BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Infeksi Menular Seksual 2.1.1. Pengertian Infeksi menular seksual (IMS) disebut juga Penyakit Menular Seksual (PMS)atau dalam bahasa Inggrisnya Sexually Transmitted Disease (STDs), SexuallyTransmitted Infection (STI) or Venereal Disease (VD). Dimana pengertian dari IMSini adalah infeksi yang sebagian besar menular lewat hubungan seksual denganpasangan yang sudah tertular. IMS disebut juga penyakit kelamin atau penyakit kotor.Namun ini hanya menunjuk pada penyakit yang ada di kelamin. Istilah IMS lebih luasmaknanya, karena menunjuk pada cara penularannya (Ditjen PPM & PL, 2010). IMS atau Seksually Transmitted Disease adalah suatu gangguan atau penyakityang ditularkan dari satu orang ke orang lain melalui kontak hubungan seksual. IMSyang sering terjadi adalah Gonorhoe, Sifilis, Herpes, namun yang paling tinggi kasusnya adalah AIDS, karena mengakibatkankematian padapenderitanya. AIDS tidak bisa diobati dengan antibiotik (Zohra dan Rahardjo, 1999). Menurut Aprilianingrum (2002), IMS didefinisikansebagai penyakit yang disebabkan karena adanya invasivirus, bakteri,dan parasit yang sebagian besar menular melalui hubungan seksual,baik yang berlainan jenis ataupun sesama jenis. Universitas Sumatera Utara 2.1.2. Bahaya IMS IMS menjadi pembicaraan yang begitu penting setelah muncul kasus penyakit AIDS yang menelan banyak korban meninggal dunia, dan sampai sekarang pengobatan yang paling manjur masih belum ditemukan. Ini bisa dilihat dari angka kesakitan IMS di Indonesia pada Tahun 2007 adalah sebanyak 11.141 kasus kejadian IMS. Angka kesakitan ini mengalami peningkatan bila dibandingakan dengan hasil survei pada Tahun 2008 yaitu sebanyak 16.110 kasus kejadian IMS, sedangkan pada Tahun 2009 sebanyak 19.973 kasus Kejadian IMS di Indonesia Apalagi komplikasi dari IMS (termasuk AIDS) bisa dibilang banyak dan akibatnya pun cukup fatal. Ada beberapa bahaya IMS munurut WHO (2009), yaitu: 1. Kebanyakan IMS dapat menyebabkan kita sakit. Pada wanita dapat menyerang saluran indung telur, indung telur, rahim, kandung kencing, leher rahim, vagina, saluran kencing, anus. Pada pria dapat menyerang kandung kencing, vas deferens, prostat, penis, epididymis, testicle, saluran kencing, kantung zakar, seminal vesicle, anus. 2. Beberapa IMS dapat menyebabkan kemandulan 3. Beberapa IMS dapat menyebabkan keguguran 4. IMS dapat menyebabkan kanker leher rahim 5. Beberapa IMS dapat merusak penglihatan, otak dan hati 6. IMS dapat menyebabkan kita rentan terhadap HIV/AIDS 7. Beberapa IMS ada yang tidak bisa disembuhkan 8. Bisa menyebabkan kematian Universitas Sumatera Utara 9. Kehamilan di luar kandungan Infeksi menyeluruh 10. Nyeri di perut bawah akibat infeksi saluran reproduksi (ISR) bagian dalam atau radang panggul 11. Bayi labir dengan cacat bawaan, lahir terlalu dini, lahir dengan berat badan rendah atau lahir sudah terinfeksi IMS 12. Epidimitis dan prostatitis 13. Striktur uretra IMS menyerang sekitar alat kelamin tapi gejalanya dapat muncul dan menyerang mata, mulut, saluran pencernaan, hati, otak, dan organ tubuh lainnya. Penyakit ini sudah ada sejak zaman Mesir, dimana sebagai ilustrasi, pada tahun 1974 telah ditemukan sebanyak 850.000 kasus PMS/ tahun, dan diantaranya terdapat 1255 kasus Sifilis/ tahun. Beberapa IMS yang sering ditemukan di Indonesia antara lain adalah : 1. Disebabkan oleh Bakteri : Gonorhoe, Sifilis, Urethritis, Vaginosis Bakterial 2. Disebabkan Virus : AIDS, Herpes Genitalis, Hepatitis B, Kondiloma Akuminata 3. Disebabkan oleh Jamur : Kandidiasis Vaginosis 4. Disebabkan oleh Parasit : Scabies, Pedikulosis Pubis 2.1.3. Yang Berisiko Terkena IMS Setiap orang bisa tertular IMS. Orang yang paling berisiko terkena IMS adalah orang yang