BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penuaan Penuaan atau aging, dapat digambarkan sebagai proses penurunan fungsi fisiologis tubuh secara bertahap yang mengakibatkan hilangnya kemampuan tumbuh dan kembang serta meningkatnya kelemahan. Pada umumnya, orang menganggap menjadi tua adalah suatu kemutlakan yang memang harus terjadi, sudah ditakdirkan, dan semua masalah yang muncul akibat penuaan harus di alami (Pangkahila, 2011). Aging atau penuaan bukan hanya proses menjadi tua. Penuaan adalah apa yang membuat “tua tidak sebaik baru” dan ketika laju kegagalan meningkat bersamaan dengan peningkatan usia, orang menjadi sakit, lemah, dan kadang sekarat. Aging atau penuaan secara praktis dapat dilihat sebagai suatu penurunan fungsi biologik dari usia kronologik. Aging tidak dapat dihindarkan dan berjalan dengan kecepatan berbeda, tergantung dari susunan genetik seseorang, lingkungan dan gaya hidup, sehingga aging dapat terjadi lebih dini atau lambat tergantung kesehatan masing-masing individu (Fowler, 2003). Saat ini ilmu pengetahuan di bidang kedokteran semakin berkembang dengan ditemukannya Anti Aging Medicine (AAM). AAM merupakan bagian ilmu kedokteran yang didasarkan pada penggunaan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran terkini untuk melakukan deteksi dini, pencegahan, pengobatan dan 7 8 perbaikan ke keadaan semula dari berbagai disfungsi, kelainan dan penyakit yang berkaitan dengan penuaan yang bertujuan untuk memperpanjang hidup dalam keadaan sehat. Dengan demikian, penuaan bukan lagi suatu keadaan normal yang tidak terhindarkan, namun penuaan dapat diperlakukan seperti suatu penyakit yang dapat dan harus dicegah, diobati dan bahkan dikembalikan ke keadaan semula. AAM secara progresif berupaya mengatasi proses penuaan agar keluhan, disfungsi, atau penyakit tidak muncul, sehingga usia harapan hidup dapat menjadi lebih panjang dengan kualitas hidup dipertahankan (Pangkahila, 2011). 2.1.1 Definisi Penuaan Definisi penuaan menurut A4M adalah kelemahan dan kegagalan fisik-mental yang berhubungan dengan aging normal disebabkan oleh disfungsi fisiologik, dalam banyak kasus dapat diubah dengan intervensi kedokteran yang tepat (Klatz, 2003). 2.1.2 Teori Penuaan Banyak teori yang menjelaskan mengapa manusia mengalami proses penuaan. Tetapi, pada dasarnya semua teori itu dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu teori wear and tear dan teori program (Pangkahila, 2007). Ada 4 teori pokok dari aging (Goldman dan Klatz, 2007), yaitu: 1) Teori “Wear and Tear” Tubuh dan selnya mengalami kerusakan karena sering digunakan dan disalahgunakan (overuse and abuse). Organ tubuh seperti hati, lambung, 9 ginjal, kulit, dan yang lainnya, menurun karena toksin di dalam makanan dan lingkungan, konsumsi berlebihan lemak, gula, kafein, alcohol, dan nikotin, karena sinar ultraviolet, dan karena stress fisik dan emosional. Namun kerusakan ini tidak terbatas pada organ melainkan juga terjadi di tingkat sel. 2) Teori Neuroendokrin Teori ini berdasarkan peranan berbagai hormon bagi fungsi organ tubuh. Hormon dikeluarkan oleh beberapa organ yang dikendalikan oleh hipotalamus, sebuah kelenjar yang terletak di otak. Hipotalamus membentuk poros dengan hipofise dan organ tertentu yang kemudian mengeluarkan hormonnya. Dengan bertambahnya usia tubuh memproduksi hormon dalam jumlah kecil, yang akhirnya mengganggu berbagai sistem tubuh. 3) Teori Kontrol Genetik Teori ini fokus pada genetik memprogram sandi sepanjang DNA, dimana kita dilahirkan dengan kode genetik yang unik, yang memungkinkan fungsi fisik dan mental tertentu. Dan penurunan genetik tersebut menentukan seberapa cepat kita menjadi tua dan berapa lama kita hidup. 4) Teori Radikal Bebas Teori ini menjelaskan bahwa penyebab penuaan akibat penumpukan kerusakan oksidatif oleh radikal bebas dalam tubuh. Teori ini diperkenalkan pertama kali oleh Denham Harman dari University of Nebraska Medical Center di Omaha, Amerika Serikat tahun 1956. 10 Radikal bebas adalah senyawa kimia yang berisi satu atau lebih elektron tidak berpasangan (unpaired electron) pada orbit luarnya (Clarkson dan Thompson, 2000). Radikal bebas terbentuk sebagai hasil sampingan berbagai proses selular atau metabolisme normal yang melibatkan oksigen. Contohnya adalah Reactive Oxygen Species (ROS) dan Reactive Nitrogen Species (RNS) yang dihasilkan selama metabolisme normal. Elektron yang tidak berpasangan ini mudah bereaksi dengan substansi lain terutama protein dan lemak tidak jenuh. Melalui proses oksidasi, radikal bebas yang dihasilkan selama fosforilasi oksidatif pada mitokondria dan dapat menghasilkan berbagai modifikasi makromolekul. Radikal bebas juga dapat bereaksi dengan DNA, menyebabkan mutasi kromosom. Akumulasi yang terus menerus berkontribusi pada perubahan-perubahan yang berkaitan dengan penuaan dan mengakibatkan kerusakan sel yang ireversibel sehingga terjadi penurunan fungsi dan pada akhirnya terjadi kematian sel (Hulbert et al., 2007). Pada keadaan normal, secara fisiologis sel memproduksi radikal bebas sebagai konsekuensi logis pada reaksi biokimia dalam kehidupan aerobik. Organisme aerobik memerlukan oksigen untuk menghasilkan ATP, yaitu suatu senyawa yang merupakan sumber energi bagi makhluk hidup melalui fosforilasi oksidatif yang terjadi dalam mitokondria. Pada proses tersebut terjadi reduksi O2 menjadi H2O yang memerlukan pengalihan 4 