Perangko Berlangganan No.11/PRKB/JKP/PENJUALAN IV/2014 ISSN : 0853-8344 Harga eceran Rp.9.000,- 211-KHUSUS/Thn.XXI/Nopember 2015 e-mail: [email protected] / [email protected]; kardiovk; @kardio_vaskuler; tpkindonesia.blogspot.com Usulan: Kurikulum Pendidikan Fellow Gagal Jantung POKJA: GJ-PH-CARMET Pendahuluan Jumlah kasus gagal jantung mengalami peningkatan dalam masyarakat khususnya di Indonesia. Hal ini disebabkan oleh: 1 pe­ ning­k atan usia harapan hidup penduduk Indonesia dimana di usia tua akan mulai ada penyakit degenerative termasuk jantung. 2. Keberhasilan penanganan infark miokard akut mencegah kematian namun menimbul­ kan kecacatan miokard berupa gagal jantung. 3.Masih banyaknya penyakit infeksi kuman maupun virus yang bermacam cama dapat menyebabkan gagal jantung. 4. Meningkatnya penyakit metabolic endokrin seperti Diabetes Melitus yang dapat menyebabkan penyakit jan­ tung dan pembuluh darah. Penanganan kasus gagal jantung yang lebih baik, akan menyebab­ kan penurunan mortalitas dan morbiditas sehingga meningkatkan produktifitas manusia Indonesia dan menekan biaya perawatan. Gagal jantung dapat muncul secara akut dan kronik. Sering kali penanganannya membu­ tuhkan rawat inap berulang sehingga menjadi beban ekonomi pada sistem kesehatan. Dalam 10 sampai 15 tahun terakhir, terjadi peningka­ tan luar biasa jumlah penderita gagal jantung sedangkan di luar negeri terdapat kemajuan dalam penanganan gagal jantung. Terapi gagal jantung meliputi medikamentosa, penggunaan alat dan bedah. Perkembangan penyakit gagal jantung yang lanjut akan meningkatan kom­ pleksitas perawatan dan meningkatkan biaya kesehatan. Jumlah pasien gagal jantung yang semakin meningkat dan perkembangan pada pilihan terapi, menyebabkan gagal jantung menjadi bagian subspesialisasi dari kardiologi sejak tahun 1995 Secara fundamental gagal jantung berbeda dari subspesialisasi kardiologi lainnya karena berfokus pada keseluruhan penanganan pasien, bukan hanya terkait tin­ dakan prosedur melainkan mulai dari prevensi, diagnosis dan tata laksana serta follow up jangka panjang. Spesialis kardiologi dengan minat khusus pada gagal jantung, harus memiliki pengetahuan terhadap diagnosis dan pilihan terapi tersedia, yang melampaui ketentuan dari Pedoman Diagnosis dan Tatalaksana Ga­ gal Jantung dari Pokja Gagal Jantung PERKI dan juga melampaui ESC Core Cardiology Curriculum. Latar Belakang Gagal jantung meliputi sindroma klinis yang kompleks, karena pada dasarnya gagal jantung merupakan akibat dari seluruh pe­ nyakit kardiovaskular. Seluruh pasien gagal jantung membutuhkan diagnosis penyebab dari gagal jantung dan penyakit penyerta. Sehingga pasien membutuhkan terapi bagi pe­ nyakit yang mendasari dan juga gagal jantung. Terapi gagal jantung berkembang secara pesat dan meliputi farmakologi, penggunaan alat dan terapi bedah. Semua harus disampaikan sebagai bagian dari strategi manajemen multi disiplin yang menjembatani perawatan kese­ hatan primer, sekunder dan tersier. Diketahui bahwa perawatan menyeluruh dari pasien gagal jantung, termasuk penangan­ an oleh spesialis kardiologi, dapat meningkat­ kan kondisi pasien. Sehingga badan pelatihan nasional di berbagai Negara (UK dan USA) telah memasukkan kurikulum subspesialisasi gagal jantung dalam kurikulum pelatihan kar­ diologi. Kurik\ulum subspesialisasi ESC juga meliputi kardilogi intervensi dan manajemen irama jantung. Tujuan dari dibuatnya kuriku­ lum gagal jantung adalah sebagai kerangka kerja yang dapat digunakan sebagai pedoman pelatihan di seluruh eropa. Pedoman ini sesuai dengan kurikulum ESC lainnya. Setiap bagian terdiri dari tiga komponen, yaitu: pengetahuan yang dibutuhkan, keterampilan yang diperlu­ kan serta sikap dan perilaku professional yang harus dicapai. Program ini berlangsung selama dua tahun yang meliputi modul gagal jantung pada tahun pertama. Pada tahun kedua adalah program peminatan yang meliputi pencitraan, terapi implan, transplantasi dan bantuan mekanis. Tahun kedua juga dapat digunakan sebagai pendalaman pelatihan gagal jantung lebih lanjut dan/atau penelitian. Pada saat ini, kurikulum tidak menjamin akreditasi yang merupakan otoritas yuridiksi perizinan medis di masing-masing negara. Akan tetapi, penyelesaian kurikulum dengan baik akan mendapatkan sertifikat dari HFA dan PERKI pada bidang gagal jantung. Hal ini merupakan pedoman pelatihan yang tepat, dan implementasi dapat beragam di seluruh Eropa dan USA sesuai dengan kebutuhan dan ketersediaan fasilitas di masing-masing Negara seperti Indonesia. Program pelatihan dica­ nangkan akan berlangsng selama dua tahun, dimana satu tahun pertama akan digunakan untuk ketrampilan klinik kasus kasus sulit gagal jantung di Indonesia sedangkan tahun kedua akan digunakan untuk ketrampilan spesifik (seperti implantasi alat, pencitraan dan tranplantasi jantung/bantuan mekanis) mungkin di pusat pusat gagal jantung yang akan bekerja sama dengan PERKI. Tujuan Kurikulum 1. Untuk menjabarkan pengetahuan lebih mendalam di bidang gagal jantung, yang meliputi: penyebab, pemeriksaan, inves­ tigasi dan terapi yang dibutuhkan oleh subspesialis gagal jantung. 2. Untuk mengetahui keterampilan yang diperlukan dalam memberikan terapi gagal jantung yang optimal. 3. Menjabarkan keterampilan yang diperlu­ kan oleh subspesialis gagal jantung, fungsi dan peran sertanya pada tim medis multi disi­plin, dalam memberikan terapi gagal jantung yang tepat. 4. Menentukan pelatihan khusus yang diper­ lukan oleh subspesialis gagal jantung da­ lam rangka peningkatan keterampilan di bidang: a. Pencitraan b. Implantasi alat pengatur irama jantung c. Transplantasi jantung dan bantuan me­ kanis. Metode pengajaran Kardiolog peserta pelatihan diharapkan mampu mencapai tujuan kurikulum yang telah dijabarkan dengan bertugas di dua pusat jan­ tung (satu dalam negeri dan satu luar negeri) dan dibimbing oleh ahli jantung dengan sub spesialisasi gagal jantung. Selama masa bim­ bingan, peserta diwajibkan untuk berpartisi­ pasi di klinik gagal jantung dan bangsal khusus gagal jantung (contoh: mempelajari konsultasi pasien rawat jalan dan ronde bangsal) maupun di pusat-pusat gagal jantung yang maju. Peserta akan ditempatkan pada pusat jan­ tung yang menyediakan penanganan gagal jantung secara multi disiplin. Selama masa pelatihan, peserta diharapkan mampu berin­ teraksi dengan keperawatan di bidang gagal jantung dan memberikan instruksi klinis se­ suai dengan panduan setempat (contoh: pada kelompok kerja terbatas dan tim kerja multi disiplin). Peserta diharapkan untuk meningkatkan keterampilan yang dibutuhkan dalam pe­ meriksaan dan menegakkan diagnosis gagal jantung melalui pengenalan lebih lanjut pada transthoracic dan transesophageal ecocardio­ graphy dan CMR melalui penugasan di bagian terkait (pelatihan praktis dalam peningkatan keterampilan). Pelatihan keterampilan dalam terapi peng­ gunaan alat dan Cardio Pulmonary Exercise test/ Mechanical Circulatory Support pada pasien tertentu dapat dilakukan pada pusat kesehatan setempat bila memungkinkan. Atau dilakukan di pusat kesehatan tersier dengan jumlah pasien yang lebih besar, selama 3 bulan. Peserta diwajibkan untuk bergabung de­ ngan POKJA GAGAL JANTUNG PERKI dan HFA dari ESC serta mengikuti symposium yang sesuai dengan kurikulum. Disamping itu juga, peserta diharuskan untuk mengikuti pertemuan tahunan Assosiasi American atau European heart failure. Peserta melakukan dua audit dalam satu tahun terhadap penanganan gagal jantung. Pene­litian terutama di bidang klinis gagal jantung ataupun pendalaman di bidang pe­ ngetahuan dasar gagal jantung sangat dibu­ tuhkan. Metode penilaian Penilaian pada pengetahuan gagal jan­ tung akan dilaksanakan di akhir kurikulum pengetahuan dasar. Sementara pengetahuan lebih lanjut, akan dinilai melalui program pendidikan HFA secara online dalam bentuk pertanyaan pilihan ganda. Metode penilaian lain meliputi: 1. Pengamatan secara langsung pada kete­ rampilan prosedur. Hal ini terutama pada: o Kateterisasi jantung kanan dan kiri o Biopsi endomiokard o Tindakan dan interpretasi hasil trans­ thoracic dan transesophageal echocar­ diography dan interpretasi hasil Cardiac Magnetic Resonance. 2. Penilaian terhadap perilaku yang sesuai pada penanganan pasien rawat jalan dan rawat inap menggunakan metode 360 degrees. Serta kemampuan bekerja dan memimpin tim multi disiplin. 3. Kompetensi penanganan menyeluruh pada kasus sulit dilakukan dengan cara presentasi kasus yang dinilai oleh konsultan pemimbing, serta penilaian catatan kasus dan pengawasan instruksi pasien pulang dan rekam medis. (Bersambung ke hal.2) 2 211-KHUSUS/Thn.XXI/Nopember 2015 S Tabloid Profesi KARDIOVASKULER STT no. 2143/SK/Ditjen PPG/STT/1995 tanggal 30 Oktober 1995 ISSN : 0853-8344 SUSUNAN REDAKSI Ketua Pengarah: DR. Dr. Anwar Santoso, SpJP(K), FIHA Pemimpin Redaksi: Dr. Sony Hilal Wicaksono, SpJP Redaksi Konsulen: Dr. Anna Ulfah Rahajoe, SpJP(K) Prof.DR. Haris Hasan, SpPD, SpJP(K) Dr. Budi Bhakti Yasa, SpJP(K) Dr. Fauzi Yahya, SpJP(K) Dr. Antonia A. Lukito, SpJP(K) Tim Redaksi: Bidang Cardiology Prevention & Rehabilitation Dr. Basuni Radi, SpJP(K) Dr. Dyana Sarvasti, SpJP Bidang Pediatric Cardiology Dr. Indriwanto, SpJP(K) Dr. Radityo Prakoso, SpJP Bidang Cardiovascular Emergency Dr. Noel Oepangat, SpJP(K) Dr. Isman Firdaus, SpJP Bidang Clinical Cardiology Dr. Sari Mumpuni, SpJP(K) Dr. Rarsari Soerarso, SpJP Bidang Interventional Cardiology Dr. Doni Firman, SpJP(K) Dr. Isfanudin, SpJP(K) Bidang Echocardiography Dr. Erwan Martanto, SpPD, SpJP(K) Dr. BRM. Ario Soeryo K., SpJP Bidang Cardiovascular Intensive Care Dr. Sodiqur Rifqi, SpJP(K) Dr. Siska Suridanda, SpJP Bidang Cardiovascular Imaging Dr. Manoefris Kasim, SpJP(K) Dr. Saskia D. Handari, SpJP Bidang Cardiac Surgery & Post-op Care Dr. Bono Aji, SpBTKV Dr. Pribadi Boesroh, SpBTKV Dr. Rita Zahara, SpJP Bidang Vascular Medicine Dr. Iwan Dakota, SpJP(K) Dr. Suko Ardiarto, PhD, SpJP Tim Editor: Dr. Sidhi Laksono Purwowiyoto Fotografer: Dr. M. Barri Fahmi Harmani Sekretaris/Keuangan: Endah Muharini Bagian Iklan: Bimo Sukandar Bagian Perwajahan: Asep Suhendar Alamat Redaksi dan Tata Usaha: Wisma Harapan Kita Bidakara, Lt.2, RS Jantung Harapan Kita, Jln. S Parman Kav. 87, Jakarta 11420, Telp: 02170211013 atau Telp/Fax.: 5602475 atau 5684085-93 pes. 5011 e-mail : [email protected] atau [email protected] Penerbit: H&B Heart & Beyond PERKI (Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskuler Indonesia) Manajemen: Yayasan PERKI Pencetak: PT. Oscar Karya Mandiri, Jakarta Tabloid Profesi KARDIOVASKULER diterbitkan oleh Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI). Tabloid unik ini memang bereda dengan media kedokteran lainnya. Tata letaknya sedikit konservatif tapi enak dipandang. Bukan media yang berkesan ilmiah, tetapi media ilmiah yang sangat terjaga akurasinya, ditulis dengan bahasa tutur yang enak dibaca. Tabloid KARDIOVASKULER memang merupakan sarana untuk menyampaikan setiap informasi kedokteran mutakhir --khususnya terkait bidang kardiovaskuler-- bagi seluruh dokter Indonesia. Di era globalisasi, dikenal pemeo "so many journals, but so little time". Untuk itulah Tabloid KARDIOVASKULER hadir, membawa berita ilmiah kardiovaskuler terkini. Diedarkan terbatas khusus untuk dokter Indonesia. Infak ongkos cetak/kirim Rp150.000/tahun, transfer melalui Bank Mandiri acc: Tabloid Profesi Kardiovaskuler, RK no. 116-0095028024, Sandi Kliring: 008-1304 KK. Harapan Kita, Cab. S. Parman, Jakarta. Dr. Sony Hilal