10 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS
2.1
Kajian Pustaka
2.1.1 Definisi Barang Milik Daerah
Barang milik daerah (BMD) merupakan suatu hal yang harus dikelola
dengan baik dan benar sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
Adapun pengertian barang milik daerah itu sendri menurut beberapa ahli, antara
lain sebagai berikut:
Aset/barang milik daerah adalah semua kekayaan daerah baik yang dibeli
atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
maupun yang berasal dari perolehan lain yang sah baik yang bergerak
maupun yang tidak bergerak beserta bagian-bagiannya ataupun yang
merupakan satuan tertentu yang dapat dinilai, dihitung, diukur atau
ditimbang termasuk hewan dan tumbuh-tumbuhan kecuali uang dan suratsurat berharga lainnya (Chabib Soleh dan Heru Rochmansjah, 2010 : 158).
Sedangkan pengertian barang milik daerah menurut Permendagri Nomor
17 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah adalah
“semua barang yang dibeli atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
atau perolehan lainnya yang sah”.
Nurlan Darise (2009 : 234) menyatakan bahwa barang milik daerah
meliputi:
a.
b.
Barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBD;
Barang yang berasal dari perolehan lainnya yang sah meliputi :
1. Barang yang diperoleh dari hibah/sumbangan atau yang sejenis;
2. Barang yang diperoleh sebagai pelaksanaan dari perjanjian/kontrak;
3. Barang yang diperoleh berdasarkan ketentuan undang-undang;
4. Barang yang diperoleh berdasarkan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar
Akuntansi Pemerintahan barang milik daerah disebut aset tetap, “aset tetap adalah
10
11
aset berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan
untuk digunakan dalam kegiatan pemerintah atau dimanfaatkan oleh masyarakat
umum”.
Dilihat dari mobilitas barangnya, Mahmudi (2010:146; M.Yusuf,
2010:137) menyatakan bahwa BMD dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu :
1.
2.
Benda tidak bergerak (real property), meliputi tanah, bangunan gedung,
bangunan air, jalan dan jembatan, instalasi, jaringan, serta
monumen/bangunan bersejarah (heritage).
Benda bergerak (personal property), antara lain mesin, kendaraan, peralatan
(meliputi: alat berat, alat angkutan, alat bengkel, alat pertanian, alat kantor
dan rumah tangga, alat studio, alat kedokteran, alat laboratorium, dan alat
keamanan), buku/perpustakaan, barang bercorak kesenian dan kebudayaan,
hewan/ternak dan tanaman, persediaan (barang habis pakai, suku cadang,
bahan baku, bahan penolong, dan sebagainya), serta surat-surat berharga.
Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa barang milik
daerah merupakan kekayaan yang dibeli dan/atau diperoleh dari beban Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) serta perolehan lainnya yang sah untuk
dimanfaatkan oleh pemerintah ataupun masyarakat.
Kata pengelolaan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007:534)
sendiri adalah sebagai berikut :
1.
2.
3.
4.
Proses, cara, perbuatan mengelola;
Proses melakukan kegiatan tertentu dengan menggerakkan tenaga orang lain;
Proses yang membantu merumuskan kebijaksanaan dan tujuan organisasi;
Proses yang memberikan pengawasan pada semua hal yang terkait dalam
pelaksanaan kebijaksanaan dan pencapaian tujuan.
Pengelolaan Barang Milik Daerah menurut Pasal 2 Peremandagri Nomor
17 Tahun 2007 yakni “pengelolaan barang milik daerah sebagai bagian dari
pengelolaan keuangan daerah yang dilaksanakan terpisah dari pengelolaan barang
milik negara”.
12
Berdasarkan uraian di atas, yang disebut dengan pengelolaan barang milik
daerah yaitu suatu proses dalam mengelola kekayaan yang telah ada sebelumnya
atau yang diperoleh dari beban APBD atau peroleh lainnya yang sah yang dapat
dimanfaatkan dalam kegiatan pemerintah maupun masyarakat.
2.1.2 Asas-asas Pengelolaan Barang Milik Daerah
Dalam pelaksanaan pengelolaan barang milik daerah agar dapat dilakukakan
dengan baik dan benar sehingga tercapainya efektivitas dan efisiensi pengelola
barang milik daerah, maka para pengelola barang milik daerah tersebut harus
memegang teguh asas-asas sebagai berikut (Chabib Soleh dan Heru Rochmansjah,
2010:157-158 ; Nurlan Darise, 2009:234-235) :
a.
b.
c.
d.
e.
f.
Asas fungsional, yaitu pengambilan keputusan dan pemecahan masalah di
bidang pengelolaan barang daerah yang dilaksanakan oleh kuasa pengguna
barang, pengguna barang, pengelola barang dan kepala daerah sesuai fungsi,
wewenang, dan tanggung jawab masing-masing.
Asas kepastian hukum, yaitu pengelolaan barang milik daerah harus
dilaksanakan berdasarkan hukum dan peraturan perundang-undangan.
Asas transparansi, yaitu penyelenggaraan barang milik daerah harus
transparan terhadap hak masyarakat dalam memperoleh informasi yang benar.
Asas efisiensi, yaitu pengelolaan barang milik daerah diarahkan agar barang
milik daerah digunakan sesuai batasan-batasan standar kebutuhan yang
diperlukan dalam rangka menunjang penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi
pemerintahan secara optimal.
Asas akuntabilitas, yaitu setiap kegiatan pengelolaan barang milik daerah
harus dapat dipertanggungjawabkan kepada rakyat.
Asas kepastian nilai, yaitu pengelolaan barang milik daerah harus didukung
oleh adanya ketepatan jumlah dan nilai barang dalam rangka optimalisasi
pemanfaatan dan pemindatanganan barang milik daerah serta penyusunan
neraca.
2.1.3 Siklus Pengelolaan Barang Milik Daerah
Di bawah ini merupakan penjelasan siklus pengelolaan barang milik
daerah sesuai dengan pasal 4 Ayat (2) Permendagri Nomor 17 Tahun 2007
13
tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah, antara lain sebagai
berikut:
1.
Perencanaan Kebutuhan dan Penganggaran
Dalam pelaksanaan kegiatan perencanaan kebutuhan dan penganggaran ini
meliputi dua kegiatan, antara lain :
a.
