PEMODELAN REGRESI MULTILEVEL DENGAN KORELASI ERROR SPASIAL (Studi Kasus: Data Kejadian Demam Berdarah di Jawa Timur) Tiara Rizki Arina Putri Jurusan Matematika, F.MIPA, Universitas Brawijaya Email: [email protected] Abstrak. Regresi Multilevel digunakan untuk menggambarkan hubungan peubah respon dengan peubah prediktor yang memiliki struktur hirarkhi. Teknik regresi multilevel kemudian berkembang dengan mempertimbangkan efek spasial pada data. Model Regresi Multilevel dan Model Regresi Multilevel dengan Korelasi Error Spasial diterapkan pada data Kejadian Demam Berdarah di Kabupaten dan Kota di Jawa Timur tahun 2011-2012, Sarana Kesehatan, Tenaga Kesehatan, Kemiskinan, Rumah Tangga Berperilaku Hidup Sehat, Curah Hujan, Suhu, dan Ketinggian Tempat. Model terbaik adalah model regresi multilevel dengan korelasi error spasial. Selisih banyaknya penderita Demam Berdarah antara daerah Dataran Tinggi dan Dataran rendah adalah 356 orang. Kenaikan 100 satuan curah hujan di Kabupaten dan Kota di Dataran rendah, akan menaikkan rata-rata 465 orang penderita penderita demam berdarah setiap tahunnya dengan syarat peubah prediktor lain di level 1 dan level 2 tetap. Kata Kunci: Regresi Multilevel, Spasial, SEM, Demam Berdarah, Jawa Timur 1. PENDAHULUAN Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk sebagai vektor pembawanya. DBD sering muncul sebagai kejadian luar biasa (KLB) dengan angka kematian relatif tinggi. Pola berjangkitnya infeksi virus Dengue dipengaruhi oleh iklim. Pada suhu yang panas (28-32°C) nyamuk Aedes akan tetap bertahan hidup untuk jangka waktu lama. Hasil penelitian Erdkhadifa (2012) menyatakan bahwa terdapat pengaruh antara ketinggian tempat dan curah hujan terhadap kematian demam berdarah di Jawa Timur. Oleh karena itu, peneliti ingin menerapkan analisis regresi multilevel spasial pada data kejadian demam berdarah di Jawa Timur dengan mempertimbangkan perbedaan kondisi lingkungan pada Kabupaten dan Kota di Jawa Timur. Analisis Regresi Multilevel adalah analisis regresi yang mempertimbangkan hirarkhi pada data. Hirarkhi pada data berupa level atau tingkatan tertentu dan terdapat kemiripan sifat antar kelompok yang diteliti. Dalam model analisis regresi multilevel, peubah respon individu diukur pada level terendah (level 1) dan terdapat satu atau lebih peubah prediktor. Pada dasarnya, pada model regresi multilevel spasial adalah sama seperti model regresi multilevel, namun yang membedakan adalah koefisien regresi multilevel spasial diboboti spasial. 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Model Regresi Multilevel Model regresi multilevel yang paling sederhana adalah model regresi dengan dua level. Level 1 terdiri atas j-grup dan dan nj individu dalam setiap grup dengan 1 peubah prediktor. Pada umumnya, model regresi mencakup lebih dari satu peubah prediktor pada level terendah demikian pula pada level yang lebih tinggi. Model regresi multilevel untuk level 1 pada setiap unit level 2 (Hox dan Maas, 2005): dimana i = 1,2,...,nj, j = 1,2,...,s, Yij = respon individu ke-i pada kelompok ke-j, = intersep kelompok ke-j, = koefisien regresi kelompok ke-j. nj = banyaknya individu dalam kelompok ke-j, s= banyaknya kelompok. Koefisien regresi memiliki indeks j untuk setiap kelompok, yang mengindikasikan bahwa koefisien regresi bervariasi antar grup. Keragaman koefisien regresi dimodelkan oleh peubah prediktor dan sisaan acak pada level kelompok sebagai berikut: Dengan mensubstitusikan kedua persamaan di atas akan dihasilkan model regresi