Wicaksono, SpJP Pemimpin Redaksi alam, Pembaca setia Tabloid Profesi Kardiovas­ kuler, jumpa lagi dalam edisi cetak No­ vember 2015. Selama tidak terbit dalam edisi cetak, kami selalu menerbitkan artikel dalam edisi web yang bisa dilihat di www.kardio. my.id. Edisi cetak kali ini kami menampilkan Headline tentang Usulan: Kurikulum Pendidi­ kan Fellow Gagal Jantung dari POKJA: GJ-PHCARMET. Informasi ini diterbitkan dalam edisi cetak Tabloid Profesi Kardiovaskuler dengan harapan menjangkau seluruh dokter spesialis jantung anggota PERKI di seluruh pelosok tanah air. Semoga setelah informasi ini tersampaikan, menjadi penggerak bagi dokter spesialis jantung yang berminat untuk mengambil sub-spesialisasi di bidang gagal jantung. Informasi penting berikutnya adalah Pedo­ man Praktik Klinis (PPK) Hipertensi Pulmonal 2015 yang juga diterbitkan oleh Pokja Gagal Jan­ tung dalam bentuk tulisan, tabel dan bagan yang (Sambungan dari hal.1) Tujuan pembelajaran 1. Pemeriksaan dan penegakkan diagnosis gagal jantung kronik Pengetahuan • Mengetahui presentasi klinis, penyebab dan penyebab dasar dari gagal jantung • Memiliki pengetahuan mendalam me­ ngenai epidemiologi dan patofisiologi gagal jantung, termasuk gagal jantung sistolik dan diastolic, serta pentingnya disfungsi LV tanpa gejala klinis sebagai fase awal dan masih dapat diobati • Memiliki pengetahuan yang menyeluruh terhadap panduan penanganan secara nasional dan internasional • Pengetahuan terhadap komorbiditas dan pemeriksaan penunjang • Pengetahuan detil terhadap seluruh pe­ nyebab yang dapat mengakibatkan gagal jantung. Hal ini meliputi pengetahuan terhadap penyebab sindroma gagal jan­ tung yang jarang terjadi, seperti genetic, metabolic, toksik, gagal jantung terkait kehamilan, infeksi dan infiltrat • Pengetahuan tentang keuntungan dan limitasi dari prosedur pemeriksaan (eko­k ardiografi, pemeriksaan darah, pemeriksaan fisik, penilaian gejala, ka­ pasitas fungsional dan penilaian kualitas hidup) • Pengetahuan terhadap penanda prog­ nosis yang buruk pada gagal jantung, serta mengetahui sistem scoring prog­ nosis yang digunakan (seperti Heart Failure Survival Score, Seattle Heart Failure Score) • Mengetahui indikasi yang memerlukan pemeriksaan khusus dalam menentukan penanganan lebih lanjut (contoh: biopsi endomiokard, reversibility studies untuk hipertensi pulmonal, cardiopulmonary exercise testing). Keterampilan, mampu melakukan anam­ nesis dan pemeriksaan fisik, serta dapat menenetukan pemeriksaan diagnostic yang disajikan dengan sangat jelas dan informatif, sehingga dapat digunakan untuk panduan pelayanan pasien dengan hipertensi pulmonal di rumah sakit. Kardiologi kuantum tetap hadir dalam edisi cetak ini, mengingatkan kita selalu agar tetap mempertimbangkan aspek psikologi pasien dan kita sendiri dalam menjalankan praktek pelayanan sehari-hari, yang pada edisi kali ini difokuskan pada pelayanan kasus gagal jantung. Foto-foto liputan acara InaEcho 2015 in conjunction with 1st SEA Valve dan Peringatan World Heart Day kami sajikan juga dalam edisi cetak ini. Kami ucapkan terimakasih atas kesetiaan pembaca. Terimakasih tidak lupa kami ucap­ kan kepada sponsor tunggal edisi November 2015 ini yang memungkinkan Tabloid Pro­ fesi Kardiovaskuler hadir kembali dalam edisi cetak.* tepat dalam menentukan derajat disfungsi jantung serta penyebab dasarnya • EKG 12 lead • Pemeriksaan biokimia rutin • Pemeriksaan biomarker terkait gagal jantung • Pemeriksaan genetic (bila diperlukan) • Ekokardiografi transthoracic, pada penilaian disfungsi local atau global, hipertrofi ventrikel kiri, penyakit katup, fungsi ventricular kanan, indeks dis­ fungsi diastolic, identifikai kardiomio­ pati, dan evaluasi hemodinamik noninvasif termasuk tekanan pulmonal • Tes olahraga, termasuk pemeriksaan metabolik • Pemeriksaan CMR dasar • Angiografi koroner • Biopsy endomiokard • Kateterisasi jantung kiri dan kanan • Pengawasan 24 jam dengan Holter moni­ tor • Pengawasan tekanan darah • Pencitraan nuklir. Dapat mendeteksi dan merujuk pasien yang sesuai • Gangguan pernapasan saat tidur • Gangguan otot jantung yang spesifik • Kekuatan miokard • Terapi gagal jantung lebih lanjut. Profesional • Mengetahui pentingnya mendeteksi penyebab dasar dengan pemeriksaan yang non invasif pada setiap tahap • Mengerti pentingnya efisiensi pembia­ yaan, ketersediaan dan pertimbangan yang tepat dalam pemilihan pemerik­ saan • Mengerti peran penting dari diagnosis yang tepat dalam merencanakan pe­ meriksaan dan pemberian terapi lebih lanjut • Komunikasi efektif dengan pasien, keluarga, dokter yang dirujuk, tenaga pengasuh terkait dengan diagnosis, pilihan pemeriksaan dan terapi. (lihat Tabel 1.) Etiologi Manifestasi Penyakit koroner Sindroma koroner akut, iskemia kronik. Hipertensi Gagal jantung dengan fungsi sistolik normal atau berkurang Penyakit katup Primer (contoh: reumatik, degenerative dan endokarditis), sekunder (contoh: regurgitasi), atau kongenital. Kardiomiopati dilatasi Genetic, peripartum, tosik (lihat dibawah) Kardiomiopati restriktif Genetic, sekunder dari infiltrasi Kardiomiopati tipe lainnya Genetic, hipertrofi, ARVC, non-compaction, stress Aritmia Bradi atau taki-aritmia atrium atau ventikel Infiltratif Sarkoidosis, amyloidosis, keganasan Kelainan penyimpanan Hemokromatosis, Fabry disease, kelainan penyimpanan glikogen Penyakit endomiokardial Radioterapi, fibrosis endomiokardial, carcinoid Penyakit neuromuskular Friedreich’s ataxia, distrofi muscular Infeksi Miokarditis, Chagas disease, HIV Obat Sitotoksik terapi (contoh: kemoterapi), anti aritmia Toksin Alcohol, kokain, trace element (merkuri, kobalt, arsenic) Endokrin Tirotoksikosis, akromegali, phaeochromocytoma Nutrisi Defisiensi thiamin (beri-beri), defisiensi selenium Penyakit perikardial Kalsifikasi, infiltrative Output yang tinggi Anemia, fistel AV Tabel 1. Etiologi gagal jantung 2. Pemberian terapi pada penyebab dasar Pengetahuan • Pengetahuan menyeluruh mengenai penanganan dan pencegahan penyakit jantung koroner, hipertensi dan penyakit katup dan penyebab lainnya • Pengetahuan mendetil terkait pena­ nganan dan farmakologi faktor resiko menurut panduan terbaru Keterampilan • Identifikasi dan perbaikan dari penyebab reversibel • Memilih terapi yang optimal untuk fak­ tor resiko • Pemilihan pasien revaskularisasi ber­ dasarkan interpretasi yang tepat dari pemeriksaan invasif dan non-invasif • Pemilihan pasien yang tepat untuk peng­ gantian katup Profesional • Apresiasi pentingnya penanganan terhadap penyebab dari gagal jantung sebagai faktor yang dapat reversibel • Kemampuan untuk kerja sama dan berdiskusi tentang penanganan yang optimal dengan pasien dan tenaga ke­ sehatan profesional, terutama spesialis bedah jantung, penyakit dalam, dokter umum, perawat dan spesialis kardiologi intervensi. 3. Diagnosis dan penanganan terhadap ko­ morbiditas Pengetahuan • Pengenalan komorbiditas umum pada gagal jantung dan dampak yang berpe­ ngaruh pada gejala, prognosis, investi­ gasi, pilihan terapi dan efikasi. • Pengetahuan interaksi obat yang dapat muncul akibat pengobatan komorbi­ ditas. Keterampilan • Mampu melakukan dan interpretasi pemeriksaan yang tepat bagi komorbi­ ditas • Penanganan dasar terhadap komorbi­ ditas • Merujuk pada spesialis, sesuai dengan indikasi • Merencanakan terapi obat yang berkelan­ jutan terhadap pasien yang melakukan tindakn operatif non-kardiak • Mampu memberikan rencana terapi gagal jantung yang tepat sesuai dengan komorbiditas. Profesional • Mengerti dampak komorbiditas terha­ dap gagal jantung dan terapinya, sesuai dengan pemahaman pasien • Memberikan masukan multi disiplin ilmu terhadap penanganan pasien • Melakukan pendekatan secara tim ke­ pada pasien, keluarga dan pengasuh keperawatan • Komunikasi yang efektif terhadap tenaga kerja profesional yang menangani komorbiditas pasien (seperti: dokter umum, pengasuh keperawatan khusus geriatrik, internis, nefrologis, hema­ tologis, psikiater, pulmonologist dan perawat). 3 211-KHUSUS/Thn.XXI/Nopember 2015 6th INAecho 2015 in conjunction with 1st SEA Valve, "Diagnosing and Managing Valvular Heart Disease" Yogyakarta Sheraton Mustika Hotel, Kamis-Sabtu, 17-19 September 2015 Sejak Januari 2015, Tabloid Profesi Kardiovaskuler hadir di alamat website: www.kardio.my.id agar informasi yang kami sajikan dapat selalu update tanpa harus menunggu jadwal cetak. Kami mengundang para Sponsor untuk mendukung aktivitas kami, untuk itu kami sediakan tempat bagi para sponsor untuk menyampaikan pesannya di media kami. Komorbiditas umum pada pasien gagal jantung Anemia dan defisiensi besi Arthritis Kanker Penyakit serebrovaskular Penyakit ginjal kronik Gangguan kognitif Depresi Diabetes mellitus Disfungsi ereksi Gout dan hiperuricemia Disfungsi hati Penyakit paru obstruktif Sleep disorder breathing Abnormalitas tiroid Tabel 2. Komorbiditas umum non-kardiak 4. Pemberian terapi pada gagal jantung Pengetahuan • Pengetahuan yang menyeluruh terhadap panduan penanganan terkini (ESC dan ACC/AHA/HFSA), dari pencegahan hingga pengobatan gagal jantung tingkat akhir • Mengetahui farmakoterapi gagal jantung yang evidence based dengan trial terapi gagal jantung, termasuk efikasi, efek pada komorbiditas dan mortalitas, efek samping dan kontraindikasi • Mengetahui terapi baru yang dalam masa trial. Keterampilan yang ingin dicapai • Mendiskusikan regimen terapi serta pe­ rencanaan pengobatan dengan pasien • Mampu menginterpretasi uji klinis terapi gagal jantung • Menyusun terapi gagal jantung berdasar­ kan masing-masing individu dan tahap penyakit, termasuk penghentian dan titrasi obat jika perlu. Sikap • Bekerja sama dengan tim multi disiplin ilmu dalam memberikan, meningkatkan dosis dan mengawasi efek samping obat. Komunikasi secara intensif, khususnya, dengan keperawatan bidang gagal jan­ tung, apoteker dan dokter umum • Memberikan informasi rencana terapi secara efetif kepada pasien dan pengasuh kesehatan • Memberikan edukasi ke pasien tentang pilihan dan strategi terapi yang tepat. 5. Modifikasi gaya hidup Topik ini membahas: manajemen garam, cairan dan berat badan, aktifitas fisik, me­ ngendarai kendaraan bermotor, perjalanan, seks, imunisasi, rehabilitasi paliatif, manaje­ men diri sendiri, merokok dan alcohol, dan pekerjaan. Pengetahuan • Penilaian secara kritis terhadap peneli­ tian klinis terkait gaya hidup dan pena­ nganan non-terapi serta aplikasi klinis nya • Pentingnya pengaturan gaya hidup secara individual dan nasihat medis • Pencegahan terhadap gaya hidup yang dapat menyebabkan perburukan kon­ disi • Strategi dalam perawatan diri sendiri. • Pengenalan terhadap modalitas rehabili­ tasi dan aktifitas fisik • Pengenalan terhadap faktor kualitas hidup • Memahami pengetahuan, kemampuan dan alat yang dibutuhkan pasien dalam melakukan manajemen diri sendiri. Keterampilan yang ingin dicapai • Pengorganisasian, supervisi dan mem­ perbaharui edukasi pasien terkait akti­ fitas fisik • Mampu berinteraksi dengan publik dan pengasuh kesehatan • Mampu mengidentifikasi efek dari ketidakpatuhan terhadap modifikasi gaya hidup pada pasien • Memberikan intruksi dalam menjaga berat badan yang ideal dan mampu menginterpretasikan efek perubahan berat badan pada pejalanan dan gejala penyakit pasien • Mampu mengedukasi pasien dan keluar­ ga terkait gejala berbahaya, efek samping dan kemungkinan yang membahayakan dari penggunaan antithrombotic. (Bersambung ke hal.4) 4 211-KHUSUS/Thn.XXI/Nopember 2015 • Memiliki kemampuan untuk membuat/ mengorganisasi kelompok manajemen pasien • Menyesuaikan modifikasi gaya hidup dan pengaturan diri sesuai dengan masing-masing individu dan lingkungan tinggal • Memberikan modifikasi aktifitas fisik yang berfokus pada pasien • Meningkatkan kepatuhan pada terapi yang direkomendasikan dan mem­ fasilitasi implentasi dari modifikasi gaya hidup dan perawatan diri • Meningkatkan kemampuan pasien da­ lam menghadapi penyakit yang diderita seumur hidup • Mempromosikan gaya hidup sehat ter­ kait kebiasaan, perjalanan dan aktifitas seksual. Sikap • Cakap berkomunikasi dengan pasien dan pengasuh kesehatan • Mampu bekerjasama dengan perawat, dokter umum dan psikolog • Menyadari perbedaan antara efek fisio­ logis yang diharapkan dan efek yang terjadi. 