatu pertambahan
sebesar Rp. 1 dalam pendapatan.
Konsep kecenderungan menabung dibedakan ke dalam dua istilah, yaitu
kecenderungan menabung marginal dan kecenderungan menabung rata-rata.
Kecenderungan manabung marginal atau (MPS) yaitu perbandingan antara
pertambahan tabungan (∆S) dengan pertambahan pendapatan (∆Y). Perhitungan
MPS
dapat
dihitung
dengan
menggunakan
rumus
sebagai
berikut:
(Sadono Sukirno : 1994)
Apabila pendapatan bertambah sejumlah Rp. 1.000 dari Rp.0, maka
tabungan akan bertambah sebesar 0,10. hal ini berarti bahwa secara rata-rata dan
dalam batas pendapatan dari Rp.0 hingga Rp. 1.000 akan menyebabkan timbulnya
pertambahan sebesar 10 % dalam tabungan.
Konsep yang ke dua yaitu kecenderungan menabung rata-rata yang disebut
dengan Average propensity to save (APS). APS didapat dari tabungan total dibagi
dengan pendapatan total
dengan asumsi MPC + MPS = 1.
9
10
Tabel 2.1
Kecenderungan Menabung Marginal (MPS)
Pendapatan
Pengeluaran
Tabungan
Disposebel (Yd)
Konsumsi (C)
(S)
Rp 200 ribu
Rp.300 ribu
Rp.-100 ribu
400 ribu
450 ribu
-50 ribu
600 ribu
600 ribu
0 ribu
800 ribu
750 ribu
50 ribu
(sumber: Teori Ekonomi Makro, Sadono Sukirno: 1994)
Bila sebuah rumah tangga mempunyai pendapatan sebesar Rp. 200.000
dan pengeluaran konsumsi sebesar Rp. 300.000, maka rumah tangga tersebut
tabungannya bernilai negatif ( Rp. -100.000) , karena rumah tangga tersebut masih
melakukan dissaving.
Ketika pendapatan rumah tangga tersebut sebesar Rp. 800.000 dan
pengeluaran konsumsi Rp. 750.000, maka rumah tangga tersebut dapat menabung
sebesar Rp. 50.000.
2.1.1.1 Konsep Marginal Propensity To Save Menurut Kaum Klasik
Gardner
Ackley
(1973:181)
menyatakan
menurut
Kaum
Klasik
“menabung tidak selalu berarti harus menambah jumlah uang tunai yang ditahan,
jika seseorang yang senang menumpuk kekayaan demi kekayaan itu sendiri maka
biasanya orang itu pun tidak akan menahan uang tunai yang melebihi kebutuhan.
Yang lazim dilakukan seseorang adalah menggunakan tabungan untuk membeli
saham atau obligasi yang sudah di tangan orang lain”.
11
Selain itu Kaum Klasik berpendapat seseorang yang menabung melakukan
tiga hal terhadap selisih antara pendapatan dan pengeluaran konsumsinya,
diantaranya:
1. Sebagai individu, menambah saldo tabungannya
2. Sebagai pengusaha, membeli barang-barang capital
3. Sebagai individu/pengusaha, membeli obligasi
Asumsi yang digunakan dalam hal ini adalah bahwa penabung yang
rasionil tidak akan menempuh jalan yang pertama karena akumulasi dalam bentuk
uang tunai tidak akan memberikan hasil/pendapatan apa-apa. Sementara bentuk
kegiatan kedua hanya dapat dilakukan oleh sebagian orang. Kaum Klasik
berpendapat bahwa kebanyakan penabung menempuh jalan ketiga untuk
memperoleh hasil/pendapatan yang lebih tinggi, tetapi tidak berarti bahwa naik
atau turunnya suku bunga akan mengakibatkan bertambah atau berkurangnya
jumlah tabungan. Dalam hal ini Kaum Klasik berpendapat bahwa orang akan
lebih cenderung memilih tabungan yang dapat memberikan pendapatan daripada
tabungan yang tidak menghasilkan apa-apa.
Bagi Kaum Klasik pembelian terhadap obligasi dianggap sama dengan
tabungan, sementara penjualan terhadap obligasi dianggap sama dengan investasi,
sehingga dapat diperoleh persamaan sebagai berikut:
S = f (i)
I = f (i)
Sehingga S = I
(Gardner Ackley :1973)
12
Untuk memenuhi hal ini maka Kaum Klasik mengasumsikan:
1. Bahwa penabung akan menabung lebih banyak apabila suku bunga lebih
tinggi/investor akan meminjamkan dana yang lebih banyak apabila suku
bunga rendah.
2. Bahwa terdapat sesuatu tingkat suku bunga tertentu yang lebih besar daripada
nol, dimana jumlah yang ditabung sama dengan jumlah yang diinvestasikan.
2.1.1.2 Konsep Marginal Propensity To Save (MPS) Menurut Keynes
Menurut Keynes tabungan adalah pendapatan yang dikurangi pengeluaranpengeluaran konsumtif. Fungsi tabungan adalah fungsi yang menghubungkan
tingkat tabungan dan tingkat pendapatan. Hal ini dapat dilihat dalam persamaan
berikut ini:
Dengan mengurangkan konsumsi dari sisi persamaan di atas diperoleh
tabungan yaitu sebagai berikut:
Dengan fungsi tabungan untuk perekonomian sebagai berikut:
Dapat disederhanakan menjadi:
Dari bentuk di atas dapat disimpulkan bahwa tabungan merupakan fungsi yang
selalu meningkat dari tingkat pendapatan karena kecenderungan menabung
marginal (Marginal Propensity To Save atau MPS) = 1-b adalah positif.
13
MPS adalah perbandingan antara perubahan dalam tabungan dengan perubahan
dalam pendapatan atau MPS = ∆S/∆Yd. selain MPS, juga dikenal APS (Average
Propensity To Save) yang merupakan perbandingan antara total tabungan denngan
pendapatan atau S/Yd dalam kaitannya dengan fungsi tabungan maka besarnya
APS adalah S/Yd = -a/Yd + MPS (Muana Nanga, 2001:71).
Tabungan otonom (autonomous saving atau a) adalah konsumsi otonom
yang negative (negative of autonomous consumption). Jika pendapatan disposibel
turun sampai nol, maka konsumsi otonom (a0 akan dibelanjakan dengan tabungan
negative atau dengan pinjaman (dissaving-spending accumulated saving or
borrowings). Dalam persamaan MPS yang menunjukkan bagian dari pendapatan
disposibel yang tidak dikonsumsi. Seluruh perubahan di dalam pendapatan
disposibel akan dibagi antara perubahan di dalam konsumsi dan perubahan di
dalam tabungan, sehingga dapat ditulis sebagai berikut:
Oleh karena itu, fungsi tabungan dapat dituliskan kembali sebagai berikut:
S = -a + (1-MPC)xYd/-a+(MPSxYd).
(Muana Nanga : 2005)
2.1.1.3 Teori Keynes Tentang Tabungan
Dalam teori menurut Keynes dinyatakan bahwa masyarakat memegang
uang untuk tiga tujuan yaitu untuk transaksi, berjaga-jaga, dan spekulasi.
