BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Infeksi Menular Seksual 2.1.1

advertisement
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Infeksi Menular Seksual
2.1.1. Pengertian
Infeksi menular seksual (IMS) disebut juga Penyakit Menular Seksual
(PMS)atau dalam bahasa Inggrisnya Sexually Transmitted Disease (STDs),
SexuallyTransmitted Infection (STI) or Venereal Disease (VD). Dimana pengertian
dari IMSini adalah infeksi yang sebagian besar menular lewat hubungan seksual
denganpasangan yang sudah tertular. IMS disebut juga penyakit kelamin atau
penyakit kotor.Namun ini hanya menunjuk pada penyakit yang ada di kelamin. Istilah
IMS lebih luasmaknanya, karena menunjuk pada cara penularannya (Ditjen PPM &
PL, 2010).
IMS atau Seksually Transmitted Disease adalah suatu gangguan atau
penyakityang ditularkan dari satu orang ke orang lain melalui kontak hubungan
seksual. IMSyang sering terjadi adalah Gonorhoe, Sifilis, Herpes, namun yang paling
tinggi kasusnya adalah AIDS, karena mengakibatkankematian padapenderitanya.
AIDS tidak bisa diobati dengan antibiotik (Zohra dan Rahardjo, 1999).
Menurut Aprilianingrum (2002), IMS didefinisikansebagai penyakit yang
disebabkan karena adanya invasivirus, bakteri,dan parasit yang sebagian besar
menular melalui hubungan seksual,baik yang berlainan jenis ataupun sesama jenis.
Universitas Sumatera Utara
2.1.2. Bahaya IMS
IMS menjadi pembicaraan yang begitu penting setelah muncul kasus penyakit
AIDS yang menelan banyak korban meninggal dunia, dan sampai sekarang
pengobatan yang paling manjur masih belum ditemukan. Ini bisa dilihat dari angka
kesakitan IMS di Indonesia pada Tahun 2007 adalah sebanyak 11.141 kasus kejadian
IMS. Angka kesakitan ini mengalami peningkatan bila dibandingakan dengan hasil
survei pada Tahun 2008 yaitu sebanyak 16.110 kasus kejadian IMS, sedangkan pada
Tahun 2009 sebanyak 19.973 kasus Kejadian IMS di Indonesia Apalagi komplikasi
dari IMS (termasuk AIDS) bisa dibilang banyak dan akibatnya pun cukup fatal.
Ada beberapa bahaya IMS munurut WHO (2009), yaitu:
1.
Kebanyakan IMS dapat menyebabkan kita sakit. Pada wanita dapat menyerang
saluran indung telur, indung telur, rahim, kandung kencing, leher rahim, vagina,
saluran kencing, anus. Pada pria dapat menyerang kandung kencing, vas
deferens, prostat, penis, epididymis, testicle, saluran kencing, kantung zakar,
seminal vesicle, anus.
2.
Beberapa IMS dapat menyebabkan kemandulan
3.
Beberapa IMS dapat menyebabkan keguguran
4.
IMS dapat menyebabkan kanker leher rahim
5.
Beberapa IMS dapat merusak penglihatan, otak dan hati
6.
IMS dapat menyebabkan kita rentan terhadap HIV/AIDS
7.
Beberapa IMS ada yang tidak bisa disembuhkan
8.
Bisa menyebabkan kematian
Universitas Sumatera Utara
9.
Kehamilan di luar kandungan Infeksi menyeluruh
10. Nyeri di perut bawah akibat infeksi saluran reproduksi (ISR) bagian dalam atau
radang panggul
11. Bayi labir dengan cacat bawaan, lahir terlalu dini, lahir dengan berat badan
rendah atau lahir sudah terinfeksi IMS
12. Epidimitis dan prostatitis
13. Striktur uretra
IMS menyerang sekitar alat kelamin tapi gejalanya dapat muncul dan
menyerang mata, mulut, saluran pencernaan, hati, otak, dan organ tubuh lainnya.
