Usulan: Kurikulum Pendidikan Fellow Gagal Jantung

advertisement
Perangko Berlangganan No.11/PRKB/JKP/PENJUALAN IV/2014
ISSN : 0853-8344
Harga eceran Rp.9.000,-
211-KHUSUS/Thn.XXI/Nopember 2015 e-mail: [email protected] / [email protected];
kardiovk;
@kardio_vaskuler;
tpkindonesia.blogspot.com
Usulan: Kurikulum Pendidikan
Fellow Gagal Jantung
POKJA: GJ-PH-CARMET
Pendahuluan
Jumlah kasus gagal jantung mengalami
peningkatan dalam masyarakat khususnya
di Indonesia. Hal ini disebabkan oleh: 1 pe­
ning­k atan usia harapan hidup penduduk
Indonesia dimana di usia tua akan mulai ada
penyakit degenerative termasuk jantung.
2. Keberhasilan penanganan infark miokard
akut mencegah kematian namun menimbul­
kan kecacatan miokard berupa gagal jantung.
3.Masih banyaknya penyakit infeksi kuman
maupun virus yang bermacam cama dapat
menyebabkan gagal jantung. 4. Meningkatnya
penyakit metabolic endokrin seperti Diabetes
Melitus yang dapat menyebabkan penyakit jan­
tung dan pembuluh darah. Penanganan kasus
gagal jantung yang lebih baik, akan menyebab­
kan penurunan mortalitas dan morbiditas
sehingga meningkatkan produktifitas manusia
Indonesia dan menekan biaya perawatan.
Gagal jantung dapat muncul secara akut dan
kronik. Sering kali penanganannya membu­
tuhkan rawat inap berulang sehingga menjadi
beban ekonomi pada sistem kesehatan. Dalam
10 sampai 15 tahun terakhir, terjadi peningka­
tan luar biasa jumlah penderita gagal jantung
sedangkan di luar negeri terdapat kemajuan
dalam penanganan gagal jantung. Terapi gagal
jantung meliputi medikamentosa, penggunaan
alat dan bedah. Perkembangan penyakit gagal
jantung yang lanjut akan meningkatan kom­
pleksitas perawatan dan meningkatkan biaya
kesehatan. Jumlah pasien gagal jantung yang
semakin meningkat dan perkembangan pada
pilihan terapi, menyebabkan gagal jantung
menjadi bagian subspesialisasi dari kardiologi
sejak tahun 1995 Secara fundamental gagal
jantung berbeda dari subspesialisasi kardiologi
lainnya karena berfokus pada keseluruhan
penanganan pasien, bukan hanya terkait tin­
dakan prosedur melainkan mulai dari prevensi,
diagnosis dan tata laksana serta follow up jangka
panjang. Spesialis kardiologi dengan minat
khusus pada gagal jantung, harus memiliki
pengetahuan terhadap diagnosis dan pilihan
terapi tersedia, yang melampaui ketentuan
dari Pedoman Diagnosis dan Tatalaksana Ga­
gal Jantung dari Pokja Gagal Jantung PERKI
dan juga melampaui ESC Core Cardiology
Curriculum.
Latar Belakang
Gagal jantung meliputi sindroma klinis
yang kompleks, karena pada dasarnya gagal
jantung merupakan akibat dari seluruh pe­
nyakit kardiovaskular. Seluruh pasien gagal
jantung membutuhkan diagnosis penyebab
dari gagal jantung dan penyakit penyerta.
Sehingga pasien membutuhkan terapi bagi pe­
nyakit yang mendasari dan juga gagal jantung.
Terapi gagal jantung berkembang secara pesat
dan meliputi farmakologi, penggunaan alat
dan terapi bedah. Semua harus disampaikan
sebagai bagian dari strategi manajemen multi
disiplin yang menjembatani perawatan kese­
hatan primer, sekunder dan tersier.
Diketahui bahwa perawatan menyeluruh
dari pasien gagal jantung, termasuk penangan­
an oleh spesialis kardiologi, dapat meningkat­
kan kondisi pasien. Sehingga badan pelatihan
nasional di berbagai Negara (UK dan USA)
telah memasukkan kurikulum subspesialisasi
gagal jantung dalam kurikulum pelatihan kar­
diologi. Kurik\ulum subspesialisasi ESC juga
meliputi kardilogi intervensi dan manajemen
irama jantung. Tujuan dari dibuatnya kuriku­
lum gagal jantung adalah sebagai kerangka
kerja yang dapat digunakan sebagai pedoman
pelatihan di seluruh eropa. Pedoman ini sesuai
dengan kurikulum ESC lainnya. Setiap bagian
terdiri dari tiga komponen, yaitu: pengetahuan
yang dibutuhkan, keterampilan yang diperlu­
kan serta sikap dan perilaku professional yang
harus dicapai.
Program ini berlangsung selama dua tahun
yang meliputi modul gagal jantung pada tahun
pertama. Pada tahun kedua adalah program
peminatan yang meliputi pencitraan, terapi
implan, transplantasi dan bantuan mekanis.
Tahun kedua juga dapat digunakan sebagai
pendalaman pelatihan gagal jantung lebih
lanjut dan/atau penelitian.
Pada saat ini, kurikulum tidak menjamin
akreditasi yang merupakan otoritas yuridiksi
perizinan medis di masing-masing negara.
Akan tetapi, penyelesaian kurikulum dengan
baik akan mendapatkan sertifikat dari HFA
dan PERKI pada bidang gagal jantung. Hal
ini merupakan pedoman pelatihan yang tepat,
dan implementasi dapat beragam di seluruh
Eropa dan USA sesuai dengan kebutuhan dan
ketersediaan fasilitas di masing-masing Negara
seperti Indonesia. Program pelatihan dica­
nangkan akan berlangsng selama dua tahun,
dimana satu tahun pertama akan digunakan
untuk ketrampilan klinik kasus kasus sulit
gagal jantung di Indonesia sedangkan tahun
kedua akan digunakan untuk ketrampilan
spesifik (seperti implantasi alat, pencitraan
dan tranplantasi jantung/bantuan mekanis)
mungkin di pusat pusat gagal jantung yang
akan bekerja sama dengan PERKI.
Tujuan Kurikulum
1. Untuk menjabarkan pengetahuan lebih
mendalam di bidang gagal jantung, yang
meliputi: penyebab, pemeriksaan, inves­
tigasi dan terapi yang dibutuhkan oleh
subspesialis gagal jantung.
2. Untuk mengetahui keterampilan yang
diperlukan dalam memberikan terapi gagal
jantung yang optimal.
3. Menjabarkan keterampilan yang diperlu­
kan oleh subspesialis gagal jantung, fungsi
dan peran sertanya pada tim medis multi
disi­plin, dalam memberikan terapi gagal
jantung yang tepat.
4. Menentukan pelatihan khusus yang diper­
lukan oleh subspesialis gagal jantung da­
lam rangka peningkatan keterampilan di
bidang:
a. Pencitraan
b. Implantasi alat pengatur irama jantung
c. Transplantasi jantung dan bantuan me­
kanis.
Metode pengajaran
Kardiolog peserta pelatihan diharapkan
mampu mencapai tujuan kurikulum yang telah
dijabarkan dengan bertugas di dua pusat jan­
tung (satu dalam negeri dan satu luar negeri)
dan dibimbing oleh ahli jantung dengan sub
spesialisasi gagal jantung. Selama masa bim­
bingan, peserta diwajibkan untuk berpartisi­
pasi di klinik gagal jantung dan bangsal khusus
gagal jantung (contoh: mempelajari konsultasi
pasien rawat jalan dan ronde bangsal) maupun
di pusat-pusat gagal jantung yang maju.
Peserta akan ditempatkan pada pusat jan­
tung yang menyediakan penanganan gagal
jantung secara multi disiplin. Selama masa
pelatihan, peserta diharapkan mampu berin­
teraksi dengan keperawatan di bidang gagal
jantung dan memberikan instruksi klinis se­
suai dengan panduan setempat (contoh: pada
kelompok kerja terbatas dan tim kerja multi
disiplin).
Peserta diharapkan untuk meningkatkan
keterampilan yang dibutuhkan dalam pe­
meriksaan dan menegakkan diagnosis gagal
jantung melalui pengenalan lebih lanjut pada
transthoracic dan transesophageal ecocardio­
graphy dan CMR melalui penugasan di bagian
terkait (pelatihan praktis dalam peningkatan
keterampilan).
Pelatihan keterampilan dalam terapi peng­
gunaan alat dan Cardio Pulmonary Exercise test/
Mechanical Circulatory Support pada pasien
tertentu dapat dilakukan pada pusat kesehatan
setempat bila memungkinkan. Atau dilakukan
di pusat kesehatan tersier dengan jumlah
pasien yang lebih besar, selama 3 bulan.
Peserta diwajibkan untuk bergabung de­
ngan POKJA GAGAL JANTUNG PERKI dan
HFA dari ESC serta mengikuti symposium
yang sesuai dengan kurikulum. Disamping
itu juga, peserta diharuskan untuk mengikuti
pertemuan tahunan Assosiasi American atau
European heart failure.
Peserta melakukan dua audit dalam satu
tahun terhadap penanganan gagal jantung.
Pene­litian terutama di bidang klinis gagal
jantung ataupun pendalaman di bidang pe­
ngetahuan dasar gagal jantung sangat dibu­
tuhkan.
Metode penilaian
Penilaian pada pengetahuan gagal jan­
tung akan dilaksanakan di akhir kurikulum
pengetahuan dasar. Sementara pengetahuan
lebih lanjut, akan dinilai melalui program
pendidikan HFA secara online dalam bentuk
pertanyaan pilihan ganda. Metode penilaian
lain meliputi:
1. Pengamatan secara langsung pada kete­
rampilan prosedur. Hal ini terutama pada:
o Kateterisasi jantung kanan dan kiri
o Biopsi endomiokard
o Tindakan dan interpretasi hasil trans­
thoracic dan transesophageal echocar­
diography dan interpretasi hasil Cardiac
Magnetic Resonance.
2. Penilaian terhadap perilaku yang sesuai
pada penanganan pasien rawat jalan dan
rawat inap menggunakan metode 360
degrees. Serta kemampuan bekerja dan
memimpin tim multi disiplin.
3. Kompetensi penanganan menyeluruh
pada kasus sulit dilakukan dengan cara
presentasi kasus yang dinilai oleh konsultan
pemimbing, serta penilaian catatan kasus
dan pengawasan instruksi pasien pulang
dan rekam medis.
(Bersambung ke hal.2)
2
211-KHUSUS/Thn.XXI/Nopember 2015
S
Tabloid Profesi
KARDIOVASKULER
STT no. 2143/SK/Ditjen PPG/STT/1995
tanggal 30 Oktober 1995
ISSN : 0853-8344
SUSUNAN REDAKSI
Ketua Pengarah:
DR. Dr. Anwar Santoso, SpJP(K), FIHA
Pemimpin Redaksi:
Dr. Sony Hilal Wicaksono, SpJP
Redaksi Konsulen:
Dr. Anna Ulfah Rahajoe, SpJP(K)
Prof.DR. Haris Hasan, SpPD, SpJP(K)
Dr. Budi Bhakti Yasa, SpJP(K)
Dr. Fauzi Yahya, SpJP(K)
Dr. Antonia A. Lukito, SpJP(K)
Tim Redaksi:
Bidang Cardiology Prevention & Rehabilitation
Dr. Basuni Radi, SpJP(K)
Dr. Dyana Sarvasti, SpJP
Bidang Pediatric Cardiology
Dr. Indriwanto, SpJP(K)
Dr. Radityo Prakoso, SpJP
Bidang Cardiovascular Emergency
Dr. Noel Oepangat, SpJP(K)
Dr. Isman Firdaus, SpJP
Bidang Clinical Cardiology
Dr. Sari Mumpuni, SpJP(K)
Dr. Rarsari Soerarso, SpJP
Bidang Interventional Cardiology
Dr. Doni Firman, SpJP(K)
Dr. Isfanudin, SpJP(K)
Bidang Echocardiography
Dr. Erwan Martanto, SpPD, SpJP(K)
Dr. BRM. Ario Soeryo K., SpJP
Bidang Cardiovascular Intensive Care
Dr. Sodiqur Rifqi, SpJP(K)
Dr. Siska Suridanda, SpJP
Bidang Cardiovascular Imaging
Dr. Manoefris Kasim, SpJP(K)
Dr. Saskia D. Handari, SpJP
Bidang Cardiac Surgery & Post-op Care
Dr. Bono Aji, SpBTKV
Dr. Pribadi Boesroh, SpBTKV
Dr. Rita Zahara, SpJP
Bidang Vascular Medicine
Dr. Iwan Dakota, SpJP(K)
Dr. Suko Ardiarto, PhD, SpJP
Tim Editor:
Dr. Sidhi Laksono Purwowiyoto
Fotografer:
Dr. M. Barri Fahmi Harmani
Sekretaris/Keuangan:
Endah Muharini
Bagian Iklan:
Bimo Sukandar
Bagian Perwajahan:
Asep Suhendar
Alamat Redaksi dan Tata Usaha:
Wisma Harapan Kita Bidakara, Lt.2,
RS Jantung Harapan Kita,
Jln. S Parman Kav. 87, Jakarta 11420,
Telp: 02170211013 atau Telp/Fax.: 5602475
atau 5684085-93 pes. 5011
e-mail : [email protected] atau [email protected]
Penerbit:
H&B
Heart & Beyond PERKI
(Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskuler Indonesia)
Manajemen:
Yayasan PERKI
Pencetak:
PT. Oscar Karya Mandiri, Jakarta
Tabloid Profesi KARDIOVASKULER diterbitkan
oleh Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI). Tabloid unik ini memang
bereda dengan media kedokteran lainnya. Tata
letaknya sedikit konservatif
tapi enak dipandang. Bukan media
yang berkesan ilmiah, tetapi media ilmiah yang
sangat terjaga akurasinya, ditulis
dengan bahasa tutur yang enak dibaca.
Tabloid KARDIOVASKULER memang merupakan
sarana untuk menyampaikan
setiap informasi kedokteran mutakhir
--khususnya terkait bidang kardiovaskuler-- bagi
seluruh dokter Indonesia.
Di era globalisasi, dikenal pemeo "so many
journals, but so little time". Untuk itulah Tabloid
KARDIOVASKULER hadir, membawa berita
ilmiah kardiovaskuler terkini.