Permintaan akan uang untuk spekulasi ditentukan oleh tingkat bunga, sedangkan
untuk transaksi dan berjaga-jaga ditentukan oleh pendapatan masyarakat atau
14
pendapatan nasional. Sehingga permintaan akan uang untuk transaksi dan berjagajaga akan semakin tinggi seiring semakin tinggi akan tingkat pendapatan (Sadono
Sukirno, 1996).
Teori yang menjelaskan hubungan antara pendapatan dan tabungan yaitu,
teori absolute income hypothesis. Teori ini merupakan hasil pemikiran John
Maynard Keynes yang menjelaskan tentang hubungan antara pendapatan dengan
konsumsi dan tabungan. Oleh karena itu tabungan merupakan bagian dari
pendapatan yang tidak dikonsumsikan, maka menurut Keynes tabungan
merupakan fungsi dari pendapatan. Pendapatan yang digunakan dalam hipotesis
tersebut merupakan pendapatan absolute. Pendapatan absolute ini didefinisikan
sebagai pendapatan nasional yang terjadi atau current income, bukannya
pendapatan yang terjadi sebelumnya (Yt-1), bukan pula pendapatan yang
diramalkan terjadi di masa datang (Yt+1). Pendapatan itu sendiri dapat berupa
Pendapatan Domestik Bruto (PDB) atau juga pendapatan domestik bruto
perkapita dan tabungan masyarakat perkapita (Arwansyah, 2003).
Menurut Keynes tidak seluruh bagian pendapatan yang diterima
seseorang akan digunakan untuk konsumsi, melainkan sebagian akan disimpan
sebagai tabungan (saving). Lebih jauh dikatakan bahwa perilaku konsumsi dan
menyimpan dari seseorang sangat dipengaruhi oleh pendapatannya. Suatu
kenaikan dalam pendapatan akan rneningkatkan konsumsi dan tabungan. Dengan
demikian ada hubungan yang positif antara pendapatan nasional dengan tabungan
(saving).
15
Keynes juga memiliki pandangan tentang penentu tabungan. Menurut
Keynes, besarnya tabungan yang dilakukan oleh rumah tangga bukan tergantung
kepada tinggi rendahnya suku bunga, melainkan terutama tergantung kepada besar
kecilnya tingkat pendapatan rumah tangga itu. Makin besar jumlah pendapatan
yang diterima oleh satu rumah tangga, makin besar pula jumlah tabungan yang
akan dilakukan olehnya. Apabila jumlah pendapatan rumah tangga itu tidak
mengalami kenaikan atau penurunan, perubahan yang cukup besar dalam suku
bunga tidak akan menimbulkan pengaruh yang berarti ke atas jumlah tabungan
yang akan dilakukan oleh rumah tangga ini. Ini berarti, menurut pandangan
Keynes, jumlah pendapatan yang diterima rumah tangga (bukan suku bunga) yang
menjadi penentu utama dari jumlah tabungan yang akan dilakukan oleh rumah
tangga (Sadono Sukirno, 2004: 80).
Untuk menerangkan lebih lanjut mengenai pandangan Keynes mengenai
penentu tabungan masyarakat dapat menggunakan grafik pada gambar 2.1 berikut.
(+)
S
Jumlah Tabungan
SF
S1
SF
0
Y0
Y1
YF
Pendapatan Nasional
(-)
Gambar 2.1 Fungsi Tabungan Keynes
Sumber: Sadono Sukirno (2004: 82)
16
Penjelasan gambar 2.1 yaitu: kurva S adalah fungsi tabungan, yang
merupakan suatu garis yang menggambarkan hubungan diantara jumlah tabungan
dan pendapatan nasional. Kurva S bermula dari nilai tabungan negative, dan S
bentuknya menaik dari kiri bawah ke kanan atas. Bentuk kurva S tersebut
menggambarkan sifat tabungan masyarakat sebagai berikut:
i.
Apabila tingkat pendapatan nasional rendah, tabungan masyarakat negatif.
Keadaan ini berarti masyarakat menggunakan tabungan di masa lalu untuk
membiayai hidupnya. Baru setelah pendapatan nasional melebihi Y0
masyarakat menabung sebagian dari pendapatannya.
ii.
Semakin
tinggi
pendapatan
nasional,
semakin
banyak
tabungan
masyarakat. Apabila pendapatan nasional adalah Y1 tabungan adalah S1
dan apabila pendapatan nasional YF jumlah tabungan adalah SF (Sadono
Sukirno, 2004: 82).
2.1.1.4 Teori Daur – Hidup (Life – Cycle) dari Tabungan
Teori Life – Cycle menyatakan bahwa keputusan seseorang untuk
menabung adalah sebagai akibat dari tindakan mereka untuk memberikan
penggunaan
tabungan
seumur
hidup
mereka
secara
rata-rata,
guna
mempertahankan hidup yang selama masa pension (Modigliani, 1986).
Hipotesis dalam teori daur hidup ini mengatakan bahwa individu
merencanakan perilaku konsumsi dan tabungan mereka untuk jamgka panjang
dengan tujuan mengalokasikan konsumsi dengan cara terbaik yang mungkin
17
selama masa hidupnya. Dengan kata lain teori ini sebagai akibat dari keinginan
individu untuk menjamin konsumsi dihari tua. Hal ini didasarkan kepada
kenyataan bahwa tidak mungkin seseorang akan terus bekerja selama hidupnya.
S
Kekayaan
pendapatan
Tabungan
Konsumsi
Dissaving
Awal pensiun
Akhir kehidupan
Gambar 2.2. Teori Daur Hidup
Sumber
: Mankiw (2000 : 416)
Model siklus kehidupan (Life Cycle Hypotesis) dalam kesimpulan
umumnya memprediksi bahwa suatu tabungan nol terjadi jika:
1. Pertumbuhan penduduk tidak meningkat jumlah relative kelompok muda
terhadap kelompok tua
2. Pertumbuhan ekonomi secara continue tidak meningkat karena besaran
warisan dan precautionary saving
dari masing-masing generasi. Tingkat
tabungan yang besar pada sebagian besar Negara di dunia memberi kesan
bahwa kedua efek ini memegang peranan penting. Disimpulkan pula
pertumbuhan ekonomi yang menyebabkan tabungan.
18
2.1.2 Konsep Marginal Propensity to Consume (MPC)
Konsumsi adalah pembelanjaan atas barang-barang dan jasa-jasa yang
dilakukan oleh rumah tangga dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan dari
orang yang melakukan pembelanjaan tersebut.Pembelanjaan masyarakat atas
makanan, pakaian, dan barang-barang kebutuhan mereka yang lain digolongkan
pembelanjaan atau konsumsi. Barang-barang yang di produksi untuk digunakan
oleh
masyarakat
untuk
memenuhi
kebutuhannya
dinamakan
barang
konsumsi.(Dumairy, 1996)
Fungsi konsumsi adalah suatu kurva yang menggambarkan sifat hubungan
diantara tingkat konsumsi rumah tangga dalam perekonomian dengan pendapatan
nasional (pendapatan disposebel) perekonomian tersebut. Fungsi konsumsi dapat
dinyatakan dalam persamaan :
C = a + bY
Dimana a adalah konsumsi rumah tangga ketika pendapatan nasional
adalah 0, b adalah kecenderungan konsumsi marginal, C adalah tingkat konsumsi
dan Y adalah tingkat pendapatan nasional.