suka berganti pasangan seksual dan orang yang walaupun setia pada satu pasangan namun pasangan tersebut suka berganti-ganti pasangan seksual. Universitas Sumatera Utara Kebanyakan yang terkena IMS berusia 15-29 tahun, tapi ada pula bayi yang lahir membawa IMS karena tertular dari ibunya. Masih ada stigma di masyarakat bahwa IMS maupun HIV/ AIDS hanya dapat menular bagi orang yang berperilaku „menyimpang‟. Padahal bila kita melihat korban yang sesungguhnya, tak jarang ditemui ibu rumah tangga di keluarga yang mengalami IMS, hanya tertular dari pasangan seksualnya yang terlebih dahulu terjangkit IMS. Menurut WHO Information Fact Sheet No 249 June 2000, dibanding laki-laki perempuan lebih rentan terhadap IMS baik secara biologis, kultur dan sosioekonomis. Konsekuensi juga terjadi pada bayi yang dikandung jika perempuan terinfeksi pada saat hamil. Perempuan cenderung tidak mencari pengobatan, selain karena tidak adanya gejala yang dirasakan, hal ini juga disebabkan karena adanya stigma yang dilekatkan pada perempuan yang menderita IMS dicap “nakal” dan sering juga karena tidak ada waktu atau uang untuk memeriksakan diri.Dalam IMS yang dimaksud perilaku resiko tinggi ialah perilaku yang menyebabkan seseorang yang mempunyai resiko besar terserang penyakit. 2.1.4. Cara PenularanIMS Pada saat melakukan hubungan seksual tanpa memakai kondom dengan seseorang yang mengidap IMS terutama seks anal dan seks oral, yang dapat mengakibatkan luka. Kebanyakan IMS didapat dari hubungan seks yang tidak aman.Yang dimaksud dengan seks yang tidak aman, adalah melakukan hubungan seksual lewat vagina tanpa kondom (penis di dalam vagina), melakukan hubungan Universitas Sumatera Utara seksual lewat anus tanpa kondom (penis di dalam anus), dan hubugan seksual lewat oral atau karaoke (penis di dalam mulut tanpa kondom atau mulut menyentuh alat kelamin wanita) Perempuan lebih rentan tertular IMS dibandingkan dengan laki-laki karena saat berhubungan seks, dinding vagina dan leher rahim langsung terpapar oleh cairan sperma. Jika sperma terinfeksi oleh IMS, maka perempuan tersebut pun bisa terinfeksi jika perempuan terinfeksi IMS, dia tidak selalu menunjukkan gejala. Tidak munculnya gejala dapat menyebabkan infeksi meluas dan menimbulkan komplikasi. Banyak orangkhususnya perempuan dan remajaenggan untuk mencari pengobatan karena mereka tidak ingin keluarga atau masyarakat tahu mereka menderita IMS. 2.1.5. Pencegahan IMS Menurut Komisi penanggulangan AIDS (2011) pada umumnya prinsip utama dari pencegahan IMS secara prinsip mempunyai dua cara, yaitu : 1. Memutuskan rantai penularan IMS. 2. Dengan tidak melakukan hubungan seksual, tidak berganti-ganti pasangan, menggunakan kondom setiap melakukan hubungan seksual. 3. Mencegah berkembangnya IMS serta komplikasi-komplikasinya. Cara yang paling efektif untuk mencegah penularan IMS adalah menghindari kontak bagian tubuh atau cairan yang dapat menyebabkan transfer dengan pasangan yang terinfeksi. Pencegahan yang bisa dilakukan antara lain tidak melakukan hubungan seks, tidak berganti-ganti pasangan dan menggunakan kondom setiap hubungan seks, Universitas Sumatera Utara menghindari transfusi darah dengan donor yang tidak jelas asal-usulnya dan kebiasaan menggunakan alat kedokteran maupun non medis yang steril. 2.2. Pengetahuan 2.2.1. Pengertian Pengetahuan adalah hasil dari tahu yang menjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.pengindraan terjadi melalui panca indra yaitu penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoadmojo, 2003). Pengetahuan adalah berbagai gejala yang ditemui dan diperoleh manusia melalui pengamatan inderawi. Pengetahuan muncul ketika seseorang menggunakan indera atau akal budinya untuk mengenali benda atau kejadian tertentu yang belum pernah dilihat atau dirasakan sebelumnya. Pengetahuan bisa didapat dengan pengamatan dan observasi yang dilakukan secara empiris dan rasional. 