Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Secara geografis Jepang adalah sebuah negara kepulauan di Asia Timur. Letaknya di ujung barat Samudra Pasifik, di sebelah timur Laut Jepang, dan bertetangga dengan Republik Rakyat Cina, Korea, dan Rusia. Pulau-pulau paling utara berada di Laut Okhotsk, dan wilayah paling selatan berupa kelompok pulaupulau kecil di Laut Cina Timur, tepatnya di sebelah selatan Okinawa yang bertetangga dengan Taiwan. Jepang memiliki sekitar 3.700 pulau. Pulau-pulau utama dari utara ke selatan adalah Hokkaido, Honshu (pulau terbesar), Shikoku, dan Kyushu. Sekitar 97% wilayah daratan Jepang berada di keempat pulau terbesarnya. Sebagian besar pulau di Jepang bergunung-gunung, dan sebagian di antaranya merupakan gunung berapi. Gunung tertinggi di Jepang adalah Gunung Fuji yang merupakan sebuah gunung berapi. Penduduk Jepang berjumlah 128 juta orang, dan berada di peringkat ke-10 negara berpenduduk terbanyak di dunia. Tokyo secara de facto adalah ibu kota Jepang, dan berkedudukan sebagai sebuah prefektur. Tokyo Raya adalah sebutan untuk Tokyo dan beberapa kota yang berada di prefektur sekelilingnya. Sebagai daerah metropolitan terluas di dunia, Tokyo Raya berpenduduk lebih dari 30 juta orang ( Wikipedia : 2009 ). Jepang sangat terkenal dengan kemajuan teknologi yang tinggi. Negara ini telah banyak menghasilkan barang-barang canggih bahkan telah menjadi nomor satu di 1 dunia dalam hal penghasil barang-barang dengan teknologi tinggi. Alih teknologi dapat dilakukan lebih cepat, dibandingkan alih cara berpikir secara ilmiah yang memang memerlukan waktu panjang. Untuk mencapai sasaran ini pendidikan memegang peranan yang sangat penting. Oleh karenanya alih teknologi adalah sederajat dengan penyebaran pendidikan, yang berlandaskan moral, pemikiran dan keterampilan. Paradigma ini dialami oleh Jepang sejak zaman Bakumatsu, yang juga sedang kita alami dewasa ini. Hanya saja akibat Zeitgeist ( semangat zaman ) yang berbeda, motivasi industrialisasi dan dan alih teknologipun berbeda pula. Hal tersebut tidak dengan mudah didapatkan oleh bangsa Jepang. Usaha keras dan semangat yang tanpa henti telah menjadi dasar kesuksesan negara Jepang sebagai salah satu negara industri terbesar di dunia. Usaha yang keras tersebut muncul karena termotivasi oleh kehancuran-kehancuran yang pernah dialami negara Jepang dalam berbagai sektor pada saat perang dunia kedua dimana kota Hiroshima dan Nagasaki dijatuhi bom atom oleh Amerika Serikat pada tahun 1945. Bom atom tersebut berhasil meluluhlantakkan negara Jepang. Karena kehancuran itulah Jepang berusaha dengan keras untuk memperbaikinya secara terus menerus hingga mencapai suatu kesempurnaan dan menumbuhkan semangat gambare yang memang telah melekat dalam diri orang ( Surajaya, 1990 : 43-44 ). Bagi masyarakat dunia, Jepang dikenal sebagai bangsa yang suka bekerja keras, rajin, dan setia. Mereka juga dikenal sebagai bangsa yang pintar, amat menghargai waktu dan hemat dalam mengatur perekonomiannya. Bila seorang bangsa Jepang telah memasuki lingkungan bekerja disuatu perusahaan, biasanya ia akan bekerja di perusahaan itu dengan sekuat tenaga dan mengabdikan dirinya sepenuh hati sampai 2 tiba masa pensiunnya. Setelah masa pensiunpun banyak diantara mereka yang terus bekerja walaupun sebenarnya mereka dapat mempertahankan kehidupan yang nyaman dan stabil secara ekonomis. Bagi orang Jepang berusaha sungguh-sungguh dan bekerja keras adalah bagian dari hidup. Dalam melakukan sesuatu mereka pasti berusaha keras agar mencapai