Ada dua konsep untuk mengetahui sifat hubungan antara pendapatan
disposebel dengan konsumsi dan pendapatan diposebel dengan tabungan yaitu
kosep kecenderungan mengkonsumsi dan kecenderungan menabung.
Kecenderungan mengkonsumsi dapat dibedakan menjadi dua yaitu
kecenderungan mengkonsumsi marginal dan kecenderungan mengkonsumsi ratarata. Kecenderungan mengkonsumsi marginal dapat dinyatakan sebagai MPC
19
(Marginal Propensity to Consume), dapat didefinisikan sebagai perbandingan
diantara pertambahan konsumsi (∆C) yang dilakukan dengan pertambahan
pendapatan disposebel (∆Yd) yang diperoleh. Nilai MPC dapat dihitung dengan
menggunakan formula :
MPC = ∆C / ∆Yd
Kecenderungan mengkonsumsi rata-rata dinyatakan dengan APC (Average
Propensity to Consume), dapat didefinisikan sebagai perbandingan di antara
tingkat pengeluaran konsumsi (C) dengan tingkat pendapatan disposebel pada
ketika konsumen tersebut dilakukan (Yd). Nilai APC dapat dihitung dengan
menggunakan formula :
APC = C / Yd
(Sadono Sukirno:2002)
2.1.2.1 Teori Konsumsi dengan Hipotesis Pendapatan Relatif
James Dusenberry (Muana Nanga : 2005) mengemukakan bahwa
pengeluaran konsumsi suatu masyarakat ditentukan terutama oleh tingginya
pendapatan tertinggi yang pernah dicapainya. Pendapatan berkurang, konsumen
tidak
akan
banyak
mengurangi
pengeluaran
untuk
konsumsi.
Untuk
mempertahankan tingkat konsumsi yang tinggi, terpaksa mengurangi besarnya
saving. Apabila pendapatan bertambah maka konsumsi mereka juga akan
betambah, tetapi brtambahnya tidak terlalu besar. Sedangkan saving akan
bertambah besar dengan pesatnya. Kenyataan ini terus kita jumpai sampai tingkat
pendapatan tertinggi yang telah kita capai tercapai kembali. Sesudah puncak dari
pendapatan sebelumnya telah dilalui, maka tambahan pendapatan akan banyak
20
menyebabkan bertambahnya pengeluaran untuk konsumsi, sedangkan di lain
pihak bertambahnya saving tidak begitu cepat.
Dalam teorinya, Dusenberry menggunakan dua asumsi yaitu:
1. Selera sebuah rumah tangga atas barang konsumsi adalah interdependen.
Artinya pengeluaran konsumsi rumah tangga dipengaruhi oleh pengeluaran
yang dilakukan oleh orang sekitarnya.
2. Pengeluaran konsumsi adalah irreversibel. Artinya pola pengeluaran seseorang
pada saat penghasilan naik berbeda dengan pola pengeluaran pada saat
penghasilan mengalami penurunan
2.1.3 Konsep Pendapatan
Pendapatan adalah sejumlah balas jasa yang diterima seseorang dari
kegiatan produksinya atau usahanya. Factor yang paling mempengaruhi terhadap
pengeluaran konsumsi masyarakat adalah pendapatan.
Menurut Keynes tabungan adalah pendapatan yang dikurangi pengeluaranpengeluaran konsumtif.
Pendapatan merupakan faktor yang sangat menentukan dalam permintaan
berbagai jenis barang dan jasa. Pendapatan rumah tangga amat besar pengaruhnya
terhadap tingkat konsumsi. Biasanya makin tinggi pendapatan, tingkat konsumsi
makin tinggi. Begitu pun pada tabungan, semakin tinggi tingkat pendapatan,
semakin tinggi pula tingkat tabungan masyarakat. Karena ketika tingkat
pendapatan meningkat, kemampuan rumah angga untuk membeli aneka
21
kebutuhan konsumsi makin besar, atau mungkin juga pola hidup makin
konsumtif.
Menurut William A. Mc Eachern (2000:146) mengemukakan bahwa
pendapatan adalah seluruh penerimaan baik berupa uang atau barang dari hasil
usaha atau produksi. Sedangkan menurut Ujang Suwarman (2004:204)
pendapatan merupakan sejumlah imbalan yang diterima seseorang dari pekerjaan
yang dilakukannya untuk mencarai nafkah. Dari pernyataan tersebut bisa
dikatakan bahwa pendapatan yang biasanya diterima dalam bentuk uang,
diperoleh sebagai balas jasa atas apa yang dikerjakannya. Selain itu pendapatan
merupakan sumber daya terpenting bagi masyarakat dalam memenuhi
kebutuhannya karena dari pendapatan itu masyarakat bisa membiayai kegiatan
konsumsinya.
Menurut Keynes pengeluaran konsumsi masyarakat dipengaruhi oleh
pendapatan absolute yaitu pendapatan yang diperoleh individu pada saat sekarang.
Pada perkembangannya, banyak ilmuan lain yang melakukan penelitian tentang
konsumsi. Berdasarkan hasil penelitian tentang konsumsi menyatakan bahwa
pendapatan yang berpengaruh terhadap pengeluaran konsumsi masyarakat
bukanlah pendapatan absolute seperti yang dikemukakan oleh Keynes.
Menurut James N. Duesenberry pengeluaran konsumsi rumah tangga
dipengaruhi oleh pendapatan relatif terhadap individu lainnya. Dalam masyarakat,
seseorang dengan pendapatan tertentu akan berkonsumsi lebih banyak bila dia
hidup di lingkungan orang-orang kaya daripada ia hidup dalam lingkungan orangorang miskin. Sehingga Duesenberry menuliskan fungsi sebagai berikut :
22
Dimana:
Yc
: Pendapatan sekarang
Ypp
: Pendapatan tertinggi sebelumnya
Menurut M Friedman yang mengemukakan Teori dengan hipotesis
pendapatan permanent, pendapatan masyarakat dapat digolongkan menjadi 2 yaitu
pendapatan permanen (permanent income) dan pendapatan sementara (transitory
income). Pengertian dari pendapatan permanen adalah :
1. Pendapatan yang selalu diterima pada setiap periode tertentu dan dapat
diperkirakan sebelumnya, misalnya pendapatan dari gaji, upah.
2. Pendapatan yang diperoleh dari semua faktor yang menentukan kekayaan
seseorang (yang menciptakan kekayaan).
Pengertian pendapatan sementara adalah pendapatan yang tidak bisa
diperkirakan sebelumnya.
Friedman menganggap pula bahwa tidak ada hubungan antara pendapatan
sementara dengan pendapatan permanen, juga antara konsumsi sementara dengan
konsumsi permanen, maupun konsumsi sementara dengan pendapatan sementara.
Sehingga MPC dari pendapatan sementara sama dengan nol yang berarti bila
konsumen menerima pendapatan sementara yang positif maka tidak akan
mempengaruhi konsumsi. Demikian pula bila konsumen menerima pendapatan
sementara yang negatif maka tidak akan mengurangi konsumsi.
