BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penuaan Penuaan atau aging, dapat

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Penuaan
Penuaan atau aging, dapat digambarkan sebagai proses penurunan fungsi
fisiologis tubuh secara bertahap yang mengakibatkan hilangnya kemampuan
tumbuh dan kembang serta meningkatnya kelemahan. Pada umumnya, orang
menganggap menjadi tua adalah suatu kemutlakan yang memang harus terjadi,
sudah ditakdirkan, dan semua masalah yang muncul akibat penuaan harus di alami
(Pangkahila, 2011).
Aging atau penuaan bukan hanya proses menjadi tua. Penuaan adalah apa
yang membuat “tua tidak sebaik baru” dan ketika laju kegagalan meningkat
bersamaan dengan peningkatan usia, orang menjadi sakit, lemah, dan kadang
sekarat. Aging atau penuaan secara praktis dapat dilihat sebagai suatu penurunan
fungsi biologik dari usia kronologik. Aging tidak dapat dihindarkan dan berjalan
dengan kecepatan berbeda, tergantung dari susunan genetik seseorang, lingkungan
dan gaya hidup, sehingga aging dapat terjadi lebih dini atau lambat tergantung
kesehatan masing-masing individu (Fowler, 2003).
Saat ini ilmu pengetahuan di bidang kedokteran semakin berkembang dengan
ditemukannya Anti Aging Medicine (AAM). AAM merupakan bagian ilmu
kedokteran yang didasarkan pada penggunaan ilmu pengetahuan dan teknologi
kedokteran terkini untuk melakukan deteksi dini, pencegahan, pengobatan dan
7
8
perbaikan ke keadaan semula dari berbagai disfungsi, kelainan dan penyakit yang
berkaitan dengan penuaan yang bertujuan untuk memperpanjang hidup dalam
keadaan sehat.
Dengan demikian, penuaan bukan lagi suatu keadaan normal yang tidak
terhindarkan, namun penuaan dapat diperlakukan seperti suatu penyakit yang
dapat dan harus dicegah, diobati dan bahkan dikembalikan ke keadaan semula.
AAM secara progresif berupaya mengatasi proses penuaan agar keluhan,
disfungsi, atau penyakit tidak muncul, sehingga usia harapan hidup dapat menjadi
lebih panjang dengan kualitas hidup dipertahankan (Pangkahila, 2011).
2.1.1 Definisi Penuaan
Definisi penuaan menurut A4M adalah kelemahan dan kegagalan fisik-mental
yang berhubungan dengan aging normal disebabkan oleh disfungsi fisiologik,
dalam banyak kasus dapat diubah dengan intervensi kedokteran yang tepat (Klatz,
2003).
2.1.2 Teori Penuaan
Banyak teori yang menjelaskan mengapa manusia mengalami proses
penuaan. Tetapi, pada dasarnya semua teori itu dapat dibagi menjadi dua
kelompok, yaitu teori wear and tear dan teori program (Pangkahila, 2007).
Ada 4 teori pokok dari aging (Goldman dan Klatz, 2007), yaitu:
1)
Teori “Wear and Tear”
Tubuh dan selnya mengalami kerusakan karena sering digunakan dan
disalahgunakan (overuse and abuse). Organ tubuh seperti hati, lambung,
9
ginjal, kulit, dan yang lainnya, menurun karena toksin di dalam makanan
dan lingkungan, konsumsi berlebihan lemak, gula, kafein, alcohol, dan
nikotin, karena sinar ultraviolet, dan karena stress fisik dan emosional.
Namun kerusakan ini tidak terbatas pada organ melainkan juga terjadi di
tingkat sel.
2)
Teori Neuroendokrin
Teori ini berdasarkan peranan berbagai hormon bagi fungsi organ tubuh.
Hormon dikeluarkan oleh beberapa organ yang dikendalikan oleh
hipotalamus, sebuah kelenjar yang terletak di otak. Hipotalamus membentuk
poros dengan hipofise dan organ tertentu yang kemudian mengeluarkan
hormonnya. Dengan bertambahnya usia tubuh memproduksi hormon dalam
jumlah kecil, yang akhirnya mengganggu berbagai sistem tubuh.
3)
Teori Kontrol Genetik
Teori ini fokus pada genetik memprogram sandi sepanjang DNA, dimana
kita dilahirkan dengan kode genetik yang unik, yang memungkinkan fungsi
fisik dan mental tertentu. Dan penurunan genetik tersebut menentukan
seberapa cepat kita menjadi tua dan berapa lama kita hidup.
4)
Teori Radikal Bebas
Teori ini menjelaskan bahwa penyebab penuaan akibat penumpukan
kerusakan oksidatif oleh radikal bebas dalam tubuh. Teori ini diperkenalkan
pertama kali oleh Denham Harman dari University of Nebraska Medical
Center di Omaha, Amerika Serikat tahun 1956.
10
Radikal bebas adalah senyawa kimia yang berisi satu atau lebih elektron
tidak berpasangan (unpaired electron) pada orbit luarnya (Clarkson dan
Thompson, 2000).
Radikal bebas terbentuk sebagai hasil sampingan berbagai proses selular
atau metabolisme normal yang melibatkan oksigen. Contohnya adalah Reactive
Oxygen Species (ROS) dan Reactive Nitrogen Species (RNS) yang dihasilkan
selama metabolisme normal. Elektron yang tidak berpasangan ini mudah bereaksi
dengan substansi lain terutama protein dan lemak tidak jenuh. Melalui proses
oksidasi, radikal bebas yang dihasilkan selama fosforilasi oksidatif pada
mitokondria dan dapat menghasilkan berbagai modifikasi makromolekul. Radikal
bebas juga dapat bereaksi dengan DNA, menyebabkan mutasi kromosom.
Akumulasi yang terus menerus berkontribusi pada perubahan-perubahan
yang berkaitan dengan penuaan dan mengakibatkan kerusakan sel yang ireversibel
sehingga terjadi penurunan fungsi dan pada akhirnya terjadi kematian sel
(Hulbert et al., 2007).
Pada keadaan normal, secara fisiologis sel memproduksi radikal bebas
sebagai konsekuensi logis pada reaksi biokimia dalam kehidupan aerobik.
Organisme aerobik memerlukan oksigen untuk menghasilkan ATP, yaitu suatu
senyawa yang merupakan sumber energi bagi makhluk hidup melalui fosforilasi
oksidatif yang terjadi dalam mitokondria. Pada proses tersebut terjadi reduksi O2
menjadi H2O yang memerlukan pengalihan 4 elektron. Namun, dalam keadaan
tertentu, pengalihan elektron tersebut berjalan kurang sempurna sehingga dapat
11
terbentuk radikal bebas yang dapat merusak sel jika tidak diredam (Suryohudoyo,
2007).
