BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN
2.1 Landasan Teori dan Konsep Penelitian
2.1.1 Teori Sinyal
Signaling Theory (Teori Sinyal) menyatakan bahwa terdapat kandungan informasi
pada pengungkapan suatu informasi yang dapat menjadi sinyal bagi investor dan pihak
potensi lainnya dalam mengambil keputusan ekonomi Wijayanti (2011). Suatu
pengungkapan dikatakan mengandung informasi apabila dapat memicu reaksi pasar,
yaitu dapat berupa kenaikan harga saham, maka pengungkapan tersebut merupakan
sinyal positif. Namun apabila pengungkapan tersebut memberikan dampak negatif,
maka pengungkapan tersebut merupakan sinyal negatif. Berdasarkan teori ini maka
suatu pengungkapan laporan tahunan perusahaan merupakan informasi yang penting dan
dapat mempengaruhi investor dalam proses pengambilan keputusan.
Kualitas pelaporan keuangan yang mencerminkan nilai perusahaan merupakan
sinyal positif yang dapat mempengaruhi opini investor dan kreditor atau pihak-pihak
lain yang berkepentingan. Laporan keuangan seharusnya memberikan informasi yang
berguna bagi investor dan kreditor untuk membuat keputusan investasi, kredit, dan
keputusan sejenis. Dalam signaling theory (teori sinyal), pengeluaran investasi
memberikan sinyal positif tentang pertumbuhan perusahaan dimasa depan, sehingga
meningkatkan harga saham sebagai indikator nilai perusahaan. Peningkatan hutang
diartikan oleh pihak luar tentang kemampuan perusahaan untuk membayar kewajiban
dimasa yang akan datang atau adanya resiko bisnis yang rendah, hal tersebut akan
direspon secara positif oleh pasar (Brigham, 1999).
Signaling theory (teori sinyal) dapat membantu pihak perusahaan (agent), pemilik
(principal), dan pihak luar perusahaan mengurangi asimetri informasi dengan
menghasilkan kualitas pelaporan keuangan. Untuk memastikan pihak-pihak yang
berkepentingan meyakini keandalan informasi keuangan yang disampaikan pihak
perusahaan, perlu mendapatkan opini dari pihak lain yang bebas memberikan pendapat
tentang laporan keuangan.
Menurut Jogiyanto (2000), informasi yang lengkap, relevan, akurat, dan tepat
waktu sangat dibutuhkan oleh investor di pasar modal sebagai alat analisis untuk
mengambil keputusan investasi. Ratio-ratio dari laporan keuangan seperti return on
assets, debt to equity ratio, current ratio, maupun rasio-rasio lain akan sangat
bermanfaat bagi investor maupun calon investor sebagai salah satu dasar analisis dalam
berinvestasi. Teori sinyal menjelaskan bahwa perusahaan melaporkan secara suka rela
ke pasar modal agar investor mau menginvestasikan dananya, kemudian manajer akan
memberikan sinyal dengan menyajikan laporan keuangan dengan baik agar nilai saham
meningkat.
2.1.2 Return Saham
Return saham adalah tingkat keuntungan yang dinikmati oleh pemodal atas suatu
investasi saham yang dilakukannya (Ang, 1997). Setiap investasi baik jangka pendek
maupun jangka panjang mempunyai tujuan utama untuk mendapatkan keuntungan yang
disebut return, baik langsung maupun tidak langsung (Ang, 1997). Secara sederhana
investasi dapat diartikan sebagai suatu kegiatan menempatkan dana pada satu atau lebih
dari satu assets selama periode tertentu dengan harapan dapat memperoleh penghasilan
atau peningkatan nilai investasi. Konsep risiko tidak terlepas kaitannya dengan return,
karena investor selalu mengharapkan tingkat return yang sesuai atas setiap risiko
investasi yang dihadapinya. Return saham adalah penghasilan yang diperoleh selama
periode investasi per sejumlah dana yang diinvestasikan dalam bentuk saham (Bodie,
1998). Secara praktis, tingkat pengembalian suatu investasi adalah persentase
penghasilan total selama periode inventasi dibandingkan harga beli investasi tersebut.
