17 emiten Non-Bank Terbaik Indonesia

advertisement
17 emiten Non-Bank Terbaik Indonesia
(Warta Ekonomi Tahun XXIII 7 Maret 2011 – 20 Maret 2011 oleh Rangga Lesmana)
Hasil riset Warta Ekonomi berbasiskan perhitungan “Bankruptcy Test” yang digabungkan
dengan indicator Annual Earnings Per Share (EPS) serta Book Value (BV) menghasilkan 17
emiten non-bank terbaik untuk investasi dalam horizon relative lama.
Di tengah gonjang-ganjing yang melanda pasar modal Indonesia di awal tahun 2011 ini, Warta
Ekonomi mencoba mematakan seluruh emiten yang menjadi anggota Bursa Efek Indonesia
(BEI). Pemetaan tersebut dimaksudkan untuk mencari dan menemukan emiten-emiten
terseleksi yang sahamnya dapat dijadikan kendaraan investasi pasar modal terpecaya.
Walaupun secara garis besar perbedaan horizon dan tipikal investor akan sangat
mempengaruhi, akan tetapi paling tidak pemetaan yang dilakukan ini nantinya akan membantu
para investor dalam mempertimbangkan keputusan-keputusan invetasinya. Pemetaan ini
diharapkan dapat menjadi kompas pemandu bagi para investor saham yang ingin berinvestasi
dalam horizon investasi jangka panjang. Selain itu, diharapkan, pemetaan ini juga akan
membantu mereka dalam melakukan pemilihan saham yang akan menjadi warisan berharga
bagi masa depan mereka. Selama ini kita mengenal instrument investasi yang dinamakan
saham. Adapun saham itu sendiri ialah lembaran surat berharga yang mewakili “profil” serta
“postur” sebuah perusahaan. Surat berharga bernama saham ini dapat ditransaksikan.
Pembelian instrument investasi saham itu sendiri dimaksudkan gar pihak pembelinya bisa
mendapatkan keuntungan berupa selisih “harga” yang terproyeksikan dari peningkatan
performa perusahaan penerbit saham tersebut di masa depan. Pada prosesi peningkatan
“kinerja” perusahaan itu nantinya dipastikan akan memiliki korelasi yang sangat positif dengan
“pertumbuhan” harga saham perusahaan yang bersangkutan. Maka, dari fenomena ini dapat
diambil kesimpulan sederhana bahwa sebuah saham yang “baik” akan berasal dari sebuah
perusahan yang juga berprofil “baik”.
In Searching The Best
Sejatinya, sebuah perusahaan yang dianggap “baik” adalah perusahaan yng tidak hanya mampu
mendatangkan keuntungan finansial secara periodik bagi para pemangku kepentingannya,
tetapi perusahaan tersebut haruslah juga memiliki “daya tahan keekonomian” yang mumpuni
dalam melewati segala macam turbulensi yang menghadang perputaran roda bisnisnya. Selain
itu, sebuah perusahaan yang “hebat” haruslah merupakan sebuah perusahaan yang
keberadaannya begitu dibutuhkan oleh “lingkungan” tempat dia beroperasi. Makin dibutuhkan
dan makin banyak “pihak” yang bergantung kepada perusahaan itu, maka akan makin
menunjukkan betapa berartinya keberadaan mereka. Singkatnya, kemampuan perusahaan
dalam “menyatu” dan memanfaatkan segenap sumber yang dimiliki hingga menjadi multiplier
utama perekonomian, menjadi prasyarat utama bagi sebuah perusahaan yang dikenal “besar”
dan “hebat”.
Usaha-usaha untuk mendeteksi perusahaan-perusahaan yang mampu memberikan kontribusi
maksimal bagi pihak-pihak yang berkepentingan dapat dilihat dati beberapa faktor. Pertama,
perusahaan tersebut secara periodik mampu menggunakan faktor-faktor pendukung
operasiional yang dimilikinya, sehingga berhasil membukukan keuntungan yang reltif stabil baik
nilai nominal maupun nilai presentase pertumbuhannya. Kedua, jika suatu saat kondisi dan
situasi perekonomian tidak kondusif bagi keberlangsungan usaha, perusahaan yang
bersangkutan secara ekonomis haruslah tetap mampu memenuhi segenap kewajibannya
kepada pihak-pihak yang sebelumnya telah memberikan “dukungan” demi bergeraknya roda
gerigi perusahaan. Berdasarkan hal itu, maka faktor profitabilitas serta “daya tahan”
perusahaan menjadi kata kunci dalam proses pencarian persahaan terbaik. Aspek fundamental
tersebut akhirnya juga harus mencakup kepemilikan atas aset yang dianggap “berkualitas”,
serta memiliki “kekuatan menghasilkan” yang mumpuni.