Diedarkan terbatas khusus untuk dokter Indonesia.
Infak ongkos cetak/kirim Rp150.000/tahun,
transfer melalui Bank Mandiri acc:
Tabloid Profesi Kardiovaskuler,
RK no. 116-0095028024, Sandi Kliring: 008-1304
KK. Harapan Kita, Cab. S. Parman, Jakarta.
Dr. Sony Hilal Wicaksono, SpJP
Pemimpin Redaksi
alam,
Pembaca setia Tabloid Profesi Kardiovas­
kuler, jumpa lagi dalam edisi cetak No­
vember 2015. Selama tidak terbit dalam edisi
cetak, kami selalu menerbitkan artikel dalam
edisi web yang bisa dilihat di www.kardio.
my.id. Edisi cetak kali ini kami menampilkan
Headline tentang Usulan: Kurikulum Pendidi­
kan Fellow Gagal Jantung dari POKJA: GJ-PHCARMET. Informasi ini diterbitkan dalam edisi
cetak Tabloid Profesi Kardiovaskuler dengan
harapan menjangkau seluruh dokter spesialis
jantung anggota PERKI di seluruh pelosok tanah
air. Semoga setelah informasi ini tersampaikan,
menjadi penggerak bagi dokter spesialis jantung
yang berminat untuk mengambil sub-spesialisasi
di bidang gagal jantung.
Informasi penting berikutnya adalah Pedo­
man Praktik Klinis (PPK) Hipertensi Pulmonal
2015 yang juga diterbitkan oleh Pokja Gagal Jan­
tung dalam bentuk tulisan, tabel dan bagan yang
(Sambungan dari hal.1)
Tujuan pembelajaran
1. Pemeriksaan dan penegakkan diagnosis
gagal jantung kronik
Pengetahuan
• Mengetahui presentasi klinis, penyebab
dan penyebab dasar dari gagal jantung
• Memiliki pengetahuan mendalam me­
ngenai epidemiologi dan patofisiologi
gagal jantung, termasuk gagal jantung
sistolik dan diastolic, serta pentingnya
disfungsi LV tanpa gejala klinis sebagai
fase awal dan masih dapat diobati
• Memiliki pengetahuan yang menyeluruh
terhadap panduan penanganan secara
nasional dan internasional
• Pengetahuan terhadap komorbiditas dan
pemeriksaan penunjang
• Pengetahuan detil terhadap seluruh pe­
nyebab yang dapat mengakibatkan gagal
jantung. Hal ini meliputi pengetahuan
terhadap penyebab sindroma gagal jan­
tung yang jarang terjadi, seperti genetic,
metabolic, toksik, gagal jantung terkait
kehamilan, infeksi dan infiltrat
• Pengetahuan tentang keuntungan dan
limitasi dari prosedur pemeriksaan
(eko­k ardiografi, pemeriksaan darah,
pemeriksaan fisik, penilaian gejala, ka­
pasitas fungsional dan penilaian kualitas
hidup)
• Pengetahuan terhadap penanda prog­
nosis yang buruk pada gagal jantung,
serta mengetahui sistem scoring prog­
nosis yang digunakan (seperti Heart
Failure Survival Score, Seattle Heart Failure
Score)
• Mengetahui indikasi yang memerlukan
pemeriksaan khusus dalam menentukan
penanganan lebih lanjut (contoh: biopsi
endomiokard, reversibility studies untuk
hipertensi pulmonal, cardiopulmonary
exercise testing).
Keterampilan, mampu melakukan anam­
nesis dan pemeriksaan fisik, serta dapat
menenetukan pemeriksaan diagnostic yang
disajikan dengan sangat jelas dan informatif,
sehingga dapat digunakan untuk panduan
pelayanan pasien dengan hipertensi pulmonal
di rumah sakit.
Kardiologi kuantum tetap hadir dalam edisi
cetak ini, mengingatkan kita selalu agar tetap
mempertimbangkan aspek psikologi pasien
dan kita sendiri dalam menjalankan praktek
pelayanan sehari-hari, yang pada edisi kali
ini difokuskan pada pelayanan kasus gagal
jantung.
Foto-foto liputan acara InaEcho 2015 in
conjunction with 1st SEA Valve dan Peringatan
World Heart Day kami sajikan juga dalam edisi
cetak ini.
Kami ucapkan terimakasih atas kesetiaan
pembaca. Terimakasih tidak lupa kami ucap­
kan kepada sponsor tunggal edisi November
2015 ini yang memungkinkan Tabloid Pro­
fesi Kardiovaskuler hadir kembali dalam edisi
cetak.*
tepat dalam menentukan derajat disfungsi
jantung serta penyebab dasarnya
• EKG 12 lead
• Pemeriksaan biokimia rutin
• Pemeriksaan biomarker terkait gagal
jantung
• Pemeriksaan genetic (bila diperlukan)
• Ekokardiografi transthoracic, pada
penilaian disfungsi local atau global,
hipertrofi ventrikel kiri, penyakit katup,
fungsi ventricular kanan, indeks dis­
fungsi diastolic, identifikai kardiomio­
pati, dan evaluasi hemodinamik noninvasif termasuk tekanan pulmonal
• Tes olahraga, termasuk pemeriksaan
metabolik
• Pemeriksaan CMR dasar
• Angiografi koroner
• Biopsy endomiokard
• Kateterisasi jantung kiri dan kanan
• Pengawasan 24 jam dengan Holter moni­
tor
• Pengawasan tekanan darah
• Pencitraan nuklir.
Dapat mendeteksi dan merujuk pasien
yang sesuai
• Gangguan pernapasan saat tidur
• Gangguan otot jantung yang spesifik
• Kekuatan miokard
• Terapi gagal jantung lebih lanjut.
Profesional
• Mengetahui pentingnya mendeteksi
penyebab dasar dengan pemeriksaan
yang non invasif pada setiap tahap
• Mengerti pentingnya efisiensi pembia­
yaan, ketersediaan dan pertimbangan
yang tepat dalam pemilihan pemerik­
saan
• Mengerti peran penting dari diagnosis
yang tepat dalam merencanakan pe­
meriksaan dan pemberian terapi lebih
lanjut
• Komunikasi efektif dengan pasien,
keluarga, dokter yang dirujuk, tenaga
pengasuh terkait dengan diagnosis,
pilihan pemeriksaan dan terapi.
(lihat Tabel 1.)
Etiologi Manifestasi
Penyakit koroner
Sindroma koroner akut, iskemia kronik.
Hipertensi Gagal jantung dengan fungsi sistolik normal atau berkurang
Penyakit katup
Primer (contoh: reumatik, degenerative dan endokarditis), sekunder (contoh: regurgitasi), atau kongenital.
Kardiomiopati dilatasi Genetic, peripartum, tosik (lihat dibawah)
Kardiomiopati restriktif
Genetic, sekunder dari infiltrasi
Kardiomiopati tipe lainnya
Genetic, hipertrofi, ARVC, non-compaction, stress
Aritmia Bradi atau taki-aritmia atrium atau ventikel
Infiltratif Sarkoidosis, amyloidosis, keganasan
Kelainan penyimpanan Hemokromatosis, Fabry disease, kelainan penyimpanan glikogen
Penyakit endomiokardial Radioterapi, fibrosis endomiokardial, carcinoid
Penyakit neuromuskular
Friedreich’s ataxia, distrofi muscular
Infeksi Miokarditis, Chagas disease, HIV
Obat
Sitotoksik terapi (contoh: kemoterapi), anti aritmia
Toksin Alcohol, kokain, trace element (merkuri, kobalt, arsenic)
Endokrin
Tirotoksikosis, akromegali, phaeochromocytoma
Nutrisi Defisiensi thiamin (beri-beri), defisiensi selenium
Penyakit perikardial Kalsifikasi, infiltrative
Output yang tinggi Anemia, fistel AV
Tabel 1. Etiologi gagal jantung
2. Pemberian terapi pada penyebab dasar
Pengetahuan
• Pengetahuan menyeluruh mengenai
penanganan dan pencegahan penyakit
jantung koroner, hipertensi dan penyakit
katup dan penyebab lainnya
• Pengetahuan mendetil terkait pena­
nganan dan farmakologi faktor resiko
menurut panduan terbaru
Keterampilan
• Identifikasi dan perbaikan dari penyebab
reversibel
• Memilih terapi yang optimal untuk fak­
tor resiko
• Pemilihan pasien revaskularisasi ber­
dasarkan interpretasi yang tepat dari
pemeriksaan invasif dan non-invasif
• Pemilihan pasien yang tepat untuk peng­
gantian katup
Profesional
• Apresiasi pentingnya penanganan
terhadap penyebab dari gagal jantung
sebagai faktor yang dapat reversibel
• Kemampuan untuk kerja sama dan
berdiskusi tentang penanganan yang
optimal dengan pasien dan tenaga ke­
sehatan profesional, terutama spesialis
bedah jantung, penyakit dalam, dokter
umum, perawat dan spesialis kardiologi
intervensi.
3. Diagnosis dan penanganan terhadap ko­
morbiditas
Pengetahuan
• Pengenalan komorbiditas umum pada
gagal jantung dan dampak yang berpe­
ngaruh pada gejala, prognosis, investi­
gasi, pilihan terapi dan efikasi.
• Pengetahuan interaksi obat yang dapat
muncul akibat pengobatan komorbi­
ditas.
Keterampilan
• Mampu melakukan dan interpretasi
pemeriksaan yang tepat bagi komorbi­
ditas
• Penanganan dasar terhadap komorbi­
ditas
• Merujuk pada spesialis, sesuai dengan
indikasi
• Merencanakan terapi obat yang berkelan­
jutan terhadap pasien yang melakukan
tindakn operatif non-kardiak
• Mampu memberikan rencana terapi
gagal jantung yang tepat sesuai dengan
komorbiditas.
Profesional
• Mengerti dampak komorbiditas terha­
dap gagal jantung dan terapinya, sesuai
dengan pemahaman pasien
• Memberikan masukan multi disiplin
ilmu terhadap penanganan pasien
• Melakukan pendekatan secara tim ke­
pada pasien, keluarga dan pengasuh
keperawatan
• Komunikasi yang efektif terhadap
tenaga kerja profesional yang menangani
komorbiditas pasien (seperti: dokter
umum, pengasuh keperawatan khusus
geriatrik, internis, nefrologis, hema­
tologis, psikiater, pulmonologist dan
perawat).
3
211-KHUSUS/Thn.XXI/Nopember 2015
6th INAecho 2015 in conjunction with 1st SEA Valve, "Diagnosing and Managing Valvular Heart Disease"
Yogyakarta Sheraton Mustika Hotel, Kamis-Sabtu, 17-19 September 2015
Sejak Januari
2015,
Tabloid Profesi
Kardiovaskuler
hadir di alamat website:
www.kardio.my.id
agar informasi yang kami
sajikan dapat selalu update
tanpa harus menunggu
jadwal cetak.
Kami mengundang
para Sponsor untuk
mendukung aktivitas kami,
untuk itu kami sediakan
tempat bagi para sponsor
untuk menyampaikan
pesannya di media kami.
Komorbiditas umum pada pasien gagal jantung
Anemia dan defisiensi besi
Arthritis
Kanker
Penyakit serebrovaskular
Penyakit ginjal kronik
Gangguan kognitif
Depresi
Diabetes mellitus
Disfungsi ereksi
Gout dan hiperuricemia
Disfungsi hati
Penyakit paru obstruktif
Sleep disorder breathing
Abnormalitas tiroid
Tabel 2. Komorbiditas umum non-kardiak
4. Pemberian terapi pada gagal jantung
Pengetahuan
• Pengetahuan yang menyeluruh terhadap
panduan penanganan terkini (ESC dan
ACC/AHA/HFSA), dari pencegahan
hingga pengobatan gagal jantung tingkat
akhir
• Mengetahui farmakoterapi gagal jantung
yang evidence based dengan trial terapi
gagal jantung, termasuk efikasi, efek
pada komorbiditas dan mortalitas, efek
samping dan kontraindikasi
• Mengetahui terapi baru yang dalam
masa trial.
Keterampilan yang ingin dicapai
• Mendiskusikan regimen terapi serta pe­
rencanaan pengobatan dengan pasien
• Mampu menginterpretasi uji klinis terapi
gagal jantung
• Menyusun terapi gagal jantung berdasar­
kan masing-masing individu dan tahap
penyakit, termasuk penghentian dan
titrasi obat jika perlu.
Sikap
• Bekerja sama dengan tim multi disiplin
ilmu dalam memberikan, meningkatkan
dosis dan mengawasi efek samping obat.
Komunikasi secara intensif, khususnya,
dengan keperawatan bidang gagal jan­
tung, apoteker dan dokter umum
• Memberikan informasi rencana terapi
secara efetif kepada pasien dan pengasuh
kesehatan
• Memberikan edukasi ke pasien tentang
pilihan dan strategi terapi yang tepat.
5. Modifikasi gaya hidup
Topik ini membahas: manajemen garam,
cairan dan berat badan, aktifitas fisik, me­
ngendarai kendaraan bermotor, perjalanan,
seks, imunisasi, rehabilitasi paliatif, manaje­
men diri sendiri, merokok dan alcohol, dan
pekerjaan.
Pengetahuan
• Penilaian secara kritis terhadap peneli­
tian klinis terkait gaya hidup dan pena­
nganan non-terapi serta aplikasi klinis
nya
• Pentingnya pengaturan gaya hidup
secara individual dan nasihat medis
• Pencegahan terhadap gaya hidup yang
dapat menyebabkan perburukan kon­
disi
• Strategi dalam perawatan diri sendiri.
• Pengenalan terhadap modalitas rehabili­
tasi dan aktifitas fisik
• Pengenalan terhadap faktor kualitas
hidup
• Memahami pengetahuan, kemampuan
dan alat yang dibutuhkan pasien dalam
melakukan manajemen diri sendiri.
Keterampilan yang ingin dicapai
• Pengorganisasian, supervisi dan mem­
perbaharui edukasi pasien terkait akti­
fitas fisik
• Mampu berinteraksi dengan publik dan
pengasuh kesehatan
• Mampu mengidentifikasi efek dari
ketidakpatuhan terhadap modifikasi
gaya hidup pada pasien
• Memberikan intruksi dalam menjaga
berat badan yang ideal dan mampu
menginterpretasikan efek perubahan
berat badan pada pejalanan dan gejala
penyakit pasien
• Mampu mengedukasi pasien dan keluar­
ga terkait gejala berbahaya, efek samping
dan kemungkinan yang membahayakan
dari penggunaan antithrombotic.