keberhasilan. Menurut Sengoku ( 1989 : 10 ), orang Jepang bila belum mencapai keberhasilan akan dianggap belum cukup berusaha, baik dalam bekerja maupun belajar. Orang Jepang mencari keberadaan dan identitasnya melaui pekerjaan, yaitu dengan bekerja keras dan berusaha mengembangkan kemampuan dirinya melalui perkerjaan yang digelutinya. Bagi orang Jepang bekerja adalah sesuatu yang lebih dari hanya sarana mencari penghasilan. Bekerja selain sebagai sarana mencari penghasilan juga dianggap sebagai tujuan hidup yang memberi arti pada kehidupan seseorang. Kalau uang adalah salah satu tujuan hidup, semangat kerja mereka akan segera berkurang disaat kondisi keuangan mereka dalam keadaan baik , tetapi pada kenyataannya banyak dijumpai orang Jepang yang sudah kaya tapi masih giat bekerja keras. Mereka yang telah berusia lanjut dan telah pensiun dari pekerjaannya tetap bersemangat tinggi untuk terus bekerja. Tingginya semangat kerja yang dimiliki orang Jepang tersebut berasal dari etos kerja yang telah menjadi bagian dari diri mereka. Mereka tekun bekerja karena mengaggap memang begitulah seharusnya seorang manusia hidup. Setiap orang memotivasi dirinya untuk selalu bekerja keras dengan tujuan meningkatkan kemampuan diri dan keimanan mereka, berdasarkan motivasi tersebut, setiap orang Jepang berpeluang meraih kesuksesan negara dan 3 bangsa. Motivasi tersebut didukung oleh kemampuan mereka melakukan pengamatan dan analisa berdasarkan rasio dan pengalaman. Motivasi adalah kebutuhan manusia yang mendorong perbuatan untuk mencapai tujuan tertentu. Kebutuhan itu biasanya merupakan sesuatu sarana bagi suatu tujuan dan bukan tujuan itu sendiri melainkan kebutuhan manusia secara garis besar yaitu sekunder dan primer ( Mansion : 1989 ). Pada dasarnya semangat yang terdapat pada diri masing-masing orang Jepang telah tertanam sejak zaman nenek moyang bangsa Jepang. Bagi nenek moyang orang Jepang, semangat merupakan motivasi utama agar mereka dapat keluar dari kesulitan terutama dalam mengatasi bencana alam, selain itu karena secara geografis Jepang memiliki tanah yang sempit namun memiliki penduduk yang padat maka hal tersebut menyebabkan orang Jepang termotivasi bagaimana caranya menggunakan tanahnya sebagai lahan pertanian agar kebutuhan utama dapat terpenuhi, yaitu kebutuhan pangan. Semangat itu lebih dikenal dengan gambare. Salah satu motivasi utama bagi masyarakat Jepang agar dapat bangkit kembali dalam keterpurukan diungkapkan dengan aklamasi ‘Gambare!’ ‘Kegigihan!’ ‘Jangan Menyerah!’. Melalui perjuangan orang Jepang tersebut, mereka didorong oleh motivasi semangat gambare. 4 1.1.1 Gambare Menurut Andrews : et al (1996 : 110 ), gambaru diartikan : Gambaru ( secara terus menerus, berpegang teguh, berbuat sebaik mungkin ). Suatu kata penting yang menggambarkan hubungan interpersonal masyarakat Jepang. Kata ini mungkin berasal dari ga o haru ( memaksakan ide-nya sendiri ), kata ini bersal dari hubungan negatif diri sendiri dengan keputusan kelompok atau norma yang berlaku. Bagaimanapun semenjak tahun 1930-an gambaru telah menjadi kata yang positif yang biasanya digunakan untuk mendorong keinginan dan kerja keras, biasanya juga digunakan ungtuk tujuan-tujuan kelompok, sebagai contoh ketika para pemuda desa mendapatkan pekerjaan baru dikota, sebagai akibatnya para pemuda tersebut mencoba untuk tidak mengecewakan mereka. Kata-kata ini juga digunakan diantara anggota dalam sebuah kelompok untuk mendorong satu sama lain agar bekerja sama dalam melaksanakan aktifitas, kadang-kadang dipergunakan