BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Definisi Barang Milik Daerah Barang milik daerah (BMD) merupakan suatu hal yang harus dikelola dengan baik dan benar sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Adapun pengertian barang milik daerah itu sendri menurut beberapa ahli, antara lain sebagai berikut: Aset/barang milik daerah adalah semua kekayaan daerah baik yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah maupun yang berasal dari perolehan lain yang sah baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak beserta bagian-bagiannya ataupun yang merupakan satuan tertentu yang dapat dinilai, dihitung, diukur atau ditimbang termasuk hewan dan tumbuh-tumbuhan kecuali uang dan suratsurat berharga lainnya (Chabib Soleh dan Heru Rochmansjah, 2010 : 158). Sedangkan pengertian barang milik daerah menurut Permendagri Nomor 17 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah adalah “semua barang yang dibeli atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah atau perolehan lainnya yang sah”. Nurlan Darise (2009 : 234) menyatakan bahwa barang milik daerah meliputi: a. b. Barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBD; Barang yang berasal dari perolehan lainnya yang sah meliputi : 1. Barang yang diperoleh dari hibah/sumbangan atau yang sejenis; 2. Barang yang diperoleh sebagai pelaksanaan dari perjanjian/kontrak; 3. Barang yang diperoleh berdasarkan ketentuan undang-undang; 4. Barang yang diperoleh berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan barang milik daerah disebut aset tetap, “aset tetap adalah 10 11 aset berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintah atau dimanfaatkan oleh masyarakat umum”. Dilihat dari mobilitas barangnya, Mahmudi (2010:146; M.Yusuf, 2010:137) menyatakan bahwa BMD dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu : 1. 2. Benda tidak bergerak (real property), meliputi tanah, bangunan gedung, bangunan air, jalan dan jembatan, instalasi, jaringan, serta monumen/bangunan bersejarah (heritage). Benda bergerak (personal property), antara lain mesin, kendaraan, peralatan (meliputi: alat berat, alat angkutan, alat bengkel, alat pertanian, alat kantor dan rumah tangga, alat studio, alat kedokteran, alat laboratorium, dan alat keamanan), buku/perpustakaan, barang bercorak kesenian dan kebudayaan, hewan/ternak dan tanaman, persediaan (barang habis pakai, suku cadang, bahan baku, bahan penolong, dan sebagainya), serta surat-surat berharga. Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa barang milik daerah merupakan kekayaan yang dibeli dan/atau diperoleh dari beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) serta perolehan lainnya yang sah untuk dimanfaatkan oleh pemerintah ataupun masyarakat. Kata pengelolaan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007:534) sendiri adalah sebagai berikut : 1. 2. 3. 4. Proses, cara, perbuatan mengelola; Proses melakukan kegiatan tertentu dengan menggerakkan tenaga orang lain; Proses yang membantu merumuskan kebijaksanaan dan tujuan organisasi; Proses yang memberikan pengawasan pada semua hal yang terkait dalam pelaksanaan kebijaksanaan dan pencapaian tujuan. Pengelolaan Barang Milik Daerah menurut Pasal 2 Peremandagri Nomor 17 Tahun 2007 yakni “pengelolaan barang milik daerah sebagai bagian dari pengelolaan keuangan daerah yang dilaksanakan terpisah dari pengelolaan barang milik negara”. 12 Berdasarkan uraian di atas, yang disebut dengan pengelolaan barang milik daerah yaitu suatu proses dalam mengelola kekayaan yang telah ada sebelumnya atau yang diperoleh dari beban APBD atau peroleh lainnya yang sah yang dapat dimanfaatkan dalam kegiatan pemerintah maupun masyarakat. 2.1.2 Asas-asas Pengelolaan Barang Milik Daerah Dalam pelaksanaan pengelolaan barang milik daerah agar dapat dilakukakan dengan baik dan benar sehingga tercapainya efektivitas dan efisiensi pengelola barang milik daerah, maka para pengelola barang milik daerah tersebut harus memegang teguh asas-asas sebagai berikut (Chabib Soleh dan Heru Rochmansjah, 2010:157-158 ; Nurlan Darise, 2009:234-235) : a. b. c. d. e. f. Asas fungsional, yaitu pengambilan keputusan dan pemecahan masalah di bidang pengelolaan barang daerah yang dilaksanakan oleh kuasa pengguna barang, pengguna barang, pengelola barang dan kepala daerah sesuai fungsi, wewenang, dan tanggung jawab masing-masing. Asas kepastian hukum, yaitu pengelolaan barang milik daerah harus dilaksanakan berdasarkan hukum dan peraturan perundang-undangan. Asas transparansi, yaitu penyelenggaraan barang milik daerah harus transparan terhadap hak masyarakat dalam memperoleh informasi yang benar. Asas efisiensi, yaitu pengelolaan barang milik daerah diarahkan agar barang milik daerah digunakan sesuai batasan-batasan standar kebutuhan yang diperlukan dalam rangka menunjang penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi pemerintahan secara optimal. Asas akuntabilitas, yaitu setiap kegiatan pengelolaan barang milik daerah harus dapat dipertanggungjawabkan kepada rakyat. Asas kepastian nilai, yaitu pengelolaan barang milik daerah harus didukung oleh adanya ketepatan jumlah dan nilai barang dalam rangka optimalisasi pemanfaatan dan pemindatanganan barang milik daerah serta penyusunan neraca. 