23
2.1.4 Konsep Pajak
NKRI merupakan wadah atau tempat hidup
dan berkembangnya rakyat
Indonesia yaitu sebagai tempat usaha dan kegiatan warga Negara beserta sejumlah
penduduk Negara lain yang diperkenankan pemerintah RI mencari lapangan usaha
di Indonesia. Untuk mengatur kepentingan seluruh rakyat, roda pemerintahan
harus berjalan lancar dan untuk itu diperlukan biaya/uang yang jumlahnya sangat
besar. Biaya atau uang tersebut diperoleh dari segala sumber yang terdapat dalam
Negara, antara lain:
a. Sumber bumi, air dan kekayaan alamnya;
b. Pajak-pajak bea dan cukai;
c. Hasil perusahaan-perusahaan Negara;
d. Retribusi; dan
e. Sumber-sumber lain (denda, keuntungan dari saham-saham, perdagangan,
dan lain-lain).
Yang dimaksud dengan pajak adalah iuran dari rakyat/penduduk kepada
kas Negara. Atau dengan perkataan lain: peralihan sebagian kecil hasil kekayaan
dari sector swasta ke sector pemerintah berdasarkan undang-undang.
Dalam memberlakukan pajak terkandung unsur-unsur berikut:
a. Suatu pungutan yang wewenangnya pada pemerintah
b. Pungutan yang berdasarkan Undang-Undang
c. Pungutan mana diperuntukkan pembayaran pengeluaran umum pemerintah
24
d. Manfaat atau balas jasa dari pemerintah tidak secara langsung diterima
wajib/pembayar
e. Pelaksanaanya apabila perlu dapat dipaksakan.
Menurut Prof. Dr. P.J.A. Adriani (Untung S, 2002:2) mendefinisikan pajak
sebagai berikut:
“Pajak adalah iuran wajib kepada Negara (yang dipaksakan) yang terutang
oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak
mendapatkan prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang
digunakannya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum
yang berhubungan dengan tugas Negara untuk menyelenggarakan
pemerintahan.”
Dari definisi di atas dapat diketahui ciri-ciri yang melekat pada pengertian
pajak yaitu:
1. Pajak
yang
dipungut
berdasarkan
undang-undang
serta
aturan
pelaksanaannya
2. Dalam pembayaran tidak ditunjukkan adanya kontrapersepsi secara
individu oleh pemerintah
3. Pajak dipungut oleh Negara
4. Pajak
diperuntukkan
pembangunan.
membiayai
pengeluaran
pemerintah
dan
25
Prof.Dr.Rochmat Sumitro (Untung S, 2002:2) merumuskan definisi pajak
sebagai berikut:
“Pajak adalah peralihan kekayaan dari sekktor swasta ke sector public
berdasarkan undang-undang yang dipaksakan dengan tidak mendapat
imbalan secara langsung dapat ditujukan, yang digunakan untuk
membiayai pengeluaran umum dan digunakan sebagai alat pendorong,
penghambat atau pencegah untuk mencapai tujuan yang ada di luar bidang
keuangan Negara.”
2.1.4.1 Jenis-Jenis Pajak
•
Menurut golongannya
1. Pajak langsung (direct tax) merupakan pajak yang dipungut secara berkala dan
berkohir. Yang dimaksud dengan berkohir karena mampunyai suatu daftar
(kohir) dalam mana dicatat hal-hal berikut:
-
Nama wajib pajak
-
Jumlah pajak yang terutang, dll.
Maka pajak langsung adalah pajak yang langsung dikenakan dan dipikul
sendiri oleh wajib pajak, seperti pajak pendapatan, dll.
2. Pajak tidak langsung (indirect tax) adalah pajak yang tidak berkkohir, dan
pemungutannya tidak secara berkala dan tidak langsung pula pada wajib
pajak, seperti: pajak penjualan. Pajak tidak langsung pemungutannya
insidentil dan sangat tergantung pada peristiwa. Pembayar pajak bukan wajib
pajak atau dengan perkataan lain: dilimpahkan oleh pembayar (penjual) pada
26
wajib pajak (pembeli/konsumen). Tentang hal ini perhatikan pada kuitansi dan
faktur untuk pembeli selalu ditulis oleh penjual atau diperhitungkan tambahan
pajak penjualan X%.
•
Menurut kewenangan memungut
1. Pajak Negara (pusat): wewenang pemungutannya ada di tangan pemerintah
pusat. Misalnya pajak bumi dan bangunan, pajak perseroan, pajak
penghasilan, dll. Tatacara pembayaran dan penagihan ditentukan oleh Menteri
Keuangan.
2. Pajak daerah: wewenang pemungutannya ada pada pemerintah daerah TK I
(Propinsi) ataupun TK II (kabupaten/kotamadya), seperti pajak bangsa asing,
bea balik nama kendaraan bermotor, dll.
•
Berdasarkan sifatnya
1. bersifat perseorangan: dalam pajak yang bersifat perseorangan, keadaankeadaan pribadi wajib pajaknya selalu memperoleh perhatian yang utama
dalam penentuan pajak
2. bersifat kebendaan: dalam pengenaan pajak yang bersifat kebendaan ini yang
mendapat perhatian utama yaitu sifat objek pajaknya, bagaimana, keadaan dan
dimana objek pajak itu berada. Mis: pajak perseroan, bea materai.
27
•
Berdasarkan kepangkalannya
1. Pajak subjektif: pangkal utama dititikberatkan pada diri orangnya, selanjutnya
dicari ukuran/nilai objeknya, jadi dalam hal ini terdapat hubungan antara
Negara pemungut pajak dengan subjek pajak (penduduk atau warga Negara di
Negara pemungut pajak). Mis: pajak bangsa asing, pajak kekayaan wajib
pajak dalam negeri, pajak penghasilan, pajak perseroan dari badan usaha
dalam suatu Negara, dll.
2. Pajak objektif: pangkal utama dititik beratkan pada objeknya, selanjutnya
dicari subjeknya atau orangnya. Pajak ini pada dsarnya dipungut berkaitan
dengan keadaan atau kejadian yang berlaku atau terjadi dalam wilayah suatu
Negara tanpa memperhatikan atau mengindahkan sifat subjeknya atau
kediaman dari subjek tersebut.
Pemungutan pajak objektif yang berkaitan dengan keadaan, misalnya:
a. Adanya kekayaan dalam Negara pemungit pajak, sekalipun pemilik
kekayaan itu berada di luar negeri;
b. Adanya penghasilan dalam suatu Negara pemungut pajak, sedangkan
orangnya bukanlah warga Negara Negara itu;
c. Ada objeknya dalam Negara pemungut pajak, seperti pajak rumah
tangga, pajak senjata api, dll.
Pemungutan pajak objektif yang berkaitan dengan perbuatan, mis:
a. Pemindahan/pengaliahn kekayaan dalam wilayah Negara pemungut
pajak, seperti bea balik nama;
28
b. Ada perbuatan hukumnya dalam wilayah Negara pemungut pajak,
seperti bea materai;
c. Pemindahan/pengalihan barang dalam Negara pemungutan pajak,
seperti bea masuk dan bea keluar;
d. Berlangsung pemakaian/pengeluaran dalam wilayah Negara pemungut
pajak, seperti: cukai, pajak potong, dll.