6. Terapi alat pada gagal jantung Pengetahuan • Seleksi pasien yang tepat untuk terapi resinkronisasi jantung (CRT) dan de­ fibrillator berdasarkan evidence based medicinean pengetahuan terhadap panduan local dan internasional • Memiliki pemahaman dari kurikulum implantasi pacemaker pada bradikardia dan pengaturannya • Memahami komplikasi akut yang dapat muncul pada terapi alat, dan juga pada jangka menengah dan panjang • Memiliki pengetahuan yang detil pada cara kerja dan pengaturan defibrillator dan CRT pacemaker. Menyadari bahwa beberapa alat dapat digunakan untuk pemantauan jarak jauh • Mengetahui secara pasti tipe dan terapi dari aritmia yang muncul pada gagal jantung • Memiliki pengetahuan terhadap poten­ sial gangguan elektromagnetik yang dapat muncul pada alat terapi • Mengetahui indikasi ablasi AV node setelah CRT. Keterampilan, diharapkan mampu untuk: • Interpretasi ECG 12 lead, 24 hours Holter monitoring, dan alat skrining aritmia lainnya (seperti: implantasi loop recorder) • Menonaktifkan defibrillator dan pace­ maker • Melakukan penyelesaian masalah dasar pada alat • Identifikasi responden yang tidak sesuai untuk CRT • Perawatan pasien paska terapi alat, memastikan alur biventricular secara maksimal terpenuhi dan pasien mene­ rima terapi yang optimal dan sesuai bagi paska CRT • Memahami rekaman EGM intra kardiak yang didapat dari alat • Memberikan informasi yang berimbang terkait ratio keberhasilan, resiko, dan keuntungan dari CRT dan mampu memberikan alternative terapi, seperti: implant epicardial. Keterampilan ini harus didapat melalui: • Menghadiri klinik gagal jantung, dimana pasien memerlukan terapi alat yang kompleks (jumlah pasien minimal: 50 pasien) • Observasi dan membantu implantasi dari 5 alat CRT dan 3 alat ICD • Demonstrasi partisipasi peserta pelati­ han pada observasi atau membantu pasien di klinik paska CRT, dimana: o Alat CRT dan ICD dievaluasi dan pengaturannya dioptimalkan (30 pasien) o Ekokardiografi digunakan untuk mengatur AV (+/-VV) delay pada CRT (5 pasien) o Optimalisasi terapi obat pada paska CRT (>30 pasien). Sikap • Kemampuan untuk berkomunikasi dan bekerja sama dengan tenaga kerja ke­ sehatan lainnya, khususnya ahli elektro­ fisiologi jantung dan teknisi pengukuran fisiologis • Melakukan pendekatan tim pada implan pacemaker • Memberikan edukasi kepada pasien (serta keluarga/pasangan) terkait pilih­ an dan­strategi terapi yang sesuai • Memahami efek psikologis dari penyakit yang mucul pada pasien dan keluarga dan mampu mengelola dengan empati. 7. Pengawasan pada pasien gagal jantung Topik ini terkait dengan tindak lanjut medis, pengawasan diri serta pengawasan hemo­ dinamik dan telemonitor. • • • • • • Pengetahuan • Pengetahuan tentang keuntungan dan limitasi dari pilihan modalitas dalam mengobservasi pasien, untuk identifi­ kasi dan mencegah perburukan gagal jantung • Memahami cara observasi pasien me­ liputi berat badan, gejala klinis, bio­ marker, ekokardiografi, alat implan, dan tes fungsional seperti six minute walking test (6MWT) dan cardiopulmonary exer­ cise test (CPET) • Mengetahui modalitas baru (seperti ap­ likasi ilmu telemedicine, alat implant dan parameternya, serta biomarker untuk observasi pasien). • Keterampilan • Mendiskusikan pemantauan kondisi pada pasien, menjelaskan rencana pela­ poran gejala berbahaya, dan menentukan interval control ulang • Dapat menyusun rencana dan interpre­ tasi untuk observasi kondisi pasien. • Dapat mendeteksi kemunduran kondisi pasien, dan mengobati secara tepat. • Sikap • Mampu berinteraksi dengan tim multi disiplin ilmu dalam menginterpretasi variabel yang diobservasi • Memberikan edukasi yang efektif bagi pasien dan pengasuh kesehatan tentang pilihan dan rencana observasi yang se­ suai. 8. Gagal jantung akut Pendahuluan Gagal jantung akut (GJA) didefinisikan sebagai onset cepat dari munculnya gejala dan tanda dari kongesti paru dan/atau hipoperfusi perifer, yang membutuhkan terapi secepatnya. GJA merupakan sindro­ ma yang sangat heterogen, dapat meliputi dekompensasi akut dari gagal jantung kro­ nik atau merupakan presentasi klinis yang baru. Ini merupakan tantangan bagi dokter dan, secara paradox, pengobatan GJA masih secara empiris karena kurangnya data dari percobaan klinis secara acak. Modul ini ditujukan untuk mengembangkan pengeta­ huan dan keterampilan yang didapat pada kurikulum dasar dari gagal jantung. Pengetahuan • Epidemiologi, patofisiologi dan progno­ sis dari sindroma GJA. • Mengetahui berbagai karakteristik dari sindroma GJA: kondisi klinis yang dapat meliputi dari edema paru yang memati­ kan atau syok kardiogenik hingga kon­ disi, yang umumnya, ditandai dengan perburukan edema perifer. • Pengetahuan tentang pemeriksaan untuk GJA dan limitasinya • Diagnosis dan pemeriksaan GJA • Evaluasi prognosis • Mengetahui terapi dan tujuan manaje­ men GJA berdasarkan percobaan klinis acak dan panduan. • Memahami kurangnya data terkait GJA • Faktor yang menimbulkan eksarse­ basi pada gagal jantung kronik atau menyebabkan munculnya gejala baru. Keterampilan • Evaluasi menyeluruh pada pasien: ri­ wayat, pemeriksaan fisik, ECG 12 lead, biomarker, status elektrolit, pemerik­ • • • • saan biokimia dasar, analisa gas darah, pemeriksaan radiografi dada, termasuk limitasi dari pemeriksaan penunjang Evaluasi dari faktor pencetus Kemampuan untuk melakukan dan meng­e valuasi pemeriksaan ekokar­ diografi secara komprehensif Mampu melakukan, interpretasi, dan mengetahui limitasi dari kateterisasi bilik kanan jantung Memahami metode pengawasan hemo­ dinamik invasif dan non-invasif lain­ nya Menentukan penggunaan terapi yang tepat: diuretik loop, opiate, nitrat, ino­ trop, manajemen cairan dan elektrolit, bantuan sirkulasi dan pernapasan, terapi pengganti ginjal Memahami indikasi dari penggunaan alat ventilasi non-invasif Mengendalikan faktor pencetus: obat, infeksi, iskemik, aritmia, dan faktor reversibel lainnya Memikirkan penggunaan dan modifikasi dari terapi gagal jantung kronik yang biasa digunakan Peserta pelatihan, setidaknya, harus memahami indikasi dan fungsi dari intra-aortic balloon pump (IABP). Secara ideal, peserta diharapkan terlatih dalam menggunakan IABP Mengetahui indikasi dari bantuan he­ modinamik dan mechanical circulatory support (MCS) jangka pendek lainnya pada infark miokard yang kompleks, syok kardiogenik, dan kondisi berbahaya lainnya Memahami indikasi dan kegunaan alat ultrafiltrasi perifer yang portable Mampu mengidentifikasi pasien yang memerlukan terapi paliatif. Sikap • Mampu berdiskusi dan bekerjasama dengan tenaga kerja profesional lain­ nya, khususnya intensivist, spesialis kegawatdaruratan, internis, nefrologis, ahli bedah thorak • Keterampilan dalam berkomunikasi dengan pasien dengan penyakit akut dan keluarga/pengasuh kesehatan, meng­ hargai dampak psikologis dari penyakit pasien pada pasien dan keluarga, serta mampu menangani dengan empati Evaluasi awal • Riwayat gagal jantung atau sebelumnya gagal jantung • Pemeriksan fisik (penilain kongesti paru atau perifer, evaluasi perfusi perifer) • EKG abnormal • X Ray dada yang abnormal • Analisa gas darah/saturasi oksigen • Kimia darah (penanda gangguan ginjal atau hati) • Hitung darah • Level natriuretic peptides plasma, dan biomarker lainnya (contoh: troponin) • Ekokardiografi (serta Doppler konvensional atau teknik TDI) Penilaian etiologi dan derajat kegawatan melalui pemeriksaan yang sesuai dan rencana terapi • Kateterisasi bilik jantung kanan, bila diindikasikan • Coronary angiography, sesuai indikasi • MRI • Teknik lain (seperti CT scan) sesuai dengan indikasi klinis Tabel 3. Evaluasi klinis dan laboratorium pada curiga GJA a. Segera (IGD, ICU, ICCU) • Meringankan gejala • Perbaikan oksigenasi • Meningkatkan perfusi organ perifer • Memperbaiki hemodinamik sentral • Menghindari kerusakan organ vital • Stabilisasi kondisi klinis dan optimalisasi terapi intravenous • Melimitasi lama rawat di ICU/CCU b. Intermediate (cardiology ward) • Memulai, secara tepat, peningkatan dosis obat oral yang digunakan dalam jangka waktu lama (contoh: ACE inhibitors, beta-blockers) • Mendeteksi subpopulasi yang memerlukan CRT dan/atau ICDs • Meminimalisir lama waktu rawat inap c. Sebelum rawat jalan dan manajemen jangka panjang • Optimalisasi status cairan sebelum rawat jalan • Memastikan stabil secara klinis • Merujuk pada klinik gagal jantung dan pusat rehabilitasi jantung • Memberikan edukasi dan instruksi tentang modifikasi gaya hidup • Mencegah eksarsebasi akut dari gagal jantung • Mendukung status psikososial • Meningkatkan kualitas hidup dan prognosis Table 4. Target terapi GJA (modifikasi dari ESC Guidelines) • Menggunakan pendekatan tim • Evaluasi hasil. 9. Peran dalam tim multi disiplin ilmu Pengetahuan • Dapat menentukan perlunya pelayanan multidisiplin • Mengetahui bukti yang mendukung peran pentingnya dalam manajemen gagal jantung • Memahami panduan internasional, na­ sional dan lokal untuk gagal jantung. Keterampilan, mampu untuk: • Membentuk dan berperan serta dalam tim multidisiplin • Membentuk dan menjalankan klinik gagal jantung • Mengorganisasi dan memimpin per­ temuan multi disiplin untuk mendiskusi­ kan perawatan pasien • Menyusun panduan lokal untuk gagal jantung • Menyusun kasus bisnis untuk pening­ katan pelayanan gagal jantung • Sebagai pemimpin klinis untuk gagal jantung pada badan konsultan kardiologi di institusi • Menyusun, mengorganisasi dan men­ jalankan program pengembangan pen­ didikan yang berkelanjutan terkait gagal jantung untuk tim lokal. Sikap • Kemampuan untuk berkomunikasi dan interaksi dengan anggota tim multidi­ siplin: perawat khusus gagal jantung, pengasuh geriatrik dan dokter umum, dokter perawatan primer, layanan pera­ watan paliatif dan apoteker • Menyusun pendekatan yang dapat memperluas pelayanan pasien, seperti: mampu mengkoordinasikan pelayanan di sektor pelayanan primer, sekunder dan tersier. Keterampilan diatas harus dicapai oleh peserta pelatihan dibawah bimbingan kardiologis yang telah memimpin tim gagal jantung multi-profesional selama, sedikitnya, 6 bulan. Selama periode tersebut peserta harus mengikuti MDTS (setidaknya 25), menjalankan klinik gagal jantung (20), memiliki pengalaman pada rawat jalan dan rawat inap dengan perawatan geriatrik (10 ronde ruangan dan 10 klinik), dan berpar­ tisipasi pada klinik di tingkat pelayanan primer (dijalankan oleh doker umum dan perawat spesialis). Modul khusus 10.Pencitraan- ekokardiografi dan CMR Modul ini menjelaskan ketentuan bagi pe­ serta pelatihan yang telah menyelesaikan program gagal jantung dasar dan ingin mendalami kompetensi di bidang penci­ traan bagi gagal jantung. Pencitraan, terutama ekokardiografi, adalah pendukung utama dalam mengevaluasi penyebab dan mekanisme