Kepemilikan aset yang berkualitas dari perusahaan yang bersangkutan adalah sesuatu yang
mutlak. Kepemilikan tersebut meliputi aset fisik maupun non-fisik. Untuk aset fisik, tingkat
kualitas aset perusahaan tersebut meliputi kriteria-kriteria sebagai berikut. Kriteria pertama
adalah berkaitan dengan umur ekonomis aset, makin panjang makin baik. Kriteria kedua, aset
tersebut haruslah bankable, makin tinggi grade yang diberikan oleh bank, akan makin baik nilai
aset yang bersangkutan. Kriteria ketiga, aset tersebut adalah sebuah aset yang strategis,
sehingga dalam kondisi apa pun aset tersebut dapat dijual dengan nilai jual yang tinggi. Kriteria
keempat,aset tersebut haruslah dimiliki secara permanen oleh pihak perusahaan. Kalaupun
tidak, aset tersebut haruslah dimiliki oleh perusahaan dalam jangka wantu yang lama. Kriteria
kelima, aset tersebut, jika bisa, adalah juga merupakan aset vital bagi suatu negara, wilayah,
ataupun daerah tertentu, sehingga tingkat “ketergantungan populasi maupun komunitas”
terhadap perusahaan yang bersangkutan amatlah tinggi.
Sementara itu, aset non-fisik yang dimiliki perusahaan biasanya berupa surat-surat dan bendabenda berharga. Untuk surat berharga, surat dengan grade yang paling tinggi adalah yang
paling berharga. Grade yang paling tinggi diperoleh surat berharga yang jika dijual dalam
kondisi ekonomi apa pun akan mampu memberikan harga yang “pantas” dan menguntungkan.
Tentu saja, selain itu, apabila nantinya surat berharga tersebut dijual, secara logis akan banyak
diminati oleh berbagai pihak.
The Process
Dalam melakukan proses penyeleksian untuk menemukan emiten-emiten terbaik, Warta
Ekonomi menggunakan beberapa indicator. Satu-dua merupaka indikator yang secara
tradisional sering dipakai dalam menilai performa sebuah perusahaan. Indikator “tradisional”
yang dipakai adalah Annual Earnings Per Share (EPS) serta Book Value (BV). Indikator-indikator
lain merupakan kreasi dari Warta Ekonomi sendiri yang berbasiskan perhitungan yang disebut
“Bankruptcy Test” dan digabungkan dengan kedua indikator tradisional sebelumnya. Adapun
proses penyeleksian tersebut dilakukan melalui beberapa tahap, dengan basis data
menggunakan kompilasi data yang dilansir oleh BEI, per kuartal ketiga tahun 2010. Berikut
adalah tahapan pemrosesan yang dilakukan.
 Pertama sekali, kami melakukan pemilihan terhadap seluruh emiten yang ada di BEI
berdasarkan jumlah asetnya. Secara rata-rata kami mengelompokkan emiten-emiten
yang ada, dengan rentang nilai aset berkisar Rp.40 triliun, Rp.30 triliun, Rp.20 triliun.
Rp.10 triliun, hingga dibawah Rp.10 triliun.
 Tahap kedua, dilakukan pemisahan terhadap emiten bank dan non-bank. Pemisahan
dilakukan karena emiten bank memiliki “kekhususan” tersendiri, sehingga untuk
membuat gambaran tentang kinerja emiten-emiten perbankan tersebut diperlukan
upaya tersendiri pula.
 Seluruh emiten yang ada dikumpulkan dan kemudian diseleksi berdasarkan nilai
operating profit serta EPS-nya. Kami mencoret semua emiten yang memiliki nilai
operating profit negatif. Setelah itu, ksami mencoret emiten-emiten dengan nilai
operating profit di bawah Rp. 1 triliun.
 Proses selanjutnya adalah kami melakukan pencoretan terhadap perusahaan dengan
nilai EPS di bawah 100.
 Langkah berikutnya ialah kami melakukan perhitungan dengan menggunakan formula
“Bankcruptcy Test”. Formula ini dibangun dengan menghitung: (Operating Profit +
Aset) – (Liabilities + Equities).
 Bardasarkan nilai Bankruptcy Test yang dihasilkan tersebut, kami menghapus emitenemiten dengan nilai bankruptcy di bawah 1000.
