Hidrogeologi Mata Air dan Pengelolaan Air Tanah pada daerah

advertisement
Hidrogeologi Mata Air dan Pengelolaan Air Tanah pada daerah
Batugamping dan Vulkanik: Studi Pengamatan Desa Tagog Apu
dan Desa Tarengtong, Kabupaten Bandung Barat serta Desa
Cigadung, Kotamadya Bandung
Oleh:
Arief Muchamad
NPM: 270120150010
Dosen Pengampu:
Prof. Dr. Ir. Hendarmawan MSc.
Dr.Eng. Boy Yosef CSSSA ST.MT.
Dr. M. Sapari Dwi H ST. MT.
Pascasarjana Teknik Geologi
Universitas Padjajaran
Bandung
2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas terselesaikannya laporan kuliah lapangan ini.
Laporan kuliah lapangan ini disusun sebagai salah satu tugas mata kuliah Aplikasi
Hidrogeologi Dasar dan Manajemen Air Tanah tahun ajaran 2015/2016 pada Program
Pascasarjana Teknik Geologi Universitas Padjadjaran dan untuk dapat memahami lebih jauh
mengenai berbagai fenomena geologi yang dapat diamati langsung di lapangan.
Penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam laporan ini, oleh karena itu saran
dan kritik dari seluruh pihak sangat penulis harapkan. Akhirnya penulis menyampaikan terima
kasih kepada semua pihak yang memberikan masukan. Semoga laporan ini bermanfaat bagi
pihak-pihak yang memerlukan.
Bandung, Juni 2016
Penyusun
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ........................................................................................... 1
DAFTAR ISI .......................................................................................................... 2
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 4
1.1 Latar Belakang ................................................................................... 4
1.2 Maksud dan Tujuan ............................................................................ 4
1.3 Lokasi dan Kesampaian Daerah ......................................................... 4
1.4 Manfaat Kegiatan Kuliah Lapangan ................................................... 5
BAB II KAJIAN PUSTAKA ................................................................................. 6
2.1 Kondisi Geologi Lokasi Kuliah Lapangan .......................................... 6
2.1.1 Fisiografi Regional ..................................................................... 6
2.1.2 Struktur Geologi Regional……................................................... 7
2.1.3 Stratigrafi Lokasi Kuliah Lapangan ............................................ 8
2.1.4 Morfologi Lokasi Kuliah Lapangan ............................................ 9
2.2 Hidrogeologi ……................................................................................10
2.2.1 Cekungan Air Tanah .................................................................. 11
2.2.2 Akuifer Air Tanah ….................................................................. 12
2.2.2 Karakteristik Kimia Air Tanah…................................................ 15
2.2.3 Ruang Air Tanah ...…………………......................................... 15
2.2.4 Mata Air ……………………………......................................... 17
2.2.4 Manajemen dan Konservasi Air Tanah...................................... 18
2.3 Lokasi Pengamatan............................................................................. 20
BAB III PEMBAHASAN ..................................................................................... 22
3.1 Stasiun Pengamatan 1.......................................................................... 22
3.2 Stasiun Pengamatan 2.......................................................................... 26
3.3 Stasiun Pengamatan 3.......................................................................... 31
BAB IV KESIMPULAN ...................................................................................... 34
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 36
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1-1 Peta Stasiun Pengamatan Kuliah Lapangan......................................... 5
Gambar 2-1 Fisiografi Jawa Barat (Van Bemmelen, 1949)..................................... 7
Gambar 2-2 Arah kelurusan citra Landsat …………............................................... 8
Gambar 2-3 Peta Geologi Regional Lembar Cianjur – Bandung............................. 9
Gambar 2-4 Hidrogeologi air tanah…………………..............................................11
Gambar 2-5 Cekungan akuifer air tanah……………...............................................14
Gambar 2-6 Peta Stasiun Pengamatan di Tagog Apu dan Tarengtong.................... 20
Gambar 2-6 Peta Stasiun Pengamatan di Cigadung................................................. 21
Gambar 3-1 Sumber mata air Cilio di Desa Tagog apu........................................... 23
Gambar 3-2 Kondisi lingkungan dan pemanfaatan air di Desa Tagog apu............. 24
Gambar 3-3 Sumber mata air di Desa Tarengtong (Cikahuripan)........................... 27
Gambar 3-4 Mata air batuan vulkanik (clinker lava)............................................... 28
Gambar 3-5 Kemunculan mata air yang terpotong topografi...................................28
Gambar 3-6 Mata air yang keluar dari batuan lakustrin.......................................... 31
2
DAFTAR TABEL
Tabel 2-1 Formasi batuan stasiun pengamatan Cilio dan Cikahuripan ………….... 9
Tabel 3-1 Parameter Fisik Mata Air Cilio................................................................ 23
Tabel 3-2 Parameter Fisik Mata Air Cikahuripan.................................................... 29
3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Geologi merupakan ilmu alam yang mempelajari tentang bumi, termasuk segala proses
yang terjadi di dalamnya, komposisi, sejarah keterbentukan, dan jenis batuan penyusun bumi
itu sendiri. Geologi mempelajari berbagai fenomena yang terjadi saat ini dan proses yang
menyebabkan hal itu terjadi dengan cara mendeskripsi, menganalisis, dan menginterpretasikan
dengan bukti-bukti yang ada saat ini. Bukti-bukti tersebut dapat diperoleh melalui kajian
literatur maupun hasil observasi lapangan secara langsung.
Mata kuliah Aplikasi Hidrogeologi Dasar dan Manajemen Air Tanah yang ada pada
Program Studi Pascasarjana Teknik Geologi Universitas Padjadjaran ini, berguna untuk
menambah sekaligus memperdalam ilmu geologi. Untuk memenuhi hal tersebut, mahasiswa
tidak cukup hanya mempelajari konsep dan teori saja dalam perkuliahan tetapi perlu juga
melihat langsung kondisi di lapangan. Sehubungan dengan hal tersebut, Kuliah Lapangan
Aplikasi Hidrogeologi Dasar dan Manajemen Air Tanah di Dusun Cilio, Desa Tagog Apu dan
Dusun Cikahuripan, Desa Tarengtong, Kabupaten Bandung Barat serta Desa Cigadung di
Kotamadya Bandung perlu diadakan sebagai penunjang perkuliahan.
1.2 Maksud dan Tujuan
Maksud dari kegiatan kuliah lapangan ini adalah untuk mengetahui kondisi geologi
termasuk proses-proses geologi yang berkembang, hidrogeologi, dan pemanfaatan sumberdaya
air yang ada di Desa-desa Tagog apu, Tarengtong dan Cigadung serta menganalisisnya secara
sederhana dengan konsep ilmiah. Adapun tujuan dari kegiatan kuliah lapangan ini adalah
sebagai berikut:
1. Mengetahui kondisi geologi di lokasi kuliah lapangan.
2. Mengetahui hidrogeologi dan pemanfaatan sumberdaya air.
3. Memahami pengelolaan atau manajemen air tanah.
1.3 Lokasi dan Kesampaian Daerah
Secara administratif, kegiatan pelaksanaan kuliah lapangan terletak di Dusun Cilio –
Desa Tagog Apu, dan Dusun Cikahuripan – Desa Tarengtong, Kabupaten Bandung Barat dan
4
Desa Cigadung, Kotamadya Bandung, Jawa Barat. Termasuk dalam Peta Rupabumi Indonesia
digital skala 1: 150.000 Lembar Cianjur – 9/XIII-E dan Lembar Bandung – 9/XIII-F.
Lokasi kuliah lapangan dapat dituju dengan menggunakan kendaraan umum/pribadi
mobil ataupun motor. Akses menuju lokasi kuliah lapangan relatif baik berupa jalan aspal
untuk titik pengamatan yang berada di tepi jalan raya utama dan jalan setapak untuk menuju
stasiun pengamatan di daerah perbukitan dan lembah (Gambar 1-1).
Gambar 1-1 Peta Stasiun Pengamatan Kuliah Lapangan
1.4 Manfaat Kegiatan Kuliah Lapangan
Adanya kegiatan kuliah lapangan ini dapat memberikan manfaat terutama di bidang
aplikasi hidrogeologi dasar. Adapun manfaat kegiatan ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui informasi kondisi hidrogeologi di stasiun pengamatan kuliah lapangan
melalui peta geologi regional dan observasi lapangan langsung.
2. Menambah wawasan serta memperdalam khasanah ilmu geologi khususnya
hidrogelogi dan manajeman air tanah.