Return dapat berupa return realisasi yang sudah terjadi atau return yang belum
terjadi tetapi diharapkan di masa mendatang. Di sisi lain, return pun memiliki peran
yang amat signifikan di dalam menentukan nilai dari sebuah saham. Return merupakan
hasil yang diperoleh dari investasi yang berupa return realisasi (realized return) dan
return ekspektasi (expected return). Return realisasi merupakan return yang telah terjadi
yang dihitung berdasarkan data historis dan digunakan sebagai salah satu pengukur
kinerja perusahaan. Return realisasi ini juga berguna sebagai dasar penentuan return
ekspektasi (expected return) yang merupakan return yang diharapkan oleh investor di
masa mendatang. Return realisasi diukur dengan menggunakan return total (total
return), relatif return (return relative), kumulatif return (return cumulative), dan return
disesuaikan (adjusted return). Return total merupakan return keseluruhan dari suatu
investasi dalam suatu periode tertentu dari capital gain (loss) dan yield (Hardiningsih et.
al., 2001). Return saham yang tinggi mengindikasikan bahwa saham tersebut aktif
diperdagangkan.
Tujuan corporate finance adalah memaksimumkan nilai perusahaan. Tujuan ini
bisa menyimpan konflik potensial antara pemilik perusahaan dengan kreditur. Jika
perusahaan menikmati laba yang besar, nilai pasar saham (dana pemilik) akan
meningkat pesat, sementara nilai hutang perusahaan (dana kreditur) tidak terpengaruh.
Sebaliknya, apabila perusahaan mengalami kerugian atau bahkan kebangkrutan, maka
hak kreditur akan didahulukan sementara nilai saham akan menurun drastis. Jadi dengan
demikian nilai saham merupakan indeks yang tepat untuk mengukur efektivitas
perusahaan, sehingga seringkali dikatakan memaksimumkan nilai perusahaan juga
berarti memaksimumkan kekayaan pemegang saham. Saham suatu perusahaan bisa
dinilai dari pengembalian (return) yang diterima oleh pemegang saham dari perusahaan
yang bersangkutan. Return bagi pemegang saham bisa berupa penerimaan dividen tunai
ataupun adanya perubahan harga saham pada suatu periode (Beza, 1998).
Husnan (1998) membedakan pendapatan saham menjadi dua yaitu pendapatan
dalam bentuk saham dan capital gain yang merupakan selisih antara harga jual dengan
harga beli. Dalam teori portofolio mensyaratkan bahwa apabila risiko yang ditanggung
oleh para pemegang saham meningkat maka saham tersebut akan memperoleh return
saham yang besar. Jadi terdapat hubungan yang positif antara risiko dan return saham.
Return terdiri dari capital gain (loss) dan yield (Jogiyanto, 1998).
Return Total = Capital gain (loss) + yield
Capital gain (loss) merupakan selisih dari harga investasi sekarang
relatif dengan harga periode lalu (Jogiyanto, 1998):
Capital Gain (loss) =
..................................................................(1)
Keterangan :
P1 = Harga Periode Sekarang
Pt-1 = Harga Saham Periode Sebelumnya
Yield merupakan persentase penerimaan kas periodik terhadap harga investasi
periode tertentu dari suatu investasi, dan untuk saham biasa dimana pembayaran
periodik sebesar Dt rupiah per lembar, maka yield dapat dituliskan sebagai berikut
(Jogiyanto, 1998):
Yield
=
................................................................................(2)
Keterangan :
Dt
= Dividen Kas yang Dibayarkan
Pt-1
= Harga Saham Periode Sebelumnya
Sehingga return total dapat dirumuskan sebagai berikut (Jogiyanto, 1998):
Return Total
................................................ (3)
Keterangan :
Pt
= Harga Saham Sekarang
Pt-1 = Harga Saham Periode Sebelumnya
Dt = Dividen Kas yang Dibayarkan
Namun mengingat tidak selamanya perusahaan membagikan dividen kas secara
periodik kepada pemegang sahamnya, maka return saham dapat dihitung sebagai
berikut(Jogiyanto,1998):
……………........................................................................... (4)
Pt
= Harga saham per tanggal 31 Desember 2010-2013
Pt-1 = Harga saham pertanggal 31 Desember 2009-2013
2.1.3 Profitabilitas
Return on asset merupakan rasio profitabilitas yang digunakan untuk mengukur
efektifitas perusahaan di dalam menghasilkan keuntungan dengan memanfaatkan aktiva
yang dimilikinya. Menurut Ang (1997) return on total asset merupakan rasio antara
pendapatan bersih sesudah pajak (net income after tax-NIAT) terhadap total assets.
