4 giyatmi_edit_suwarto

advertisement
Pengenalan Budaya dalam Pembelajaran Bahasa Inggris
Giyatmi
Program Pendidikan Bahasa Inggris, FKIP, Universitas Veteran Bangun Nusantara
Sukoharjo, Jl. Letjend Sujono Humardani No.1 Jombor Sukoharjo, 57512,
Telp:0271-593156
[email protected]
Abstrak
Pembelajaran bahasa Inggris tidak hanya sekedar pembelajaran tentang aspek kebahasaan
(tata bahasa, kosa kata, pengucapan, pelafalan) serta pengembangan empat kemampuan
berbahasa (mendengar, berbicara, membaca dan menulis) namun juga perlu pembelajaran
tentang budayanya. Pengenalan budaya ini terutama disarankan bagi pembelajaran bahasa
asing yang lebih menekankan pada pengembangan kemampuan berkomunikasai dengan
bahasa target. Pengenalan budaya dalam proses pembelajaran bahasa Inggris dapat
mengurangi potensi terjadinya kesalahpahaman terjadi selama proses komunikasi
berlangsung. Budaya dan bahasa memiliki hubungan yang erat. Bahasa merupakan salah
satu bentuk dari budaya, budaya supaya tetap terjaga keberadaanya perlu
dikomunikasikan dan untuk mengkomunikasikan budaya perlu sebuah media komunikasi
yaitu bahasa. Dalam Sapir-Whorf Hypothesis dinyatakan bahwa ada hubungan yang erat
antara bahasa yang digunakan oleh seseorang dengan bagaimana orang tersebut
memahami dunia dan berperilaku di dalamnya. Masih menurut Sapir-Whorf, bahasa atau
peristiwa memengaruhi cara seseorang dalam berfikir dan memandang dunia. Banyak
metode pengajaran bahasa yang memasukkan unsure budaya di dalamnya, seperti Direct
Method, Audio lingual Method, Silent Way, Community Language Learning,
Suggestopedia, Total Physical Response, Communicative Language Teaching, Task
Based, Content Based Instruction dan Genre Based Approach. Hampir semua metode
pengajaran bahasa asing tersebut memandang bahwa bahasa tidak terpisahkan dengan
budaya. Selain itu mereka memandang budaya tidak hanya semata-mata karya sastra dan
seni namun lebih ke cara pandang, cara berfikir, norma, adat istiadat, kebiasaan dari
penutur asli. Pengenalan budaya memainkan peran penting dalam pembelajaran bahasa
asing. Peranan tersebut antara lain adalah mengurangi kesalahpahaman dalam
berkomunikasi baik komunikasi verbal maupun komunikasi non verbal, mengurangi
stress akibat kontak budaya, menyikapi stereotipe. Pengenalan budaya harus berintegrasi
dengan pengajaran bahasa yang diterapkan seiring dengan pengembangan empat
kemampuan berbahasa (mendengar, berbicara, membaca, menulis). Materi dan cara yang
dapat dimanfaatkan dalam pengenalan budaya selama pembelajaran bahasa antara lain:
teks dan film asli, praktek table manner, peribahasa, cerita rakyat, penutur asli.
Kata kunci : budaya, bahasa, pengajaran bahasa asing
Pendahuluan
Bahasa Inggris sebagai bahasa internasional sudah tidak diragukan lagi
peranannya pada era globalisasi sekarang ini. Selain sebagai alat komunikasi secara
internasional, bahasa Inggris juga dimanfaatkan dalam berbagai bidang dari ekonomi,
sosial, budaya, teknologi, kesehatan dan pendidikan. Mengingat betapa pentingnya
bahasa Inggris bahkan ada negara seperti India, Singapura yang menjadikan bahasa
Inggris sebagai bahasa resminya. Bahasa Inggris masih dianggap sebagai bahasa asing
di Indonesia. Di Indonesia dalam bidang pendidikan, bahasa Inggris bahkan sudah
dijadikan sebagai bahasa pengantar di kelas. Hal ini dapat dilihat dari munculnya
rintisan sekolah bertaraf internasional. Selain itu, bahasa Inggris sekarang juga mulai
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
diperkenalkan kepada peserta didik lebih dini melalui Pendidikan Anak Usia Dini,
Taman Kanak-kanak atau paling tidak sekarang bahasa Inggris sudah mulai dikenalkan
semenjak Sekolah Dasar. Pengenalan lebih awal ini diharapkan akan mampu membuat
penguasaan bahasa Inggris peserta didik lebih mantap, meskipun sebenarnya hal ini juga
belum merupakan jaminan.
Pengajaran bahasa Inggris di Indonesia ditekankan pada penguasaan empat
kemampuan bahasa atau language skill yang meliputi membaca (reading),
mendengarkan (listening), menulis (writing), berbicara (speaking). Selain itu tata bahasa
(grammar), kosa kata (vocabulary), pelafalan (prounuciation), pengejaan (spelling) juga
mendapatkan peranan penting dalam pengajaran bahasa di Indonesia. Pengajaran bahasa
Inggris di Indonesia ditujukan untuk mengembangkan kemampuan komunikatif peserta
didik sehingga besar harapan siswa mampu berkomunikasi dengan bahasa Inggris
diakhir pembelajaran.