Penyakit ini sudah ada sejak zaman Mesir, dimana sebagai ilustrasi, pada tahun 1974
telah ditemukan sebanyak 850.000 kasus PMS/ tahun, dan diantaranya terdapat 1255
kasus Sifilis/ tahun.
Beberapa IMS yang sering ditemukan di Indonesia antara lain adalah :
1.
Disebabkan oleh Bakteri : Gonorhoe, Sifilis, Urethritis, Vaginosis Bakterial
2.
Disebabkan Virus : AIDS, Herpes Genitalis, Hepatitis B, Kondiloma Akuminata
3.
Disebabkan oleh Jamur : Kandidiasis Vaginosis
4.
Disebabkan oleh Parasit : Scabies, Pedikulosis Pubis
2.1.3. Yang Berisiko Terkena IMS
Setiap orang bisa tertular IMS. Orang yang paling berisiko terkena IMS
adalah orang yang suka berganti pasangan seksual dan orang yang walaupun setia
pada satu pasangan namun pasangan tersebut suka berganti-ganti pasangan seksual.
Universitas Sumatera Utara
Kebanyakan yang terkena IMS berusia 15-29 tahun, tapi ada pula bayi yang lahir
membawa IMS karena tertular dari ibunya.
Masih ada stigma di masyarakat bahwa IMS maupun HIV/ AIDS hanya dapat
menular bagi orang yang berperilaku „menyimpang‟. Padahal bila kita melihat korban
yang sesungguhnya, tak jarang ditemui ibu rumah tangga di keluarga yang
mengalami IMS, hanya tertular dari pasangan seksualnya yang terlebih dahulu
terjangkit IMS.
Menurut WHO Information Fact Sheet No 249 June 2000, dibanding laki-laki
perempuan lebih rentan terhadap IMS baik secara biologis, kultur dan sosioekonomis.
Konsekuensi juga terjadi pada bayi yang dikandung jika perempuan terinfeksi pada
saat hamil. Perempuan cenderung tidak mencari pengobatan, selain karena tidak
adanya gejala yang dirasakan, hal ini juga disebabkan karena adanya stigma yang
dilekatkan pada perempuan yang menderita IMS dicap “nakal” dan sering juga karena
tidak ada waktu atau uang untuk memeriksakan diri.Dalam IMS yang dimaksud
perilaku resiko tinggi ialah perilaku yang menyebabkan seseorang yang mempunyai
resiko besar terserang penyakit.
2.1.4. Cara PenularanIMS
Pada saat melakukan hubungan seksual tanpa memakai kondom dengan
seseorang yang mengidap IMS terutama seks anal dan seks oral, yang dapat
mengakibatkan luka. Kebanyakan IMS didapat dari hubungan seks yang tidak
aman.Yang dimaksud dengan seks yang tidak aman, adalah melakukan hubungan
seksual lewat vagina tanpa kondom (penis di dalam vagina), melakukan hubungan
Universitas Sumatera Utara
seksual lewat anus tanpa kondom (penis di dalam anus), dan hubugan seksual lewat
oral atau karaoke (penis di dalam mulut tanpa kondom atau mulut menyentuh alat
kelamin wanita)
Perempuan lebih rentan tertular IMS dibandingkan dengan laki-laki karena
saat berhubungan seks, dinding vagina dan leher rahim langsung terpapar oleh cairan
sperma. Jika sperma terinfeksi oleh IMS, maka perempuan tersebut pun bisa
terinfeksi jika perempuan terinfeksi IMS, dia tidak selalu menunjukkan gejala. Tidak
munculnya gejala dapat menyebabkan infeksi meluas dan menimbulkan komplikasi.
Banyak orangkhususnya perempuan dan remajaenggan untuk mencari pengobatan
karena mereka tidak ingin keluarga atau masyarakat tahu mereka menderita IMS.
