Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Secara geografis Jepang

advertisement
Bab 1
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Secara geografis Jepang adalah sebuah negara kepulauan di Asia Timur.
Letaknya di ujung barat Samudra Pasifik, di sebelah timur Laut Jepang, dan
bertetangga dengan Republik Rakyat Cina, Korea, dan Rusia. Pulau-pulau paling
utara berada di Laut Okhotsk, dan wilayah paling selatan berupa kelompok pulaupulau kecil di Laut Cina Timur, tepatnya di sebelah selatan Okinawa yang
bertetangga dengan Taiwan. Jepang memiliki sekitar 3.700 pulau. Pulau-pulau utama
dari utara ke selatan adalah Hokkaido, Honshu (pulau terbesar), Shikoku, dan
Kyushu. Sekitar 97% wilayah daratan Jepang berada di keempat pulau terbesarnya.
Sebagian besar pulau di Jepang bergunung-gunung, dan sebagian di antaranya
merupakan gunung berapi. Gunung tertinggi di Jepang adalah Gunung Fuji yang
merupakan sebuah gunung berapi. Penduduk Jepang berjumlah 128 juta orang, dan
berada di peringkat ke-10 negara berpenduduk terbanyak di dunia. Tokyo secara de
facto adalah ibu kota Jepang, dan berkedudukan sebagai sebuah prefektur. Tokyo
Raya adalah sebutan untuk Tokyo dan beberapa kota yang berada di prefektur
sekelilingnya. Sebagai daerah metropolitan terluas di dunia, Tokyo Raya
berpenduduk lebih dari 30 juta orang ( Wikipedia : 2009 ).
Jepang sangat terkenal dengan kemajuan teknologi yang tinggi. Negara ini telah
banyak menghasilkan barang-barang canggih bahkan telah menjadi nomor satu di
1 dunia dalam hal penghasil barang-barang dengan teknologi tinggi. Alih teknologi
dapat dilakukan lebih cepat, dibandingkan alih cara berpikir secara ilmiah yang
memang memerlukan waktu panjang. Untuk mencapai sasaran ini pendidikan
memegang peranan yang sangat penting. Oleh karenanya alih teknologi adalah
sederajat dengan penyebaran pendidikan, yang berlandaskan moral, pemikiran dan
keterampilan. Paradigma ini dialami oleh Jepang sejak zaman Bakumatsu, yang juga
sedang kita alami dewasa ini. Hanya saja akibat Zeitgeist ( semangat zaman ) yang
berbeda, motivasi industrialisasi dan dan alih teknologipun berbeda pula. Hal
tersebut tidak dengan mudah didapatkan oleh bangsa Jepang. Usaha keras dan
semangat yang tanpa henti telah menjadi dasar kesuksesan negara Jepang sebagai
salah satu negara industri terbesar di dunia. Usaha yang keras tersebut muncul
karena termotivasi oleh kehancuran-kehancuran yang pernah dialami negara Jepang
dalam berbagai sektor pada saat perang dunia kedua dimana kota Hiroshima dan
Nagasaki dijatuhi bom atom oleh Amerika Serikat pada tahun 1945. Bom atom
tersebut berhasil meluluhlantakkan negara Jepang. Karena kehancuran itulah Jepang
berusaha dengan keras untuk memperbaikinya secara terus menerus hingga
mencapai suatu kesempurnaan dan menumbuhkan semangat gambare yang memang
telah melekat dalam diri orang ( Surajaya, 1990 : 43-44 ).
Bagi masyarakat dunia, Jepang dikenal sebagai bangsa yang suka bekerja keras,
rajin, dan setia. Mereka juga dikenal sebagai bangsa yang pintar, amat menghargai
waktu dan hemat dalam mengatur perekonomiannya. Bila seorang bangsa Jepang
telah memasuki lingkungan bekerja disuatu perusahaan, biasanya ia akan bekerja di
perusahaan itu dengan sekuat tenaga dan mengabdikan dirinya sepenuh hati sampai
2 tiba masa pensiunnya. Setelah masa pensiunpun banyak diantara mereka yang terus
bekerja walaupun sebenarnya mereka dapat mempertahankan kehidupan yang
nyaman dan stabil secara ekonomis. Bagi orang Jepang berusaha sungguh-sungguh
dan bekerja keras adalah bagian dari hidup. Dalam melakukan sesuatu mereka pasti
berusaha keras agar mencapai keberhasilan.