gagal jantung. Pengobatan dan manajemen gagal jantung dapat ditetapkan langsung berdasarkan interpretasi yang akurat dari pemeriksaan ini. Maka dari itu, spesialis gagal jantung dengan kemampuan lanjutan di bidang pencitraan sangat diperlukan. Akan tetapi, ekokardiografi tetap bergantung pada ope­ rator, sehingga kandidat harus memiliki pengetahuan anatomi jantung dan patofi­ siologi yang mendalam disertai dengan keterampilan yang sesuai. Ekokardigrafi adalah investigasi lini per­ tama dalam penilaian anatomi, fisiologi dan gerakan jantung. Namun, kualitas gambar dapat buruk pada beberapa pasien, sehingga pendekatan multimodalitas diper­ lukan dengan penggunan kontras atau cardiovascular magnetic resonance (CMR). Peserta dapat memilih untuk selanjutnya fokus pada ekokardiografi atau CMR. Pengetahuan • Memiliki pengetahuan terperinci me­ ngenai berbagai teknik pencitraan da­ lam memilih metode pencitraan akurat secara optimal, untuk mengidentifikasi penyebab dan mekanisme gagal jan­ tung • Mampu menggunakan kemampuan diagnostik yang telah divalidasi dan 5 211-KHUSUS/Thn.XXI/Nopember 2015 banyak digunakan untuk mengidenti­ fikasi penyebab dan menentukan ting­ kat keparahan penyakit jantung dalam rangka menyusun manajemen klinis pasien • Memiliki pengetahuan terperinci gejala dari berbagai etiologi, dan faktor yang berpotensi reversibel • Spesialis gagal jantung/eko harus me­ miliki pengertian yang komprehensif terhadap teknik, mampu melakukan dan mengawasi modalitas yang terdaftar • Spesialis gagal jantung/CMR harus memiliki pengertian yang komprehensif terhadap teknik, mampu melakukan dan mengawasi modalitas yang terdaftar. Keterampilan • Interpretasi yang lebih baik pada ekokar­ diografi/CMR • Merujuk pasien yang sesuai untuk dila­ kukan CMR, ekokardiografi lanjutan, pemeriksaan radioisotop, angiogram koroner dan CT jantung • Menunjukkan bahwa peserta telah ber­ partisipasi dalam pemeriksaan pasienpasien yang mencangkup seluruh etio­ logi gagal jantung • Mendapatkan akreditasi dalam trans­ thoracic echocardiography (EAE atau setara nasional), dan kompeten menjadi operator independen ekokardiografi, atau kompetensi level 2 pada CMR. Keterampilan ini didapatkan dengan be­ kerja secara full time pada bagian pencitraan dari pelayanan tersier terakreditasi dengan volum pasien tinggi, selama minimal 12 bulan. Hal ini dapat dicapai disaat yang bersamaan dengan pemenuhan kompetensi modul dasar. Bagi kandidat yang ingin memiliki pengalaman di dua modalitas pen­ citraan, disarankan termasuk sedikitnya se­ lama 6 bulan ekokardiografi dan CMR (atau modalitas pencitraan CMR lainnya, CT, nuklir, PET) selama sedikitnya 3 bulan. Kandidat yang memilih modul eko lan­ jutan harus memiliki kompetensi yang sesuai (European/nasional) pada TOE dan stress echocardiography. Demikian juga, kompetensi sesuai dengan CMR lanjutan harus dimiliki oleh para kandidat yang ingin spesialisasi di bidang CMR. Peserta yang memilih pendalaman di CMR harus mendapatkan keterampilan ekokardiografi dasar di kurikulum inti. Sikap • Mengenali pentingnya penggunaan pencitraan dalam diagnostik, penentuan prognosis, terapi dan pengkajian ulang • Mempresentasikan dan berdiskusi ten­ tang pencitraan dengan ahli bedah, ahli intervensi dan klinisi lain yang turut dalam manajemen pasien • Mampu memimpin pertemuan penci­ traan multi disiplin • Berpartisipasi pada audit reguler • Mampu menjelaskan teknik pencitraan kepada pasien secara tepat dan mendis­ kusikan hasil dari pemeriksaan. • Penilaian diameter, volume dan massa • Hemodinamik noninvasif dari eko-doppler o Pengukuran volum dan aliran, aliran normal antegrade intrakardiak, penilaian tekanan dalam jantung, continuity equation, pressure half time method, proximal isovelocity surface area (PISA), penilaian kontraktilitas (dP/dt) • Penilaian fungsi sistolik Menentukan fungsi LV, fungsi sistolik LV secara global, fungsi sistolik LV secara regional, ketergantungan antara ventrikel kanan dan kiri, fungsi sistolik ventrikel kanan secara global, speckle tracking untuk global strain. Penilaian fungsi diastolic o Echo-doppler untuk mengetahui fungsi diastolik LV Penilaian kardiomiopati Penilaian valvulopathies dan katup artificial Stress echocardiography, basic principles Transesophageal echo, prinsip dasar Ekokardiografi kontras dan pencitraan jaringan, prinsip dasar Real-time three-dimensional echocardiography, prinsip dasar Doppler jaringan dan speckle tracking, prinsip dasar Prinsip dari penilaian kualitas di ekokardiografi, prinsip dasar o • • • • • • • • • Tabel 5. Pengetahuan dan modalitas ekokardiografi. Item merujuk pada silabus dasar bagi akreditasi pada TEE oleh EAE, dapat ditemukan detil lengkapnya CMR: CMR memberikan penghitungan disfungsi sistolik secara akurat, dan dapat membantu menentukan etiologi, prognosis dan terapi. CMR memiliki kelebihan pada gambaran karakteristik jaringan dan per­ fusi. Akan tetapi, CMR tidak sesuai untuk penilaian anatomi pada pasien dengan potensial penyakit koroner, pemeriksaan CT jantung atau percutaneous coronary angiography lebih disarankan. Modul CMR bagi kardiologis khusus gagal jantung, me­ mungkinkan kardiologis untuk melaporkan CMR pada pasien dewasa dengan sindroma gagal jantung. • Teknik CMR o Keamanan dengan strenal wire, stent dan katup prostetik jantung. Saat ini tidak ada keamanan pada ICD dan pacemaker, dan intracardiac clip. o Aman bila eGFR > 30mL/min o Studi terkait volum, massa dan fungsi, prinsip dasar o Late gadolinium enhancement imaging (LGE) untuk menilai luka pada mokardiak setelah infark, kardiomiopati, atau miokarditis. • Teknik tambahan o Aliran darah miokardial untuk menilai shunt, penyakit katup dan penyakit jantung congenital o Penghitungan iron jantung pada kelebihan iron (seperti: Thalassemia) o Pencitraan T2-weighted menilai edema pada miokarditis akut, sarkoidosis dan infark o Pencitraan T1-weighted menilai penyakit peri­ kard, massa dan lemak miokard pada ARVC o Pencitraan real time saat respirasi untuk menilai paralisis diafragma dan kontriksi perikard o Stress imaging menilai vasodilatasi atau inotropic stress menilai iskemik atau viabilitas o Karakteristik jaringan pada kardiomiopati yang diturunkan seperti Fabry, dilated cardiomyopathy, hypertrophic cardiomyopathy, ARVC, dan noncompaction o Karakteristik jaringan pada kardiomiopati yang didapat karena amiloidosis, sarkoidosis, mio­ karditis, iron overload, penyakit eosinofilik dan Chagas disease o Karakteristik jaringan pada tumor jantung o Pencitraan paska kontras (LGE) menilai thrombus dan sumbatan mikrovaskular o LGE untuk perfusi, pencitraan viabilitas dan memperkirakan respons dari revaskularisasi dan biventricular pacing o Pencitraan anatomi katup dengan kualitas tinggi pada pencitraan echo acoustic yang buruk Tabel 6. CMR modalitas 11.Terapi alat implan Modul ini menjelaskan tentang ketentuan bagi kandidat yang telah menyelesaikan program dasar gagal jantung dan ingin meneruskan spesialisasi di bidang terapi alat. Pada banyak negara di Eropa implantasi alat dilakukan oleh spesialis elektrofisiolo­ gis atau ahli bedah. Akan tetapi, semakin banyak negara implantasi ICD dan CRT dilakukan oleh kardiologis. Oleh karena itu, modul ini menjelaskan cakupan ilmu, kete­rampilan dan sikap yang harus dikuasai oleh ahli gagal jantung untuk dapat melaku­ kan implantasi alat. Modul ini dicanangkan membutuhkan waktu setidaknya 12 bulan dalam penyele­ saiannya, termasuk di dalamnya pelatihan di pusat implantasi terakreditasi dengan volume pasien yang tinggi. Cakupan ilmu -- memperluas ilmu yang telah didapatkan pada pelatihan dasar ga­ gal jantung, ditambah dengan kompetensi yang didapat dari modul 6, para kandidat diharapkan mampu untuk: • Pengetahuan kerja tentang prinsip pac­ ing, anatomi jantung dan rongga dada, sistem konduksi dan gangguannya • Mengerti secara jelas indikasi dari pe­ masangan alat pacu/ICD/CRT dan juga komplikasi yang dapat timbul (serta penyelesaian yang diperlukan) • Pengetahuan kerja tentang terapi yang sudah ada dan yang sedang dikembang­ kan, terutama terkait CRT, pentingnya pemilihan lead dan sasaran pembuluh yang tepat. Keterampilan • Pemeriksaan pasien dan pemilihan terapi alat yang tepat • Telah memperoleh kompetensi dasar terapi alat (kurikulum dasar) • Memiliki keterampilan untuk melakukan implantasi yang aman, teknik aseptic, dan mampu melakukan teknik cephalic, subclavian dan axillary • Melakukan pemberian antikoagulan peri operatif secara tepat (seperti: katup mekanik) • Rasio komplikasi yang rendah, dan memiliki kemampuan dalam menangani komplikasi • Mampu untuk melakukan ICD, minimal­ isir RV pacing (kecuali pada CRT dimana alat deprogram untuk memaksimalkan biventricular pacing), terapi takikardia, dan memilih algoritme yang tepat dalam membedakan VT dan SVT • Menguasai gangguan dasar pada terapi alat untuk mengetahui kerusakan pada lead atau alat, terapi yang tidak tepat, atau memerlukan ablasi lanjutan (contoh pada fibrilasi atrial). Keterampilan ini diperoleh melalui: • Melakukan pelayanan pada klinik gagal jantung, dimana pasien diseleksi untuk menjalani terapi alat (minimal 75 pasien) • Sebagai operator utama pada minimal 100 implantasi pacemaker • Sebagai operator utama pada minimal 25 implantasi ICD* • Sebagai operator utama pada sedikitnya 30 implantasi CRT* • Memiliki pengalaman dalam menangani komplikasi dari pacing: o Pericardiocentesis o Aspirasi pleura/chest drain o Manajemen luka o Menghindari stimulasi nervus fre­ nikus melalui manipulasi lead atau program • memiliki pengalaman berpartisipasi pada klinik follow up paska CRT, di­ mana: o CRT/ICD dilakukan dan optimalisasi program dilakukan (75 pasien) o Ekokardiografi digunakan untuk menyetel AV(+/-VV) delay pada CRT (50 pasien) o Terapi obat dioptimalisasi paska CRT (50 pasien). *2014 target dari EHRA Sikap • Kemampuan untuk berkomunikasi dan bekerja sama dengan tenaga kerja profesional lainnya, terutama ahli elek­ trofisiologis dan tenaga pengukuran fisiologis • Melakukan pendekatan secara tim • Memberikan edukasi ke pasien tentang pilihan terapi yang sesuai dan menjelas­ kan rencana terapi • Memahami efek psikologis dari penyakit pasien kepada pasien dan keluarga, serta dapat menangani dengan empati • Menilai komplikasi jangka panjang. Meskipun pilihan terapi yang direko­ mendasikan terbatas, kecepatan kandidat me­­­ngem­b angkan keterampilan dapat berbeda. Sehingga, penting bagi kandidat untuk memperoleh kesempatan berparti­ Pengetahuan sipasi pada seluruh aspek terapi sebanyakbanyaknya. (lihat Tabel 7.) 