dua level : 321 2.2 Pendugaan Parameter model regresi multilevel Pada metode regresi klasik, diasumsikan bahwa terdapat hanya model satu level dengan hanya satu koefisien residual dan residual tidak berkorelasi antarindividu. Presedur dalam mengestimasi koefisien model tersebut tidak dapat diaplikasikan kepada model multilevel dan perlu untuk menentukan cara alternatif. salah satu cara adalah menggunakan Iterative General Least Square (IGLS). Metode IGLS menggunakan estimasi maximum likelihood. Goldstein (1989) mengusulkan menggunakan metode kuadrat terkecil umum (Generalized Least Square) untuk menduga parameter tetap pada. penduga parameter Generalized Least Square adalah sebagai berikut: ̂ ̂ , 2.3 Model Regresi Multilevel dengan korelasi error spasial Peubah prediktor dalam penelitian ini mungkin berkorelasi spasial antarunit penelitian. Meskipun model umum multilevel yang digunakan adalah model intersep random. Model intersep random dengan autokorelasi spasial adalah sebagai berikut ∑ , 2.4 Indeks Moran I Indeks Moran I adalah suatu metode yang paling sering digunakan untuk mengetahui efek autokorelasi spasial. Rumus perhitungan indeks Moran I adalah (Yasin dan Saputra, 2013): ∑ ∑ ̅ ( ̅) ∑ ∑ ∑ ̅ di mana: N adalah banyaknya observasi ̅ adalah rata-rata peubah yang diamati; Xi adalah nilai peubah yang diamati pada lokasi ke-i; Xj adalah nilai peubah yang diamati pada lokasi ke-j; wij adalah pembobot spasial. 2.5 Koefisien Determinasi Perhitungan koefisien determinasi model regresi multilevel adalah sebagai berikut: ̂ ̂ ̂ ̂ di mana ̂ = penduga ragam galat pada level 1 dengan p peubah prediktor, ̂ = penduga ragam galat pada level 1 tanpa peubah prediktor, = penduga ragam galat pada level 2 dengan p peubah ̂ prediktor dan = penduga ragam galat pada level 2 tanpa peubah prediktor. 2.6 Koefisien Korelasi Intraklas (ICC) Nilai ICC menunjukkan korelasi atau hubungan dari masing-masing unit pada level 2. Cara menghitung nilai ICC adalah sebagai berikut: dan nilai ICC untuk model regresi multilevel spasial dimana ∑ adalah matriks pembobot spasial. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Uji Signifikansi parameter model regresi multilevel Untuk mengetahui peubah-peubah yang mempengaruhi banyaknya kejadian Demam Berdarah di Jawa Timur, perlu dilakukan uji signifikansi penduga parameter. 322 Tabel 1. Hasil Pengujian Parameter Model Regresi Multilevel Koefisien SE t-hit Nilai-p Intersep 327.842 41.331 7.932 <0.001 Curah Hujan 2.034 0.154 6.714 <0.001 Suhu 7.139 35.817 0.199 0.84 Ketinggian -0.335 0.329 -1.017 0.317 Jenis Dataran 339.139 280.233 1.120 0.235 Sarana -4.175 1.670 -2.500 0.021 Tenaga -0.203 0.062 -3.261 0.003 PBHS -5.803 1.785 -3.251 0.003 Penduduk 35.724 17.383 2.055 0.048 Miskin Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa pada α=0.05, peubah yang berpengaruh nyata terhadap peubah banyaknya penderita demam berdarah di Jawa Timur pada level 2 adalah Curah Hujan, peubah ketinggian tempat tidak berpengaruh nyata pada α=0.05. Pada level 1, peubah yang berpengaruh nyata terhadap banyaknya penderita Demam berdarah adalah peubah Sarana Kesehatan, tenaga kesehatan, persentase Rumah Tangga berperilaku hidup bersih dan sehat, persentase penduduk miskin. 3.2 Indeks Moran I Hasil perhitungan nilai koefisien Indeks Moran I diperoleh sebesar 0.7994, didapatkan statistik uji Z sebesar 5.9808 dengan nilai-p 0.001 sehingga dapat disimpulkan terdapat autokorelasi spasial (keeratan hubungan) antar daerah penelitian. 