Koordinasi dan sinkronisasi dalam perencanaan
“Pelaksanaan perencanan kebutuhan dan penganggaran perlu terkoordinasi
dengan baik dengan memperhatikan standarisasi yang telah ditetapkan sesuai
kondisi daerah masing-masing” (Chabib Soleh dan Heru Rochmansjah,
2010:163).
b.
Perencanaan Kebutuhan dan Penganggaran
Kegiatan perencanaan kebutuhan dan penganggaran merupakan dasar
penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) masing-masing SKPD dan
akan bahan penyusunan rancangan APBD.
Dengan kata lain, dalam sistem perencanaan untuk pembelian aset/barang
milik daerah, ada dua macam perencanaan yang harus dilakukan setiap tahun,
yaitu: perencanaan akan pengadaan kebutuhan aset/barang milik pemerintah
daerah, dan perencanaan pemeliharaan aset/barang milik pemerintah daerah
(M.Yusuf, 2010:40).
2.
Pengadaan
Sesuai dengan Permendagri Nomor 17 Tahun 2007, Nurlan Darise
(2009:236) menyatakan bahwa “pengadaan barang milik daerah dilaksanakan
berdasarkan prinsip-prinsip efisien, efektif, transparan dan terbuka, bersaing,
adil/tidak diskriminatif dan akuntabel”.
3.
Penerimaan, Penyimpanan, dan Penyaluran (Pendistribusian)
a.
Penerimaan
14
Penerimaan merupakan tindak lanjut dari kegiatan pengadaan dan/atau
berasal dari pihak ketiga yang dilengkapi oleh dokumen-dokumen serta berita
acaranya.
b.
Penyimpanan
Bertujuan untuk melayani pengurusan barang persediaan dengan cepat dan
tepat.
c.
Penyaluran
Penyaluran dilakukan dengan tujuan dapat terselenggaranya urusan
pembagian/pelayanan barang dengan cepat dan tepat serta sesuai dengan
kebutuhan.
4.
Penggunaan
Penggunaan menurut Permendagri Nomor 17 Tahun 2007 adalah kegiatan
yang dilakukan oleh pengguna/kuasa pengguna dalam mengelola dan
menatausahakan barang milik daerah sesuai dengan tugas pokok dan
fungsi Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang bersangkutan.
5.
Penatausahaan
a.
Kegiatan pembukuan
Melakukan pencatatan ke dalam Daftar Barang Pengguna (DBP)/Daftar
Barang Kuasa Pengguna (DBKP), mengklasifikasikan barang ke dalam Kartu
Inventaris Barang (KIB) A, B, C, D, E, dan F, serta melakukan rekapitulasi dalam
Daftar Barang Milik Daerah (DBMD).
b.
Kegiatan inventarisasi
“Inventarisasi merupakan kegiatan atau tindakan untuk melakukan
perhitungan, pengurusan, penyelenggaraan, pengaturan, pencatatan data dan
pelaporan barang milik daerah dalam unit pemakaian” (Chabib Soleh dan Heru
Rochmansjah, 2010:180).
15
c.
Kegiatan pelaporan
Adanya laporan barang semesteran, tahunan, dan lima tahunan.
6.
Pemanfaatan
a.
Pinjam Pakai
Pinjam pakai penyerahan penggunaan barang antara Pemerintah Pusat
dengan Pemerintah Daerah dan antar Pemerintah Daerah dalam jangka
waktu tertentu tanpa menerima imbalan dan setelah jangka waktu tersebut
berakhir diserahkan kembali kepada pengelola (Nurlan Darise, 2009:238).
Adapun jangka waktu pinjam pakai ini maksimal dua tahun dan dapat
diperpanjang, hal ini sesual dengan pernyataan dari Mahmudi (2010:152),
“dipinjampakaikan dengan jangka waktu maksimal dua tahun dan dapat
diperpanjang”.
b.
Penyewaan
Penyewaan merupakan hak penggunaan/pemanfaatan kepada pihak ketiga
dalam jangka waktu tertentu dengan menerima imbalan uang tunai.
c.
Kerjasama pemanfaatan
“Kerjasama pemanfaatan barang milik daerah dengan pihak lain dilakukan
dengan tujuan mengoptimalkan daya guna dan hasil guna barang milik daerah dan
dalam rangka meningkatkan penerimaan daerah” (Chabib Soleh dan Heru
Rochmansjah, 2010:190 ; Nurlan Darise, 2009:239).
d.
Bangun Guna Serah dan Bangun Serah Guna
Barang guna serah dimanfaatkan oleh pihak yang membangun bangunan
dan/atau sarana tersebut sampai jangka waktu berakhir, “...dan terlebih dahulu
diaudit berdasarkan perjanjian yang dilakukan terhadap obyek bangun guna serah”
(M.Yusuf, 2010:148). Sedangkan bangun serah guna dibangun oleh pihak ketiga
16
kemudian setelah selesai pembangunannya diserahkan kepada Pemerintah Daerah
untuk didayagunakan oleh pihak lainnya dalam jangka waktu tertentu.
7.
Pengamanan dan Pemeliharaan
a.
Pengamanan
Tujuan dari pengamanan ini adalah menghindari klaim/penyerobotan
aset/barang milik daerah oleh pihak lain.
b.
Pemeliharaan
Pemeliharaan
barang
seperti
yang
dikemukakan
oleh
Mahmudi
(2010:156) adalah “upaya mencegah kerusakan yang diyakini lebih baik daripada
memperbaikinya”.
8.
Penilaian
Permendagri Nomor 17 Tahun 2007, menyatakan bahwa penilaian adalah
suatu proses kegiatan penelitian yang selektif didasarkan pada data/fakta
yang objektif dan relevan dengan menggunakan metode/teknis tertentu
untuk memperoleh nilai barang milik daerah.
9.
Penghapusan
Mahmudi (2010:153) menyatakan bahwa “penghapusan aset daerah dari
daftar aset pemerintah daerah dapat dilakukan jika aset tersebut tidak memiliki
nilai ekonomis, rusak berat, atau hilang”. Adapun kriteria penghapusannya
berdasarkan keputusan Kepala Daerah.
10. Pemindahtanganan
Kegiatan tersebut merupakan tindak lanjut dari kegiatan penghapusan.