Menurut Sengoku ( 1989 : 10 ), orang Jepang bila belum mencapai keberhasilan
akan dianggap belum cukup berusaha, baik dalam bekerja maupun belajar. Orang
Jepang mencari keberadaan dan identitasnya melaui pekerjaan, yaitu dengan bekerja
keras dan berusaha mengembangkan kemampuan dirinya melalui perkerjaan yang
digelutinya. Bagi orang Jepang bekerja adalah sesuatu yang lebih dari hanya sarana
mencari penghasilan. Bekerja selain sebagai sarana mencari penghasilan juga
dianggap sebagai tujuan hidup yang memberi arti pada kehidupan seseorang. Kalau
uang adalah salah satu tujuan hidup, semangat kerja mereka akan segera berkurang
disaat kondisi keuangan mereka dalam keadaan baik , tetapi pada kenyataannya
banyak dijumpai orang Jepang yang sudah kaya tapi masih giat bekerja keras.
Mereka yang telah berusia lanjut dan telah pensiun dari pekerjaannya tetap
bersemangat tinggi untuk terus bekerja. Tingginya semangat kerja yang dimiliki
orang Jepang tersebut berasal dari etos kerja yang telah menjadi bagian dari diri
mereka. Mereka tekun bekerja karena mengaggap memang begitulah seharusnya
seorang manusia hidup. Setiap orang memotivasi dirinya untuk selalu bekerja keras
dengan tujuan meningkatkan kemampuan diri dan keimanan mereka, berdasarkan
motivasi tersebut, setiap orang Jepang berpeluang meraih kesuksesan negara dan
3 bangsa. Motivasi tersebut didukung oleh kemampuan mereka melakukan
pengamatan dan analisa berdasarkan rasio dan pengalaman.
Motivasi adalah kebutuhan manusia yang mendorong perbuatan untuk mencapai
tujuan tertentu. Kebutuhan itu biasanya merupakan sesuatu sarana bagi suatu tujuan
dan bukan tujuan itu sendiri melainkan kebutuhan manusia secara garis besar yaitu
sekunder dan primer ( Mansion : 1989 ).
Pada dasarnya semangat yang terdapat pada diri masing-masing orang Jepang
telah tertanam sejak zaman nenek moyang bangsa Jepang. Bagi nenek moyang orang
Jepang, semangat merupakan motivasi utama agar mereka dapat keluar dari kesulitan
terutama dalam mengatasi bencana alam, selain itu karena secara geografis Jepang
memiliki tanah yang sempit namun memiliki penduduk yang padat maka hal tersebut
menyebabkan orang Jepang termotivasi bagaimana caranya menggunakan tanahnya
sebagai lahan pertanian agar kebutuhan utama dapat terpenuhi, yaitu kebutuhan
pangan. Semangat itu lebih dikenal dengan gambare. Salah satu motivasi utama bagi
masyarakat Jepang agar dapat bangkit kembali dalam keterpurukan diungkapkan
dengan aklamasi ‘Gambare!’ ‘Kegigihan!’ ‘Jangan Menyerah!’. Melalui perjuangan
orang Jepang tersebut, mereka didorong oleh motivasi semangat gambare.
4 1.1.1 Gambare
Menurut Andrews : et al (1996 : 110 ), gambaru diartikan :
Gambaru ( secara terus menerus, berpegang teguh, berbuat sebaik mungkin ).
Suatu kata penting yang menggambarkan hubungan interpersonal masyarakat
Jepang. Kata ini mungkin berasal dari ga o haru ( memaksakan ide-nya
sendiri ), kata ini bersal dari hubungan negatif diri sendiri dengan keputusan
kelompok atau norma yang berlaku. Bagaimanapun semenjak tahun 1930-an
gambaru telah menjadi kata yang positif yang biasanya digunakan untuk
mendorong keinginan dan kerja keras, biasanya juga digunakan ungtuk
tujuan-tujuan kelompok, sebagai contoh ketika para pemuda desa
mendapatkan pekerjaan baru dikota, sebagai akibatnya para pemuda tersebut
mencoba untuk tidak mengecewakan mereka. Kata-kata ini juga digunakan
diantara anggota dalam sebuah kelompok untuk mendorong satu sama lain
agar bekerja sama dalam melaksanakan aktifitas, kadang-kadang
dipergunakan dalam bentuk perintah menjadi gambare. Ungkapan ini
berhubungan dengan pencapaian motivasi yang tinggi dan orientasi untuk
mengharmonisasikan kelompok.