Pembentukan radikal bebas dinetralisir oleh antioksidan yang diproduksi
oleh tubuh dalam jumlah yang berimbang. Pengaruh negatif radikal bebas terjadi
jika jumlahnya melebihi kemampuan pertahanan antioksidan tubuh sehingga
menimbulkan kondisi stres oksidatif.
Stres oksidatif adalah suatu keadaan ketika jumlah antioksidan tubuh
kurang dari yang diperlukan untuk meredam efek buruk radikal bebas yang dapat
merusak membran sel, protein, dan DNA, dan berakibat fatal bagi kelangsungan
hidup sel dan jaringan. Jika hal ini terjadi dalam waktu yang berkepanjangan,
maka akan terjadi penumpukan hasil kerusakan oksidatif di dalam sel dan jaringan
yang akan menyebabkan sel/jaringan tersebut kehilangan fungsinya dan akhirnya
mati (Dröge, 2002). Penumpukan hasil-hasil perusakan oleh radikal bebas tadi
terutama dalam keadaan stres oksidatif akan meningkat dengan bertambahnya
umur, dan diduga merpakan penyebab utama terjadinya proses penuaan (Bagiada,
2001).
Radikal bebas dapat terbentuk melalui dua cara, yaitu secara endogen,
sebagai respon normal dari rantai peristiwa biokimia dalam sel (intrasel) maupun
luar sel (ekstrasel), dan secara eksogen radikal bebas didapat dari polutan
lingkungan, asap rokok, obat-obatan, dan radiasi ionisasi atau sinar ultra violet
(Supari, 1996).
Kemampuan mempertahankan homeostasis menurun seiring pertambahan
usia sehingga meningkatkan risiko terkena penyakit dan terjadi kematian. Proses
12
penuaan alami mempunyai 4 karakteristik yaitu progresif, endogen, ireversible,
dan terjadi penurunan. Proses penuaan bersifat progresif karena penyebab
penuaan telah ada sejak organisme masih muda. Penuaan melibatkan proses yang
bersifat endogen sehingga terjadi proses penuaan intrinsik. Faktor eksogen juga
dapat mengakibatkan penuaan baik secara langsung atau melalui interaksi dengan
faktor endogen. Faktor endogen ini yang menjelaskan tentang mengapa tiap
individu mempunyai usia yang berbeda meskipun dalam lingkungan yang sama.
Proses penuaan adalah proses yang tidak dapat kembali ke awal. Pada proses
penuaan terjadi penurunan fungsi fisiologis tubuh.
2.1.3 Faktor yang Mempercepat Penuaan
Berbagai faktor yang dapat mempercepat proses penuaan (Wibowo, 2003),
yaitu:
1) Faktor lingkungan
a.
Pencemaran lingkungan yang berwujud bahan-bahan polutan dan kimia
sebagai hasil pembakaran pabrik, otomotif, dan rumah tangga mempercepat
penuaan.
b.
Pencemaran lingkungan berwujud suara bising.
Dari berbagai penelitian ternyata suara bising mampu meningkatkan kadar
hormon prolaktin dan mampu menyebabkan apoptosis di berbagai jaringan
tubuh.
c.
Kondisi lingkungan hidup kumuh serta kurangnya penyediaan air bersih
akan meningkatkan pemakaian energi tubuh untuk meningkatkan kekebalan.
d.
Pemakaian obat-obat/jamu yang tidak terkontrol pemakaiannnya sehingga
13
menyebabkan turunnya hormon tubuh secara langsung atau tidak langsung
melalui mekanisme umpan balik.
e.
Sinar matahari secara langsung yang dapat mempercepat penuaan kulit
dengan hilangnya elastisitas dan rusaknya kolagen kulit.
2)
Faktor diet/makanan
Jumlah nutrisi yang cukup, jenis, dan kualitas makanan yang tidak
menggunakan pengawet, pewarna, perasa dari bahan kimia terlarang. Zat
beracun dalam makanan dapat menimbulkan kerusakan berbagai organ
tubuh, yaitu hepar.
3)
Faktor genetik
Genetik seseorang sangat ditentukan oleh genetik orang tuanya. Tetapi
faktor genetik ternyata dapat berubah karena infeksi virus, radiasi, dan zat
racun dalam makanan/minuman/kulit yang diserap oleh tubuh.
4)
Faktor psikis
Faktor stres ini ternyata mampu memacu proses apoptosis di berbagai
organ/jaringan tubuh.
5)
Faktor organik
Secara umum faktor organik adalah: rendahnya kebugaran, pola makan
kurang sehat, penurunan GH dan IGF-I, penurunan testosteron, penurunan
melatonin secara konstan setelah usia 30 tahun dan menyebabkan gangguan
ritme sirkadian harian selanjutnya kulit dan rambut akan berkurang
pigmentasinya dan terjadi pula gangguan tidur, peningkatan prolaktin
dengan perubahan emosi, stress, perubahan FSH dan LH.
14
2.2 Lipid
Lipid menjadi faktor utama penyebab dislipidemia. Konsumsi lemak jenuh
yang terus menerus merupakan beban bagi tubuh.
2.2.1 Definisi Lipid
Lipid atau lemak adalah molekul dengan gugus fungsional karboksil (-COOH)
atau gugus ester (-COOR), yang tidak dapat larut dalam air, tapi larut dalam
larutan non polar, seperti eter, chloroform, aseton, benzen, karbon tetraklorida
(Murray, 2012).
2.2.2 Fungsi Lipid
Beberapa fungsi lipid (Guyton, 2007), antara lain:
1. Sebagai sumber energi
2. Transportasi metabolik sumber energi
3. Sumber zat untuk sintesis hormon, kelenjar empedu, serta penunjang proses
signal signal transducing
4. Struktur dasar atau komponen utama dari membran sel dan membran saraf
5. Sebagai pelindung tubuh dari suhu rendah
6. Sebagai pelarut vitamin A,D,E,dan K
7. Salah satu bahan penyusun hormon dan vitamin terutama yang mengandung
sterol
8. Pemberi rasa kenyang dan kelezatan
15
2.2.3 Klasifikasi Lipid
klasifikasi lipid berdasarkan Murray dibedakan dalam 3 kelompok, yaitu:
(1) Lipid sederhana (simple lipids)
Lipid sederhana merupakan ester gugus asam lemak (sering disebut juga
sebagai gugus asil) dengan molekul alkohol gliserol. Lipid sederhana bisa
berbentuk monogliserid, digliserid atau trigliserid. Trigliserid kadang-kadang
disebut pula sebagai triasilgliserol, fat, atau oil merupakan lipid yang disimpan
dalam sitoplasma sel-sel jaringan lemak (adiposa).