Menurut Permendagri Nomor 17 Tahun 2007:
Pemindahtanganan barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan
dan selain tanah dan bangunan yang bernilai Rp5.000.000.000,- (lima
milyar rupiah) ditetapkan dengan Keputusan Kepala Daerah setelah
mendapat persetujuan DPRD.
17
Adapun bentuk-bentuk pemindahtanganan adalah penjualan, tukar
menukar, hibah, penyertaan modal pemerintah daerah.
11. Pembinaan, Pengawasan, dan Pengendalian
Tujuan dilakukannya pembinaan, pengawasan, dan pengendalian terhadap
barang milik daerah ini dalam Permendagri Nomor 17 Tahun 2007 adalah “untuk
menjamin pengelolaan barang milik daerah secara berdaya guna dan berhasil
guna”.
12. Pembiayaan Pengelolaan Barang Milik Daerah
Pembiayaan dilakukan dalam rangka tertib administrasi dalam pengelolaan
barang milik daerah. Pembiayaan tersebut direncanakan dan diajukan setiap tahun
melalui APBD sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
13. Tuntutan Ganti Rugi
Tuntutan ganti rugi ini dilakukan ketika pejabat pengelola barang milik
daerah seperti pengelola, pembantu pengelola, pengguna/kuasa pengguna, serta
penyimpan dan/atau pengurus barang melakukan perbuatan yang merugikan
daerah. Tujuan dari dilakukannya TGR ini adalah dalam rangka pengamanan dan
penyelamatan barang milik daerah.
2.1.4 Laporan Keuangan Pemerintah Daerah
Laporan
Keuangan
Pemerintah
Daerah
merupakan
suatu
bentuk
pertanggungjawaban atas pelaksanaan APBD. Adapun pokok-pokok dari laporan
keuangan pemerintah menurut PP Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar
Akuntansi Pemerintahan adalah sebagai berikut:
a.
Laporan Realisasi Anggaran (LRA)
18
Penyajian LRA menggambarkan perbandingan anggaran dengan realisasinya
selama satu tahun anggaran. Komponen yang termuat dalam LRA antara lain
pendapatan, belanja, transfer, dan pembiayaan.
b.
Neraca
Neraca merupakan suatu laporan yang menggambarkan posisi keuangan
entitas pelaporan mengenai aset, kewajiban, dan ekuitas dana.
c.
Laporan Arus Kas
Laporan ini menyajikan suatu informasi kas sehubungan dengan adanya
aktivitas operasional, investasi aset non keuangan, pembiayaan, dan transaksi
non-anggaran yang menggambarkan saldo awal, penerimaan, pengeluaran
dan saldo akhir kas pemerintah daerah selama periode tertentu.
d.
Catatan atas Laporan Keuangan
Catatan atas laporan keuangan merupakan suatu penjelasan naratif dari angka
yang tertera dalam LRA, Neraca, maupun Laporan Arus Kas serta mencakup
informasi tentang kebijakan akuntansi yang digunakan oleh entitas pelaporan
dan informasi-informasi lain yang harus diungkapkan dalam Standar
Akuntansi Pemerintahan (SAP) serta ungkapan lainnya yang akan
menghasilkan penyajian laporan keuangan secara wajar.
2.1.5 Karaketristik Kualitatif Laporan Keuangan
Karakteristik kualitatif laporan keuangan merupakan suatu ukuran
normatif yang perlu diwujudkan dalam informasi akuntansi sehingga dapat
memenuhi tujuannya, selain itu karakteristik kualitatif laporan keuangan pula
merupakan prasyarat normatif yang diperlukan agar laporan keuangan pemerintah
dapat dinyatakan berkualitas. Adapun karakteristik kualitas laporan keuangan
19
secara umum menurut PSAK tahun 1994 dalam Sofyan Syafri Harahap
(2007:126-130) dan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 yakni sebagai
berikut:
a.
Dapat dipahami, maksudnya istilah yang digunakan dalam laporan keuangan
dapat dipahami oleh pengguna sehingga... “pemakai diasumsikan memiliki
pengetahuan yang memadai tentang aktivitas ekonomi dan bisnis, akuntansi,
serta kemauan untuk mempelajari informasi dengan ketekunan yang wajar...”
b.
Relevan, maksudnya informasi keuangan dapat mempengaruhi keputusan
ekonomi pemakai dengan membantu mereka mengevaluasi peristiwa masa
lalu, masa kini, atau masa depan, menegaskan atau mengoreksi hasil evaluasi
mereka di masa lalu. Kriteria informasi yang relevan adalah:
• Memiliki umpan balik (feedback value) sebagai pengkoreksian ekspektasi
di masa lalu;
• Memiliki manfaat prediktif (predictive value), informasi tersebut dapat
memprediksi masa depan berdasarkan kejadian masa lalu dan masa kini;
• Tepat waktu, tujuannya agar dapat berguna dalam pengambilan keputusan;
• Lengkap, informasi akuntansi yang disajikan harus selengkap mungkin,
mencakup semua informasi akuntansi sehingga berpengaruh dalam
pengambilan keputusan.
c.
Andal, informasi keuangan disebut andal apabila bebas dari pengertian
menyesatkan, kesalahan yang material, penyajian yang tulus atau jujur
(faithful representation) sehingga dapat diandalkan pemakainya. Informasi
yang andal mempunyai kriteria sebagai berikut:
20
• Penyajian jujur, informasi dapat menggambarkan dengan jujur transaksi
serta peristiwa lainnya yang seharusnya disajikan atau secara wajar dapat
diharapkan untuk disajikan.
• Dapat diverifikasi (verifiability), informasi yang disajikan laporan
keuangan dapat diuji.
• Netralitas, diarahkan pada kebutuhan umum dan tidak memihak.
d.
Dapat dibandingkan, di mana laporan keuangan dapat dibandingkan dengan
periode sebelumnya ataupun dengan laporan keuangan entitas pelaporan lain.
Agar laporan keuangan dapat dibandingkan maka perusahaan/entitas harus
melakukan pengukuran dan penyajian transaksi dan petistiwa serupa secara
konsisten.
2.1.6 Definisi Akuntabilitas
Sejak bergulirnya era reformasi, dalam penyelenggaraan pemerintahan
Pemerintah dituntut oleh rakyat untuk dapat lebih transparan dan akuntabel dalam
menggunakan uang publik (public money). Adapun definisi dari akuntabilitas itu
sendiri menurut beberapa ahli adalah sebagai berikut.