Satu aspek yang mungkin kadang terlupakan dalam pembelajaran bahasa adalah
pengajaran aspek budaya bahasa target. Budaya sangat penting diajarkan dalam
pengajaran bahasa asing dalam hal ini bahasa Inggris karena bahasa merupakan salah
satu unsur dari budaya. Ini artinya bahwa ada hubungan yang erat antara bahasa dan
budaya. Belajar bahasa asing tidak cukup hanya mempelajari aspek kebahasaan saja,
namun juga sangat perlu untuk mempelajari aspek budaya bahasa target yaitu bahasa
Inggris.
Kesalahan tata bahasa masih sangat dapat dipahami oleh orang asing yang
diajak bicara, namun kesalahpahaman dalam budaya akan berakibat fatal seperti
menyinggung perasaan orang asing yang kita ajak berbicara. Sebagai contoh orang
asing masih dapat menerima kita mengatakan who is your name daripada what is your
name untuk menanyakan namanya. Namun akan sangat menyinggung perasaanya saat
kita menanyakan how old are you (berapa umur anda?) Sekilas tidak ada kesalahan tata
bahasa dalam kalimat tersebut, namun pertanyaan tersebut sangat tidak sopan untuk
ditanyakan apalagi ditanyakan oleh orang yang baru dikenal. Dalam budaya barat
khususnya Amerika, umur adalah masalah pribadi sehingga sangat dihindari supaya
tidak ditanyakan. Hal-hal semacam ini yang mungkin belum disentuh dalam
pembelajaran bahasa Inggris di sekolah. Padahal hal seperti itu sangat penting untuk
menghindari kesalahpahaman dalam berkomunikasi sehingga komunikasi dapat berjalan
dengan lancar.
Memahami bahasa tidak hanya memahami secara gramatikal, memiliki banyak
kosa kata, pelafalan yang sempurna namun lebih pada kemampuan dengan bahasa
tersebut sebagaimana penutur aslinya. Pembelajar bahasa hendaknya menggunakan
bahasa yang dipelajari seperti penutur asli menuturkan bahasa tersebut. Ini berarti
bahwa kalimat-kalimat yang pembelajar bahasa ucapkan harus berterima di negara
dimana bahasa tersebut digunakan sehingga tidak akan menimbulkan kesalahpahaman
dalam proses komunikasi. Besar kemungkinan seorang pembelajar bahasa Inggris di
Indonesia akan mengatakan my finger is cut untuk mengatakan jariku terpotong namun
sepertinya kalimat tersebut tidak berterima terhadap penutur asli. Penutur asli akan
mengatakan I cut my finger. Hal tersebut mungkin agak membingungkan namun
ungkapan itulah yang benar dan berterima karena itulah yang sesuai dengan budaya
mereka. Dari gambaran di atas jelas bahwa pengajaran bahasa asing tidak hanya
beritujuan untuk penguasaan pengetahuan (knowledge) bahasa akan tetapi juga tentang
penguasaan budaya dari orang yang menggunakan bahasa tersebut.
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
Pengajaran tentang budaya dalam pengajaran bahasa Inggris sebenarnya sudah
dikenalkan dalam setiap metode-metode pengajaran bahasa Inggris sebagai bahasa
kedua yang pernah ada, seperti Grammar Translation Method, Audio lingual Method,
Direct Method, dan lainnya. Metode-metode tersebut sudah mengenalkan budaya
namun dari sudut pandang yang berbeda. Grammar Translation Method mengajarkan
budaya namun hanya melalui teks karya sastra. Audio Lingual Method, Direct Method
dan metode-metode berikutnya mulai mengajarkan budaya melalui pengenalan keadaan
geografi negara di mana bahasa Inggris dipergunakan , kebiasaan dan gaya hidup
penutur asli bahasa Inggris.
Di Indonesia, pengajaran bahasa Inggris sudah mulai memasukkan aspek budaya
yang terkandung dalam teks lisan dan tulisan. Namun dalam praktek sepertinya aspek
budaya ini kurang mendapatkan perhatian. Menurut Marmanto dalam Kumpulan
Makalah Ringkas KLN XII, kurikulum 2004 yang berdasarkan pada kompetensi,
dengan system latihan yang menekankan pada Contextual Language Teaching (CLT),
masalah kebudayaan sudah disinggung, namun penyajian materi hanya pada level
pemahaman pengetahuan (knowledge). Sebagai akibatnya evaluasi masih mengarah
pada aspek kebahasaan. Masih menurut Marmanto, pengajaran ini akan lebih baik
apabila pada tahap latihan siswa diarahkan untuk membandingkan budaya bahasa target
(Inggris) dengan budaya siswa (Indonesia) sehingga dapat membangkitkan kesadaran
siswa terhadap kebudayaan negaranya yang mungkin tidak sama dengan budaya orang
yang bahasanya mereka pelajari. Dari uraian di atas dapat dilihat betapa pentingnya
pemahaman budaya dalam pembelajaran bahasa kedua dalam hal ini bahasa Inggris.