(2) Lipid kompleks (complex lipids)
Pada lipid kompleks, tidak hanya merupakan ester gugus asam lemak dengan
molekul alkohol, tapi juga berikatan dengan molekul yang lain, yaitu asam
fosfat dan senyawa nitrogen tertentu.
(3) Turunan lipid (derived lipids)
Asam lemak tidak hanya mengalami proses esterisasi menjadi molekul lipid
yang lebih kompleks, tapi juga dapat mengalami poses transformasi
metabolik menjadi senyawa-senyawa baru yang disebut sebagai turunan lipid.
Turunan lipid dapat dikelompokkan menjadi beberapa kelompok besar,
seperti eikosanoid, isoprenoid, badan keton (keton bodies) dan sebagainya.
16
Tabel 2.1
Klasifikasi Lipid
Lipid Sederhana
- Monogliserid (monoasilgliserol)
- Digliserid (diasilgliserol)
- Trigliserid (triasilgliserol, fat oil)
- Lilin (wax)
Lipid Kompleks
- Fosfolipid: pospogliserid
posfosfingolipid
lesitin
- Glikolipid (glikosfingolipid)
- Aminolipid (lipoprotein)
- Sulfolipid
Turunan Lipid
- Eikosanoid: Prostanoid: prostaglandin, prostasiklin, tromboksan
Leukotrien
- Isoprenoid
- Asam lemak
- Badan keton
- Vitamin larut lemak
- Hormon steroid
(Murray, 2012)
2.2.4 Transport Lipid Plasma, Lipoprotein, Apolipoprotein
Secara klinis lipid di dalam plasma darah ialah kolesterol, trigliserida,
fosfolipid dan asam lemak yang tidak larut dalam cairan plasma (Lichtenstein et
al, 2006). Lipid – lipid ini memerlukan modifikasi dengan bantuan protein
spesifik untuk dapat diangkut dalam sirkulasi darah karena sifatnya yang tidak
larut dalam air dan dalam plasma. Untuk itu lipid berikatan dengan lipoprotein
agar dapat larut dalam sirkulasi darah, sehingga dapat diangkut dari tempat
17
sintesis menuju tempat penggunaannya serta dapat didistribusikan ke jaringan
tubuh.
Lipoprotein merupakan molekul yang mengandung kolesterol dalam
bentuk bebas maupun ester, trigliserida dan fosfolipid yang berikatan dengan
protein yang disebut apoprotein. Lipoprotein memiliki dua bagian yaitu inti yang
terdiri dari trigliserida dan ester kolesterol yang tidak larut air dan bagian luarnya
yang mengandung kolesterol bebas, fosfolipid, dan apoprotein yang larut air.
HDL, LDL, dan Lp (a) dominan intinya mengandung ester kolesterol, sedangkan
pada VLDL dan kilomikron, trigliserida merupakan komponen yang dominan.
Lipoprotein dibagi menjadi beberapa jenis, berdasarkan berat jenisnya,
yaitu, kilomikron, Very Low Density Lipoprotein (VLDL), Intermediate Density
Lipoprotein (IDL), Low Density Lipoprotein (LDL), High Density Lipoprotein
(HDL). Lipoprotein ini dapat berinteraksi dengan enzim tubuh seperti Lipoprotein
Lipase (LPL), Lechitin Cholesterol Acyl Transferase (LCAT), dan Hepatic
Triglyceride Lipase (HTGL) sehingga lipoprotein ini dapat berubah jenisnya.
Berdasarkan komposisi, densitas, dan mobilitasnya, lipoprotein dibedakan
menjadi:
1. Kilomikron
Kilomikron ialah lipoprotein yang diproduksi oleh usus halus dan bertugas
mengangkut trigliserida dari usus makanan ke dalam jaringan kecuali ginjal.
2. VLDL (Very Low Density Lipoprotein)
VLDL mengikat trigliserid di dalam hati dan mengangkutnya menuju jaringan
lemak. VLDL merupakan lipoprotein yang terdiri atas 60% trigliserida, 10-
18
15% kolesterol dan bertugas membawa kolesterol dari hati ke jaringan perifer.
3. LDL (Low Density Lipoprotein)
LDL ialah lipoprotein pada manusia yang berguna sebagai pengangkut
kolesterol ke jaringan perifer dan berguna untuk sintesis membran dan hormon
steroid. LDL mengandung 10% trigliserida serta 50% kolesterol, dipengaruhi
oleh banyak faktor misalnya kadar kolesterol dalam makanan, kandungan
lemak jenuh, dan tingkat kecepatan sintesis dan pembuangan LDL dan VLDL
dalam tubuh.
4. HDL (High Density Lipoprotein)
HDL mengikat kolesterol plasma dan mengangkut kolesterol ke hati. HDL
Disebut juga α-lipoprotein adalah lipoprotein terkecil yang berdiameter 811nm, namun mempunyai berat jenis terbesar dengan inti lipid terkecil. Unsur
lipid yang paling dominan dalam HDL ialah kolesterol dan fosfolipid.
Komponen HDL adalah 20% kolesterol, <5% trigliserida, 30% fosfolipid dan
50% protein dengan inti dominan ester kolesterol dan terdiri atas Apo – I, ApoII, Apo C, Apo E, dan Apo D. HDL berfungsi sebagai pengangkut kolesterol
dalam jalur ekstra hepar ke dalam hepar. HDL berfungsi sebagai penyimpan
apoliporotein C dan E yang menjadi bahan dalam metabolisme kilomikron dan
VLDL. HDL dalam plasma memiliki banyak macam ukuran, bentuk,
komposisi dan muatan listrik.
19
Gambar 2.2 Struktur Lipoprotein (Murray, 2012)
HDL memiliki beberapa macam bentuk yaitu HDL-1, HDL-2 dan HDL-3. HDL
dalam mikroskop elektron tampak sebagai partikel sferis yang terdapat dalam
plasma normal atau berbentuk diskoidal. HDL merupakan hasil produksi dari
hepar dan usus yang membentuk HDL dalam limfe dan plasma.
Pemecahan HDL berada di dalam hepar. HDL mengalami 2 jalur transport
ke hepar. Pertama melalui reseptor scavenger, kelas B, tipe 1 (SR-B1) yang
merupakan reseptor skavenger hepar. Kedua, dengan berinteraksi melalui VLDL
dan LDL dengan enzim CETP yang merupakan glikoprotein plasma yang berguna
untuk pertukaran ester kolesterol pada HDL dengan TG pada LDL. Partikel HDL
kemudian menjadi lebih kaya akan TG dan kembali ke hepar.