dalam bentuk perintah menjadi gambare. Ungkapan ini berhubungan dengan pencapaian motivasi yang tinggi dan orientasi untuk mengharmonisasikan kelompok. Menurut Indriatmo ( 2008 ), gambare mempunyai arti ‘to persist’ or ‘to work hard’ or ‘to stick’ with what you’ve done. Yaitu yang memiliki arti untuk tetap melakukan, untuk bekerja keras atas apa yang telah kau lakukan. Gambare adalah semangat yang tidak kenal menyerah dan harus berusaha keras. Semangat gambare telah melekat dalam diri orang Jepang, semangat ini merupakan ciri khas yang tidak dimiliki oleh bangsa lainnya, dalam hal apapun orang Jepang selalu menerapkan semangat gambare pada kehidupan dan kegiatannya sehari-hari. Motivasi dan dorongan yang kuat untuk melakukan setiap kegiatan yang dilandasi semangat gambare dengan tujuan agar mendapatkan yang terbaik sangatlah diperlukan. Orang Jepang selalu menganggap bahwa kehidupan tidak dapat dibayangkan sebelumnya, apa yang terjadi tidak dapat diprediksi, karena itulah diperlukan semangat gambare yang mempunyai makna kegigihan dan ketekunan untuk menghadapi tantangan yang dihadapi. Pada dasarnya sangat sulit untuk 5 mengetahui asal mula gambare mulai tertanam dalam setiap individu masyarakat Jepang. Hal ini dikarenakan keragaman budaya yang ada sehingga semangat gambare digunakan oleh masyarakat Jepang dari zaman nenek moyang dan terus tertanam hingga saat ini, walaupun Jepang telah mengalami modernisasi dalam berbagai bidang, mereka tetap menjaga semangat gambare yang sudah tertanam di dalam diri mereka. Contohnya, anak-anak Jepang mulai diajarkan bahwa nenek moyang bangsa Jepang telah membuat suatu pengorbanan yang besar untuk tetap bertahan dan mengatasi tantangan yang dihadapi oleh suatu bangsa. Dengan adanya pelajaran mengenai sejarah nenek moyang ini, anak-anak Jepang di zaman yang sudah modern-pun tetap mengetahui adanya semangat gambare ini, yang secara tidak langsung semangat gambare akan tertanam di dalam diri anak-anak tersebut. Sekolah menerapkan semangat gambare dimulai sejak hari pertama anak-anak masuk sekolah dan hal itu berlangsung sampai mereka lulus sekolah. Bahkan hal ini terus berlangsung hingga mereka berada dalam dunia kerja. Pada perusahaan-perusahaan Jepang, semangat gambare digunakan oleh para pemimpin dari perusahaan tersebut hingga para pekerjanya. Dengan demikian semangat gambare telah mengilhami dan membudaya di dalam setiap aspek kehidupan masyarakat Jepang. Menurut Shoten ( 1989 : 550 ), gambare memiliki arti 「我意を張り通す」 yang mengandung makna kemauan keras pada diri sendiri melalui tekad, dan 「どこ までも忍耐して奴カす」yang mengandung makna sampai dimanapun berusaha dengan keras penuh dengan kesabaran, ketekunan. 6 Selain dari sekolah, anak-anak tersebut juga ditanamkan semangat gambare oleh para orang tua mereka. Biar bagaimanapun, lingkungan keluarga merupakan tempat utama di mana seorang anak pertama kali mempelajari suatu hal sebelum mereka memasuki dunia pendidikan yang resmi yaitu sekolah. Menurut Wahidin ( 2009 ) mengatakan bahwa keluarga sebagai unit sosial terkecil dalam masyarakat merupakan lingkungan budaya pertama dan utama dalam rangka menanamkan norma dan mengembangkan berbagai kebiasaan dan perilaku yang dianggap penting bagi kehidupan pribadi, keluarga dan masyarakat. Pada dasarnya orang tualah yang mempunyai peranan penting di dalam tumbuh kembangnya seorang anak. Secara ilmiah maupun dalam tradisi Jepang, mitsu no tamashi yaitu masa-masa emas meletakkan pendidikan dasar dalam usia tiga tahun pertama masa perkembangan pesat otak seorang