 Selanjutnya, berdasarkan penghitungan bankruptcy tersebut, dibuat sebuah rasio yang
bernama “Aseet to Bankruptcy” dengan satuan hitung kali (x). Berdasarkan rasio ini,
kami membatasi emiten-emiten dengan nilai di bawah 11x. Hal ini karena kami
menganggap perusahaan dengan nilai rasio melebihi batas tersebut kurang memiliki
“nilai sisa” berupa nilai Bankruptcy Test yang memadai. Rasio ini dapat diinterpretasikan
sebagai kelipatan “nilai sisa” yang dimiliki sebuah emiten terhadap nilai keseluruhan
aset mereka. Makin kecil angkanya, makin baik.
 Setelah perhitungan menggunakan rasio “Asset to Bankruptcy” tersebut, kami lalu
mengelompokkan sekitar 17 emiten yang dianggap pantas sebagai yang terbaik dari
sekian banyak emiten yang ada di BEI. Dalam melakukan proses pemeringkatan, kami
membagi ke-17 emiten menjadi lima kategori.
 Kategori pertama adalah “Most Powerful Emiten” dengan pemeringkatan berdasarkan
nilai Bankruptcy Test, dengan satuan nilai per miliaran rupiah. Rumusan ini secara
singkat merupakan “nilai sisa” dari “harta” perusahaan per periode tertentu, yang
sebelumnya telah “dibagi rata” ke seluruh pemangku kepentingan emiten tersebut.
 Katergori kedua adalah “Most Valuable Emiten” dengan pemeringkatan menggunakan
nilai dari gabungan antara “Bankruptcy Test” dan “Book Value” emiten-emiten yang
bersangkutan, dengan satuan nilai per miliaran rupiah. Rumusan ini digunakan untuk
mengukur “nilai alami” perusahaan, ditinjau dari sisi permodalan dan tingkat daya
tahan alami kemampuan finansialnya.
 Adapun kategori ketiga ialah “Most Prospective Emiten”, dengan metode
pemeringkatan menggunakan nilai dari rasio “Bankruptcy to Asset” dengan satuan
persen. Penghitungan ini ditunjukkan untuk mengukur seberapa besar sebuah
perusahaan dapat menghasilkan “nilai sisa” per total asetnya.
 Kategori selanjutnya adalah “Investor`s Choices”, dengan metode pemeringkatan
menggunakan nilai dari penghitungan yang kami namakan “Market B”. penghitungan
tersebut merupakan gabungan nilai dari rasio “Bankruptcy test per share” + “Earnings
per share”. Penghitungan ini ditujukan untuk mengukur sejauh mana “tingkat
keamanan” laba investor emiten yang bersangkutan pada tiap lembar sahamnya.
 Kategori yang terakhir adalah “Profit Generator”. Formula tersebut dibangun
berdasarkan rasio antara “operating profit” dan “asset”, “liabilities” serta “equities”
yang kemudian ketiganya dijumlahkan dengan skor total berupa presentase. Rumusan
ini ditujukan untuk mengukur sejauh mana kemampuan sebuah perusahaan dalam
menghasilkan operating profit dari aset, liabilities, serta ekuitas yang dimilikinya.
 Nilai EPS yang digunakan merupakan nilai EPS annually (tahunan), dan nilai asset,
liabilities, equities, serta operating profit yang digunakan adalah nilai per kuartal ketiga.
Akan tetapi, oleh karena “biasanya” nilai EPS tersebut tidak akan berbeda jauh jika
“dibedah”menjadi EPS Q3, maka pos-pos penghitungan tersebut dianggap memiliki
“posisi” yang setara.
The Best Ones
Rumusan dalam memilih saham tela menjadi topik yang tak pernah bosan dibahas oleh
berbagai pihak. Berbagai metode serta teknik telah diperkenalkan dengan dua “aliran”
besar yang membdakannya. Yang pertama adalah suatu metode yang menyandarkan
pada penggunaan grafik harga saham secara historis. Adapun metode yang kedua ialah
metode yang menggunakan formula-formula tertentu berdasarkan data keuangan
historis perusahaan. Dari kedua cara tersebut, sama-sama akan diperoleh gambaran
mengenai harga saham yang dianggap “wajar”, baik untuk dibeli maupun dijual.
Sebagian besar analis saham masih mengedepankan penilaian “fundamental” atau
analis berdasarkan hasil kinerja keuangan perusahaan secara historis, menjadi “leading
indicator” dalam menetukan harga masa depan saham perusahaan. Hal itu didasarkan
pada anggapan bahwa perusahaan berfundamental baik, secara “otomatis” akan
menarik minat para investor. Ketertarikan para investor memicu aktivitas jual beli yang
lebih “intens”. Hal inilah yang secara otomatis akan terlihat jelas di grafik saham yang
bersangkutan. Jadi, para fundamental tersebut masih beranggapan bahwa metode
merekalah yang paling jitu dalam meramal aktivitas dari sebuah saham.