Secara matematis return on total asset dapat diformulasikan sebagai berikut (Ang,
1997):
................................................................................. (5)
Dimana :
NIAT
= Net Income After Tax (laba bersih sesudah pajak)
Ave. Total Assets = Rata-rata total aktiva (assets) yang diperoleh dari ratarata total assets awal tahun dan akhir tahun.
Return on total asset merupakan salah satu rasio profitabilitas, yaitu rasio yang
menunjukkan seberapa efektifnya perusahaan beroperasi sehingga menghasilkan
keuntungan atau laba perusahaan (Clara E.S., 2001). Return on total asset juga
merupakan salah satu rasio yang mengukur tingkat profitabilitas suatu perusahaan.
Return on total asset digunakan untuk mengetahui besarnya laba bersih yang dapat
diperoleh dari operasional perusahaan dengan menggunakan seluruh kekayaannya.
Tinggi rendahnya return on total asset tergantung pada pengelolaan assets perusahaan
oleh manajemen yang menggambarkan efisiensi dari operasional perusahaan. Semakin
tinggi return on total assets semakin efisien operasional perusahaan dan sebaliknya,
rendahnya return on total assets dapat disebabkan oleh banyaknya assets perusahaan
yang menganggur, investasi dalam persediaan yang terlalu banyak, kelebihan uang
kertas, aktiva tetap beroperasi dibawah normal dan lain-lain.
2.1.4 Struktur Modal
Pengertian atau definisi dari struktur modal oleh beberapa
ahli yang
menuangkannya dalam buku mereka, diantaranya adalah: Menurut Sawir (2005:10),
struktur modal adalah pendanaan permanen yang terdiri dari utang jangka panjang,
saham preferen, dan modal pemegang saham. Nilai buku dari modal pemegang saham
terdiri dari saham biasa, modal disetor atau surplus, modal dan akumulasi
ditahan.Struktur modal merupakan bagian dari struktur keuangan. Menurut Weston dan
Brigham (2005:150), struktur modal yang ditargetkan adalah bauran atau perpaduan dari
utang, saham preferen, saham biasa yang dikehenhaki perusahaan dalam struktur
modalnya.
Struktur
modal
yang
optimal
adalah
gabungan
ekuitas
yang
memaksimumkan harga saham perusahaan. Struktur modal adalah hasil atau akibat dari
keputusan pendanaan (financing decision) yang intinya memilih apakah menggunakan
utang atau ekuitas untuk mendanai opersi perusahaan. Struktur modal perusahaan dibagi
kedalam dua kategori, antara lain:
1) Struktur Modal Sederhana : Perusahaan yang tidak memiliki efek berpotensi
saham biasa (potential diluters)
2) Struktur Modal kompleks : Perusahaan yang memiliki satu atau lebih jenis efek
berpotensi saham biasa.
Penggolongan struktur modal perusahaan kedalam kategori sederhana dan
kategori kompleks tidak didasarkan pada besar kecilnya skala operasi, tetapi sematamata didasarkan pada ada atau tidak adanya efek yang berpotensi dalam saham biasa di
dalam struktur modalnya. Perusahaan dengan struktur modal sederhana hanya menurut
pemahaman dan aplikasi dari dua konsep berikut:
1) Perlakuan yang menyangkut klaim terhadap laba bersih yang melihat pada
sekuritas yang lebih senior dibanding sekuritas saham biasa, seperti misalnya
saham preferen atau saham utama.