Menurut Indriatmo ( 2008 ), gambare mempunyai arti ‘to persist’ or ‘to work
hard’ or ‘to stick’ with what you’ve done. Yaitu yang memiliki arti untuk tetap
melakukan, untuk bekerja keras atas apa yang telah kau lakukan. Gambare adalah
semangat yang tidak kenal menyerah dan harus berusaha keras.
Semangat gambare telah melekat dalam diri orang Jepang, semangat ini
merupakan ciri khas yang tidak dimiliki oleh bangsa lainnya, dalam hal apapun orang
Jepang selalu menerapkan semangat gambare pada kehidupan dan kegiatannya
sehari-hari. Motivasi dan dorongan yang kuat untuk melakukan setiap kegiatan yang
dilandasi semangat gambare dengan tujuan agar mendapatkan yang terbaik sangatlah
diperlukan. Orang Jepang selalu menganggap bahwa kehidupan tidak dapat
dibayangkan sebelumnya, apa yang terjadi tidak dapat diprediksi, karena itulah
diperlukan semangat gambare yang mempunyai makna kegigihan dan ketekunan
untuk menghadapi tantangan yang dihadapi. Pada dasarnya sangat sulit untuk
5 mengetahui asal mula gambare mulai tertanam dalam setiap individu masyarakat
Jepang. Hal ini dikarenakan keragaman budaya yang ada sehingga semangat
gambare digunakan oleh masyarakat Jepang dari zaman nenek moyang dan terus
tertanam hingga saat ini, walaupun Jepang telah mengalami modernisasi dalam
berbagai bidang, mereka tetap menjaga semangat gambare yang sudah tertanam di
dalam diri mereka. Contohnya, anak-anak Jepang mulai diajarkan bahwa nenek
moyang bangsa Jepang telah membuat suatu pengorbanan yang besar untuk tetap
bertahan dan mengatasi tantangan yang dihadapi oleh suatu bangsa. Dengan adanya
pelajaran mengenai sejarah nenek moyang ini, anak-anak Jepang di zaman yang
sudah modern-pun tetap mengetahui adanya semangat gambare ini, yang secara tidak
langsung semangat gambare akan tertanam di dalam diri anak-anak tersebut. Sekolah
menerapkan semangat gambare dimulai sejak hari pertama anak-anak masuk sekolah
dan hal itu berlangsung sampai mereka lulus sekolah. Bahkan hal ini terus
berlangsung hingga mereka berada dalam dunia kerja. Pada perusahaan-perusahaan
Jepang, semangat gambare digunakan oleh para pemimpin dari perusahaan tersebut
hingga para pekerjanya. Dengan demikian semangat gambare telah mengilhami dan
membudaya di dalam setiap aspek kehidupan masyarakat Jepang.
Menurut Shoten ( 1989 : 550 ), gambare memiliki arti 「我意を張り通す」
yang mengandung makna kemauan keras pada diri sendiri melalui tekad, dan 「どこ
までも忍耐して奴カす」yang mengandung makna sampai dimanapun berusaha
dengan keras penuh dengan kesabaran, ketekunan.
6 Selain dari sekolah, anak-anak tersebut juga ditanamkan semangat gambare oleh
para orang tua mereka. Biar bagaimanapun, lingkungan keluarga merupakan tempat
utama di mana seorang anak pertama kali mempelajari suatu hal sebelum mereka
memasuki dunia pendidikan yang resmi yaitu sekolah. Menurut Wahidin ( 2009 )
mengatakan bahwa keluarga sebagai unit sosial terkecil dalam masyarakat
merupakan lingkungan budaya pertama dan utama dalam rangka menanamkan norma
dan mengembangkan berbagai kebiasaan dan perilaku yang dianggap penting bagi
kehidupan pribadi, keluarga dan masyarakat. Pada dasarnya orang tualah yang
mempunyai peranan penting di dalam tumbuh kembangnya seorang anak. Secara
ilmiah maupun dalam tradisi Jepang, mitsu no tamashi yaitu masa-masa emas
meletakkan pendidikan dasar dalam usia tiga tahun pertama masa perkembangan
pesat otak seorang anak ( Laison : 2008 ).