elektron. Namun, dalam keadaan tertentu, pengalihan elektron tersebut berjalan kurang sempurna sehingga dapat 11 terbentuk radikal bebas yang dapat merusak sel jika tidak diredam (Suryohudoyo, 2007). Pembentukan radikal bebas dinetralisir oleh antioksidan yang diproduksi oleh tubuh dalam jumlah yang berimbang. Pengaruh negatif radikal bebas terjadi jika jumlahnya melebihi kemampuan pertahanan antioksidan tubuh sehingga menimbulkan kondisi stres oksidatif. Stres oksidatif adalah suatu keadaan ketika jumlah antioksidan tubuh kurang dari yang diperlukan untuk meredam efek buruk radikal bebas yang dapat merusak membran sel, protein, dan DNA, dan berakibat fatal bagi kelangsungan hidup sel dan jaringan. Jika hal ini terjadi dalam waktu yang berkepanjangan, maka akan terjadi penumpukan hasil kerusakan oksidatif di dalam sel dan jaringan yang akan menyebabkan sel/jaringan tersebut kehilangan fungsinya dan akhirnya mati (Dröge, 2002). Penumpukan hasil-hasil perusakan oleh radikal bebas tadi terutama dalam keadaan stres oksidatif akan meningkat dengan bertambahnya umur, dan diduga merpakan penyebab utama terjadinya proses penuaan (Bagiada, 2001). Radikal bebas dapat terbentuk melalui dua cara, yaitu secara endogen, sebagai respon normal dari rantai peristiwa biokimia dalam sel (intrasel) maupun luar sel (ekstrasel), dan secara eksogen radikal bebas didapat dari polutan lingkungan, asap rokok, obat-obatan, dan radiasi ionisasi atau sinar ultra violet (Supari, 1996). Kemampuan mempertahankan homeostasis menurun seiring pertambahan usia sehingga meningkatkan risiko terkena penyakit dan terjadi kematian. Proses 12 penuaan alami mempunyai 4 karakteristik yaitu progresif, endogen, ireversible, dan terjadi penurunan. Proses penuaan bersifat progresif karena penyebab penuaan telah ada sejak organisme masih muda. Penuaan melibatkan proses yang bersifat endogen sehingga terjadi proses penuaan intrinsik. Faktor eksogen juga dapat mengakibatkan penuaan baik secara langsung atau melalui interaksi dengan faktor endogen. Faktor endogen ini yang menjelaskan tentang mengapa tiap individu mempunyai usia yang berbeda meskipun dalam lingkungan yang sama. Proses penuaan adalah proses yang tidak dapat kembali ke awal. Pada proses penuaan terjadi penurunan fungsi fisiologis tubuh. 2.1.3 Faktor yang Mempercepat Penuaan Berbagai faktor yang dapat mempercepat proses penuaan (Wibowo, 2003), yaitu: 1) Faktor lingkungan a. Pencemaran lingkungan yang berwujud bahan-bahan polutan dan kimia sebagai hasil pembakaran pabrik, otomotif, dan rumah tangga mempercepat penuaan. b. Pencemaran lingkungan berwujud suara bising. Dari berbagai penelitian ternyata suara bising mampu meningkatkan kadar hormon prolaktin dan mampu menyebabkan apoptosis di berbagai jaringan tubuh. c. Kondisi lingkungan hidup kumuh serta kurangnya penyediaan air bersih akan meningkatkan pemakaian energi tubuh untuk meningkatkan kekebalan. d. Pemakaian obat-obat/jamu yang tidak terkontrol pemakaiannnya sehingga 13 menyebabkan turunnya hormon tubuh secara langsung atau tidak langsung melalui mekanisme umpan balik. e. Sinar matahari secara langsung yang dapat mempercepat penuaan kulit dengan hilangnya elastisitas dan rusaknya kolagen kulit. 2) Faktor diet/makanan Jumlah nutrisi yang cukup, jenis, dan kualitas makanan yang tidak menggunakan pengawet, pewarna, perasa dari bahan kimia terlarang. Zat beracun dalam makanan dapat menimbulkan kerusakan berbagai organ tubuh, yaitu hepar. 3) Faktor genetik Genetik seseorang sangat ditentukan oleh genetik orang tuanya. Tetapi faktor genetik ternyata dapat berubah karena infeksi virus, radiasi, dan zat racun dalam makanan/minuman/kulit yang diserap oleh tubuh. 4) Faktor psikis Faktor stres ini ternyata mampu memacu proses apoptosis di berbagai organ/jaringan tubuh. 5) Faktor organik Secara umum faktor organik adalah: rendahnya kebugaran, pola makan kurang sehat, penurunan GH dan IGF-I, penurunan testosteron, penurunan melatonin secara konstan setelah usia 30 tahun dan menyebabkan gangguan ritme sirkadian harian selanjutnya kulit dan rambut akan berkurang pigmentasinya dan terjadi pula gangguan tidur, peningkatan prolaktin dengan perubahan emosi, stress, perubahan FSH dan LH. 14 2.2 Lipid Lipid menjadi faktor utama penyebab dislipidemia. Konsumsi lemak jenuh yang terus menerus merupakan beban bagi tubuh. 2.2.1 Definisi Lipid Lipid atau lemak adalah molekul dengan gugus fungsional karboksil (-COOH) atau gugus ester (-COOR), yang tidak dapat larut dalam air, tapi larut dalam larutan non polar, seperti eter, chloroform, aseton, benzen, karbon tetraklorida (Murray, 2012). 