Abdul Halim dan Theresia Damayanti (2007:89) menyatakan bahwa:
Akuntabilitas adalah kewajiban untuk memberikan pertanggungjawaban
atau menjawab dan menerangkan kinerja dan tindakan seseorang/badan
hukum atau pimpinan suatu organisasi kepada pihak yang memiliki hak
atau berkewenangan untuk meminta keterangan atau pertanggungjawaban.
Selain itu, pengertian akuntabilitas menurut Mardiasmo (2009:20) yakni:
Akuntabilitas publik adalah kewajiban pihak pemegang amanah (agent)
untuk memberikan pertanggungjawaban, melaporkan, menyajikan, dan
mengungkapkan segala aktivitas dan kegiatan yang menjadi
tanggungjawabnya kepada pihak pemberi amanah (principal) yang
memiliki hak dan kewenangan untuk meminta pertanggungjawaban
tersebut.
21
Menurut ahli lainnya, “akuntabilitas adalah mempertanggungjawabkan
pengelolaan sumber daya serta pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan kepada
entitas pelaporan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara periodik”
(Abdul Hafiz Tanjung, 2008 : 9).
Chabib Soleh dan Heru Rochmansjah (2010:13) menyatakan bahwa:
Pada dasarnya, akuntabilitas Pemerintah Daerah terhadap masyarakat
(publik) adalah pemberian informasi dan pengungkapan (disclosure) atas
aktivitas dan kinerja finansial pemerintah daerah kepada para pemangku
kepentingan.
Berdasarkan
definisi-definisi
di
atas,
dapat
disimpulkan
bahwa
akuntabilitas merupakan pertanggungjawaban pemerintah atas program dan
kegiatan yang dilakukan kepada publik/masyarakat dalam rangka terciptanya tata
kelola pemerintahan yang baik.
Agar dapat tercapainya akuntabilitas publik yang baik, maka perlu
diperhatikan tahapan-tahapan dari akuntabilitas itu sendiri. Mulgan dalam Abdul
Halim dan Theresia Damayanti (2007:21) menyatakan bahwa ada empat tahapan
dalam akuntabilitas publik, yakni sebagai berikut :
a.
b.
c.
d.
Pelaporan merupakan kewajiban yang dilaksanakan oleh pemerintah untuk
mempertanggungjawabkan atau melaporkan hasil kinerjanya dalam
mengelola sumberdaya/dana publik.
Pencarian informasi atau investigasi merupakan kewenangan dari pemilik
sumberdaya/dana atau masyarakat untuk mengetahui bagaimana kinerja
steward (dalam hal ini pemerintah) dalam mengelola sumber daya publik.
Penilaian atau verifikasi merupakan kewenangan dari pemilik
sumberdaya/dana untuk menilai kinerja steward (dalam hal ini pemerintah)
dalam mengelola sumber daya publik.
Pengendalian dan Pengarahan merupakan kewenangan dari pemilik
sumberdaya/dana atau masyarakat untuk capaian kinerja steward (dalam hal
ini pemerintah) dalam mengelola sumber daya publik.
Untuk dapat mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik tersebut,
diperlukan akuntabilitas yang efektif. Adapun ciri-ciri akuntabilitas yang efektif
22
menurut Abdul Halim dan Theresia Damayanti (2007:87) antara lain sebagai
berikut :
a.
b.
c.
d.
e.
f.
Akuntabilitas harus utuh dan menyeluruh (tugas pokok dan fungsi instansi
dan program pembangunan berada di bawah wewenangnya).
Mencakup aspek yang menyeluruh mengenai aspek integritas keuangan,
ekonomis, efisien, dan prosedur.
Bagian dari sistem manajemen untuk menilai kinerja maupun unit organisasi.
Dibangun berdasarkan sistem informasi yang handal, tujuannya adalah untuk
menjamin keabsahan, akurasi, objektivitas, dan ketepatan waktu dalam
penyampaian informasi.
Penilaian yang efektif dan independen terhadap akuntabilitas suatu instansi.
Tindak lanjut terhadap laporan penilaian atas akuntabilitas.
2.1.7
Jenis-jenis Akuntabilitas
Pada umumnya, akuntabilitas publik terbagi menjadi dua macam
(Mardiasmo, 2009:21) yakni :
a.
b.
Akuntabilitas vertikal (vertical accountability) adalah pertanggungjawabawan
atas pengelolaan dana kepada otoritas yang lebih tinggi.
Akuntabilitas
horizontal
(horizontal
accountability)
adalah
petanggungjawaban kepada masyarakat luas.
Ellwood dalam Mardiasmo (2009:21-22) mengungkapkan bahwa ada
empat dimensi dalam akuntabilitas yang harus dipenuhi oleh organisasi sektor
publik, antara lain :
a.
b.
c.
d.
Akuntabilitas kejujuran dan akuntabilitas hukum (accountability for probity
and legality). Akuntabilitas kejujuran terkait dengan penghindaran
penyalahgunaan jabatan (abuse of power), sedangkan akuntabilitas hukum
terkait dengan jaminan adanya kepatuhan terhadap hukum dan peraturan lain
yang disyaratkan dalam penggunaan sumber dana publik.
Akuntabilitas proses (process accountability), termanifestasikan melalui
pemberian pelayanan publik yang cepat, responsif, dan murah biaya.
Akuntabilitas program (program accountability), terkait dengan apakah
tujuan yang ditetapkan dapat dicapai atau tidak, dan apakah telah
mempertimbangkan alternatif program yang memberikan hasil yang optimal
dengan biaya yang minimal.
Akuntabilitas
kebijakan
(policy
accountability)
terkait
dengan
pertanggungjawaban pemerintah pusat maupun daerah, atas kebijakankebijakan yang diambil perintah terhadap DPR/DPRD dan masyarakat luas.
23
Berdasarkan definisi-definisi yang telah diuraikan, maka pengelolaan
barang milik daerah harus mencerminkan prinsip-prinsip akuntabilitas. Hal ini
sejalan dengan pernyataan Chabib Soleh dan Heru Rohmansjah (2010:153) di
mana akuntabilitas yang harus dipenuhi dalam pengelolaan barang milik daerah
antara lain:
a.
b.
c.