Selain untuk mengatasi kesalahpahaman dalam berkomunikasi yang diakibatkan oleh
ketidakpahaman budaya, pemahaman budaya juga dapat juga menjadi sarana untuk
membangkitkan kesadaran peserta didik dengan kebudayaan mereka yang tidak sama
dengan kebudayaan bahasa target. Akhirnya dengan adanya perbedaan budaya ini dapat
menumbuhkan toleransi pada peserta didik. Bertolak dari semua ini sehingga
pengajaran budaya dalam pengajaran bahasa kedua sudah seyogyanya mulai mendapat
perhatian.
Secara luas bahasa merupakan cara hidup atau way of life. Sukarno (2008: 91)
menyatakan bahwa budaya adalah cara sekelompok orang berfikir, merasakan dan
berperilaku. Brown (1980: 122) menyatakan bahwa culture is the context within which
we exist, think, feel and relate to others and it is the glue that binds a group of people
together. Ini berarti bahwa kebudayaan merupakan konteks dimana kita berada, berfikir,
merasakan dan berhubungan dengan yang lainnya dan kebudayaan telah menjadi
perekat dalam sekelompok orang tadi. Sementara pengertian lainnya diberikan oleh
Larson dan Smalley dalam Brown (1980: 122) bahwa culture is blue-print that guides
the behavior of people in a community and is incubated in family life. Dari definisi
menyatakan bahwa budaya merupakan cetak biru yang berfungsi untuk mengatur
perilaku sekelompok orang dalam suatu masyarakat. Ini artinya bahwa semua perilaku
anggota masyarakat harus berpedoman pada cetak biru atau lebih tepatnya aturan.
Budaya tidak selalu muncul dalam bentuk aturan namun budaya juga dapat
didefinisikan sebagai pemikiran, tradisi/kebiasaan, ketrampilan, seni dan peralatan yang
menandakan sekelompok orang dalam waktu tertentu. Hal senada disampaikan oleh
Matsumoto dalam Brown (2007: 207), bahwa budaya melibatkan sikap, nilai,
keyakinan, norma, dan perilaku yang dianut bersama oleh sebuah kelompok secara
berbeda oleh setiap unit spesifik di dalam kelompok bersangkutan, dikomunikasikan
lintas generasi, relatif stabil tetapi mempunyai peluang untuk berubah seiring waktu.
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
Selain itu kebudayaan juga meliputi keseluruhan pengetahuan, kesenian, hukum, adat
istiadat yang dimiliki oleh manusia sebagai anggota masyarakat.
Kebudayaan adalah komunikasi dan komunikasi adalah kebudayaan. Hal ini
sepertinnya dipertegas oleh konsep-konsep penting dari definisi budaya menurut
Matsumoto yang dijelaskan sebelumnya bahwa budaya itu perlu dikomunikasikan lintas
generasi. Manusia sebagai anggota masyarakat merupakan makhluk sosial yang perlu
berinteraksi. Manusia berinteraksi memerlukan suatu media dan media tepat untuk
berkomunikasi adalah bahasa. Bahasa merupakan salah satu unsur budaya. Bahasa
adalah alat komunikasi verbal yang dimiliki manusia untuk berinteraksi dengan
sesamanya dalam masyarakat.
Budaya dan bahasa memilik hubungan yang erat. Bahasa merupakan salah satu
unsur budaya dan dengan bahasa unsur-usur budaya lainnya dibentuk dan
dikomunikasikan di suatu masyarakat. Dari ilmu bahasa, setidaknya ada beberap ahli
bahasa yang mencoba membahas seputar hubungan budaya dan bahasa. Mereka adalah
William von Humboldt, Ferdinand de Saussure, Franz Boas, Edward Sapir dan
Benjamin Lee Whorf.
Menurut von Humboldt terdapat hubungan yang erat antara masyarakat, budaya,
dan bahasa. Bahasa dianggap menentukan pola-pola pikir individu dan sekaligus
menentukan pandangan dunia masyarakat penuturnya. Ini adalah determinisme bahasa.
Tokoh berikutnya adalah Ferdinand de Saussure yang memandang relativitas bahasa
sebagai akibat perbedaan leksikalitas suatu bahasa. Sebagai contoh orang Amerika lebih
suka menyebut fall untuk menyatakan musim gugur sedangkan orang Inggris akan
menyebut musim gugur dengan autumn. Ini maksudnya bahwa leksikalitas atau katakata bukan hanya representasi dari kenyataan objek di dunia luar namun lebih kepada
representasi dari persepsi atau penggambaran penutur bahasa yang sudah ditentukan
oleh bahasanya. Sementara Sapir meyakini bahwa bahasa bukan semata-mata cerminan
budaya atau perilaku tetapi bahasa dan pola pikir saling mempengaruhi dan bahkan
saling menentukan. Pendapat Sapir lebih dipertegas lagi dengan pendapat Whorf yang
memandang pola pikir dan perilaku sekelompok orang dibentuk oleh bahasa dan
demikian juga pandangan dunia atau budaya masyarakat penutur bahasa tersebut.