2.2.2 Fungsi Lipid Beberapa fungsi lipid (Guyton, 2007), antara lain: 1. Sebagai sumber energi 2. Transportasi metabolik sumber energi 3. Sumber zat untuk sintesis hormon, kelenjar empedu, serta penunjang proses signal signal transducing 4. Struktur dasar atau komponen utama dari membran sel dan membran saraf 5. Sebagai pelindung tubuh dari suhu rendah 6. Sebagai pelarut vitamin A,D,E,dan K 7. Salah satu bahan penyusun hormon dan vitamin terutama yang mengandung sterol 8. Pemberi rasa kenyang dan kelezatan 15 2.2.3 Klasifikasi Lipid klasifikasi lipid berdasarkan Murray dibedakan dalam 3 kelompok, yaitu: (1) Lipid sederhana (simple lipids) Lipid sederhana merupakan ester gugus asam lemak (sering disebut juga sebagai gugus asil) dengan molekul alkohol gliserol. Lipid sederhana bisa berbentuk monogliserid, digliserid atau trigliserid. Trigliserid kadang-kadang disebut pula sebagai triasilgliserol, fat, atau oil merupakan lipid yang disimpan dalam sitoplasma sel-sel jaringan lemak (adiposa). (2) Lipid kompleks (complex lipids) Pada lipid kompleks, tidak hanya merupakan ester gugus asam lemak dengan molekul alkohol, tapi juga berikatan dengan molekul yang lain, yaitu asam fosfat dan senyawa nitrogen tertentu. (3) Turunan lipid (derived lipids) Asam lemak tidak hanya mengalami proses esterisasi menjadi molekul lipid yang lebih kompleks, tapi juga dapat mengalami poses transformasi metabolik menjadi senyawa-senyawa baru yang disebut sebagai turunan lipid. Turunan lipid dapat dikelompokkan menjadi beberapa kelompok besar, seperti eikosanoid, isoprenoid, badan keton (keton bodies) dan sebagainya. 16 Tabel 2.1 Klasifikasi Lipid Lipid Sederhana - Monogliserid (monoasilgliserol) - Digliserid (diasilgliserol) - Trigliserid (triasilgliserol, fat oil) - Lilin (wax) Lipid Kompleks - Fosfolipid: pospogliserid posfosfingolipid lesitin - Glikolipid (glikosfingolipid) - Aminolipid (lipoprotein) - Sulfolipid Turunan Lipid - Eikosanoid: Prostanoid: prostaglandin, prostasiklin, tromboksan Leukotrien - Isoprenoid - Asam lemak - Badan keton - Vitamin larut lemak - Hormon steroid (Murray, 2012) 2.2.4 Transport Lipid Plasma, Lipoprotein, Apolipoprotein Secara klinis lipid di dalam plasma darah ialah kolesterol, trigliserida, fosfolipid dan asam lemak yang tidak larut dalam cairan plasma (Lichtenstein et al, 2006). Lipid – lipid ini memerlukan modifikasi dengan bantuan protein spesifik untuk dapat diangkut dalam sirkulasi darah karena sifatnya yang tidak larut dalam air dan dalam plasma. Untuk itu lipid berikatan dengan lipoprotein agar dapat larut dalam sirkulasi darah, sehingga dapat diangkut dari tempat 17 sintesis menuju tempat penggunaannya serta dapat didistribusikan ke jaringan tubuh. Lipoprotein merupakan molekul yang mengandung kolesterol dalam bentuk bebas maupun ester, trigliserida dan fosfolipid yang berikatan dengan protein yang disebut apoprotein. Lipoprotein memiliki dua bagian yaitu inti yang terdiri dari trigliserida dan ester kolesterol yang tidak larut air dan bagian luarnya yang mengandung kolesterol bebas, fosfolipid, dan apoprotein yang larut air. HDL, LDL, dan Lp (a) dominan intinya mengandung ester kolesterol, sedangkan pada VLDL dan kilomikron, trigliserida merupakan komponen yang dominan. Lipoprotein dibagi menjadi beberapa jenis, berdasarkan berat jenisnya, yaitu, kilomikron, Very Low Density Lipoprotein (VLDL), Intermediate Density Lipoprotein (IDL), Low Density Lipoprotein (LDL), High Density Lipoprotein (HDL). Lipoprotein ini dapat berinteraksi dengan enzim tubuh seperti Lipoprotein Lipase (LPL), Lechitin Cholesterol Acyl Transferase (LCAT), dan Hepatic Triglyceride Lipase (HTGL) sehingga lipoprotein ini dapat berubah jenisnya. Berdasarkan komposisi, densitas, dan mobilitasnya, lipoprotein dibedakan menjadi: 1. Kilomikron Kilomikron ialah lipoprotein yang diproduksi oleh usus halus dan bertugas mengangkut trigliserida dari usus makanan ke dalam jaringan kecuali ginjal. 2. VLDL (Very Low Density Lipoprotein) VLDL mengikat trigliserid di dalam hati dan mengangkutnya menuju jaringan lemak. VLDL merupakan lipoprotein yang terdiri atas 60% trigliserida, 10- 18 15% kolesterol dan bertugas membawa kolesterol dari hati ke jaringan perifer. 3. LDL (Low Density Lipoprotein) LDL ialah lipoprotein pada manusia yang berguna sebagai pengangkut kolesterol ke jaringan perifer dan berguna untuk sintesis membran dan hormon steroid. LDL mengandung 10% trigliserida serta 50% kolesterol, dipengaruhi oleh banyak faktor misalnya kadar kolesterol dalam makanan, kandungan lemak jenuh, dan tingkat kecepatan sintesis dan pembuangan LDL dan VLDL dalam tubuh. 4. HDL (High Density Lipoprotein) HDL mengikat kolesterol plasma dan mengangkut kolesterol ke hati. HDL Disebut juga α-lipoprotein adalah lipoprotein terkecil yang berdiameter 811nm, namun mempunyai berat jenis terbesar dengan inti lipid terkecil. Unsur lipid yang paling dominan dalam HDL ialah kolesterol dan fosfolipid. Komponen HDL adalah 20% kolesterol, <5% trigliserida, 30% fosfolipid dan 50% protein dengan inti dominan ester kolesterol dan terdiri atas Apo – I, ApoII, Apo C, Apo E, dan Apo D. HDL berfungsi sebagai pengangkut kolesterol dalam jalur ekstra hepar ke dalam hepar. HDL berfungsi sebagai penyimpan apoliporotein C dan E yang menjadi bahan dalam metabolisme kilomikron dan VLDL. HDL dalam plasma memiliki banyak macam ukuran, bentuk, komposisi dan muatan listrik. 