(Bersambung ke hal.4)
4
211-KHUSUS/Thn.XXI/Nopember 2015
• Memiliki kemampuan untuk membuat/
mengorganisasi kelompok manajemen
pasien
• Menyesuaikan modifikasi gaya hidup
dan pengaturan diri sesuai dengan
masing-masing individu dan lingkungan
tinggal
• Memberikan modifikasi aktifitas fisik
yang berfokus pada pasien
• Meningkatkan kepatuhan pada terapi
yang direkomendasikan dan mem­
fasilitasi implentasi dari modifikasi gaya
hidup dan perawatan diri
• Meningkatkan kemampuan pasien da­
lam menghadapi penyakit yang diderita
seumur hidup
• Mempromosikan gaya hidup sehat ter­
kait kebiasaan, perjalanan dan aktifitas
seksual.
Sikap
• Cakap berkomunikasi dengan pasien
dan pengasuh kesehatan
• Mampu bekerjasama dengan perawat,
dokter umum dan psikolog
• Menyadari perbedaan antara efek fisio­
logis yang diharapkan dan efek yang
terjadi.
6. Terapi alat pada gagal jantung
Pengetahuan
• Seleksi pasien yang tepat untuk terapi
resinkronisasi jantung (CRT) dan de­
fibrillator berdasarkan evidence based
medicinean pengetahuan terhadap
panduan local dan internasional
• Memiliki pemahaman dari kurikulum
implantasi pacemaker pada bradikardia
dan pengaturannya
• Memahami komplikasi akut yang dapat
muncul pada terapi alat, dan juga pada
jangka menengah dan panjang
• Memiliki pengetahuan yang detil pada
cara kerja dan pengaturan defibrillator
dan CRT pacemaker. Menyadari bahwa
beberapa alat dapat digunakan untuk
pemantauan jarak jauh
• Mengetahui secara pasti tipe dan terapi
dari aritmia yang muncul pada gagal
jantung
• Memiliki pengetahuan terhadap poten­
sial gangguan elektromagnetik yang
dapat muncul pada alat terapi
• Mengetahui indikasi ablasi AV node
setelah CRT.
Keterampilan, diharapkan mampu untuk:
• Interpretasi ECG 12 lead, 24 hours
Holter monitoring, dan alat skrining
aritmia lainnya (seperti: implantasi loop
recorder)
• Menonaktifkan defibrillator dan pace­
maker
• Melakukan penyelesaian masalah dasar
pada alat
• Identifikasi responden yang tidak sesuai
untuk CRT
• Perawatan pasien paska terapi alat,
memastikan alur biventricular secara
maksimal terpenuhi dan pasien mene­
rima terapi yang optimal dan sesuai bagi
paska CRT
• Memahami rekaman EGM intra kardiak
yang didapat dari alat
• Memberikan informasi yang berimbang
terkait ratio keberhasilan, resiko, dan
keuntungan dari CRT dan mampu
memberikan alternative terapi, seperti:
implant epicardial.
Keterampilan ini harus didapat melalui:
• Menghadiri klinik gagal jantung, dimana
pasien memerlukan terapi alat yang
kompleks (jumlah pasien minimal: 50
pasien)
• Observasi dan membantu implantasi
dari 5 alat CRT dan 3 alat ICD
• Demonstrasi partisipasi peserta pelati­
han pada observasi atau membantu
pasien di klinik paska CRT, dimana:
o Alat CRT dan ICD dievaluasi dan
pengaturannya dioptimalkan (30
pasien)
o Ekokardiografi digunakan untuk
mengatur AV (+/-VV) delay pada
CRT (5 pasien)
o Optimalisasi terapi obat pada paska
CRT (>30 pasien).
Sikap
• Kemampuan untuk berkomunikasi dan
bekerja sama dengan tenaga kerja ke­
sehatan lainnya, khususnya ahli elektro­
fisiologi jantung dan teknisi pengukuran
fisiologis
• Melakukan pendekatan tim pada implan
pacemaker
• Memberikan edukasi kepada pasien
(serta keluarga/pasangan) terkait pilih­
an dan­strategi terapi yang sesuai
• Memahami efek psikologis dari penyakit
yang mucul pada pasien dan keluarga
dan mampu mengelola dengan empati.
7. Pengawasan pada pasien gagal jantung
Topik ini terkait dengan tindak lanjut medis,
pengawasan diri serta pengawasan hemo­
dinamik dan telemonitor.
•
•
•
•
•
•
Pengetahuan
• Pengetahuan tentang keuntungan dan
limitasi dari pilihan modalitas dalam
mengobservasi pasien, untuk identifi­
kasi dan mencegah perburukan gagal
jantung
• Memahami cara observasi pasien me­
liputi berat badan, gejala klinis, bio­
marker, ekokardiografi, alat implan, dan
tes fungsional seperti six minute walking
test (6MWT) dan cardiopulmonary exer­
cise test (CPET)
• Mengetahui modalitas baru (seperti ap­
likasi ilmu telemedicine, alat implant dan
parameternya, serta biomarker untuk
observasi pasien).
•
Keterampilan
• Mendiskusikan pemantauan kondisi
pada pasien, menjelaskan rencana pela­
poran gejala berbahaya, dan menentukan
interval control ulang
• Dapat menyusun rencana dan interpre­
tasi untuk observasi kondisi pasien.
• Dapat mendeteksi kemunduran kondisi
pasien, dan mengobati secara tepat.
•
Sikap
• Mampu berinteraksi dengan tim multi
disiplin ilmu dalam menginterpretasi
variabel yang diobservasi
• Memberikan edukasi yang efektif bagi
pasien dan pengasuh kesehatan tentang
pilihan dan rencana observasi yang se­
suai.
8. Gagal jantung akut
Pendahuluan
Gagal jantung akut (GJA) didefinisikan
sebagai onset cepat dari munculnya gejala
dan tanda dari kongesti paru dan/atau
hipoperfusi perifer, yang membutuhkan
terapi secepatnya. GJA merupakan sindro­
ma yang sangat heterogen, dapat meliputi
dekompensasi akut dari gagal jantung kro­
nik atau merupakan presentasi klinis yang
baru. Ini merupakan tantangan bagi dokter
dan, secara paradox, pengobatan GJA masih
secara empiris karena kurangnya data dari
percobaan klinis secara acak. Modul ini
ditujukan untuk mengembangkan pengeta­
huan dan keterampilan yang didapat pada
kurikulum dasar dari gagal jantung.
Pengetahuan
• Epidemiologi, patofisiologi dan progno­
sis dari sindroma GJA.
• Mengetahui berbagai karakteristik dari
sindroma GJA: kondisi klinis yang dapat
meliputi dari edema paru yang memati­
kan atau syok kardiogenik hingga kon­
disi, yang umumnya, ditandai dengan
perburukan edema perifer.
• Pengetahuan tentang pemeriksaan untuk
GJA dan limitasinya
• Diagnosis dan pemeriksaan GJA
• Evaluasi prognosis
• Mengetahui terapi dan tujuan manaje­
men GJA berdasarkan percobaan klinis
acak dan panduan.
• Memahami kurangnya data terkait
GJA
• Faktor yang menimbulkan eksarse­
basi pada gagal jantung kronik atau
menyebabkan munculnya gejala baru.
Keterampilan
• Evaluasi menyeluruh pada pasien: ri­
wayat, pemeriksaan fisik, ECG 12 lead,
biomarker, status elektrolit, pemerik­
•
•
•
•
saan biokimia dasar, analisa gas darah,
pemeriksaan radiografi dada, termasuk
limitasi dari pemeriksaan penunjang
Evaluasi dari faktor pencetus
Kemampuan untuk melakukan dan
meng­e valuasi pemeriksaan ekokar­
diografi secara komprehensif
Mampu melakukan, interpretasi, dan
mengetahui limitasi dari kateterisasi
bilik kanan jantung
Memahami metode pengawasan hemo­
dinamik invasif dan non-invasif lain­
nya
Menentukan penggunaan terapi yang
tepat: diuretik loop, opiate, nitrat, ino­
trop, manajemen cairan dan elektrolit,
bantuan sirkulasi dan pernapasan, terapi
pengganti ginjal
Memahami indikasi dari penggunaan
alat ventilasi non-invasif
Mengendalikan faktor pencetus: obat,
infeksi, iskemik, aritmia, dan faktor
reversibel lainnya
Memikirkan penggunaan dan modifikasi
dari terapi gagal jantung kronik yang
biasa digunakan
Peserta pelatihan, setidaknya, harus
memahami indikasi dan fungsi dari
intra-aortic balloon pump (IABP). Secara
ideal, peserta diharapkan terlatih dalam
menggunakan IABP
Mengetahui indikasi dari bantuan he­
modinamik dan mechanical circulatory
support (MCS) jangka pendek lainnya
pada infark miokard yang kompleks,
syok kardiogenik, dan kondisi berbahaya
lainnya
Memahami indikasi dan kegunaan alat
ultrafiltrasi perifer yang portable
Mampu mengidentifikasi pasien yang
memerlukan terapi paliatif.
Sikap
• Mampu berdiskusi dan bekerjasama
dengan tenaga kerja profesional lain­
nya, khususnya intensivist, spesialis
kegawatdaruratan, internis, nefrologis,
ahli bedah thorak
• Keterampilan dalam berkomunikasi
dengan pasien dengan penyakit akut dan
keluarga/pengasuh kesehatan, meng­
hargai dampak psikologis dari penyakit
pasien pada pasien dan keluarga, serta
mampu menangani dengan empati
Evaluasi awal
• Riwayat gagal jantung atau sebelumnya gagal
jantung
• Pemeriksan fisik (penilain kongesti paru atau
perifer, evaluasi perfusi perifer)
• EKG abnormal
• X Ray dada yang abnormal
• Analisa gas darah/saturasi oksigen
• Kimia darah (penanda gangguan ginjal atau hati)
• Hitung darah
• Level natriuretic peptides plasma, dan biomarker
lainnya (contoh: troponin)
• Ekokardiografi (serta Doppler konvensional atau
teknik TDI)
Penilaian etiologi dan derajat kegawatan melalui
pemeriksaan yang sesuai dan rencana terapi
• Kateterisasi bilik jantung kanan, bila diindikasikan
• Coronary angiography, sesuai indikasi
• MRI
• Teknik lain (seperti CT scan) sesuai dengan indikasi
klinis
Tabel 3. Evaluasi klinis dan laboratorium pada
curiga GJA
a. Segera (IGD, ICU, ICCU)
• Meringankan gejala
• Perbaikan oksigenasi
• Meningkatkan perfusi organ perifer
• Memperbaiki hemodinamik sentral
• Menghindari kerusakan organ vital
• Stabilisasi kondisi klinis dan optimalisasi terapi
intravenous
• Melimitasi lama rawat di ICU/CCU
b. Intermediate (cardiology ward)
• Memulai, secara tepat, peningkatan dosis obat oral
yang digunakan dalam jangka waktu lama (contoh:
ACE inhibitors, beta-blockers)
• Mendeteksi subpopulasi yang memerlukan CRT
dan/atau ICDs
• Meminimalisir lama waktu rawat inap
c. Sebelum rawat jalan dan manajemen jangka
panjang
• Optimalisasi status cairan sebelum rawat jalan
• Memastikan stabil secara klinis
• Merujuk pada klinik gagal jantung dan pusat rehabilitasi jantung
• Memberikan edukasi dan instruksi tentang modifikasi gaya hidup
• Mencegah eksarsebasi akut dari gagal jantung
• Mendukung status psikososial
• Meningkatkan kualitas hidup dan prognosis
Table 4. Target terapi GJA (modifikasi dari
ESC Guidelines)
• Menggunakan pendekatan tim
• Evaluasi hasil.
9. Peran dalam tim multi disiplin ilmu
Pengetahuan
• Dapat menentukan perlunya pelayanan
multidisiplin
• Mengetahui bukti yang mendukung
peran pentingnya dalam manajemen
gagal jantung
• Memahami panduan internasional, na­
sional dan lokal untuk gagal jantung.
Keterampilan, mampu untuk:
• Membentuk dan berperan serta dalam
tim multidisiplin
• Membentuk dan menjalankan klinik
gagal jantung
• Mengorganisasi dan memimpin per­
temuan multi disiplin untuk mendiskusi­
kan perawatan pasien
• Menyusun panduan lokal untuk gagal
jantung
• Menyusun kasus bisnis untuk pening­
katan pelayanan gagal jantung
• Sebagai pemimpin klinis untuk gagal
jantung pada badan konsultan kardiologi
di institusi
• Menyusun, mengorganisasi dan men­
jalankan program pengembangan pen­
didikan yang berkelanjutan terkait gagal
jantung untuk tim lokal.
Sikap
• Kemampuan untuk berkomunikasi dan
interaksi dengan anggota tim multidi­
siplin: perawat khusus gagal jantung,
pengasuh geriatrik dan dokter umum,
dokter perawatan primer, layanan pera­
watan paliatif dan apoteker
• Menyusun pendekatan yang dapat
memperluas pelayanan pasien, seperti:
mampu mengkoordinasikan pelayanan
di sektor pelayanan primer, sekunder
dan tersier.
Keterampilan diatas harus dicapai oleh
peserta pelatihan dibawah bimbingan
kardiologis yang telah memimpin tim
gagal jantung multi-profesional selama,
sedikitnya, 6 bulan. Selama periode tersebut
peserta harus mengikuti MDTS (setidaknya
25), menjalankan klinik gagal jantung (20),
memiliki pengalaman pada rawat jalan dan
rawat inap dengan perawatan geriatrik (10
ronde ruangan dan 10 klinik), dan berpar­
tisipasi pada klinik di tingkat pelayanan
primer (dijalankan oleh doker umum dan
perawat spesialis).
Modul khusus
10.Pencitraan- ekokardiografi dan CMR
Modul ini menjelaskan ketentuan bagi pe­
serta pelatihan yang telah menyelesaikan
program gagal jantung dasar dan ingin
mendalami kompetensi di bidang penci­
traan bagi gagal jantung.
Pencitraan, terutama ekokardiografi, adalah
pendukung utama dalam mengevaluasi
penyebab dan mekanisme gagal jantung.
