III.2 Aktivitas Kain Antibakteri Kain popok bayi (pampers) baru dan

advertisement
III.2 Aktivitas Kain Antibakteri
Kain popok bayi (pampers) baru dan bekas dicelupkan pada variasi larutan kitosan
kemudian dikeringkan pada suhu 60 oC dan dimantapkan pada suhu
150 oC. Salah satu
kemungkinan interaksi kimia antara kitosan dan selulosa kain diawali oleh adanya interaksi van
der waals atau ikatan hidrogen antara gugus
–OH kitosan dan gugus –OH selulosa kain
kemudian selama proses curing terjadi fiksasi antara kedua gugus tersebut (Lim et al., 2004;
Purnawan, 2008; Zhang et al., 2003) dan terjadi reaksi dehidrasi (Li et al., 2007). Kemungkinan
mekanisme interaksi selulosa kain dengan kitosan serupa dengan mekanisme antara gugus
silanol NAPU (novel anionic polyurethane) dengan selulosa dalam Li et al. (2007) seperti
terlihat pada Gambar 3.
HO
HO
HO
O +
OH
HO
O
HO
NH2
O
NH2
HO
-H2O
O
O
O
HO
O
O
HO
kitosan
selulosa
O
O
HO
O
NH2
O
OH
HO
O
OH
Gambar 3. Mekanisme interaksi antara selulosa kain dan kitosan
Kain popok bayi yang telah dilapisi kitosan dilakkan uji aktivitas bakteri menggunakan
metode total plate count (TPC) untuk mengetahui jumlah koloni bakteri yang tumbuh pada
masing-masing media sampel. Metode ini tidak menentukan jenis bakteri, hanya menghitung
total koloni bakteri yang tumbuh. Kain popok tanpa perlakuan kitosan digunakan sebagai
kontrol. Hasil yang diperoleh seperti yang terlihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Jumlah koloni bakteri (CFU) pada media sampel kain
Sampel
Kain popok baru tanpa kitosan
Kain popok baru dengan kitosan 0,05%
Kain popok baru dengan kitosan 0,10%
Kain popok baru dengan kitosan 0,15%
Kain popok bekas dengan kitosan 0,05%
Jumlah koloni bakteri yang
tumbuh (CFU/g)
210
Negative
900
2230
2460
Berdasarkan Tabel 2, menunjukkan bahwa konsentrasi optimum kitosan dalam
menghambat pertumbuhan bakteri adalah 0,05% (b/v). Semakin besar konsentrasi kitosan,
jumlah koloni bakteri yang tumbuh semakin besar. Hal ini menunjukkan bahwa kitosan tidak
hanya memiliki sifat menghambat tapi juga dapat mempercepat pertumbuhan bakteri. Adanya
atom nitrogen menjadikan kitosan sebagai inhibitor dan sumber makanan bakteri sekaligus.
Bakteri membutuhkan konsentrasi tertentu untuk bisa mengubah kitosan sebagai sumber
makanannya. Semakin besar konsentrasi kitosan (di atas 0,05%), sifat kitosan sebagai sumber
makanan semakin besar sehingga sifat kitosan sebagai inhibitor semakin turun. Konsentrasi
optimum kitosan 0,05% pada kain popok bekas tidak dapat digunakan untuk proses recycle
popok bekas. Hal ini ditunjukkan jumlah koloni bakteri yang tumbuh pada popok bekas dengan
kitosan 0,05% masih jauh lebih besar daripada jumlah koloni bakteri yang tumbuh pada kain
baru tanpa kitosan.
Aktivitas antibakteri dapat melalui cara membunuh mikroorganisme (bakteriosidal) dan
atau penghambat pertumbuhan mikroorganisme (bakteriostatik). Interaksi bahan antibakteri
dapat melalui interaksi ionik dan interkasi hidrofobik. Namun karena kitosan tidak memiliki
gugus alkil hidrofobik, maka kemungkinan besar interaksi sifat antibakteri polimer kitosan
dengan bakteri melalui interaksi ionik antara polikationik ammonium kuaterner kitosan dengan
muatan ion negatif sel bakteri. Kemungkinan besar sasaran agen antibakteri kitosan adalah
dinding sel dan membran sitoplasma sel bakteri. Staphylococcus aureus merupakan bakteri gram
positif yang memiliki dinding sel yang tersusun dari peptidoglikon yang merupakan
lipopolisakarida dan protein, asam teikoat yang terdiri dari alkohol dan fosfat. Membran
sitoplasma mengandung protein dan phospolipida. Adanya phosphat, protein, alkohol, asam
teikoat, dan phospolipid menyebabkan bakteri memiliki gugus hidrofilik yang cenderung
bermuatan negatif dan lebih polar, walaupun disisi lain memiliki gugus hidrofobik. Gugus
hidrofilik yang cenderung bermuatan negatif ini kemudian berinteraksi dengan polikation
ammonium kuaterner kitosan. Adanya interaksi tersebut membuat keberadaan polikation kitosan
mengganggu metabolisme bakteri dengan melapisi permukaan sel bakteri, mencegah masuknya
nutrien ke dalam sel, berikatan dengan DNA kemudian menghambat RNA dan sintesis protein,
sehingga menyebabkan kerusakan komponen intraseluler dan penyusutan membran sel secara
perlahan dan akhirnya mengakibatkan kematian sel bakteri
Download