19 Gambar 2.2 Struktur Lipoprotein (Murray, 2012) HDL memiliki beberapa macam bentuk yaitu HDL-1, HDL-2 dan HDL-3. HDL dalam mikroskop elektron tampak sebagai partikel sferis yang terdapat dalam plasma normal atau berbentuk diskoidal. HDL merupakan hasil produksi dari hepar dan usus yang membentuk HDL dalam limfe dan plasma. Pemecahan HDL berada di dalam hepar. HDL mengalami 2 jalur transport ke hepar. Pertama melalui reseptor scavenger, kelas B, tipe 1 (SR-B1) yang merupakan reseptor skavenger hepar. Kedua, dengan berinteraksi melalui VLDL dan LDL dengan enzim CETP yang merupakan glikoprotein plasma yang berguna untuk pertukaran ester kolesterol pada HDL dengan TG pada LDL. Partikel HDL kemudian menjadi lebih kaya akan TG dan kembali ke hepar. HDL diduga dapat memiliki efek antiaterogenik, seperti menghambat oksidasi LDL, meningkatkan produksi nitrit oksida dalam endotel, menghambat inflamasi dalam endotel, meningkatkan bioavailabilitas protasiklin, menghambat koagulasi serta agregasi platelet. Fungsi HDL yaitu mengangkut kolesterol kembali ke hati untuk proses metabolisme. Fungsi LDL ialah sebagai pembawa 20 kolesterol ke sel-sel yang mengandung reseptor LDL guna dimanfaatkan sel tersebut. Lipoprotein mengalami metabolisme melalui 3 jalur, yakni jalur metabolisme eksogen, endogen, dan reverse cholesterol transport. Pertama, jalur eksogen berarti penyerapan trigliserida dan kolesterol dari sumber makanan yang berasal di usus untuk membentuk kilomikron selanjutnya masuk ke sirkluasi limfe, sirkulasi darah, dan dihidrolisis oleh LPL menjadi FFA yang selanjutnya diserap oleh jaringan. Kilomikron yang menjadi kilomikron remnant karena kehilangan sebagian trigliseridnya masuk ke dalam hepar. Kedua, metabolisme endogen ialah sintesis cVLDL dari TG dan kolesterol dalam hepar. cVLDL dalam darah mengalami hidrolisis oleh LPL menjadi cIDL dan dipecah lagi menjadi cLDL. Hepar dan jaringan perifer steroidogenik yang mempunyai reseptor kolesterol LDL (rLDL atau ApoB/E receptor) akan menangkap cLDL. Kolesterol LDL dioksidasi dan ditangkap oleh makrofag menjadi sel busa (foam cell). Ketiga, jalur reverse cholesterol transport ialah membawa kolesterol untuk dikembalikan ke hepar dengan bantuan cHDL yang merupakan hasil esterifikasi pre –β- HDL oleh LCAT. Sistem reseptor scavenger kelas B tipe (SR-B1) atau melalui bantuan Cholesterol Ester Transfer Protein (CETP) menukar kolesterol ester HDL dengan trigliserida pada VLDL dan LDL untuk kembali ke hepar melalui rLDL. Apolipoprotein merupakan protein yang mempertahankan struktur lipoprotein, metabolisme lipid, dan sebagai petanda jenis lipoprotein. Ada beberapa jenis Apolipoprotein: 1. Apo B berbeda dengan Apo lainnya karena ia tidak berpindah tempat dari lipoprotein satu ke partikel yang lainnya. Apo B mempunyai 2 asal yaitu 21 dari hepar (Apo B100) dan usus (Apo B48). Apo B100 terdapat dalam VLDL yang diproduksi oleh hepar, IDL dan LDL, Apo B 48 berada di kilomikron. 2. Apo A berada di HDL dan kilomikron. Apo A terdiri dari Apo A-1, Apo A II dan Apo A–IV. Apo A-1 adalah Apo terbanyak pada serum, Apo utama dalam HDL dan kilomikron, dan juga kofaktor dari LCAT. Apo A-II merupakan bagian penting dari HDL dan bergabung dengan Apo E melalui jembatan dimer disulfida. Apo A-IV hanya terdapat di kilomikron namun tidak pada HDL. 3. Apo C ialah kofaktor dari LPL, dan merupakan Apo yang berpindah di antara lipoprotein. Apo C memiliki 3 spesies yaitu C-1, C-II, dan C-III. 4. Apo D merupakan transport sentripetal kolesterol bersama dengan LCAT. 5. Apo E 6. Protein Lp (a) 22 Tabel 2.3 Klasifikasi Lipoprotein Berdasarkan Densitas Lipoprotein Diameter Density (nm) (g/mL) Source Composition Protein Lipid (%) (%) Main Lipid Com ponents Intestine Chylomicrons Chylomicrons remnants 90-1000 < 0.95 1-2 98-99 45-150 <1.006 6-8 92-94 30-90 0.95-1.006 7-10 90-93 25-35 20-25 1.006-1.019 1.019-1.063 11 21 89 79 Chylomicron s VLDL Liver (intestine) VLDL IDL LDL VLDL Triacylglyc erol Triacylglyc erol, phospholipi ds, cholesterol Triacylglyc erol Triacylglyc erol, cholesterol Cholesterol HDL HDL1 HDL2 HDL3 PREB Albumin/free fatty acid Liver, intestine, VLDL, chylomicrons Adipose tissue 20-25 20-Oct 10-May <5 1.019-1.063 1.063-1.125 1.125-1.210 >1.210 32 33 57 >1.281 99 68 67 43 Phospho lipids, cholesterol Apolipo proteins A-I,AII,AIV,B48,CI,C-II,CIII,E B-48, E B-100, C-I, CII, C-III B-100, E B-100 A-I,AII,AIV,CI,C-II,CIII,D2,E A-I 1 Free fatty acids (Murray, 2012) 2.3 Metabolisme Lipid dan Lipoprotein Dalam proses pencernaan, lipid yang berasal dari makanan mengalami emulsi oleh asam empedu lebih dahulu, sebelum dihidrolisis dengan katalisator dengan enzim-ezim lipase menjadi digliserid, monogliserid, asam lemak bebas, dan gliserol. Melalui vili-vili usus halus, sebagian asam lemak bebas dan gliserol mengalami resintesis kembali menjadi trigliserid dan selanjutnya diangkut dalam 23 molekul kilomikron yang diproduksi oleh sel-sel mukosa usus halus, beredar dalam saluran limfe. Kilomikron kemudian beredar dalam sirkulasi darah melalui duktus limfe toraks menuju hati. Sebagian lagi asam lemak bebas berikatan dengan albumin dan beredar dalam darah menuju ke seluruh sel-sel jaringan. Di dalam hati, sebagian trigliserid diubah menjadi fosfolipid, dan berikatan dengan protein tertentu membentuk molekul lipoprotein, agar bisa larut dan beredar dalam sirkulasi darah menuju sel-sel jaringan. Jika trigliserid, fosfolipid dan kolesterol harus diangkut oleh molekul lipoprotein, asam lemak bebas harus berikatan dengan albumin lebih dahulu, agar beredar dalam sirkulasi darah. Kelebihan lemak atau trigliserid akan disimpan terutama dalam jaringan adiposa dan otot-otot. Kelebihan glukosa dalam darah akan dikonversi menjadi trigliserida dan proses sintesis triasilgliserol ini dikenal sebagai lipogenesis. Makanan yang kaya karbohidrat dapat menyebabkan proses lipogenesis di dalam hati dan jaringan adiposa meningkat. Tetapi resistensi insulin justru menghambat proses lipogenesis itu, sehingga kadar gula darah dan asam lemak bebas dalam plasma pun meningkat. Di dalam hati, akumulasi trigliserid dapat menyebabkan gangguan fungsi hati (fatty