Pengobatan dan manajemen gagal jantung
dapat ditetapkan langsung berdasarkan
interpretasi yang akurat dari pemeriksaan
ini. Maka dari itu, spesialis gagal jantung
dengan kemampuan lanjutan di bidang
pencitraan sangat diperlukan. Akan tetapi,
ekokardiografi tetap bergantung pada ope­
rator, sehingga kandidat harus memiliki
pengetahuan anatomi jantung dan patofi­
siologi yang mendalam disertai dengan
keterampilan yang sesuai.
Ekokardigrafi adalah investigasi lini per­
tama dalam penilaian anatomi, fisiologi
dan gerakan jantung. Namun, kualitas
gambar dapat buruk pada beberapa pasien,
sehingga pendekatan multimodalitas diper­
lukan dengan penggunan kontras atau
cardiovascular magnetic resonance (CMR).
Peserta dapat memilih untuk selanjutnya
fokus pada ekokardiografi atau CMR.
Pengetahuan
• Memiliki pengetahuan terperinci me­
ngenai berbagai teknik pencitraan da­
lam memilih metode pencitraan akurat
secara optimal, untuk mengidentifikasi
penyebab dan mekanisme gagal jan­
tung
• Mampu menggunakan kemampuan
diagnostik yang telah divalidasi dan
5
211-KHUSUS/Thn.XXI/Nopember 2015
banyak digunakan untuk mengidenti­
fikasi penyebab dan menentukan ting­
kat keparahan penyakit jantung dalam
rangka menyusun manajemen klinis
pasien
• Memiliki pengetahuan terperinci gejala
dari berbagai etiologi, dan faktor yang
berpotensi reversibel
• Spesialis gagal jantung/eko harus me­
miliki pengertian yang komprehensif
terhadap teknik, mampu melakukan dan
mengawasi modalitas yang terdaftar
• Spesialis gagal jantung/CMR harus
memiliki pengertian yang komprehensif
terhadap teknik, mampu melakukan dan
mengawasi modalitas yang terdaftar.
Keterampilan
• Interpretasi yang lebih baik pada ekokar­
diografi/CMR
• Merujuk pasien yang sesuai untuk dila­
kukan CMR, ekokardiografi lanjutan,
pemeriksaan radioisotop, angiogram
koroner dan CT jantung
• Menunjukkan bahwa peserta telah ber­
partisipasi dalam pemeriksaan pasienpasien yang mencangkup seluruh etio­
logi gagal jantung
• Mendapatkan akreditasi dalam trans­
thoracic echocardiography (EAE atau
setara nasional), dan kompeten menjadi
operator independen ekokardiografi,
atau kompetensi level 2 pada CMR.
Keterampilan ini didapatkan dengan be­
kerja secara full time pada bagian pencitraan
dari pelayanan tersier terakreditasi dengan
volum pasien tinggi, selama minimal 12
bulan. Hal ini dapat dicapai disaat yang
bersamaan dengan pemenuhan kompetensi
modul dasar. Bagi kandidat yang ingin
memiliki pengalaman di dua modalitas pen­
citraan, disarankan termasuk sedikitnya se­
lama 6 bulan ekokardiografi dan CMR (atau
modalitas pencitraan CMR lainnya, CT,
nuklir, PET) selama sedikitnya 3 bulan.
Kandidat yang memilih modul eko lan­
jutan harus memiliki kompetensi yang
sesuai (European/nasional) pada TOE dan
stress echocardiography. Demikian juga,
kompetensi sesuai dengan CMR lanjutan
harus dimiliki oleh para kandidat yang
ingin spesialisasi di bidang CMR. Peserta
yang memilih pendalaman di CMR harus
mendapatkan keterampilan ekokardiografi
dasar di kurikulum inti.
Sikap
• Mengenali pentingnya penggunaan
pencitraan dalam diagnostik, penentuan
prognosis, terapi dan pengkajian ulang
• Mempresentasikan dan berdiskusi ten­
tang pencitraan dengan ahli bedah, ahli
intervensi dan klinisi lain yang turut
dalam manajemen pasien
• Mampu memimpin pertemuan penci­
traan multi disiplin
• Berpartisipasi pada audit reguler
• Mampu menjelaskan teknik pencitraan
kepada pasien secara tepat dan mendis­
kusikan hasil dari pemeriksaan.
• Penilaian diameter, volume dan massa
• Hemodinamik noninvasif dari eko-doppler
o
Pengukuran volum dan aliran, aliran normal
antegrade intrakardiak, penilaian tekanan dalam jantung, continuity equation, pressure half
time method, proximal isovelocity surface area
(PISA), penilaian kontraktilitas (dP/dt)
• Penilaian fungsi sistolik
Menentukan fungsi LV, fungsi sistolik LV secara
global, fungsi sistolik LV secara regional, ketergantungan antara ventrikel kanan dan kiri, fungsi
sistolik ventrikel kanan secara global, speckle
tracking untuk global strain.
Penilaian fungsi diastolic
o Echo-doppler untuk mengetahui fungsi diastolik
LV
Penilaian kardiomiopati
Penilaian valvulopathies dan katup artificial
Stress echocardiography, basic principles
Transesophageal echo, prinsip dasar
Ekokardiografi kontras dan pencitraan jaringan,
prinsip dasar
Real-time three-dimensional echocardiography,
prinsip dasar
Doppler jaringan dan speckle tracking, prinsip
dasar
Prinsip dari penilaian kualitas di ekokardiografi,
prinsip dasar
o
•
•
•
•
•
•
•
•
•
Tabel 5. Pengetahuan dan modalitas ekokardiografi.
Item merujuk pada silabus dasar bagi akreditasi
pada TEE oleh EAE, dapat ditemukan
detil lengkapnya
CMR: CMR memberikan penghitungan
disfungsi sistolik secara akurat, dan dapat
membantu menentukan etiologi, prognosis
dan terapi. CMR memiliki kelebihan pada
gambaran karakteristik jaringan dan per­
fusi. Akan tetapi, CMR tidak sesuai untuk
penilaian anatomi pada pasien dengan
potensial penyakit koroner, pemeriksaan
CT jantung atau percutaneous coronary
angiography lebih disarankan. Modul CMR
bagi kardiologis khusus gagal jantung, me­
mungkinkan kardiologis untuk melaporkan
CMR pada pasien dewasa dengan sindroma
gagal jantung.
• Teknik CMR
o Keamanan dengan strenal wire, stent dan katup
prostetik jantung. Saat ini tidak ada keamanan
pada ICD dan pacemaker, dan intracardiac
clip.
o Aman bila eGFR > 30mL/min
o Studi terkait volum, massa dan fungsi, prinsip
dasar
o Late gadolinium enhancement imaging (LGE)
untuk menilai luka pada mokardiak setelah infark,
kardiomiopati, atau miokarditis.
• Teknik tambahan
o Aliran darah miokardial untuk menilai shunt,
penyakit katup dan penyakit jantung congenital
o Penghitungan iron jantung pada kelebihan iron
(seperti: Thalassemia)
o Pencitraan T2-weighted menilai edema pada
miokarditis akut, sarkoidosis dan infark
o Pencitraan T1-weighted menilai penyakit peri­
kard, massa dan lemak miokard pada ARVC
o Pencitraan real time saat respirasi untuk menilai
paralisis diafragma dan kontriksi perikard
o Stress imaging menilai vasodilatasi atau inotropic
stress menilai iskemik atau viabilitas
o Karakteristik jaringan pada kardiomiopati yang
diturunkan seperti Fabry, dilated cardiomyopathy,
hypertrophic cardiomyopathy, ARVC, dan noncompaction
o Karakteristik jaringan pada kardiomiopati yang
didapat karena amiloidosis, sarkoidosis, mio­
karditis, iron overload, penyakit eosinofilik dan
Chagas disease
o Karakteristik jaringan pada tumor jantung
o Pencitraan paska kontras (LGE) menilai thrombus dan sumbatan mikrovaskular
o LGE untuk perfusi, pencitraan viabilitas dan
memperkirakan respons dari revaskularisasi dan
biventricular pacing
o Pencitraan anatomi katup dengan kualitas tinggi
pada pencitraan echo acoustic yang buruk
Tabel 6. CMR modalitas
11.Terapi alat implan
Modul ini menjelaskan tentang ketentuan
bagi kandidat yang telah menyelesaikan
program dasar gagal jantung dan ingin
meneruskan spesialisasi di bidang terapi
alat.
Pada banyak negara di Eropa implantasi
alat dilakukan oleh spesialis elektrofisiolo­
gis atau ahli bedah. Akan tetapi, semakin
banyak negara implantasi ICD dan CRT
dilakukan oleh kardiologis. Oleh karena
itu, modul ini menjelaskan cakupan ilmu,
kete­rampilan dan sikap yang harus dikuasai
oleh ahli gagal jantung untuk dapat melaku­
kan implantasi alat.
Modul ini dicanangkan membutuhkan
waktu setidaknya 12 bulan dalam penyele­
saiannya, termasuk di dalamnya pelatihan
di pusat implantasi terakreditasi dengan
volume pasien yang tinggi.
Cakupan ilmu -- memperluas ilmu yang
telah didapatkan pada pelatihan dasar ga­
gal jantung, ditambah dengan kompetensi
yang didapat dari modul 6, para kandidat
diharapkan mampu untuk:
• Pengetahuan kerja tentang prinsip pac­
ing, anatomi jantung dan rongga dada,
sistem konduksi dan gangguannya
• Mengerti secara jelas indikasi dari pe­
masangan alat pacu/ICD/CRT dan juga
komplikasi yang dapat timbul (serta
penyelesaian yang diperlukan)
• Pengetahuan kerja tentang terapi yang
sudah ada dan yang sedang dikembang­
kan, terutama terkait CRT, pentingnya
pemilihan lead dan sasaran pembuluh
yang tepat.
Keterampilan
• Pemeriksaan pasien dan pemilihan terapi
alat yang tepat
• Telah memperoleh kompetensi dasar
terapi alat (kurikulum dasar)
• Memiliki keterampilan untuk melakukan
implantasi yang aman, teknik aseptic,
dan mampu melakukan teknik cephalic,
subclavian dan axillary
• Melakukan pemberian antikoagulan
peri operatif secara tepat (seperti: katup
mekanik)
• Rasio komplikasi yang rendah, dan
memiliki kemampuan dalam menangani
komplikasi
• Mampu untuk melakukan ICD, minimal­
isir RV pacing (kecuali pada CRT dimana
alat deprogram untuk memaksimalkan
biventricular pacing), terapi takikardia,
dan memilih algoritme yang tepat dalam
membedakan VT dan SVT
• Menguasai gangguan dasar pada terapi
alat untuk mengetahui kerusakan pada
lead atau alat, terapi yang tidak tepat,
atau memerlukan ablasi lanjutan (contoh
pada fibrilasi atrial).
Keterampilan ini diperoleh melalui:
• Melakukan pelayanan pada klinik
gagal jantung, dimana pasien diseleksi
untuk menjalani terapi alat (minimal 75
pasien)
• Sebagai operator utama pada minimal
100 implantasi pacemaker
• Sebagai operator utama pada minimal
25 implantasi ICD*
• Sebagai operator utama pada sedikitnya
30 implantasi CRT*
• Memiliki pengalaman dalam menangani
komplikasi dari pacing:
o Pericardiocentesis
o Aspirasi pleura/chest drain
o Manajemen luka
o Menghindari stimulasi nervus fre­
nikus melalui manipulasi lead atau
program
• memiliki pengalaman berpartisipasi
pada klinik follow up paska CRT, di­
mana:
o CRT/ICD dilakukan dan optimalisasi
program dilakukan (75 pasien)
o Ekokardiografi digunakan untuk
menyetel AV(+/-VV) delay pada CRT
(50 pasien)
o Terapi obat dioptimalisasi paska CRT
(50 pasien).
*2014 target dari EHRA
Sikap
• Kemampuan untuk berkomunikasi
dan bekerja sama dengan tenaga kerja
profesional lainnya, terutama ahli elek­
trofisiologis dan tenaga pengukuran
fisiologis
• Melakukan pendekatan secara tim
• Memberikan edukasi ke pasien tentang
pilihan terapi yang sesuai dan menjelas­
kan rencana terapi
• Memahami efek psikologis dari penyakit
pasien kepada pasien dan keluarga, serta
dapat menangani dengan empati
• Menilai komplikasi jangka panjang.
Meskipun pilihan terapi yang direko­
mendasikan terbatas, kecepatan kandidat
me­­­ngem­b angkan keterampilan dapat
berbeda. Sehingga, penting bagi kandidat
untuk memperoleh kesempatan berparti­
Pengetahuan sipasi pada seluruh aspek terapi sebanyakbanyaknya.
(lihat Tabel 7.)
12.Modul bagi spesialis jantung untuk pena­
nganan pasien yang menjalani transplantasi
jantung dan MCS.
Modul ini menjelaskan persyaratan yang
harus dipenuhi oleh kandidat setelah mela­
lui program dasar gagal jantung dan ingin
mengembangkan lebih lanjut kompetensi di
bidang manajemen gagal jantung.
Diharapkan modul ini diselesaikan dalam
waktu sedikitnya 12 bulan, dan termasuk
pelatihan dalam penilaian pasien dan mana­
jemen lanjutan pada transplantasi jantung
(CTx) dan mechanical circulatory support
(MCS), di pusat jantung terakreditasi de­
ngan volume pasien yang tinggi.
Pengetahuan
• Epidemiologi dan patofisiologi dari
gagal jantung lanjut
• Anatomi dan patofisiologi dari jantung
yang ditranplantasi
• Indikasi (umum dan khusus) dari trans­
plantasi jantung/ implantasi MCS (left
and right ventricle assist devices)
• Kontraindikasi dari terapi CTx dan
MCS
• Pengetahuan terperinci terkait data re­
gister INTERMAC dan korelasinya pada
hasil MCS
• Penanda prognosis pada gagal jantung
lanjut dan membantu memberikan gam­
baran pada terapi obat, CTx dan MCS
• Karakteristik teknis dari alat MCS
• Komplikasi paska operasi dan jangka
panjang dari terapi CTx dan MCS
• Perawatan penolakan graft dan paska
operasi dari pasien CTx dan MCS
• Adaptasi psikologi dari pasien paska
implantasi Ctx dan MCS
• Rehabilitasi setelah prosedur
• Perawatan paliatif pada pasien gagal
jantung lanjut
• Pendekatan multi-profesional pada
pemilihan dan perawatan setelah CTx
dan MCS.