2.2.2. Tingkat Pengetahuan Menurut Notoadmojo (2005) mengemukakan tentang tingkat pengetahuan adalah sebagai berikut : 1. Tahu (Know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajar sebelumnya, termasuk didalamnya adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik yang telah diterima oleh karena itu tahu merupakan tingkat pengetahuan Universitas Sumatera Utara yang paling rendah.Ukuran dari tahu yaitu menyebutkan, menguraikan, mengedentifikasi,dan menyatakan. 2. Memahami (Comprehension) Suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. 3. Aplikasi (Application) Kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya. Aplikasi ini dapat menggunakan hukum-hukum, rumusrumus, metode dan prinsip dalam situasi yang lain. 4. Analisis (Analysis) Suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau objek kedalam komponenkomponen, tetapi masih dalam suatu struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja seperti dapat menggambarkan, membedakan, memisahkan. 5. Sintesis (Syntesis) Menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan menyusun, merencanakan, meringkas, menyesuaikan terhadap teori yang telah ada. 6. Evaluasi (Evaluation) Berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penelitian tersebut berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau kriteria-kriteria yang telah ada. Universitas Sumatera Utara 2.2.3. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pengetahuan Menurut Notoatmodjo (2005) beliau menulis tentang faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan adalah sebagai berikut : 1. Pendidikan Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang kepada perkembangan orang lain menuju kearah cita-cita tertentu (Soematno,1992). Pendidikan diperlukan untuk mendapatkan informasi sehingga makin banyak pula pengetahuan yang dimiliki sebaliknya. Pendidikan yang kurang akan menghambat sikap seseorang terhadap nilai- nilai yang diperkenakan. 2. Usia Semakin cukup umur seseorang pengetahuan akan lebih matang atau lebih baik dalam berfikir dan bertindak, makin mudah seseorang akan mempengaruhi tingkat pengetahauan seseorang (Susan Bastable, 2002). 3. Pengalaman Pengalaman juga mempengaruhi pengetahuan karena dari pengalaman yang ada pada dirinya maupun pengalaman orang lain dapat dijadikan sebagai acuan untuk meningkatkan pengetahuan, sebab dari pengalaman itu ia tidak merasa canggung lagi karena telah mengetahui seluruhnya. 4. Support sistem Lingkungan yang ada di sekitar dapat mempengaruhi pengetahuan manusia karena lingkungan biotik maupun lingkungan abiotik, dapat meningkatkan pengetahuan juga mengetahui sesuatu yang belum diketahui. Universitas Sumatera Utara 2.2.4. Pengukuran Pengetahuan Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menyatakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subyek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat disesuaikan dengan tingkatan-tingkatan di atas(Notoadmodjo, 2003). Pengukuran pengetahuan dimaksud untuk mengetahui status pengetahuan seseorang dan disajikan dalam persentase kemudian ditafsirkan dengan kalimat yang bersifat kualitatif, yaitu baik (76%-100%), cukup (60%-75%), kurang (<60%) (Nursalam, 2010). 2.3. Sikap 2.3.1. Pengertian Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seeorang terhadap suatu stimulus atau objek (Notoadmojo, 2003). Manifestasi sikap itu tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari yang tertutup. 2.3.2. Komponen Kelompok Sikap Dalam buku Notoadmojo 2003, Allport menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai 3 komponen pokok. 1. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek 2. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek 3. Kecenderungan untuk bertindak Universitas Sumatera Utara Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh. Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting. 2.3.3. Berbagai Tingkatan Sikap 1. Menerima (Receiving) Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek). 2. Merespon (Responding) Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. 3. Menghargai (Valuing) Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah indikasi sikap tingkat tiga. 4. Bertanggung Jawab (Responsible) Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap paling tinggi. 2.4.Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Menurut Green dalam Notoatmodjo (2007), menjelaskan bahwa tindakan seseorang dipengaruhi oleh 3 faktor dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan yaitu: Universitas Sumatera Utara 1. Faktor Predisposisi Faktor-faktor ini mencakup mengenai pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, tingkat pendidikan, tingkat sosial/ekonomi. 2. Faktor Pemungkin (enabling factors) Faktor-faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat. 3. Faktor Penguat Faktor-faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat, tokoh agama, sikap dan perilaku para petugas ternasuk petugas kesehatan, ternasuk juga disini undang-undang, peraturan-peraturan baik dan pusat maupun pemerintah daerah yang terkait dengan kesehatan Berkaitan dengan perilaku kesehatan dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan, dapat menggunakan teori model Anderson (1968). Menurut Andersen dalam Ilyas (2003), model ini merupakan suatu model kepercayaan kesehatan yang disebut sebagai model perilaku pemanfaatan pelayanan kesehatan. Adapun faktorfaktor yang memengaruhi adalah: 1. Karakteristik Presdisposisi Karakter ini digunakan untuk menggambarkan fakta bahwa setiap individu memiliki kecenderungan menggunakan pelayanan kesebatan yang berbeda-beda dilihat dari ciri demografi, struktur sosial dan kepercayaan. Universitas Sumatera Utara 2. Karakteristik Kemampuan Karakteristik kemampuan merupakan suatu keadaan dari kondisi yang membuat seseorang mampu untuk melakukan sebuah tindakan untuk memenuhi kebutuhan akan pelayanan kesehatan. Berdasarkan sumbernya karakteristik kemampuan dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu sumber daya keluarga dan sumber daya masyarakat 3. Karakteristik Kebutuhan Andersen meggunakan istilah kesakitan untuk mewakili kebutuhan akan pelayanan kesehatan. Penilaian terhadap suatu penyakir merupakan bagian dari faktor kebutuhan, penilaian kebutuhan didapatkan dari 2 sumber yaitu penilaian individu dan penilaian klinik. Teori Health Belief Model (HBM) berpendapat bahwa persepsi terhadap sesuatu lebih menentukan keputusan yang kita ambil dibandingkan dengan kejadian yang sebenarnya. Teori HBM oleh Rosenstock (1974) didasarkan pada empat elemen persepsi seseorang, yaitu: a. Perceived suscepilbility: penilalan Indlvidu mengenai kerentanan mereka terhadap suatu penyakit b. Perceived seriousness: penilaian individu mengenai seberapa serius kondisi dan konsekuensi yang ditimbulkan oleh penyakit tersebut c. Perceived barriers: penilaian individu mengenai besar hambatan yang ditemui untuk mengadopsi perilaku kesehatan yang disarankan, seperti hambatan fmansial, fisik, dan psikososial Universitas Sumatera Utara d. Perceived benefits: penilaian ndividu mengenai keuntungan yang didapat dengan mengadopsi perilaku kesehatan yang disarankan. 