2.1.5. Pencegahan IMS
Menurut Komisi penanggulangan AIDS (2011) pada umumnya prinsip utama
dari pencegahan IMS secara prinsip mempunyai dua cara, yaitu :
1.
Memutuskan rantai penularan IMS.
2.
Dengan tidak melakukan hubungan seksual, tidak berganti-ganti pasangan,
menggunakan kondom setiap melakukan hubungan seksual.
3.
Mencegah berkembangnya IMS serta komplikasi-komplikasinya.
Cara yang paling efektif untuk mencegah penularan IMS adalah menghindari
kontak bagian tubuh atau cairan yang dapat menyebabkan transfer dengan pasangan
yang terinfeksi.
Pencegahan yang bisa dilakukan antara lain tidak melakukan hubungan seks,
tidak berganti-ganti pasangan dan menggunakan kondom setiap hubungan seks,
Universitas Sumatera Utara
menghindari transfusi darah dengan donor yang tidak jelas asal-usulnya dan
kebiasaan menggunakan alat kedokteran maupun non medis yang steril.
2.2. Pengetahuan
2.2.1. Pengertian
Pengetahuan adalah hasil dari tahu yang menjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu.pengindraan terjadi melalui panca indra
yaitu penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar
pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoadmojo, 2003).
Pengetahuan adalah berbagai gejala yang ditemui dan diperoleh manusia
melalui pengamatan inderawi. Pengetahuan muncul ketika seseorang menggunakan
indera atau akal budinya untuk mengenali benda atau kejadian tertentu yang belum
pernah dilihat atau dirasakan sebelumnya. Pengetahuan bisa didapat dengan
pengamatan dan observasi yang dilakukan secara empiris dan rasional.
2.2.2. Tingkat Pengetahuan
Menurut Notoadmojo (2005) mengemukakan tentang tingkat pengetahuan
adalah sebagai berikut :
1.
Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajar sebelumnya,
termasuk didalamnya adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang
spesifik yang telah diterima oleh karena itu tahu merupakan tingkat pengetahuan
Universitas Sumatera Utara
yang paling rendah.Ukuran dari tahu yaitu menyebutkan, menguraikan,
mengedentifikasi,dan menyatakan.
2.
Memahami (Comprehension)
Suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan
dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.
3.
Aplikasi (Application)
Kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau
kondisi sebenarnya. Aplikasi ini dapat menggunakan hukum-hukum, rumusrumus, metode dan prinsip dalam situasi yang lain.
4.
Analisis (Analysis)
Suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau objek kedalam komponenkomponen, tetapi masih dalam suatu struktur organisasi tersebut dan masih ada
kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan
kata kerja seperti dapat menggambarkan, membedakan, memisahkan.
5.
Sintesis (Syntesis)
Menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan
bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan menyusun, merencanakan,
meringkas, menyesuaikan terhadap teori yang telah ada.
6.
Evaluasi (Evaluation)
Berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu materi
atau objek. Penelitian tersebut berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri
atau kriteria-kriteria yang telah ada.
Universitas Sumatera Utara
2.2.3. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2005) beliau menulis tentang faktor-faktor yang
mempengaruhi pengetahuan adalah sebagai berikut :
1.
Pendidikan
Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang kepada perkembangan
orang lain menuju kearah cita-cita tertentu (Soematno,1992). Pendidikan
diperlukan untuk mendapatkan informasi sehingga makin banyak pula
pengetahuan yang dimiliki sebaliknya. Pendidikan yang kurang akan
menghambat sikap seseorang terhadap nilai- nilai yang diperkenakan.
2.
Usia
Semakin cukup umur seseorang pengetahuan akan lebih matang atau lebih baik
dalam berfikir dan bertindak, makin mudah seseorang akan mempengaruhi
tingkat pengetahauan seseorang (Susan Bastable, 2002).
3.