Dalam ilmu bahasa hal yang dikemukakan oleh Sapir dan Whorf dikenal
dengan Sapir-Whorf Hypothesis yang menyatakan bahwa ada hubungan yang erat
antara bahasa yang digunakan oleh seseorang dengan bagaimana orang tersebut
memahami dunia dan berperilaku di dalamnya. Masih menurut Sapir-Whorf, bahasa
atau peristiwa memengaruhi cara seseorang dalam berfikir dan memandang dunia.
Sebagai contoh bahasa Inggris yang mengenal pembagian waktu atau tense berimbas
pada perlakuan masyarakatnya terhadap waktu. Masyarakat Inggris menganggap waktu
sebagai sesuatu yang berharga sehingga mereka sangat menghormati waktu dengan
selalu berusaha akan tepat waktu ketika membuat janji atau mengadakan acara. Bukti
lain adalah adanya peribahasa yang merupakan salah satu bentuk bahasa dalam bahasa
Inggris yang mengatakan bahwa time flies like an arrow (waktu itu cepat berlalu seperti
anak panah yang dilepas dari busur). Hal sebaliknya terjadi di Indonesia yang tidak
mengenal pembedaan waktu dalam bahasanya sehingga waktu bersifat fleksibel
sehingga sering terjadi fenomena jam karet. Waktu bukan merupakan sesuatu yang
penting. Dalam masyarakat kita terutama masyarakat Jawa juga terdapat peribahasa
yang menggambarkan bahwa waktu merupakan hal yang tidak terlalu mendapat
perhatian yaitu alon-alon waton kelakon.
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
Contoh lainnya pada tataran kosa kata. Indonesia merupakan negara agraris
sehingga mengenal lebih banyak istilah untuk padi. Masyarakat Indonesia mempunyai
kata padi, gabah, beras dan nasi namun dalam bahasa Inggris hanya memilik satu kata
untuk padanan padi yaitu rice. Selain itu padi juga merupakan bahan makanan pokok
masyarakat Indonesia, sehingga padi mendapatkan posisi yang istimewa di masyarakat.
Dalam fungsi bahasa sebagai sarana komunikasi tak jarang kita menemukan
beberapa variasi bahasa seperti dialek, aksen, jargon, argot. Variasi bahasa tadi dapat
menjadi salah satu bentuk keanekaragaman budaya. Dialek dalam Liliweri (2009: 135)
adalah variasi bahasa di suatu daerah dengan kosa kata yang khas seperti coke, soda,
pop dan cola. Sebenarnya keempat jenis kosa kata tersebut menyebut satu objek yang
sama yaitu minuman bersoda. Aksen masih menurut Liliweri (2009: 135) menunjuk
pada pemilihan pengucapan atau pelafalan, intonasi yang bisa kita bedakan. Jargon
merupakan sebuah unit kata-kata atau istilah yang digunakan bersama dan ditukarkan
oleh mereka yang sama dalam profesi atau pengalaman (Liliweri, 2009: 135) . Sebagai
contoh kita mengenal istilah mouse, printer, burning dalam bidang komputer.
Sedangkan argot adalah bahasa-bahasa khusus yang digunakan oleh suatu kelompok
yang luas dalam sebuah kebudayaan untuk mendefinisikan batas-batas kelompok
mereka dengan orang lain dan juga untuk menunjukkan posisi mereka yang kuat dalam
masyarakat (Liliweri, 2009: 135). Sebagai contoh adalah bahasa yang dipergunakan
oleh para pencopet yang sedang beraksi. Bahasa Inggris pun memiliki variasi. Mungkin
kita sering mendengar istilah Bahasa Inggris Amerika, Bahasa Inggris Inggris, Bahasa
Inggris Australia. Ketiga jenis bahasa Inggris tersebut memiliki perbedaan baik dari
kosa kata, tata bahasa, penulisan maupun pengucapan.
Pengajaran bahasa asing sudah ada sejak berabad yang lalu dan selalu berubah
seiring perjalanan waktu. Perubahan ini disebabkan oleh banyak hal seperti pandangan
terhadap hakekat bahasa dan pembelajaran bahasa. Perbedaan pandangan ini
memengaruhi tujuan pembelajaran bahasa asing di suatu tempat. Tujuan pembelajaran
bahasa asing diarahkan untuk mengembangkan kemampuan memahami teks dalam
bahasa target atau untuk mengembangkan kemampuan komunikasi dengan bahasa
target.