12.Modul bagi spesialis jantung untuk pena­ nganan pasien yang menjalani transplantasi jantung dan MCS. Modul ini menjelaskan persyaratan yang harus dipenuhi oleh kandidat setelah mela­ lui program dasar gagal jantung dan ingin mengembangkan lebih lanjut kompetensi di bidang manajemen gagal jantung. Diharapkan modul ini diselesaikan dalam waktu sedikitnya 12 bulan, dan termasuk pelatihan dalam penilaian pasien dan mana­ jemen lanjutan pada transplantasi jantung (CTx) dan mechanical circulatory support (MCS), di pusat jantung terakreditasi de­ ngan volume pasien yang tinggi. Pengetahuan • Epidemiologi dan patofisiologi dari gagal jantung lanjut • Anatomi dan patofisiologi dari jantung yang ditranplantasi • Indikasi (umum dan khusus) dari trans­ plantasi jantung/ implantasi MCS (left and right ventricle assist devices) • Kontraindikasi dari terapi CTx dan MCS • Pengetahuan terperinci terkait data re­ gister INTERMAC dan korelasinya pada hasil MCS • Penanda prognosis pada gagal jantung lanjut dan membantu memberikan gam­ baran pada terapi obat, CTx dan MCS • Karakteristik teknis dari alat MCS • Komplikasi paska operasi dan jangka panjang dari terapi CTx dan MCS • Perawatan penolakan graft dan paska operasi dari pasien CTx dan MCS • Adaptasi psikologi dari pasien paska implantasi Ctx dan MCS • Rehabilitasi setelah prosedur • Perawatan paliatif pada pasien gagal jantung lanjut • Pendekatan multi-profesional pada pemilihan dan perawatan setelah CTx dan MCS. Keterampilan • Mampu melakukan penilaian, pemilihan dan penolakan pasien untuk terapi CTx dan MCS • Merencanakan pemeriksaan pre-CTx serta mengkoordinasi dan supervise fase pre-CTX termasuk penilaian invasif berulang • Interpretasi cardiopulmonary exercise test • Melakukan scoring keselamatan (Heart Failure Survival dan Seattle heart Failure Model) • Melakukan evaluasi komprehensif dari disfungsi bilik jantung kanan (termasuk kateterisasi jantung kanan, strategi dari manajemen hipertensi pulmonal dan Pengetahuan dasar Ahli implantasi alat Anatomi Anatomi jantung X Sistem konduksi X Sistem saraf pusat X Sinus koroner X X X X Patologi Penyakit sistem konduksi X X Teknologi Prinsip pacing Teknologi lead dan baterai X X X X Program Menjalankan pacing mode X Mengnon-aktifkan komponen defibrillator X Menilai derajat pacing RV/BiV X EGM ICD discriminator X X X X X Keterampilan Teknik aseptic/ rejimen antibiotic X Anesthesia lokal yang tepat Pendekatan yang aman untuk mendapat akses vena aksila, sefalik, atau subklavia Implantasi lead dan alat yang aman, dengan rasio komplikasi yang rendah Penyelesaian dari masalah lead Mengelola komplikasi, contoh: tamponade X Kompetensi menyelesaikan masalah dasar dan mengatur alat (termasuk echo optimization of CRT) X X X X Sikap Pendekatan bedah yang tepat Pendekatan tim Menilai komplikasi jangka panjang X X X Kompetensi utama Sistem pacemaker ICDs Observasi >3 CRT Observasi >5 Penilaian klinis untuk terapi alat >50 pasien Klinik follow up untuk optimalisasi terapi obat >30 pasien Optimalisasi eko >5 pasien X X X X Implantasi >100 Implantasi >25 Implantasi >30 >75 pasien >30 pasien >20 pasien Table 7. Cakupan ilmu, keterampilan dan sikap yang diharapkan pada spesialis gagal jantung dan implant alat 6 211-KHUSUS/Thn.XXI/Nopember 2015 penanda non invasif derajat disfungsi bilik jantung kanan) Mengelola pemberian antikoagulan pada pasien MCS Melakukan evaluasi status nutrisi Mengendalikan komplikasi paska ope­ rasi Penggunaan terapi immunosupresi Melakukan dan interpretasi biopsi jan­ tung pada penolakan allograft Berfungsi sebagai anggota, dan juga mampu memimpin, tim multidisiplin. pasien diseleksi untuk terapi alat lanjut (minimal: 50 pasien) • Mengelola pasien yang telah menjalani tranplantasi jantung (setidaknya 15, setidaknya 10 diantaranya sejak awal ra­ wat inap, hingga perawatan pre operatif dan paska operatif) • Mengelola pasien gagal jantung dengan mechanical circulatory support (sedikit­ nya 15, 10 diantaranya telah dikelola sejak perawatan peri operatif dan juga rawat jalan). pada pasien dan pengasuh kesehatan • Kemampuan untuk berkomunikasi dan berkolaborasi dengan tenaga kerja profesional lainnya, terutama ahli bedah jantung dan thoraks, intensivist, perawat paliatif care, teknisi MCS, dan perawat spesialis Keterampilan ini didapatkan melalui: • Melakukan pelayanan pada klinik transplantasi jantung/MCS, dimana Sikap • Memahami efek dari pemeriksaan dan terapi tranplantasi jantung dan MCS • Memberikan edukasi kepanada pasien dan pengasuh kesehatan terkait perawa­ tan paska operatif MCS dan CTx • • • • • • • Menjelaskan keuntungan dan kerugian dari terapi gagal jantung lanjut bagi pasien dan pengasuh kesehatan • Membentuk dan memimpin tim multi­ disiplin • Memahami pentingnya program re­ habilitasi yang sesuai dan dukungan psikososial bagi pasien, serta mampu memfasilitasi bagi perawatan ini • Menilai komplikasi jangka pendek dan panjang. Demikian kurikulum ini dibuat berdasarkan referensi dari Heart Failure Association ESC yang dipimpin oleh Prof Gerasimo Fillipatos yang akan membantu Pok Ja Gagal Jantung PERK dalam pelaksanaan pelatihan selajut­ nya. Apabila ada kekurangan dan revisi akan dilakukan konsultasi dengan berbagai pihak di Kolegium PERKI. POKJA: GJ-PH-CARMET Pedoman Praktek Klinis Hipertensi Pulmonal 2015 1. Pendahuluan Hipertensi Pulmonal (HP) adalah sebuah keadaan hemodinamik dan patofisiologi di­ mana terjadi peningkatan rerata pulmonary arterial pressure (PAP) > 25 mmHg ketika istirahat yang dilakukan melalui Kateteri­ sasi Jantung Kanan (KJK) (Tabel 1). HP juga dapat diperkirakan dengan ekokardiografi doppler, walaupun hal ini dapat memberikan hasil diagnosis positif palsu dan negatif palsu. (Tabel 2) HP dapat ditemukan pada kondisi klinis yang bermacam-macam, dimana telah diklasi­ fikasi menjadi 6 grup klinis dari HP dan tipe HPA berbeda yang lain. (Tabel 3) Sebuah algortime diagnosis disediakan untuk memfasilitasi identifikasi dari grup klinis dari HP secara spesifik dan berbagai macam tipe HPA (gambar 1) Strategi pengobatan berbeda-beda diantara 6 grup klinis tersebut. HPA- grup 1 adalah satu satu­nya grup klinis dengan terapi obat yang spesifik dan telah terdapat algoritme pengobatan yang sudah memiliki evidencebased (gambar 2); definisi untuk mengevaluasi tingkat keparahan darri kondisi pasien, target pengobatan, dan strategi follow up juga telah tersedia. Fitur tertentu dari berbagai macam Tabel 1: Definisi hemodinamik dari HP yang didiagnosis melalui KJK* Definisi Karakteristik Hipertensi Pulmonal (HP) Rerata PAP > 25 mmHg Grup Klinis** Semua HP Pre Kapiler Rerata PAP > 25 mmHg PAWP < 15 mmHg CO normal atau tereduksi^ 1. Hipertensi Pulmonal Arterial 3. HP karena panyakit paru 4. HP Tromboembolik Kronis 5. HP yang tidak jelas atau multifaktorial HP Post Kapiler Rerata PAP > 25 mmHg PAWP > 15 mmHg CO normal atau tereduksi^ 2. HP karena penyakit jantung kiri HP Post Kapiler Terisolasi DPG < 7 mmHg dan/atau PVR < 3 WU Kombinasi dari HP Post Kapiler dan Pre Kapiler DPG > 7 mmHg dan/atau PVR > 3 WU CO=cardiac output ; PAP=pulmonary arterial pressure ; PAWP=Pulmonary Arterial Wedge Pressure ; DPG=Diastolic Pressure Gradient (Diastolic PAP – mean PAWP) ; WU=Woods Unit * semua nilai diukur saat istirahat ** sesuai dengan tabel 2 ^ CO yang tinggi dapat timbul pada kondisi hiperkinetik systemic to pulmonary shunts (hanya pada sirkulasi pulmonal), anemia, hipertiroidisme Tabel 2. Klasifikasi Klinis dari Hipertensi Pulmonal yang telah diperbarui (Nice,2013) tipe HPA pada pasien pediatrik, juga telah ditekankan. Diagnostik klinis dan karakteristik dari terapi yang spesifik dari masing masing grup 2, 3, dan 4 sedang didiskusikan. 2. Definisi (lihat Tabel 1.) Definisi dari HP pada olahraga tidak dapat didefinisikan akibat dari kurangnya data-data penelitian yang mampu menunjukan tinggi rerata PAP tertentu yang memiliki implikasi prognosis. Oleh karena itu, penggunaan HP pada olahraga sebaiknya ditinggalkan. 3. Klasifikasi Klinis dari Hipertensi Pulmonal Kondisi klinis dengan HP terklasifikasi menjadi 6 grup dengan perbedaan patologis, patofisiologi, prognosis, dan terapi. (lihat Tabel 2.) Klasifikasi dari Penyakit Jantung Bawaan (PJB) menyebabkan HPA membutuhkan versi klinis (tabel 4) dan patofisiologikal (terdapat pada versi lengkap dari guideline) dengan tujuan untuk membedakan pasien secara lebih detail. (lihat Tabel 3.) 4. Diagnosis Hipertensi Pulmonal (HP) Diagnsosis HP harus dipertimbangkan sebagai diagnosis banding dari gejala iskemia seperti angina, sinkop, sesak nafas saat akti­ vitas, dan atau pembatasan kapasitas latihan beban yang progresif, terutama pada pasien tanpa faktor risiko kardiovasckular dan per­ napasan yang jelas. Perhatian khusus harus diarahkan pasien dengan faktor risiko. (lihat Tabel 4.) 4.1. Algoritme Diagnosis Pasien dicurigai HP apabila memiliki gejala, tanda, dan riwayat ke arah HP seperti dijelas­ kan sebelumnya disertai dengan pemeriksaan ekokardigrafi untuk menentukan perkiraan HP (tabel 5 dan tabel 6). Bila didapatkan perkiraan HP tinggi atau sedang maka diper­ lukan pemeriksaan lanjutan untuk HP berupa anamnesis, pemeriksaan fisik, EKG, rontgen dada, tes fungsi paru, HRCT scan dada untuk mengidentifikasi HP grup 2 ataupun grup 3. Bila ditemukan HP ke arah grup 2 maupun 3 maka disarankan untuk memeriksan fungsi jantung kanan. Apabila tidak terdapat gang­ guan jantung kanan, maka kita dapat me­ ngobati penyakit dasar. Namun bila terdapat gangguan jantung kanan, maka disarankan untuk merujuk ke pusat HP. Bila tidak dapat menegakkan diagnosis HP grup 2 atau 3, maka direkomendasikan untuk melakukan V/Q scan di pusat HP. Bila ditemukan defek segmental maka direkomendasikan untuk melakukan pemeriksaan KJK angiografi pulmonal dan CT angiografi pulmonal untuk menegakan HPTEK (grup 4). Bila tidak ditemukan defek segmental pada V/Q scan, maka dilakukan KJK untuk menegakan diagnosis HP. Apabila diagnsosis HP tegak dengan KJK, maka diperlukan pe­ meriksaan HP spesifik lanjutan. (lihat Tabel 5.) Tabel 3: Klasifikasi klinis HP akibat Penyakit Jantung Bawaan 1. Hipertensi Pulmonal Arterial (HPA) 1.1. Idiopatik 1.2. Keturunan 1.2.1. BMPR2 1.2.2. ALK-I, endoglin, SMAD9, CAV1, KCNK3 1.2.3. tidak diketahui 1.3. Induksi obat atau racun 1.4. Terasosisasi dengan (APAH) 1.4.1. Penyakit jaringat ikat 1.4.2. HIV 1.4.3. Hipertensi Portal 1.4.4. Penyakit Jantung Kongenital 1.4.5. Schistosomiasis A. Sindrom Eisenmenger’s Sindrom Eisenmenger mencakup semua systemik to pulmonary shunts karena cacat besar yang mengarah ke peningkatan berat di PVR dan menghasilkan systemic to pulmonary shunts atau shunt dua arah. Sianosis, erythrocytosis, dan keterlibatan organ multiple masih ada. 1’. Penyakit vena oklusif pulmonal dan hemangiomitosis kapiler pulmonal D. HP setelah koreksi dengan operasi jantung Dalam kasus ini, penyakit jantung bawaan telah diperbaiki tapi HPA masih ada segera setelah operasi atau telah kambuh beberapa bulan atau tahun setelah operasi tanpa adanya lesi yang signifikan pasca operasi sisa bawaan atau cacat yang berasal sebagai sequela operasi sebelumnya. 1”. Hipertensi Pulmonal Persisten dari Neonatus 2. Hipertensi Pulmonal karena Penyakit Jantung Kiri 2.1. Disfungsi sistolik 2.2. Disfungsi diastolik 2.3. Penyakit katup 2.4 Penyakit Jantung Kongenital/ obstruksi outflow atau inflow tract dari jantung kiri / dan kardiomiopati kongenital 3. Hipertensi Pulmonal karena Penyakit Paru dan atau Hipoksemia 3.1. Penyakit paru obstruktif kronis 3.2. Penyakit paru interstisial 3.3. Penyakit paru lainnya dengan pola gabungan dari obstruktif dan restriktif 3.4. Gangguan pernafasan tidur 3.5. Gangguan hipoventilasi alveolar 3.6. Paparan kronis terhadap ketinggian 3.7. Kelainan tumbuh kembang paru 4. Hipertensi Pulmonal Tromboembolik Kronis dan obstruksi arteri pulmonal lainnya 4.1. Hipertensi Pulmonal Tromboembolik Kronis 4.2. Obstruksi arteri pulmonal lainnya 4.2.1. Angiosarcoma 4.2.2. Tumor intravascular lainnya 4.2.3. Arteritis 4.2.4. Stenosis arteri pulmonal kongenital 4.2.5. Parasit (hydatidosis) 5. HP yang tidak jelas dan atau dengan penyebab multifactorial 5.1. Gangguan hematologis: gangguan mieloproliferatif, splenektomi. 