Pemungutan pajak objektif yang berkaitan dengan kejadian, misalnya: bea
balik nama karena pemindahan warisan.
2.1.4.2 Fungsi pajak
Menurut Munawir (1985:4) pajak berfungsi sebagai sumber keuangan
Negara (budgetair) dan mengatur (regulerend) atau melaksanakan kebijakan
Negara dalam lapangan social ekonomi. Dari fungsi budgetair muncul fungsi
fiscal (fiscal function), artinya pajak dipergunakan sebagai alat dana secara
optimal ke dalam kas Negara berdasarkan undang-undang yang berlaku.
Menurut Earl R Ralph yang dikutip dewi chahyani (2007:50) fungsi pajak
ada tiga, yaitu:
1. Revenue, pajak yang berfungsi di satu pihak mengurangi potensi
kemampuan bayar masyarakat tetapi di lain pihak menaikkan kemampuan
bayar pemerintah
2. Resources Reallocation adalah keberadaan pajak dapat mengubah perilaku
konsumen, dapat mendorong kegiatan atau sebaliknya dapat menghambat
29
suatu kegiatan tertentu agar dialihkan pada bidang-bidang yang
membutuhkan
3. Income redistribution adalah melalui pajak yang bertarif progresif maka
penghasilan yang diterima secara berlebihan dikenai tariff tinggi, yang
hasilnya dapat digunakan untuk membiayai penduduk miskin. Artinya
penduduk miskin menerima subsidi silang dari pemerintah.
2.1.4.3 Pengaruh Pajak Terhadap Tabungan
Dalam perekonomian dua sektor, pendapatan nasional adalah sama dengan
pendapatan disposebel. Sebagai akibat adanya pajak, dalam perekonomian tiga
sektor pendapatan disposebel telah menjadi lebih kecil dari pendapaan nasional.
Menurut Prof. Dr. P.J.A. Adriani (Untung S, 2002:2) mendefinisikan
bahwa Pajak adalah iuran wajib kepada Negara (yang dipaksakan) yang terutang
oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak
mendapatkan prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang
digunakannya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum yang
berhubungan dengan tugas Negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.
Secara makro pengenaan pajak akan mengurangi tingkat pendapatan yang
siap dibelanjakan (disposable income) dan tentu mengurangi tingkat konsumsi
dan tingkat tabungan masyarakat. Turunnya konsumsi (C) dan tabungan (S)
masyarakat akan ditentukan oleh hasrat konsumsi marginal (MPC) dan hasrat
tabungan marginal (MPS), dimana MPC+MPS=1. Pajak mempunyai pengaruh
30
terhadap kemampuan dan kemauan untuk bekerja, konsumsi, menabung, maupun
untuk investasi (www.angkringanmaswied.blogspot.com).
Dalam perekonomian yang telah mengenakan pajak, perhubungan diantara
pendapatan disposebel dan pendapatan nasional dapat dinyatakan secara
persamaan berikut:
Yd = Y – T
Yaitu, pendapatan disposebel (Yd) adalah sama dengan pendapatan nasional (Y)
dikurangi oleh pajak (T).
Penurunan pendapatan disposebel akan mengurangi konsumsi dan
tabungan rumah tangga. Hal ini disebabkan karena pajak yang dibayarkannya
mengurangi kemampuannya untuk melakukan pengeluaran konsumsi dan
menabung. Berdasarkan kepada sifat pengaruh pajak kepada pendapatan
disposebel, pengeluaran konsumsi dan tabungan, secara umum dapat dirumuskan:
i. Pajak yang dipungut akan mengurangi pendapatan disposebel sebanyak pajak
yang dipungut tersebut. Dalam persamaan: Yd = Y – T
ii. Penurunan pendapatan disposebel menyebabkan pengeluaran konsumsi dan
tabungan rumah tangga akan berkurang pada berbagai tingkat pendapatan.
(Sadono Sukirno : 1994)
2.1.5 Konsep Demontration Effect
Nurkes (Suryana, 2000:46) yang dikutip oleh mahmudin (2007:48)
mendefinisikan demonstration effect sebagai kecenderungan untuk mencontoh
pola konsumsi masyarakat yang lebih maju, sehingga memungkinkan Negara-
31
negara yang sedang berkembang mengimpor barang-barang yang lebih dari
Negara maju.
Duesenberry (Muana Nanga, 2000:114) demonstration effect adalah
masyarakat berpendapatan rendah cenderung meniru atau mengkopi pola
konsumsi dari masyarakat yang ada di sekelilingnya yang cenderung menaikkan
pengeluaran konsumsinya.
Bahkan menurut ML.Jhingan (Suryana, 2000: 39) demonstration effect
tidak hanya mengurangi kemampuan untuk menabung, tetapi juga mempersulit
pemerintah dalam menggunakan keuangan Negara sebagai sarana pembentukkan
modal. Disini terlihat Negara akan mengeluarkan sejumlah dana karena adanya
permintaan barang-barang tertentu dari masyarakat sebagai akibat dari mengkopi
kehidupan masyarakat luar negeri.
Perdebatan baik dan buruk dari demonstration effect sampai sekarang
masih merupakan topic menarik untuk dikaji. Sebagian ahli ekonom berpendapat
bahwa demonstration effect membawa konsekuensi negative bagi perkembangan
suatu Negara. Hal ini dikarenakan demonstration effect dapat memancing
perdagangan dengan Negara-negara maju semakin meningkat (impor tinggi)
sebagai akibat dari naiknya permintaan dalam bentuk konsumsi. Naiknya laju
konsumsi dan pembelanjaan luar negeri akan mengurangi tabungan dan devisa
dalam negeri, dan akhirnya pertumbuhan ekonomi akan menjadi terhambat.
Analisis ini sangant berbeda dengan Bauer, dia memandang sebaliknya, justru
demonstration effect dapat mempertinggi daya saing dan menaikkan tingkat
kegiatan ekonomi (Suryana, 2000:48)
32
Semakin tinggi tingkat demonstration effect maka semakin tinggi pula
tingkat pengeluaran konsumsi akan kebutuhan barang-barang dan semakin rendah
tingkat tabungan. Pertumbuhan yang pesat di Negara-negara maju pada akhirnya
akan mempengaruhi pola konsumsi di Negara-negara berkembang.
Menurut suryana (2000:46), demonstration effect terjadi jika masyarakat
berpendapatan rendah cenderung meniru atau mengkopi pola konsumsi dari
masyarakat akan bertambah, karena orang mengkonsumsi barang bukan hanya
karena
mutunya
tetapi
menarik
bagi
orang
yang
suka
menimbulkan
kemewahannya.
Menurut
syahrudin
(1981:165),
factor-faktor
yang mempengaruhi
konsumsi masyarakat adalah pendapatan, umur, pendidikan, jumah anggota
keluarga, perubahan-perubahan pendapatan, kekayaan, serta demonstration effect
maksudnya orang mengkonsumsi bukan karena hanya mutunya tetapi menarik
bagi orang yang suka menimbulkan kemewahannya (T.Veblen dalam Lipsey dan
Steiner (1985:165)
Dengan adanya demonstration effect maka konsumsi masyarakat akan
meningkat. Oleh sebab itu, demonstration effect dikatakan sebagai factor yang
mempengaruhi konsumsi.