Steinberg (2001: 190) menyatakan bahwa metode pengajaran bahasa asing dapat
dilihat dari beberapa hal seperti : fokus pengajaran bahasa, pengajaran makna,
pengajaran tata bahasa. Dalam fokus pengajarannya metode dapat dikelompokkan
menjadi metode yang lebih menekankan pengembangan kemampuan komunikasi serta
metode yang lebih menekankan pada pengembangan kemampuan membaca dan
menulis dengan bahasa target. Untuk pengajaran makna maka terdapat metode yang
mengajarkan makna secara langsung dengan menunjukkan benda riil atau metode yang
mengandalkan penerjemahan dengan bantuan kamus. Tata bahasa atau grammar dapat
diajarkan secara deduktif dan induktif. Pengajaran tata bahasa secara deduktif dilakukan
dengan cara penjelasan dari guru tentang suatu kaidah bahasa. Pengajaran tata bahasa
dengan induktif lebih mengarahkan siswa untuk menemukan kaidah bahasa dari
beberapa contoh yang sudah diberikan guru.
Sudah ada banyak metode pengajaran bahasa asing yang sudah diterapkan
seperti Grammar Translation Method, Direct Method, Audio lingual Method, Silent
Way, Community Language Learning, Suggestopedia, Total Physical Response,
Communicative Language Teaching, Task Based, Content Based Instruction dan Genre
Based Approach. Dalam metode pengajaran bahasa asing yang muncul lebih awal
seperti pada Grammar Translation Method, pengajaran bahasa asing ditujukan supaya
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
peserta didik dapat membaca teks yang ditulis dalam bahasa target. Selain itu metode
pengajaran ini lebih menekankan pengajaran tata bahasa secara deduktif sedangkan
untuk mengajarkan makna dilakukan dengan cara translasi atau penerjemahan.
Sedangkan untuk metode pengajaran yang muncul berikutnya sampai sekarang
diarahkan untuk mengembangkan kemampuan berkomunikasi dari peserta didik.
Metode yang demikian tidak terlalu menekankan penguasaan tata bahasa atau grammar
sehingga pengajaranya dilakukan secara induktif tanpa penerangan tentang tata bahasa
oleh guru. Tujuan akhir dari metode yang demikian adalah peserta didik dapat
berkomunikasi secara lisan atau tertulis dan berterima dalam bahasa yang mereka
pelajari.
Komunikasi yang berterima adalah komunikasi yang sesuai dengan kebudayaan
penutur aslinya. Seseorang mungkin bisa merangkai kalimat dengan baik dan benar
selama berkomunikasi namun belum tentu kalimat tersebut berterima dengan
kebudayaan penutur. Ini artinya bahwa pengajaran bahasa asing juga harus
memperhatikan masalah pengenalan budaya dari bahasa yang dipelajari. Hal ini
sepertinya sudah disadari oleh para ahli pengajaran bahasa asing sehingga budaya juga
diperhatikan dalam setiap metode pengajaran bahasa asing yang pernah ada. Metode
pengajaran bahasa asing yang muncul awal hingga yang terakhir semuanya telah
memasukkan budaya di dalamnya hanya cara memandang budayanya saja yang
berbeda.
Pada Grammar Translation Method budaya hanya yang terdapat pada teks
sastra dan seni. Kita ketahui bahwa budaya tidak melulu masalah sastra dan seni namun
juga dapat berupa norma, kebiasaan, cara berpikir dan sebagainya sehingga informasi
budaya pada metode ini masih kurang. Untuk metode yang muncul setelah Grammar
Translation Method sudah mulai mengembangkan konsep pandangan tentang budaya.
Direct Method memandang bahwa budaya lebih sekedar masalah karya satra dan seni.
Metode ini sudah mulai mempelajari budaya yang terdiri dari sejarah penutur asli
bahasa yang dipelajari, wilayah geografi di mana bahasa tersebut digunakan, serta
informasi tentang kehidupan sehari-hari para penutur aslinya. Tak jauh berbeda dengan
Direct Method, Audio Lingual Method juga sudah melihat budaya dari perilaku dan
gaya hidup penutur aslinya. Bahkan salah satu tanggungjawab guru dalam metode ini
adalah menyediakan informasi tentang budaya penutur asli bahasa yang sedang
dipelajari (Larsen-Freeman, 2000: 45). Silent Way bahkan memandang budaya sebagai
sesuatu yang tidak terpisahkan dengan bahasa. Setiap bahasa memiliki keunikan masing
yang menggambarkan masyarakatnya dan budaya merupakan cerminan dari pola pikir
masyaraktnya. Dalam desuggestopedia budaya berhubungan dengan kehidupan seharihari dari penutur aslinya namun demikian penggunaan seni masih penting dalam metode
ini (Larsen-Freeman, 2000: 83). Metode Community Language Learning menilai
budaya sebagai bagian integral dalam pengajaran bahasa. Pada Total Physical Response
budaya gaya hidup sekelompok orang yang menggunakan bahasa secara asli.
Pandangan yang hampir sama dengan metode Total Physical Response akan budaya
juga muncul dalam metode Communicative Language Teaching. Beberapa metode
pengajaran yang muncul setelah Grammar Translation Method hampir semuanya sama
dalam memandang budaya.