Akuntabilitas kejujuran dan akuntabilitas hukum (accountability for probity
and legality). Akuntabilitas kejujuran terkait dengan penghindaran
penyalahgunaan jabatan (abuse of power) oleh pejabat dalam penggunaan dan
pemanfaatan kekayaan daerah. Sedangkan akuntabilitas hukum dapat
diartikan bahwa kekayaan daerah harus memiliki status hukum yang jelas
agar tidak dapat disalahgunakan atau diklaim oleh pihak-pihak yang tidak
bertanggungjawab.
Akuntabilitas proses (process accountability), yakni terkait dengan
dipatuhinya prosedur yang digunakan dalam melaksanakan pengelolaan
kekayaan daerah. Melakukan compulsory competitive tendering contract
(CCTC) dan mengantisipasi terjadinya mark-up ketika proses penganggaran
terhadap rencana/program pengadaan barang oleh tim anggaran eksekutif
maupun pada pembahasan dengan pihak legislatif. Untuk itu perlu kecukupan
sistem informasi akuntansi, sistem informasi manajemen, dan prosedur
administrasi.
Akuntabilitas kebijakan (policy accountability), yakni terkait dengan
pertanggungjawaban pemerintah terhadap DPRD dan masyarakat luas atas
kebijakan-kebijakan perencanaan, pengadaan, pendistribusian, penggunaan
atau pemanfaatan kekayaan daerah, pemeliharaan, sampai pada penghapusan
barang daerah.
Agar dapat tercipta suatu akuntabilitas dalam pengelolaan barang milik
daerah, maka diperlukan sasaran strategis yang harus dicapai dalam kebijakan
pengelolaan barang milik daerah tersebut. Di mana menurut Chabib Soleh dan
Heru Rohmansjah (2010:154-155) adalah sebagai berikut.
a.
b.
c.
d.
Terwujudnya ketertiban administrasi mengenai kekayaan daerah, baik
menyangkut: inventarisasi tanah dan bangunan, sertifikasi kekayaan daerah,
penghapusan dan penjualan aset daerah, sistem pelaporan kegiatan tukarmenukar, hibah dan ruislag.
Terciptanya efisiensi dan efektivitas penggunaan aset daerah.
Pengamanan aset daerah.
Tersedianya data informasi yang akurat mengenai jumlah kekayaan daerah.
24
Sasaran strategis tersebut dapat dicapai ketika Pemerintah Daerah
memiliki strategi optimalisasi dalam pengelolaan barang milik daerah. Chabib
Soleh dan Heru Rohmansjah (2010:155-156) mengklasifikannya menjadi empat
tahap yakni:
a.
b.
c.
d.
Identifikasi dan inventarisasi nilai dan potensi aset daerah. ..Hal tersebut
penting untuk pembuatan Neraca Kekayaan Daerah yang akan dilaporkan
kepada masyarakat.
Perlunya sistem informasi manajemen aset daerah. ...Sistem tersebut
bermanfaat untuk menghasilkan laporan pertanggungjawaban. Selain itu,
sistem informasi tersebut juga bermanfaat untuk dasar pengambilan
keputusan mengenai kebutuhan pengadaan barang dan estimasi kebutuhan
belanja (modal) dalam penyusunan APBD.
Pengawasan dan pengendalian pemanfaataan aset daerah. ...Pengawasan oleh
masyarakat dan DPRD tersebut harus menghasilkan feedback bagi
pemerintah daerah berupa perbaikan perencanaan dan pemanfaatan aset
daerah.
Keterlibatan jasa penilai antara lain: (a) identifikasi dan inventarisasi aset
daerah; (b) memberi informasi mengenai status hukum harta daerah; (c)
penilaian harta kekayaan daerah baik yang berwujud (tangible assets)
maupun yang tidak berwujud (intangibel assets); (d) analisis investasi dan
set-up investasi/pembiayaan; dan (e) pemberian jasa konsultasi manajemen
aset daerah (assets management consultant).
2.1.8 Penelitian Terdahulu
Penelitian yang akan dilakukan oleh penulis merujuk pada penelitianpenelitian terdahulu. Penelitian-penelitian terdahulu ini setidaknya membantu
penulis dalam pengambilan judul dan penetapan hipotesis. Beberapa penelitian
terdahulu yang relevan dalam penelitian ini antara lain:
Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu
No
1
Nama Peneliti
Ruri Nurulita
Judul Penelitian
Pengaruh
Manajemen
Barang Daerah terhadap
Kualitas
Laporan
Keuangan (studi kasus
pada Pemerintah Kota
Bandung)
Tahun
Penelitian
2011
Hasil
Perbedaan
Kualitas Laporan
Keuangan
berpengaruh
positif
sebesar
27,2% terhadap
Manajemen
Barang Daerah.
Kualitas
Laporan
Keuangan
pada
penelitian
yang
akan
dilakukan
25
2
Dora Detisa
Hubungan Pengelolaan
Aset Daerah Dengan
Kualitas
Laporan
Keuangan
Pada
Pemerintah
Daerah
Kabupaten Sorong
2008
41,3%
kualitas
laporan keuangan
ditentukan oleh
pengelolaan aset
daerah.
2.
Aristanti
Widyaningsih
Hubungan
Efektifitas
Sistem
Akuntansi
Keuangan Daerah dan
Pengendalian
Intern
dengan
Kualitas
Akuntabilitas Keuangan
melalui
Kualitas
Informasi
Laporan
Keuangan
sebagai
Variabel Intervening.
2009
1. Hubungan
yang kuat
antara
efektifitas
sistem
akuntansi
keuangan
daerah dengan
sistem
pengendalian
intern, dan
adanya
pengaruh
signifikan di
antara
keduanya.
2. Hubungan
yang cukup
berarti antara
efektifitas
sistem
akuntansi
keuangan
daerah dan
pengendalian
intern dengan
kualitas
informasi
laporan
keuangan.
3. Hubungan
yang kuat
antara
efektifitas
sistem
akuntansi
keuangan
daerah dan
pengendalian
merupakan
variabel
intervening.
Subjek
penelitian
yang berbeda.
Kualitas
Laporan
Keuangan
pada
penelitian
yang
akan
dilakukan
merupakan
variabel
intervening.
Subjek
penelitian
yang berbeda.
Hanya
terdapat satu
variabel
independen
dalam
penelitian
yang akan
dilakukan ini,
selain itu
variabel
dependen
dalam
penelitian ini
bukan
akuntabilitas
keuangan,
melainkan
akuntabilitas
saja.