liver), bahkan sirosis hepatis di kemudian hari. Metabolisme lipoprotein dibagi menjadi tiga jalur yaitu jalur eksogen, jalur endogen, dan jalur reverse cholesterol transport. Metabolisme lipoprotein dari jalur eksogen maupun endogen berkaitan dengan metabolisme kolesterol-LDL dan trigliserida, sedangkan jalur reverse cholesterol transport berhubungan dengan metabolime kolesterol HDL. 24 Pada jalur metabolisme eksogen lipoprotein, prekusor lipid (lemak) berasal dari luar tubuh, antara lain makanan dan kolesterol yang disintesis dari hati dan diekskresikan ke saluran pencernaan. Lemak yang dihasilkan dari kedua prekursor tersebut inilah yang dinamakan dengan lemak eksogen. (Adam, 2006). Sedangkan jalur metabolisme endogen, sintesis trigliserid dan kolesterol oleh tubuh dikerjakan di hepar, lalu diekskresikan langsung ke dalam sirkulasi darah dalam bentuk lipoprotein VLDL. Dalam sirkulasi, trigliserid di VLDL akan dihidrolisa oleh enzim lipoprotein lipase (LPL) menjadi IDL. IDL kemudian dihidrolisa kembali dan berubah menjadi LDL. LDL adalah lipoprotein yang paling banyak membawa kolesterol (Adam, 2006). Pada jalur reverse cholesterol transport, HDL berasal dari usus halus dan hati, berbentuk gepeng dan memiliki sedikit sekali kolesterol. HDL ini disebut dengan HDL Nascent (HDL muda). HDL Nascent akan mendekati makrofag untuk mengambil kolesterol yang ada dalam makrofag. Setelah itu, HDL Nascent akan berkembang dan berbentuk bulat menjadi HDL dewasa. Kolesterol bebas yang diambil dari makrofag akan diesterifikasi oleh enzim lecithin cholesterol acyltransferase (LCAT) menjadi kolesterol ester. HDL yang membawa kolesterol ester tersebut mengambil dua jalur. Jalur pertama langsung masuk ke hepar, sedangkan jalur kedua, kolesterol ester yang dibawa oleh HDL ditukar dengan trigliserid dari VLDL dan IDL dengan bantuan cholesterol ester transfer protein (CETP), lalu trigliserid tersebut masuk ke hepar. Secara keseluruhan, fungsi dari HDL adalah menyerap kolesterol dari makrofag untuk dikembalikan ke hepar (Adam, 2006). 25 Gambar 2.4 Transpor Lipid Dalam Tubuh (Guyton and Hall, 2007) Gambar 2.5 Metabolisme Lipid Dalam Tubuh (Guyton and Hall, 2007) 26 2.4 Dislipidemia 2.4.1 Definisi Dislipidemia yaitu kelainan metabolisme lipid dengan peningkatan maupun penurunan fraksi lipid dalam plasma darah. Kelainan fraksi lipid yang utama adalah kenaikan kadar kolesterol total, low density lipoprotein (LDL), kenaikan kadar trigliserida dan penurunan kadar high density lipoprotein (HDL) (Waspadji et al., 2010). Dislipidemia bila terdapat kadar total kolesterol ≥ 240 mg/dl, kadar LDL ≥ 160 mg/dl, trigeliserida ≥ 200 mg/dl, atau HDL < 40 mg/dl. Angka patokan profil lipid tersebut sebagai pedoman klinis yang penting dikaitkan dengan risiko terjadinya penyakit kardiovaskular (Bahri, 2004). 2.4.2 Profil Lipid Serum Keseimbangan lipid dalam darah diatur oleh beberapa mekanisme yaitu meningkatkan atau menurunkan kecepatan pengeluaran lipoprotein dalam darah dan mengurangi pembentukan lipoprotein serta jumlahnya yang masuk dalam darah. Kolesterol LDL meningkatkan risiko serangan jantung karena LDL dapat menembus dinding pembuluh darah dan menghambat aliran darah pada arteri koronaria yang mendarahi jantung. Kolesterol yang dibawa oleh HDL akan menurunkan risiko serangan jantung karena kolesterol ini membawa sisa kolesterol menuju hepar untuk dimetabolisme. 27 Profil lipid dislipidemia terdiri dari: 1. Kadar kolesterol total meningkat > 200 mg/dl. 2. Kadar trigliserida meningkat > 150 mg/dl. 3. Kadar kolesterol LDL meningkat > 130 mg/dl 4. Kadar kolesterol HDL menurun < 40 mg/dl Tabel 2.6 Profil Lipid Serum (Adam JM, 2009) Kadar Lipid Serum Normal Dalam Satuan mg/dL Profil Lipid Kolesterol total Kolesterol LDL Kolesterol HDL Trigliserida Nilai <200 200-239 >240 <100 100-129 130-159 160-189 >190 <40 >190 <150 150-199 200-499 >500 Kategori Optimal Diinginkan Tinggi Optimal Mendekati optimal Diinginkan Tinggi Sangat Tinggi Rendah Tinggi Optimal Diinginkan Tinggi Sangat Tinggi 28 2.4.3 Etiologi Penyebab dislipidemia dibagi 2 berdasarkan American Association of Clinical Endocrinology (AACE, 2012), yaitu: A. Dislipidemia Primer Dislipidemia primer berkaitan dengan gen yang mengatur enzim dan apoprotein yang terlibat dalam metabolism lipoprotein maupun reseptornya. Kelainan ini biasanya disebabkan oleh mutasi genetik. Etiologi dislipidemia primer meliputi: • Hiperkolesterolemia poligenik • Hiperkolesterolemia turunan • Dislipidemia remnan • Hiperlipidemia kombinasi turunan • Sindroma kilomikron • Hipertrigliseridemia turunan • Peningkatan kolesterol HDL • Peningkatan apolipoprotein B B. Etiologi Dislipidemia Sekunder Dislipidemia sekunder disebabkan oleh penyakit atau keadaan yang mendasari. Hal ini dapat bersifat spesifik untuk setiap bentuk dislipidemia seperti diperlihatkan oleh tabel dibawah ini. 29 Tabel 2.7 Penyebab Umum Dislipidemia Sekunder Menurut American Association of Clinical Endocrinologist (AACE, 2012) Lipid Peningkatan Kolesterol Total dan LDL Peningkatan Trigliserida dan VLDL Penyebab Hipotiroid Sindrom nefrotik SLE Multiple myeloma Progestin Pengobatan anabolik steroid Penyakit hepar obstruksi Sirosis Protease inhibitor pengobatan infeksi HIV Gagal ginjal kronik Diabetes Melitus type 2 Obesitas Alkohol Hipotiroid Obat antihipertensi Ttiazid, Beta Bloker) Terapi kortikosteroid (steroid endogen meningkat akibat stres berat Estrogen oral, kontrasepsi oral, kehamilan Very low fat diet 2.4.4 Klasifikasi Dislipidemia Dislipidemia berdasarkan patogenesis penyakit menurut American Association of Clinical Endocrinology (AACE, 2012), yaitu: 1. Dislipidemia Primer yaitu kelainan penyakit genetik dan bawaan yang dapat menyebabkan kelainan kadar lipid dalam darah. 