5
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kondisi Geologi Lokasi Kuliah Lapangan
2.1.1 Fisiografi Regional
Van Bemmelen (1949) membagi fisiografi Jawa Barat menjadi lima satuan fisiografi
utama. Pembagian zona fisiografi daerah Jawa Barat tersebut yaitu:
1. Zona Dataran Aluvial Jawa utara, membentang mulai dari Serang hingga Cirebon,
sebagian besar endapan aluvium (endapan banjir dan endapan pantai), endapan lahar,
dan aliran lumpur hasil erupsi vulkanik Kuarter.
2. Zona Bogor, merupakan jalur antiklinorium lapisan-lapisan berumur Neogen yang
terlipat kuat serta terintrusi intensif. Zona ini dipengaruhi aktivitas tektonik dengan arah
tegasan relatif Utara-Selatan dan sumbu lipatan berarah relatif barat-timur. Zona ini
membentang pada bagian Selatan dataran rendah Jakarta dan membentang di sepanjang
Jawa Barat, mulai dari Rangkasbitung, Bogor, Purwakarta, Subang, Sumedang sampai
Bumiayu (Majenang). Inti antiklinorium berupa lapisan-lapisan batuan berumur
Miosen dan sayapnya ditempati batuan lebih muda berumur Pliosen-Plistosen, yaitu
batulempung dan breksi yang merupakan endapan turbidit disertai intrusi hipabisal.
3. Zona Bandung, membentang mulai dari sebelah Timur jalur pegunungan Bayah hingga
sebelah Timur Tasikmalaya dan berakhir di Sagara Anakan, pantai Selatan Jawa
Tengah. Secara struktural, Zona Bandung merupakan puncak antiklin Jawa yang
mengalami penghancuran di akhir zaman Tersier.
4. Zona Pegunungan Bayah, membentang mulai dari sebelah Barat jalur Bogor dengan
penyebaran yang tidak begitu luas jika dibandingkan dengan penyebaran satuan
fisiografi lainnya.
5. Zona Pegunungan Selatan Jawa Barat, membentang dari Teluk Pelabuhan Ratu sampai
Pulau Nusakambangan di Selatan Sagara Anakan, dekat Cilacap. Zona Pegunungan
Selatan ini memiliki lebar 50 km dan menyempit menjadi beberapa kilometer di Pulau
Nusakambangan. Zona Pegunungan Selatan merupakan sayap Selatan antiklin Jawa
dan blok kerak yang miring ke arah Selatan beberapa derajat.
Berdasarkan pembagian tersebut maka lokasi kuliah lapangan termasuk ke dalam Zona
Vulkanik Kuarter yang berbatasan langsung dengan Zona Bandung. Zona Vulkanik Kuarter
6
adalah daerah yang didominasi oleh produk gunungapi muda berumur Kuarter. Akibat
umurnya yang relatif muda, zona ini relatif rentan terhadap proses erosi. Berbeda halnya
dengan zona dataran pantai Jakarta, zona vulkanik Kuarter umumnya memiliki morfologi yang
cenderung berbukit-bukit. Perbukitan ini umumnya banyak dipengaruhi oleh karakteristik
fisiografi regional Zona Bandung dan sedikit dipengaruhi Zona Pegunungan Selatan.
Gambar 2-1 Fisiografi Jawa Barat (Van Bemmelen, 1949)
2.1.2 Struktur Geologi Regional
Secara regional, pola struktur geologi yang terdapat di Jawa Barat sangat berkaitan
dengan fisiografi regional menurut Van Bemmelen (1949). Adanya pembentukan struktur
tersebut berkaitan dengan Geantiklin Jawa berarah Barat-Timur di mana waktu
pembentukannya dimulai pada akhir Paleogen, yaitu pada saat terjadi pengangkatan basement
dan disertai terjadinya beberapa perlipatan, terutama di bagian lembah Cimandiri.
Pulau Jawa dibentuk oleh sistem perlipatan dan patahan akibat adanya tumbukan
Lempeng Eurasia yang bergerak ke selatan dan Lempeng Hindia yang bergerak ke Utara.
Akibat proses ini, kecenderungan arah sumbu perlipatan pada umumnya adalah Barat-Timur.
Interpretasi citra landsat yang dilakukan oleh Suwiyanto (1978; dalam Martodjojo, 2003)
menunjukkan bahwa pada dasarnya terdapat 4 arah utama kelurusan citra Landsat di Jawa
Barat, yaitu U45°T, U10°T, U30°B, dan U55°B. Dari hasil penelitian lapangan, kebanyakan
7
kelurusan dapat dikenali sebagai sesar. Hasil penelitian ini juga yang memperkuat bahwa
secara regional pola struktur geologi Jawa Barat relatif berarah Barat Timur.
Gambar 2-2 Arah kelurusan citra Landsat (Suwiyanto, 1978; dalam M artodjojo, 2003)
Informasi struktur geologi di suatu daerah seperti kekar, lipatan, dan sesar, sangat
penting karena struktur geologi tersebut cenderung berasosiasi dengan jalur-jalur lemah yang
berdampak langsung terhadap aspek kebencanaan geologi seperti gerakan tanah (mass
movement), erosi, kegempaan, dan sebagainya. Sejak Kurun Kenozoikum hingga Resen, Pulau
Jawa berada pada tumbukan Lempeng Eurasia dan Indo-Australia. Oleh karena itu, wilayah
bagian Barat daya Indonesia secara langsung sangat terpengaruh interaksi antar kedua lempeng
tektonik tersebut. Manifestasi interaksi lempeng tektonik tersebut menghasilkan berbagai
struktur geologi. Adapun struktur geologi di daerah Bandung, yaitu sesar Normal Lembang
berarah Barat-Timur, Zona Sesar Naik Rajamandala, dan beberapa sesar normal berarah
Timur-Barat di bagian Selatan Pedataran Bandung dan Batujajar.
2.1.3 Stratigrafi Lokasi Kuliah Lapangan
Berdasarkan Peta Geologi Regional Lembar Cianjur (Sudjatmiko, 1972) dan Lembar
Bandung (Silitonga, 1973), stratigrafi lokasi kuliah lapangan terdiri dari 3 formasi. Secara
umum, formasi-formasi tersebut terdiri dari Formasi Rajamandala, batuan gunungapi tua dan
gunungapi muda. Umur formasi batuan tersebut semuanya berada pada masa Kuarter dan
Oligosen. Adapun sifat fisik batuan beragam, mulai dari yang bersifat lepas hingga sangat
keras. Deskripsi batuan disajikan pada Tabel 2-1.
8
Tabel 2-1 Formasi batuan yang berada distasiun pengamatan kuliah lapangan Cilio dan Cikahuripan
(Sudjatmiko, 1972) serta Cigadung (Silitonga 1973)
Kode
Formasi
Qob
Batuan Gunungapi
tua
Oml
Rajamandala
Qyt
Batuan Gunungapi
muda
Keterangan Litologi
Breksi gunungapi, breksi aliran, endapan
lahar dan lava, menunjukan kekar lempeng
dan tiang (columnar joint). Komposisinya
antara andesit dan basal
Batugamping pejal dan batugamping
berlapis, kebanyakan berwarna muda dengan
foraminifera besar berlimpah
Pasir tufaan, lapilli, bom-bom, lava berongga
dan kepingan-kepingan andesit-basal padat
yang bersudut dengan banyak bongkahan
dan pecahan batu apung. Berasal dari G.
Tangkubanparahu (erupsi “A”, van
bemmelen,1939) dan G. Tampomas.
Umur
Kuarter
Oligosen
Kuarter
Gambar 2-3 Peta Geologi Regional Lembar Cianjur – Bandung (Sudjatmiko, 1972 dan Silitonga
1973)
2.1.4 Morfologi Lokasi Kuliah Lapangan
Kondisi morfologi di stasiun pengamatan kuliah lapangan memperlihatkan variasi
topografi cukup beragam. Kenampakan ini diakibatkan oleh berbagai faktor, baik material
penyusunnya maupun proses yang berlangsung di dalamnya. Berdasarkan peta topografi yang
berasal dari Peta Geologi skala 1: 100.000 Lembar Cianjur dan Lembar Bandung, lokasi kuliah
9
lapangan dapat dipisahkan menjadi empat jenis klasifikasi kemiringan lereng, yaitu datar, agak
landai, agak curam, dan curam (Sudjatmiko, 1972 dan Silitonga 1973).
1. Daerah pedataran sampai perbukitan curam di stasiun pengamatan 1 dan 2. Daerah
pedataran berada di bagian Barat laut stasiun 1. Stasiun 2 berada di tengah daerah agak
curam sampai curam, demikian juga satsiun 1 berada di daerah curam walaupun keluarnya
mata air berada di daerah landai. Batuan penyusun daerah ini adalah batugamping pejal,
batugamping berlapis, breksi gunungapi, breksi aliran, endapan lahar dan lava.