26
intern dengan
kualitas
akuntabilitas
keuangan.
2.1.9 Hubungan antara Pengelolaan Barang Milik Daerah, Kualitas
Laporan Keuangan, dan Akuntabilitas
Pengelolaan barang milik daerah adalah bagian dari suatu sistem, yakni
sistem akuntansi yang merupakan bagian dari sistem informasi manajemen. Di
mana arti sistem menurut Wilkinson et.al. (2000:6) yakni “a system is unified
group of interacting parts that function together to achieve its purposes”. Dengan
kata lain sistem adalah satu kesatuan yang berkaitan serta memiliki fungsi
bersama yaitu untuk mencapai suatu tujuan. Menurut S.P. Hariningsih (2006:2)
“sistem ini direncanakan untuk menghasilkan informasi yang berguna bagi pihak
luar maupun dalam perusahaan”. Wilkinson et.al. (2000:7) mengemukakan
bahwa:
An accounting information system is a unified within an entity, such as
business firm, that employs physical resources and other components to
transform economic data into accounting information, with the purpose of
satisfying the information needs of a variety of users.
Di mana sistem informasi akuntansi merupakan struktur terpadu di dalam
sebuah kesatuan, seperti perusahaan bisnis, yang sumber daya tenaga kerja fisik
dan komponen lainnya untuk merubah data ekonomi ke dalam informasi
akuntansi, dengan tujuan memberikan kepuasan kepada berbagai pemakai atau
konsumen akan kebutuhan informasi.
Sedangkan yang dimaksud dengan sistem informasi manajemen menurut
Cecil Gillespie dalam S.P.Hariningsih (2006:3) adalah:
Sistem informasi manajemen adalah suatu sistem untuk mengumpulkan,
menyimpan (dalam situasi tertentu), mengubah, dan melaporkan informasi
27
yang diperlukan untuk mengambil keputusan manajemen yang sudah
direncanakan.
Sejalan dengan pengertian-pengertian tersebut, pengelolaan barang milik
daerah bertujuan untuk menghasilkan informasi mengenai keadaan barang milik
daerah di suatu wilayah. Jika penyajian informasi dalam pengelolaan barang milik
daerah tersebut memadai, maka informasi tersebut berkualitas. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Wilkinson et.al. (2000:18) yakni “useful information qualities
are relevance, accuracy, timeliness, conciseness, clarity, quantifiability, and
consistency”. Dari pengertian tersebut dinyatakan dengan jelas bahwa informasi
yang berkualitas dapat menghasilkan laporan keuangan yang berkualitas pula.
Tentunya pengelolaan barang milik daerah yang baik bertujuan untuk
menghasilkan informasi mengenai barang daerah yang baik pula. Dalam Standar
Akuntansi Pemerintahan (SAP) Pernyataan Nomor 07 mengenai aset tetap
menyatakan bahwa “aset tetap merupakan suatu bagian utama aset pemerintah,
dan karenanya signifikan dalam penyajian neraca”. Dengan kata lain, pengelolaan
barang milik daerah salah satu unsur penentu kualitas laporan keuangan
pemerintah daerah. Bila dikelola dengan baik, maka kualitas laporan keuangan
pun baik. Hal ini diperkuat dengan pernyataan M.Yusuf (2010 : 8), yakni
“...pengelolaan aset daerah merupakan komponen yang sangat penting untuk
mewujudkan laporan keuangan yang lebih baik”.
Untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik (good government
governance) pemerintah diwajibkan untuk melaporkan segala kegiatannya kepada
masyarakat sebagai pemberi amanah. Hal ini sesuai dengan pernyataan Jensen and
Meckling (1976) dalam Dadang Sadeli (2007:45) yakni :
28
Manajemen pemerintah daerah dianalogikan sebagai agent yang diberi
amanah oleh masyarakat yang dianalogikan sebagai principal, dan
menimbulkan hubungan keagenan antara keduanya, di mana principal
menugasi agent, untuk melakukan pekerjaan yang disertai pemberian
wewenang untuk kepentingan principal.
Akuntabilitas tercipta dengan tujuan untuk menghindari kesenjangan
informasi. Hal ini sejalan pula dengan pernyataan William R.Scott (2003) dalam
Dadang Sadeli (2007:46) yakni :
The information asymmetry arises because one party has knowledge not
possessed by other. Kesenjangan informasi merupakan kondisi yang
menunjukkan adanya kelompok (manajemen pemerintah daerah) yang
mempunyai informasi, sedangkan yang lainnya (masyarakat) tidak
memiliki informasi. Adanya kesenjangan informasi akan menimbulkan
persepsi dan penilaian yang berbeda terhadap kinerja manajemen
pemerintah daerah, sehingga akan menimbulkan konflik antara manajemen
pemerintah daerah dengan masyarakat, oleh karena itu perlu media
informasi dalam bentuk pertanggungjawaban manajemen pemerintah
daerah kepada masyarakat.
Oleh sebab itu, akuntabilitas adalah sarana penunjang untuk menciptakan
tata kelola pemerintahan yang baik. Untuk menciptakan akuntabilitas yang baik,
maka seluruh program kegiatan pemerintah harus dilaporkan tanpa terkecuali,
dalam laporan finansial dan non-finansial.
Laporan finansial berupa laporan keuangan yang didalamnya terdapat
neraca dan LRA yang menggambarkan keadaan barang milik daerah baik yang
telah ada maupun yang dibeli dengan APBD. Jika dikelola dengan baik, maka
laporan keuangan tersebut dinyatakan berkualitas. Karena laporan keuangan yang
berkualitas adalah salah satu upaya untuk menciptakan akuntabilitas yang baik.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Chabib Soleh dan Heru Rohmansjah
(2010:17) yakni “laporan keuangan tersebut merupakan komponen penting untuk
menciptakan akuntabilitas pemerintahan dan sekaligus merupakan salah satu alat
ukur kinerja finansial pemerintah daerah”. Serta disokong pula oleh pernyataan
29
Governmental Accounting Standards Board (GASB) yang dikutip oleh
Mardiasmo (2002) dalam Chabib Soleh dan Heru Rohmansjah (2010 : 14) yakni
“akuntabilitas merupakan dasar dari pelaporan keuangan di lingkungan
pemerintahan. Akuntabilitas adalah tujuan tertinggi pelaporan keuangan
pemerintah”.