HDL diduga dapat memiliki efek antiaterogenik, seperti menghambat
oksidasi LDL, meningkatkan produksi nitrit oksida dalam endotel, menghambat
inflamasi dalam endotel, meningkatkan bioavailabilitas protasiklin, menghambat
koagulasi serta agregasi platelet. Fungsi HDL yaitu mengangkut kolesterol
kembali ke hati untuk proses metabolisme. Fungsi LDL ialah sebagai pembawa
20
kolesterol ke sel-sel yang mengandung reseptor LDL guna dimanfaatkan sel
tersebut. Lipoprotein mengalami metabolisme melalui 3 jalur, yakni jalur
metabolisme eksogen, endogen, dan reverse cholesterol transport.
Pertama, jalur eksogen berarti penyerapan trigliserida dan kolesterol dari
sumber makanan yang berasal di usus untuk membentuk kilomikron selanjutnya
masuk ke sirkluasi limfe, sirkulasi darah, dan dihidrolisis oleh LPL menjadi FFA
yang selanjutnya diserap oleh jaringan. Kilomikron yang menjadi kilomikron
remnant karena kehilangan sebagian trigliseridnya masuk ke dalam hepar. Kedua,
metabolisme endogen ialah sintesis cVLDL dari TG dan kolesterol dalam hepar.
cVLDL dalam darah mengalami hidrolisis oleh LPL menjadi cIDL dan dipecah
lagi menjadi cLDL. Hepar dan jaringan perifer steroidogenik yang mempunyai
reseptor kolesterol LDL (rLDL atau ApoB/E receptor) akan menangkap cLDL.
Kolesterol LDL dioksidasi dan ditangkap oleh makrofag menjadi sel busa (foam
cell). Ketiga, jalur reverse cholesterol transport ialah membawa kolesterol untuk
dikembalikan ke hepar dengan bantuan cHDL yang merupakan hasil esterifikasi
pre –β- HDL oleh LCAT. Sistem reseptor scavenger kelas B tipe (SR-B1) atau
melalui bantuan Cholesterol Ester Transfer Protein (CETP) menukar kolesterol
ester HDL dengan trigliserida pada VLDL dan LDL untuk kembali ke hepar
melalui rLDL. Apolipoprotein merupakan protein yang mempertahankan struktur
lipoprotein, metabolisme lipid, dan sebagai petanda jenis lipoprotein.
Ada beberapa jenis Apolipoprotein:
1.
Apo B berbeda dengan Apo lainnya karena ia tidak berpindah tempat dari
lipoprotein satu ke partikel yang lainnya. Apo B mempunyai 2 asal yaitu
21
dari hepar (Apo B100) dan usus (Apo B48). Apo B100 terdapat dalam
VLDL yang diproduksi oleh hepar, IDL dan LDL, Apo B 48 berada di
kilomikron.
2.
Apo A berada di HDL dan kilomikron. Apo A terdiri dari Apo A-1, Apo A
II dan Apo A–IV. Apo A-1 adalah Apo terbanyak pada serum, Apo utama
dalam HDL dan kilomikron, dan juga kofaktor dari LCAT. Apo A-II
merupakan bagian penting dari HDL dan bergabung dengan Apo E melalui
jembatan dimer disulfida. Apo A-IV hanya terdapat di kilomikron namun
tidak pada HDL.
3.
Apo C ialah kofaktor dari LPL, dan merupakan Apo yang berpindah di
antara lipoprotein. Apo C memiliki 3 spesies yaitu C-1, C-II, dan C-III.
4.
Apo D merupakan transport sentripetal kolesterol bersama dengan LCAT.
5.
Apo E
6.
Protein Lp (a)
22
Tabel 2.3
Klasifikasi Lipoprotein Berdasarkan Densitas
Lipoprotein
Diameter
Density
(nm)
(g/mL)
Source
Composition
Protein
Lipid
(%)
(%)
Main Lipid
Com
ponents
Intestine
Chylomicrons
Chylomicrons
remnants
90-1000
< 0.95
1-2
98-99
45-150
<1.006
6-8
92-94
30-90
0.95-1.006
7-10
90-93
25-35
20-25
1.006-1.019
1.019-1.063
11
21
89
79
Chylomicron
s
VLDL
Liver
(intestine)
VLDL
IDL
LDL
VLDL
Triacylglyc
erol
Triacylglyc
erol,
phospholipi
ds,
cholesterol
Triacylglyc
erol
Triacylglyc
erol,
cholesterol
Cholesterol
HDL
HDL1
HDL2
HDL3
PREB
Albumin/free
fatty acid
Liver,
intestine,
VLDL,
chylomicrons
Adipose
tissue
20-25
20-Oct
10-May
<5
1.019-1.063
1.063-1.125
1.125-1.210
>1.210
32
33
57
>1.281
99
68
67
43
Phospho
lipids,
cholesterol
Apolipo
proteins
A-I,AII,AIV,B48,CI,C-II,CIII,E
B-48, E
B-100,
C-I, CII, C-III
B-100, E
B-100
A-I,AII,AIV,CI,C-II,CIII,D2,E
A-I
1
Free fatty
acids
(Murray, 2012)
2.3 Metabolisme Lipid dan Lipoprotein
Dalam proses pencernaan, lipid yang berasal dari makanan mengalami
emulsi oleh asam empedu lebih dahulu, sebelum dihidrolisis dengan katalisator
dengan enzim-ezim lipase menjadi digliserid, monogliserid, asam lemak bebas,
dan gliserol. Melalui vili-vili usus halus, sebagian asam lemak bebas dan gliserol
mengalami resintesis kembali menjadi trigliserid dan selanjutnya diangkut dalam
23
molekul kilomikron yang diproduksi oleh sel-sel mukosa usus halus, beredar
dalam saluran limfe. Kilomikron kemudian beredar dalam sirkulasi darah melalui
duktus limfe toraks menuju hati. Sebagian lagi asam lemak bebas berikatan
dengan albumin dan beredar dalam darah menuju ke seluruh sel-sel jaringan.
Di dalam hati, sebagian trigliserid diubah menjadi fosfolipid, dan berikatan
dengan protein tertentu membentuk molekul lipoprotein, agar bisa larut dan
beredar dalam sirkulasi darah menuju sel-sel jaringan. Jika trigliserid, fosfolipid
dan kolesterol harus diangkut oleh molekul lipoprotein, asam lemak bebas harus
berikatan dengan albumin lebih dahulu, agar beredar dalam sirkulasi darah.
Kelebihan lemak atau trigliserid akan disimpan terutama dalam jaringan
adiposa dan otot-otot. Kelebihan glukosa dalam darah akan dikonversi menjadi
trigliserida dan proses sintesis triasilgliserol ini dikenal sebagai lipogenesis.
Makanan yang kaya karbohidrat dapat menyebabkan proses lipogenesis di dalam
hati dan jaringan adiposa meningkat. Tetapi resistensi insulin justru menghambat
proses lipogenesis itu, sehingga kadar gula darah dan asam lemak bebas dalam
plasma pun meningkat. Di dalam hati, akumulasi trigliserid dapat menyebabkan
gangguan fungsi hati (fatty liver), bahkan sirosis hepatis di kemudian hari.