33
2.2 Kajian Empirik Hasil Penelitian
Peneliti
Judul
Variabel Yang
Hasil Penelitian
Diteliti
Milana
Faktor-Faktor
Pendapatan
Yoenaga
Yang
Konsumsi
terhadap perubahan marginal propensity
(022938)
Mempengaruhi
Marginal
to save masyarakat artinya semakin tinggi
Kecenderungan
Propensity
Menabung
Save (MPS)
Variable pendapatan berpengaruh positif
to
pendapatan maka akan semakin tinggi
tingkat tabungan yang ada di masyarakat.
Margianl Atau
Oleh karena itu agar tingkat masyarakat
Marginal
tinggi
Propensity To
pendapatan.
maka
harus
meningkatkan
Variabel konsumsi berpengaruh negative
Save
Masyarakat Di
terhadap tingkat tabungan masyarakat, ini
Kelurahan
membuktikan
Isola
konsumsi
Kecamatan
sendirinya
Sukasari Kota
Sehingga untuk meningkatkan tabungan
Bandung
maka masyarakat harus dapat melakukan
pengelolaan
bahwa
apabila
tingkat
masyarakat
tinggi
dengan
tabungan
akan
rendah.
terhadap
keuangannya
sehingga pendapatannya yang ada dapat
terposkan secara baik.
Dewi
Analisis
Pendapatan
Chahyani
Faktor-faktor
Tingkat
(00296)
yang
mempengaruhi
bunga
Pajak
Pendapatan berpengaruh signifikan
Suku
terhadap pengeluaran konsumsi
masyarakat.
Tingkat suku bunga tidak berpengaruh
34
Pengeleuaran
Pengeluaran
Konsumsi
Konsumsi
Masyarakat di
Masyarakat
terhadap pengeluaran konsumsi
masyarakat.
Pajak berpengaruh tidak signifikan dan
Kecamatan
negative terhadap pengeluaran konsumsi
Regol
masyarakat.
Mahmudin
Analisis faktor-
pendapatan
pendapatan berpengaruh signifikan
(Skripsi)
faktor yang
pajak
pajak, demontration effect berpengaruh
mempengaruhi
demontration
pengeluaran
konsumsi riil
effect
jumlah
masyarakat di
anggota
Desa Cimekar
keluarga
positif tetapi tidak signifikan
jumlah anggota keluarga berpengaruh
positif tetapi tidak signifikan
Kecamatan
Cileunyi
Kabupaten
Bandung
Siti Aisyah
Faktor-faktor
(Skripsi)
yang
tingkat
pendapatan
mempengaruhi
tingkat pajak
perubahan
tingkat
pengeluaran
konsumsi
masyarakat
(Studi Kasus di
Desa Gempor
pendidikan
tingkat
kekayaan
jumlah
anggota
tingkat pendapatan, tingkat pendidikan
dan jumlah anggota keluarga signifikan
berpengaruh positif
tingkat pajak tidak signifikan
berpengaruh negatif
tingkat kekayaan tidak signifikan
berpengaruh positif
35
Kecamatan
keluarga
Pagadean
Kabupaten
Subang)
Ika suci
Pengaruh
Pendapatan
Pendapatan berpengaruh secara signifikan
Pendapatan,
Pajak
dan positif terhadap Pola konsumsi
Pajak ,
Kekayaan
masyarakat
Kekayaan dan
Fasilitas Kredit
Pajak berpengaruh secara signifikan dan
Fasilitas Kredit
negatif terhadap terhadap Pola konsumsi
terhadap Pola
masyarakat
Konsumsi
Kekayaan berpengaruh secara signifikan
Masyarakat
dan positif terhadap terhadap Pola
(Studi Kasus
konsumsi masyarakat .
pada
Fasilitas kredit berpengaruh secara
Masyarakat
signifikan dan positif terhadap terhadap
Desa Cibeber
Pola konsumsi masyarakat.
Kecamatan
Manonjaya
Kabupaten
Tasikmalaya
36
2.3 Kerangka Pemikiran
Berdasarkan identifikasi masalah pada bab 1, penelitian ini akan mengkaji
mengenai pendapatan, pajak dan demontration effect sebagai faktor-faktor yang
mempengaruhi kecenderungan menabung marginal (Marginal Propensity to Save)
masyarakat di komplek Graha Puspa Desa Sukajaya Kecamatan Lembang
Kabupaten Bandung Barat.
Kedewasaan financial mempunyai arti yang sederhana, yaitu mampu
mengabaikan kepuasan langsung atau sesaat untuk mewujudkan impian dan
tujuan jangka panjang. Ini adalah kedewasaan untuk menyadari bahwa tujuan
besar tidak terwujud dengan sendirinya, tujuan besar memerlukan pengorbanan
yang kecil setiap hari dan inilah yang disebut dengan menabung.
Gardner Ackley (1973 : 459) menyatakan menurut Keynes tabungan dapat
lebih besar, lebih kecil atau sama dengan investasi. Keynes berpendapat bahwa
besar kecilnya investasi
tergantung pada harapan-harapan masa yang akan
datang. Khususnya investasi pada tempat tinggal/residental investment (ir),
tergantung pada harga perumahan (P), kekayaan (w), hasil bersih dari kekayaan/
net real return (m) dan tingkat suku bunga (i), ini dinyatakan dalam bentuk
persamaan sebagai berikut:
Ir = f (P, w, rn, i)
(Gardner Ackley, 1973:460)
Untuk memudahkan dalam memahami konsep makroekonomi mengenai
terbentuknya persamaan tabungan Muana Nanga (2001 : 67) berpendapat bentuk
persamaan awalnya sebagai berikut :
37
Y=C+I
Dimana:
Y
: Pendapatan Nasional Riil
C
: Pengeluaran konsumsi
I
: Pengeluaran Investasi
Sisi sebelah kiri dari persamaan tersebut yaitu Y adalah pendapatan
nasional atau output riel barang-barang dan jasa, yang menunjukkan sisi
penawaran agregat (AS) dari perekonomian dan menyesuaikan dengan
pergeseran-pergeseran di dalam permintaan agregat (C+I). ini berarti bahwa
output agregat di dalam perekonomian memainkan peranan yang pasif. Sedangkan
sisi sebelah kanan dari persamaan menunjukkan sisi permintaan agregat (AD) dari
perekonomian. Permintaan agregat di dalam model makro 2 sektor rumah tangga
(C ) dan pengeluaran investasi oleh sector bisnis (I).