2. Dislipidemia Sekunder yaitu adanya faktor usia, jenis kelamin, riwayat keluarga dengan hiperlipidemia, obesitas, menu makanan yang mengandung asam lemak jenuh, merokok, alkohol, kurang olahraga, diabetes yang tidak terkontrol dengan baik, gagal ginjal, obat - obatan tertentu yang mengganggu metabolism lemak, kelenjar tiroid yang kurang aktif. 30 2.4.5 Komplikasi Dislipidemia Dislipidemia yang tidak segera diatasi, maka dapat terjadi berbagai macam komplikasi. Komplikasi dislipidemia menurut American Association of Clinical Endocrinology (AACE, 2012), antara lain: 1. Aterosklerosis 2. Penyakit jantung koroner (PJK) 3. Penyakit serebrovaskular seperti stroke 4. Kelainan pembuluh darah tubuh lainnya 5. Pankreatitis akut (bila kadar trigliserida > 1000 mg/dl) 6. Diabetes Mellitus tipe 2 Adanya faktor risiko terhadap penyakit kardiovaskular dan pembuluh darah yang terjadi akibat komplikasi dislipidemia merupakan awal dari proses penuaan pada vaskular (vascular aging). Efek penuaan pada sistem vaskular melibatkan disfungsi dan morfologi endotel yang menyebabkan penyakit vaskular berkaitan dengan usia (Assar et al., 2012). Mekanisme terjadinya disfungsi endotel antara lain (1) menurunnya sintesis Nitric Oxide (NO) karena stres oksidatif yang menyebabkan pembentukan peroxynitrite (ONOO-); (2) sumber-sumber yang mungkin terlibat dalam peningkatan stres oksidatif seperti Reactive Oxygen Species (ROS); (3) peningkatan aktivitas faktor vasokonstriktor seperti cyclooxygenator (COX);dan (4) terbentuknya mediator pro-inflamasi (Assar et al., 2012). Dislipidemia merupakan komponen penting terjadinya prematur vascular aging (Nilsson, 2015). 31 2.4.6 Korelasi Resistensi Insulin Terhadap Dislipidemia Gangguan profil lipid dapat ditemui pada penderita DM tipe 2 yang disebut juga NIDDM. Pada keadaan ini terjadi resistensi insulin sehingga terjadi sintesis apolipoprotein B dalam hepar dan overproduksi VLDL dalam hepar. Profil lipid yang terganggu pada individu dengan resistensi insulin meliputi: (1) penurunan kadar HDL serum; (2) peningkatan serum VLDL; dan (3) peningkatan kadar LDL. Peran insulin sebagai pengatur utama dalam metabolisme karbohidrat, lipid, dan protein, akan memberikan kontribusi pada gangguan metabolisme yang berkaitan dengan glukosa dan lipid. Resistensi insulin sering ditemukan pada orang dengan obesitas, hipertensi, hiperglikemia dan dislipidemia yang disertai trigliserida tinggi, partikel small dense Low-Density Lipoprotein (sdLDL) partikel, dan penurunan kadar kolesterol HDL. Resistensi insuin sering menimbulkan gangguan profil lipid (Goldberg, 2000). Karakteristik hipertrigliserida endogen telah terbukti menyebabkan resistensi insulin dan intoleransi glukosa dalam plasma. 2.4.7 Terapi Dislipidemia Tujuan pengelolaan dislipidemia jangka pendek adalah untuk mengontrol kadar LDL dan HDL dalam darah, dan menghilangkan keluhan maupun gejala yang terjadi pada penderita dislipidemia. Tujuan jangka panjang untuk mencegah terjadinya penyakit jantung koroner (PJK). 32 2.4.6.1 Terapi Farmakologis Dislipidemia Terapi farmakologis diberikan apabila terapi non farmakologi tidak berhasil (Bahri, 2004). Terapi dengan obat-obat yang mampu menurunkan kadar kolesterol darah seperti golongan obat statin yang merupakan drug of choice, resin, niasin, sekuestran asam empedu, ezetimibe dan obat golongan fibrat. Pada keadaan klinis tertentu penggunaan kombinasi obat sangat dianjurkan untuk menurunkan efek samping penggunaan obat. 2.4.6.2 Terapi Non Farmakologis Dislipidemia Tujuan utama terapi non farmakologis ini merupakan upaya menurunkan risiko penyakit jantung coroner (Waspadji, 2010). Terapi non farmakologis (perubahan gaya hidup) meliputi terapi nutrisi medis, aktivitas fisik, menghindari rokok, menurunkan berat badan, pembatasan asupan alkohol. 2.5 ALA ALA dikenal dengan nama lain 1,2-dithiolane-3-pentanoic acid 1,2dithiolane-3 valeric acid; dan thioctic acid 13, asam α-lipoat. ALA Pertama kali diisolasi pada tahun 1951 oleh Reed sebagai agen katalis yang berhubungan dengan piruvat dehidrogenase. 2.5.1 Rumus Kimia ALA ALA tersusun atas suatu karbon asimetris, yang terdiri dua isomer optikal dari asam lipoat yang bentuknya saling menyerupai satu sama lain. Struktur yang 33 mengandung komponen organosulfur membentuk ikatan disulfida pada atom C6 dan C8 (–C–SH or R–SH) . Rumus molekul ALA adalah C8H14O2S2. ALA terbentuk dari turunan asam oktanoat sebagai prekursornya di mitokondria hepar. Adanya cincin thiol atau disulfida membuat ikatan yang sangat kuat terhadap merkuri. ALA terdiri dari 2 bentuk yaitu R-ALA (bentuk ALA alami didalam tubuh manusia dan aktif secara biologis) dan S-ALA (bentuk ALA sintetis). A O S B OH H O S HS SH OH H Gambar 2.8 Struktur Kimia A. α-Lipoic Acid dan B. Dihydrolipoic Acid Harding et al., 2016 ALA merupakan komponen dithiol yang secara alami disintesis secara de novo di dalam mitokondria dari asam oktanoat. ALA merupakan suatu kofaktor untuk enzim - ketoacid dehydrogenase di mitokondria, dan oleh karena itu memegang