3.3 Uji Signifikansi Parameter Model Regresi Multilevel dengan Korelasi Error Spasial Tabel 2. Pengujian Parameter Model Regresi Multilevel Spasial Koefisien SE t-hit Nilai-p Intersep 325.720 46.692 6.976 <0.001 Curah Hujan 0.094 0.039 2.428 0.021 Suhu 12.131 23.102 0.525 0.603 Ketinggian -0.344 0.432 -0.796 0.432 Jenis Dataran 356.140 313.826 1.135 0.265 Sarana -3.212 1.460 -2.200 0.035 Tenaga -0.204 0.054 -3.766 <0.001 PBHS -5.803 1.608 -3.609 <0.001 Penduduk 37.011 17.599 -2.103 0.037 Miskin ρ (koefisien 0.177 error spasial) Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa pada α=0.05, peubah yang berpengaruh nyata terhadap peubah banyaknya penderita demam berdarah di Jawa Timur pada level 2 adalah Curah Hujan. Pada level 1, peubah yang berpengaruh nyata terhadap banyaknya penderita Demam berdarah adalah peubah Sarana Kesehatan, tenaga kesehatan, persentase Rumah Tangga berperilaku hidup bersih dan sehat, dan persentase penduduk miskin. 3.4 Koefisien Korelasi Interklas (ICC) dan ICC model spasial . Nilai ICC sebesar 0.632 berarti bahwa korelasi Kabupaten dan Kota pada kondisi lingkungan yang sama sebesar 0.632. Kabupaten atau kota yang memiliki kondisi lingkungan yang hampir sama (samasama di Dataran Rendah atau sama-sama di dataran tinggi) memiliki koefisien korelasi yang cukup erat. Dari nilai ini, mengindikasikan bahwa terdapat korelasi spasial antarlokasi pengamatan. Nilai ICC sebesar 0.0569 bahwa korelasi Kabupaten dan Kota pada kondisi lingkungan yang sama adalah sebesar 0.0569. Nilai ini sangat kecil, hampir dikatakan tidak terdapat korelasi antarlokasi pengamatan. Nilai ICC model regresi multilevel spasial sangat kecil bukan mengindikasikan tidak 323 terdapat korelasi spasial, tetapi mungkin korelasi spasial antarlokasi pengamatan sudah dirangkum pada koefisien error spasial, sehingga nilai ICC semakin kecil. 2.3 Koefisien Determinasi Berdasarkan perhitungan statistik uji Deviance, diperoleh statistik uji sebesar 3.976 dengan nilai-p 0.04 sehingga dapat disimpulkan menggunakan model regresi multilevel spasial sebagai model yang lebih sesuai untuk menggambarkan banyaknya penderita demam berdarah di Kabupaten dan Kota di Jawa Timur. Model Regresi Multilevel Spasial yang terbentuk adalah ∑ 4. KESIMPULAN Pada analisis regresi multilevel dilakukan perhitungan nilai indeks Moran I sebesar 0.7994 dan nilai ini signifikan yang artinya terdapat keeratan hubungan antar daerah penelitian dengan daerah lain yang berdekatan. Berdasarkan uji parsial pada model regresi multilevel spasial, dapat diketahui bahwa peubah-peubah yang berpengaruh terhadap banyaknya penderita demam berdarah di Jawa Timur adalah peubah curah hujan pada level 2, sedangkan pada level 1 adalah peubah sarana kesehatan, tenaga kesehatan, persentase rumah tangga berperilaku hidup bersih dan sehat, dan persentase penduduk miskin. DAFTAR PUSTAKA Corrado, L., dan Fingleton, B., (2013), Multilevel Modelling With Spatial Effects, Discussion Papers In Economics, 11 (5). Erdkhadifa, R., (2012), Perbandingan Geographically Weighted Poisson Regression dan Geographically Weighted Poisson Regression Semiparametric, Skripsi, Surabaya, Institut Teknologi Sepuluh November. Goldstein, H., (2003), Multilevel Statistical Models, Arnold Publishers, London. Hox, J.J., dan Maas, C.J.M., (2005), Multilevel Analysis, Encyclopedia of Social Measurement, 2(2005). Yasin, H., dan Saputra, R., (2013), Pemetaan Penyakit Demam Berdarah Dengue Dengan Analisis Pola Spasial di Kabupaten Pekalongan, Media Statistika, 6(1), hal.27-36 324