Di dalam kehidupan seorang anak, tentu saja tidak akan lepas dari tontonan
televisi. Dari televisi tersebut mereka pun dapat mempelajari banyak hal. Tontonan
yang disajikan pun sebagian besar mengandung cerminan gambare karena pada
dasarnya gambare merupakan ciri khas dari masyarakat Jepang yang juga tertuang di
dalam film-film yang telah dihasilkannya. Menurut Mielke dalam Muhammad
( 2008 ), masalah paling mendasar saat ini bukanlah jumlah jam yang dilewatkan si
anak untuk menonton televisi, melainkan program-program yang ia ditonton dan
bagaimana para orang tua serta guru memanfaatkan program-program ini untuk
sedapat mungkin membantu kegiatan belajar mereka. Orang tua menjadi subjek
paling pokok untuk mengatur dan memilih acara-acara televisi yang sifatnya
mendidik. Oleh karena itulah tayangan pertelevisian di Jepang sangat selektif dalam
7 menampilkan adegan-adegan. Kebanyakan adegan yang ditayangkan bersifat positif,
sehingga menumbuhkan kesan yang positif pula dalam diri seorang anak. Tayangan
yang sering muncul adalah seorang tokoh yang sangat mempunyai semangat dalam
berbagai macam bidang dan situasi. Semangat itulah yang menjadi pelajaran bagi
orang Jepang, sehingga semangat itu menjadi jati diri orang Jepang. Semangat itulah
yang dinamakan semangat gambare.
1.1.2 Honne dan Tatemae
Semangat gambare yang ada pada diri setiap orang Jepang merupakan hal yang
sangat positif, namun dibalik semua itu ada dua hal yang perlu diperhatikan lebih
dalam. Semangat gambare tersebut berasal dari perasaan yang sebenarnya atau
hanyalah sebuah semangat yang harus dilakukan karena adanya suatu hal yang
memaksa mereka harus melakukannya. Dua hal tersebut adalah Honne dan Tatemae.
( McGregor : 2009 ) :
Honne dan Tatemae adalah istilah yang biasa didengar orang pada saat
mendeskripsikan jiwa orang Jepang. Honne berarti perasaan yang sebenarnya
dan tatemae adalah hal yang mungkin bisa dikatakan untuk menyembunyikan
wajah kita. Keduanya memiliki kekuatan dalam kebudayaan Jepang, tetapi
konsep tatemae adalah sesuatu yang benar-benar bisa membuat bingung oleh
banyak turis yang datang ke Jepang.
Selain pengertian di atas McGregor ( 2009 ) juga mengungkapkan pengertian
tentang honne dan tatemae sebagai berikut :
Honne dan tatemae adalah semacam bagian integral sifat sosial orang Jepang
yang bahkan mereka sendiri tidaklah harus memikirkan tentang hal tersebut.
Sejak tujuan akhir untuk mempertahankan wa atau keharmonisan pada semua
titik waktu, pendapat-pendapat tak pernah diungkapkan secara terbuka, emosi
tidak diperlihatkan, dan konfrontasi kepada khalayak umum menjadi setengahsetengah. Orang Jepang akan setengah-setengah mengatakan seperti ini
8 “bertahanlah”, “tak sabar lagi untuk pergi dari sini”, “tak sabar lagi untuk akhir
pekan”, “jangan bekerja terlalu keras”, “ini menyedihkan”, atau banyak lagi
kata-kata serupa yang sangat biasa di barat untuk mengatakan apa yang kau
rasakan dengan jujur. Cukup menarik, sikap ini membuat orang Jepang
terkadang untuk bisa membuat hal menjadi lebih santai dimana yang bukan
orang Jepang mungkin membenci pekerjaan berat.
Honne dan tatemae adalah sebuah kata di Jepang yang menggambarkan pengenalan
fenomena sosial. Honne (本音) berarti perasaan seseorang yang sesungguhnya dan
sebuah keinginan. Hal ini mungkin saja kebalikan dari apa yang masyarakat harapkan
atau apa yang orang minta berdasarkan posisi seseorang ataupun posisi atau keadaan
seseorang yang sering mereka sembunyikan , kecuali dengan salah satu teman dekat.