2.5. Wanita Pekerja Seksual 2.5.1 Pengertian Pelacuran atau prostitusi merupakan salah bentuk penyakit masyarakat yang harus diberhentikan penyebarannya, tanpa mengabaikan usaha pencegahan dan perbaikan. Pelacuran berasal dari bahasa Latin pro-stituere atau pro-stauree, yang berarti membiarkan dan berbuat zina, melakukan persundalan, percabulan atau sundal. Dikenal pula dengan istilah WTS atau tuna susila (Kartono, 2009). Menurut Peraturan Pemerintah Daerah DKI Jakarta Raya tahun 1967 mengenai penanggulangan masalah pelacuran, menyatakan sebagai berikut; Wanita tuna susila adalah wanita yang mempunyai kebiasaan melakukan hubungan kelamin di luar perkawinan, baik dengan imbalan jasa maupun tidak.Pelacuran merupakan profesi yang sangat tua usianya, setua umur kehidupan manusia itu sendiri. Yaitu berupa tingkah laku lepas kendali dan cabul, karena adanya pelampiasan nafsu seks dengan lawan jenisnya tanpa mengenal batas-batas kesopanan. Pelacuran itu selalu ada pada semua negara berbudaya sejak zaman purba sampai sekarang. Pelacuran senantiasa menjadi masalah sosial atau menjadi objek urusan hukum dan tradisi. Selanjutnya, dengan perkembangan teknologi, industri dan kebudayaan manusia, turut berkembang pula pelacuran dalam pelbagai bentuk dan tingkatan. Universitas Sumatera Utara Statistik menunjukkan, bahwa kurang lebih 75% dari jumlah pelacur adalah wanita-wanita muda dibawah umur 30 tahun. Mereka itu umumnya memasuki dunia pelacuran pada usia yang muda, yaitu 13-24 tahun dan yang paling banyak adalah usia 17-21 tahun. Tindak-tindak immoril seksual terang-terangan tanpa malu, sangat kasar, dan sangat provokatif dalam coitus/bersenggama, dan dilakukan dengan banyak pria (promiskuitas) pada umumnya dilakukan oleh kanak-anak gadis remaja penganut seks bebas. Adakalanya relasi seksual itu tidak dibayar, karena dilandasi motif-motif keisengan atau hyperseksualitas ataupun didorong oleh nafsu-nafsu seks yang tidak terintegrasi dan tidak wajar, tidak ubahnya dengan ciri-ciri praktik prostitusi yang kasar. Tindak immoril yang dilakukan oleh gadis-gadis muda itu khususnya disebabkan oleh: a. Kurang terkendalinya rem-rem psikis b. Melemahnya sistem pengontrol diri c. Belum atau kurangnya pembentukan karakter pada usia prapuber, usia puber adolesens. 2.5.2. Beberapa Peristiwa Penyebab Timbulnya Pelacuran Menurut Kartono, (2009) ada beberapa peristiwa sosial penyebab timbulnya pelacuran antara lain sebagai berikut : a. Tidak adanya undang-undang yang melarang pelacuran. Juga tidak ada larangan terhadap orang-orang yang melakukan relasi seks sebelumnya pernikahan atau diluar pernikahan. Universitas Sumatera Utara b. Adanya keinginan dan dorongan manusia untuk menyalurkan kebutuhan seks, khususnya di luar ikatan perkawinan. c. Komersialisasi dari seks, baik di pihak wanita maupun germo-germo dan oknumoknum tertentu yang memanfaatkan pelayanan seks. Jadi, seks dijadikan alat yang jamak guna (multipurpose) untuk tujuan-tujuan komersialisasi di luar perkawinan. d. Dekadensi moral, merosotnya norma-norma susila dan keagamaan pada saat-saat orang mengenyam kesejahteraan hidup; dan ada pemutarbalikan nilai-nilai pernikahan sejati. e. Semakin besarnya penghinaan orang terhadap martabat kaum wanita dan harkat manusia. f. Kebudayaan ekspolitasi pada zaman modern ini, khususnya mengeksploitasi kaum lemah/wanita untuk tujuan-tujuan komersil. g. Ekonomi laissez-faire menyebabkan timbulnya sistem harga berdasarkan hukum „jual dan permintaanyang diterapkan pula dalam relasi seks. h. Peperangan dan masa-masa kacau (dikacau oleh gerombolan-gerombolan pemberontak) di dalam negeri meningkatkan jumlah pelacuran. i. Adanya proyek-proyek pembangunan dan pembukaan daerah pertambangan dengan konsentrasi kaum priasehingga mengakibatkan adanya ketidakseimbangan rasio dan wanita di daerah-daerah tersebut. j. Perkembangan kota-kota, daerah-daerah pelabuhan dan industri yang sangat cepat dan menyerap banyak menyerap banyak tenaga buruh serta pegawai pria. Universitas Sumatera Utara Juga peristiwa urbanisasi tanpa adanya jalan keluar untuk mendapatkan kesempatan kerja terkecuali menjadi wanita pekerja seksual bagi anak-anak gadis. k. Bertemunya macam-macam kebudayaan asing dan kebudayaan-kebudayaan setempat. Di daerah-daerah perkotaan dan ibukota, mengakibatkan perubahanperubahan sosial yang cepat dan radikal, sehingga masyarakatnya menjadi sangat instabil. 