Tabungan nasional (national saving) dapat didefinisikan sebagai
pendapatan total dalam perekonomian yang tersisa setelah dipakai untuk
pengeluaran pemerintah dan konsumsi. Dalam suatu negara, investasi domestik
dapat dibiayai oleh tabungan nasional dan pinjaman dari luar negeri. Tabungan
nasional (national saving) dapat didefinisikan sebagai pendapatan total dalam
perekonomian yang tersisa setelah dipakai untuk pengeluaran pemerintah dan
konsumsi. Dalam suatu negara, investasi domestik dapat dibiayai oleh tabungan
nasional dan pinjaman dari luar negeri. Total dana yang tersedia untuk membiayai
investasi (I) sama dengan tabungan nasional (S+(T-G)) ditambah dengan
pinjaman dari luar negeri (X-M). Secara matematis dapat dirumuskan :
38
I = S + (T-G) + (X-M)
Namun untuk mengurangi ketergantungan suatu negara terhadap bantuan
dari pihak lain, tabungan nasional diutamakan sebagai sumber pembiayaan
investasi domestik. Secara garis besar, dalam model makro tiga sektor, tabungan
nasional diciptakan oleh tiga pelaku, yaitu pemerintah, perusahaan dan rumah
tangga. Tabungan pemerintah merupakan selisih antara realisasi penerimaan
dengan pengeluaran pemerintah. Tabungan perusahaan merupakan kelebihan
pendapatan (laba) yang tidak dibagikan kepada pemegang saham yang besarnya
dapat diketahui dari neraca perusahaan. Sedangkan tabungan rumah tangga
merupakan bagian dari pendapatan yang diterima rumah tangga yang tidak
dibelanjakan untuk keperluan konsumsi.
Secara matematis persamaan tabungan dapat dijabarkan sebagai berikut :
Jika tabungan swasta adalah S = (Y-T) – C, Tabungan pemerintah adalah (T-G),
maka Tabungan nasional = S + (T-G)
= (Y-T) – C +(T-G)
=Y–C-G
Dimana:
S
: Tabungan swasta
Y
: Pendapatan agregat
T
: Pendapatan pajak netto
C
: Konsumsi
G
: Pengeluaran pemerintah
Jika T-G bernilai positif, maka pemerintah akan mengalami budget
39
surplus, dan sektor ini akan ditambahkan pada sektor swasta untuk menambah
sumber pembiayaan investasi. Namun jika T-G bernilai negatif berarti pemerintah
mengalami budget deficit, dan pemerintah harus meminjam dana dari pihak lain.
Menurut Keynes tabungan adalah pendapatan yang dikurangi pengeluaranpengeluaran konsumtif. Keynes (Muana Nanga, 2005 : 68) mengatakan bahwa
hubungan antara konsumsi dan pendapatan dikenal sebagai fungsi konsumsi
(consumption function) dan secara umum dituliskan sebagai berikut:
C = a + bYd
(a > 0, 0 < b < 1)
Dimana C dan Yd merupakan peubah yang masing-masing menunjukkan
konsumsi dan pendapatan disposibel riil. Sedangkan a dan b merupakan
parameter, dimana parameter menunjukkan besarnya pengeluaran konsumsi
otonom (autonomous consumption) yaitu pengeluaran konsumsi yang tidak
bergantung pada tingkat pendapatan, tetapi lebih ditentukan oleh factor-faktor di
luar pendapatan, seperti ekspektasi ekonomi dan konsumen, ketersediaan dan
syarat-syarat kredit, standar hidup yang diharapkan, distribusi umur, dan lokasi
geografis serta memiliki nilai walaupun tingkat pendapatan (Yd) = 0. Sementara
parameter b menggambarkan kecenderungan mengkonsumsi marginal yang
merupakan perbandingan antara perubahan dalam konsumsi dengan perubahan
dalam pendapatan atau b = MPC = ∆C/∆Yd serta memiliki nilai antara 0 dan 1.
J.M.
Keynes
dalam
teorinya
mengenai
kecenderungan
untuk
mengkonsumsi (propensity to consume) yang secara eksplisit menghubungkan
antara tabungan dan pendapatan. Keynes menyatakan suatu fungsi konsumsi
modern yang didasari oleh perilaku psikologis modern, yaitu apabila terjadi
40
peningkatan pada pendapatan riil, peningkatan tersebut tidak digunakan
seluruhnya untuk meningkatkan konsumsi, tetapi dari sisa pendapatan tersebut
juga digunakan untuk menabung.
Menurut Keynes tabungan adalah pendapatan yang dikurangi pengeluaranpengeluaran konsumtif. Fungsi tabungan adalah fungsi yang menghubungkan
tingkat tabungan rumah tangga dalam perekonomian dengan pendapatan nasional
(atau pendapatan disposebel) perekonomian tersebut. Dapat dilihat dalam
persamaan:
C + S = Yd
Dengan mengurangi konsumsi dari sisi persamaan di atas diperoleh persamaan
tabungan yaitu sebagai berikut:
S = Yd – C
Dari persamaan di atas menunjukkan bahwa tabungan adalah pendapatan
dikurangi konsumsi. Fungsi tabungan untuk perekonomian adalah sebagai berikut:
S = - a + (1 – b)Yd
Dapat disederhanakan menjadi:
S = - a + (1-b)Yd
{0 < (1-b) < 1}
Dari bentuk di atas dapat diketahui bahwa tabungan merupakan fungsi yang selalu
meningkat dari tingkat pendapatan, karena kecenderungan menabung marginal
(Marginal Propensity to save atau MPS) = 1- b adalah positif.
MPS adalah perbandingan diantara perubahan dalam tabungan dengan
perubahan dalam pendapatan disposebel. Nilai MPS dapat dihitung dengan
menggunakan rumus MPS = ∆S / ∆Y. Selain MPS, juga dikenal apa yang
41
dinamakan sebagai kecenderungan menabung rata-rata (Average Propensity to
Save) yang merupakan perbandingan antara total tabungan dengan pendapatan
atau S/Yd = - a / Yd + MPS (Muana Nanga : 71)
Tabungan otonom (autonomous saving atau a) adalah konsumsi otonom
negative (negative of autonomous consumption). Jika pendapatan disposibel turun
sampai nol, maka konsumsi otonom (a) akan dibelanjai dengan tabungan negative
atau dengan pinjaman (dissaving-spending accumulated saving or borrowing).
Dalam persamaan MPS yang menunjukkan bagian dari pendapatan disposibel
yang tidak dikonsumsi. Seluruh perubahan di dalam pendapatan disposibel akan
dibagi diantara perubahan di dalam konsumsi dan perubahan di dalam tabungan,
sehingga dapat ditulis sebagai berikut :
MPS + MPC = 1 / MPS = 1 – MPC
Oleh karena itu, fungsi tabungan dapat dituliskan kembali sebagai berikut :
S = - a + (1-MPC) x Yd / - a + (MPS x Yd)
Menurut Modiglieni, Barumberg, dan Ando (Muana Nanga : 117)
menyatakan mengenai factor yang menetukan konsumsi dan tabungan adalah
tingkat pendapatan pribadi yang siap dibelanjakan, bila tidak ada peran
pemerintah dan ini merupakan pendapatan total. Konsumsi dan tabungan
merupakan fungsi positif dari pendapatan. Pada tingkat pendapatan lebih tinggi,
maka rumah tangga dan perusahaan akan mengkonsumsi lebih banyak dan
menabung lebih banyak, begitu sebaliknya jika pendapatan rendah.
Menurut teori ini tingkat komsumsi rumah tangga tidak hanya bergantung
pada current income pada periode itu, tetapi yang lebih penting adalah pada
42
pendapatan yang diharapkan diterima dalam jangka panjang. Dan individu
diasumsikan merencanakan suatu pola pengeluaran konsumsi semasa hidup yang
didasarkan atas expected earning selama hidup mereka. Teori ini membagi pola
konsumsi menjadi 3 bagian, yaitu :
1. Sebelum seseorang dapat menghasilkan sendiri pendapatan, maka ia akan
mengalami tabungan negative (dissaving) artinya ia berkonsumsi tetapi tidak
menghasilkan pendapatan.