peran penting dalam metabolisme energi (Shay et al., 2009). ALA memiliki potensial redoks yang rendah dan sangat mudah memberikan elektronnya ke senyawa lain, sehingga di dalam sel ALA akan cepat 34 direduksi. Bentuk tereduksinya dikenal sebagai dihydrolipoic acid (DHLA). Keduanya baik ALA dan DHLA mampu mengikat ROS melalui cincin dithiolane. ALA dikenal juga sebagai asam lemak baik yang diproduksi di dalam tubuh kita. Molekul ini kecil dan bersifat mirip lipid, tetapi juga bersifat hidrofilik, sehingga bisa larut dalam air dan lemak dalam membran. Ketika masuk ke dalam sel, senyawa ini siap berinteraksi dengan membran sel. Oleh karenanya molekul tersebut dapat direduksi oleh enzim seluler, terutama yang bekerja di dalam mitokondria, namun juga dalam sitosol, misalnya glutation reduktase (Packer et al., 1995). ALA adalah kofaktor enzim dari beberapa kompleks enzim di dalam mitokondria yang dapat mengkatalisis beberapa reaksi yang berhubungan dengan produksi energi, misalnya mengkatalisis perubahan piruvat menjadi asetil koenzim A pada kompleks enzim piruvat dehidrogenase. Sejak empat puluh tahun lalu, ahli biologi menemukan bahwa ALA adalah antioksidan kuat yang dapat melawan efek buruk dari radikal bebas pada berbagai penyakit, seperti penyakit jantung dan liver, kanker, penuaan sel, dan lainnya (Berkson, 2007). 2.5.2 Sumber Alami ALA ALA merupakan salah satu unsur bahan makanan non-esensial yang mengandung gugus sulfur, terdapat pada berbagai makanan alami baik hewani maupun nabati, antara lain daging, jeroan (jantung, hati, ginjal) jaringan yang mengandung lipoyllysine, bayam, brokoli, ragi (Hagen, 2012). Namun, ALA yang terdapat dalam bahan makanan alami kadarnya sangat rendah sehingga biasanya 35 jumlah ALA yang dikonsumsi sangat kurang, dibandingkan dengan kandungan ALA dalam suplemen (Shay et al., 2009). ALA sebagai antioksidan ideal karena perannya sebagai berikut: spesifitas dalam memadamkan radikal bebas, aktivitas mengkelasi logam, interaksi dengan antioksidan lainnya dan beberapa efek pada ekspresi gen. ALA cukup unik dengan memiliki kemampuan berperan sebagai antioksidan dalam jaringan larut lemak maupun air, didalam bentuk teroksidasi maupun tereduksi. Asam α-lipoat juga sangat mudah diabsorbsi melalui oral. Konsumsi ALA dari makanan belum ditemukan dapat menyebabkan peningkatan free-ALA dalam plasma atau sel-sel manusia. Sebaliknya, pemberian suplemen ALA oral dapat diabsorpsi lebih baik dan cepat, sehingga menyebabkan peningkatan kadar free-ALA dalam plasma dan sel yang signifikan. Penelitian farmakokinetik pada manusia menemukan bahwa sekitar 30%-40% dosis oral ALA (campuran 50/50 R-LA dan S-LA) diabsorpsi tubuh. Kadar ALA dalam plasma biasanya memuncak dalam waktu satu jam atau kurang (Higdon, 2006). ALA serta metabolitnya dieksresikan terutama dalam urin (Shay et al., 2009). Reaksi kimiawi ALA menghasilkan bentuk lipoic acid yang teroksidasi (LA) dan bentuk tereduksi (DHLA) yang keduanya merupakan antioksidan dalam reaksi redoks (Shay et al, 2009) 2.5.3 Mekanisme Kerja ALA terhadap Dislipidemia Mekanisme ALA terhadap dislipidemia belum sepenuhnya jelas. Namun penelitian mengenai ALA dapat menurunkan kolesterol dan LDL dengan cara 36 peningkatan aktivitas lipoprotein lipase (LPL), inisiasi sintesis reseptor LDL hepatik yang meningkatkan uptake kolesterol, dan meningkatkan sistesis apolipoprotein A serta meningkatkan beta oksidasi asam lemak bebas (Yamauchi et al., ). Telah disebutkan bahwa salah satu mekanisme yang mendasari terjadinya akumulasi trigliserida di dalam hepatosit adalah peningkatan sintesis asam lemak dan trigliserida secara de novo akibat peningkatan ekspresi SREBP-1c dan ChREBP, serta gen- gen lipogenik lainnya. ALA terbukti menekan peningkatan sintesis trigliserida di darah dan hati dengan jalan menghambat ekspresi gen lipogenik di hati (seperti sn- glycerol-3-phosphate acyltransferase-1 dan diacylglycerol O-acyltransferase-2), menurunkan sekresi trigliserida hepatik, dan menstimulasi clearance lipoprotein yang kaya trigliserida (Butler et al., 2009). ALA memiliki kemampuan mengurangi stres oksidatif. Valdecantos menganalisis efek hepatoprotektif dari suplementasi ALA terhadap stres oksidatif yang disebabkan oleh pola makan yang mengandung tinggi lemak (Valdecantos et al., 2012). Cara ALA memperbaiki profil lipid dengan menginhibisi aktivitas enzim HMG-CoA reduktase, meningkatkan aktivitas lipoprotein lipase di hati dan lesitin kolesterol asil transferase (LCAT) serta menghambat ekspresi gen lipogenik hepatik (Mintaheri et al., 2014). 2.6 Statin dan Dislipidemia 37 Target terapi dislipidemia adalah penurunan kadar LDL. Untuk setiap penurunan kadar LDL 1 mmol/L (40 mg/dL) berhubungan dengan penurunan 22% angka mortalitas dan morbiditas kardiovaskular (Perki, 2013). Target terapi LDL dengan risiko kardiovaskular sangat tinggi adalah ˂70 mg/dL atau penurunan ≥50% dari konsentrasi awal. Penggunaan obat antilipid yang paling umum adalah statin yang menjadi obat pilihan utama terapi dislipidemia. Statin merupakan golongan obat antilipid yang menghambat enzim HMG-CoA reduktase yaitu obat yang dapat menurunkan kadar kolesterol pada manusia. Statin menurunkan kolesterol dengan menghambat enzim HMG-CoA reduktase, yang merupakan enzim dari jalur mevalonate sintesis kolesterol. Penghambatan enzim ini dalam hasil hati sintesis kolesterol menurun serta peningkatan