Sedangkan Tatemae ( 建前 ), secara biasa ditulis “hadapan rumah” yaitu sebuah sikap
dan opini sebuah pertunjukkan di depan umum. Tatemae adalah apa yang diharapkan
oleh masyarakat dan apa yang orang minta berdasarkan posisi atau keadaan seseorang.
Menurut Befu : et al. ( 1996 : 90&91 ), honne dan tatemae diartikan :
Sepasang kata-kata yang digunakan untuk menjelaskan situasi dimana seseorang
berada diatas sebuah alasan ( tatemae ), berbeda dari maksud atau motif
sebenarnya ( honne ). Ini adalah kiasan untuk ekspresi omote dan ura ( di depan
dan di belakang ), yang menjelaskan karakter umum atau sikap sebagai
pertentangan untuk interaksi pribadi. Ukuran sosial tradisional Jepang
mempunyai hubungan individu yang mengutamakan keharmonisan yang baik
dan solidaritas berkelompok. Ukuran sosial tidak dapat dihindari untuk
dipertimbangkan. Orang Jepang diajarkan sejak dini untuk mengikuti maksud
dari hatinya sendiri tapi tidak untuk menantang tatemae secara terbuka. Hasilnya
adalah dalam situasi sosial tertentu menjadi sulit untuk membedakan maksud
sesungguhnya dari seseorang. Sang tuan rumah mungkin menawarkan untuk
menerima tamu dengan senang hati untuk menyesuaikan diri dengan etika
formalitas, berharap agar sang tamu menafsirkan keramahtamahan sebagai tanda
untuk pergi.
Ada keterkaitan antara konsep gambare dengan honne dan tatemae. Dimana
semangat tersebut apakah benar-benar dari dalam hati mereka sendiri ataukah hanya
9 karena ada maksud tertentu di balik semua keadaan dan situasinya. Keterkaitan tersebut
dapat dijumpai dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam film. Di Jepang, keterkaitan
tersebut diaplikasikan dalam film-film.
Selain kemajuan teknologi yang modern, Jepang adalah salah satu negara maju dalam
bidang perfilman, terbukti dengan banyaknya produksi film yang telah banyak meraih
sukses. Film-film Jepang banyak menarik perhatian tidak hanya di negara Jepang
sendiri, namun sampai ke negara-negara asia lainnya, termasuk Indonesia. Tidak dapat
dipungkiri bahwa film Jepang telah banyak menarik minat masyarakat Indonesia, hal itu
terlihat dengan banyak beredarnya film-film tersebut di berbagai tempat penjualan film.
Jalan cerita yang sedikit berbeda dengan film-film Indonesia juga menjadi alasan
mengapa film-film Jepang lebih digemari. Kebanyakan ceritanya mengandung ekspresi
dan suasana cerita yang beraneka ragam, ada kegembiraan, kesedihan, semangat, yang
melebur menjadi satu. Bisa membuat para penikmatnya tertawa, menangis, dan
sebagainya. Topik yang ditampilkanpun mengandung banyak nilai-nilai moril yang
berbeda-beda pula, yang mempunyai tujuan memberikan pesan moril bagi semua orang
yang menontonnya.
Ada yang berbeda dari film-film Jepang, yaitu karena sebagian besar mereka selalu
menampilkan adegan semangat yang membara untuk mencapai suatu keinginan, dengan
kata-kata yang telah tertanam dalam hati yaitu ‘gambare!’, hal tersebut telah menjadi
suatu ciri khas film Jepang yang membedakannya dengan dengan film-film lainnya.