2) Jumlah saham biasa yang ada dalam peredaran sebagai basis perhitungan laba
per saham.
Kedua konsep juga berlaku dan sama pentingnya untuk perhitungan LPS (Laba
Per Saham) pada perusahaan dengan struktur modal kompleks, namun di samping
aplikasi kedua konsep tersebut, perusahaan masih harus mempertimbangkan juga
dampak dari adanya efek potensi saham biasa.
Debt to equity ratio mencerminkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi
kewajibannya yang ditunjukkan oleh beberapa bagian dari modal sendiri atau ekuitas
yang digunakan untuk membayar hutang debt to equity ratio merupakan perbandingan
antara total hutang yang dimiliki perusahaan dengan total ekuitasnya. Secara matematis
debt to equity ratio (DER) dapat diformulasikan sebagai berikut (Ang, 1997) :
........................................................... (6)
sedangkan total shareholder’s equity merupakan total modal sendiri yang dimiliki
perusahaan Total debt merupakan total liabilities (baik hutang jangka pendek maupun
jangka panjang). Rasio ini menunjukkan komposisi atau struktur modal dari total
pinjaman (hutang) terhadap total modal yang dimiliki perusahaan. Semakin tinggi debt
to equity ratio menunjukkan komposisi total hutang (jangka pendek maupun jangka
panjang) semakin besar dibanding dengan total modal sendiri, sehingga berdampak
semakin besar beban perusahaan terhadap pihak luar (kreditur) (Ang, 1997).
2.1.5 Likuiditas
Rasio likuiditas adalah rasio yang menunjukkan kemampuan pengelola
perusahaan dalam memenuhi kewajiban atau membayar utang jangka pendeknya.
Artinya, seberapa mampu perusahaan untuk membayar kewajiban atau utangnya yang
sudah jatuh tempo. Jika perusahaan mampu memenuhi kewajibannya, maka perusahaan
dinilai sebagai perusahaan yang likuid. Sebaliknya, jika perusahaan tidak dapat
memenuhi kewajibannya, maka perusahaan dinilai sebagai perusahaan yang illikuid.
Pada saat jatuh tempo, Perusahaan harus membayar kewajiban kepada pihak luar
perusahaan atau likuiditas badan usaha, ataupun di dalam perushaan atau likuiditas
perusahaan. Untuk dapat memenuhi kewajibannya perusahaan harus memiliki jumlah
kas atau investasi atau aktiva lancar lainnya yang dapat segera dikonversi atau diubah
menjadi kas untuk memenuhi kewajibannya seperti membayar pengeluaran, tagihan, dan
seluruh kewajiban lainnya yang sudah jatuh tempo.
Munawir (2007 : 31), mendefinisikan likuiditas adalah menunjukkan kemampuan
suatu perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangan yang harus segera dipenuhi,
atau kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangan pada saat ditagih.
Sofyan (2006 : 301), mendefinisikan likuiditas menggambarkan kemampuan perusahaan
untuk menyelesaikan kewajiban jangka pendek. Sugiarso (2006 : 114), mendefinisikan
likuiditas merupakan rasio yang mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi
kewajiban keuangan jangka pendek. Sedangkan menurut Sutrisno (2009 : 215),
mendefinisikan likuiditas adalah kemampuan perusahaan untuk membayar kewajibankewajibannya yang segera harus dipenuhi. Kewajiban yang segera harus dipenuhi
adalah hutang jangka pendek, oleh karena itu rasio ini bias digunakan untuk mengukur
tingkat keamanan kreditur jangka pendek, serta mengukur apakah operasi perusahaan
tidak akan terganggu bila kewajiban jangka pendek ini segera ditagih. Salah satu alat
ukur untuk mengukur likuiditas adalah current ratio. Current ratio merupakan salah
satu rasio likuiditas yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan untuk
memenuhi kewajiban jangka pendeknya dengan aktiva lancar yang dimilikinya. Current
ratio sering disebut juga dengan rasio modal kerja yang menunjukkan jumlah aktiva
lancar yang dimiliki perusahaan untuk merespon kebutuhan bisnis dan meneruskan
kegiatan bisnis harian perusahaan. Menurut Darsono dan Ashari (2005), semakin tinggi
rasio lancar kemampuan perusahaan untuk membayar kewajiban jangka pendek juga
semakin besar. Namun current ratio yang terlalu tinggi juga menunjukkan manajemen
yang buruk atas sumber likuiditas, kelebihan dalam dana dan aktiva lancar seharusnya
digunakan untuk membayar dividen, membayar hutang jangka panjang, dan untuk
investasi yang bisa menghasilkan tingkat kembalian lebih. Current ratio dapat
dirumuskan sebagai berikut (Prihadi, 2010):
..................................................................... (7)
Aktiva lancar meliputi : kas, surat berharga, piutang, dan persediaan. Utang lancar
meliputi : utang pajak, utang bunga, uang wesel, utang gaji, dan utang jangka pendek
lainnnya.