5.2. Gangguan sistemik: sarkoidosis, paru sel Langerhans histiocytosis, lymphangioleiomyomatosis, neurofibromatosis, vaskulitis 5.3. Gangguan metabolisme: penyakit penyimpanan glikogen, penyakit Gaucher, gangguan tiroid 5.4. Lain-lain: obstruksi tumoural, fibrosing mediastinitis, gagal ginjal kronis yang menjalani dialysis, hipertensi pulmonal segmental ALK-1 activin receptor-like kinase 1 gene; SMAD9 contraction of Sma and Mad (Mothers against decapentaplegic); CAV1 caveolin type 1; KNCK3 human potassium channel subfamily K member 3; APAH associated pulmonary arterial hypertension; BMPR2 bone morphogenetic protein receptor type 2; HIV human immunodeficiency virus; PAH pulmonary arterial hypertension. B. HP terasosiasi dengan systemic to pulmonary shunts Pada pasien ini dengan cacat sedang atau besar, peningkatan PVR adalah ringan sampai sedang, systemic to pulmonary shunts sebagian besar masih ada, dan tidak ada sianosis muncul pada saat istirahat. C. HP dengan kelainan minimal Dalam kasus dengan cacat kecil (biasanya defek septum ventrikel, 1 cm dan defek septum atrium, 2 cm diameter masih efektif dinilai oleh echocardiography) gambaran klinis sangat mirip dengan HPA idiopatik. Tabel 4: Tingkat risiko obat dan racun diketahui menyebabkan HPA Definitif • Aminorex • Fenfuramin • Dexfenfuramine • Toxic Rapeseed Oil • Benfluorex • Inhibitor re-uptake serotonin selektif Kemungkinan besar • Amphetamine • Dasatinib • L-Tryptophan • Metamphetamine Mungkin • Kokain • Phenilpropanolamine • St.John Wort • Amphetamine-like drugs • Interferon α dan β • Chemotherapeutic Agent (Cyclophosphamide) Tabel 5. Kriteria perkiraan untuk memperkirakan adanya HP berdasarkan peak velocity dari regurgitasi trikuspid regurgitasi dan tekanan PA sistolik dihitung melalui Doppler saat istirahat (dengan asumsi tekanan atrium kanan normal 5 mmHg) dan pada variabel tambahan sugestif HP melalui ekokardiografi Diagnosis Ekokardiografi: Perkiraan bukan HP Kecepatan regurgitasi trikuspid < 2.8 m/s, tekanan PA sistolik < 36 mmHg, dan tidak ada variabel ekokardiografi tambahan sugestif ke HP I Diagnosis Ekokardiografi: Kemungkinan HP sedang Kecepatan regurgitasi trikuspid < 2.8 m/s, tekanan sistolik PA < 36mmHg, namun kehadiran variabel ekokardiografi tambahan sugestif dari HP IIa C Kecepatan regurgitasi trikuspid 2,9-3,4 m / s, tekanan sistolik PA 37-50 mmHg dengan / tanpa variabel ekokardiografi tambahan sugestif ke HP Diagnosis Ekokardiografi: Kemungkinan HP besar Kecepatan regurgitasi tricuspid > 3.4 m/s, tekanan PA sistolik >50 mmHg, dengan / tanpa variabel ekokardiografi tambahan sugestif ke HP IIa C Ekorardiografi doppler dengan latihan beban tidak direkomendasikan untuk skrining HP III C I B B 7 211-KHUSUS/Thn.XXI/Nopember 2015 Tabel 6. Perkiraan diagnosis HP berdasarkan gejala, faktor risiko dan ekokardiografi Tabel 7: Rekomendasi untuk Strategi Diagnosis Rekomendasi Ekokardiografi direkomendasikan sebagai lini pertama non invasif dalam mendiagnosis HP Scan ventilasi / perfusi paru dianjurkan pada pasien dengan HP yang tidak jelas untuk menyingkirkan HPTEK CT angiography dengan kontras dari arteri pulmonal (AP) diindikasikan untuk pemeriksaan pasien dengan HPTEK Kimia klinik, hematologi, imunologi, dan tes fungsi tiroid rutin diindikasikan pada semua pasien dengan HPA, untuk mengidentifikasi kondisi yang berhubungan secara spesifik USG abdomen diindikasikan untuk skrining hipertensi portal CT resolusi tinggi harus dipertimbangkan dalam semua angiografi paru Angiografi pulmonal dipertimbangkan pada pasien HPTEK Thoracoscopic biopsi paru atau terbuka tidak dianjurkan pada pasien dengan HPA Gambar 1: Algoritme Diagnosis (adaptasi dari ESC PH guidelines 2015) Kelas Level I C I C I C I C I IIa IIa C C C III C Tabel 8: Rekomendasi untuk kateterisasi jantung kanan (A) dan pengujian vasoreaktifitas (B) Rekomendasi Kateterisasi Jantung Kanan (A) KJK diindikasikan untuk semua pasien HPA untuk mengkonfirmasi diagnosis, mengevaluasi keparahan, dan mempertimbangkan terapi spesifik dari HPA KJK untuk pasien HP sebaiknya dilakukan di pusat HP disebabkan teknik yang sulit dan dapat menyebabkan komplikasi KJK sebaiknya dilakukan untuk mengkonfirmasi efikasi dari terapi spesifik HPA KJK direkomendasikan pada pasien HP penyakit jantung kongenital sebagai alat bantu penentuan koreksi KJK dapat dilakukan pada pasien HP grup 2 atau 3 apabila memiliki pertimbangan transplantasi organ Apabila terdapat kesulitan pemeriksaan PAWP maka dapat dipertimbangkan pemeriksaan kateterisasi jantung kiri untuk mengukur LVEDP KJK selalu dilakukan untuk konfirmasi dari kelainan klinis dan sebagai dasar untuk evaluasi efek dari pengobatan eskalasi dan atau kombinasi KJK direkomendasikan pada HP grup 4 (HPTEK) untuk menegakan diagnosis dan evaluasi terapi HP: hipertensi pulmonal, EKG: elektrokardiogram, DLCO: carbon monoxide diffusing capacity, HRCT: high resolution CT-scan, V/Q: scan ventilasi/perfusi, HPTEK: hipertensi pulmonal tromboembolik kronis, KJK: kateterisasi jantung kanan, PVOD: pulmonary veno-oclusive disease, PCH: pulmonary capillary hemangiomathosis, PVR: pulmonary vascular resistance, mPAP: mean pulmonary artery pressure, PAWP: pulmonary artery wedge pressure. Pemeriksaan tunggal CT pulmonary angiography saja tidak cukup untuk mendiagnosis HPTK. Pengujian Vasoreaktifitas (B) Uji vasoreaktifitas sebaiknya dilakukan di pusat-pusat ahli HP Pengujian vasoreaktifitas diindikasikan pada pasien dengan idiopatik HPA, HPA herediter dan HPA terkait dengan obat untuk mendeteksi pasien yang dapat diobati dengan CCB (Calcium Channel Blocker) dosis tinggi Sebuah respon positif terhadap pengujian vasoreaktifitas adalah \ didefinisikan sebagai pengurangan rata-rata PAP >10 mmHg untuk mencapai nilai absolut dari rata-rata PAP < 40 mmHg dengan peningkatan atau CO yangtidak berubah Penggunaan nitric oxide direkomendasikan untuk pengujian vasoreaktifitas Epoprostenol intravena dapat digunakan sebagai alternatif pengujian vasoreaktifitas Adenosine dapat digunakan sebagai alternatif pengujian vasoreaktifitas Iloprost inhalasi dapat digunakan sebagai alternatif pengujian vasoreaktifitas Penggunaan CCB intravena maupun oral tidak dianjurkan untuk pengujian vasoreaktifitas Pengujian vasoreaktifitas untuk mendeteksi pasien yang dapat dengan aman diobati dengan dosis tinggi CCB adalah tidak dianjurkan pada pasien dengan PH lain kelompok (kelompok 2, 3, 4, dan 5) Kelas Level I C I B IIa C I C I C IIa C IIb C I C I C I C I C I C I C IIa C IIb C III C III C 8 211-KHUSUS/Thn.XXI/Nopember 2015 4.2. Evaluasi dari Tingkat Keparahan Evaluasi dari tingkat keparahan pasien de­ ngan HPA sangat penting dilakukan sebagai alat evaluasi progresivitas, terapi, dan perbu­ rukan HP. Evaluasi ini biasanya dilakukan pada fase diantara menentukan diagnosis dan menentukan terapi. (lihat Tabel 9, 10, 11, 12, 13) 4.3. Tatalaksana HPA Tatalaksana HPA mengalami perkemba­ ngan yang amat pesat dalam 1 dekade terakhir. Tatalaksana HPA merupakan strategi yang kompleks meliputi evaluasi keparahan HPA dan evaluasi terapi. Tatalaksana HPA dapat dibagi menjadi 3 langkah utama: 1. Langkah-langkah perbaikan umum 2. Terapi awal medikamentosa 3. Evaluasi terapi Tabel 9: Klasifikasi fungsional hipertensi pulmonal diubah setelah klasifikasi fungsional New York Heart Association menurut WHO 1998 Kelas 1 Pasien dengan hipertensi pulmonal namun tanpa menghasilkan pembatasan aktivitas fisik. Aktivitas fisik biasa tidak menyebabkan sesak yang tidak semestinya atau kelelahan, nyeri dada, atau mendekati pingsan. Kelas 2 Pasien dengan hipertensi pulmonal mengakibatkan sedikit pembatasan aktivitas fisik. Mereka merasa nyaman saat istirahat. Aktivitas fisik biasa menyebabkan sesak tidak semestinya atau kelelahan, nyeri dada, atau mendekati pingsan. Kelas 3 Pasien dengan hipertensi pulmonal mengakibatkan pembatasan aktivitas fisik yang nyata. Mereka merasa nyaman saat istirahat. Aktivitas biasa yang ringan menyebabkan sesak tidak semestinya atau kelelahan, nyeri dada, atau mendekati pingsan. Kelas 4 Pasien dengan hipertensi pulmonal dengan ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas fisik tanpa gejala. Pasien-pasien ini menunjukkan tanda-tanda gagal jantung kanan. Sesak dan / atau kelelahan bahkan mungkin hadir saat istirahat. Ketidaknyamanan meningkat oleh aktivitas fisik. Tabel 10. Parameter dengan menentukan pentingnya untuk menilai keparahan penyakit, stabilitas dan prognosis di HPA Tabel 12. Rekomendasi untuk evaluasi dari keparahan dan tindak lanjut Pernyataan Dianjurkan untuk mengevaluasi tingkat keparahan pasien HPA dengan panel data yang berasal dari evaluasi klinis, tes latihan, penanda biokimia, dan ekokardiografi dan penilaian hemodinamik I C Disarankan untuk melakukan pemeriksaan berkala 3-6 bulan sekali pada pasien HPA yang stabil I C Direkomendasikan pencapaian/mempertahankan HP risiko rendah sebagai target terapi pasien HPA I C Direkomendasikan pencapaian/mempertahankan HP risiko sedang sebagai target terapi pasien HPA IIa C Tabel 13. Rekomendasi untuk langkah-langkah perbaikan umum Rekomendasi Kelas Level Kehamilan pada pasien dengan HPA dianjurkan untuk dihindari I C Imunisasi pasien HPA terhadap influenza dan infeksi pneumokokus dianjurkan I C Dukungan psikososial harus dipertimbangkan pada pasien dengan HPA I C Pasien HPA yang dikondisikan secara klinis harus dipertimbangkan untuk latihan rehabilitasi yang diawasi IIa B Administrasi O2 selama perjalanan menggunakan pesawat harus dipertimbangkan untuk pasien di WHO-FK III dan IV dan orang-orang dengan tekanan O2 darah arteri secara konsisten kurang dari 8 kPa (60 mmHg) IIa C Lebih baik memilih anestesi epidural pada operasi elektif dibandingkan anestesi umum IIa C Aktivitas fisik yang berlebihan yang memperparah keadaan tidak dianjurkan pada pasien dengan HPA III C Tabel 14. Rekomendasi untuk Terapi Suportif Pernyataan Tabel 11. Penilaian yang disarankan dan waktu untuk tindak lanjut pasien dengan HPA Baseline (awal terapi) Setiap 3 - 6 bulan Setiap 6 - 12 bulan 3 - 6 bulan setelah pengobatan Pada saat perburukan Penilaian klinis WHO + + + + + EKG + + + + + 6MWT + + + CPET + + +d Ekokardiografi + + + + Lab rutina (NT-proBNP) + + + + Lab lanjutanb + + + AGDc + + + + KJK + +e + d +d + 6MWT= 6 minute walk test; CPET= cardiopulmonary exercise test; AGD= analisa gas darah. a lab rutin HP terdiri dari darah lengkap, INR (pada pasien yang menerima vitamin K antagonis), serum creatinin, natrium, kalium, ALT/AST (pada pasien yang menerima endothelin-1 reseptor antagonis), bilirubin, dan BNP/ NT=proBNP. b lab lanjutan terdiri dari TSH, troponin, asam urat, dan status besi. c analisa gas darah dari arteri atau kapiler yang mengalami arterialisasi. Dapat digantikan dengan saturasi oksigen perifer bila sulit AGD sulit dilakukan. d dapat dipertimbangkan e dianjurkan hanya pada beberapa pusat yang melakukan KJK secara berkala. Level Pengobatan diuretik diindikasikan pada pasien HPA dengan tanda-tanda gagal ventrikel kanan dan retensi cairan I C Terapi O2 jangka panjang berkelanjutan diindikasikan pada pasien HPA ketika darah arteri tekanan O2 secara konsisten kurang dari 8 kPa (60 mmHg) I C Pengobatan antikoagulan oral dapat dipertimbangkan pada pasien dengan Idiopatik HPA, HPA keturunan, dan HPA karena penggunaan obat anoreksia IIb C Terapi perbaikan anemia atau status besi dapat dipertimbangkan pada pasien HPA IIb C Penggunaan penghambat ACE, ARB, beta-blocker, dan ivabradine tidak direkomendasikan pada pasien HPA kecuali terdapat penyakit komorbid seperti hipertensi, penyakit jantung coroner, atau gagal jantung kiri III C Gambar 2. Algoritma tatalaksana HPA BNP= brain natriuretic peptide; NT-proBNP= N terminal pro BNP; CI= cardiac index; 6MWD = 6 minute walk distance; RAP= tekanan atrium kanan; RA= right atrium; VO2= konsumsi oksigen; VE/VCO2= ventilator equivalent of carbon dioxide; pred.