Agar akuntabilitas tercipta dengan baik dalam mengelola barang milik
daerah, maka menurut Chabib Soleh dan Heru Rohmansjah (2010:153) kegiatan
tersebut harus mencerminkan prinsip-prinsip akuntabilitas sebagai berikut:
a.
Akuntabilitas kejujuran dan akuntabilitas hukum (accountability for probity
and legality). Di mana menghindari adanya penyalahgunaan jabatan dalam
memanfaatkan barang milik daerah serta barang milik daerah harus
mempunyai status hukum yang jelas, sehingga dapat mewujudkan ketertiban
administrasi kekayaan daerah.
b.
Akuntabilitas proses (process accountability), di mana telah terpatuhinya
prosedur-prosedur dalam mengelola barang milik daerah. Sehingga dapat
terciptanya suatu efisiensi dan efektivitas penggunaan aset daerah melalui
dapat teridentifikasi dan terinventarisasinya nilai dan potensi aset daerah
dengan melibatkan tim jasa penilai (appraisal), serta adanya kefektifan dalam
penggunaan sistem informasi manajemen barang daerah (SIMBADA).
c.
Akuntabilitas kebijakan (policy accountability), di mana pemerintah wajib
bertanggungjawab kepada DPRD maupun masyarakat luas atas kegiatan
pengelolaan barang milik daerah tersebut. Oleh sebab itu, dibutuhkan
pengawasan dan pengendalian dalam pemanfaatan aset daerah oleh
masyarakat dan DPRD.
30
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pengelolaan barang milik
daerah merupakan salah satu penentu kualitas laporan keuangan sehingga dapat
menciptakan akuntabilitas yang baik.
2.2
Kerangka Pemikiran
Lahirnya Permendagri Nomor 17 Tahun 2007 diharapkan setiap pemerintah
daerah dapat mengelola barang milik daerahnya dengan baik. Tidak sedikit barang
milik daerah yang berpindah tangan kepada pihak yang tidak bertanggung jawab.
Dikarenakan penyajian barang milik daerah yang tidak didukung dengan rincian
daftar aset maupun dokumen berupa daftar inventarisasi dan penilaian aset
tersebut. Atau dengan kata lain pengelolaan barang milik daerah yang kurang
baik. Kasus tersebut merupakan salah satu kendala untuk mencapai opini wajar
tanpa pengecualian (unqualified opinion). Padahal pengelolaan barang milik
daerah sangat berpengaruh terhadap laporan keuangan. Hal ini diperkuat dengan
adanya Pernyataan Nomor 07 dalam Standar Akuntansi Pemerintahan yang
menyatakan bahwa “aset tetap merupakan suatu bagian utama aset pemerintah,
dan karenanya signifikan dalam penyajian neraca”.
Ruri Nurulita (2011) dalam penelitiannya yang berjudul Pengaruh
Manajemen Barang Daerah terhadap Kualitas Laporan Keuangan (studi kasus
pada Pemerintah Kota Bandung) menyatakan bahwa 27,2% kualitas laporan
keuangan dipengaruhi oleh manajemen barang daerah. Sedangkan Dora Detisa
(2008) dalam penelitiannya yang berjudul Hubungan Pengelolaan Aset Daerah
Dengan Kualitas Laporan Keuangan Pada Pemerintah Daerah Kabupaten Sorong
menghasilkan 41,3% kualitas laporan keuangan ditentukan oleh pengelolaan aset
daerah.
31
Adapun pengelolaan barang milik daerah tertuang dalam Permendagri
Nomor 17 Tahun 2007 antara lain perencanaan kebutuhan dan penganggaran;
pengadaan;
penerimaan,
penatausahaan;
penyimpanan
pemanfaatan;
pengamanan
dan
dan
penyaluran;
penggunaan;
pemeliharaan;
penilaian;
penghapusan; pemindahtanganan; pembinaan, pengawasan dan pengendalian;
pembiayaan; dan tuntutan ganti rugi.
Ditetapkannya Permendagri Nomor 17 Tahun 2007 tentang Pedoman
Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah tersebut, pemerintah berharap agar
pengelolaan barang milik daerah dapat dilakukan dengan baik, sehingga laporan
keuangan yang dihasilkan pun berkualitas. Laporan keuangan berkualitas jika
memenuhi kriteria-kriteria antara lain relevan yakni memiliki umpan balik,
memiliki manfaat prediktif, tepat waktu, dan lengkap; andal dengan penyajian
jujur, dapat diverifikasi, serta bersifat netral; dapat dibandingkan; dan dapat
dipahami.
Pelaksanaan pengelolaan barang milik daerah menggunakan uang publik
(public money) yang harus dipertanggungjawabkan pada akhir tahun anggaran.
Sejalan dengan pertanggungjawaban atas pelaksanaan APBN, pemerintah daerah
wajib melaporkan pertanggungjawaban atas pelaksanaan APBD dalam bentuk
laporan keuangan meliputi transaksi keuangan aset, hutang, ekuitas dana,
pendapatan dan belanja, termasuk transaksi pembiayaan dan perhitungan sesuai
dengan peraturan perundangan. Maka dari itu informasi yang terdapat pada barang
milik daerah sangat diperlukan dalam neraca.
Tetapi, hampir di setiap pemerintah daerah belum menerapkan peraturan
tersebut dengan baik, karena masih banyaknya kendala yang dihadapi. Ruri
32
Nurulita
(2011)
dalam
penelitiannya
menyatakan
bahwa
ada
tiga
kendala/hambatan yang dihadapi, antara lain:
Pertama, tersendat- sendatnya pengajuan anggaran. Kedua, rendahnya daya
serap anggaran. Ketiga, kelambatan lembaga-lembaga pemerintah di pusat
dan daerah melaporkan keuangan secara tepat waktu sesuai standar
akuntansi pemerintah.
Agar dapat terhindar dari masalah-masalah serius di kemudian hari,
hendaknya pemerintah melakukan pembenahan dalam pengelolaan barang milik
daerah serta dapat menerapkan peraturan yang tertuang dalam Permendagri
Nomor 17 Tahun 2007. Supaya terjadi keterpaduan antara pengelolaan barang
milik daerah dengan peraturan yang ada sehingga dapat terwujudnya tata kelola
pemerintahan yang baik (good government governace).