Current ratio yang semakin tinggi maka laba bersih yang dihasilkan perusahaan
semakin sedikit, karena rasio lancar yang tinggi menunjukkan adanya kelebihan aktiva
lancar yang tidak baik terhadap profitabilitas perusahaan karena aktiva lancar
menghasilkan return yang lebih rendah dibandingkan dengan aktiva tetap (Mamduh dan
Halim, 2003). Nilai current ratio yang tinggi belum tentu baik ditinjau dari segi
profitabilitasnya.
2.2 Rumusan Hipotesis Penelitian
2.2.1 Pengaruh Profitabilitas (Return to Total Assets) Pada Return Saham
Return on total asset yang semakin meningkat menunjukkan kinerja perusahaan
yang semakin baik dan para pemegang saham akan memperoleh keuntungan dari
deviden yang diterima semakin meningkat (Hardiningsih, 2002). Dengan semakin
meningkatnya deviden yang akan diterima oleh para pemegang saham, merupakan daya
tarik bagi para investor dan atau calon investor untuk menanamkan dananya ke
perusahaan tersebut. Dengan semakin besarnya daya tarik tersebut maka banyak
investor yang menginginkan saham perusahaan tersebut. Jika permintaan atas saham
suatu perusahaan semakin banyak maka harga sahamnya akan meningkat. Dengan
meningkatnya harga saham maka return yang diperoleh investor dari saham tersebut
juga meningkat. Hal ini disebabkan karena return merupakan selisih antara harga saham
periode saat ini dengan harga saham sebelumnya (Natarsyah, 2000). Hal ini sejalan
dengan pendapat dari Ang (1997) yang menyatakan bahwa keuntungan perusahaan yang
semakin meningkat memberikan tanda bahwa kekuatan operasional dan keuangan
perusahaan semakin membaik, sehingga memberikan pengaruh positif terhadap ekuitas.
Bukti empiris tentang pengaruh atau hubungan return on total asset dengan
return saham menunjukkan bahwa return on total asset mempunyai pengaruh positif
dengan return saham (Natarsyah, 2000; Hardiningsih, et.al., 2002 dan Ratnasari, 2003).
H1 = Profitabilitas (ROA) berpengaruh positif terhadap return saham.
2.2.2 Pengaruh Strutur Modal (DER) Pada Return Saham
Debt to equity ratio memberikan jaminan tentang seberapa besar hutang
perusahaan yang dijamin dengan modal sendiri perusahaan yang digunakan sebagai
sumber pendanaan usaha (Ang, 1997). Tingkat debt to equity ratio yang tinggi
menunjukkan komposisi total hutang (hutang jangka pendek dan hutang jangka panjang)
semakin besar apabila dibandingkan dengan total modal sendiri, sehingga hal ini akan
berdampak pada semakin besar pula beban perusahaan terhadap pihak eksternal (para
kreditur). Menurut Ho, Tjahjapranata dan Yap (2006) penggunaan dana dari pihak luar
akan dapat menimbulkan 2 dampak, yaitu: dampak baik dengan meningkatkan
kedisiplinan manajemen dalam pengelolaan dana serta dampak buruk, yaitu: munculnya
biaya agensi dan masalah asimetri informasi. Peningkatan beban terhadap kreditur akan
menunjukkan sumber modal perusahaan sangat tergantung dari pihak eksternal,
sehingga mengurangi minat investor dalam menanamkan dananya di perusahaan yang
bersangkutan. Penurunan minat investor dalam menanamkan dananya ini akan
berdampak pada penurunan harga saham perusahaan, sehingga return perusahaan juga
semakin menurun (Ang, 1997). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa rasio Debt
to Equity Ratio (DER) memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap return saham.