2.1.3 Siklus Pengelolaan Barang Milik Daerah Di bawah ini merupakan penjelasan siklus pengelolaan barang milik daerah sesuai dengan pasal 4 Ayat (2) Permendagri Nomor 17 Tahun 2007 13 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah, antara lain sebagai berikut: 1. Perencanaan Kebutuhan dan Penganggaran Dalam pelaksanaan kegiatan perencanaan kebutuhan dan penganggaran ini meliputi dua kegiatan, antara lain : a. Koordinasi dan sinkronisasi dalam perencanaan “Pelaksanaan perencanan kebutuhan dan penganggaran perlu terkoordinasi dengan baik dengan memperhatikan standarisasi yang telah ditetapkan sesuai kondisi daerah masing-masing” (Chabib Soleh dan Heru Rochmansjah, 2010:163). b. Perencanaan Kebutuhan dan Penganggaran Kegiatan perencanaan kebutuhan dan penganggaran merupakan dasar penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) masing-masing SKPD dan akan bahan penyusunan rancangan APBD. Dengan kata lain, dalam sistem perencanaan untuk pembelian aset/barang milik daerah, ada dua macam perencanaan yang harus dilakukan setiap tahun, yaitu: perencanaan akan pengadaan kebutuhan aset/barang milik pemerintah daerah, dan perencanaan pemeliharaan aset/barang milik pemerintah daerah (M.Yusuf, 2010:40). 2. Pengadaan Sesuai dengan Permendagri Nomor 17 Tahun 2007, Nurlan Darise (2009:236) menyatakan bahwa “pengadaan barang milik daerah dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip efisien, efektif, transparan dan terbuka, bersaing, adil/tidak diskriminatif dan akuntabel”. 3. Penerimaan, Penyimpanan, dan Penyaluran (Pendistribusian) a. Penerimaan 14 Penerimaan merupakan tindak lanjut dari kegiatan pengadaan dan/atau berasal dari pihak ketiga yang dilengkapi oleh dokumen-dokumen serta berita acaranya. b. Penyimpanan Bertujuan untuk melayani pengurusan barang persediaan dengan cepat dan tepat. c. Penyaluran Penyaluran dilakukan dengan tujuan dapat terselenggaranya urusan pembagian/pelayanan barang dengan cepat dan tepat serta sesuai dengan kebutuhan. 4. Penggunaan Penggunaan menurut Permendagri Nomor 17 Tahun 2007 adalah kegiatan yang dilakukan oleh pengguna/kuasa pengguna dalam mengelola dan menatausahakan barang milik daerah sesuai dengan tugas pokok dan fungsi Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang bersangkutan. 5. Penatausahaan a. Kegiatan pembukuan Melakukan pencatatan ke dalam Daftar Barang Pengguna (DBP)/Daftar Barang Kuasa Pengguna (DBKP), mengklasifikasikan barang ke dalam Kartu Inventaris Barang (KIB) A, B, C, D, E, dan F, serta melakukan rekapitulasi dalam Daftar Barang Milik Daerah (DBMD). b. Kegiatan inventarisasi “Inventarisasi merupakan kegiatan atau tindakan untuk melakukan perhitungan, pengurusan, penyelenggaraan, pengaturan, pencatatan data dan pelaporan barang milik daerah dalam unit pemakaian” (Chabib Soleh dan Heru Rochmansjah, 2010:180). 15 c. Kegiatan pelaporan Adanya laporan barang semesteran, tahunan, dan lima tahunan. 6. Pemanfaatan a. Pinjam Pakai Pinjam pakai penyerahan penggunaan barang antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah dan antar Pemerintah Daerah dalam jangka waktu tertentu tanpa menerima imbalan dan setelah jangka waktu tersebut berakhir diserahkan kembali kepada pengelola (Nurlan Darise, 2009:238). Adapun jangka waktu pinjam pakai ini maksimal dua tahun dan dapat diperpanjang, hal ini sesual dengan pernyataan dari Mahmudi (2010:152), “dipinjampakaikan dengan jangka waktu maksimal dua tahun dan dapat diperpanjang”. b. Penyewaan Penyewaan merupakan hak penggunaan/pemanfaatan kepada pihak ketiga dalam jangka waktu tertentu dengan menerima imbalan uang tunai. c. Kerjasama pemanfaatan “Kerjasama pemanfaatan barang milik daerah dengan pihak lain dilakukan dengan tujuan mengoptimalkan daya guna dan hasil guna barang milik daerah dan dalam rangka meningkatkan penerimaan daerah” (Chabib Soleh dan Heru Rochmansjah, 2010:190 ; Nurlan Darise, 2009:239). d. Bangun Guna Serah dan Bangun Serah Guna Barang guna serah dimanfaatkan oleh pihak yang membangun bangunan dan/atau sarana tersebut sampai jangka waktu berakhir, “...dan terlebih dahulu diaudit berdasarkan perjanjian yang dilakukan terhadap obyek bangun guna serah” (M.Yusuf, 2010:148). Sedangkan bangun serah guna dibangun oleh pihak ketiga 16 kemudian setelah selesai pembangunannya diserahkan kepada Pemerintah Daerah untuk didayagunakan oleh pihak lainnya dalam jangka waktu tertentu. 7. Pengamanan dan Pemeliharaan a. Pengamanan Tujuan dari pengamanan ini adalah menghindari klaim/penyerobotan aset/barang milik daerah oleh pihak lain. b. Pemeliharaan Pemeliharaan barang seperti yang dikemukakan oleh Mahmudi (2010:156) adalah “upaya mencegah kerusakan yang diyakini lebih baik daripada memperbaikinya”. 8. Penilaian Permendagri Nomor 17 Tahun 2007, menyatakan bahwa penilaian adalah suatu proses kegiatan penelitian yang selektif didasarkan pada data/fakta yang objektif dan relevan dengan menggunakan metode/teknis tertentu untuk memperoleh nilai barang milik daerah. 9. Penghapusan Mahmudi (2010:153) menyatakan bahwa “penghapusan aset daerah dari daftar aset pemerintah daerah dapat dilakukan jika aset tersebut tidak memiliki nilai ekonomis, rusak berat, atau hilang”. Adapun kriteria penghapusannya berdasarkan keputusan Kepala Daerah. 