Salah satu komponen yang berpengaruh dalam mencapai good government
governance adalah akuntabilitas. Akuntabilitas itu sendiri berarti bahwa publik
mempunyai hak untuk mengetahui kebijakan-kebijakan yang diambil oleh pihak
yang memberi kepercayaan. Media pertanggungjawabannya tidak hanya pada
laporan pertanggungjawaban saja, tetapi juga pada praktek-praktek yang
memudahkan pemberi mandat memperoleh informasi, baik langsung maupun
tidak langsung secara lisan maupun tulisan.
Dalam mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik, akuntabilitas
pemerintah daerah tidak sekedar melakukan vertical accountability saja, tetapi
juga horizontal accountability. Disebabkan adanya reformasi pengelolaan
keuangan daerah yang menuntut perubahan pola vertical accountability menjadi
horizontal
accountability
yakni
pertanggungjawaban
kepada
mengingat kepala daerah yang dipilih oleh rakyat secara langsung.
pemilihnya,
33
Aristanti Widyaningsih (2009) dalam penelitiannya yang berjudul
Hubungan Efektifitas Sistem Akuntansi Keuangan Daerah dan Pengendalian
Intern dengan Kualitas Akuntabilitas Keuangan melalui Kualitas Informasi
Laporan Keuangan sebagai Variabel Intervening, menghasilkan hubungan yang
cukup berarti antara efektifitas sistem akuntansi keuangan daerah dan
pengendalian intern dengan kualitas informasi laporan keuangan, serta hubungan
yang kuat antara efektifitas sistem akuntansi keuangan daerah dan pengendalian
intern dengan kualitas akuntabilitas keuangan. Dari penelitian tersebut dapat
disimpulkan bahwa kualitas laporan keuangan dan akuntabilitas keuangan sangat
berpengaruh terhadap suatu sistem, yakni sistem akuntansi keuangan daerah dan
sistem pengendalian intern pemerintah.
Sebagai organisasi publik, pemerintah pada akhirnya harus dapat memenuhi
hak-hak masyarakat (publik) seperti hak untuk mengetahui (right to know), hak
untuk diberi informasi (right to be informed), serta hak untuk didengar aspirasinya
(right to be heard and to be listened to). Akuntabilitas merupakan salah satu
pemenuhan hak-hak tersebut. Karena akuntabilitas merupakan dasar dari
pelaporan keuangan di lingkungan pemerintahan, selain itu akuntabilitas juga
sebagai tujuan tertinggi pelaporan keuangan pemerintah. Pengelolaan barang
milik daerah secara otomatis termasuk ke dalam akuntabilitas, karena dalam
kegiatan tersebut harus dapat mencerminkan akuntabilitas seperti pernyataan
Chabib Soleh dan Heru Rohmansjah (2010:153) yakni akuntabilitas kejujuran dan
akuntabilitas hukum (accountability for probity and legality); akuntabilitas proses
(process accountability); akuntabilitas kebijakan (policy accountability).
34
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pengelolaan barang
milik daerah yang baik yakni sesuai dengan apa yang tertuang dalam Permendagri
Nomor 17 Tahun 2007 akan menghasilkan laporan keuangan yang berkualitas.
Dan laporan keuangan yang berkualitas dapat menghasilkan akuntabilitas yang
baik. Dengan kata lain, salah satu penentu terciptanya akuntabilitas yang baik
manakala pengelolaan barang milik daerahnya sudah sesuai dengan peraturan
yang ada, sehingga dapat menghasilkan laporan keuangan yang berkualitas.
Berdasarkan kerangka teoritis dan pemikiran di atas, maka bagan teoritis
dapat digambarkan sebagai berikut.
Dicatat dalam
Laporan Keuangan.
Laporan keuangan
berkualitas, jika (a)
andal; (b) relevan;
(c) dapat dipahami;
(d) dapat
dibandingkan (PP
No.24 Tahun 2005)
Dilakukan
upaya
pembenahan sesuai siklus
pengelolaan
BMD
berdasarkan Permendagri
No.17 tahun 2007, sebagai
berikut:
Perencanaan
kebutuhan
dan
penganggaran; Pengadaan;
Penerimaan, penyimpanan
dan
penyaluran;
Penggunaan;
Penatausahaan;
Pemanfaatan; Pengamanan
dan
pemeliharaan;
Penilaian; Penghapusan;
Pemindahtanganan,
Pembinaan, pengawasan
dan
pengendalian;
Pembiayaan;
Tuntutan
ganti rugi.
Akuntabilitas
adalah tujuan
tertinggi pelaporan
keuangan
pemerintah
(GASB). Prinsipprinsip akuntabilitas
dalam pengelolaan
BMD: (1)
Akuntabilitas
kejujuran dan
akuntabilitas
hukum; (2)
Akuntabilitas
proses; (3)
Akuntabilitas
kebijakan.
(Chabib Soleh dan
Heru Rohmansjah,
2010 : 153)
Gambar 2.1.
Bagan Kerangka Pemikiran
Dari kerangka pemikiran di atas, kemudian didapatkan paradigma
pemikiran seperti di bawah ini.
35
Pengelolaan Barang
Milik Daerah
(Variabel Eksogen (‫ ܆‬૚ ))
Akuntabilitas
(Variabel Terikat (Y))
Kualitas Laporan
Keuangan
(Variabel Intervening
(‫ ܆‬૛ ))
Gambar 2.2
Paradigma Pemikiran
2.3
Hipotesis
Dalam suatu penelitian kuantitatif, penulis memerlukan hipotesis sebagai
jawaban sementara. Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan oleh Sugiyono
(2009:64) bahwa hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan
masalah penelitian. Disebut sementara sebab jawaban yang diberikan baru
berdasarkan teori yang relevan, belum berdasarkan fakta-fakta empiris yang
terjadi di lapangan yang diperoleh melalui kumpulan data.
Oleh sebab itu, berdasarkan pengertian di atas, maka hipotesis dalam
penelitian ini adalah:
1.
Pengelolaan Barang Milik Daerah berpengaruh signifikan terhadap Kualitas
Laporan Keuangan.
2.
Pengelolaan
Barang
Milik
Daerah
berpengaruh
signifikan
terhadap
Akuntabilitas dengan Kualitas Laporan Keuangan sebagai Variabel
Intervening.
Download