Debt equity to ratio akan mempengaruhi kinerja perusahaan dan menyebabkan
apresiasi harga saham. Debt equity ratio yang terlalu tinggi mempunyai dampak buruk
terhadap kinerja perusahaan, karena tingkat hutang yang semakin tinggi berarti beban
bunga perusahaan akan semakin besar dan mengurangi keuntungan (Ang, 1997).
Alasan utama untuk menggunakan hutang adalah karena biaya bunga dapat
dikurangkan dalam perhitungan pajak, sehingga menurunkan biaya utang yang
sesungguhnya. Akan tetapi, jika sebagian besar dari pendapatan perusahaan telah
terhindar dari pajak karena penyusutan yang dipercepat atau kompensasi kerugian, maka
tarif pajaknya akan rendah (apabila pajak bersifat progresif) dan keuntungan akibat
penggunaan hutang juga mengecil, sehingga semakin tinggi hutang (debt to equity ratio)
cenderung menurunkan return saham (Sawir, 2000).
Beberapa bukti empiris tentang pengaruh debt to equity ratio terhadap return
saham menunjukkan adalah penelitian yang dilakukan Santoso (1998) dan Liestyowati
(2002) yang menunjukkan bahwa debt to equity ratio tidak berpengaruh secara
signifikan, sedangkan Ratnasari (2003) memperlihatkan debt to equity ratio
berpengaruh signifikan terhadap return saham.
H2 = Struktur Modal (DER) berpengaruh negatif terhadap return saham.
2.2.3 Likuiditas Memoderasi Pengaruh Profitabilitas Pada Return Saham
Current ratio yang rendah akan menyebabkan terjadi penurunan harga pasar dari
harga saham yang bersangkutan. Sebaliknya current ratio terlalu tinggi juga belum tentu
baik, karena pada kondisi tertentu hal tersebut menunjukkan banyak dana perusahaan
yang menganggur (aktivitas sedikit) yang akhirnya dapat mengurangi kemampuan
menghasilkan laba perusahaan. Current ratio yang tinggi dapat disebabkan adanya
piutang yang tidak tertagih dan persediaan yang belum terjual, yang tentunya tidak dapat
digunakan secara cepat untuk membayar hutang.
Semakin besar current ratio yang dimiliki menunjukkan besarnya kemampuan
perusahaan dalam memenuhi kebutuhan operasionalnya terutama modal kerja yang
sangat penting untuk menjaga performance kinerja perusahaan yang pada akhirnya
mempengaruhi performance harga saham. Hal ini dapat memberikan keyakinan kepada
investor untuk memiliki saham perusahaan tersebut sehingga dapat meningkatkan return
saham.