10. Pemindahtanganan Kegiatan tersebut merupakan tindak lanjut dari kegiatan penghapusan. Menurut Permendagri Nomor 17 Tahun 2007: Pemindahtanganan barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan dan selain tanah dan bangunan yang bernilai Rp5.000.000.000,- (lima milyar rupiah) ditetapkan dengan Keputusan Kepala Daerah setelah mendapat persetujuan DPRD. 17 Adapun bentuk-bentuk pemindahtanganan adalah penjualan, tukar menukar, hibah, penyertaan modal pemerintah daerah. 11. Pembinaan, Pengawasan, dan Pengendalian Tujuan dilakukannya pembinaan, pengawasan, dan pengendalian terhadap barang milik daerah ini dalam Permendagri Nomor 17 Tahun 2007 adalah “untuk menjamin pengelolaan barang milik daerah secara berdaya guna dan berhasil guna”. 12. Pembiayaan Pengelolaan Barang Milik Daerah Pembiayaan dilakukan dalam rangka tertib administrasi dalam pengelolaan barang milik daerah. Pembiayaan tersebut direncanakan dan diajukan setiap tahun melalui APBD sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. 13. Tuntutan Ganti Rugi Tuntutan ganti rugi ini dilakukan ketika pejabat pengelola barang milik daerah seperti pengelola, pembantu pengelola, pengguna/kuasa pengguna, serta penyimpan dan/atau pengurus barang melakukan perbuatan yang merugikan daerah. Tujuan dari dilakukannya TGR ini adalah dalam rangka pengamanan dan penyelamatan barang milik daerah. 2.1.4 Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Laporan Keuangan Pemerintah Daerah merupakan suatu bentuk pertanggungjawaban atas pelaksanaan APBD. Adapun pokok-pokok dari laporan keuangan pemerintah menurut PP Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan adalah sebagai berikut: a. Laporan Realisasi Anggaran (LRA) 18 Penyajian LRA menggambarkan perbandingan anggaran dengan realisasinya selama satu tahun anggaran. Komponen yang termuat dalam LRA antara lain pendapatan, belanja, transfer, dan pembiayaan. b. Neraca Neraca merupakan suatu laporan yang menggambarkan posisi keuangan entitas pelaporan mengenai aset, kewajiban, dan ekuitas dana. c. Laporan Arus Kas Laporan ini menyajikan suatu informasi kas sehubungan dengan adanya aktivitas operasional, investasi aset non keuangan, pembiayaan, dan transaksi non-anggaran yang menggambarkan saldo awal, penerimaan, pengeluaran dan saldo akhir kas pemerintah daerah selama periode tertentu. d. Catatan atas Laporan Keuangan Catatan atas laporan keuangan merupakan suatu penjelasan naratif dari angka yang tertera dalam LRA, Neraca, maupun Laporan Arus Kas serta mencakup informasi tentang kebijakan akuntansi yang digunakan oleh entitas pelaporan dan informasi-informasi lain yang harus diungkapkan dalam Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) serta ungkapan lainnya yang akan menghasilkan penyajian laporan keuangan secara wajar. 2.1.5 Karaketristik Kualitatif Laporan Keuangan Karakteristik kualitatif laporan keuangan merupakan suatu ukuran normatif yang perlu diwujudkan dalam informasi akuntansi sehingga dapat memenuhi tujuannya, selain itu karakteristik kualitatif laporan keuangan pula merupakan prasyarat normatif yang diperlukan agar laporan keuangan pemerintah dapat dinyatakan berkualitas. Adapun karakteristik kualitas laporan keuangan 19 secara umum menurut PSAK tahun 1994 dalam Sofyan Syafri Harahap (2007:126-130) dan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 yakni sebagai berikut: a. Dapat dipahami, maksudnya istilah yang digunakan dalam laporan keuangan dapat dipahami oleh pengguna sehingga... “pemakai diasumsikan memiliki pengetahuan yang memadai tentang aktivitas ekonomi dan bisnis, akuntansi, serta kemauan untuk mempelajari informasi dengan ketekunan yang wajar...” b. Relevan, maksudnya informasi keuangan dapat mempengaruhi keputusan ekonomi pemakai dengan membantu mereka mengevaluasi peristiwa masa lalu, masa kini, atau masa depan, menegaskan atau mengoreksi hasil evaluasi mereka di masa lalu. Kriteria informasi yang relevan adalah: • Memiliki umpan balik (feedback value) sebagai pengkoreksian ekspektasi di masa lalu; • Memiliki manfaat prediktif (predictive value), informasi tersebut dapat memprediksi masa depan berdasarkan kejadian masa lalu dan masa kini; • Tepat waktu, tujuannya agar dapat berguna dalam pengambilan keputusan; • Lengkap, informasi akuntansi yang disajikan harus selengkap mungkin, mencakup semua informasi akuntansi sehingga berpengaruh dalam pengambilan keputusan. c. Andal, informasi keuangan disebut andal apabila bebas dari pengertian menyesatkan, kesalahan yang material, penyajian yang tulus atau jujur (faithful representation) sehingga dapat diandalkan pemakainya. Informasi yang andal mempunyai kriteria sebagai berikut: 20 • Penyajian jujur, informasi dapat menggambarkan dengan jujur transaksi serta peristiwa lainnya yang seharusnya disajikan atau secara wajar dapat diharapkan untuk disajikan. • Dapat diverifikasi (verifiability), informasi yang disajikan laporan keuangan dapat diuji. • Netralitas, diarahkan pada kebutuhan umum dan tidak memihak. d. Dapat dibandingkan, di mana laporan keuangan dapat dibandingkan dengan periode sebelumnya ataupun dengan laporan keuangan entitas pelaporan lain. Agar laporan keuangan dapat dibandingkan maka perusahaan/entitas harus melakukan pengukuran dan penyajian transaksi dan petistiwa serupa secara konsisten. 