Metabolisme lipoprotein dibagi menjadi tiga jalur yaitu jalur eksogen, jalur
endogen, dan jalur reverse cholesterol transport. Metabolisme lipoprotein dari
jalur eksogen maupun endogen berkaitan dengan metabolisme kolesterol-LDL
dan trigliserida, sedangkan jalur reverse cholesterol transport berhubungan
dengan metabolime kolesterol HDL.
24
Pada jalur metabolisme eksogen lipoprotein, prekusor lipid (lemak)
berasal dari luar tubuh, antara lain makanan dan kolesterol yang disintesis dari
hati dan diekskresikan ke saluran pencernaan. Lemak yang dihasilkan dari kedua
prekursor tersebut inilah yang dinamakan dengan lemak eksogen. (Adam, 2006).
Sedangkan jalur metabolisme endogen, sintesis trigliserid dan kolesterol oleh
tubuh dikerjakan di hepar, lalu diekskresikan langsung ke dalam sirkulasi darah
dalam bentuk lipoprotein VLDL. Dalam sirkulasi, trigliserid di VLDL akan
dihidrolisa oleh enzim lipoprotein lipase (LPL) menjadi IDL. IDL kemudian
dihidrolisa kembali dan berubah menjadi LDL. LDL adalah lipoprotein yang
paling banyak membawa kolesterol (Adam, 2006).
Pada jalur reverse cholesterol transport, HDL berasal dari usus halus dan
hati, berbentuk gepeng dan memiliki sedikit sekali kolesterol. HDL ini disebut
dengan HDL Nascent (HDL muda). HDL Nascent akan mendekati makrofag
untuk
mengambil
kolesterol
yang
ada
dalam
makrofag.
Setelah
itu,
HDL Nascent akan berkembang dan berbentuk bulat menjadi HDL dewasa.
Kolesterol bebas yang diambil dari makrofag akan diesterifikasi oleh enzim
lecithin cholesterol acyltransferase (LCAT) menjadi kolesterol ester. HDL yang
membawa kolesterol ester tersebut mengambil dua jalur. Jalur pertama langsung
masuk ke hepar, sedangkan jalur kedua, kolesterol ester yang dibawa oleh HDL
ditukar dengan trigliserid dari VLDL dan IDL dengan bantuan cholesterol ester
transfer protein (CETP), lalu trigliserid tersebut masuk ke hepar. Secara
keseluruhan, fungsi dari HDL adalah menyerap kolesterol dari makrofag untuk
dikembalikan ke hepar (Adam, 2006).
25
Gambar 2.4 Transpor Lipid Dalam Tubuh (Guyton and Hall, 2007)
Gambar 2.5 Metabolisme Lipid Dalam Tubuh (Guyton and Hall, 2007)
26
2.4 Dislipidemia
2.4.1 Definisi
Dislipidemia yaitu kelainan metabolisme lipid dengan peningkatan maupun
penurunan fraksi lipid dalam plasma darah. Kelainan fraksi lipid yang utama
adalah kenaikan kadar kolesterol total, low density lipoprotein (LDL), kenaikan
kadar trigliserida dan penurunan kadar high density lipoprotein (HDL)
(Waspadji et al., 2010).
Dislipidemia bila terdapat kadar total kolesterol ≥ 240 mg/dl, kadar LDL ≥
160 mg/dl, trigeliserida ≥ 200 mg/dl, atau HDL < 40 mg/dl. Angka patokan profil
lipid tersebut sebagai pedoman klinis yang penting dikaitkan dengan risiko
terjadinya penyakit kardiovaskular (Bahri, 2004).
2.4.2 Profil Lipid Serum
Keseimbangan lipid dalam darah diatur oleh beberapa mekanisme yaitu
meningkatkan atau menurunkan kecepatan pengeluaran lipoprotein dalam darah
dan mengurangi pembentukan lipoprotein serta jumlahnya yang masuk dalam
darah. Kolesterol LDL meningkatkan risiko serangan jantung karena LDL dapat
menembus dinding pembuluh darah dan menghambat aliran darah pada arteri
koronaria yang mendarahi jantung. Kolesterol yang dibawa oleh HDL akan
menurunkan risiko serangan jantung karena kolesterol ini membawa sisa
kolesterol menuju hepar untuk dimetabolisme.
27
Profil lipid dislipidemia terdiri dari:
1. Kadar kolesterol total meningkat > 200 mg/dl.
2. Kadar trigliserida meningkat > 150 mg/dl.
3. Kadar kolesterol LDL meningkat > 130 mg/dl
4. Kadar kolesterol HDL menurun < 40 mg/dl
Tabel 2.6
Profil Lipid Serum (Adam JM, 2009)
Kadar Lipid Serum Normal Dalam Satuan mg/dL
Profil Lipid
Kolesterol total
Kolesterol LDL
Kolesterol HDL
Trigliserida
Nilai
<200
200-239
>240
<100
100-129
130-159
160-189
>190
<40
>190
<150
150-199
200-499
>500
Kategori
Optimal
Diinginkan
Tinggi
Optimal
Mendekati optimal
Diinginkan
Tinggi
Sangat Tinggi
Rendah
Tinggi
Optimal
Diinginkan
Tinggi
Sangat Tinggi
28
2.4.3 Etiologi
Penyebab dislipidemia dibagi 2 berdasarkan American Association of
Clinical Endocrinology (AACE, 2012), yaitu:
A. Dislipidemia Primer
Dislipidemia primer berkaitan dengan gen yang mengatur enzim dan apoprotein
yang terlibat dalam metabolism lipoprotein maupun reseptornya. Kelainan ini
biasanya disebabkan oleh mutasi genetik.
Etiologi dislipidemia primer meliputi:
• Hiperkolesterolemia poligenik
• Hiperkolesterolemia turunan
• Dislipidemia remnan
• Hiperlipidemia kombinasi turunan
• Sindroma kilomikron
• Hipertrigliseridemia turunan
• Peningkatan kolesterol HDL
• Peningkatan apolipoprotein B
B. Etiologi Dislipidemia Sekunder
Dislipidemia sekunder disebabkan oleh penyakit atau keadaan yang mendasari.
Hal ini dapat bersifat spesifik untuk setiap bentuk dislipidemia seperti
diperlihatkan oleh tabel dibawah ini.