2. Daerah pedataran sampai perbukitan curam di stasiun pengamatan 3. Daerah landai sampai
pedataran mendominasi daerah ini mulai dari timur sampai Barat laut stasiun pengamatan.
Daerah utara merupakan daerah agak curam sampai dengan curam. Batuan penyusun
daerah ini adalah endapan danau yang terdiri dari lempung, lanau, pasir halus hingga kasar
dan kerikil, pasir tufaan, lapilli, bom-bom, lava berongga dan kepingan-kepingan andesitbasal padat.
Morfometri Daerah Aliran Sungai (DAS) di lokasi pengamatan memiliki dua pola
aliran sungai, yaitu sub-dendritik dan parallel (Howard, 1967).
1. Pola pengaliran sub-dendritik berada di stasiun pengamatan 1 dan 2. Pola pengaliran ini
dicirikan dengan bentuknya yang relatif mendaun. Pola pengaliran ini juga
mengindikasikan adanya kemungkinan struktur geologi. Stadium erosinya termasuk
stadium erosi muda dan dewasa dengan bentuk lembah V dan U.
2. Pola pengaliran paralel berada di stasiun pengamatan 3. Pola pengaliran sungai ini
terbentuk akibat batuan penyusun di daerah tersebut memiliki kekerasan relatif sama dan
kemiringan lereng agak curam. Pola aliran ini memiliki lereng berbentuk lahan memanjang.
Stadium erosinya termasuk stadium erosi muda dan dewasa dengan bentuk lembah V dan
U.
2.2 Hidrogeologi
Secara umum keberadaan air tanah di bagi dalam 2 tipe yaitu pada vadoze zone dan
phreatic zone. Pada vadoze zone dibagi menjadi 3: soil water, intermediate vadoze zone dan
air kapiler. Pada phreatic zone atau saturated zone (zona jenuh air) terdapat air tanah (ground
water).
Daerah soil water sebagian besar digunakan untuk pertanian (merupakan sumber air
bagi tanaman). Air akan hilang karena adanya transpirasi, evaporasi dan perkolasi ketika air
terlalu jenuh. Zona di bawah soil water adalah zona tengah (intermediate vadoze zone).
10
Meskipun sebagian besar bergerak ke bawah, tetapi sebagian ada yang tertahan tetapi tidak
dapat diambil. Pipa kapiler berada pada bagian bawah zona tengah, dimana mata air naik ke
atas karena gaya kapiler. Ketika kapasitas air tanah karena daya kapileritas sudah jenuh, maka
air mulai mengalami perkolasi karena adanya gravitasi (Driscolll,1997 dalam Kodoatie, 2012)
Muka air tanah (water table) merupakan pemisah antara zona air tanah atau phreatic
water dengan pipa kapiler. Muka air tanah (water table) secara teoritis merupakan perkiraan
elevasi air permukaan pada sumur yang merembes pada jarak yang pendek ke zona jenuh. Jika
air tanah mengalir horizontal, elevasi muka air sumur sangat berhubungan dengan muka air
tanah.
2.2.1 Cekungan Air Tanah
Cekungan Air Tanah (CAT) merupakan terjemahan dari groundwater basin. Daerah CAT
berarti di daerah tersebut terdapat groundwater dan soil water sedangkan di daerah Non-CAT
berarti di daerah tersebut tidak terdapat groundwater dan hanya ada soil water.
Di dalam Bahasa Indonesia groundwater dan soil water diterjemahkan sama-sama dengan air
tanah. Padahal groundwater dan soil water mempunyai substansi yang sama sekaligus berbeda.
Substansi yang sama adalah baik groundwater maupun soil water ada di bawah muka bumi.
Substansi yang berbeda adalah wilayah groundwater merupakan cekungan air tanah
(groundwater basin) yang terbagi dalam air tanah bebas yaitu air tanah yang berada atau di
dalam akuifer bebas (unconfined aquifer) dan air tanah tertekan yaitu air tanah yang berada
atau di dalam akuifer tertekan (confined aquifer). Sedangkan soil water adalah air di dekat
permukaan tanah atau di daerah vadoze zone atau soil zone (umumnya) tempat akar tanaman
mencari dan mendapatkan air. Keduanya ditunjukan pada gambar 2-4.
Gambar 2-4 Hidrogeologi air tanah
11
Selain dikaitkan dengan keberadaan air, daerah CAT dan non-CAT mempunyai
karakter yang berbeda dari sisi geologi, keberadaan dan gerakan air baik di bawah muka bumi
maupun di atas muka bumi sehingga mempengaruhi morfologi fluvial di bagian atasnya baik
di daerah aliran sungai (DAS) maupun di sistem jaringan sungai.
Akuifer dengan aliran air tanah melalui ruang antar butir/partikel tanah umumnya
merupakan akuifer yang terletak di daerah aluvial. Di daerah ini materialnya berupa tanah (soil)
atau endapan (sediments) yang lepas (loose), belum termampatkan (uncosolidated), tak
melekat (not cemented) bersama menjadi batuan padat, tererosi, tersimpan dan terbentuk
(reshaped) oleh air dalam suatu bentuk/kondisi (form) bukan bentukan laut (non-marine
setting).
Dominan CAT terletak di daerah aluvial. Sungai yang melalui daerah aluvial disebut
sungai aluvial dan merupakan sungai dengan sifat aliran dalam regim (regime flow). Pengertian
sungai dengan regime flow adalah sungai yang berusaha atau berubah dalam upaya mencapai
keseimbangan antara degradasi dan gradasi sedimen. CAT dan sistem fluvial di daerah ini akan
saling mempengaruhi dalam proses pencapaian keseimbangan alam. Namun ada juga CAT
yang tidak terletak di daerah aluvial.
2.2.2 Akuifer Air Tanah
Batuan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap sumber daya air, baik dari sisi
sumber air, daya air maupun keberadaan air. Terhadap air permukaan batuan memberikan
pengaruh antara lain terhadap sistem fluvial yaitu sistem Daerah Aliran Sungai (DAS) dan
jaringan sungainya. Pengaruhnya diantaranya adalah adanya perubahan morfologi sungai yaitu
terjadinya meander atau braided, perubahan kemiringan, perubahan bentuk DAS baik dalam
skala waktu (time) maupun skala ruang (space). Gerakan-gerakan tektonik dan deformasi
batuan juga mengkontribusi perubahan sungai. Pada bagian dasar groundwater ada kontak
antara air dan batuan yang memberikan pengaruh kimiawi terhadap air. Sehingga kandungan
kimia air yang mengalir akan mengalami evolusi sesuai dengan lokasi aliran air.
Kondisi sirkulasi dan pembilasan air tanah di daerah hilir adalah rendah berbeda dengan
di daerah hulu atau tengah DAS. Umumnya mempunyai sifat-sifat: aliran air yang lebih
lembam (sluggish) dimana larutan mineral cukup banyak karena pembilasan air rendah. Daerah
ini terjadi di pantai dan umumnya disebut daerah lepasan (discharge area). Proses-proses yang
terjadi pada daerah ini meliputi pengendapan kimia, pengurangan sulfat, filtrasi selaput,
dimana unsur-unsur dominannya adalah TDS tinggi, Na, SO4 dan Cl.
12
Batuan beku terbentuk dari hasil pembekuan magma yang berbentuk cair dan panas.
Magma tersebut mendingin dan mengeras di dalam atau di atas permukaan bumi (Bishop et al.,
2007 dalam Kodoatie, 2012). Proses pembentukan batuan beku dapat dibedakan menjadi dua
cara, ialah secara intrusif dan ekstrusif. Batuan beku yang terbentuk dari hasil pembekuan
cairan magma yang terjadi jauh di bawah permukaan tanah (di dalam tanah) disebut batuan
beku intrusif (batuan plutonik) contoh granit, diorit, dan gabro, sedangkan batuan beku yang
terbentuk dari hasil pembekuan cairan magma yang terjadi di permukaan tanah disebut batuan
beku ekstrusif contoh lava basalt, andesit, dan riolit (Goodman, 1993 dalam Kodoatie, 2012).
Batuan beku yang terbentuk di luar kulit bumi melalui kegiatan vulkanik disebut batuan
vulkanik, sedangkan yang terbentuk di dalam kulit bumi disebut batuan plutonik.
Dalam bentuk pejal, formasi batuan ini relatif kedap atau tidak lulus air dan oleh sebab
itu tidak dapat menyimpan dan melalukan air, sehingga disebut sebagai akuifug atau perkebal
(aquifuge). Namun apabila formasi batuan ini mempunyai banyak rongga, celahan, dan
rekahan akibat proses pembentukan dan akibat gaya geologi, maka formasi batuan ini dapat
bertindak sebagai formasi batuan pembawa air atau akuifer. Komponen cekungan meliputi
akuifer, akuiklud dan akuitar (Gambar 2-5).