anak ( Laison : 2008 ). Di dalam kehidupan seorang anak, tentu saja tidak akan lepas dari tontonan televisi. Dari televisi tersebut mereka pun dapat mempelajari banyak hal. Tontonan yang disajikan pun sebagian besar mengandung cerminan gambare karena pada dasarnya gambare merupakan ciri khas dari masyarakat Jepang yang juga tertuang di dalam film-film yang telah dihasilkannya. Menurut Mielke dalam Muhammad ( 2008 ), masalah paling mendasar saat ini bukanlah jumlah jam yang dilewatkan si anak untuk menonton televisi, melainkan program-program yang ia ditonton dan bagaimana para orang tua serta guru memanfaatkan program-program ini untuk sedapat mungkin membantu kegiatan belajar mereka. Orang tua menjadi subjek paling pokok untuk mengatur dan memilih acara-acara televisi yang sifatnya mendidik. Oleh karena itulah tayangan pertelevisian di Jepang sangat selektif dalam 7 menampilkan adegan-adegan. Kebanyakan adegan yang ditayangkan bersifat positif, sehingga menumbuhkan kesan yang positif pula dalam diri seorang anak. Tayangan yang sering muncul adalah seorang tokoh yang sangat mempunyai semangat dalam berbagai macam bidang dan situasi. Semangat itulah yang menjadi pelajaran bagi orang Jepang, sehingga semangat itu menjadi jati diri orang Jepang. Semangat itulah yang dinamakan semangat gambare. 1.1.2 Honne dan Tatemae Semangat gambare yang ada pada diri setiap orang Jepang merupakan hal yang sangat positif, namun dibalik semua itu ada dua hal yang perlu diperhatikan lebih dalam. Semangat gambare tersebut berasal dari perasaan yang sebenarnya atau hanyalah sebuah semangat yang harus dilakukan karena adanya suatu hal yang memaksa mereka harus melakukannya. Dua hal tersebut adalah Honne dan Tatemae. ( McGregor : 2009 ) : Honne dan Tatemae adalah istilah yang biasa didengar orang pada saat mendeskripsikan jiwa orang Jepang. Honne berarti perasaan yang sebenarnya dan tatemae adalah hal yang mungkin bisa dikatakan untuk menyembunyikan wajah kita. Keduanya memiliki kekuatan dalam kebudayaan Jepang, tetapi konsep tatemae adalah sesuatu yang benar-benar bisa membuat bingung oleh banyak turis yang datang ke Jepang. Selain pengertian di atas McGregor ( 2009 ) juga mengungkapkan pengertian tentang honne dan tatemae sebagai berikut : Honne dan tatemae adalah semacam bagian integral sifat sosial orang Jepang yang bahkan mereka sendiri tidaklah harus memikirkan tentang hal tersebut. Sejak tujuan akhir untuk mempertahankan wa atau keharmonisan pada semua titik waktu, pendapat-pendapat tak pernah diungkapkan secara terbuka, emosi tidak diperlihatkan, dan konfrontasi kepada khalayak umum menjadi setengahsetengah. Orang Jepang akan setengah-setengah mengatakan seperti ini 8 “bertahanlah”, “tak sabar lagi untuk pergi dari sini”, “tak sabar lagi untuk akhir pekan”, “jangan bekerja terlalu keras”, “ini menyedihkan”, atau banyak lagi kata-kata serupa yang sangat biasa di barat untuk mengatakan apa yang kau rasakan dengan jujur. Cukup menarik, sikap ini membuat orang Jepang terkadang untuk bisa membuat hal menjadi lebih santai dimana yang bukan orang Jepang mungkin membenci pekerjaan berat. Honne dan tatemae adalah sebuah kata di Jepang yang menggambarkan pengenalan fenomena sosial. Honne (本音) berarti perasaan seseorang yang sesungguhnya dan sebuah keinginan. Hal ini mungkin saja kebalikan dari apa yang masyarakat harapkan atau apa yang orang minta berdasarkan posisi seseorang ataupun posisi atau keadaan seseorang yang sering mereka sembunyikan , kecuali dengan salah satu teman dekat. Sedangkan