29
Tabel 2.7
Penyebab Umum Dislipidemia Sekunder
Menurut American Association of Clinical Endocrinologist (AACE, 2012)
Lipid
Peningkatan Kolesterol Total dan LDL
Peningkatan Trigliserida dan VLDL
Penyebab
Hipotiroid
Sindrom nefrotik
SLE
Multiple myeloma
Progestin
Pengobatan anabolik steroid
Penyakit hepar obstruksi
Sirosis
Protease inhibitor pengobatan infeksi HIV
Gagal ginjal kronik
Diabetes Melitus type 2
Obesitas
Alkohol
Hipotiroid
Obat antihipertensi Ttiazid, Beta Bloker)
Terapi kortikosteroid (steroid endogen meningkat akibat stres berat
Estrogen oral, kontrasepsi oral, kehamilan
Very low fat diet
2.4.4 Klasifikasi Dislipidemia
Dislipidemia berdasarkan patogenesis penyakit menurut American
Association of Clinical Endocrinology (AACE, 2012), yaitu:
1. Dislipidemia Primer yaitu kelainan penyakit genetik dan bawaan yang dapat
menyebabkan kelainan kadar lipid dalam darah.
2. Dislipidemia Sekunder yaitu adanya faktor usia, jenis kelamin, riwayat
keluarga dengan hiperlipidemia, obesitas, menu makanan yang mengandung
asam lemak jenuh, merokok, alkohol, kurang olahraga, diabetes yang tidak
terkontrol dengan baik, gagal ginjal, obat - obatan tertentu yang mengganggu
metabolism lemak, kelenjar tiroid yang kurang aktif.
30
2.4.5 Komplikasi Dislipidemia
Dislipidemia yang tidak segera diatasi, maka dapat terjadi berbagai macam
komplikasi. Komplikasi dislipidemia menurut American Association of Clinical
Endocrinology (AACE, 2012), antara lain:
1. Aterosklerosis
2. Penyakit jantung koroner (PJK)
3. Penyakit serebrovaskular seperti stroke
4. Kelainan pembuluh darah tubuh lainnya
5. Pankreatitis akut (bila kadar trigliserida > 1000 mg/dl)
6. Diabetes Mellitus tipe 2
Adanya faktor risiko terhadap penyakit kardiovaskular dan pembuluh
darah yang terjadi akibat komplikasi dislipidemia merupakan awal dari proses
penuaan pada vaskular (vascular aging). Efek penuaan pada sistem vaskular
melibatkan disfungsi dan morfologi endotel yang menyebabkan penyakit vaskular
berkaitan dengan usia (Assar et al., 2012).
Mekanisme terjadinya disfungsi endotel antara lain (1) menurunnya
sintesis Nitric Oxide (NO) karena stres oksidatif yang menyebabkan pembentukan
peroxynitrite (ONOO-); (2) sumber-sumber yang mungkin terlibat dalam
peningkatan stres oksidatif seperti Reactive Oxygen Species (ROS); (3)
peningkatan aktivitas faktor vasokonstriktor seperti cyclooxygenator (COX);dan
(4) terbentuknya mediator pro-inflamasi (Assar et al., 2012).
Dislipidemia merupakan komponen penting terjadinya prematur vascular
aging (Nilsson, 2015).
31
2.4.6 Korelasi Resistensi Insulin Terhadap Dislipidemia
Gangguan profil lipid dapat ditemui pada penderita DM tipe 2 yang
disebut juga NIDDM. Pada keadaan ini terjadi resistensi insulin sehingga terjadi
sintesis apolipoprotein B dalam hepar dan overproduksi VLDL dalam hepar.
Profil lipid yang terganggu pada individu dengan resistensi insulin meliputi: (1)
penurunan kadar HDL serum; (2) peningkatan serum VLDL; dan (3) peningkatan
kadar LDL. Peran insulin sebagai pengatur utama dalam metabolisme karbohidrat,
lipid, dan protein, akan memberikan kontribusi pada gangguan metabolisme yang
berkaitan dengan glukosa dan lipid.
Resistensi insulin sering ditemukan pada orang dengan
obesitas,
hipertensi, hiperglikemia dan dislipidemia yang disertai trigliserida tinggi,
partikel small dense Low-Density Lipoprotein (sdLDL) partikel, dan penurunan
kadar kolesterol HDL. Resistensi insuin sering menimbulkan gangguan profil
lipid (Goldberg, 2000).
Karakteristik hipertrigliserida endogen telah terbukti menyebabkan
resistensi insulin dan intoleransi glukosa dalam plasma.
2.4.7 Terapi Dislipidemia
Tujuan pengelolaan dislipidemia jangka pendek adalah untuk mengontrol
kadar LDL dan HDL dalam darah, dan menghilangkan keluhan maupun gejala
yang terjadi pada penderita dislipidemia. Tujuan jangka panjang untuk mencegah
terjadinya penyakit jantung koroner (PJK).
32
2.4.6.1 Terapi Farmakologis Dislipidemia
Terapi farmakologis diberikan apabila terapi non farmakologi tidak
berhasil (Bahri, 2004). Terapi dengan obat-obat yang mampu menurunkan kadar
kolesterol darah seperti golongan obat statin yang merupakan drug of choice,
resin, niasin, sekuestran asam empedu, ezetimibe dan obat golongan fibrat.
Pada keadaan klinis tertentu penggunaan kombinasi obat sangat
dianjurkan untuk menurunkan efek samping penggunaan obat.
2.4.6.2 Terapi Non Farmakologis Dislipidemia
Tujuan utama terapi non farmakologis ini merupakan upaya menurunkan
risiko penyakit jantung coroner (Waspadji, 2010). Terapi non farmakologis
(perubahan gaya hidup) meliputi terapi nutrisi medis, aktivitas fisik, menghindari
rokok, menurunkan berat badan, pembatasan asupan alkohol.
2.5 ALA
ALA dikenal dengan nama lain 1,2-dithiolane-3-pentanoic acid 1,2dithiolane-3 valeric acid; dan thioctic acid 13, asam α-lipoat.
ALA Pertama kali diisolasi pada tahun 1951 oleh Reed sebagai agen katalis yang
berhubungan dengan piruvat dehidrogenase.
2.5.1 Rumus Kimia ALA
ALA tersusun atas suatu karbon asimetris, yang terdiri dua isomer optikal
dari asam lipoat yang bentuknya saling menyerupai satu sama lain. Struktur yang
33
mengandung komponen organosulfur membentuk ikatan disulfida pada atom C6
dan C8 (–C–SH or R–SH) . Rumus molekul ALA adalah C8H14O2S2. ALA
terbentuk dari turunan asam oktanoat sebagai prekursornya di mitokondria hepar.
Adanya cincin thiol atau disulfida membuat ikatan yang sangat kuat
terhadap merkuri.
ALA terdiri dari 2 bentuk yaitu R-ALA (bentuk ALA alami didalam tubuh
manusia dan aktif secara biologis) dan S-ALA (bentuk ALA sintetis).