Akuifer (Aquifer)
Merupakan tempat penyimpanan air tanah. Akuifer dibedakan menjadi dua yaitu akuifer bebas
(unconfined aquifer) dan akuifer tertekan (confined aquifer). Akuifer adalah lapisan geologi
yang permeable yang dapat membawa air dalam jumlah besar di bawah gradien hidrolik.
•
Akuifer Bebas
Merupakan akuifer jenuh air (saturated) dengan hanya satu lapisan pembatas yang kedap
air (di bagian bawahnya). Muka air tanah pada akuifer tidak tertekan bersifat bebas untuk
naik turun tergantung pada musim. Air tanah yang terdapat pada akuifer ini disebut sebagai
air tanah bebas. Akuifer ini ada beberapa macam diantaranya akuifer lembah/valley,
perched aquifer dan alluvial aquifer.
•
Akuifer Tertekan
Merupakan akuifer jenuh air yang dibatasi oleh akuiklud pada lapisan atas dan bawahnya
dan tekanan air lebih besar daripada tekanan atmosfir. Akuifer tertekan terisi penuh oleh
air tanah dan tidak mempunyai muka air tanah yang bersifat bebas, sehingga pengeboran
yang menembus air ini akan menyebabkan naiknya muka air tanah di dalam sumur bor
yang melebihi kedudukan semula, dilihat pada alat piezometer maka disebut sebagai muka
13
pisometrik (piezometric level). Istilah pisometrik dipakai sebelumnya, saat ini dikenal
dengan istilah potensiomentrik. Kedudukan permukaan potensiometrik ini dapat berada di
atas permukaan tanah setempat (artesis positif) yang menghasilkan air tanah yang mengalir
sendiri (flowing water/artesian), sedangkan jika kenaikan muka airnya berada di bawah
permukaan tanah setempat maka disebut artesis negatif.
•
Semi Confined (leaky) Aquifer
Merupakan akuifer jenuh yang dibatasi oleh lapisan atas akuitar dan lapisan bawahnya
akuiklud. Akuifer ini merupakan confined atau unconfined yang dapat meloloskan dan
memperoleh air melewati salah satu atau kedua batas formasinya baik atas maupun bawah.
Gambar 2-5 Cekungan akuifer air tanah
Akuiklud (aquiclude)
Suatu lapisan, formasi atau kelompok formasi satuan geologi yang impermeabel dengan nilai
hidraulik yang sangat kecil sehingga tidak memungkinkan air melewatinya. Dapat dikatakan
juga lapisan pembatas atas dan bawah suatu akuifer tertekan.
Akuitar (aquitard)
Suatu lapisan, formasi atau kelompok formasi satuan geologi yang permeabel dengan nilai
konduktivitas hidrolik kecil namun masih memungkinkan air melewati lapisan ini walaupun
dengan gerakan lambat. Dapat dikatakan juga merupakan lapisan pembatas atas dan bawah dari
semi confined/uncofined aquifer.
14
2.2.2 Karakteristik Kimia Air Tanah
Pada bagian dasar air atanah ada kontak antara air dan batuan yang memberikan
pengaruh kimiawi terhadap air. Sehingga kandungan kimia air yang mengalir akan mengalami
evolusi sesuai dengan lokasi aliran air. Beberapa karakteristik kimiawi akibat interaksi air tanah
batuan, dijelaskan sebagai berikut:
•
Daerah atas (hulu)
Kondisi: pembilasan air tanah yang aktif dari air hujan melalui batuan yang mudah
merembeskan air. Tekanan dan temperatur naik sesuai arah aliran. Daerah ini umumnya
terjadi di daerah pegunungan dan sering disebut daerah imbuhan (recharge area).
Proses yang terjadi meliputi: disolusi, hidrasi, oksidasi, attack by acids, pertukaran dasar.
Unsur-unsur dominan: TDS rendah, Ca, Mg, HCO3, CO3 dan SO4. Unsur-unsur ini mudah
sekali bertambah. Batuannya ada bermacam-macam.
•
Daerah tengah
Kondisi: sirkulasi dan pembilasan air yang lebih rendah dari daerah atas. Tekanan
mendekati hidrostatis dan temperaturnya cenderung konstan. Biasanya daerah ini
merupakan daerah dataran agak tinggi, sedang sampai rendah.
Proses yang terjadi meliputi: disolusi, pengendapan kimia, pengurangan sulfat, pertukaran
dasar. Unsur-unsur dominan: nilai TDS lebih kecil dari daerah atas, perbedaan nilai TDS
antara suatu daerah dengan daerah lain cukup tinggi. Unsur dominan Na, Ca, Mg, HCO3,
CO3 dan SO4 dan Cl.
•
Daerah bawah
Kondisi: kebalikan dari daerah atas, mempunyai sifat-sifat: aliran air yang lebih lembam
(sluggish), larutan mineral cukup banyak karena pembilasan air rendah. Daerah ini terjadi
di pantai, sering disebut daerah lepasan (discharge area).
Proses yang terjadi meliputi: pengendapan kimia, pengurangan sulfat, filtrasi selaput.
Unsur-unsur dominan: TDS tinggi, Na, SO4 dan Cl.
2.2.3 Ruang Air Tanah
Proses hidrogeologis yang terjadi dalam cekungan air tanah meliputi pengimbuhan,
pengaliran dan pelepasan air tanah. Pengimbuhan terjadi di daerah imbuhan (recharge area)
dan pelepasan air tanah terjadi di daerah lepasan (discharge area). Sedangkan proses
15
pengaliran terjadi di kedua daerah tersebut namun lebih khusus terjadi di daerah transisi antara
imbuhan dan pelepasan. Daerah imbuhan air tanah yang populer dengan daerah resapan adalah
daerah resapan air yang mampu menambah air tanah secara alami pada daerah cekungan air
tanah (hulu). Daerah lepasan air tanah adalah daerah keluaran air tanah yang berlangsung
secara alamiah pada cekungan air tanah (hilir).
Penentuan daerah resapan atau karakter daerah ini dicirikan oleh beberapa hal meliputi:
•
Berdasarkan tekuk lereng
Tekuk lereng merupakan batas antara morfologi dataran dengan perbukitan. Biasanya
merupakan daerah kaki bukit atau kaki pegunungan. Apabila disusuri jalan di daerah
dataran ke hulu kemudian menemukan tanjakan maka secara sederhana dapat dikatakan
bahwa batas antara dataran dan tanjakan tersebut adalah tekuk lereng. Daerah imbuhan
dapat disebutkan berada di atas tekuk lereng tersebut, sedangkan daerah lepasan terletak di
bawah tekuk lereng.
•
Berdasarkan pola aliran sungai
Daerah imbuhan dikenal dalam satu daerah yang terdiri atas serangkaian anak sungai.
Daerah imbuhan pada umumnya dicirikan dengan morfologi kawasan yang ditempati oleh
beberapa anak sungai. Pada umumnya daerah imbuhan ditempati oleh sungai orde ketiga
dan keempat atau yang lebih rendah lagi. Daerah lepasan secara sederhana dikenal dalam
satu daerah yang terdiri atas sungai induk dan beberapa cabang sungai utama.
•
Berdasarkan pemunculan mata air
Daerah lepasan tanah secara visual dapat dikenali di lapangan dari pemunculan mata air.
Mata air umumnya terdapat di daerah kaki bukit, kaki pegunungan atau tekuk lereng, serta
pada lereng bukit dan lereng pegunungan bagian bawah. Daerah di bawah mata air atau
hilir dari titik pemunculan air merupakan daerah lepasan sebaliknya di atas titik
pemunculan merupakan daerah imbuhan.
•
Berdasarkan kedalaman air tanah
Berdasarkan kedudukan muka air tanah dan aliran air tanahnya maka daerah imbuhan
merupakan bagian dari cekungan yang dicirikan dengan aliran air tanah pada lapisan jenuh
mengalir menjauhi muka air tanah. Di daerah imbuhan arah aliran air tanah di dekat
permukaan mengalir ke bawah. Sedangkan daerah lepasan merupakan bagian dari
16
cekungan yang dicirikan dengan aliran air tanah pada lapisan jenuh mengalir menuju muka
air tanah. Di daerah lepasan arah aliran air tanah di dekat permukaan mengarah ke atas.
2.2.4 Mata Air
Mata air merupakan merupakan titik atau satu area kecil tempat air tanah muncul atau
dilepas dari suatu akuifer. Mata air dapat diklasifikasikan dengan banyak jalan, dapat
berdasarkan besaran debit, jenis akuifer, karakteristik kimia dan temperatur tanah, arah migrasi
air tanah, topografi dan kondisi geologi (De Wiest, 1966 dalam Kodoatie, 2012).