2.5.3. Motif-Motif yang Melatarbelakangi Pelacuran Menurut Kartono, 2009 isi pelacuran atau motif-motif yang melatarbelakangi tumbuhnya pelacuran pada wanita itu beraneka ragam. Di bawah ini disebutkan beberapa motif, antara lain sebagai berikut. 1. Adanya kecenderungan melacurkan diri pada banyak wanita untuk menghindarkan diri dari kesulitan hidup, dan mendapatkan kesenangan melalui jalan pendek. Kurang pengertian kurang pendidikan, dan buta huruf, sehingga menghalalkan pelacuran. 2. Ada nafsu-nafsu seks yang abnormal tidak terintegrasi dalam kepribadian, dan keroyalan seks. Histeris dan hyperseks, sehingga tidak merasa puas mengadakan relasi seks dengan satu pria/suami. 3. Tekanan ekonomi, faktor kemiskinan, ada pertimbangan-pertimbangan ekonomis untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya, khususnya dalam mendapatkan status sosial yang lebih baik. Universitas Sumatera Utara 4. Aspirasi materil yang tinggi pada diri wanita dan kesenangan ketamakan terhadap pakaian-pakaian indah dan perhiasan mewah. Ingin hidup bermewahmewah, namun malas bekerja. 5. Kompensasi terhadap perasaan-perasaan inferior. Jadi ada adjustment yang negatif, terutama sekali terjadi pada masa puber dan adolesens. Ada keinginan untuk melebihi kakak. Ibu sendiri, teman putri, tante-tante atau wanita-wanita mondain lainnya. 6. Rasa melit dan ingin tahu gadis-gadis cilik dan anak-anak puber pada masalah seks, yang kemudian tercebur dalam dunia pelacuran oleh bujukan-bujukan bandit-bandit seks. 7. Anak-anak gadis memberontak terhadap otoritas orang tua yang menekankan banyak tabu dan peraturan seks. Juga memberontak terhadap masyarakat dan norma-norma susila yang dianggap terlalu mengekang diri anak-anak remaja mereka lebih menyukai pola seks bebas. 8. Pada masa kanak-kanak pernah melakukan relasi seks atau suka melakukan hubungan seks sebelum perkawinan (ada premarital sexrelation) untuk sekedar iseng atau untuk menikmati „masa indah‟ di kala muda. Atau sebagai simbol keberanian dan kegagahan telah menjelajahi dunia seks secara nyata. 9. Gadis-gadis dari daerah slums (perkampungan-perkampungan melarat dan kotor dengan lingkungan yang immoril yang sejak kecilnya selalu melihat persenggamaan orang-orang dewasa secara kasar dan terbuka, sehingga Universitas Sumatera Utara terkondisikan mentalnya dengan tindak-tindak asusila) lalu menggunakan mekanisme promiskuilitas/pelacuran untuk mempertahankan hidupnya. 10. Anak-anak gadis dan wanita-wanita muda yang kecanduan obat bius (hash-hish, ganja, morfin, heroin, candu, minuman dengan kadar alkohol tinggi, dan lainlain) banyak menjadi pelacur untuk mendapatkan uang membeli obat-obat tersebut. 11. Ajakan teman-teman sekampung/sekota yang sudah terjun terlebih dahulu dalam dunia pelacuran. 2.5.4. Beberapa Akibat yang Ditimbulkan oleh Pelacuran Beberapa akibat yang ditimbulkan oleh pelacur ialah sebagai berikut : 1. Menimbulkan dan menyebarluaskan penyakit kelamin dan kulit. Penyakit yang paling banyak adalah syphilis dan gonorrhea (kencing nanah). 2. Merusak sendi-sendi kehidupan keluarga. 3. Mendemoralisasi atau memberikan pengaruh demoralisasi kepada lingkungan khususnya anak-anak muda remaja pada masa puber dan adolensi. 4. Berkorelasi dengan kriminalisasi dan kecanduan bahan-bahan narkotika. 