2.1.6 Definisi Akuntabilitas Sejak bergulirnya era reformasi, dalam penyelenggaraan pemerintahan Pemerintah dituntut oleh rakyat untuk dapat lebih transparan dan akuntabel dalam menggunakan uang publik (public money). Adapun definisi dari akuntabilitas itu sendiri menurut beberapa ahli adalah sebagai berikut. Abdul Halim dan Theresia Damayanti (2007:89) menyatakan bahwa: Akuntabilitas adalah kewajiban untuk memberikan pertanggungjawaban atau menjawab dan menerangkan kinerja dan tindakan seseorang/badan hukum atau pimpinan suatu organisasi kepada pihak yang memiliki hak atau berkewenangan untuk meminta keterangan atau pertanggungjawaban. Selain itu, pengertian akuntabilitas menurut Mardiasmo (2009:20) yakni: Akuntabilitas publik adalah kewajiban pihak pemegang amanah (agent) untuk memberikan pertanggungjawaban, melaporkan, menyajikan, dan mengungkapkan segala aktivitas dan kegiatan yang menjadi tanggungjawabnya kepada pihak pemberi amanah (principal) yang memiliki hak dan kewenangan untuk meminta pertanggungjawaban tersebut. 21 Menurut ahli lainnya, “akuntabilitas adalah mempertanggungjawabkan pengelolaan sumber daya serta pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan kepada entitas pelaporan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara periodik” (Abdul Hafiz Tanjung, 2008 : 9). Chabib Soleh dan Heru Rochmansjah (2010:13) menyatakan bahwa: Pada dasarnya, akuntabilitas Pemerintah Daerah terhadap masyarakat (publik) adalah pemberian informasi dan pengungkapan (disclosure) atas aktivitas dan kinerja finansial pemerintah daerah kepada para pemangku kepentingan. Berdasarkan definisi-definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa akuntabilitas merupakan pertanggungjawaban pemerintah atas program dan kegiatan yang dilakukan kepada publik/masyarakat dalam rangka terciptanya tata kelola pemerintahan yang baik. Agar dapat tercapainya akuntabilitas publik yang baik, maka perlu diperhatikan tahapan-tahapan dari akuntabilitas itu sendiri. Mulgan dalam Abdul Halim dan Theresia Damayanti (2007:21) menyatakan bahwa ada empat tahapan dalam akuntabilitas publik, yakni sebagai berikut : a. b. c. d. Pelaporan merupakan kewajiban yang dilaksanakan oleh pemerintah untuk mempertanggungjawabkan atau melaporkan hasil kinerjanya dalam mengelola sumberdaya/dana publik. Pencarian informasi atau investigasi merupakan kewenangan dari pemilik sumberdaya/dana atau masyarakat untuk mengetahui bagaimana kinerja steward (dalam hal ini pemerintah) dalam mengelola sumber daya publik. Penilaian atau verifikasi merupakan kewenangan dari pemilik sumberdaya/dana untuk menilai kinerja steward (dalam hal ini pemerintah) dalam mengelola sumber daya publik. Pengendalian dan Pengarahan merupakan kewenangan dari pemilik sumberdaya/dana atau masyarakat untuk capaian kinerja steward (dalam hal ini pemerintah) dalam mengelola sumber daya publik. Untuk dapat mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik tersebut, diperlukan akuntabilitas yang efektif. Adapun ciri-ciri akuntabilitas yang efektif 22 menurut Abdul Halim dan Theresia Damayanti (2007:87) antara lain sebagai berikut : a. b. c. d. e. f. Akuntabilitas harus utuh dan menyeluruh (tugas pokok dan fungsi instansi dan program pembangunan berada di bawah wewenangnya). Mencakup aspek yang menyeluruh mengenai aspek integritas keuangan, ekonomis, efisien, dan prosedur. Bagian dari sistem manajemen untuk menilai kinerja maupun unit organisasi. Dibangun berdasarkan sistem informasi yang handal, tujuannya adalah untuk menjamin keabsahan, akurasi, objektivitas, dan ketepatan waktu dalam penyampaian informasi. Penilaian yang efektif dan independen terhadap akuntabilitas suatu instansi. Tindak lanjut terhadap laporan penilaian atas akuntabilitas. 2.1.7 Jenis-jenis Akuntabilitas Pada umumnya, akuntabilitas publik terbagi menjadi dua macam (Mardiasmo, 2009:21) yakni : a. b. Akuntabilitas vertikal (vertical accountability) adalah pertanggungjawabawan atas pengelolaan dana kepada otoritas yang lebih tinggi. Akuntabilitas horizontal (horizontal accountability) adalah petanggungjawaban kepada masyarakat luas. Ellwood dalam Mardiasmo (2009:21-22) mengungkapkan bahwa ada empat dimensi dalam akuntabilitas yang harus dipenuhi oleh organisasi sektor publik, antara lain : a. b. c. d. Akuntabilitas kejujuran dan akuntabilitas hukum (accountability for probity and legality). Akuntabilitas kejujuran terkait dengan penghindaran penyalahgunaan jabatan (abuse of power), sedangkan akuntabilitas hukum terkait dengan jaminan adanya kepatuhan terhadap hukum dan peraturan lain yang disyaratkan dalam penggunaan sumber dana publik. Akuntabilitas proses (process accountability), termanifestasikan melalui pemberian pelayanan publik yang cepat, responsif, dan murah biaya. Akuntabilitas program (program accountability), terkait dengan apakah tujuan yang ditetapkan dapat dicapai atau tidak, dan apakah telah mempertimbangkan alternatif program yang memberikan hasil yang optimal dengan biaya yang minimal. Akuntabilitas kebijakan (policy accountability) terkait dengan pertanggungjawaban pemerintah pusat maupun daerah, atas kebijakankebijakan yang diambil perintah terhadap DPR/DPRD dan masyarakat luas. 23 Berdasarkan definisi-definisi yang telah diuraikan, maka pengelolaan barang milik daerah harus mencerminkan prinsip-prinsip akuntabilitas. Hal ini sejalan dengan pernyataan Chabib Soleh dan Heru Rohmansjah (2010:153) di mana akuntabilitas yang harus dipenuhi dalam pengelolaan barang milik daerah antara lain: a. b. c. Akuntabilitas kejujuran dan akuntabilitas hukum (accountability for probity and legality). Akuntabilitas kejujuran terkait dengan penghindaran penyalahgunaan jabatan (abuse of power) oleh pejabat dalam penggunaan dan pemanfaatan kekayaan daerah. Sedangkan akuntabilitas hukum dapat diartikan bahwa kekayaan daerah harus memiliki status hukum yang jelas agar tidak dapat disalahgunakan atau diklaim oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab. Akuntabilitas proses (process accountability), yakni terkait dengan dipatuhinya prosedur yang digunakan dalam melaksanakan pengelolaan kekayaan daerah. Melakukan compulsory competitive tendering contract (CCTC) dan mengantisipasi terjadinya mark-up ketika proses penganggaran terhadap rencana/program pengadaan barang oleh tim anggaran eksekutif maupun pada pembahasan dengan pihak legislatif. Untuk itu perlu kecukupan sistem informasi akuntansi, sistem informasi manajemen, dan prosedur administrasi. Akuntabilitas kebijakan (policy accountability), yakni terkait dengan pertanggungjawaban pemerintah terhadap DPRD dan masyarakat luas atas kebijakan-kebijakan perencanaan, pengadaan, pendistribusian, penggunaan atau pemanfaatan kekayaan daerah, pemeliharaan, sampai pada penghapusan barang daerah. Agar dapat tercipta suatu akuntabilitas dalam pengelolaan barang milik daerah, maka diperlukan sasaran strategis yang harus dicapai dalam kebijakan pengelolaan barang milik daerah tersebut. Di mana menurut Chabib Soleh dan Heru Rohmansjah (2010:154-155) adalah sebagai berikut. a. b. c. d. Terwujudnya ketertiban administrasi mengenai kekayaan daerah, baik menyangkut: inventarisasi tanah dan bangunan, sertifikasi kekayaan daerah, penghapusan dan penjualan aset daerah, sistem pelaporan kegiatan tukarmenukar, hibah dan ruislag. Terciptanya efisiensi dan efektivitas penggunaan aset daerah. Pengamanan aset daerah. Tersedianya data informasi yang akurat mengenai jumlah kekayaan daerah. 24 Sasaran strategis tersebut dapat dicapai ketika Pemerintah Daerah memiliki strategi optimalisasi dalam pengelolaan barang milik daerah. Chabib Soleh dan Heru Rohmansjah (2010:155-156) mengklasifikannya menjadi empat tahap yakni: a. b. c. d. Identifikasi dan inventarisasi nilai dan potensi aset daerah. ..Hal tersebut penting untuk pembuatan Neraca Kekayaan Daerah yang akan dilaporkan kepada masyarakat. Perlunya sistem informasi manajemen aset daerah. ...Sistem tersebut bermanfaat untuk menghasilkan laporan pertanggungjawaban. Selain itu, sistem informasi tersebut juga bermanfaat untuk dasar pengambilan keputusan mengenai kebutuhan pengadaan barang dan estimasi kebutuhan belanja (modal) dalam penyusunan APBD. Pengawasan dan pengendalian pemanfaataan aset daerah. ...Pengawasan oleh masyarakat dan DPRD tersebut harus menghasilkan feedback bagi pemerintah daerah berupa perbaikan perencanaan dan pemanfaatan aset daerah. Keterlibatan jasa penilai antara lain: (a) identifikasi dan inventarisasi aset daerah; (b) memberi informasi mengenai status hukum harta daerah; (c) penilaian harta kekayaan daerah baik yang berwujud (tangible assets) maupun yang tidak berwujud (intangibel assets); (d) analisis investasi dan set-up investasi/pembiayaan; dan (e) pemberian jasa konsultasi manajemen aset daerah (assets management consultant). 2.1.8 Penelitian Terdahulu Penelitian yang akan dilakukan oleh penulis merujuk pada penelitianpenelitian terdahulu. Penelitian-penelitian terdahulu ini setidaknya membantu penulis dalam pengambilan judul dan penetapan hipotesis. Beberapa penelitian terdahulu yang relevan dalam penelitian ini antara lain: Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu No 1 Nama Peneliti Ruri Nurulita Judul Penelitian Pengaruh Manajemen Barang Daerah terhadap Kualitas Laporan Keuangan (studi kasus pada Pemerintah Kota Bandung) Tahun Penelitian 2011 Hasil Perbedaan Kualitas Laporan Keuangan berpengaruh positif sebesar 27,2% terhadap Manajemen Barang Daerah. Kualitas Laporan Keuangan pada penelitian yang akan dilakukan 25 2 Dora Detisa Hubungan Pengelolaan Aset Daerah Dengan Kualitas Laporan Keuangan Pada Pemerintah Daerah Kabupaten Sorong 2008 41,3% kualitas laporan keuangan ditentukan oleh pengelolaan aset daerah. 2. Aristanti Widyaningsih Hubungan Efektifitas Sistem Akuntansi Keuangan Daerah dan Pengendalian Intern dengan Kualitas Akuntabilitas Keuangan melalui Kualitas Informasi Laporan Keuangan sebagai Variabel Intervening. 2009 1. Hubungan yang kuat antara efektifitas sistem akuntansi keuangan daerah dengan sistem pengendalian intern, dan adanya pengaruh signifikan di antara keduanya. 2. Hubungan yang cukup berarti antara efektifitas sistem akuntansi keuangan daerah dan pengendalian intern dengan kualitas informasi laporan keuangan. 3. Hubungan yang kuat antara efektifitas sistem akuntansi keuangan daerah dan pengendalian merupakan variabel intervening. Subjek penelitian yang berbeda. Kualitas Laporan Keuangan pada penelitian yang akan dilakukan merupakan variabel intervening. Subjek penelitian yang berbeda. Hanya terdapat satu variabel independen dalam penelitian yang akan dilakukan ini, selain itu variabel dependen dalam penelitian ini bukan akuntabilitas keuangan, melainkan akuntabilitas saja. 26 intern dengan kualitas akuntabilitas keuangan. 