10 1.1.3 Sekilas tentang film Azumi episode 1 dan 2
Film Jepang memiliki tema yang sangat bervariasi. Karena tema yang bervariasi
itulah maka film Jepang banyak digemari oleh segala lapisan umur. Salah satu
contohnya adalah film Azumi. Film ini terdiri dari dua episode. Cerita yang pada episode
pertama bersambung ke episode duanya ini cukup berjarak lama, sekitar dua tahun. Film
yang di produksi pada tahun 2003 dan 2005 ini bercerita tentang semangat seorang
ksatria wanita bernama Azumi bersama 9 teman-temannya yang semuanya adalah lakilaki, menjalankan misinya menumpas kejahatan demi menghapuskan peperangan. Pada
awalnya Azumi tidak mengerti apa maksud dari pengorbanan yang ia lakukan, di dalam
hatinya ia enggan untuk melakukan pengorbanan-pengorbanan yang menurutnya tidak
masuk akal dan tidak berguna. Dari hal tersebut dapat di analisis termasuk honne atau
tatemaekah semangat gambare yang ia dan teman-temannya lakukan. Walaupun banyak
hal yang sebenarnya mereka tidak ingin lakukan, tetapi demi semangat tersebut, maka
mau tidak mau mereka harus melakukannya. Inilah yang menjadi sebab munculnya
honne dan tatemae. Film yang disutradarai oleh orang yang berbeda pada episode 1 dan
2 nya ini dibintangi oleh artis-artis yang cukup dikenal di kalangan masyarakat Jepang.
Sutradara pada film Azumi episode 1 adalah Isao Kiriyama, sedangkan sutradara pada
film Azumi episode ke duanya adalah Oshiaki Kawajiri. Walaupun memiliki sutradara
yang berbeda, namun cerita film ini masih berkaitan. Produser dari film Azumi episode 1
dan 2 ini adalah Mataichiro Yamamoto. Sedangkan pemeran utama film ini adalah
Azumi yang diperankan oleh Aya Ueto. Ia berperan sebagai ksatria wanita yang sangat
tangguh dan tak terkalahkan. Sejak kecil ia telah ditinggal mati oleh ibunya, semenjak
itulah ia mengikuti sang guru untuk dilatih dan dididik agar bisa menghadapi hidup dan
11 untuk tegar dalam keadaan apapun. Guru mereka mengajarkan ilmu-ilmu bertarung agar
dapat menjalanakan misi menghentikan peperangan saat dewasa nanti. Setiap harinya
Azumi tidak hanya seorang diri berlatih dengan giat, namun ia memiliki 9 sahabat
terbaiknya. Mereka selalu bersama-sama. Dari cerita yang dikemas secara sempurna
terdapat banyak nilai moril yang positif yaitu betapa seseorang akan mendapatkan hasil
yang baik apabila ada usaha dan kemauan keras dalam dirinya, meskipun banyak sekali
pengorbanan yang harus dialami. Oleh karena itu saya terinspirasi tentang semangat
gambare yang ada dalam diri setiap tokohnya. Bahwa dalam menghadapi masalah di
dalam hidup, dibutuhkan semangat yang tinggi untuk menghadapinya. Apabila
menghadapi sebuah masalah dengan semangat yang tinggi, seberat apapun masalahnya
pasti akan terselesaikan. Yang menarik dari cerita film ini adalah bahwa semangat
tersebut tidak saja muncul dari dalam hati, namun ada juga situasi yang menggambarkan
bahwa mereka terpaksa berjuang demi menyelesaikan misi yang diperintahkan oleh
guru.
Dalam film ini menampilkan berbagai situasi, ada kegembiraan dan ada juga
kesedihan yang menyentuh hati. Dengan semangat dalam film Azumi merupakan
cerminan yang ada dalam diri masing-masing orang Jepang karena semangat itu telah
tertanam sejak masa kanak-kanak. Motivasi yang dihasilkan oleh semangat gambare
sudah digunakan sejak dahulu oleh nenek moyang bangsa Jepang sebagai motivasi
utama agar mereka dapat keluar dari kesulitan.
12 1.2 Rumusan Permasalahan
Rumusan permasalahan dalam skripsi ini adalah untuk menganalisis yang termasuk
bagian dalam konsep gambare dengan menggunakan korpus data yaitu film Azumi.
1.3 Ruang Lingkup Permasalahan
Dalam ruang lingkup permasalahan ini akan saya batasi pada konsep gambare yang
dihubungkan dengan honne dan tatemae dalam film Azumi episode 1 dan 2. Saya akan
menganalisis kegiatan yang mencerminkan gambarenya. Setelah itu akan dibagi lagi
menjadi dua yaitu gambare yang dihubungkan dengan honne dan gambare yang
dihubungkan dengan tatemae. Masing-masing terbagi pada empat situasi.