Pengalaman
Pengalaman juga mempengaruhi pengetahuan karena dari pengalaman yang ada
pada dirinya maupun pengalaman orang lain dapat dijadikan sebagai acuan untuk
meningkatkan pengetahuan, sebab dari pengalaman itu ia tidak merasa canggung
lagi karena telah mengetahui seluruhnya.
4.
Support sistem
Lingkungan yang ada di sekitar dapat mempengaruhi pengetahuan manusia
karena lingkungan biotik maupun lingkungan abiotik, dapat meningkatkan
pengetahuan juga mengetahui sesuatu yang belum diketahui.
Universitas Sumatera Utara
2.2.4. Pengukuran Pengetahuan
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket
yang menyatakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subyek penelitian atau
responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat
disesuaikan dengan tingkatan-tingkatan di atas(Notoadmodjo, 2003).
Pengukuran pengetahuan dimaksud untuk mengetahui status pengetahuan
seseorang dan disajikan dalam persentase kemudian ditafsirkan dengan kalimat yang
bersifat kualitatif, yaitu baik (76%-100%), cukup (60%-75%), kurang (<60%)
(Nursalam, 2010).
2.3. Sikap
2.3.1. Pengertian
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seeorang
terhadap suatu stimulus atau objek (Notoadmojo, 2003). Manifestasi sikap itu tidak
dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari
yang
tertutup.
2.3.2. Komponen Kelompok Sikap
Dalam buku Notoadmojo 2003, Allport menjelaskan bahwa sikap itu
mempunyai 3 komponen pokok.
1.
Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek
2.
Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek
3.
Kecenderungan untuk bertindak
Universitas Sumatera Utara
Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh.
Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan emosi
memegang peranan penting.
2.3.3. Berbagai Tingkatan Sikap
1.
Menerima (Receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus
yang diberikan (objek).
2.
Merespon (Responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas
yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.
3.
Menghargai (Valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah
adalah indikasi sikap tingkat tiga.
4.
Bertanggung Jawab (Responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala
resiko merupakan sikap paling tinggi.
2.4.Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan
Menurut Green dalam Notoatmodjo (2007), menjelaskan bahwa tindakan
seseorang dipengaruhi oleh 3 faktor dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan yaitu:
Universitas Sumatera Utara
1. Faktor Predisposisi
Faktor-faktor ini mencakup mengenai pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap
kesehatan, tingkat pendidikan, tingkat sosial/ekonomi.
2. Faktor Pemungkin (enabling factors)
Faktor-faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas
kesehatan bagi masyarakat.
3. Faktor Penguat
Faktor-faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat, tokoh
agama, sikap dan perilaku para petugas ternasuk petugas kesehatan, ternasuk juga
disini undang-undang, peraturan-peraturan baik dan pusat maupun pemerintah
daerah yang terkait dengan kesehatan
Berkaitan dengan perilaku kesehatan dalam pemanfaatan pelayanan
kesehatan, dapat menggunakan teori model Anderson (1968). Menurut Andersen
dalam Ilyas (2003), model ini merupakan suatu model kepercayaan kesehatan yang
disebut sebagai model perilaku pemanfaatan pelayanan kesehatan. Adapun faktorfaktor yang memengaruhi adalah:
1. Karakteristik Presdisposisi
Karakter ini digunakan untuk menggambarkan fakta bahwa setiap individu
memiliki kecenderungan menggunakan pelayanan kesebatan yang berbeda-beda
dilihat dari ciri demografi, struktur sosial dan kepercayaan.