Tatemae ( 建前 ), secara biasa ditulis “hadapan rumah” yaitu sebuah sikap dan opini sebuah pertunjukkan di depan umum. Tatemae adalah apa yang diharapkan oleh masyarakat dan apa yang orang minta berdasarkan posisi atau keadaan seseorang. Menurut Befu : et al. ( 1996 : 90&91 ), honne dan tatemae diartikan : Sepasang kata-kata yang digunakan untuk menjelaskan situasi dimana seseorang berada diatas sebuah alasan ( tatemae ), berbeda dari maksud atau motif sebenarnya ( honne ). Ini adalah kiasan untuk ekspresi omote dan ura ( di depan dan di belakang ), yang menjelaskan karakter umum atau sikap sebagai pertentangan untuk interaksi pribadi. Ukuran sosial tradisional Jepang mempunyai hubungan individu yang mengutamakan keharmonisan yang baik dan solidaritas berkelompok. Ukuran sosial tidak dapat dihindari untuk dipertimbangkan. Orang Jepang diajarkan sejak dini untuk mengikuti maksud dari hatinya sendiri tapi tidak untuk menantang tatemae secara terbuka. Hasilnya adalah dalam situasi sosial tertentu menjadi sulit untuk membedakan maksud sesungguhnya dari seseorang. Sang tuan rumah mungkin menawarkan untuk menerima tamu dengan senang hati untuk menyesuaikan diri dengan etika formalitas, berharap agar sang tamu menafsirkan keramahtamahan sebagai tanda untuk pergi. Ada keterkaitan antara konsep gambare dengan honne dan tatemae. Dimana semangat tersebut apakah benar-benar dari dalam hati mereka sendiri ataukah hanya 9 karena ada maksud tertentu di balik semua keadaan dan situasinya. Keterkaitan tersebut dapat dijumpai dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam film. Di Jepang, keterkaitan tersebut diaplikasikan dalam film-film. Selain kemajuan teknologi yang modern, Jepang adalah salah satu negara maju dalam bidang perfilman, terbukti dengan banyaknya produksi film yang telah banyak meraih sukses. Film-film Jepang banyak menarik perhatian tidak hanya di negara Jepang sendiri, namun sampai ke negara-negara asia lainnya, termasuk Indonesia. Tidak dapat dipungkiri bahwa film Jepang telah banyak menarik minat masyarakat Indonesia, hal itu terlihat dengan banyak beredarnya film-film tersebut di berbagai tempat penjualan film. Jalan cerita yang sedikit berbeda dengan film-film Indonesia juga menjadi alasan mengapa film-film Jepang lebih digemari. Kebanyakan ceritanya mengandung ekspresi dan suasana cerita yang beraneka ragam, ada kegembiraan, kesedihan, semangat, yang melebur menjadi satu. Bisa membuat para penikmatnya tertawa, menangis, dan sebagainya. Topik yang ditampilkanpun mengandung banyak nilai-nilai moril yang berbeda-beda pula, yang mempunyai tujuan memberikan pesan moril bagi semua orang yang menontonnya. Ada yang berbeda dari film-film Jepang, yaitu karena sebagian besar mereka selalu menampilkan adegan semangat yang membara untuk mencapai suatu keinginan, dengan kata-kata yang telah tertanam dalam hati yaitu ‘gambare!’, hal tersebut telah menjadi suatu ciri khas film Jepang yang membedakannya dengan dengan film-film lainnya. 10 1.1.3 Sekilas tentang film Azumi episode 1 dan 2 Film Jepang memiliki tema yang sangat bervariasi. Karena tema yang bervariasi itulah maka film Jepang banyak digemari oleh segala lapisan umur. Salah satu contohnya adalah film Azumi. Film ini terdiri dari dua episode. Cerita yang pada episode pertama bersambung ke episode duanya ini cukup berjarak lama, sekitar dua tahun. Film yang di produksi pada tahun 2003 dan 2005 ini bercerita tentang semangat seorang ksatria wanita bernama Azumi bersama 9 teman-temannya yang semuanya adalah lakilaki, menjalankan