5. Merusak sendi-sendi moral, susila, hukum dan agama. 6. Adanya pengeksploitasian manusia oleh manusia lain. Pada umumnya wanitawanita pekerja seksual itu cuma menerima upah sebagian kecil saja dari pendapatan yang harus diterimanya, karena sebagian besar harus diberikan kepada germo, calo-calo dan lain-lain. Universitas Sumatera Utara 7. Bisa menyebabkan terjadinya disfungsi seksual, misalnya: impotensi, anorgasme, nymfomania, ejakulasi prematur yaitu pembuangan sperma sebelum zakar melakukan penetrasi dalam vagina atau liang senggama, dan lain-lain. 2.6. Beberapa Hasil Penelitian yang Berkaitan dengan Pencegahan Infeksi Menular Seksual Menurut penelitian Nik Amanah (2011), bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pencegahan infeksi menular seksual pada penjaja seks (WPS) adalah komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) secara rutin dan WPS selalu didampingi dalam pelayanan kesehatan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Reta (2009), diperoleh hasil bahwa pengetahuan dan sikap mempunyai hubungan yang bermakna dengan tindakan pencegahan infeksi menular seksual dengan nilai p<0,05. Sedangkan menurut hasil penelitian Silalahi, R (2009), ternyata pengetahuan dan sikap PSK ada hubungan yang bermakna terhadap tindakan untuk menggunakan kondom dengan hasil p<0,05. Artinya pengetahuan dan sikap yang baik akan mempengaruhi pelanggan menggunakan kondom pada saat berhubungan seksual. Penelitian prevalensi IMS pada WPS, yang diselenggarakan oleh Sub DirektoratAIDS dan PMS, Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan PenyehatanLingkungan Depertemen Kesehatan Indonesia bekerjasama dengan Badan Penelitiandan Pengembangan Kesehatan dan Program ASA pada tahun 2003, melaporkanbahwa 7 kota yang diteliti terdapat 62%-93% WPS jalanan yang terinfeksi IMS,54%-74% WPS lokalisasi, dan 48%-77% WPS tempat hiburan. Universitas Sumatera Utara Khusus KotaSemarang dilaporkan terdapat 57% WPS lokalisasi dan 68% WPS jalanan yangterinfeksi lebih dari satu penyakit IMS. Pada WPS lokalisasi prevalensi IMS tertinggiadalah gonore (31%), klamidia (22%), bacterial vaginosis (16%), infeksi gandagonore dan klamidia (9%), sifilis laten lanjut (5%), kandidiasis vaginalis (4%) dantrikomoniasis (3%). (Ahnaf, kk, 2005). Hasil penelitian Chandra (2009), menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermaknaantara pengetahuan PSK dengan tindakan pencegahan penyakit Infeksi MenularSeksial (IMS) dengan (p=0,50) dan tidak ada hubungan yang bermakna antara sikapPSK dengan tindakan pencegahan penyakit Infeksi Menular Seksual (IMS) dengan(p=0,10). Universitas Sumatera Utara 2.7. Landasan Teori Menurut Lawrence Green (1991), bahwa faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pencegahan penyakit menular seksual adalah faktor prediposisi, pendorong dan penguat. Faktor Predisposisi 1. Pengetahuan 2. Sikap 3. Kepercayaan 4. Nilai-nilai 5. Tradisi 6. Umur Faktor Pemungkin 1. Sarana dan prasarana 2. Keterjangkauan Fasilitas Perilaku Faktor Penguat 1. Perilaku Petugas Kesehatan 2. Sikap 3. Peraturan undang-undang Gambar 2.1. Kerangka Teori Menurut Green (1991) Landasan teori menurut Lawrence Green (1991) tidak semuanya akan diteliti pada penelitian ini, dengan berbagai pertimbangan dan melihat situasi dilapangan bahwa variabel yang diambil harus dapat diukur dan disesuaikan dengan kepustakaan yang ada menurut peneliti. Variabel yang di ambil variabel pengetahuan, sikap pekerja seks komersial dan pemanfaatan dijadikan variabel penelitian. Universitas Sumatera Utara 2.8. Kerangka Konseptual Pengetahuan 1. Pemanfaatan Klinik IMS 2. Tindakan Pencegahan Infeksi Menular Seksual Sikap Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian Universitas Sumatera Utara