Jika material geologi homogen secara sempurna, debit muka tanah secara langsung
akan menjadi rembesan yang menyebar relatif ke arah yang lebih luas. Tipe rembesan
ditemukan pada area bukit pasir, deposit, daerah batu pasir dan jenis batuan sedimen lepas.
Slide rock deposit, soil horizons, landslide juga membantu ditemukanya tempat aliran mata air.
Hubungan antara variasi vertikal dari permeabilitas dengan lapisan batuan sedimen disebabkan
oleh luas, ketetapan dan mata air.
Perubahan struktur batuan disebabkan oleh gerakan bumi yang menghasilkan
perubahan pada permeabilitas dan tempat mata air. Jika patahan memotong batuan belum
terkonsolidasi, daerah patahan biasanya berkurang permeabilitasnya dibanding lapisan batuan
sekelilingnya, Mata air yang timbul dari perubahan struktur ini dapat muncul dari daerah
patahan, pengelupasan kulit dan lipatan.
Fetter (1994 dalam Kodoatie, 2012) menyebutkan ada beberapa jenis mata air,
kesemuanya ini merupakan kemunculan air tanah ke atas permukaan dari beberapa akuifer:
•
Depression spring, terbentuk ketika muka air tanah mencapai permukaan. Perubahan
topografi menimbulkan gelombang pada konfigurasi muka air tanah.
•
Contact spring merupakan mata air dimana batuan permeabel menutup batuan-batuan
yang lebih rendah permeabilitasnya.
•
Fault spring merupakan mata air yang dibatasi gerakan air tanah akibat patahan batuan
yang impermeabel dengan gaya air pada akuifer ke lepasan.
•
Sinkhole spring, dapat ditemukan dimana kawah yang terhubung ke terowongan yang
timbul ke permukaan.
•
Joint spring, bisa terjadi karena adanya lipatan atau patahan pada zona permeabel di
batuan permeabel rendah.
17
•
Karst Spring, merupakan mata air yang timbul dan jatuh menjadi variasi limpasan pada
sinkhole. Mata air dalam batuan kapur dapat dihubungkan dengan depresi topografi
disebabkan oleh collapsed cavern (sinkhole) pada elevasi yang lebih tinggi.
2.2.5 Manajemen dan Konservasi Air Tanah
Pengelolaan air tanah berarti pengelolaan air yang berada di kawasan cekungan air
tanah yang memang memiliki potensi air tanah yang besar. Pengelolaan penting dilakukan guna
perlindungan lingkungan dan melestarikan keberadaan dan keberlangsungan kuantitas dan
kualitas air tanah. Pengelolaan air tanah harus dilandasi oleh kebijakan pengelolaan air tanah,
cekungan air tanah dan strategi pengelolaan air tanah. Landasan tersebut akan dituangkan
dalam rencana pengelolaan air tanah yang memuat kegiatan konservasi air tanah,
pendayagunaan air tanah dan pengendalian daya rusak air.
Pendayagunaan air tanah dilakukan melalui kegiatan penatagunaan, penyediaan,
penggunaan, pengembangan dan pengusahaan air tanah. Pendayagunaan air tanah ini
diutamakan untuk memenuhi kebutuhan pokok masyarakat secara adil dan berkelanjutan dan
dilaksanakan berdasarkan rencana pengelolaan air tanah.
Pengendalian daya rusak air merupakan upaya pengedalian kerusakan pada Cekungan
Air Tanah yang bertujuan mencegah, menanggulangi intrusi air asin, dan memulihkan kondisi
air tanah akibat intrusi air asin, serta mencegah atau mengurangi amblesan. Dapat dilakukan
dengan membatasi pengambilan air tanah dan mengimbuh atau membuat daerah resapan air.
Konservasi air tanah adalah adalah upaya melindungi dan memelihara keberadaan,
kondisi dan lingkungan air tanah guna mempertahankan kelestarian atau kesinambungan
ketersediaan dalam kuantitas dan kualitas yang memadai, demi kelangsungan fungsi dan
kemanfaatannya untuk memenuhi kebutuhan mahkluk hidup, baik waktu sekarang maupun
generasi yang akan datang.
Konservasi tanah ditujukan untuk menjaga kelangsungan keberadaan, daya dukung dan
fungsi air tanah. Strategi dalam pelaksanaan konservasi tanah harus mengarah pada:
melindungi tanah dari hantaman air dengan penutup permukaan tanah, mengurangi aliran
permukaan dengan meningkatkan kapsitas infiltrasi, meningkatkan stabilitas agregat tanah dan
mengurangi kecepatan aliran permukaan dengan meningkatkan kekasaran tanah.
Metode yang digunakan dalam rangka konservasi air tanah secara garis besar dapat
dikelompokan menjadi tiga golongan utama, yaitu (1) secara agronomis, (2) secara mekanis,
dan (3) secara kimia.
18
Konservasi Agronomis
Konservasi dengan memanfaatkan vegetasi untuk membantu menurunkan erosi lahan
dengan cara mengurangi daya rusak hujan yang jatuh, jumlah daya rusak aliran permukaan dan
meningkatkan isian air tanah. Cara kerja dari konservasi agronomis/biologi ini adalah dengan
melalui:
•
Pengurangan daya perusak butiran hujan yang jatuh akibat intersepsi butiran hujan oleh
dedaunan tanaman atau tajuk tanaman.
•
Pengurangan volume aliran permukaan akibat meningkatkan kapasitas infiltrasi oleh
aktifitas perakaran tanaman dan penambahan bahan organik.
•
Peningkatan kehilangan air tanah akibat meningkatnya evapotranspirasi, sehingga
tanah cepat lapar air.
•
Memperlambat aliran permukaan akibat meningkatnya panjang lintasan aliran
permukaan oleh keberadaan batang-batang tanaman.
•
Pengurangan daya rusak aliran permukaan sebagai akibat pengurangan volume aliran
permukaan dan kecepatan aliran permukaan akibat meningkatnya panjang lintasan dan
kekasaran permukaan.
Konservasi Mekanis
Metode mekanis atau fisik adalah konservasi yang berkonsentrasi pada penyiapan tanah
supaya dapat ditumbuhi vegetasi yang lambat, dan cara memanipulasi topografi mikro untuk
mengendalikan aliran air dan angin. Pematusan air berlangsung lebih lama sehingga
kesempatan air untuk meresap ke dalam tanah lebih panjang. Fungsi konservasi mekanis, yaitu:
•
Memperlambat aliran permukaan
•
Menampung dan mengalirkan aliran permukaan sehingga tidak merusak
•
Memperbesar kapasitas infiltrasi air ke dalam tanah dan memperbaiki aerasi tanah
•
Menyediakan air bagi tanaman
Beberapa kegiatan/ upaya konservasi secara teknis meliputi:
•
Pengolahan tanah (penggemburan atau pembalikan tanah)
•
Pengolahan tanah menurut garis kontur
•
Pembuatan guludan
•
Terasering
•
Saluran pembuangan air, dan
•
Sumur resapan
19
2.3 Lokasi Pengamatan
Kegiatan kuliah lapangan ini dilaksankan pada tiga stasiun pengamatan. Ketiga stasiun
lokasi pengamatan tersebut berada di dua lokasi berbeda, yaitu Kabupaten Bandung Barat
untuk stasiun pengamatan 1 dan 2 (Gambar 2-6) dan Kotamadya Bandung untuk stasiun
pengamatan 3 (Gambar 2-7)
Gambar 2-6 Peta Stasiun Pengamatan di Desa Tagog Apu dan Desa Tarengtong, Kabupaten Bandung
Barat
20
Gambar 2-7 Peta Stasiun Pengamatan di Desa Cigadung, Kotamadya Bandung
21
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Stasiun Pengamatan 1
Hari, tanggal : Jumat, 27 Mei 2016
Waktu
: 08.00 WIB
Lokasi
: Mata air Cilio - Tagog apu (berada di area pemukiman, tempat masyarakat
melakukan aktifitas sanitasi)
Koordinat
: 6° 48’ 46,758” LS dan 107° 28’ 8,818” BT
Karakteristik Hidrogeologi
Lokasi ini berada di daerah gamping dan dibentuk oleh proses karstifikasi. Proses
karstifikasi merupakan proses pembentukan bentuk lahan karst yang didominasi oleh proses
pelarutan. Karstifikasi dipengaruhi oleh faktor pengontrol (batuan mudah larut/rekahan, curah
hujan, sirkulasi air/drainase) dan faktor pendorong (temperatur dan tutupan lahan). Faktor
pengontrol menentukan dapat tidaknya proses karstifikasi berlangsung, sedangkan faktor
pendorong menentukan kecepatan dan kesempurnaan proses karstifikasi.