Pembelajaran bahasa asing kecuali untuk tujuan instrumental khusus (semisal
untuk kepentingan membaca teks ilmiah dalam bahasa itu), juga merpakan
pembelajaran bahasa kedua (Brown, 2007: 208). Pembelajaran bahasa asing sekarang
lebih ditujukan untuk pengembangan kemampuan berkomunikasi dengan bahasa yang
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
dipelajari. Belajar berkomunikasi dengan bahasa baru berarti juga belajar berperilaku
dalam budaya baru. Perilaku ini bukan hanya sekedar perilaku fisik namun juga perilaku
bahasa yang direalisasikan melalui pemilihan-pemilihan ungkapa yang tepat dan
berterima. Pada metode pengajaran bahasa asing yang menekankan pada kemampuan
berkomunikasi pengenalan budaya sangat diperlukan. Pengenalan budaya dapat
dilakukan dengan hal-hal yang sederhana seperti pengenalan akan wilayah geografi,
tradisi, kebiasaan, gaya hidup bahkan sampai pada filosofi dan pola pikir masyarakat
penutur asli bahasa yang kita pelajari. Pengenalan tersebut dimaksudkan untuk
menghindari kesalahpahaman pada saat berkomunikasi dengan penutur asli bahasa yang
dipelajari.
Bagi pembelajar bahasa asing terutama dengan penekanan pada kemampuan
komunikasi, mengenal budaya bahasa target sangat penting. Berkomunikasi dengan
bahasa asing tidak hannya melibatkan pada pemahaman beberapa kata yang dirangkai
menjadi kalimat namun juga melibatkan pemahaman tentang budayanya. Bahkan justru
pemahaman budaya kadang dianggap penting karena kesalahan tata bahasa masih dapat
dipahami, sedangkan kesalahan karena budaya agaknya sulit untuk dipahami. Hal
demikian dapat menjadi penghalang terjadinya komunikasi yang lancar. Sebagai contoh
ketika kita mengatakan where are you going? (mau kemana?) kepada orang asing
(Amerika) akan membuat mereka merasa tidak nyaman atau bahkan tersinggung karena
pertanyaan tersebut terkesan terlalu mencampuri urusan mereka dan mereka tidak begitu
suka kalau adaorang lain yang ingin mengetahui urusan mereka. Kesalahpahaman
budaya dalam berkomunikasi dapat dikurangi dengan pengenalan budaya.
Pemahaman budaya asing dalam pembelajaran bahasa asing mampu
menyadarkan pembelajar bahasa bahwa ada budaya di luar budaya mereka. Hal
demikian dapat mencegah munculnya sifat egois, melahirkan kebijakan dalam bersikap
sehingga tidak memunculkan anggapan bahwa kebudayaan kita sendiri lah yang benar.
Pemahaman kebudayaan juga dapat memperluas wawasan pembelajar serta
menumbuhkan kesadaran kebudayaan dan rasa cinta akan budaya sendiri.
Selain mengatasi kesalahpahaman komunikasi verbal seperti sudah disinggung
sebelumnya, pengenalan kebudayaan juga mampu mengatasi kesalahpahaman
komunikasi non-verbal (Endro Sutrisno dalam Panorama Pengkajian Bahasa, Sastra dan
Pengajarannya). Komunikasi non verbal merupakan tindakan atau atribusi (lebih dari
penggunaan kata) yangdilakukan seseorang kepada orang lain bagi pertukaran makna,
yang selalu dikirimkn dan diterima secara sadr oleh dan untuk mencapai umpan balik
atau tujuan tertentu (Burgoon dan Saine dalam Liliweri, 2009: 139). Komunikasi non
verbal meliputi ekspresi wajah, nada suara, gerakan anggota tubuh, kontak mata dan
sebagainya. Perbedaan bangsa kadang mengakibatkan perbedaan makna dalam
komunikasi non verbal meskipun menampilkan isyarat yang sama. Hal seperti ini dapat
dipelajari dari sisi budaya.
Pengenalan budaya asing dalam pengajaran bahasa juga dapat mengatasi
masalah stress akibat kontak antar budaya atau culture shock (Endro Sutrisno dalam
Panorama Pengkajian Bahasa, Sastra dan Pengajarannya). Hal ini akan terasa
manfaatnya saat si pembelajar bahasa asing benar-benar belajar di negara dimana
bahasa tersebut digunakan. Pengenalan budaya tersebut setidaknya dapat menjadi bekal
supaya gegar budaya atau stress akibat kontak budaya dapat dipersingkat atau bahkan
dihindari. Kalau ada orang yang belajar bahasa asing tanpa dilengkapi dengan
pengenalan budaya dan suatu saat dia harus benar-benar tinggal di negara dimana
bahasa tersebut digunakan maka dapat dipastikan dia akan mengalami beberapa masalah
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
yang berhubungan dengan budaya meskipun dia lancar menggunakan bahasa tersebut
secara lisan.
Pengajaran budaya juga dapat menyikapi penggunaan stereotipe (Endro Sutrisno
dalam Panorama Pengkajian Bahasa, Sastra dan Pengajarannya). Kita sering
menggambarkan kebuadayaan lain dengan cara yang terlalu disederhanakan atau kita
sering membuat generalisasi atas kebudayaan lain, itulah gambaran sekilas tentang
stereotipe. Sebagai contoh stereotipe adalah kita sering menyimpulkan bahwa orang
Amerika pasti kaya, padahal ada juga orang Amerika yang tidak kaya.