Universitas Sumatera Utara
2. Karakteristik Kemampuan
Karakteristik kemampuan merupakan suatu keadaan dari kondisi yang membuat
seseorang mampu untuk melakukan sebuah tindakan untuk memenuhi kebutuhan
akan pelayanan kesehatan. Berdasarkan sumbernya karakteristik kemampuan
dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu sumber daya keluarga dan sumber daya
masyarakat
3. Karakteristik Kebutuhan
Andersen meggunakan istilah kesakitan untuk mewakili kebutuhan akan
pelayanan kesehatan. Penilaian terhadap suatu penyakir merupakan bagian dari
faktor kebutuhan, penilaian kebutuhan didapatkan dari 2 sumber yaitu penilaian
individu dan penilaian klinik.
Teori Health Belief Model (HBM) berpendapat bahwa persepsi terhadap
sesuatu lebih menentukan keputusan yang kita ambil dibandingkan dengan kejadian
yang sebenarnya. Teori HBM oleh Rosenstock (1974) didasarkan pada empat elemen
persepsi seseorang, yaitu:
a. Perceived suscepilbility: penilalan Indlvidu mengenai kerentanan mereka terhadap
suatu penyakit
b. Perceived seriousness: penilaian individu mengenai seberapa serius kondisi dan
konsekuensi yang ditimbulkan oleh penyakit tersebut
c. Perceived barriers: penilaian individu mengenai besar hambatan yang ditemui
untuk mengadopsi perilaku kesehatan yang disarankan, seperti hambatan fmansial,
fisik, dan psikososial
Universitas Sumatera Utara
d. Perceived benefits: penilaian ndividu mengenai keuntungan yang didapat dengan
mengadopsi perilaku kesehatan yang disarankan.
2.5. Wanita Pekerja Seksual
2.5.1
Pengertian
Pelacuran atau prostitusi merupakan salah bentuk penyakit masyarakat yang
harus diberhentikan penyebarannya, tanpa mengabaikan usaha pencegahan dan
perbaikan. Pelacuran berasal dari bahasa Latin pro-stituere atau pro-stauree, yang
berarti membiarkan dan berbuat zina, melakukan persundalan, percabulan atau
sundal. Dikenal pula dengan istilah WTS atau tuna susila (Kartono, 2009).
Menurut Peraturan Pemerintah Daerah DKI Jakarta Raya tahun 1967
mengenai penanggulangan masalah pelacuran, menyatakan sebagai berikut; Wanita
tuna susila adalah wanita yang mempunyai kebiasaan melakukan hubungan kelamin
di luar perkawinan, baik dengan imbalan jasa maupun tidak.Pelacuran merupakan
profesi yang sangat tua usianya, setua umur kehidupan manusia itu sendiri. Yaitu
berupa tingkah laku lepas kendali dan cabul, karena adanya pelampiasan nafsu seks
dengan lawan jenisnya tanpa mengenal batas-batas kesopanan. Pelacuran itu selalu
ada pada semua negara berbudaya sejak zaman purba sampai sekarang. Pelacuran
senantiasa menjadi masalah sosial atau menjadi objek urusan hukum dan tradisi.
Selanjutnya, dengan perkembangan teknologi, industri dan kebudayaan manusia,
turut berkembang pula pelacuran dalam pelbagai bentuk dan tingkatan.
Universitas Sumatera Utara
Statistik menunjukkan, bahwa kurang lebih 75% dari jumlah pelacur adalah
wanita-wanita muda dibawah umur 30 tahun. Mereka itu umumnya memasuki dunia
pelacuran pada usia yang muda, yaitu 13-24 tahun dan yang paling banyak adalah
usia 17-21 tahun. Tindak-tindak immoril seksual terang-terangan tanpa malu, sangat
kasar, dan sangat provokatif dalam coitus/bersenggama, dan dilakukan dengan
banyak pria (promiskuitas) pada umumnya dilakukan oleh kanak-anak gadis remaja
penganut seks bebas. Adakalanya relasi seksual itu tidak dibayar, karena dilandasi
motif-motif keisengan atau hyperseksualitas ataupun didorong oleh nafsu-nafsu seks
yang tidak terintegrasi dan tidak wajar, tidak ubahnya dengan ciri-ciri praktik
prostitusi yang kasar. Tindak immoril yang dilakukan oleh gadis-gadis muda itu
khususnya disebabkan oleh:
a.