Proses karstifikasi terbagi ke dalam tiga zona pembentukan meliputi zona vertikal,
tengah/membelok dan bawah.
•
Zona vertikal; zona awal selalu berbentuk vertikal dimana air mengalir mengikuti gravitasi
mengikuti celah (kekar). Pada bagian ini kejenuhan terjadi bukan hanya karena infitrasi
tetapi juga evaporasi dan derajat keasaman.
•
Zona tengah atau membelok; zona ini berada di bagian tengah dimana biasanya aliran air/
drainase mulai membelok. Pada bagian ini mulai didapati pengotor berupa garam-garam
ataupun alkali/basa.
•
Zona bawah; berada di bagian bawah dimana drainase aliran air bergerak lateral.
Apabila terjadi saturasi berlebihan (oversaturation) maka air dapat mengisi lubang-
lubang yang lainnya. Residu dari proses karstifikasi yang terbawa oleh air akan membentuk
stalaktit dan stalagmit.
22
Lokasi
kemunculan
mata air
Gambar 3-1 Sumber mata air Cilio di Desa Tagog apu
Kualitas air tanah dapat dilihat dari analisa fisika in situ air tanah. Pengukuran kualitas
fisika air tanah dilakukan langsung di lapangan dengan menggunakan alat ukur pH,
konduktifitas dan total padatan terlarut (TDS). Hasil pengukuran disajikan dalam table 3-1 di
bawah ini.
Tabel 3-1 Parameter Fisika Mata Air Cilio
Lokasi
: Mata Air Cilio - Desa Tagog apu
Tanggal
:
27 Mei 2016
Waktu
:
09:00 WIB
Suhu ( °C)
25,8
pH
6,8
EC (μS/cm)
480
TDS (mg/L)
230
Ditinjau dari kemunculan mata air, mata air Cilio di Desa Tagog apu sudah dikelilingi
oleh pemukiman. Kondisi seperti ini tentunya membuat masyarakat memanfaatkan
sumberdaya air dari mata air tersebut. Masyarakat memanfaatkan air sebagai sumber bagi
pencucian peralatan masak/makan dan juga mencuci pakaian (gambar 3-2).
23
Aktifitas warga mencuci
Perumahan disekeliling mata air
Gambar 3-2 Kondisi lingkungan dan pemanfaatan sumber daya air di Desa Tagog apu
Manajemen Air Tanah
Pendayagunaan Air Tanah
Dari daftar Cekungan Air Tanah Jawa-Madura, diperkirakan lokasi stasiun berada di
Cekungan Air Tanah Batujajar Kabupaten Bandung Barat. Secara umum litologi akuifer CAT
ini berupa Endapan danau, terdiri atas batu pasir tufaan dan kerikil tufan. Luas CAT ini meliputi
area seluas 89 km2 dengan jumlah air tanah pada akuifer bebas (Q1) sebanyak 66 juta m3/thn
dan akuifer tertekan (Q2) sebanyak 1 juta m3/thn.
Daerah batugamping merupakan daerah yang mempunyai potensi air tanah terbesar
dibandingkan dengan jenis batuan lainnya. Potensi pemanfaatan air tanah dari daerah ini sangat
besar untuk berbagai kepentingan masyarakat. Debit air yang keluar dari sumber mata air
cukup banyak sehingga dapat dimanfaatkan sedemikian rupa oleh masyarakat. Hal ini terlihat
dari aktifitas masyarakat sekitar yang memanfaatkan air tanah untuk keperluan mereka seharihari seperti yang ditunjukan dalam Gambar 3-2 di atas.
Ditinjau dari potensi pemanfaatan sumberdaya air lainnya, jika debit memungkinkan
dan mengalir sepanjang tahun maka dapat dikembangkan menjadi sumber energi baru
terbarukan. Mata air ini oleh penduduk setempat dapat dijadikan tenaga penggerak pembangkit
listrik skala kecil/ komunal. Sehingga dapat mengurangi konsumsi listrik dan pada akhirnya
lebih berwawasan lingkungan karena mengurangi konsumsi bahan bakar fosil berupa solar dan
batubara yang masih mendominasi sebagai sumber pembangkit listrik.
24
Penanggulangan Daya Rusak Air
Kualitas air tanah dapat dilihat dari analisa fisik-kimia air tanah. Pengukuran kualitas
fisika air tanah dilakukan langsung di lapangan dengan menggunakan alat ukur pH,
konduktifitas dan total padatan terlarut (TDS). Data fisika air tanah pada Tabel 3-1 menunjukan
kualitas air tanah masih dalam kondisi baik dan dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan.
Namun demikian untuk melihat kualitas secara keseluruhan masih diperlukan analisis
kimia air tanah di laboratorium. Hasil analisis air tanah dapat di plot ke dalam diagram Piper
yang akan menujukan kondisi kation dan anion air tanah beserta perubahan yang terjadi dalam
hidrokimia, sehingga dapat diketahui kondisi kualitas air tanah di daerah ini masih
dikatagorikan baik atau sudah kritis.
Melihat kondisi hulu mata air kondisi morfologi lokasi masih dalam keadaan baik, hal
tersebut terlihat dari bagian atas/ perbukitan batugamping yang masih tertutupi baik oleh
vegetasi. Penutupan lahan oleh vegetasi/ hutan merupakan faktor pendorong dalam proses
karstifikasi karena hutan yang lebat akan mempunyai kandungan CO2 dalam tanah yang
melimpah akibat dari hasil perombakan sisa-sisa organik (dahan, ranting, daun, bangkai
binatang) oleh mikro organisme. Semakin besar konsentrasi CO2 dalam air semakin tinggi
tingkat daya larut air terhadap batugamping. CO2 di atmosfer tidaklah bervariasi secara
signifikan, sehingga variasi proses karstifikasi sangat ditentukan oleh CO2 dari aktivitas
organisme.
Kondisi
tersebut
harus
dapat
dipertahankan
oleh
masyarakat
guna
memepertahankan kuantitas dan kualitas air tanah dan memperkecil daya rusak air.
Namun demikian bagian hilir dari mata air ini mungkin saja kualitasnya sudah kurang
baik karena kolam penampungan mata air telah dimanfaatkan untuk kebutuhan domestik. Hal
ini memberikan potensi bagi proses pencemaran air berupa masuknya kontaminan berupa
detergen dan bakteri E coli. Demikian juga beberapa komponen dari deterjen tentunya akan
dapat menurunkan kualitas air. Demikian juga dengan bakteri E coli yang dapat menimbulkan
gangguan kesehatan berupa diare. Bakteri E coli hanya dapat mati pada suhu yang tinggi sekitar
40° C, namun jenis tertentu hanya akan mati pada suhu 60° C, sehingga penting bagi pengguna
air dari mata air ini untuk mendidihkannya terlebih dahulu. Untuk itu diperlukan sosialisasi
bagi masyarakat sekitar akan pentingnya menjaga dan memelihara kondisi vegetasi saat ini dan
juga kesadaran dalam sanitasi.
25
Konservasi Air Tanah
Sekalipun kondisi mata air Cilio saat ini masih tergolong baik, namun upaya konservasi
tetap perlu dilakukan guna menjaga kelestarian mata air ini. Konservasi yang dapat diterapkan
untuk kondisi mata air Cilio ini adalah konservasi agronomis. Konservasi ini memanfaatkan
vegetasi untuk membantu menurunkan erosi lahan dengan cara mengurangi daya rusak hujan
yang jatuh, jumlah daya rusak aliran permukaan dan meningkatkan isian air tanah.
Manajemen tutupan lahan atau konservasi lahan harus dapat dipertahankan oleh
masyarakat dan pemerintahan setempat guna mempertahankan keberlangsungan dan
ketersediaan air tanah tersebut. Pembukaan vegetasi dan perubahan fungsi lahan di daerah hulu/
atas mata air akan mengakibatkan perubahan kualitas dan kuantitas dari air tanah di mata air
Cilio - Desa Tagog Apu.
3.2 Stasiun Pengamatan 2
Hari, tanggal : Jumat, 27 Mei 2016
Waktu
: 10.00 WIB
Lokasi
: Mata air Cikahuripan – Tarengtong (berada di lembah, persawahan penduduk)
Koordinat
: 6° 48’ 28,740” LS dan 107° 28’ 33,867” BT
Karakteristik Hidrogeologi
Lokasi pengamatan berada di daerah batuan vulkanik yang berasal dari batuan
gunungapi tua. Komposisi batuan daerah ini umumnya terdiri dari breksi gunungapi, breksi
aliran, endapan lahar dan lava. Air bawah tanah biasanya mengalir di bawah batuan vulkanik/
lava yang kemudian keluar pada ujung batuan lava. Terdapat dua tipe kemunculan air tanah di
daerah vulkanik yaitu clinker zone of lava dan gravel under lava.