Keterampilan
• Mampu melakukan penilaian, pemilihan
dan penolakan pasien untuk terapi CTx
dan MCS
• Merencanakan pemeriksaan pre-CTx
serta mengkoordinasi dan supervise
fase pre-CTX termasuk penilaian invasif
berulang
• Interpretasi cardiopulmonary exercise
test
• Melakukan scoring keselamatan (Heart
Failure Survival dan Seattle heart Failure
Model)
• Melakukan evaluasi komprehensif dari
disfungsi bilik jantung kanan (termasuk
kateterisasi jantung kanan, strategi dari
manajemen hipertensi pulmonal dan
Pengetahuan dasar
Ahli implantasi
alat
Anatomi Anatomi jantung X
Sistem konduksi X
Sistem saraf pusat
X
Sinus koroner
X
X
X
X
Patologi Penyakit sistem konduksi
X
X
Teknologi Prinsip pacing
Teknologi lead dan baterai
X
X
X
X
Program Menjalankan pacing mode
X
Mengnon-aktifkan komponen defibrillator
X
Menilai derajat pacing RV/BiV
X
EGM
ICD discriminator
X
X
X
X
X
Keterampilan Teknik aseptic/ rejimen antibiotic
X
Anesthesia lokal yang tepat Pendekatan yang aman untuk mendapat akses
vena aksila, sefalik, atau subklavia
Implantasi lead dan alat yang aman, dengan rasio
komplikasi yang rendah Penyelesaian dari masalah lead Mengelola komplikasi, contoh: tamponade X
Kompetensi menyelesaikan masalah dasar dan
mengatur alat (termasuk echo optimization of CRT)
X
X
X
X
Sikap Pendekatan bedah yang tepat Pendekatan tim
Menilai komplikasi jangka panjang X
X
X
Kompetensi utama
Sistem pacemaker
ICDs
Observasi >3
CRT
Observasi >5
Penilaian klinis untuk terapi alat >50 pasien Klinik follow up untuk optimalisasi terapi obat >30 pasien
Optimalisasi eko
>5 pasien
X
X
X
X
Implantasi >100
Implantasi >25
Implantasi >30
>75 pasien
>30 pasien
>20 pasien
Table 7. Cakupan ilmu, keterampilan dan sikap yang diharapkan pada spesialis gagal jantung
dan implant alat
6
211-KHUSUS/Thn.XXI/Nopember 2015
penanda non invasif derajat disfungsi
bilik jantung kanan)
Mengelola pemberian antikoagulan pada
pasien MCS
Melakukan evaluasi status nutrisi
Mengendalikan komplikasi paska ope­
rasi
Penggunaan terapi immunosupresi
Melakukan dan interpretasi biopsi jan­
tung pada penolakan allograft
Berfungsi sebagai anggota, dan juga
mampu memimpin, tim multidisiplin.
pasien diseleksi untuk terapi alat lanjut
(minimal: 50 pasien)
• Mengelola pasien yang telah menjalani
tranplantasi jantung (setidaknya 15,
setidaknya 10 diantaranya sejak awal ra­
wat inap, hingga perawatan pre operatif
dan paska operatif)
• Mengelola pasien gagal jantung dengan
mechanical circulatory support (sedikit­
nya 15, 10 diantaranya telah dikelola
sejak perawatan peri operatif dan juga
rawat jalan).
pada pasien dan pengasuh kesehatan
• Kemampuan untuk berkomunikasi
dan berkolaborasi dengan tenaga kerja
profesional lainnya, terutama ahli bedah
jantung dan thoraks, intensivist, perawat
paliatif care, teknisi MCS, dan perawat
spesialis
Keterampilan ini didapatkan melalui:
• Melakukan pelayanan pada klinik
transplantasi jantung/MCS, dimana
Sikap
• Memahami efek dari pemeriksaan dan
terapi tranplantasi jantung dan MCS
• Memberikan edukasi kepanada pasien
dan pengasuh kesehatan terkait perawa­
tan paska operatif MCS dan CTx
•
•
•
•
•
•
• Menjelaskan keuntungan dan kerugian
dari terapi gagal jantung lanjut bagi
pasien dan pengasuh kesehatan
• Membentuk dan memimpin tim multi­
disiplin
• Memahami pentingnya program re­
habilitasi yang sesuai dan dukungan
psikososial bagi pasien, serta mampu
memfasilitasi bagi perawatan ini
• Menilai komplikasi jangka pendek dan
panjang.
Demikian kurikulum ini dibuat berdasarkan
referensi dari Heart Failure Association ESC
yang dipimpin oleh Prof Gerasimo Fillipatos
yang akan membantu Pok Ja Gagal Jantung
PERK dalam pelaksanaan pelatihan selajut­
nya. Apabila ada kekurangan dan revisi akan
dilakukan konsultasi dengan berbagai pihak
di Kolegium PERKI.
POKJA: GJ-PH-CARMET
Pedoman Praktek Klinis Hipertensi Pulmonal 2015
1. Pendahuluan
Hipertensi Pulmonal (HP) adalah sebuah
keadaan hemodinamik dan patofisiologi di­
mana terjadi peningkatan rerata pulmonary
arterial pressure (PAP) > 25 mmHg ketika
istirahat yang dilakukan melalui Kateteri­
sasi Jantung Kanan (KJK) (Tabel 1). HP juga
dapat diperkirakan dengan ekokardiografi
doppler, walaupun hal ini dapat memberikan
hasil diagnosis positif palsu dan negatif palsu.
(Tabel 2)
HP dapat ditemukan pada kondisi klinis
yang bermacam-macam, dimana telah diklasi­
fikasi menjadi 6 grup klinis dari HP dan tipe
HPA berbeda yang lain. (Tabel 3)
Sebuah algortime diagnosis disediakan
untuk memfasilitasi identifikasi dari grup
klinis dari HP secara spesifik dan berbagai
macam tipe HPA (gambar 1)
Strategi pengobatan berbeda-beda diantara
6 grup klinis tersebut. HPA- grup 1 adalah
satu satu­nya grup klinis dengan terapi obat
yang spesifik dan telah terdapat algoritme
pengobatan yang sudah memiliki evidencebased (gambar 2); definisi untuk mengevaluasi
tingkat keparahan darri kondisi pasien, target
pengobatan, dan strategi follow up juga telah
tersedia. Fitur tertentu dari berbagai macam
Tabel 1: Definisi hemodinamik dari HP yang didiagnosis melalui KJK*
Definisi
Karakteristik
Hipertensi Pulmonal (HP)
Rerata PAP > 25 mmHg
Grup Klinis**
Semua
HP Pre Kapiler
Rerata PAP > 25 mmHg PAWP < 15 mmHg
CO normal atau tereduksi^
1. Hipertensi Pulmonal Arterial
3. HP karena panyakit paru
4. HP Tromboembolik Kronis
5. HP yang tidak jelas atau
multifaktorial
HP Post Kapiler Rerata PAP > 25 mmHg PAWP
> 15 mmHg
CO normal atau tereduksi^
2. HP karena penyakit jantung kiri
HP Post Kapiler Terisolasi
DPG < 7 mmHg dan/atau PVR < 3 WU
Kombinasi dari HP Post Kapiler dan Pre Kapiler
DPG > 7 mmHg dan/atau PVR > 3 WU
CO=cardiac output ; PAP=pulmonary arterial pressure ; PAWP=Pulmonary Arterial Wedge Pressure ; DPG=Diastolic
Pressure Gradient (Diastolic PAP – mean PAWP) ; WU=Woods Unit
* semua nilai diukur saat istirahat
** sesuai dengan tabel 2
^ CO yang tinggi dapat timbul pada kondisi hiperkinetik systemic to pulmonary shunts (hanya pada sirkulasi
pulmonal), anemia, hipertiroidisme
Tabel 2. Klasifikasi Klinis dari Hipertensi Pulmonal yang telah diperbarui (Nice,2013)
tipe HPA pada pasien pediatrik, juga telah
ditekankan.
Diagnostik klinis dan karakteristik dari
terapi yang spesifik dari masing masing grup
2, 3, dan 4 sedang didiskusikan.
2. Definisi
(lihat Tabel 1.)
Definisi dari HP pada olahraga tidak dapat
didefinisikan akibat dari kurangnya data-data
penelitian yang mampu menunjukan tinggi
rerata PAP tertentu yang memiliki implikasi
prognosis. Oleh karena itu, penggunaan HP
pada olahraga sebaiknya ditinggalkan.
3. Klasifikasi Klinis dari Hipertensi Pulmonal
Kondisi klinis dengan HP terklasifikasi
menjadi 6 grup dengan perbedaan patologis,
patofisiologi, prognosis, dan terapi.
(lihat Tabel 2.)
Klasifikasi dari Penyakit Jantung Bawaan
(PJB) menyebabkan HPA membutuhkan versi
klinis (tabel 4) dan patofisiologikal (terdapat
pada versi lengkap dari guideline) dengan
tujuan untuk membedakan pasien secara
lebih detail.
(lihat Tabel 3.)
4. Diagnosis Hipertensi Pulmonal (HP)
Diagnsosis HP harus dipertimbangkan
sebagai diagnosis banding dari gejala iskemia
seperti angina, sinkop, sesak nafas saat akti­
vitas, dan atau pembatasan kapasitas latihan
beban yang progresif, terutama pada pasien
tanpa faktor risiko kardiovasckular dan per­
napasan yang jelas. Perhatian khusus harus
diarahkan pasien dengan faktor risiko.
(lihat Tabel 4.)
4.1. Algoritme Diagnosis
Pasien dicurigai HP apabila memiliki gejala,
tanda, dan riwayat ke arah HP seperti dijelas­
kan sebelumnya disertai dengan pemeriksaan
ekokardigrafi untuk menentukan perkiraan
HP (tabel 5 dan tabel 6). Bila didapatkan
perkiraan HP tinggi atau sedang maka diper­
lukan pemeriksaan lanjutan untuk HP berupa
anamnesis, pemeriksaan fisik, EKG, rontgen
dada, tes fungsi paru, HRCT scan dada untuk
mengidentifikasi HP grup 2 ataupun grup 3.
Bila ditemukan HP ke arah grup 2 maupun 3
maka disarankan untuk memeriksan fungsi
jantung kanan. Apabila tidak terdapat gang­
guan jantung kanan, maka kita dapat me­
ngobati penyakit dasar. Namun bila terdapat
gangguan jantung kanan, maka disarankan
untuk merujuk ke pusat HP. Bila tidak dapat
menegakkan diagnosis HP grup 2 atau 3, maka
direkomendasikan untuk melakukan V/Q scan
di pusat HP. Bila ditemukan defek segmental
maka direkomendasikan untuk melakukan
pemeriksaan KJK angiografi pulmonal dan CT
angiografi pulmonal untuk menegakan HPTEK
(grup 4). Bila tidak ditemukan defek segmental
pada V/Q scan, maka dilakukan KJK untuk
menegakan diagnosis HP. Apabila diagnsosis
HP tegak dengan KJK, maka diperlukan pe­
meriksaan HP spesifik lanjutan.
(lihat Tabel 5.)
Tabel 3: Klasifikasi klinis HP akibat Penyakit Jantung Bawaan
1. Hipertensi Pulmonal Arterial (HPA)
1.1. Idiopatik
1.2. Keturunan
1.2.1. BMPR2
1.2.2. ALK-I, endoglin, SMAD9, CAV1, KCNK3
1.2.3. tidak diketahui
1.3. Induksi obat atau racun
1.4. Terasosisasi dengan (APAH)
1.4.1. Penyakit jaringat ikat
1.4.2. HIV
1.4.3. Hipertensi Portal
1.4.4. Penyakit Jantung Kongenital
1.4.5. Schistosomiasis
A. Sindrom Eisenmenger’s
Sindrom Eisenmenger mencakup semua systemik to pulmonary shunts karena cacat besar yang mengarah ke
peningkatan berat di PVR dan menghasilkan systemic to pulmonary shunts atau shunt dua arah. Sianosis, erythrocytosis, dan keterlibatan organ multiple masih ada.
1’. Penyakit vena oklusif pulmonal dan hemangiomitosis kapiler pulmonal
D. HP setelah koreksi dengan operasi jantung
Dalam kasus ini, penyakit jantung bawaan telah diperbaiki tapi HPA masih ada segera setelah operasi atau telah
kambuh beberapa bulan atau tahun setelah operasi tanpa adanya lesi yang signifikan pasca operasi sisa bawaan
atau cacat yang berasal sebagai sequela operasi sebelumnya.
1”. Hipertensi Pulmonal Persisten dari Neonatus
2. Hipertensi Pulmonal karena Penyakit Jantung Kiri
2.1. Disfungsi sistolik
2.2. Disfungsi diastolik
2.3. Penyakit katup
2.4 Penyakit Jantung Kongenital/ obstruksi outflow atau inflow tract dari jantung kiri / dan kardiomiopati
kongenital
3.
Hipertensi Pulmonal karena Penyakit Paru dan atau Hipoksemia
3.1. Penyakit paru obstruktif kronis
3.2. Penyakit paru interstisial
3.3. Penyakit paru lainnya dengan pola gabungan dari obstruktif dan restriktif
3.4. Gangguan pernafasan tidur
3.5. Gangguan hipoventilasi alveolar
3.6. Paparan kronis terhadap ketinggian
3.7. Kelainan tumbuh kembang paru
4. Hipertensi Pulmonal Tromboembolik Kronis dan obstruksi arteri pulmonal lainnya
4.1. Hipertensi Pulmonal Tromboembolik Kronis
4.2. Obstruksi arteri pulmonal lainnya
4.2.1. Angiosarcoma
4.2.2. Tumor intravascular lainnya
4.2.3. Arteritis
4.2.4. Stenosis arteri pulmonal kongenital
4.2.5. Parasit (hydatidosis)
5. HP yang tidak jelas dan atau dengan penyebab multifactorial
5.1. Gangguan hematologis: gangguan mieloproliferatif, splenektomi.
5.2. Gangguan sistemik: sarkoidosis, paru sel Langerhans histiocytosis, lymphangioleiomyomatosis,
neurofibromatosis, vaskulitis
5.3. Gangguan metabolisme: penyakit penyimpanan glikogen, penyakit Gaucher, gangguan tiroid
5.4. Lain-lain: obstruksi tumoural, fibrosing mediastinitis, gagal ginjal kronis yang menjalani dialysis,
hipertensi pulmonal segmental
ALK-1 activin receptor-like kinase 1 gene; SMAD9 contraction of Sma and Mad (Mothers against decapentaplegic);
CAV1 caveolin type 1; KNCK3 human potassium channel subfamily K member 3; APAH associated pulmonary
arterial hypertension; BMPR2 bone morphogenetic protein receptor type 2; HIV human immunodeficiency virus;
PAH pulmonary arterial hypertension.