Setelah dilakukan penghitungan dan penyeleksian melalui beberapa tahapan dan
proses, didapatkanlah 17 emiten yang oleh Warta Ekonomi ditahbiskan sebagai emitenemiten yang pantas dijadikan sandaran para investor dalam horizon investasi yang
relatif lama. Ke-17 emiten ini datang dari berbagai sector. Rinciannya, emiten sektor
tambang diwakili empat perusahaan, emiten infrastruktur diwakili dua perusahaan,
emiten semen diwakili dua perusahaan, satu emiten peternakan, empat emiten barangbarang konsumsi, satu emiten manufaktur otomotif, satu perusahaan trading alat berat,
dan satu emiten pembiayaan.
Ke-17 emiten tersebut memiliki rentang nilai aset yang bervariasi. Emiten terbesar
memiliki rentang nilai aset yang bervariasi. Emiten terbesar memiliki aset sekitar Rp.104
triliun, sedangkan yang paling kecil memiliki nilai aset lebih kurang Rp.5 triliun. Nilai
Bankruptcy Test emiten terbesar adalah Rp.21,1 triliun dan emiten terkecil memiliki
nilai Rp.5,6 triliun. Nilai EPS emiten terbesar ada pada kisaran Rp.3.181 per lembar
saham dan emiten terkecil Rp.126 per lembar saham. Adapun untuk niai buku
perusahaan, yang terbesar adalah Rp.10,6 triliun, dengan nilai buku terkecil berada
pada kisaran Rp418 miliar. Untuk nilai “Bankuptcy Book Value”, yang terbsesar berkisar
pada nilai Rp.26,6 triliun, sedangkan yang terkecil adalah Rp.1,1 triliun. Lalu untuk nilai
profit generator, skor yang tertinggi adalah 151,4%, sedangkan yang terkecil 34,6%.
Dan, sebagai proses penilaian yang terakhir, dengan menggunakan tes “Bankruptcy to
Asset”, yang terbesar memiliki nilai presentase sebesar 27,63%, sedangkan yang terkecil
memiliki nilai 9,38%.
Emiten yang ditahbiskan sebagai “Most Powerful Emiten” ditranslasikan sebagai emiten
dengan kepemilikan “daya tahan finansial” alami terbesar. Perusahaan yang
bersangkutan mampu membukukan “nilai sisa” dari kumpulan “harta”-nya, setelah
terlebih dahulu dibagi “rata” kepada seluruh pemangku kepentingan perusahaan
tersebut. Sementara itu, emiten yang dinisbatkan sebagai “Most Valuable Emiten”
adalah emiten-emiten dengan “nilai dasar perusahaan” yang tinggi, baik diukur
berdasarkan nilai aset, liabilitas, maupun aspek permodalannya. Kemudian, emiten yang
didaulat sebagai “Most Prospective Emiten” adalah emiten-emiten yang memiliki
presentase “nilai sisa” per total aset yang tinggi. Ini juga menunjukkan kemampuan
perusahaan yang bersangkutan memaksimalkan kepemilikan asetnya, sehingga mampu
menghasilkan suatu daya tahan finansial alami yang tinggi.
Selanjutnya, emiten yang menjadi “Investror`s Choices” adalah emiten-emiten dengan
kemampuan menghasilkan “nilai sisa” dan “pendapatan” yang tinggi per lembar
sahamnya. Adapun gabungan dari “nilai sisa” dan “pendapatan” per lembar saham kami
namakan sebagai “Market B” atau “Market Bankruptcy”. Rumusan ini dicitakan untuk
menjembatani penilaian terhadap kinerja fundamental sebuah emiten dengan salah
satu indikator pasar yang dimiliki oleh emiten yang bersangkutan. Terakhir, perusahaan
yang ditahbiskan sebagai “Profit Generator” adalah perusahaan-perusahaan yang
berhasil membukukan nilai persentase “operating profit” per “asset”, “liabilities”, serta
“equities” yang tinggi. Indikator ini menunjukkan sejauh mana kemampuan perusahaan
dalam “mengonversi” kepemilikan aset, daya leverage, serta aspek permodalannya
menjadi nilai operating profit yang optimal. Pemilihan operating profit sendiri didasrkan
atas kedekatan pos penerimaan dengan profil kas perusahaan secara riil, karena
operating profit dapat dianggap sebagai hasil “sahih” dari rangkaian aktivitas transaksi
perusahaan yang “sebenarnya”.
Download