2.1.9 Hubungan antara Pengelolaan Barang Milik Daerah, Kualitas Laporan Keuangan, dan Akuntabilitas Pengelolaan barang milik daerah adalah bagian dari suatu sistem, yakni sistem akuntansi yang merupakan bagian dari sistem informasi manajemen. Di mana arti sistem menurut Wilkinson et.al. (2000:6) yakni “a system is unified group of interacting parts that function together to achieve its purposes”. Dengan kata lain sistem adalah satu kesatuan yang berkaitan serta memiliki fungsi bersama yaitu untuk mencapai suatu tujuan. Menurut S.P. Hariningsih (2006:2) “sistem ini direncanakan untuk menghasilkan informasi yang berguna bagi pihak luar maupun dalam perusahaan”. Wilkinson et.al. (2000:7) mengemukakan bahwa: An accounting information system is a unified within an entity, such as business firm, that employs physical resources and other components to transform economic data into accounting information, with the purpose of satisfying the information needs of a variety of users. Di mana sistem informasi akuntansi merupakan struktur terpadu di dalam sebuah kesatuan, seperti perusahaan bisnis, yang sumber daya tenaga kerja fisik dan komponen lainnya untuk merubah data ekonomi ke dalam informasi akuntansi, dengan tujuan memberikan kepuasan kepada berbagai pemakai atau konsumen akan kebutuhan informasi. Sedangkan yang dimaksud dengan sistem informasi manajemen menurut Cecil Gillespie dalam S.P.Hariningsih (2006:3) adalah: Sistem informasi manajemen adalah suatu sistem untuk mengumpulkan, menyimpan (dalam situasi tertentu), mengubah, dan melaporkan informasi 27 yang diperlukan untuk mengambil keputusan manajemen yang sudah direncanakan. Sejalan dengan pengertian-pengertian tersebut, pengelolaan barang milik daerah bertujuan untuk menghasilkan informasi mengenai keadaan barang milik daerah di suatu wilayah. Jika penyajian informasi dalam pengelolaan barang milik daerah tersebut memadai, maka informasi tersebut berkualitas. Hal ini sesuai dengan pernyataan Wilkinson et.al. (2000:18) yakni “useful information qualities are relevance, accuracy, timeliness, conciseness, clarity, quantifiability, and consistency”. Dari pengertian tersebut dinyatakan dengan jelas bahwa informasi yang berkualitas dapat menghasilkan laporan keuangan yang berkualitas pula. Tentunya pengelolaan barang milik daerah yang baik bertujuan untuk menghasilkan informasi mengenai barang daerah yang baik pula. Dalam Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) Pernyataan Nomor 07 mengenai aset tetap menyatakan bahwa “aset tetap merupakan suatu bagian utama aset pemerintah, dan karenanya signifikan dalam penyajian neraca”. Dengan kata lain, pengelolaan barang milik daerah salah satu unsur penentu kualitas laporan keuangan pemerintah daerah. Bila dikelola dengan baik, maka kualitas laporan keuangan pun baik. Hal ini diperkuat dengan pernyataan M.Yusuf (2010 : 8), yakni “...pengelolaan aset daerah merupakan komponen yang sangat penting untuk mewujudkan laporan keuangan yang lebih baik”. Untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik (good government governance) pemerintah diwajibkan untuk melaporkan segala kegiatannya kepada masyarakat sebagai pemberi amanah. Hal ini sesuai dengan pernyataan Jensen and Meckling (1976) dalam Dadang Sadeli (2007:45) yakni : 28 Manajemen pemerintah daerah dianalogikan sebagai agent yang diberi amanah oleh masyarakat yang dianalogikan sebagai principal, dan menimbulkan hubungan keagenan antara keduanya, di mana principal menugasi agent, untuk melakukan pekerjaan yang disertai pemberian wewenang untuk kepentingan principal. Akuntabilitas tercipta dengan tujuan untuk menghindari kesenjangan informasi. Hal ini sejalan pula dengan pernyataan William R.Scott (2003) dalam Dadang Sadeli (2007:46) yakni : The information asymmetry arises because one party has knowledge not possessed by other. Kesenjangan informasi merupakan kondisi yang menunjukkan adanya kelompok (manajemen pemerintah daerah) yang mempunyai informasi, sedangkan yang lainnya (masyarakat) tidak memiliki informasi. Adanya kesenjangan informasi akan menimbulkan persepsi dan penilaian yang berbeda terhadap kinerja manajemen pemerintah daerah, sehingga akan menimbulkan konflik antara manajemen pemerintah daerah dengan masyarakat, oleh karena itu perlu media informasi dalam bentuk pertanggungjawaban manajemen pemerintah daerah kepada masyarakat. Oleh sebab itu, akuntabilitas adalah sarana penunjang untuk menciptakan tata kelola pemerintahan yang baik. Untuk menciptakan akuntabilitas yang baik, maka seluruh program kegiatan pemerintah harus dilaporkan tanpa terkecuali, dalam laporan finansial dan non-finansial. Laporan finansial berupa laporan keuangan yang didalamnya terdapat neraca dan LRA yang menggambarkan keadaan barang milik daerah baik yang telah ada maupun yang dibeli dengan APBD. Jika dikelola dengan baik, maka laporan keuangan tersebut dinyatakan berkualitas. Karena laporan keuangan yang berkualitas adalah salah satu upaya untuk menciptakan akuntabilitas yang baik. Hal ini sesuai dengan pernyataan Chabib Soleh dan Heru Rohmansjah (2010:17) yakni “laporan keuangan tersebut merupakan komponen penting untuk menciptakan akuntabilitas pemerintahan dan sekaligus merupakan salah satu alat ukur kinerja finansial pemerintah daerah”. Serta disokong pula oleh pernyataan 29 Governmental Accounting Standards Board (GASB) yang dikutip oleh Mardiasmo (2002) dalam Chabib Soleh dan Heru Rohmansjah (2010 : 14) yakni “akuntabilitas merupakan dasar dari pelaporan keuangan di lingkungan pemerintahan. Akuntabilitas adalah tujuan tertinggi pelaporan keuangan pemerintah”. Agar akuntabilitas tercipta dengan baik dalam mengelola barang milik daerah, maka menurut Chabib Soleh dan Heru Rohmansjah (2010:153) kegiatan tersebut harus mencerminkan prinsip-prinsip akuntabilitas sebagai berikut: a. Akuntabilitas kejujuran dan akuntabilitas hukum (accountability for probity and legality). Di mana menghindari adanya penyalahgunaan jabatan dalam memanfaatkan barang milik daerah serta barang milik daerah harus mempunyai status hukum yang jelas, sehingga dapat mewujudkan ketertiban administrasi kekayaan daerah. b. Akuntabilitas proses (process accountability), di mana telah terpatuhinya prosedur-prosedur dalam mengelola barang milik daerah. Sehingga dapat terciptanya suatu efisiensi dan efektivitas penggunaan aset daerah melalui dapat teridentifikasi dan terinventarisasinya nilai dan potensi aset daerah dengan melibatkan tim jasa penilai (appraisal), serta adanya kefektifan dalam penggunaan sistem informasi manajemen barang daerah (SIMBADA). c. Akuntabilitas kebijakan (policy accountability), di mana pemerintah wajib bertanggungjawab kepada DPRD maupun masyarakat luas atas kegiatan pengelolaan barang milik daerah tersebut. Oleh sebab itu, dibutuhkan pengawasan dan pengendalian dalam pemanfaatan aset daerah oleh masyarakat dan DPRD. 30 Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pengelolaan barang milik daerah merupakan salah satu penentu kualitas laporan keuangan sehingga dapat menciptakan akuntabilitas yang baik. 2.2 Kerangka Pemikiran Lahirnya Permendagri Nomor 17 Tahun 2007 diharapkan setiap pemerintah daerah dapat mengelola barang milik daerahnya dengan baik. Tidak sedikit barang milik daerah yang berpindah tangan kepada pihak yang tidak bertanggung jawab. Dikarenakan penyajian barang milik daerah yang tidak didukung dengan rincian daftar aset maupun dokumen berupa daftar inventarisasi dan penilaian aset tersebut. Atau dengan kata lain pengelolaan barang milik daerah yang kurang baik. Kasus tersebut merupakan salah satu kendala untuk mencapai opini wajar tanpa pengecualian (unqualified opinion). Padahal pengelolaan barang milik daerah sangat berpengaruh terhadap laporan keuangan. Hal ini diperkuat dengan adanya Pernyataan Nomor 07 dalam Standar Akuntansi Pemerintahan yang menyatakan bahwa “aset tetap merupakan suatu bagian utama aset pemerintah, dan karenanya signifikan dalam penyajian neraca”. Ruri Nurulita (2011) dalam penelitiannya yang berjudul Pengaruh Manajemen Barang Daerah terhadap Kualitas Laporan Keuangan (studi kasus pada Pemerintah Kota Bandung) menyatakan bahwa 27,2% kualitas laporan keuangan dipengaruhi oleh manajemen barang daerah. Sedangkan Dora Detisa (2008) dalam penelitiannya yang berjudul Hubungan Pengelolaan Aset Daerah Dengan Kualitas Laporan Keuangan Pada Pemerintah Daerah Kabupaten Sorong menghasilkan 41,3% kualitas laporan keuangan ditentukan oleh pengelolaan aset daerah. 31 Adapun pengelolaan barang milik daerah tertuang dalam Permendagri Nomor 17 Tahun 2007 antara lain perencanaan kebutuhan dan penganggaran; pengadaan; penerimaan, penatausahaan; penyimpanan pemanfaatan; pengamanan dan dan penyaluran; penggunaan; pemeliharaan; penilaian; penghapusan; pemindahtanganan; pembinaan, pengawasan dan pengendalian; pembiayaan; dan tuntutan ganti rugi. Ditetapkannya Permendagri Nomor 17 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah tersebut, pemerintah berharap agar pengelolaan barang milik daerah dapat dilakukan dengan baik, sehingga laporan keuangan yang dihasilkan pun berkualitas. Laporan keuangan berkualitas jika memenuhi kriteria-kriteria antara lain relevan yakni memiliki umpan balik, memiliki manfaat prediktif, tepat waktu, dan lengkap; andal dengan penyajian jujur, dapat diverifikasi, serta bersifat netral; dapat dibandingkan; dan dapat dipahami. Pelaksanaan pengelolaan barang milik daerah menggunakan uang publik (public money) yang harus dipertanggungjawabkan pada akhir tahun anggaran. Sejalan dengan pertanggungjawaban atas pelaksanaan APBN, pemerintah daerah wajib melaporkan pertanggungjawaban atas pelaksanaan APBD dalam bentuk laporan keuangan meliputi transaksi keuangan aset, hutang, ekuitas dana, pendapatan dan belanja, termasuk transaksi pembiayaan dan perhitungan sesuai dengan peraturan perundangan. Maka dari itu informasi yang terdapat pada barang milik daerah sangat diperlukan dalam neraca. Tetapi, hampir di setiap pemerintah daerah belum menerapkan peraturan tersebut dengan baik, karena masih banyaknya kendala yang dihadapi. Ruri 32 Nurulita (2011) dalam penelitiannya menyatakan bahwa ada tiga kendala/hambatan yang dihadapi, antara lain: Pertama, tersendat- sendatnya pengajuan anggaran. Kedua, rendahnya daya serap anggaran. Ketiga, kelambatan lembaga-lembaga pemerintah di pusat dan daerah melaporkan keuangan secara tepat waktu sesuai standar akuntansi pemerintah. Agar dapat terhindar dari masalah-masalah serius di kemudian hari, hendaknya pemerintah melakukan pembenahan dalam pengelolaan barang milik daerah serta dapat menerapkan peraturan yang tertuang dalam Permendagri Nomor 17 Tahun 2007. Supaya terjadi keterpaduan antara pengelolaan barang