B. HP terasosiasi dengan systemic to pulmonary shunts
Pada pasien ini dengan cacat sedang atau besar, peningkatan PVR adalah ringan sampai sedang, systemic to
pulmonary shunts sebagian besar masih ada, dan tidak ada sianosis muncul pada saat istirahat.
C. HP dengan kelainan minimal
Dalam kasus dengan cacat kecil (biasanya defek septum ventrikel, 1 cm dan defek septum atrium, 2 cm diameter
masih efektif dinilai oleh echocardiography) gambaran klinis sangat mirip dengan HPA idiopatik.
Tabel 4: Tingkat risiko obat dan racun diketahui menyebabkan HPA
Definitif
• Aminorex
• Fenfuramin
• Dexfenfuramine
• Toxic Rapeseed Oil
• Benfluorex
• Inhibitor re-uptake serotonin selektif
Kemungkinan besar
• Amphetamine
• Dasatinib
• L-Tryptophan
• Metamphetamine
Mungkin
• Kokain
• Phenilpropanolamine
• St.John Wort
• Amphetamine-like drugs
• Interferon α dan β
• Chemotherapeutic Agent
(Cyclophosphamide)
Tabel 5. Kriteria perkiraan untuk memperkirakan adanya HP berdasarkan peak velocity dari regurgitasi
trikuspid regurgitasi dan tekanan PA sistolik dihitung melalui Doppler saat istirahat (dengan asumsi
tekanan atrium kanan normal 5 mmHg) dan pada variabel tambahan sugestif HP melalui ekokardiografi
Diagnosis Ekokardiografi: Perkiraan bukan HP
Kecepatan regurgitasi trikuspid < 2.8 m/s, tekanan PA sistolik < 36 mmHg, dan tidak ada variabel
ekokardiografi tambahan sugestif ke HP
I
Diagnosis Ekokardiografi: Kemungkinan HP sedang
Kecepatan regurgitasi trikuspid < 2.8 m/s, tekanan sistolik PA < 36mmHg, namun kehadiran
variabel ekokardiografi tambahan sugestif dari HP
IIa C
Kecepatan regurgitasi trikuspid 2,9-3,4 m / s, tekanan sistolik PA 37-50 mmHg dengan / tanpa
variabel ekokardiografi tambahan sugestif ke HP
Diagnosis Ekokardiografi: Kemungkinan HP besar
Kecepatan regurgitasi tricuspid > 3.4 m/s, tekanan PA sistolik >50 mmHg, dengan / tanpa variabel
ekokardiografi tambahan sugestif ke HP
IIa C
Ekorardiografi doppler dengan latihan beban tidak direkomendasikan untuk skrining
HP
III C
I
B
B
7
211-KHUSUS/Thn.XXI/Nopember 2015
Tabel 6. Perkiraan diagnosis HP berdasarkan gejala, faktor risiko dan ekokardiografi
Tabel 7: Rekomendasi untuk Strategi Diagnosis
Rekomendasi
Ekokardiografi direkomendasikan sebagai lini pertama non invasif dalam mendiagnosis HP
Scan ventilasi / perfusi paru dianjurkan pada pasien dengan HP yang tidak jelas
untuk menyingkirkan HPTEK
CT angiography dengan kontras dari arteri pulmonal (AP) diindikasikan untuk
pemeriksaan pasien dengan HPTEK
Kimia klinik, hematologi, imunologi, dan tes fungsi tiroid rutin diindikasikan pada
semua pasien dengan HPA, untuk mengidentifikasi kondisi yang berhubungan
secara spesifik
USG abdomen diindikasikan untuk skrining hipertensi portal
CT resolusi tinggi harus dipertimbangkan dalam semua angiografi paru
Angiografi pulmonal dipertimbangkan pada pasien HPTEK
Thoracoscopic biopsi paru atau terbuka tidak dianjurkan pada pasien dengan
HPA
Gambar 1: Algoritme Diagnosis (adaptasi dari ESC PH guidelines 2015)
Kelas
Level
I
C
I
C
I
C
I
C
I
IIa
IIa
C
C
C
III
C
Tabel 8: Rekomendasi untuk kateterisasi jantung kanan (A) dan pengujian vasoreaktifitas (B)
Rekomendasi
Kateterisasi Jantung Kanan (A)
KJK diindikasikan untuk semua pasien HPA untuk mengkonfirmasi diagnosis,
mengevaluasi keparahan, dan mempertimbangkan terapi spesifik dari HPA
KJK untuk pasien HP sebaiknya dilakukan di pusat HP disebabkan teknik yang
sulit dan dapat menyebabkan komplikasi
KJK sebaiknya dilakukan untuk mengkonfirmasi efikasi dari terapi spesifik HPA
KJK direkomendasikan pada pasien HP penyakit jantung kongenital sebagai alat
bantu penentuan koreksi
KJK dapat dilakukan pada pasien HP grup 2 atau 3 apabila memiliki pertimbangan
transplantasi organ
Apabila terdapat kesulitan pemeriksaan PAWP maka dapat dipertimbangkan
pemeriksaan kateterisasi jantung kiri untuk mengukur LVEDP
KJK selalu dilakukan untuk konfirmasi dari kelainan klinis dan sebagai dasar untuk
evaluasi efek dari pengobatan eskalasi dan atau kombinasi
KJK direkomendasikan pada HP grup 4 (HPTEK) untuk menegakan diagnosis
dan evaluasi terapi
HP: hipertensi pulmonal, EKG: elektrokardiogram, DLCO: carbon monoxide diffusing capacity, HRCT: high resolution CT-scan,
V/Q: scan ventilasi/perfusi, HPTEK: hipertensi pulmonal tromboembolik kronis, KJK: kateterisasi jantung kanan, PVOD: pulmonary
veno-oclusive disease, PCH: pulmonary capillary hemangiomathosis, PVR: pulmonary vascular resistance, mPAP: mean pulmonary
artery pressure, PAWP: pulmonary artery wedge pressure.
Pemeriksaan tunggal CT pulmonary angiography saja tidak cukup untuk mendiagnosis HPTK.
Pengujian Vasoreaktifitas (B)
Uji vasoreaktifitas sebaiknya dilakukan di pusat-pusat ahli HP
Pengujian vasoreaktifitas diindikasikan pada pasien dengan idiopatik HPA, HPA
herediter dan HPA terkait dengan obat untuk mendeteksi pasien yang dapat diobati
dengan CCB (Calcium Channel Blocker) dosis tinggi
Sebuah respon positif terhadap pengujian vasoreaktifitas adalah \ didefinisikan
sebagai pengurangan rata-rata PAP >10 mmHg untuk mencapai nilai absolut dari
rata-rata PAP < 40 mmHg dengan peningkatan atau CO yangtidak berubah
Penggunaan nitric oxide direkomendasikan untuk pengujian vasoreaktifitas
Epoprostenol intravena dapat digunakan sebagai alternatif pengujian vasoreaktifitas
Adenosine dapat digunakan sebagai alternatif pengujian vasoreaktifitas
Iloprost inhalasi dapat digunakan sebagai alternatif pengujian vasoreaktifitas
Penggunaan CCB intravena maupun oral tidak dianjurkan untuk pengujian vasoreaktifitas
Pengujian vasoreaktifitas untuk mendeteksi pasien yang dapat dengan aman
diobati dengan dosis tinggi CCB adalah tidak dianjurkan pada pasien dengan PH
lain kelompok (kelompok 2, 3, 4, dan 5)
Kelas
Level
I
C
I
B
IIa
C
I
C
I
C
IIa
C
IIb
C
I
C
I
C
I
C
I
C
I
C
I
C
IIa
C
IIb
C
III
C
III
C
8
211-KHUSUS/Thn.XXI/Nopember 2015
4.2. Evaluasi dari Tingkat Keparahan
Evaluasi dari tingkat keparahan pasien de­
ngan HPA sangat penting dilakukan sebagai
alat evaluasi progresivitas, terapi, dan perbu­
rukan HP. Evaluasi ini biasanya dilakukan
pada fase diantara menentukan diagnosis dan
menentukan terapi.
(lihat Tabel 9, 10, 11, 12, 13)
4.3. Tatalaksana HPA
Tatalaksana HPA mengalami perkemba­
ngan yang amat pesat dalam 1 dekade terakhir.
Tatalaksana HPA merupakan strategi yang
kompleks meliputi evaluasi keparahan HPA
dan evaluasi terapi. Tatalaksana HPA dapat
dibagi menjadi 3 langkah utama:
1. Langkah-langkah perbaikan umum
2. Terapi awal medikamentosa
3. Evaluasi terapi
Tabel 9: Klasifikasi fungsional hipertensi pulmonal diubah setelah klasifikasi fungsional
New York Heart Association menurut WHO 1998
Kelas 1
Pasien dengan hipertensi pulmonal namun tanpa menghasilkan pembatasan aktivitas fisik. Aktivitas fisik biasa tidak menyebabkan sesak yang tidak semestinya atau kelelahan, nyeri dada, atau
mendekati pingsan.
Kelas 2
Pasien dengan hipertensi pulmonal mengakibatkan sedikit pembatasan aktivitas fisik. Mereka
merasa nyaman saat istirahat. Aktivitas fisik biasa menyebabkan sesak tidak semestinya atau
kelelahan, nyeri dada, atau mendekati pingsan.
Kelas 3
Pasien dengan hipertensi pulmonal mengakibatkan pembatasan aktivitas fisik yang nyata. Mereka
merasa nyaman saat istirahat. Aktivitas biasa yang ringan menyebabkan sesak tidak semestinya
atau kelelahan, nyeri dada, atau mendekati pingsan.
Kelas 4
Pasien dengan hipertensi pulmonal dengan ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas fisik
tanpa gejala. Pasien-pasien ini menunjukkan tanda-tanda gagal jantung kanan. Sesak dan / atau
kelelahan bahkan mungkin hadir saat istirahat. Ketidaknyamanan meningkat oleh aktivitas fisik.
Tabel 10. Parameter dengan menentukan pentingnya untuk menilai keparahan penyakit, stabilitas dan
prognosis di HPA
Tabel 12. Rekomendasi untuk evaluasi dari keparahan dan tindak lanjut
Pernyataan
Dianjurkan untuk mengevaluasi tingkat keparahan pasien HPA dengan panel data
yang berasal dari evaluasi klinis, tes latihan, penanda biokimia, dan ekokardiografi
dan penilaian hemodinamik
I
C
Disarankan untuk melakukan pemeriksaan berkala 3-6 bulan sekali pada pasien
HPA yang stabil
I
C
Direkomendasikan pencapaian/mempertahankan HP risiko rendah sebagai target
terapi pasien HPA
I
C
Direkomendasikan pencapaian/mempertahankan HP risiko sedang sebagai target
terapi pasien HPA
IIa
C
Tabel 13. Rekomendasi untuk langkah-langkah perbaikan umum
Rekomendasi
Kelas
Level
Kehamilan pada pasien dengan HPA dianjurkan untuk dihindari
I
C
Imunisasi pasien HPA terhadap influenza dan infeksi pneumokokus dianjurkan
I
C
Dukungan psikososial harus dipertimbangkan pada pasien dengan HPA
I
C
Pasien HPA yang dikondisikan secara klinis harus dipertimbangkan untuk latihan
rehabilitasi yang diawasi
IIa
B
Administrasi O2 selama perjalanan menggunakan pesawat harus dipertimbangkan
untuk pasien di WHO-FK III dan IV dan orang-orang dengan tekanan O2 darah arteri
secara konsisten kurang dari 8 kPa (60 mmHg)
IIa
C
Lebih baik memilih anestesi epidural pada operasi elektif dibandingkan anestesi
umum
IIa
C
Aktivitas fisik yang berlebihan yang memperparah keadaan tidak dianjurkan pada
pasien dengan HPA
III
C
Tabel 14. Rekomendasi untuk Terapi Suportif
Pernyataan
Tabel 11. Penilaian yang disarankan dan waktu untuk tindak lanjut pasien dengan HPA
Baseline (awal terapi)
Setiap 3 -
6 bulan
Setiap 6 -
12 bulan
3 - 6 bulan setelah
pengobatan
Pada saat
perburukan
Penilaian klinis WHO
+
+
+
+
+
EKG
+
+
+
+
+
6MWT
+
+
+
CPET
+
+
+d
Ekokardiografi
+
+
+
+
Lab rutina (NT-proBNP)
+
+
+
+
Lab lanjutanb
+
+
+
AGDc
+
+
+
+
KJK
+
+e
+ d
+d
+
6MWT= 6 minute walk test; CPET= cardiopulmonary exercise test; AGD= analisa gas darah.
a
lab rutin HP terdiri dari darah lengkap, INR (pada pasien yang menerima vitamin K antagonis), serum creatinin,
natrium, kalium, ALT/AST (pada pasien yang menerima endothelin-1 reseptor antagonis), bilirubin, dan BNP/
NT=proBNP.
b
lab lanjutan terdiri dari TSH, troponin, asam urat, dan status besi.
c
analisa gas darah dari arteri atau kapiler yang mengalami arterialisasi. Dapat digantikan dengan saturasi oksigen
perifer bila sulit AGD sulit dilakukan.
d
dapat dipertimbangkan
e
dianjurkan hanya pada beberapa pusat yang melakukan KJK secara berkala.
Level
Pengobatan diuretik diindikasikan pada pasien HPA dengan tanda-tanda gagal
ventrikel kanan dan retensi cairan
I
C
Terapi O2 jangka panjang berkelanjutan diindikasikan pada pasien HPA ketika darah
arteri tekanan O2 secara konsisten kurang dari 8 kPa (60 mmHg)
I
C
Pengobatan antikoagulan oral dapat dipertimbangkan pada pasien dengan Idiopatik
HPA, HPA keturunan, dan HPA karena penggunaan obat anoreksia
IIb
C
Terapi perbaikan anemia atau status besi dapat dipertimbangkan pada pasien
HPA
IIb
C
Penggunaan penghambat ACE, ARB, beta-blocker, dan ivabradine tidak direkomendasikan pada pasien HPA kecuali terdapat penyakit komorbid seperti hipertensi,
penyakit jantung coroner, atau gagal jantung kiri
III
C
Gambar 2. Algoritma tatalaksana HPA
BNP= brain natriuretic peptide; NT-proBNP= N terminal pro BNP; CI= cardiac index; 6MWD = 6 minute walk distance;
RAP= tekanan atrium kanan; RA= right atrium; VO2= konsumsi oksigen; VE/VCO2= ventilator equivalent of carbon
dioxide; pred.=predicted; SvO2= mixed venous oxygen saturation; WHO= World Health Organization.