26
Lokasi
pengamatan
mata air
Gambar 3-3 Sumber mata air di Desa Tarengtong (Cikahuripan)
Jenis kemunculan air tanah di daerah ini merupakan jenis clinker zone of lava. Proses
ini terjadi berkaitan dengan prose pendinginan lava, pada saat lava mengering/membeku karena
kontak dengan udara maka terbentuk kerak lava (clinker), di bawah clinker ini lava masih
berbentuk cair yang kemudian membentuk celah-celah di antara kedua lapisan lava. Proses ini
berlangsung menerus sampai pada akhir/ ujung lava akan membulat/ mengulit bawang
(spheroidal) dan dari situlah air tanah keluar melalui celah-celah clinker. Kemunculan mata air
dari celah-celah clinker zone ditunjukan pada Gambar 3-4.
Jenis kemunculan air tanah lainnya adalah gravel under lava. Berbeda dengan air tanah
yang keluar dari clinker zone, pada daerah vulkanik yang memiliki lapisan lava yang kedap/
masif, air tanah tidak dapat menembus lapisan tersebut. Air tanah bergerak di bawah lapisan
lava kedap sampai menemukan lapisan sedimen aluvium yang umumnya berada pada bagian
bawah topografi. Air tanah ini kemudian keluar dari lapisan sediment/ gravel di bawah lapisan
lava sehingga kemunculannya disebut gravel under lava.
27
Gambar 3-4 Mata air batuan vulkanik (clinker lava)
Proses kemunculan mata air juga dapat terjadi pada saat muka air tanah terpotong oleh
topografi. Di lokasi pengamatan hal ini terdapat pada salah satu mata air dimana batuan lava
yang tertutupi lapisan tufa, muka air tanahnya terpotong oleh topografi, sehingga secara
otomatis keluarlah air tanah. Kemunculan mata air ini ditunjukan pada Gambar 3-5.
Gambar 3-5 Kemunculan mata air dari batuan tufa yang terpotong muka air tanahnya oleh topografi
Potensi air tanah di daerah vulkanik merupakan akuifer terbesar kedua setelah daerah
gamping. Kuantitas air tanah biasanya dapat mencapai 200 l/ detik. Untuk menentukan kualitas
dan arah aliran air tanah maka dapat diketahui dari parameter fisika air berupa pH, daya hantar
listrik (EC), padatan terlarut total dan temperatur (Tabel 3-2). Kesemua data tersebut
diperlukan untuk menggali lebih dalam potensi air tanah dan pemetaannya.
28
Tabel 3-2 Parameter Fisika Mata Air Cikahuripan
Lokasi
: Mata Air Cikahuripan - Desa Tarengtong
Tanggal
:
27 Mei 2016
Waktu
:
10:00 WIB
Suhu ( °C)
26,8
pH
6,8
EC (μS/cm)
170
TDS (mg/L)
80
Manajeman Air Tanah
Pendayagunaan Air Tanah
Lokasi stasiun 2 tidak jauh dari stasiun 1 sehingga berada dalam CAT yang sama yaitu
Cekungan Air Tanah Batujajar Kabupaten Bandung Barat. Secara umum litologi akuifer CAT
ini berupa Endapan danau, terdiri atas batu pasir tufaan dan kerikil tufan. Luas CAT ini meliputi
area seluas 89 km2 dengan jumlah air tanah pada akuifer bebas (Q1) sebanyak 66 juta m3/thn
dan akuifer tertekan (Q2) sebanyak 1 juta m3/thn.
Lokasi pengamatan yang merupakan batuan vulkanik merupakan batuan yang mudah
meresapkan air, hal ini berbeda dengan batuan beku. Sumber daya air yang keluar dari mata
air Cikahuripan ini telah dimanfaatkan oleh masyarakat untuk kepentingan Mandi Cuci Kakus
(MCK) dan kemungkinan besar untuk air minum. Hal ini terlihat dari bak penampungan air
dan pipa-pipa distibusi air ke kampung-kampung terdekat.
Air yang mengalir limpasan yang keluar dan menyebar dipermukaan tanah telah di
manfaatkan untuk mengaliri pertanian dan persawahan di sekitarnya. Berdasarkan penuturan
masyarakat yang dijumpai bekerja dipersawahan disekitar mata air, mata air Cikahuripan
dalam skala kecil juga telah menjadi daerah yang suka dikunjungi oleh wisatawan lokal
Penanggulangan Daya Rusak Air
Dari hasil analisa fisika air, terlihat bahwa kualitas air tanah masih dalam kondisi baik.
Kesemua data tersebut diperlukan untuk menggali lebih dalam potensi air tanah dan
pemetaannya. Sama halnya seperti stasiun 1, untuk melihat kualitas secara keseluruhan masih
diperlukan analisis kimia air tanah di laboratorium. Hasil analisis air atanah dapat di plot ke
dalam diagram Piper yang akan menujukan kondisi kation dan anion air tanah beserta
perubahan yang terjadi dalam hidrokimia, sehingga dapat diketahui kondisi kualitas air tanah
di daerah ini masih dikatagorikan baik atau sudah kritis.
29
Dari segi kualitas air tanah masih bagus karena belum terdapat gangguan di hulu mata
air yang masih berupa hutan dan dari aliran dasar (baseflow) mata air tersebut. Pada saat
kemarau umumnya sungai-sungai akan mengalami penurunan debit/ kering, maka baseflow
dari air tanah atau mata air ini akan keluar pada bagian dasar sungai di bawahnya.
Lokasi pengamatan yang berada di daerah vuklanik umumnya lebih sejuk dibandingkan
daerah batugamping. Hal tersebut dikarenakan penutupan lahan oleh vegetasi seperti hutan
masih terjadi karena lahan subur. Berbeda dengan batuan gamping yang cenderung panas
karena permukan tanah tidak subur sehingga tidak banyak tertutupi hutan/ vegetasi. Gambar 26 menunjukan tutupan hutan pada daerah hulu mata air Cikahuripan, hal ini sangat baik untuk
proses peresapan air ke dalam tanah. Adanya hutan juga mengurangi laju erosi pada lereng,
mengurangi peningkatan air larian (run off) dan meningkatkat infiltrasi air ke dalam tanah.
Konservasi Air Tanah
Kondisi seperti di atas sebaiknya dipertahankan guna menjaga kualitas dan kuantitas
air tanah/ mata air Cikahuripan tersebut. Apabila perubahan fungsi hutan terjadi maka potensi
penurunan kualitas lingkungan dan masalah sosial akan terjadi. Perubahan fungsi hutan dapat
diakibatkan oleh pembukan lahan/ penggundulan hutan, dan perubahan status lahan menjadi
pertanian atau perumahan.
Pembukaan lahan/ penggundulan hutan akan menimbulkan dampak bagi penurunan
kualitas lingkungan berupa hilangnya habitat dan plasma nutfah di hutan tersebut,
meningkatkan erosi dan air larian. Pembukaan lahan menjadi perumahan juga akan berdampak
bagi kurangnya infiltrasi air ke dalam tanah dan pencemaran air tanah apabila perumahan
memakai septik tank. Keseluruhan perubahan fungsi tersebut pada akhirnya akan merubah
kualitas dan kuantitas air tanah, hal ini akan berdampak pada keadaan sosial masyarakat
termasuk kesehatan masyarakat.
Manajemen air tanah dan konservasi lahan harus tetap dipertahankan di daerah ini guna
menjaga kualitas dan kuantitas dari air tanah.
Untuk itu konservasi yang diterapkan untuk
stasiun ini adalah sama dengan stasiun 1 yaitu konservasi agronomis. Konservasi yang
memanfaatkan vegetasi untuk membantu menurunkan erosi lahan dengan cara mengurangi
daya rusak hujan yang jatuh, jumlah daya rusak aliran permukaan dan meningkatkan isian air
tanah.
30
3.3 Stasiun Pengamatan 3
Hari, tanggal : Jumat, 27 Mei 2016
Waktu
: 15.30 WIB
Lokasi
: Mata air Genjer 7 - Cigadung (berada di area pemukiman – Jl. Farmakologi)
Koordinat
: 6° 53’ 30,864” LS dan 107° 37’ 41,865” BT
Karakteristik Hidrogeologi
Litologi batuan di daerah pengamantan merupakan batuan konglomerat/ lakustrin.
Batuan lakustrin di daerah ini menjemari dan dari ujungnya batuan inilah muncul mata air.
Batuan lakustrin ini di atasnya ditutupi oleh lapisan tufa. Batuan ini merupakan bagian dari
endapan Gunung Tangkuban Parahu. Dengan demikian air yang keluar biasanya bau karena
melewati endapan tersebut. Kemunculan air tanah ini biasanya dikarenakan terpotongnya muka
air tanah, sehingga keluarlah air dari aggregat endapan lakustrin.