milik daerah dengan peraturan yang ada sehingga dapat terwujudnya tata kelola pemerintahan yang baik (good government governace). Salah satu komponen yang berpengaruh dalam mencapai good government governance adalah akuntabilitas. Akuntabilitas itu sendiri berarti bahwa publik mempunyai hak untuk mengetahui kebijakan-kebijakan yang diambil oleh pihak yang memberi kepercayaan. Media pertanggungjawabannya tidak hanya pada laporan pertanggungjawaban saja, tetapi juga pada praktek-praktek yang memudahkan pemberi mandat memperoleh informasi, baik langsung maupun tidak langsung secara lisan maupun tulisan. Dalam mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik, akuntabilitas pemerintah daerah tidak sekedar melakukan vertical accountability saja, tetapi juga horizontal accountability. Disebabkan adanya reformasi pengelolaan keuangan daerah yang menuntut perubahan pola vertical accountability menjadi horizontal accountability yakni pertanggungjawaban kepada mengingat kepala daerah yang dipilih oleh rakyat secara langsung. pemilihnya, 33 Aristanti Widyaningsih (2009) dalam penelitiannya yang berjudul Hubungan Efektifitas Sistem Akuntansi Keuangan Daerah dan Pengendalian Intern dengan Kualitas Akuntabilitas Keuangan melalui Kualitas Informasi Laporan Keuangan sebagai Variabel Intervening, menghasilkan hubungan yang cukup berarti antara efektifitas sistem akuntansi keuangan daerah dan pengendalian intern dengan kualitas informasi laporan keuangan, serta hubungan yang kuat antara efektifitas sistem akuntansi keuangan daerah dan pengendalian intern dengan kualitas akuntabilitas keuangan. Dari penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa kualitas laporan keuangan dan akuntabilitas keuangan sangat berpengaruh terhadap suatu sistem, yakni sistem akuntansi keuangan daerah dan sistem pengendalian intern pemerintah. Sebagai organisasi publik, pemerintah pada akhirnya harus dapat memenuhi hak-hak masyarakat (publik) seperti hak untuk mengetahui (right to know), hak untuk diberi informasi (right to be informed), serta hak untuk didengar aspirasinya (right to be heard and to be listened to). Akuntabilitas merupakan salah satu pemenuhan hak-hak tersebut. Karena akuntabilitas merupakan dasar dari pelaporan keuangan di lingkungan pemerintahan, selain itu akuntabilitas juga sebagai tujuan tertinggi pelaporan keuangan pemerintah. Pengelolaan barang milik daerah secara otomatis termasuk ke dalam akuntabilitas, karena dalam kegiatan tersebut harus dapat mencerminkan akuntabilitas seperti pernyataan Chabib Soleh dan Heru Rohmansjah (2010:153) yakni akuntabilitas kejujuran dan akuntabilitas hukum (accountability for probity and legality); akuntabilitas proses (process accountability); akuntabilitas kebijakan (policy accountability). 34 Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pengelolaan barang milik daerah yang baik yakni sesuai dengan apa yang tertuang dalam Permendagri Nomor 17 Tahun 2007 akan menghasilkan laporan keuangan yang berkualitas. Dan laporan keuangan yang berkualitas dapat menghasilkan akuntabilitas yang baik. Dengan kata lain, salah satu penentu terciptanya akuntabilitas yang baik manakala pengelolaan barang milik daerahnya sudah sesuai dengan peraturan yang ada, sehingga dapat menghasilkan laporan keuangan yang berkualitas. Berdasarkan kerangka teoritis dan pemikiran di atas, maka bagan teoritis dapat digambarkan sebagai berikut. Dicatat dalam Laporan Keuangan. Laporan keuangan berkualitas, jika (a) andal; (b) relevan; (c) dapat dipahami; (d) dapat dibandingkan (PP No.24 Tahun 2005) Dilakukan upaya pembenahan sesuai siklus pengelolaan BMD berdasarkan Permendagri No.17 tahun 2007, sebagai berikut: Perencanaan kebutuhan dan penganggaran; Pengadaan; Penerimaan, penyimpanan dan penyaluran; Penggunaan; Penatausahaan; Pemanfaatan; Pengamanan dan pemeliharaan; Penilaian; Penghapusan; Pemindahtanganan, Pembinaan, pengawasan dan pengendalian; Pembiayaan; Tuntutan ganti rugi. Akuntabilitas adalah tujuan tertinggi pelaporan keuangan pemerintah (GASB). Prinsipprinsip akuntabilitas dalam pengelolaan BMD: (1) Akuntabilitas kejujuran dan akuntabilitas hukum; (2) Akuntabilitas proses; (3) Akuntabilitas kebijakan. (Chabib Soleh dan Heru Rohmansjah, 2010 : 153) Gambar 2.1. Bagan Kerangka Pemikiran Dari kerangka pemikiran di atas, kemudian didapatkan paradigma pemikiran seperti di bawah ini. 35 Pengelolaan Barang Milik Daerah (Variabel Eksogen ( ܆ )) Akuntabilitas (Variabel Terikat (Y)) Kualitas Laporan Keuangan (Variabel Intervening ( ܆ )) Gambar 2.2 Paradigma Pemikiran 2.3 Hipotesis Dalam suatu penelitian kuantitatif, penulis memerlukan hipotesis sebagai jawaban sementara. Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan oleh Sugiyono (2009:64) bahwa hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian. Disebut sementara sebab jawaban yang diberikan baru berdasarkan teori yang relevan, belum berdasarkan fakta-fakta empiris yang terjadi di lapangan yang diperoleh melalui kumpulan data. Oleh sebab itu, berdasarkan pengertian di atas, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah: 1. Pengelolaan Barang Milik Daerah berpengaruh signifikan terhadap Kualitas Laporan Keuangan. 2. Pengelolaan Barang Milik Daerah berpengaruh signifikan terhadap Akuntabilitas dengan Kualitas Laporan Keuangan sebagai Variabel Intervening.