Kelas
9
211-KHUSUS/Thn.XXI/Nopember 2015
Tabel 15. Rekomendasi monoterapi untuk HPA (grup 1) berdasarkan fungsional kelas WHO
Tabel 18. Interaksi obat yang berpotensi signifikan dengan target dari terapi HPA
Obat HPA
Mekanisme
Interaksi
Interaksi
Obat
Ambisentan ?
Cyclosporine
Ketoconazole
Perhatian khusus diberikan pada pemberian
ambisentan bersama cyclosporine dan atau ketoconazole.
Bosentan
CYP3A4 inducer
Sildenafil
Level sildenafil jatuh 50%, level bosentan naik 50%,
tidak butuh dosis penyesuaian kedua obat.
CYP3A4 substrat
Cyclosporine
Level cyclosporine turun 50%, bosentan naik 4 kali
lipat.Kombinasi merupakan kontra indikasi.
CYP3A4 substrat
Erythromycin
Level bosentan meningkat, tidak butuh dosis
penyesu­aian untuk penggunaan waktu singkat.
CYP3A4 substrat
Ketoconazole
Level bosentan naik 2 kali lipat.
CYP3A4 substrat +inhibitor garam
empedu
Glibenclamide
Meningkatnya kejadian dari naiknya aminotransferase. Potensi menurunkan efek hipoglikemik
dari gliben­clamide. Kombinasi merupakan kontraindikasi.
CYP2C9 dan CYP3A4 substrat
Fuconazole,
Amiodarone
Level bosentan meningkat bermakna. Kombinasi
merupakan kontraindikasi.
CYP2C9 dan CYP3A4 inducer
Rimfapycin,
Phenytoin
Level bosentan turun 58%, dosis penyesuaian
masih belum jelas.
CYP3A4 inducer
HMG CoA
Reductase
Inhibitor
Level simvastatin turun 50%, kejadian sama dengan
atorvastatin. Level kolesterol dapat dimonitoring.
CYP3A4 inducer
Warfarin
Meningkatkan metabolisme warfarin, butuh
penyesuai­an dosis warfarin. Monitoring warfarin
intensif direkomendasikan, penyesuaian dosis
harus dilakukan.
CYP2C9 dan CYP3A4 inducer
Kontrasepsi
Hormonal
Level hormone turun, kontrasepsi tidak berfungsi
baik.
Sitaxentan
CYP3A4 inhibitor
Warfarin
Menghambat metabolisme warfarin. Warfarin
diturunkan dosisnya 80% saat awal pemberian,
monitoring INR dibutuhkan.
7 inhibisi dari OATP transporter
Cyclosporine
Meningkatkan level sitaxentan. Pemberian kombinasi merupakan kontraindikasi.
Sildenafil
CYP3A4 substrat
Bosentan
Level sildenafil jatuh 50%, level bosentan naik 50%,
tidak butuh dosis penyesuaian kedua obat.
CYP3A4 substrat
HMG CoA
Reductase
Inhibitor
Dapat meningkatkan atorvastatin/simvastatin
melalui kompetisi untuk metabolisme. Level
sildenafil mungkin meningkat. Potensi munculnya
rhabdomyositis.
CYP3A4 substrat
HIV Protease
Inhibitor
Ritonavir dan saquinovir meningkatkan level
sildenafil secara signifikan. Pengaturan dosis
sildenafil biasanya dilakukan.
CYP3A4 inducer
Phenytoin
Level sildenafil mungkin dapat turun.
CYP3A4 substrat
Erythromycin
Level sildenafil meningkat, tidak butuh dosis
penyesuai­an untuk penggunaan waktu singkat.
CYP3A4 substrat
Ketoconazole
Level sildenafil meningkat, tidak butuh dosis penyesuaian.
CYP3A4 substrat
Cimetidine
Level sildenafil meningkat, tidak butuh dosis penyesuaian.
cGMP
Nitrates
Nicorandil
Memperparah hipertensi sistemik. Kombinasi
merupakan kontraindikasi.
Tadalafil
Bosentan
Plasma level dari tadalafil menurun 42%, tidak ada
perubahan bermakna dari bosentan. Tidak butuh
dosis penyesuaian.
Nitrates
Nicorandil
Memperparah hipertensi sistemik. Kombinasi
merupakan kontraindikasi.
Tabel 16. Rekomendasi terapi kombinasi untuk HPA (grup 1) berdasarkan fungsional kelas WHO
Tabel 17. Rekomendasi terapi kombinasi sekuensial untuk HPA (grup 1) berdasarkan
fungsional kelas WHO
Interaksi
CYP3A4 substrat
cGMP
Tabel 19. Rekomendasi manajemen unit perawatan intensif, ballon atrial septostomy, dan transplantasi
paru untuk HPA (grup 1) berdasarkan fungsional kelas WHO
10
211-KHUSUS/Thn.XXI/Nopember 2015
4.4. Bagian Spesifik dari Hipertensi Pulmonal Arteri
5. Penyakit paru vena oklusif dan hemangiomitosis kapiler pulmonal
Tabel 26. Penyakit paru vena oklusif dan hemangiomitosis kapiler pulmonal
Tabel 20. Rekomendasi untuk HPA pediatric
Pernyataan
Kelas
Level
Pernyataan
Kombinasi gejala klinis, pemeriksaan fisik, bronkoskopi dan radiologis direkomendasikan untuk mendiagnosa PVOD/PCH
Tindak lanjut diagnosis HP sebaiknya dipertimbangkan juga pada pasien HP pediatrik
dengan etiologi spesifik
I
C
Algoritma terapi HPA juga direkomendasikan pada pasien HP pediatrik
I
C
Terapi kombinasi dipertimbangkan pada pasien HP pediatrik
IIa
C
Risiko spesifik untuk pasien HP pediatrik sebaiknya dipikirkan
IIa
C
Tabel 21. Rekomendasi untuk koreksi penyakit jantung bawaan dengan pirau sistemik ke pulmonal
Kelas
Level
I
C
Identifikasi dari mutasi Elf2AK4 direkomendasikan untuk diagnose PVOD/PCH
diturunkan
I
B
Pasien dengan PVOD/PCH sebaiknya dirujuk ke pusat transplantasi untuk evaluasi
secepatnya diagnosis PVOD/PCH ditegakan
I
C
Pasien dengan PPVO harus dikelola hanya di pusat-pusat dengan pengalaman
yang luas dalam HPA karena risiko edema paru setelah mulai terapi obat HPA
yang spesifik
IIa
C
6. Hipertensi Pulmonal karena penyakit jantung kiri (grup 2)
Tabel 27. Rekomendasi untuk Hipertensi Pulmonal karena penyakit jantung kiri
Pernyataan
Kelas
Level
Pengobatan yang optimal dari penyakit yang didasari kelainan jantung kiri dianjurkan
pada pasien dengan HP karena penyakit jantung kiri
I
C
Direkomendasikan untuk melakukan identifikasi penyebab HP lainnya sebelum
evaluasi HP karena penyakit jantung kiri
I
C
Direkomendasikan untuk melakukan evaluasi invasive pada pasien HP dengan
status volume optimal
I
C
Pasien HP terkait penyakit jantung kiri dengan tekanan prekapiler yang berat
(gradient tekanan diastolic yang tinggi dan atau PVR yang tinggi) harus dirujuk ke
pusat ahli HP untuk evaluasi lebih lanjut
IIa
C
Tes vasoreaktifitas tidak direkomendasikan pada pasieh HP terkait penyakit
jantung kiri kecuali pada pasien yang direncanakan transplantasi jantung dan
atau pemasangan LVAD
III
C
Penggunaan terapi obat HPA tidak dianjurkan pada pasien dengan HP karena
penyakit jantung kiri
III
C
Tabel 22. Rekomendasi untuk HPA terkait dengan pirau jantung kongenital
Rekomendasi
Kelas
ERA bosentan direkomendasikan pada pasien HP WHO-FC III dengan sindrom
Eisenmenger’s
ERA lain, PDE-5i, dan prostanoids dipertimbangkan pada pasien HP dengan
sindrom Eisenmenger’s
I
IIa
Level
B
C
Bila tidak terdapat hemoptisis, pengobatan antikoagulan oral harus dipertimbangkan pada pasien dengan trombosis pulmonary artery atau terdapat tanda-tanda
gagal jantung
IIb
C
Penggunaan supplementasi O2 dipertimbangkan pada kasus terapi tersebut memberikan respons positif terhadap saturasi O2 dan mengurangi gejala
IIa
C
Jika terdapat gejala hiperviskositas (hematocrit > 65%), dipertimbangkan untuk
melakukan phlebotomy
IIa
C
7. Hipertensi Pulmonal karena penyakit paru dan atau hipoksemia (grup 3)
Suplementasi zat besi dipertimbangkan pada pasien HPA dengan kadar ferritin
plasma yang rendah
IIb
C
Terapi kombinasi dapat dipertimbangkan pada pasien dengan sindrom Eisenmenger’s
IIb
C
Penggunaan CCB tidak dianjurkan pada pasien dengan sindrom Eisenmenger’s
III
C
Tabel 23. Rekomendasi untuk HPA terkait dengan Penyakit Jaringan Ikat
Rekomendasi
Kelas
I
C
Ekokardiografi saat istirahat direkomendasikan sebagai alat skrining pada pasien
scleroderma sistemik asimptomatik diikuti dengan ekokardiografi lanjutan DLCO,
dan pemeriksaan biomarker
I
C
KJK diindikasikan pada semua kasus yang dicurigai HPA terkait dengan PJI
I
C
Antikoagulan oral harus dipertimbangkan secara individual berdasarkan keberadaan
predisposisi trombosis
IIb
C
Kelas
Level
Skrining ekokardiografi untuk mendeteksi HP dianjurkan pada pasien dengan gejala
penyakit hati dan atau calon transplantasi hati
I
B
Pada pasien dengan HPA terkait dengan hipertensi portal algoritma pengobatan
yang sama seperti pada pasien dengan Idiopatik HPA harus dipertimbangkan,
dengan pertimbangan komorbiditas
I
C
Antikoagulan tidak dianjurkan pada pasien dengan peningkatan risiko pendarahan
III
C
PAH yang berat dikontraindikasikan untuk transplantasi hati jika mPAP adalah
> 35 mmHg dan atau tahanan vaskuler paru adalah > 250 dynes.s.cm5
III
C
Tabel 25. Rekomendasi untuk HPA terkait dengan infeksi HIV
Kelas
Kelas
Level
Ekoradiografi direkomendasikan sebagai alat skrining untuk penilaian HP karena
penyakit paru-paru
I
C
Pengobatan yang optimal dari penyakit yang didasari kelainan paru-paru, termasuk
terapi O2 jangka panjang pasien rawat inap dengan hipoksemia kronis dianjurkan
pada pasien dengan HP karena penyakit paru-paru
I
C
Pasien dengan tanda HP berat atau gagal jantung kanan direkomendasikan untuk
dirujuk ke pusat HP untuk evaluasi terapi lebih lanjut
IIa
C
KJK tidak dianjurkan untuk diagnosis pasti dari HP karena penyakit paru-paru
III
C
Penggunaan terapi obat HPA-spesifik tidak dianjurkan pada pasien dengan HP
karena penyakit paru-paru
III
C
8. Hipertensi Pulmonal Tromboembolik Kronis (grup 4)
Gambar 3. Algoritma diagnosis HPTEK
Tabel 24. Rekomendasi untuk HPA terkait dengan hipertensi portal
Rekomendasi
Rekomendasi
Level
Algoritma terapi HPA dapat digunakan untuk pasien HP terkait dengan PJI
Rekomendasi
Tabel 28. Rekomendasi untuk Hipertensi Pulmonal karena penyakit paru dan atau hipoksemia
Level
Echocardiography diindikasikan pada pasien dengan sesak nafas yang tidak jelas
untuk mendeteksi komplikasi kardiovaskular terkait HIV
I
C
Pada pasien dengan HPA terkait dengan infeksi HIV, algoritma pengobatan yang
sama seperti pada pasien dengan Idiopatik HPA harus dipertimbangkan, dengan
mempertimbangkan komorbiditas dan interaksi obat-obat
IIa
C
Antikoagulan tidak dianjurkan pada pasien dengan peningkatan risiko pendarahan
III
C
11
211-KHUSUS/Thn.XXI/Nopember 2015
Gambar 4. Algoritma Tatalaksana HPETK
Tabel 29. Rekomendasi untuk Hipertensi Pulmonal Tromboembolik Kronis
Rekomendasi
Kelas
Level
Pada pasien yang pernah memiliki riwayat emboli paru dan memiliki gejala sesak
nafas, perlu dipertimbangkan diagnosis HPTEK
IIa
C
Terapi antikoagulan seumur hidup direkomendasikan pada semua pasien HPTEK
I
C
Diagnosis HPTEK didasarkan pada adanya pre-kapiler HP (mPAP > 25 mmHg,
PWP < 15 mmHg, PVR > 2 Wood unit) pada pasien rawat inap dengan beberapa
thrombus oklusif / emboli kronis / terorganisir dalam arteri pulmonalis elastis
(utama, lobar, segmental, subsegmental)
I
C
Pembedahan endarterektomi paru dengan hipotermia adalah pengobatan yang
direkomendasikan untuk pasien dengan HPTEK
I
C
Riociguat direkomendasikan pada pasien HPTEK yang mengalami gejala persisten/
rekuren pasca endarterektomi paru atau tidak layak operasi
I
B
Terapi spesifik HPA dapat digunakan pula untuk terapi HPTEK yang tidak layak
operasi
IIb
B
Balloon pulmonary angioplasty dapat dipertimbangkan pada pasien HPTEK yang
tidak dapat dioperasi
IIb
C
Skrining HPTEK pada semua pasien asimptomatik yang memiliki riwayat emboli
paru tidak direkomendasikan
III
C
9. Definisi Pusat Rujukan untuk Hipertensi Pulmonal Arterial
Tabel 30. Rekomendasi untuk Pusat Rujukan untuk Hipertensi Pulmonal Arterial
Rekomendasi
Kelas
Level
Pusat rujukan harus dapat memberikan perawatan oleh tim multiprofessional
(kardiologi dan pulmonolgi, perawat spesialis klinis, ahli radiologi, pekerjaan
pendukung psikologis dan sosial, keahlian on-call yang sesuai)
I
C
Pusat rujukan wajib memiliki hubungan langsung dan pola rujukan cepat ke layanan
lain (seperti layanan PJI, pelayanan KB, pelayanan endarterektomi paru, layanan
transplantasi paru-paru, layanan penyakit jantung bawaan dewasa)
I
C
Sebuah pusat rujukan harus mengikuti setidaknya 50 pasien dengan HPA atau
HPTEK dan harus menerima setidaknya dua rujukan baru per bulan dengan HPA
terdokumentasi atau HPTEK
IIa
C
Pusat rujukan harus melakukan setidaknya 20 tes vasoreaktifitas pada pasien
HPA per tahun
IIa
C
Pusat rujukan harus berpartisipasi dalam penelitian klinis kolaboratif di HPA, yang
meliputi tahap II dan tahap III clinical trial
IIa
C
Kardiologi Kuantum (34)
Sumbangan Kardiologi Kuantum pada Gagal Jantung
“The symptoms I thought were caused by asthma were really caused by my heart not being able to expel blood with sufficient force and then expand quickly
enough to receive the next load of blood returning through the veins. This caused back pressure in the pulmonary veins and fluid would leak through their walls
and accumulate in my lungs and abdomen.” ― Ray Reynolds, Congestive Heart Failure Rehabilitation: From Complete Heart Failure to Complete Recovery
Salam Kardio. Haiyaa, ini pasti bercanda.