2. Dimana seseorang berusia kerja dan dapat menghasilkan sendiri pendapatan
sampai ia tepat pada saat berusia tidak bisa bekerja lagi, dalam kondisi tersebut
orang ini mengalami saving.
3. Saat dimana seseorang pada usia tua dan tidak mampu lagi untuk menghasilkan
sendiri pendapatan, pada saat ini orang tersebut akan kembali mengalami
dissaving.
Menurut ekonom klasik, seperti Adam Smith, tabungan merupakan fungsi
dari tingkat bunga. Tingkat bunga merupakan pembayaran dari tidak
dilakukannya konsumsi, imbalan dari kesediaan untuk menunggu dan tidak
dilakukannya konsumsi dan pembayaran atas penggunaan dana. Oleh karena itu,
jika tingkat bunga naik, jumlah tabungan juga akan meningkat. Tingkat bunga
ditentukan dari titik keseimbangan antara tabungan dan investasi.
Gardner
Ackley
(1973:181)
menyatakan
menurut
Kaum
Klasik
“menabung tidak selalu berarti harus menambah jumlah uang tunai yang ditahan,
jika seseorang yang senang menumpuk kekayaan demi kekayaan itu sendiri maka
biasanya orang itu pun tidak akan menahan uang tunai yang melebihi kebutuhan.
43
Yang lazim dilakukan seseorang adalah menggunakan tabungan untuk membeli
saham atau obligasi yang sudah di tangan orang lain”
Bagi Kaum Klasik pembelian terhadap obligasi dianggap sama dengan
tabungan, sementara penjualan terhadap obligasi dianggap sama dengan investasi,
sehingga dapat diperoleh persamaan sebagai berikut:
S = f (i)
I = f (i)
Sehingga S = I
(Gardner Ackley :1973)
Alfred Marshall dari kaum neoklasik mengemukakan bahwa terdapat
faktor ekonomi dan non ekonomi yang mempengaruhi tabungan. Diantara faktorfaktor ekonomi tersebut, dia menekankan pada tingkat bunga, walaupun mungkin
ada keadaan dimana tetap ada tabungan walaupun tungkat bunga negatif.
Selain tingkat bunga, pendapatan juga dikatakan sebagai salah satu faktor yang
mempengaruhi tabungan.
Dalam perekonomian dua sektor, pendapatan nasional adalah sama dengan
pendapatan disposebel. Sebagai akibat adanya pajak, dalam perekonomian tiga
sektor pendapatan disposebel telah menjadi lebih kecil dari pendapaan nasional.
Menurut Prof. Dr. P.J.A. Adriani (Untung S, 2002:2) mendefinisikan
bahwa Pajak adalah iuran wajib kepada Negara (yang dipaksakan) yang terutang
oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak
mendapatkan prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang
digunakannya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum yang
berhubungan dengan tugas Negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.
44
Secara makro pengenaan pajak akan mengurangi tingkat pendapatan yang
siap dibelanjakan (disposable income) dan tentu mengurangi tingkat konsumsi
dan tingkat tabungan masyarakat. Turunnya konsumsi (C) dan tabungan (S)
masyarakat akan ditentukan oleh hasrat konsumsi marginal (MPC) dan hasrat
tabungan marginal (MPS), dimana MPC+MPS=1. Pajak mempunyai pengaruh
terhadap kemampuan dan kemauan untuk bekerja, konsumsi, menabung, maupun
untuk investasi (www.angkringanmaswied.blogspot.com).
Dalam perekonomian yang telah mengenakan pajak, perhubungan diantara
pendapatan disposebel dan pendapatan nasional dapat dinyatakan secara
persamaan berikut:
Yd = Y – T
Yaitu, pendapatan disposebel (Yd) adalah sama dengan pendapatan nasional (Y)
dikurangi oleh pajak (T).
Penurunan pendapatan disposebel akan mengurangi konsumsi dan
tabungan rumah tangga. Hal ini disebabkan karena pajak yang dibayarkannya
mengurangi kemampuannya untuk melakukan pengeluaran konsumsi dan
menabung. Berdasarkan kepada sifat pengaruh pajak kepada pendapatan
disposebel, pengeluaran konsumsi dan tabungan, secara umum dapat dirumuskan:
iii. Pajak yang dipungut akan mengurangi pendapatan disposebel sebanyak pajak
yang dipungut tersebut. Dalam persamaan: Yd = Y – T
iv. Penurunan pendapatan disposebel menyebabkan pengeluaran konsumsi dan
tabungan rumah tangga akan berkurang pada berbagai tingkat pendapatan.
(Sadono Sukirno : 1994)
45
Selain pendapatan dan pajak, adanya demontration effect juga berpengaruh
terhadap tabungan masyarakat.
Menurut ML.Jhingan (Suryana, 2000: 39) demonstration effect tidak
hanya mengurangi kemampuan untuk menabung, tetapi juga mempersulit
pemerintah dalam menggunakan keuangan Negara sebagai sarana pembentukkan
modal.
Nurkes (Suryana, 2000:46) yang dikutip oleh mahmudin (2007:48)
mendefinisikan demonstration effect sebagai kecenderungan untuk mencontoh
pola konsumsi masyarakat yang lebih maju, sehingga memungkinkan Negaranegara yang sedang berkembang mengimpor barang-barang yang lebih dari
Negara maju.
Duesenberry (Muana Nanga, 2000:114) demonstration effect adalah
masyarakat berpendapatan rendah cenderung meniru atau mengkopi pola
konsumsi dari masyarakat yang ada di sekelilingnya yang cenderung menaikkan
pengeluaran konsumsinya.
Sebagian ahli ekonom berpendapat bahwa demonstration effect membawa
konsekuensi negative bagi perkembangan suatu Negara. Hal ini dikarenakan
demonstration effect dapat memancing perdagangan dengan Negara-negara maju
semakin meningkat (impor tinggi) sebagai akibat dari naiknya permintaan dalam
bentuk konsumsi. Naiknya laju konsumsi dan pembelanjaan luar negeri akan
mengurangi tabungan dan devisa dalam negeri, dan akhirnya pertumbuhan
ekonomi akan menjadi terhambat
46
Semakin tinggi tingkat demonstration effect maka semakin tinggi pula
tingkat pengeluaran konsumsi dan semakin rendah tingkat tabungan.
Dari penjelasan di atas, maka dapat dirumuskan dalam kerangka pemikiran
sebagai berikut:
Pendapatan
Kecenderunangan Menabung Marginal
Pajak
(Marginal Propensity To Save)
Masyarakat
Demontration Effect
2.4 Hipotesis
2.4. Hipotesis
1. Pendapatan berpengaruh terhadap kecenderungan menabung marginal
(Marginal Propensity To Save) masyarakat.
2. Pajak berpengaruh terhadap kecenderungan menabung marginal (Marginal
Propensity To Save) masyarakat.
3. Demontration effect berpengaruh terhadap kecenderungan menabung marginal
(Marginal Propensity To Save) masyarakat.
Download