Kurang terkendalinya rem-rem psikis
b.
Melemahnya sistem pengontrol diri
c.
Belum atau kurangnya pembentukan karakter pada usia prapuber, usia puber
adolesens.
2.5.2. Beberapa Peristiwa Penyebab Timbulnya Pelacuran
Menurut Kartono, (2009) ada beberapa peristiwa sosial penyebab timbulnya
pelacuran antara lain sebagai berikut :
a.
Tidak adanya undang-undang yang melarang pelacuran. Juga tidak ada larangan
terhadap orang-orang yang melakukan relasi seks sebelumnya pernikahan atau
diluar pernikahan.
Universitas Sumatera Utara
b.
Adanya keinginan dan dorongan manusia untuk menyalurkan kebutuhan seks,
khususnya di luar ikatan perkawinan.
c.
Komersialisasi dari seks, baik di pihak wanita maupun germo-germo dan oknumoknum tertentu yang memanfaatkan pelayanan seks. Jadi, seks dijadikan alat
yang jamak guna (multipurpose) untuk tujuan-tujuan komersialisasi di luar
perkawinan.
d.
Dekadensi moral, merosotnya norma-norma susila dan keagamaan pada saat-saat
orang mengenyam kesejahteraan hidup; dan ada pemutarbalikan nilai-nilai
pernikahan sejati.
e.
Semakin besarnya penghinaan orang terhadap martabat kaum wanita dan harkat
manusia.
f.
Kebudayaan ekspolitasi pada zaman modern ini, khususnya mengeksploitasi
kaum lemah/wanita untuk tujuan-tujuan komersil.
g.
Ekonomi laissez-faire menyebabkan timbulnya sistem harga berdasarkan hukum
„jual dan permintaanyang diterapkan pula dalam relasi seks.
h.
Peperangan dan masa-masa kacau (dikacau oleh gerombolan-gerombolan
pemberontak) di dalam negeri meningkatkan jumlah pelacuran.
i.
Adanya proyek-proyek pembangunan dan pembukaan daerah pertambangan
dengan
konsentrasi
kaum
priasehingga
mengakibatkan
adanya
ketidakseimbangan rasio dan wanita di daerah-daerah tersebut.
j.
Perkembangan kota-kota, daerah-daerah pelabuhan dan industri yang sangat
cepat dan menyerap banyak menyerap banyak tenaga buruh serta pegawai pria.
Universitas Sumatera Utara
Juga peristiwa urbanisasi tanpa adanya jalan keluar untuk mendapatkan
kesempatan kerja terkecuali menjadi wanita pekerja seksual bagi anak-anak
gadis.
k.
Bertemunya macam-macam kebudayaan asing dan kebudayaan-kebudayaan
setempat. Di daerah-daerah perkotaan dan ibukota, mengakibatkan perubahanperubahan sosial yang cepat dan radikal, sehingga masyarakatnya menjadi sangat
instabil.
2.5.3. Motif-Motif yang Melatarbelakangi Pelacuran
Menurut Kartono, 2009 isi pelacuran atau motif-motif yang melatarbelakangi
tumbuhnya pelacuran pada wanita itu beraneka ragam. Di bawah ini disebutkan
beberapa motif, antara lain sebagai berikut.
1.
Adanya
kecenderungan
melacurkan
diri
pada
banyak
wanita
untuk
menghindarkan diri dari kesulitan hidup, dan mendapatkan kesenangan melalui
jalan pendek. Kurang pengertian kurang pendidikan, dan buta huruf, sehingga
menghalalkan pelacuran.
2.
Ada nafsu-nafsu seks yang abnormal tidak terintegrasi dalam kepribadian, dan
keroyalan seks. Histeris dan hyperseks, sehingga tidak merasa puas mengadakan
relasi seks dengan satu pria/suami.