=predicted; SvO2= mixed venous oxygen saturation; WHO= World Health Organization. Kelas 9 211-KHUSUS/Thn.XXI/Nopember 2015 Tabel 15. Rekomendasi monoterapi untuk HPA (grup 1) berdasarkan fungsional kelas WHO Tabel 18. Interaksi obat yang berpotensi signifikan dengan target dari terapi HPA Obat HPA Mekanisme Interaksi Interaksi Obat Ambisentan ? Cyclosporine Ketoconazole Perhatian khusus diberikan pada pemberian ambisentan bersama cyclosporine dan atau ketoconazole. Bosentan CYP3A4 inducer Sildenafil Level sildenafil jatuh 50%, level bosentan naik 50%, tidak butuh dosis penyesuaian kedua obat. CYP3A4 substrat Cyclosporine Level cyclosporine turun 50%, bosentan naik 4 kali lipat.Kombinasi merupakan kontra indikasi. CYP3A4 substrat Erythromycin Level bosentan meningkat, tidak butuh dosis penyesu­aian untuk penggunaan waktu singkat. CYP3A4 substrat Ketoconazole Level bosentan naik 2 kali lipat. CYP3A4 substrat +inhibitor garam empedu Glibenclamide Meningkatnya kejadian dari naiknya aminotransferase. Potensi menurunkan efek hipoglikemik dari gliben­clamide. Kombinasi merupakan kontraindikasi. CYP2C9 dan CYP3A4 substrat Fuconazole, Amiodarone Level bosentan meningkat bermakna. Kombinasi merupakan kontraindikasi. CYP2C9 dan CYP3A4 inducer Rimfapycin, Phenytoin Level bosentan turun 58%, dosis penyesuaian masih belum jelas. CYP3A4 inducer HMG CoA Reductase Inhibitor Level simvastatin turun 50%, kejadian sama dengan atorvastatin. Level kolesterol dapat dimonitoring. CYP3A4 inducer Warfarin Meningkatkan metabolisme warfarin, butuh penyesuai­an dosis warfarin. Monitoring warfarin intensif direkomendasikan, penyesuaian dosis harus dilakukan. CYP2C9 dan CYP3A4 inducer Kontrasepsi Hormonal Level hormone turun, kontrasepsi tidak berfungsi baik. Sitaxentan CYP3A4 inhibitor Warfarin Menghambat metabolisme warfarin. Warfarin diturunkan dosisnya 80% saat awal pemberian, monitoring INR dibutuhkan. 7 inhibisi dari OATP transporter Cyclosporine Meningkatkan level sitaxentan. Pemberian kombinasi merupakan kontraindikasi. Sildenafil CYP3A4 substrat Bosentan Level sildenafil jatuh 50%, level bosentan naik 50%, tidak butuh dosis penyesuaian kedua obat. CYP3A4 substrat HMG CoA Reductase Inhibitor Dapat meningkatkan atorvastatin/simvastatin melalui kompetisi untuk metabolisme. Level sildenafil mungkin meningkat. Potensi munculnya rhabdomyositis. CYP3A4 substrat HIV Protease Inhibitor Ritonavir dan saquinovir meningkatkan level sildenafil secara signifikan. Pengaturan dosis sildenafil biasanya dilakukan. CYP3A4 inducer Phenytoin Level sildenafil mungkin dapat turun. CYP3A4 substrat Erythromycin Level sildenafil meningkat, tidak butuh dosis penyesuai­an untuk penggunaan waktu singkat. CYP3A4 substrat Ketoconazole Level sildenafil meningkat, tidak butuh dosis penyesuaian. CYP3A4 substrat Cimetidine Level sildenafil meningkat, tidak butuh dosis penyesuaian. cGMP Nitrates Nicorandil Memperparah hipertensi sistemik. Kombinasi merupakan kontraindikasi. Tadalafil Bosentan Plasma level dari tadalafil menurun 42%, tidak ada perubahan bermakna dari bosentan. Tidak butuh dosis penyesuaian. Nitrates Nicorandil Memperparah hipertensi sistemik. Kombinasi merupakan kontraindikasi. Tabel 16. Rekomendasi terapi kombinasi untuk HPA (grup 1) berdasarkan fungsional kelas WHO Tabel 17. Rekomendasi terapi kombinasi sekuensial untuk HPA (grup 1) berdasarkan fungsional kelas WHO Interaksi CYP3A4 substrat cGMP Tabel 19. Rekomendasi manajemen unit perawatan intensif, ballon atrial septostomy, dan transplantasi paru untuk HPA (grup 1) berdasarkan fungsional kelas WHO 10 211-KHUSUS/Thn.XXI/Nopember 2015 4.4. Bagian Spesifik dari Hipertensi Pulmonal Arteri 5. Penyakit paru vena oklusif dan hemangiomitosis kapiler pulmonal Tabel 26. Penyakit paru vena oklusif dan hemangiomitosis kapiler pulmonal Tabel 20. Rekomendasi untuk HPA pediatric Pernyataan Kelas Level Pernyataan Kombinasi gejala klinis, pemeriksaan fisik, bronkoskopi dan radiologis direkomendasikan untuk mendiagnosa PVOD/PCH Tindak lanjut diagnosis HP sebaiknya dipertimbangkan juga pada pasien HP pediatrik dengan etiologi spesifik I C Algoritma terapi HPA juga direkomendasikan pada pasien HP pediatrik I C Terapi kombinasi dipertimbangkan pada pasien HP pediatrik IIa C Risiko spesifik untuk pasien HP pediatrik sebaiknya dipikirkan IIa C Tabel 21. Rekomendasi untuk koreksi penyakit jantung bawaan dengan pirau sistemik ke pulmonal Kelas Level I C Identifikasi dari mutasi Elf2AK4 direkomendasikan untuk diagnose PVOD/PCH diturunkan I B Pasien dengan PVOD/PCH sebaiknya dirujuk ke pusat transplantasi untuk evaluasi secepatnya diagnosis PVOD/PCH ditegakan I C Pasien dengan PPVO harus dikelola hanya di pusat-pusat dengan pengalaman yang luas dalam HPA karena risiko edema paru setelah mulai terapi obat HPA yang spesifik IIa C 6. Hipertensi Pulmonal karena penyakit jantung kiri (grup 2) Tabel 27. Rekomendasi untuk Hipertensi Pulmonal karena penyakit jantung kiri Pernyataan Kelas Level Pengobatan yang optimal dari penyakit yang didasari kelainan jantung kiri dianjurkan pada pasien dengan HP karena penyakit jantung kiri I C Direkomendasikan untuk melakukan identifikasi penyebab HP lainnya sebelum evaluasi HP karena penyakit jantung kiri I C Direkomendasikan untuk melakukan evaluasi invasive pada pasien HP dengan status volume optimal I C Pasien HP terkait penyakit jantung kiri dengan tekanan prekapiler yang berat (gradient tekanan diastolic yang tinggi dan atau PVR yang tinggi) harus dirujuk ke pusat ahli HP untuk evaluasi lebih lanjut IIa C Tes vasoreaktifitas tidak direkomendasikan pada pasieh HP terkait penyakit jantung kiri kecuali pada pasien yang direncanakan transplantasi jantung dan atau pemasangan LVAD III C Penggunaan terapi obat HPA tidak dianjurkan pada pasien dengan HP karena penyakit jantung kiri III C Tabel 22. Rekomendasi untuk HPA terkait dengan pirau jantung kongenital Rekomendasi Kelas ERA bosentan direkomendasikan pada pasien HP WHO-FC III dengan sindrom Eisenmenger’s ERA lain, PDE-5i, dan prostanoids dipertimbangkan pada pasien HP dengan sindrom Eisenmenger’s I IIa Level B C Bila tidak terdapat hemoptisis, pengobatan antikoagulan oral harus dipertimbangkan pada pasien dengan trombosis pulmonary artery atau terdapat tanda-tanda gagal jantung IIb C Penggunaan supplementasi O2 dipertimbangkan pada kasus terapi tersebut memberikan respons positif terhadap saturasi O2 dan mengurangi gejala IIa C Jika terdapat gejala hiperviskositas (hematocrit > 65%), dipertimbangkan untuk melakukan phlebotomy IIa C 7. Hipertensi Pulmonal karena penyakit paru dan atau hipoksemia (grup 3) Suplementasi zat besi dipertimbangkan pada pasien HPA dengan kadar ferritin plasma yang rendah IIb C Terapi kombinasi dapat dipertimbangkan pada pasien dengan sindrom Eisenmenger’s IIb C Penggunaan CCB tidak dianjurkan pada pasien dengan sindrom Eisenmenger’s III C Tabel 23. Rekomendasi untuk HPA terkait dengan Penyakit Jaringan Ikat Rekomendasi Kelas I C Ekokardiografi saat istirahat direkomendasikan sebagai alat skrining pada pasien scleroderma sistemik asimptomatik diikuti dengan ekokardiografi lanjutan DLCO, dan pemeriksaan biomarker I C KJK diindikasikan pada semua kasus yang dicurigai HPA terkait dengan PJI I C Antikoagulan oral harus dipertimbangkan secara individual berdasarkan keberadaan predisposisi trombosis IIb C Kelas Level Skrining ekokardiografi untuk mendeteksi HP dianjurkan pada pasien dengan gejala penyakit hati dan atau calon transplantasi hati I B Pada pasien dengan HPA terkait dengan hipertensi portal algoritma pengobatan yang sama seperti pada pasien dengan Idiopatik HPA harus dipertimbangkan, dengan pertimbangan komorbiditas I C Antikoagulan tidak dianjurkan pada pasien dengan peningkatan risiko pendarahan III C PAH yang berat dikontraindikasikan untuk transplantasi hati jika mPAP adalah > 35 mmHg dan atau tahanan vaskuler paru adalah > 250 dynes.s.cm5 III C Tabel 25. Rekomendasi untuk HPA terkait dengan infeksi HIV Kelas Kelas Level Ekoradiografi direkomendasikan sebagai alat skrining untuk penilaian HP karena penyakit paru-paru I C Pengobatan yang optimal dari penyakit yang didasari kelainan paru-paru, termasuk terapi O2 jangka panjang pasien rawat inap dengan hipoksemia kronis dianjurkan pada pasien dengan HP karena penyakit paru-paru I C Pasien dengan tanda HP berat atau gagal jantung kanan direkomendasikan untuk dirujuk ke pusat HP untuk evaluasi terapi lebih lanjut IIa C KJK tidak dianjurkan untuk diagnosis pasti dari HP karena penyakit paru-paru III C Penggunaan terapi obat HPA-spesifik tidak dianjurkan pada pasien dengan HP karena penyakit paru-paru III C 8. Hipertensi Pulmonal Tromboembolik Kronis (grup 4) Gambar 3. Algoritma diagnosis HPTEK Tabel 24. Rekomendasi untuk HPA terkait dengan hipertensi portal Rekomendasi Rekomendasi Level Algoritma terapi HPA dapat digunakan untuk pasien HP terkait dengan PJI Rekomendasi Tabel 28. Rekomendasi untuk Hipertensi Pulmonal karena penyakit paru dan atau hipoksemia Level Echocardiography diindikasikan pada pasien dengan sesak nafas yang tidak jelas untuk mendeteksi komplikasi kardiovaskular terkait HIV I C Pada pasien dengan HPA terkait dengan infeksi HIV, algoritma pengobatan yang sama seperti pada pasien dengan Idiopatik HPA harus dipertimbangkan, dengan mempertimbangkan komorbiditas dan interaksi obat-obat IIa C Antikoagulan tidak dianjurkan pada pasien dengan peningkatan risiko pendarahan III C 11 211-KHUSUS/Thn.XXI/Nopember 2015 Gambar 4. Algoritma Tatalaksana HPETK Tabel 29. Rekomendasi untuk Hipertensi Pulmonal Tromboembolik Kronis Rekomendasi Kelas Level Pada pasien yang pernah memiliki riwayat emboli paru dan memiliki gejala sesak nafas, perlu dipertimbangkan diagnosis HPTEK IIa C Terapi antikoagulan seumur hidup direkomendasikan pada semua pasien HPTEK I C Diagnosis HPTEK didasarkan pada adanya pre-kapiler HP (mPAP > 25 mmHg, PWP < 15 mmHg, PVR > 2 Wood unit) pada pasien rawat inap dengan beberapa thrombus oklusif / emboli kronis / terorganisir dalam arteri pulmonalis elastis (utama, lobar, segmental, subsegmental) I C Pembedahan endarterektomi paru dengan hipotermia adalah pengobatan yang direkomendasikan untuk pasien dengan HPTEK I C Riociguat direkomendasikan pada pasien HPTEK yang mengalami gejala persisten/ rekuren pasca endarterektomi paru atau tidak layak operasi I B Terapi spesifik HPA dapat digunakan pula untuk terapi HPTEK yang tidak layak operasi IIb B Balloon pulmonary angioplasty dapat dipertimbangkan pada pasien HPTEK yang tidak dapat dioperasi IIb C Skrining HPTEK pada semua pasien asimptomatik yang memiliki riwayat emboli paru tidak direkomendasikan III C 9. Definisi Pusat Rujukan untuk Hipertensi Pulmonal Arterial Tabel 30. Rekomendasi untuk Pusat Rujukan untuk Hipertensi Pulmonal Arterial Rekomendasi Kelas Level Pusat rujukan harus dapat memberikan perawatan oleh tim multiprofessional (kardiologi dan pulmonolgi, perawat spesialis klinis, ahli radiologi, pekerjaan pendukung psikologis dan sosial, keahlian on-call yang sesuai) I C Pusat rujukan wajib memiliki hubungan langsung dan pola rujukan cepat ke layanan lain (seperti layanan PJI, pelayanan KB, pelayanan endarterektomi paru, layanan transplantasi paru-paru, layanan penyakit jantung bawaan dewasa) I C Sebuah pusat rujukan harus mengikuti