Pengajaran budaya harus terintegrasi dalam pengajaran bahasa karena bahasa
merupakan bagian dari budaya. Pengenalan budaya ini sebenarnya dapat menjadi angin
segar dalam pembelajaran bahasa karena hal itu dapat mengurangi kebosanan dalam
kelas. Kalau hanya mempelajari aspek kebahasaan besar kemungkinan pembelajar akan
merasa bosan sehingga dengan adanya pengenalan budaya dapat sedikit menghibur.
Pengenalan nilai-nilai budaya dapat dijelaskan seiring dengan pengajaran empat
ketrampilan berbahasa yang meliputi mendengar (listening), berbicara (speaking),
membaca (reading) dan menulis (writing).
Sebenarnya ada banyak materi dan cara yang dapat digunakan untuk
pembelajaran budaya dalam pembelajaran bahasa asing. Berikut ini beberapa contoh
materi dan cara yang bisa dimanfaatkan untuk mengenalkan budaya: (a) Teks bacaan
asli atau asli, (b) Film asli, (c) Praktek table manner, (d) Peribahasa, (e) Cerita rakyat,
dan (f) Penutur asli.
Teks bacaan yang asli dapat digunakan untuk mengajar membaca (reading)
meskipun nanti dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan ketrampilan yang lainnya
seperti menulis, mendengarkan maupun berbicara. Teks asli dapat kita peroleh dari
naskah koran, majalah berbahasa Inggris. Sebagai langkah awal kita perlu memilih jenis
artikel yang sesuai. Pastikan artikel yang dipakai adalah artikel yang menarik bagi
pembelajar bahasa, sederhana sehingga mudah dipahami. Sebagai contoh artikel untuk
siswa dipilihkan tentang masalah pendidikan.
Ada banyak aspek kebahasaan dan budaya yang dapat diperoleh dengan bacaan
dari teks asli. Secara kebahasaan teks ini jelas ditulis dengan bahasa yang baku sehingga
belajar tata bahasa dapat dilakukan oleh pembelajar dengan cara ini. Sementara dari
aspek kebudayaan, teks asli menawarkan banyak hal. Teks asli dari bahasa penutur
tentunya memuat berita faktual yang terjadi di tempat asalnya. Yang ditulis dalam teks
tersebut setidaknya juga dapat memberi gambaran tentang budaya. Sebagai contoh
artikel tentang pendidikan di Amerika dapat memberi gambaran tentang system
pendidikan, kegiatan sekolah di Amerika, tanggapan orang tua tentang pendidikan anakanaknya, bagaimana pelajar di sana memanfaatkan liburan sekolah mereka. Dari teks
semacam ini akan lebih menarik kalau diikuti dengan diskusi yang membandingkan
pendidikan di Amerika dan di Indonesia.
Selain dari bacaan asli melihat film asli juga dapat dimanfaatkan untuk
mengenal budaya. Film dalam hal ini film berbahasa Inggris merupakan sarana yang
menarik dan bagus untuk mengenalkan budaya. Meskipun kebanyakan bersifat fiksi dan
semata-mata menghibur, cerita dalam film dapat mendiskripsikan tentang norma,
kebiasaan, perilaku serta pola pikir masyarakatnya. Namun perlu dingat untuk mencari
film yang sesuai dengan usia pembelajar bahasa. Melihat film dapat diarahkan untuk
pembelajaran mendengarkan (listening), berbicara (speaking), serta penerjemahan
(translation).
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
Pembelajaran menarik lainnya adalah dengan praktek table manner di sebuah
hotel atau rumah makan. Dengan cara ini pembelajar bahasa dapat mempelajari cara dan
etika makan dalam budaya asing, jenis makanannya, berbagai peralatan makan yang
digunakan. Setelah praktek ini, pembelajar bahasa diharapkan dapat membandingkan
adat makan mereka dengan adat makannya. Mungkin juga bisa dilanjutkan dengan
berdiskusi kenapa jenis makanannya berbeda, mengapa peralatan makan mereka banyak
sedangkan pembelajar hanya menggunakan sedikit jenis alat makan. Dari perbandingan
ini diharapkan muncul kesadaran budaya sendiri. Cara ini juga bagus untuk
pembelajaran berbicara dengan melalui diskusi.
Peribahasa juga dapat dimanfaatkan untuk mengenalkan budaya. Peribahasa erat
sekali hubungannya dengan bahasa dan budaya. Tanpa disadari sebenarnya ada
peribahasa di beberapa negara yang memiliki persamaan arti. Sebagai contoh di
Indonesia dikenal peribahasa : Ada udang dibalik batu sedangkan di Amerika dikenal
peribahasa : There is a snake in the grass. Kedua peribahasa tersebut memiliki
persamaan arti namun keduanya menggunakan simbol yang berbeda. Di Indonesia
menggunakan udang dan batu sedangkan di Amerika menggunakan snake (ular) dan
grass (rumput). Pemilihan simbol ini tentu beerkenaan dengan budaya. Hal seperti ini
bisa didiskusikan bersama dalam pembelajaran bahasa asing dan dilanjutkan dengan
mencari beberapa contoh peribahasa yang memiliki persamaan arti oleh pembelajar
bahasa. Pengenalan budaya dengan peribahasa dapat diarahkan untuk pembelajaran
berbicara, membaca dan menulis dengan bahasa asing.