3.
Tekanan ekonomi, faktor kemiskinan, ada pertimbangan-pertimbangan ekonomis
untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya, khususnya dalam mendapatkan
status sosial yang lebih baik.
Universitas Sumatera Utara
4.
Aspirasi materil yang tinggi pada diri wanita dan kesenangan ketamakan
terhadap pakaian-pakaian indah dan perhiasan mewah. Ingin hidup bermewahmewah, namun malas bekerja.
5.
Kompensasi terhadap perasaan-perasaan inferior. Jadi ada adjustment yang
negatif, terutama sekali terjadi pada masa puber dan adolesens. Ada keinginan
untuk melebihi kakak. Ibu sendiri, teman putri, tante-tante atau wanita-wanita
mondain lainnya.
6.
Rasa melit dan ingin tahu gadis-gadis cilik dan anak-anak puber pada masalah
seks, yang kemudian tercebur dalam dunia pelacuran oleh bujukan-bujukan
bandit-bandit seks.
7.
Anak-anak gadis memberontak terhadap otoritas orang tua yang menekankan
banyak tabu dan peraturan seks. Juga memberontak terhadap masyarakat dan
norma-norma susila yang dianggap terlalu mengekang diri anak-anak remaja
mereka lebih menyukai pola seks bebas.
8.
Pada masa kanak-kanak pernah melakukan relasi seks atau suka melakukan
hubungan seks sebelum perkawinan (ada premarital sexrelation) untuk sekedar
iseng atau untuk menikmati „masa indah‟ di kala muda. Atau sebagai simbol
keberanian dan kegagahan telah menjelajahi dunia seks secara nyata.
9.
Gadis-gadis dari daerah slums (perkampungan-perkampungan melarat dan kotor
dengan lingkungan yang immoril yang sejak kecilnya selalu melihat
persenggamaan orang-orang dewasa secara kasar dan terbuka, sehingga
Universitas Sumatera Utara
terkondisikan mentalnya dengan tindak-tindak asusila) lalu menggunakan
mekanisme promiskuilitas/pelacuran untuk mempertahankan hidupnya.
10. Anak-anak gadis dan wanita-wanita muda yang kecanduan obat bius (hash-hish,
ganja, morfin, heroin, candu, minuman dengan kadar alkohol tinggi, dan lainlain) banyak menjadi pelacur untuk mendapatkan uang membeli obat-obat
tersebut.
11. Ajakan teman-teman sekampung/sekota yang sudah terjun terlebih dahulu dalam
dunia pelacuran.
2.5.4. Beberapa Akibat yang Ditimbulkan oleh Pelacuran
Beberapa akibat yang ditimbulkan oleh pelacur ialah sebagai berikut :
1.
Menimbulkan dan menyebarluaskan penyakit kelamin dan kulit. Penyakit yang
paling banyak adalah syphilis dan gonorrhea (kencing nanah).
2.
Merusak sendi-sendi kehidupan keluarga.
3.
Mendemoralisasi atau memberikan pengaruh demoralisasi kepada lingkungan
khususnya anak-anak muda remaja pada masa puber dan adolensi.
4.
Berkorelasi dengan kriminalisasi dan kecanduan bahan-bahan narkotika.
5.
Merusak sendi-sendi moral, susila, hukum dan agama.
6.
Adanya pengeksploitasian manusia oleh manusia lain. Pada umumnya wanitawanita pekerja seksual itu cuma menerima upah sebagian kecil saja dari
pendapatan yang harus diterimanya, karena sebagian besar harus diberikan
kepada germo, calo-calo dan lain-lain.
Universitas Sumatera Utara
7.
Bisa menyebabkan terjadinya disfungsi seksual, misalnya: impotensi, anorgasme,
nymfomania, ejakulasi prematur yaitu pembuangan sperma sebelum zakar
melakukan penetrasi dalam vagina atau liang senggama, dan lain-lain.