A
O
S
B
OH
H
O
S
HS
SH
OH
H
Gambar 2.8
Struktur Kimia A. α-Lipoic Acid dan B. Dihydrolipoic Acid
Harding et al., 2016
ALA merupakan komponen dithiol yang secara alami disintesis secara de
novo di dalam mitokondria dari asam oktanoat. ALA merupakan suatu kofaktor
untuk enzim - ketoacid dehydrogenase di mitokondria, dan oleh karena itu
memegang peran penting dalam metabolisme energi (Shay et al., 2009).
ALA memiliki potensial redoks yang rendah dan sangat mudah
memberikan elektronnya ke senyawa lain, sehingga di dalam sel ALA akan cepat
34
direduksi. Bentuk tereduksinya dikenal sebagai dihydrolipoic acid (DHLA).
Keduanya baik ALA dan DHLA mampu mengikat ROS melalui cincin dithiolane.
ALA dikenal juga sebagai asam lemak baik yang diproduksi di dalam
tubuh kita. Molekul ini kecil dan bersifat mirip lipid, tetapi juga bersifat
hidrofilik, sehingga bisa larut dalam air dan lemak dalam membran. Ketika masuk
ke dalam sel, senyawa ini siap berinteraksi dengan membran sel. Oleh karenanya
molekul tersebut dapat direduksi oleh enzim seluler, terutama yang bekerja di
dalam mitokondria, namun juga dalam sitosol, misalnya glutation reduktase
(Packer et al., 1995).
ALA adalah kofaktor enzim dari beberapa kompleks enzim di dalam
mitokondria yang dapat mengkatalisis beberapa reaksi yang berhubungan dengan
produksi energi, misalnya mengkatalisis perubahan piruvat menjadi asetil
koenzim A pada kompleks enzim piruvat dehidrogenase. Sejak empat puluh tahun
lalu, ahli biologi menemukan bahwa ALA adalah antioksidan kuat yang dapat
melawan efek buruk dari radikal bebas pada berbagai penyakit, seperti penyakit
jantung dan liver, kanker, penuaan sel, dan lainnya (Berkson, 2007).
2.5.2 Sumber Alami ALA
ALA merupakan salah satu unsur bahan makanan non-esensial yang
mengandung gugus sulfur, terdapat pada berbagai makanan alami baik hewani
maupun nabati, antara lain daging, jeroan (jantung, hati, ginjal) jaringan yang
mengandung lipoyllysine, bayam, brokoli, ragi (Hagen, 2012). Namun, ALA yang
terdapat dalam bahan makanan alami kadarnya sangat rendah sehingga biasanya
35
jumlah ALA yang dikonsumsi sangat kurang, dibandingkan dengan kandungan
ALA dalam suplemen (Shay et al., 2009).
ALA sebagai antioksidan ideal karena perannya sebagai berikut: spesifitas
dalam memadamkan radikal bebas, aktivitas mengkelasi logam, interaksi dengan
antioksidan lainnya dan beberapa efek pada ekspresi gen. ALA cukup unik
dengan memiliki kemampuan berperan sebagai antioksidan dalam jaringan larut
lemak maupun air, didalam bentuk teroksidasi maupun tereduksi. Asam α-lipoat
juga sangat mudah diabsorbsi melalui oral.
Konsumsi ALA dari makanan belum ditemukan dapat menyebabkan
peningkatan free-ALA dalam plasma atau sel-sel manusia. Sebaliknya, pemberian
suplemen ALA oral dapat diabsorpsi lebih baik dan cepat, sehingga menyebabkan
peningkatan kadar free-ALA dalam plasma dan sel yang signifikan. Penelitian
farmakokinetik pada manusia menemukan bahwa sekitar 30%-40% dosis oral
ALA (campuran 50/50 R-LA dan S-LA) diabsorpsi tubuh. Kadar ALA dalam
plasma biasanya memuncak dalam waktu satu jam atau kurang (Higdon, 2006).
ALA serta metabolitnya dieksresikan terutama dalam urin (Shay et al., 2009).
Reaksi kimiawi ALA menghasilkan bentuk lipoic acid yang teroksidasi
(LA) dan bentuk tereduksi (DHLA) yang keduanya merupakan antioksidan dalam
reaksi redoks (Shay et al, 2009)
2.5.3 Mekanisme Kerja ALA terhadap Dislipidemia
Mekanisme ALA terhadap dislipidemia belum sepenuhnya jelas. Namun
penelitian mengenai ALA dapat menurunkan kolesterol dan LDL dengan cara
36
peningkatan aktivitas lipoprotein lipase (LPL), inisiasi sintesis reseptor LDL
hepatik yang meningkatkan uptake kolesterol, dan meningkatkan sistesis
apolipoprotein A serta meningkatkan beta oksidasi asam lemak bebas (Yamauchi
et al., ).
Telah disebutkan bahwa salah satu mekanisme yang mendasari terjadinya
akumulasi trigliserida di dalam hepatosit adalah peningkatan sintesis asam lemak
dan trigliserida secara de novo akibat peningkatan ekspresi SREBP-1c dan
ChREBP, serta gen- gen lipogenik lainnya. ALA terbukti menekan peningkatan
sintesis trigliserida di darah dan hati dengan jalan menghambat ekspresi gen
lipogenik di hati (seperti sn- glycerol-3-phosphate acyltransferase-1 dan
diacylglycerol O-acyltransferase-2), menurunkan sekresi trigliserida hepatik, dan
menstimulasi clearance lipoprotein yang kaya trigliserida (Butler et al., 2009).
ALA memiliki kemampuan mengurangi stres oksidatif. Valdecantos
menganalisis efek hepatoprotektif dari suplementasi ALA terhadap stres oksidatif
yang disebabkan oleh pola makan yang mengandung tinggi lemak (Valdecantos et
al., 2012).
Cara ALA memperbaiki profil lipid dengan menginhibisi aktivitas enzim
HMG-CoA
reduktase, meningkatkan aktivitas lipoprotein lipase di hati dan
lesitin kolesterol asil transferase (LCAT) serta menghambat ekspresi gen
lipogenik hepatik (Mintaheri et al., 2014).
2.6
Statin dan Dislipidemia
37
Target terapi dislipidemia adalah penurunan kadar LDL. Untuk setiap
penurunan kadar LDL 1 mmol/L (40 mg/dL) berhubungan dengan penurunan
22% angka mortalitas dan morbiditas kardiovaskular (Perki, 2013).
Target terapi LDL dengan risiko kardiovaskular sangat tinggi adalah ˂70
mg/dL atau penurunan ≥50% dari konsentrasi awal.
Penggunaan obat antilipid yang paling umum adalah statin yang menjadi
obat pilihan utama terapi dislipidemia. Statin merupakan golongan obat antilipid
yang menghambat enzim HMG-CoA reduktase yaitu obat yang dapat menurunkan
kadar kolesterol pada manusia.