misinya menumpas kejahatan demi menghapuskan peperangan. Pada awalnya Azumi tidak mengerti apa maksud dari pengorbanan yang ia lakukan, di dalam hatinya ia enggan untuk melakukan pengorbanan-pengorbanan yang menurutnya tidak masuk akal dan tidak berguna. Dari hal tersebut dapat di analisis termasuk honne atau tatemaekah semangat gambare yang ia dan teman-temannya lakukan. Walaupun banyak hal yang sebenarnya mereka tidak ingin lakukan, tetapi demi semangat tersebut, maka mau tidak mau mereka harus melakukannya. Inilah yang menjadi sebab munculnya honne dan tatemae. Film yang disutradarai oleh orang yang berbeda pada episode 1 dan 2 nya ini dibintangi oleh artis-artis yang cukup dikenal di kalangan masyarakat Jepang. Sutradara pada film Azumi episode 1 adalah Isao Kiriyama, sedangkan sutradara pada film Azumi episode ke duanya adalah Oshiaki Kawajiri. Walaupun memiliki sutradara yang berbeda, namun cerita film ini masih berkaitan. Produser dari film Azumi episode 1 dan 2 ini adalah Mataichiro Yamamoto. Sedangkan pemeran utama film ini adalah Azumi yang diperankan oleh Aya Ueto. Ia berperan sebagai ksatria wanita yang sangat tangguh dan tak terkalahkan. Sejak kecil ia telah ditinggal mati oleh ibunya, semenjak itulah ia mengikuti sang guru untuk dilatih dan dididik agar bisa menghadapi hidup dan 11 untuk tegar dalam keadaan apapun. Guru mereka mengajarkan ilmu-ilmu bertarung agar dapat menjalanakan misi menghentikan peperangan saat dewasa nanti. Setiap harinya Azumi tidak hanya seorang diri berlatih dengan giat, namun ia memiliki 9 sahabat terbaiknya. Mereka selalu bersama-sama. Dari cerita yang dikemas secara sempurna terdapat banyak nilai moril yang positif yaitu betapa seseorang akan mendapatkan hasil yang baik apabila ada usaha dan kemauan keras dalam dirinya, meskipun banyak sekali pengorbanan yang harus dialami. Oleh karena itu saya terinspirasi tentang semangat gambare yang ada dalam diri setiap tokohnya. Bahwa dalam menghadapi masalah di dalam hidup, dibutuhkan semangat yang tinggi untuk menghadapinya. Apabila menghadapi sebuah masalah dengan semangat yang tinggi, seberat apapun masalahnya pasti akan terselesaikan. Yang menarik dari cerita film ini adalah bahwa semangat tersebut tidak saja muncul dari dalam hati, namun ada juga situasi yang menggambarkan bahwa mereka terpaksa berjuang demi menyelesaikan misi yang diperintahkan oleh guru. Dalam film ini menampilkan berbagai situasi, ada kegembiraan dan ada juga kesedihan yang menyentuh hati. Dengan semangat dalam film Azumi merupakan cerminan yang ada dalam diri masing-masing orang Jepang karena semangat itu telah tertanam sejak masa kanak-kanak. Motivasi yang dihasilkan oleh semangat gambare sudah digunakan sejak dahulu oleh nenek moyang bangsa Jepang sebagai motivasi utama agar mereka dapat keluar dari kesulitan. 12 1.2 Rumusan Permasalahan Rumusan permasalahan dalam skripsi ini adalah untuk menganalisis yang termasuk bagian dalam konsep gambare dengan menggunakan korpus data yaitu film Azumi. 1.3 Ruang Lingkup Permasalahan Dalam ruang lingkup permasalahan ini akan saya batasi pada konsep gambare yang dihubungkan dengan honne dan tatemae dalam film Azumi episode 1 dan 2. Saya akan menganalisis kegiatan yang mencerminkan gambarenya. Setelah itu akan dibagi lagi menjadi dua yaitu gambare yang dihubungkan dengan honne dan gambare yang dihubungkan dengan tatemae. Masing-masing terbagi pada empat situasi. 