Gambar 3-6 Mata air yang keluar dari batuan lakustrin
Manajeman Air Tanah
Pendayagunaan Air Tanah
Dari daftar Cekungan Air Tanah Jawa-Madura, diperkirakan lokasi stasiun berada di
Cekungan Air Tanah Bandung-Soreang Kotamadya Bandung. Secara umum litologi akuifer
CAT ini berupa Endapan danau, terdiri atas batu pasir tufaan dan kerikil tufan, Endapan danau,
terdiri atas batu pasir tufan dan kerikil tufan, tufa pasiran dari G. Dano dan G. Tangkuban
31
Parahu serta tufa batu apung dari G. Tangkuban Parahu. Luas CAT ini meliputi area seluas
1.716 km2 dengan jumlah air tanah pada akuifer bebas (Q1) sebanyak 797 juta m3/thn dan
akuifer tertekan (Q2) sebanyak 117 juta m3/thn.
Mata air ini terletak di tengah pemukiman walaupun dahulunya masih berupa daerah
yang bervegetasi lebat. Kuantitas/ debit air tanah dari mata air ini terlihat kecil dan
kemungkinan besar kualitasnya sudah tidak baik lagi. Namun demikian air masih dimanfaatkan
oleh sebagian kecil masyarakat untuk kegiatan MCK ataupun rumah pembibitan tanaman.
Penanggulangan Daya Rusak Air
Kondisi mata air di daerah ini sudah terganggu oleh adanya perubahan fungsi lahan.
Disekeliling lokasi pengamatan telah banyak berdiri perumahan yang dari tahun ke tahun
semakin berkembang. Berdasarkan studi sebelumnya, pada periode dekade ke belakang debit
mata air genjer 7 masih besar, saat itu hulu dari daerah mata air belum banyak berdiri
perumahan dan tertutupi oleh vegetasi dengan baik.
Berbeda dengan lokasi pengamatan sebelumnya, lokasi pengamatan 3 ini berada di
daerah perkotaan. Hal ini akan sulit membendung laju pembangunan ekonomi akan kebutuhan
lahan untuk tempat tinggal. Semakin tinggi penutupan lahan oleh perumahan maka laju
infiltrasi air permukaan ke dalam tanah akan banyak berkurang, sehingga akan mempengaruhi
kualitas dan kuantitas air tanah. Selain itu kegiatan tersebut akan meningkatkan air limpasan/
air larian ke badan air penerima/selokan/sungai. Pola hidup masyarakat juga akan berperngaruh
terhadap kondisi perairan, sikap membuang sampah sembarangan terutama ke selokan dan
sungai akan menyebakan banjir jika air limpasan melimpah masuk ke dalamnya.
Untuk itu perlu adanya penanganan serius dan upaya konservasi pada daerah hulu mata
air ini guna menjaga keberlangsungan dan ketersediaan air tanah. Pola tata ruang dari
pemerintah akan sangat berperan dalam konservasi air tanah ini. Selain itu manajemen air tanah
dari perumahan dan pemukiman di hulu mata air ini akan sangat berperan dalam menjaga
kualitas dan kuantitas mata air ini.
Konservasi Air Tanah
Konservasi tanah yang cocok dilakukan untuk daerah ini adalah konservasi agronomis
dan konservasi mekanis. Konservasi agronomis berupa penanaman vegetasi yang dapat
menutupi lahan guna menurunkan erosi lahan dengan cara mengurangi daya rusak hujan yang
jatuh, jumlah daya rusak aliran permukaan dan meningkatkan isian air tanah. Konservasi
mekanis dapat berupa pembuatan terasering, saluran drainase/ aliran air yang baik, dan
32
penataan lahan sesuai kontur. Dengan demikian dapat menampung dan mengalirkan aliran
permukaan sehingga tidak merusak, memperbesar kapasitas infiltrasi air ke dalam tanah dan
memperbaiki aerasi tanah dan menyediakan air bagi tanaman.
33
BAB IV
KESIMPULAN
Lokasi kuliah lapangan sebagian besar didominasi perbukitan gamping dan vulkanik
yang disusun oleh produk gunungapi tua dan muda yang berasal dari Gunung Tangkuban
Parahu berumur Kuater dan Oligosen. Daerah batugamping dan vulkanik merupakan sumber
air tanah yang sangat besar yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat.
Proses kemunculan air tanah sebagai mata air di daerah batugamping tidak terlepas dari
proses karstifikasi. Air permukaan yang terinfiltrasi melewati batugamping secara vertikal,
membelok kemudian mengalir di bagian bawah secara lateral. Kualitas air tanah di daerah
batugamping dipengaruhi oleh penutupan lahan dan temperatur. Daerah batugamping yang
bervegetasi penutup baik biasanya memiliki kualitas air tanah yang baik dan debit yang banyak.
Potensi air tanah kedua terbesar setelah batugamping adalah air tanah di daerah
vulkanik. Air tanah di daerah vulkanik mengalir dicelah-celah batuan lava dan keluar dari
ujung spheroidal batuan lava yang disebut dengan clinker zone of lava. Jenis lainnya adalah
gravel under lava, dimana air tanah keluar di bawah lapisan lava tepatnya di bagian sedimen
aluvium. Kualitas air tanah vulkanik umumnya berkualitas baik, karena daerah ini umumnya
ditutupi oleh vegetasi/ hutan yang baik.
Air tanah ini banyak digunakan oleh masyarakat baik terutama untuk kegiatan MCK
ataupun air minum. Hal ini berdampak pada penurunan kualitas air tanah ataupun air
permukaan. Kontaminasi dari aktifitas masyarakat dapat masuk ke dalam air permukaan
ataupun air tanah terutama dari bakteri E. coli. Bakteri ini hanya dapat dimusnahkan melalui
pemanasan yang tinggi atau ditahar terlebih dahulu sebelum diminum.
Penurunan kualitas air tanah juga dapat terjadi akibat adanya perubahan fungsi lahan.
Hutan yang berubah fungsi akibat penggundulan hutan, perubahan peruntukan menjadi
pemukiman dan pertanian akan merubah siklus hidrologi, kehilangan habitat hewan dan
kehilangan plasma nutfah. Pemukiman juga beresiko meningkatkan timbulan sampah dan
buangan domestik lainnya. Seluruh kegiatan tersebut secara langsung akan berdampak pada
kualitas dan kuantitas air tanah dan juga potensi dampak lingkungan lainnya seperti banjir.
Untuk itu program konservasi dan manajemen air tanah dibutuhkan untuk menjaga
keberlangsungan dan ketersediaan air tanah. Konservasi agonomis dan konservasi mekanis
menjadi pilihan terbaik. Lokasi stasiun 1 dan 2, dapat menerapakan konservasi agronomis yaitu
memanfaatkan vegetasi untuk membantu menurunkan erosi lahan dengan cara mengurangi
34
daya rusak hujan yang jatuh, jumlah daya rusak aliran permukaan dan meningkatkan isian air
tanah. Sedangkan untuk stasiun 3 diperlukan konservasi agronomis dan konservasi mekanis,
dimana konservasi mekanis ini ditujukan agar dapat menampung dan mengalirkan aliran
permukaan sehingga tidak merusak, memperbesar kapasitas infiltrasi air ke dalam tanah dan
memperbaiki aerasi tanah dan menyediakan air bagi tanaman
Yang tidak kalah penting dari manajemen air bawah tanah ini adalah adanya
perencanaan, pelaksanaan dan pemantauan yang baik dari pemerintah dan juga kearifan dari
masyarakat dalam menjaga kelestarian dan keberlangsungan air tanah ini.
35
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2012. Proses pelarutan dan bentuk lahan kars.pdf
Howard, A.D. 1967. Drainage Analysis in Geologic Interpretation : A Summation. The
American Association Petroleum Geologist Bulletin, Vol.51, No.11, November 1967:
2246-2259.
Kodoatie R.J. 2012, Tata Ruang Air Tanah, Penerbit Andi, Yogyakarta.
Martodjojo, S. 2003. Evolusi Cekungan Bogor Jawa Barat. Tesis Doktor Pasca Sarjana ITB,
Bandung, tidak diterbitkan.
Silitonga P.H. 1973. Peta Geologi Lembar Bandung. Bandung; Pusat Penelitian dan
Pengembangan Geologi.
Sudjatmiko. 1972. Peta Geologi Lembar Cianjur. Bandung; Pusat Penelitian dan
Pengembangan Geologi.
Van Bemmelen, R.W. 1949. The Geology of Indonesia, Volume I A. The Hague Martinus
Nijhoff, Netherland.
36
Download