2.6. Beberapa Hasil Penelitian yang Berkaitan dengan Pencegahan Infeksi
Menular Seksual
Menurut penelitian Nik Amanah (2011), bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi pencegahan infeksi menular seksual pada penjaja seks (WPS) adalah
komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) secara rutin dan WPS selalu didampingi
dalam pelayanan kesehatan.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Reta (2009), diperoleh hasil
bahwa pengetahuan dan sikap mempunyai hubungan yang bermakna dengan tindakan
pencegahan infeksi menular seksual dengan nilai p<0,05. Sedangkan menurut hasil
penelitian Silalahi, R (2009), ternyata pengetahuan dan sikap PSK ada hubungan
yang bermakna terhadap tindakan untuk menggunakan kondom dengan hasil p<0,05.
Artinya pengetahuan dan sikap yang baik akan mempengaruhi pelanggan
menggunakan kondom pada saat berhubungan seksual.
Penelitian prevalensi IMS pada WPS, yang diselenggarakan oleh Sub
DirektoratAIDS dan PMS, Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan
PenyehatanLingkungan Depertemen Kesehatan Indonesia bekerjasama dengan Badan
Penelitiandan Pengembangan Kesehatan dan Program ASA pada tahun 2003,
melaporkanbahwa 7 kota yang diteliti terdapat 62%-93% WPS jalanan yang
terinfeksi IMS,54%-74% WPS lokalisasi, dan 48%-77% WPS tempat hiburan.
Universitas Sumatera Utara
Khusus KotaSemarang dilaporkan terdapat 57% WPS lokalisasi dan 68% WPS
jalanan yangterinfeksi lebih dari satu penyakit IMS. Pada WPS lokalisasi prevalensi
IMS tertinggiadalah gonore (31%), klamidia (22%), bacterial vaginosis (16%),
infeksi gandagonore dan klamidia (9%), sifilis laten lanjut (5%), kandidiasis vaginalis
(4%) dantrikomoniasis (3%). (Ahnaf, kk, 2005).
Hasil penelitian Chandra (2009), menunjukkan bahwa tidak ada hubungan
yang bermaknaantara pengetahuan PSK dengan tindakan pencegahan penyakit
Infeksi MenularSeksial (IMS) dengan (p=0,50) dan tidak ada hubungan yang
bermakna antara sikapPSK dengan tindakan pencegahan penyakit Infeksi Menular
Seksual (IMS) dengan(p=0,10).
Universitas Sumatera Utara
2.7. Landasan Teori
Menurut Lawrence Green (1991), bahwa faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap pencegahan penyakit menular seksual adalah faktor prediposisi, pendorong
dan penguat.
Faktor Predisposisi
1. Pengetahuan
2. Sikap
3. Kepercayaan
4. Nilai-nilai
5. Tradisi
6. Umur
Faktor Pemungkin
1. Sarana dan prasarana
2. Keterjangkauan Fasilitas
Perilaku
Faktor Penguat
1. Perilaku Petugas Kesehatan
2. Sikap
3. Peraturan undang-undang
Gambar 2.1. Kerangka Teori Menurut Green (1991)
Landasan teori menurut Lawrence Green (1991) tidak semuanya akan diteliti
pada penelitian ini, dengan berbagai pertimbangan dan melihat situasi dilapangan
bahwa variabel yang diambil harus dapat diukur dan disesuaikan dengan kepustakaan
yang ada menurut peneliti. Variabel yang di ambil variabel pengetahuan, sikap
pekerja seks komersial dan pemanfaatan dijadikan variabel penelitian.
Universitas Sumatera Utara
2.8. Kerangka Konseptual
Pengetahuan
1. Pemanfaatan Klinik IMS
2. Tindakan Pencegahan
Infeksi Menular Seksual
Sikap
Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian
Universitas Sumatera Utara
Download