Lho ini serius kok. Ray reynolds adalah penu­
lis buku Congestive Heart Failure Rehabilita­
tion: From Complete Heart Failure to Complete
Reco­very... berbintang 4 dari 5 bintang yang
disediakan oleh Good Read. Buku ini mence­
ritakan tentang bagaimana ia mencapai umur
66 tahun. Diawali dengan kariernya yang pan­
jang sebagai body builder menjadi invalid karena
tidak dapat berjalan lebih dari duapuluh meter
tanpa menarik nafas panjang. Ia menjelaskan
bagaimana seseorang yang telah berangkat
dari ketidak-mampuan total menuju perbai­
kan dalam tempo 6 bulan. Ia memiliki daftar
yang melelahkan dari suplemen biasa yang
membawanya dari ketidak- mampuan berjalan
menaiki tangga sampai dapat berlari lagi. Kali
ini kardiologi kuantum membahas masalah
psikososial, depresi, kualitas hidup dan aspek
mental-spiritualnya sesuai kemampuan. Ke­
empat hal tersebut memang tidak boleh kita
lupakan dalam menangani Gagal Jantung (GJ)
secara komprehensif termasuk upaya preventif
dan rehabilitasinya.
Isu psikososial pada pasien gagal jantung
amat penting tetapi biasanya terlewatkan.
Depresi dan kurangnya bantuan sosial ber­
dampak negatif pada pasien dengan gagal
jantung. Pasien-pasien tersebut menurut Luann
Richardson (dari Allegheny General Hospital,
Pittsburgh, PA, USA) morbiditasnya menjadi
meningkat dan lebih sering rawat ulang di
rumah sakit, mengabaikan obat-obatannya dan
menambah ongkos perawatannya. Variabelvariabel yang terlibat saling berhubungan,
pada mereka yang mendapatkan bantuan
sosial yang besar akan mengurang dampak
depresi terhadap angka kematian. Sebagai
tambahan, beberapa faktor biologis mungkin
memengaruhi dampak faktor psikososial pada
pasien dengan gagal jantung kongestif. Penulis­
nya menganjurkan pengamatan terhadap efek
depresinya, upaya pengobatan, dan bantuan
sosial yang dibutuhkan bagi penderita gagal
jantung kongesti dan tidak kalah pentingnya
adalah upaya intervensi yang ditujukan sesuai
kebutuhannya yang spesifik.
Komorbiditas adalah problem yang sering
kita lupakan kata Christopher M O'Connor
(Editorial pada Journal of the American College
of Cardiology Vol. 43, No. 9, 2004), yang tidak
lain adalah depresi. Hampir 5 juta orang
Amerika pada saat itu hidup dengan GJ, dan
550.000 kasus baru terdiagnosis setiap tahun­
nya. Pasien dengan GJ menunjukkan kualitas
hidup yang lebih buruk dibandingkan dengan
pasien-pasien dengan penyakit kronis lainnya.
Skor keburukannya tercatat dalam fungsi fisik,
kualitas emosi, dan seluruh fungsi sosialnya.
Banyak penelitian mengungkapkan pasien
dengan GJ yang memiliki angka morbiditas
yang lebih tinggi dari populasi umum; seba­
gai tambahan depresi mengubah ke dampak
negatif prognosisnya ketika hadir pada pasien
GJ. Peningkatan prognosis-negatif terdapat
pada mortalitas dan rehospitalisasinya.
Gottlieb dkk. telah melaporkan hasil studi
prevalensi depresi pada kohort rawat jalan
pasien GJ. Seratus lima puluh lima pasien di­
ikutkan pada studi, menggunakan kwesioner
Medical Outcomes Study Short Form, the Min­
nesota Living with Heart Failure Questionnaire,
dan Beck Depression Inventory. Penulisnya
melaporkan bahwa terdapat hampir setengah
(48%) pasiennya menderita depresi. Mereka
yang depresi itu cenderung lebih muda dan
wanita kelihatannya lebih menderita daripada
pria. Pria kulit putih lebih depresif daripada
mereka yang berkulit hitam. Pasien-pasien
depresi ketika diskoring kualitas hidupnya
nilainya jauh lebih rendah daripada mereka
yang tidak depresi. Studi ini dianggap penting
karena menambah pengetahuan kita tentang
depresi pada populasi GJ rawat jalan. Penulis­
nya fokus pada populasi ini karena dianggap
kurang dikenal dengan baik dibandingkan
dengan populasi rawat inap. Pertimbangan­
nya adalah pasien menggunakan lebih banyak
waktunya di luar rumah sakit dan berinteraksi
dengan provider kesehatan di perjanjian klinik,
lebih mewakili data di dunia nyata dibanding­
kan dengan pasien-pasien yang dirawat.
Kekurangan dari penelitian ini adalah pada
pendekatan penelitian dengan gaya cross-sec­
tional; terus terang kelompok ini tidak memiliki
informasi perjalanan depresinya, kesehatan
jantung maupun data perjalanan penyakitnya
yang berhubungan dengan depresi dengan
prognosisnya.
Diperkirakan 5 tahun terakhir sebelum
pene­litian ini; prevalensi depresi pada GJ dari
delapan penelitian yang ada sebesar 11% - 20%
untuk pasien rawat jalan dan dan 30% - 70%
untuk rawat inap. Sebagai perbandingannya di
masyarakat umum kita terdapat 5% - 10% yang
memenuhi kriteria depresi. Luasnya rentang
prevalensi pada studi GJ mungkin disebabkan
oleh perbedaan instrumen diagnosisnya dan
cara memasukkan populasinya yang berbeda
berdasarkan umur, jenis kelamin serta beratnya
penyakit. Sebagai contoh, depresi lebih sering
terdapat pada wanita dengan gagal jantung,
pada pasien yang penyakitnya berat dan
memiliki gejala fisik yang buruk.
Mengapa terjadi peningkatan prevalensi
depresi pada GJ? Beberapa peneliti yakin
ada­ koneksi dalam patofisiologinya. Akti­
vasi neurohumoral, gangguan irama jan­tung,
pera­d a­n gan dan hiperkoagulasi mungkin
ber­hubungan dengan perkembangan GJ. Hal
ini memperkuat dugaan adanya status fisio­
logi yang dibawa oleh depresi mempercepat
perkembangan GJ dan memperburuk prog­
nosis penderita GJ. Dugaan juga ditimpakan
kepada satu faktor penyebab yang berdampak
ganda baik kepada depresi maupun GJ. Fak­
tor psikososial mungkin juga berkontribusi;
sebagai contoh depresi berhubungan dengan
ketidakpatuhan medis, tingginya prevalensi
merokok, rendahnya bantuan sosial, masingmasing menyumbang hasil yang buruk pada
GJ.
Terdapat keanehan yang belum jelas, me­
ngapa pada pasien gagal jantung dengan
depresi, ter­nyata depresinya tidak mendapat­
kan pe­­ngobatan yang memadai. Gottlieb dkk.,
menjelaskan bahwa pasien depresi pada GJ
sungguh-sungguh memiliki kesempatan yang
baik untuk mendapatkan perbaikan kualitas
hidupnya. Walaupun hanya 7% dari pasienpasien tersebut mendapatkan antidepresan.
Depresi biasanya berlanjut tanpa terdiagnosis;
diduga 30% - 50% kasus pada populasi umum
tidak terdeteksi oleh profesi medis. Pasien
tidak ingin membuka distres emosinya kepada
dokter lantaran khawatir diberi label memiliki
kelainan mental. Mereka tidak suka memiliki
catatan medik dengan diagnosis psikiatri dan
diobati sebagai orang yang sakit jiwanya.
Keamanan dan efikasi terapi depresi pada
pasien dengan GJ juga masih menjadi perta­
nyaan. Sebagai contoh, penelitian Enhancing
Recovery in Coronary Heart Disease Patients
(ENRICHD) menunjukkan bahwa strategi
terapi nonfarmakologi pada pada pasien yang
menderita infark miokard terbukti tidak efektif
bahkan memperburuk keadaan. Terapi farma­
kologi pun masih kontroversi; antidepresan
trisiklik memengaruhi sistim jantung, semen­
tara serotonin reuptake inhibitors yang selektif
belum distudi secara sistematik pada populasi
GJ. Penelitian pada Sertraline AntiDepressant
Heart Attack Randomized Trial (SADHART),
menggunakan sertralin pada pasien depresi
dengan sindroma koroner akut, tidak menun­
jukkan komplikasi jantung yang mencemaskan
atau menyebabkan kejadian kardiovaskular.
Manfaat dan keamanan terapi farmakologi
untuk depresi pada GJ akan diperoleh dari
penelitian yang didanai oleh The National Insti­
tutes of Mental Health USA pada riset Sertraline
AntiDepressant Heart Attack Randomized Trial in
Heart Failure (SADHART-HF).
Peningkatan prevalensi depresi yang ter­jadi
pada GJ telah menjadi jelas. Pasien Gagal Jan­
tung seyogyanya diskrining untuk depresinya
dan diberikan terapi oleh profesional yang
bekerja di bidang ini. Peranan psikolog dan
psikiater agar dimanfaatkan sebesar-besarnya
oleh para kardio-angiolog untuk skrining,
mengukur kualitas hidup, psikoterapi, dan
terapi jiwanya begitu depresi ditemukan agar
kualitas hidupnya meningkat dan prognosis­
nya diperbaiki.
12
211-KHUSUS/Thn.XXI/Nopember 2015
Akhirnya, dimanakah sumbangan Kardi­
ologi Kuantum pada pasien GJ dalam studi
khusus depresi ini? Apakah masih ada tem­
patnya? Mengamati GJ hendaklah seper­t i
David Wineland (pemenang hadiah Nobel
Fisika Kuantum tahun 2012) ketika mengukur
sebuah ion (beryllium) yaitu partikel atom
yang bermuatan pada fisika kuantum di dalam
laboratoriumnya (di Boulder, Colorado USA)
yang peka terhadap ruang dan waktu; pada
kondisi ekstrem tertentu (didinginkan sesaat
sebelum mencapai temperatur absolutnya)
keberadan kuantum (ion)-nya ditentukan;
jauh berbeda dengan pendahulunya yaitu
mekanika Newton yang klasik tentang posisi
bendanya yang memang berada di dunia nyata
kita sehari-hari. Mekanika kuantum dengan
status superposition-nya telah menawarkan
pada peradaban ini suatu konsep komputer
yang supercepat dan konsep jam masa datang
yang 100 kali lebih persis!
Pada pasien GJ yang rentan depresi dengan
lingkungan psikososial yang tidak mendu­
kungnya (kondisi ekstrem tertentu), Kardiologi
Kuantum menawarkan pencerahan terhadap
posisi seorang dokter dalam situasi seperti
ini. Dokter masih harus bersikap seperti kakak
terhadap adiknya seperti pengikut Dr. Alfred
Adler (Adlerian) memposisikan dirinya. Tidak
perlu melakukan psikoanalisis seperti apa yang
dilakukan Dr. Sigmund Freud dan pengikut­
nya (Freudian), walaupun psikoanalisis meru­
pakan konsep introspeksi yang dianggapnya
paling jitu. Kardiologi Kuantum respek pada
pandangan Dr. Karl Gustav Jung yang telah
memasukkan Das Selbst (TheSelf) di dalam can­
dra jiwanya, tanpa malu-malu lagi menyatakan
bahwa Tuhan hadir di “pusat imateri” (istilah
Dr. Soemantri Hardjoprakoso) di dalam diri
manusia itu sendiri dan memberikan Intuisinya
kepada manusia yang terpilih.
Kardiologi Kuantum menganggap seorang
dokter dan kardiolog harus “memahami”
sekiranya terdapat kondisi ekstrem pada
pasien GJ-nya; dengan baik. Kalau perlu me­
ngonsultasikan pasien tersebut kepada seja­
watnya yang lebih mumpuni yaitu psikolog
dan psikiater. Pemahaman kita terhadap popu­
lasi GJ selama ini, walaupun belum tentu benar,
masih menganggap komorbiditas depresi yang
ringan merupakan kelompok yang terbesar fre­
kwensinya. Seyogyanya para dokter mengikuti
kearifan lokal Minangkabau yaitu agar selang­
kah di depan dan seranting di atas pasiennya,
jangan jauh-jauh meninggalkannya.
Perlu kita perhatikan akhir dari rangkuman
disertasi Candra Jiwa Indonesia/Soenarto;
“Dasar terapi pada Candra Jiwa dan Candra
Dunia Indonesia pada prinsipnya bertujuan
membangkitkan keinginan/kemauan pasien
untuk mengubah perilakunya dengan cara
mengarahkan dirinya ke pusat imateri di da­
lam dirinya sendiri.” Terima kasih dan Salam
Kuantum. (Budhi S Purwowiyoto)
Download