Selain peribahasa, pengenalan budaya pada pembelajaran bahasa asing dapat
dilakukan dengan cara memanfaatkan cerita rakyat bahasa target. Cerita rakyat tidak
diragukan lagi kaya akan muatan budaya yang sarat akan makna. Seperti halnya
peribahasa, cerita rakyat ini juga bersifat universal karena hampir setiap negara
memiliki cerita rakyat. Cerita rakyat yang memiliki kesamaan banyak ditemukan,
sebagai contoh adalah cerita Cinderella di negara barat hampir sama dengan cerita
Bawang Merah dan Bawang Putih yang dikenal di Indonesia. Pemanfaatan cerita rakyat
ini selain dapat meningkatkan empat kemampuan berbahasa juga diharapkan dapat
meningkatkan kesadaran akan budayanya sendiri bagi pembelajar bahasa.
Kalau pada dua contoh materi awal, pengenalan budaya dilakukan dengan
memanfaatkan teks dan film asli atau asli, maka akan lebih baik lagi kalau pengenalan
budaya juga dapat memanfaatkan penutur asli. Jadi pihak pengelola pendidikan
berusaha untuk mengadakan kerja sama dengan pihak terkait untuk dapat mendatangkan
penutur asli misalnya melalui pertukaran pelajar. Penutur asli ini dapat menjadi contoh
serta sumber budaya yang nyata dalam pengenalan bahasa karena dialah pelaku utama
dalam budaya yang ingin dikenalkan kepada pembelajar bahasa.
Penutup
Belajar bahasa asing dalam hal ini adalah bahasa Inggris tidak selalu belajar
tentang aspek kebahasaan seperti tata bahasa, pengucapan, kosa kata, pengejaan. Di luar
itu pembelajaran bahasa asing juga melibatkan aspek budaya di mana bahasa tersebut
dituturkan. Pembelajaran budaya ini diperlukan dalam rangka untuk menghindari
kesalahpahaman selama proses komunikasi berlangsung. Komunikasi dapat berjalan
lancar apabila tidak ada penghalang diantara pembicara dan pendengar. Penghalang
dalam proses komunikasi dengan bahasa asing dapat dipastikan selalu muncul karena
adanya perbedaan bahasa dan budaya. Untuk menyatukan penghalang tersebut
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
diperlukan jembatan yaitu komunikasi antar budaya. Komunikasi antar budaya ini dapat
diawali dengan mulai mengenalkan budaya bahasa asing dalam proses pembelajaran
bahasa asing.
Pembelajaran bahasa Inggris pada kurun ini lebih diarahkan pada pengembangan
kemampuan berkomunikasi baik secara lisan dan tertulis dan berterima dengan penutur
asli. Untuk mendapatkan tuturan yang berterima tidak semata-mata mengandalakan
kemampuan dalam tata bahasa untuk merangkai kata-kata menjadi kalimat-kalimat yang
dituturkan selama berkomunikasi. Di luar itu diperlukan aspek budaya supaya kalimat
berterima dengan penutur sehingga pemahaman budaya penutur sangat penting.
Pengenalan budaya dalam proses pembelajaran bahasa Inggris selain untuk mengurangi
kesalahpahaman selama proses komunikasi pada akhirnya juga dapat menumbuhkan
sadar budaya dan rasa lebih mencintai budaya.
Daftar Rujukan
Brown, H Douglas. 2000. Teaching by Principles: An Interactive Approach to
Language Pedagogy, Second Edition. London: Longman.
Brown, H Douglas. 1980. Principles of Language Learning and Teaching. New York:
Prentice-Hall.
Brown, H Douglas. 2007. Prinsip pembelajaran dan Pengajaran Bahasa, Edisi kelima,
Jakarta: Kedutaan Besar Amerika Serikat.
Fauziati, Endang. 2009. Introduction Methods and Approaches in Second or Foreign
Language Teaching. Surakarta: Era Pustaka Media.
Larsen-Freeman, Diane. 2000. Techniques and Principles in Language Teaching,
Second Edition. New York: Oxford.
Liliweri, Alo. 2009. Dasar-dasar Komunikasi Antarbudaya. Jogjakarta: Pustaka Media.
Steinberg, Danny D, Hiroshi Nagata, David P Aline. 2001. Psycholinguistics Language,
Mind and World Second Edition. London: Longman.
Sukarno. 2008. Introduction to Linguistics A Lliterary-Based Approach.Surakarta:
Yuma Pustaka.
_______. 2007. Kumpulan Makalah Ringkas Kongres Linguistik Nasional XII.
Surakarta: Masyarakat Linguistik Indonesia Komisariat Surakarta
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
Download