setidaknya 50 pasien dengan HPA atau HPTEK dan harus menerima setidaknya dua rujukan baru per bulan dengan HPA terdokumentasi atau HPTEK IIa C Pusat rujukan harus melakukan setidaknya 20 tes vasoreaktifitas pada pasien HPA per tahun IIa C Pusat rujukan harus berpartisipasi dalam penelitian klinis kolaboratif di HPA, yang meliputi tahap II dan tahap III clinical trial IIa C Kardiologi Kuantum (34) Sumbangan Kardiologi Kuantum pada Gagal Jantung “The symptoms I thought were caused by asthma were really caused by my heart not being able to expel blood with sufficient force and then expand quickly enough to receive the next load of blood returning through the veins. This caused back pressure in the pulmonary veins and fluid would leak through their walls and accumulate in my lungs and abdomen.” ― Ray Reynolds, Congestive Heart Failure Rehabilitation: From Complete Heart Failure to Complete Recovery Salam Kardio. Haiyaa, ini pasti bercanda. Lho ini serius kok. Ray reynolds adalah penu­ lis buku Congestive Heart Failure Rehabilita­ tion: From Complete Heart Failure to Complete Reco­very... berbintang 4 dari 5 bintang yang disediakan oleh Good Read. Buku ini mence­ ritakan tentang bagaimana ia mencapai umur 66 tahun. Diawali dengan kariernya yang pan­ jang sebagai body builder menjadi invalid karena tidak dapat berjalan lebih dari duapuluh meter tanpa menarik nafas panjang. Ia menjelaskan bagaimana seseorang yang telah berangkat dari ketidak-mampuan total menuju perbai­ kan dalam tempo 6 bulan. Ia memiliki daftar yang melelahkan dari suplemen biasa yang membawanya dari ketidak- mampuan berjalan menaiki tangga sampai dapat berlari lagi. Kali ini kardiologi kuantum membahas masalah psikososial, depresi, kualitas hidup dan aspek mental-spiritualnya sesuai kemampuan. Ke­ empat hal tersebut memang tidak boleh kita lupakan dalam menangani Gagal Jantung (GJ) secara komprehensif termasuk upaya preventif dan rehabilitasinya. Isu psikososial pada pasien gagal jantung amat penting tetapi biasanya terlewatkan. Depresi dan kurangnya bantuan sosial ber­ dampak negatif pada pasien dengan gagal jantung. Pasien-pasien tersebut menurut Luann Richardson (dari Allegheny General Hospital, Pittsburgh, PA, USA) morbiditasnya menjadi meningkat dan lebih sering rawat ulang di rumah sakit, mengabaikan obat-obatannya dan menambah ongkos perawatannya. Variabelvariabel yang terlibat saling berhubungan, pada mereka yang mendapatkan bantuan sosial yang besar akan mengurang dampak depresi terhadap angka kematian. Sebagai tambahan, beberapa faktor biologis mungkin memengaruhi dampak faktor psikososial pada pasien dengan gagal jantung kongestif. Penulis­ nya menganjurkan pengamatan terhadap efek depresinya, upaya pengobatan, dan bantuan sosial yang dibutuhkan bagi penderita gagal jantung kongesti dan tidak kalah pentingnya adalah upaya intervensi yang ditujukan sesuai kebutuhannya yang spesifik. Komorbiditas adalah problem yang sering kita lupakan kata Christopher M O'Connor (Editorial pada Journal of the American College of Cardiology Vol. 43, No. 9, 2004), yang tidak lain adalah depresi. Hampir 5 juta orang Amerika pada saat itu hidup dengan GJ, dan 550.000 kasus baru terdiagnosis setiap tahun­ nya. Pasien dengan GJ menunjukkan kualitas hidup yang lebih buruk dibandingkan dengan pasien-pasien dengan penyakit kronis lainnya. Skor keburukannya tercatat dalam fungsi fisik, kualitas emosi, dan seluruh fungsi sosialnya. Banyak penelitian mengungkapkan pasien dengan GJ yang memiliki angka morbiditas yang lebih tinggi dari populasi umum; seba­ gai tambahan depresi mengubah ke dampak negatif prognosisnya ketika hadir pada pasien GJ. Peningkatan prognosis-negatif terdapat pada mortalitas dan rehospitalisasinya. Gottlieb dkk. telah melaporkan hasil studi prevalensi depresi pada kohort rawat jalan pasien GJ. Seratus lima puluh lima pasien di­ ikutkan pada studi, menggunakan kwesioner Medical Outcomes Study Short Form, the Min­ nesota Living with Heart Failure Questionnaire, dan Beck Depression Inventory. Penulisnya melaporkan bahwa terdapat hampir setengah (48%) pasiennya menderita depresi. Mereka yang depresi itu cenderung lebih muda dan wanita kelihatannya lebih menderita daripada pria. Pria kulit putih lebih depresif daripada mereka yang berkulit hitam. Pasien-pasien depresi ketika diskoring kualitas hidupnya nilainya jauh lebih rendah daripada mereka yang tidak depresi. Studi ini dianggap penting karena menambah pengetahuan kita tentang depresi pada populasi GJ rawat jalan. Penulis­ nya fokus pada populasi ini karena dianggap kurang dikenal dengan baik dibandingkan dengan populasi rawat inap. Pertimbangan­ nya adalah pasien menggunakan lebih banyak waktunya di luar rumah sakit dan berinteraksi dengan provider kesehatan di perjanjian klinik, lebih mewakili data di dunia nyata dibanding­ kan dengan pasien-pasien yang dirawat. Kekurangan dari penelitian ini adalah pada pendekatan penelitian dengan gaya cross-sec­ tional; terus terang kelompok ini tidak memiliki informasi perjalanan depresinya, kesehatan jantung maupun data perjalanan penyakitnya yang berhubungan dengan depresi dengan prognosisnya. Diperkirakan 5 tahun terakhir sebelum pene­litian ini; prevalensi depresi pada GJ dari delapan penelitian yang ada sebesar 11% - 20% untuk pasien rawat jalan dan dan 30% - 70% untuk rawat inap. Sebagai perbandingannya di masyarakat umum kita terdapat 5% - 10% yang memenuhi kriteria depresi. Luasnya rentang prevalensi pada studi GJ mungkin disebabkan oleh perbedaan instrumen diagnosisnya dan cara memasukkan populasinya yang berbeda berdasarkan umur, jenis kelamin serta beratnya penyakit. Sebagai contoh, depresi lebih sering terdapat pada wanita dengan gagal jantung, pada pasien yang penyakitnya berat dan memiliki gejala fisik yang buruk. Mengapa terjadi peningkatan prevalensi depresi pada GJ? Beberapa peneliti yakin ada­ koneksi dalam patofisiologinya. Akti­ vasi neurohumoral, gangguan irama jan­tung, pera­d a­n gan dan hiperkoagulasi mungkin ber­hubungan dengan perkembangan GJ. Hal ini memperkuat dugaan adanya status fisio­ logi yang dibawa oleh depresi mempercepat perkembangan GJ dan memperburuk prog­ nosis penderita GJ. Dugaan juga ditimpakan kepada satu faktor penyebab yang berdampak ganda baik kepada depresi maupun GJ. Fak­ tor psikososial mungkin juga berkontribusi; sebagai contoh depresi berhubungan dengan ketidakpatuhan medis, tingginya prevalensi merokok, rendahnya bantuan sosial, masingmasing menyumbang hasil yang buruk pada GJ. Terdapat keanehan yang belum jelas, me­ ngapa pada pasien gagal jantung dengan depresi, ter­nyata depresinya tidak mendapat­ kan pe­­ngobatan yang memadai. Gottlieb dkk., menjelaskan bahwa pasien depresi pada GJ sungguh-sungguh memiliki kesempatan yang baik untuk mendapatkan perbaikan kualitas hidupnya. Walaupun hanya 7% dari pasienpasien tersebut mendapatkan antidepresan. Depresi biasanya berlanjut tanpa terdiagnosis; diduga 30% - 50% kasus pada populasi umum tidak terdeteksi oleh profesi medis. Pasien tidak ingin membuka distres emosinya kepada dokter lantaran khawatir diberi label memiliki kelainan mental. Mereka tidak suka memiliki catatan medik dengan diagnosis psikiatri dan diobati sebagai orang yang sakit jiwanya. Keamanan dan efikasi terapi depresi pada pasien dengan GJ juga masih menjadi perta­ nyaan. Sebagai contoh, penelitian Enhancing Recovery in Coronary Heart Disease Patients (ENRICHD) menunjukkan bahwa strategi terapi nonfarmakologi pada pada pasien yang menderita infark miokard terbukti tidak efektif bahkan memperburuk keadaan. Terapi farma­ kologi pun masih kontroversi; antidepresan trisiklik memengaruhi sistim jantung, semen­ tara serotonin reuptake inhibitors yang selektif belum distudi secara sistematik pada populasi GJ. Penelitian pada Sertraline AntiDepressant Heart Attack Randomized Trial (SADHART), menggunakan sertralin pada pasien depresi dengan sindroma koroner akut, tidak menun­ jukkan komplikasi jantung yang mencemaskan atau menyebabkan kejadian kardiovaskular. Manfaat dan keamanan terapi farmakologi untuk depresi pada GJ akan diperoleh dari penelitian yang didanai oleh The National Insti­ tutes of Mental Health USA pada riset Sertraline AntiDepressant Heart Attack Randomized Trial in Heart Failure (SADHART-HF). Peningkatan prevalensi depresi yang ter­jadi pada GJ telah menjadi jelas. Pasien Gagal Jan­ tung seyogyanya diskrining untuk depresinya dan diberikan terapi oleh profesional yang bekerja di bidang ini. Peranan psikolog dan psikiater agar dimanfaatkan sebesar-besarnya oleh para kardio-angiolog untuk skrining, mengukur kualitas hidup, psikoterapi, dan terapi jiwanya begitu depresi ditemukan agar kualitas hidupnya meningkat dan prognosis­ nya diperbaiki. 12 211-KHUSUS/Thn.XXI/Nopember 2015 Akhirnya, dimanakah sumbangan Kardi­ ologi Kuantum pada pasien GJ dalam studi khusus depresi ini? Apakah masih ada tem­ patnya? Mengamati GJ hendaklah seper­t i David Wineland (pemenang hadiah Nobel Fisika Kuantum tahun 2012) ketika mengukur sebuah ion (beryllium) yaitu partikel atom yang bermuatan pada fisika kuantum di dalam laboratoriumnya (di Boulder, Colorado USA) yang peka terhadap ruang dan waktu; pada kondisi ekstrem tertentu (didinginkan sesaat sebelum mencapai temperatur absolutnya) keberadan kuantum (ion)-nya ditentukan; jauh berbeda dengan pendahulunya yaitu mekanika Newton yang klasik tentang posisi bendanya yang memang berada di dunia nyata kita sehari-hari. Mekanika kuantum dengan status superposition-nya telah menawarkan pada peradaban ini suatu konsep komputer yang supercepat dan konsep jam masa datang yang 100 kali lebih persis! Pada pasien GJ yang rentan depresi dengan lingkungan psikososial yang tidak mendu­ kungnya (kondisi ekstrem tertentu), Kardiologi Kuantum menawarkan pencerahan terhadap posisi seorang dokter dalam situasi seperti ini. Dokter masih harus bersikap seperti kakak terhadap adiknya seperti pengikut Dr. Alfred Adler (Adlerian) memposisikan dirinya. Tidak perlu melakukan psikoanalisis seperti apa yang dilakukan Dr. Sigmund Freud dan pengikut­ nya (Freudian), walaupun psikoanalisis meru­ pakan konsep introspeksi yang dianggapnya paling jitu. Kardiologi Kuantum respek pada pandangan Dr. Karl Gustav Jung yang telah memasukkan Das Selbst (TheSelf) di dalam can­ dra jiwanya, tanpa malu-malu lagi menyatakan bahwa Tuhan hadir di “pusat imateri” (istilah Dr. Soemantri Hardjoprakoso) di dalam diri manusia itu sendiri dan memberikan Intuisinya kepada manusia yang terpilih. Kardiologi Kuantum menganggap seorang dokter dan kardiolog harus “memahami” sekiranya terdapat kondisi ekstrem pada pasien GJ-nya; dengan baik. Kalau perlu me­ ngonsultasikan pasien tersebut kepada seja­ watnya yang lebih mumpuni yaitu psikolog dan psikiater. Pemahaman kita terhadap popu­ lasi GJ selama ini, walaupun belum tentu benar, masih menganggap komorbiditas depresi yang ringan merupakan kelompok yang terbesar fre­ kwensinya. Seyogyanya para dokter mengikuti kearifan lokal Minangkabau yaitu agar selang­ kah di depan dan seranting di atas pasiennya, jangan jauh-jauh meninggalkannya. Perlu kita perhatikan akhir dari rangkuman disertasi Candra Jiwa Indonesia/Soenarto; “Dasar terapi pada Candra Jiwa dan Candra Dunia Indonesia pada prinsipnya bertujuan membangkitkan keinginan/kemauan pasien untuk mengubah perilakunya dengan cara mengarahkan dirinya ke pusat imateri di da­ lam dirinya sendiri.” Terima kasih dan Salam Kuantum. (Budhi S Purwowiyoto)