1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui konsep gambare yang dihubungkan dengan honne dan tatemae yang dalam film Azumi dilihat dari kegiatan, yaitu ucapan dan tindakan para tokoh dalam situasi dan keadaan yang mendukung hal tersebut. Manfaat penelitian ini adalah agar semua pembaca dapat memahami konsep gambare secara lebih jelas, khususnya gambare dalam hal pengorbanan dan perjuangan untuk mencapai kemenangan dan tujuan akhir yang positif. Setelah menonton film ini, diharapkan pembaca dapat menjadikan film ini sebagai motivasi yang kuat untuk lebih bersemangat lagi dalam mencapai tujuan yang baik. Dalam mencapai tujuan tersebut begitu banyak pengorbanan yang harus dilalui. Pengorbanan tersebut tidaklah mudah, banyak kesedihan dan kesulitan yang mau tidak mau harus dilewati. Maka dengan penulisan skripsi ini, pembaca dapat mengetahui mana semangat yang benar-benar tulus 13 dari lubuk hati dan mana semangat yang hanya berdasarkan suatu hal. Hal tersebut yang menjadikan inspirasi untuk saya untuk mengetahui tentang kepribadian orang Jepang yang sangat unik yaitu honne dan tatemae. Dengan begitu, maka pembaca juga dapat mengetahui konsep gambare yang dihubungkan dengan honne dan tatemae. 1.5 Metode Penelitian Metode penelitian yang akan saya gunakan adalah dengan menggunakan metode kepustakaan, lalu untuk pengkajian datanya denganmetode kualitatif dan deskriptif analitis. a. Metode Kepustakaan Adalah metode dengan melakukan pencarian dan pengumpulan data atau teoriteori dari berbagai sumber yaitu pada film Azumi sebagai sumber utama. Bukubuku yang didapat adalah dari perpustakaan Universitas Bina Nusantara, Japan Foundation, Universitas Indonesia, dan Universitas Darma Persada. b. Metode Penelitian Kualitatif Yaitu suatu penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan dan menganalisis fenomena, peristiwa, aktivitas sosial, sikap, kepercayaan, persepsi, pemikiran orang secara individual maupun kelompok ( Sukmadinata, 2005 : 60 ). c. Deskriptif Analitis Penelitian deskriptif mempunyai definisi yaitu suatu metode penelitian yang ditujukan untuk menggambarkan fenomena-fenomena yang ada, yang berlangsung pada saat ini atau saat yang lampau. Penelitian ini tidak mengadakan manipulasi atau pengubahan pada variable-variabel bebas, tetapi 14 menggambarkan suatu kondisi apa adanya. Penggambaran kondisi bisa individual atau kelompok, dan menggunakan angka-angka ( Sukmadinata, 2005 : 54 ). Sedangkan penelitain analitis terdiri dari beberapa macam, dan yang saya ambil adalah analisis isi atau dokumen, yaitu ditujukan untuk menghimpun dan menganalisis dokumen-dokumen resmi, dokumen perundangan dan kebijakanmaupun hasil-hasil penelitian. Analisis juga dapat dilakukan terhadap buku-buku teks, baik yang bersifat teoritis maupun empiris ( Sukmadinata, 2005 : 81 ). 1.6 Sistematika Penulisan Dalam skripsi ini saya akan memaparkan sistematika penelitian yang terdiri dari lima bab dan di bawah ini adalah secara garis besarnya. Bab 1 pendahuluan berisi tentang latar belakang, rumusan permasalahan, ruang lingkup pemasalahan, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika penelitian. Bab 2 isi yang berisi landasan teori tentang konsep semangat gambare, konsep masyarakat Jepang tradisional, teori tentang tatemae dan honne, serta teknik montase. Teori-teori tersebut adalah tentang uraian teoretis dari sisi pandang para pakar di bidang atau topik yang dipilih. Bab 3 berisi tentang analisis data dari laporan hasil penelitian konsep gambare yang dihubungkan dengan honne dan tatemae dalam film Azumi. Bab 4 berisi tentang simpulan dan saran. Bab 5 berisi tentang ringkasan. 15