Statin menurunkan kolesterol dengan
menghambat enzim HMG-CoA reduktase, yang merupakan enzim dari jalur
mevalonate sintesis kolesterol. Penghambatan enzim ini dalam hasil hati sintesis
kolesterol menurun serta peningkatan sintesis reseptor LDL, yang mengakibatkan
peningkatan LDL dari aliran darah.
Hasil pertama dapat dilihat setelah satu
minggu penggunaan dan efeknya maksimal setelah empat sampai enam minggu
(Perki, 2013).
Statin sangat efektif bekerja terhadap lipoprotein LDL. Inhibisi terhadap
enzim HMG-CoA reduktase akan menghambat langkah pertama dalam jalur
mevalonat pada sintesis kolesterol. Statin juga dapat menurunkan trigliserida
(melalui penghambatan sintesis trigliserida di hepar) serta menaikkan lipoprotein
HDL (diduga melalui aktivasi PPAR, peroxisome proliferator-activated receptor)
namun efeknya tidak terlalu menonjol dibandingkan penurunan LDL. Seluruh
38
statin juga melewati metabolisme first-pass ekstensif; kecuali pravastatin.
Metabolisme dilakukan oleh sitokrom P450 isoform 3A4 (atorvastatin, lovastatin,
simvastatin) dan 2C9 (fluvastatin). Karena itulah, atorvastatin berinteraksi dengan
antifungal azol, makrolid, dan kalsium antagonis.
Dengan menginhibisi HMG-CoA reduktase, statin memblok jalur sintesis
kolesterol di hati (intrahepatik).
Ketika hati tidak bisa lagi menghasilkan
kolesterol, kadar kolesterol dalam darah akan turun.
Efek lain statin selain menurunkan profil lipid, dapat meningkatkan fungsi
endotel, memodulasi respon inflamasi, menjaga stabilitas plak, dan mencegah
pembentukan trombus.
Namun demikian efek samping penggunaan obat statin tetap harus
dipertimbangkan.
Terapi kombinasi dapat dipertimbangkan bagi pasien yang
target kolesterol LDL-nya tidak tercapai dengan terapi statin dosis tinggi atau bagi
pasien yang tidak toleran terhadap pengobatan statin.
Efek samping statin berupa miopati lebih sering terjadi pada pasien berusia
lanjut karena menggunakan lebih banyak obat yang di metabolisme di sitokrom
P450. Untuk menghindari efek samping terutama miopati, statin pada pasien usia
lanjut sebaiknya dititrasi dari dosis kecil menuju ke dosis yang dapat menurunkan
konsentrasi kolesterol LDL yang dikehendaki.
2.7
Tikus Putih (Rattus norvegicus) Jantan Sebagai Hewan Coba
Tikus merupakan salah satu hewan coba dalam penelitian berbasis
percobaan nutrisi (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988). Tikus termasuk hewan
39
mamalia, yang memberikan hasil terhadap suatu perlakuan tidak jauh berbeda
dibanding dengan mamalia lainnya (Smith and Mangkoewidjojo, 1988).
Taksonomi tikus laboratorium adalah sebagai berikut :
Kingdom : Animal
Filum : Chordata
Subfilum : Vertebrata (Craniata)
Kelas : Mamalia
Subkelas : Theria
Infrakelas : Eutharia
Ordo : Rodentia
Subordo : Myomorpha
Superfamili : Muroidea
Famili : Muridae
Subfamili : Murinae
Genus : Rattus
Spesies : Rattus sp.
Karakteristik tikus yaitu: (1)tidak memiliki kantung empedu (gall bladder), (2)
tidak dapat memuntahkan kembali isi perutnya, (3) tidak pernah berhenti tumbuh,
namun kecepatannya akan menurun setelah berumur 100 hari (Sudrajat, 2008).
Berbagai jenis galur yang sering digunakan dalam penelitian, namun
dalam penelitian ini menggunakan tikus putih galur Wistar berjenis kelamin
jantan sebagai binatang coba karena tikus putih jantan dapat memberikan hasil
40
penelitian yang lebih stabil dan tidak dipengaruhi oleh adanya siklus menstruasi
dan kehamilan seperti pada tikus betina (Ngatijan, 2006).
Tikus putih sebagai hewan percobaan relatif resisten terhadap infeksi dan
sangat cerdas.Tikus putih tidak bersifat fotofobik seperti halnya mencit dan
kecenderungan untuk berkumpul dengan sesamanya tidak begitu besar.
Aktivitasnya tidak terganggu oleh adanya manusia di sekitarnya. Tikus
laboratorium jantan jarang berkelahi seperti mencit jantan (Smith dan
Mangkoewidjojo, 1988).
Pakan yang diberikan pada tikus umumnya tersusun dari komposisi alami
dan mengandung nutrisi dalam komposisi yang tepat. Pakan ideal untuk tikus
yang sedang tumbuh harus memenuhi kebutuhan zat makanan antara lain protein
12%, lemak 5%, dan serat 5%, cukup mengandung vitamin A, vitamin D, asam
linoleat, tiamin, riboflavin, pantotenat, vitamin B12, biotin, piridoksin dan kolin
serta mineral-mineral tertentu (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988).
Selain nutrisi, pemeliharaan tikus putih sebagai hewan coba adalah
perkandangan yang baik. Kandang yang digunakan untuk memelihara tikus
berupa kotak yang terbuat dari metal atau plastik. Tutup untuk kandang berupa
kawat dengan lubang ventilasi ukuran 1,6 cm2. Alas kandang terbuat dari
guntingan kertas, serutan kayu, serbuk gergaji atau tongkol jagung yang harus
bersih, tidak beracun, tidak menyebabkab alergi dan kering. Temperatur ideal
kandang yaitu 18-27oC atau rata-rata 22oC dan kelembaban realtif 40-70%
(Malole dan Pramono, 1989).
Tikus putih dapat tinggal sendirian dalam kandang dan hewan ini lebih
41
besar dibandingkan dengan mencit, sehingga untuk percobaan laboratorium tikus
putih lebih menguntungkan daripada mencit (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988).
Berikut ini adalah data biologis tikus laboratorium:
Lama hidup
: 2-3 tahun bisa mencapai 4 tahun
Lama produksi ekonomis
: 1 tahun
Kawin sesudah beranak
: 1-24 jam
Umur disapih
: 21 hari
Umur dewasa
: 40-6- hari
Umur dikawinkan
: 10 minggu (jantan dan betina)
Berat badan dewasa
: 300-400 gram jantan, 200-250 gram betina
Suhu rektal
: 36-39o C
Denyut jantung
: 330-480/menit, turun menjadi 250/menit dengan
anestesi dan naik sampai 550/menit keadaan stres
Volume darah
: 57-70 ml/Kg
Download