1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui konsep gambare yang dihubungkan
dengan honne dan tatemae yang dalam film Azumi dilihat dari kegiatan, yaitu ucapan
dan tindakan para tokoh dalam situasi dan keadaan yang mendukung hal tersebut.
Manfaat penelitian ini adalah agar semua pembaca dapat memahami konsep gambare
secara lebih jelas, khususnya gambare dalam hal pengorbanan dan perjuangan untuk
mencapai kemenangan dan tujuan akhir yang positif. Setelah menonton film ini,
diharapkan pembaca dapat menjadikan film ini sebagai motivasi yang kuat untuk lebih
bersemangat lagi dalam mencapai tujuan yang baik. Dalam mencapai tujuan tersebut
begitu banyak pengorbanan yang harus dilalui. Pengorbanan tersebut tidaklah mudah,
banyak kesedihan dan kesulitan yang mau tidak mau harus dilewati. Maka dengan
penulisan skripsi ini, pembaca dapat mengetahui mana semangat yang benar-benar tulus
13 dari lubuk hati dan mana semangat yang hanya berdasarkan suatu hal. Hal tersebut yang
menjadikan inspirasi untuk saya untuk mengetahui tentang kepribadian orang Jepang
yang sangat unik yaitu honne dan tatemae. Dengan begitu, maka pembaca juga dapat
mengetahui konsep gambare yang dihubungkan dengan honne dan tatemae.
1.5 Metode Penelitian
Metode penelitian yang akan saya gunakan adalah dengan menggunakan metode
kepustakaan, lalu untuk pengkajian datanya denganmetode kualitatif dan deskriptif
analitis.
a. Metode Kepustakaan
Adalah metode dengan melakukan pencarian dan pengumpulan data atau teoriteori dari berbagai sumber yaitu pada film Azumi sebagai sumber utama. Bukubuku yang didapat adalah dari perpustakaan Universitas Bina Nusantara, Japan
Foundation, Universitas Indonesia, dan Universitas Darma Persada.
b. Metode Penelitian Kualitatif
Yaitu suatu penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan dan menganalisis
fenomena, peristiwa, aktivitas sosial, sikap, kepercayaan, persepsi, pemikiran
orang secara individual maupun kelompok ( Sukmadinata, 2005 : 60 ).
c. Deskriptif Analitis
Penelitian deskriptif mempunyai definisi yaitu suatu metode penelitian yang
ditujukan
untuk
menggambarkan
fenomena-fenomena
yang
ada,
yang
berlangsung pada saat ini atau saat yang lampau. Penelitian ini tidak mengadakan
manipulasi
atau
pengubahan
pada
variable-variabel
bebas,
tetapi
14 menggambarkan suatu kondisi apa adanya. Penggambaran kondisi bisa
individual atau kelompok, dan menggunakan angka-angka ( Sukmadinata, 2005 :
54 ). Sedangkan penelitain analitis terdiri dari beberapa macam, dan yang saya
ambil adalah analisis isi atau dokumen, yaitu ditujukan untuk menghimpun dan
menganalisis
dokumen-dokumen
resmi,
dokumen
perundangan
dan
kebijakanmaupun hasil-hasil penelitian. Analisis juga dapat dilakukan terhadap
buku-buku teks, baik yang bersifat teoritis maupun empiris ( Sukmadinata,
2005 : 81 ).
1.6 Sistematika Penulisan
Dalam skripsi ini saya akan memaparkan sistematika penelitian yang terdiri dari lima
bab dan di bawah ini adalah secara garis besarnya.
Bab 1 pendahuluan berisi tentang latar belakang, rumusan permasalahan, ruang
lingkup pemasalahan, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika
penelitian.
Bab 2 isi yang berisi landasan teori tentang konsep semangat gambare, konsep
masyarakat Jepang tradisional, teori tentang tatemae dan honne, serta teknik montase.
Teori-teori tersebut adalah tentang uraian teoretis dari sisi pandang para pakar di bidang
atau topik yang dipilih.
Bab 3 berisi tentang analisis data dari laporan hasil penelitian konsep gambare yang
dihubungkan dengan honne dan tatemae dalam film Azumi.
Bab 4 berisi tentang simpulan dan saran.
Bab 5 berisi tentang ringkasan.
15 
Download