Budialim (2013) menunjukkan bahwa likuiditas memiliki perngaruh positif dan
signifikan terhadap return yaitu semkin tinggi current ratio semakin tinggi pula
perusahaan memenuhi kewajiban operasionalnya terutama modal kerja. Namun menurut
Ross,et.al(2010, p.56), current ratio yang tinggi juga dapat mengindikasikan
penggunaan uang kas dan assets jangka pendek lainnya yang tidak efisien. Karena
pertentangan inilah, calon investor tidak melihat current ratio sebagai pertimbangan
dalam berinvestasi sehingga current ratio tidak berpengaruh pada return saham. Selain
itu penelitian yang dilakukan oleh Prihantini (2009) dengan hasil penelitian yaitu
current ratio berpengaruh positif dan sgnifikan pada return saham dengan alasan
current ratio yang rendah akan menyebabkan terjadi penurunan harga pasar dari harga
saham yang bersangkutan. Sedangkan current ratio yang tinggi dapat disebabkan
adanya piutang yang tidak tertagih dan persediaan yang belum terjual, yang tentunya
tidak dapat digunakan secara cepat untuk membayar hutang. Disisi lain perusahaan yang
memiliki aktiva lancar yang tinggi akan lebih cenderung memiliki assets lainnya dapat
dicairkan sewaktu-waktu tanpa mengalami penurunan nilai pasarnya (menjual efek).
Perusahaan dengan posisi tersebut sering kali terganggu likuiditasnya, sehingga investor
lebih menyukai untuk membeli saham-saham perusahaan dengan nilai aktiva lancar
yang tinggi dibandingkan perusahaan yang mempunyai nilai aktiva lancar yang rendah.
Penelitian yang dilakukan oleh Andre Hernendiastoro (2005) menunjukkan hasil yang
berbeda yaitu current ratio tidak berpengaruh secara signifikan pada return saham yang
mengatakan bahwa current ratio terlalu tinggi karena pada kondisi tertentu hal tersebut
menunjukkan banyak dana perusahaan yang menganggur (aktivitas sedikit) yang pada
akhirnya dapat mengurangi kemampuan perusahaan, current ratio yang tinggi dapat
disebabkan adanya piutang yang tidak tertagih dan persediaan yang belum terjual, yang
tentunya tidak dapat digunakan secara cepat untuk membayar hutang lancarnya.
Perusahaan yang memiliki nilai likuiditas yang baik atau likuid, yaitu perusahaan
yang mampu membagikan deviden yang tinggi kepada pemegang saham. Likuiditas
perusahaan yang berhubungan langsung atau memiliki pengaruh terhadap perusahaan
dalam memperoleh laba dan dibayarkan dalam bentuk dividen kepada pemegang saham.
Manajemen keuangan perusahaan akan menggunakan laba tersebut untuk mendanai
aktifitas operasional perusahaan atau membagikan dividen berupa return saham kepada
pemegang saham. Jadi rasio likuiditas dapat mempengaruhi pengaruh profitabilitas pada
return saham.
H3=
Likuiditas (CR) memoderasi pengaruh profitabilitas pada return saham
2.2.4 Likuiditas Memoderasi Pengaruh Struktur Modal Pada Return Saham
Debt to equity ratio merupakan penggunaan hutang yang relatif tinggi
dibandingkan jumlah modal (ekuitas) yang dimiliki perusahaan dalam melangsungkan
aktifitas operasional untuk meningkatkan laba perusahaan. Dengan nilai debt to equity
ratio yang tinggi memunculkan indikasi atau kekhawatiran dari pemegang saham karena
semakin besar resiko manajemen perusahaan untuk tidak mampu mengendalikan jumlah
hutang dan kewajibannya kepada kreditur, sehingga para pemegang saham sering
mengesampingkan perusahaan yang memiliki nilai debt to equity ratio yang tinggi.
Namun apabilia manajemen perusahaan sangat disiplin untuk menngendalikan jumlah
hutang dengan baik, atau menjaga nilai likuiditas dengan baik untuk pengembangan
aktifitas perusahaan untuk meningkatkan laba maka itu akan menjadi sinyal positif bagi
pemegang saham. Dengan nilai debt to equity ratio yang tinggi belum tentu akan
menurunkan nilai perusahaan atau menurunkan jumlah return yang dihasilkan. Dengan
nilai debt to equity ratio yang tinggi mengindikasikan bahwa perusahaan melakukan
perluasan usaha (ekspansi) untuk meningkatkan laba perusahaan. Jadi rasio likuiditas
dapat mempengaruhi pengaruh struktur modal pada return saham.
H4 =
Likuiditas memoderasi pengaruh struktur modal pada return saham
Download