sintesis reseptor LDL, yang mengakibatkan peningkatan LDL dari aliran darah. Hasil pertama dapat dilihat setelah satu minggu penggunaan dan efeknya maksimal setelah empat sampai enam minggu (Perki, 2013). Statin sangat efektif bekerja terhadap lipoprotein LDL. Inhibisi terhadap enzim HMG-CoA reduktase akan menghambat langkah pertama dalam jalur mevalonat pada sintesis kolesterol. Statin juga dapat menurunkan trigliserida (melalui penghambatan sintesis trigliserida di hepar) serta menaikkan lipoprotein HDL (diduga melalui aktivasi PPAR, peroxisome proliferator-activated receptor) namun efeknya tidak terlalu menonjol dibandingkan penurunan LDL. Seluruh 38 statin juga melewati metabolisme first-pass ekstensif; kecuali pravastatin. Metabolisme dilakukan oleh sitokrom P450 isoform 3A4 (atorvastatin, lovastatin, simvastatin) dan 2C9 (fluvastatin). Karena itulah, atorvastatin berinteraksi dengan antifungal azol, makrolid, dan kalsium antagonis. Dengan menginhibisi HMG-CoA reduktase, statin memblok jalur sintesis kolesterol di hati (intrahepatik). Ketika hati tidak bisa lagi menghasilkan kolesterol, kadar kolesterol dalam darah akan turun. Efek lain statin selain menurunkan profil lipid, dapat meningkatkan fungsi endotel, memodulasi respon inflamasi, menjaga stabilitas plak, dan mencegah pembentukan trombus. Namun demikian efek samping penggunaan obat statin tetap harus dipertimbangkan. Terapi kombinasi dapat dipertimbangkan bagi pasien yang target kolesterol LDL-nya tidak tercapai dengan terapi statin dosis tinggi atau bagi pasien yang tidak toleran terhadap pengobatan statin. Efek samping statin berupa miopati lebih sering terjadi pada pasien berusia lanjut karena menggunakan lebih banyak obat yang di metabolisme di sitokrom P450. Untuk menghindari efek samping terutama miopati, statin pada pasien usia lanjut sebaiknya dititrasi dari dosis kecil menuju ke dosis yang dapat menurunkan konsentrasi kolesterol LDL yang dikehendaki. 2.7 Tikus Putih (Rattus norvegicus) Jantan Sebagai Hewan Coba Tikus merupakan salah satu hewan coba dalam penelitian berbasis percobaan nutrisi (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988). Tikus termasuk hewan 39 mamalia, yang memberikan hasil terhadap suatu perlakuan tidak jauh berbeda dibanding dengan mamalia lainnya (Smith and Mangkoewidjojo, 1988). Taksonomi tikus laboratorium adalah sebagai berikut : Kingdom : Animal Filum : Chordata Subfilum : Vertebrata (Craniata) Kelas : Mamalia Subkelas : Theria Infrakelas : Eutharia Ordo : Rodentia Subordo : Myomorpha Superfamili : Muroidea Famili : Muridae Subfamili : Murinae Genus : Rattus Spesies : Rattus sp. Karakteristik tikus yaitu: (1)tidak memiliki kantung empedu (gall bladder), (2) tidak dapat memuntahkan kembali isi perutnya, (3) tidak pernah berhenti tumbuh, namun kecepatannya akan menurun setelah berumur 100 hari (Sudrajat, 2008). Berbagai jenis galur yang sering digunakan dalam penelitian, namun dalam penelitian ini menggunakan tikus putih galur Wistar berjenis kelamin jantan sebagai binatang coba karena tikus putih jantan dapat memberikan hasil 40 penelitian yang lebih stabil dan tidak dipengaruhi oleh adanya siklus menstruasi dan kehamilan seperti pada tikus betina (Ngatijan, 2006). Tikus putih sebagai hewan percobaan relatif resisten terhadap infeksi dan sangat cerdas.Tikus putih tidak bersifat fotofobik seperti halnya mencit dan kecenderungan untuk berkumpul dengan sesamanya tidak begitu besar. Aktivitasnya tidak terganggu oleh adanya manusia di sekitarnya. Tikus laboratorium jantan jarang berkelahi seperti mencit jantan (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988). Pakan yang diberikan pada tikus umumnya tersusun dari komposisi alami dan mengandung nutrisi dalam komposisi yang tepat. Pakan ideal untuk tikus yang sedang tumbuh harus memenuhi kebutuhan zat makanan antara lain protein 12%, lemak 5%, dan serat 5%, cukup mengandung vitamin A, vitamin D, asam linoleat, tiamin, riboflavin, pantotenat, vitamin B12, biotin, piridoksin dan kolin serta mineral-mineral tertentu (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988). Selain nutrisi, pemeliharaan tikus putih sebagai hewan coba adalah perkandangan yang baik. Kandang yang digunakan untuk memelihara tikus berupa kotak yang terbuat dari metal atau plastik. Tutup untuk kandang berupa kawat dengan lubang ventilasi ukuran 1,6 cm2. Alas kandang terbuat dari guntingan kertas, serutan kayu, serbuk gergaji atau tongkol jagung yang harus bersih, tidak beracun, tidak menyebabkab alergi dan kering. Temperatur ideal kandang yaitu 18-27oC atau rata-rata 22oC dan kelembaban realtif 40-70% (Malole dan Pramono, 1989). Tikus putih dapat tinggal sendirian dalam kandang dan hewan ini lebih 41 besar dibandingkan dengan mencit, sehingga untuk percobaan laboratorium tikus putih lebih menguntungkan daripada mencit (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988). Berikut ini adalah data biologis tikus laboratorium: Lama hidup : 2-3 tahun bisa mencapai 4 tahun Lama produksi ekonomis : 1 tahun Kawin sesudah beranak : 1-24 jam Umur disapih : 21 hari Umur dewasa : 40-6- hari Umur dikawinkan : 10 minggu (jantan dan betina) Berat badan dewasa : 300-400 gram jantan, 200-250 gram betina Suhu rektal : 36-39o C Denyut jantung : 330-480/menit, turun menjadi 250/menit dengan anestesi dan naik sampai 550/menit keadaan stres Volume darah : 57-70 ml/Kg