perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 12 BAB II LANDASAN TEORI A. Kerangka Teori 1. Sukuk a. Definisi Sukuk Sukuk berasal dari bentuk jamak bahasa arab yaitu shakk atau sertifikat. Secara terminologi shakk adalah sebuah kertas atau catatan yang padanya terdapat perintah dari seseorang untuk pembayaran uang dengan jumlah tertentu pada orang lain yang namanya tertera pada kertas tersebut. 21 Sukuk bukan merupakan istilah yang baru dalam sejarah Islam, sukuk sudah dikenal sejak abad pertengahan, dimana umat Islam menggunakannya dalam konteks perdagangan internasional.22 Pada masa awal Islam, sukuk merupakan salah satu alat pembayaran gaji para pegawai negara. Dalam sejarah disebutkan bahwa khalifah Umar bin al-Khattab adalah khalifah pertama yang membuat sukuk dengan membubuhkan stempel di bawah kertas sukuk tersebut.23 Asal mula lahirnya sukuk berasal dari suatu pemikiran dari keseluruhan sistem Islam bahwa keberadaan alternatif yang berlandaskan syariah seharusnya merupakan alternatif terhadap aktivitas yang tidak berlandaskan syariah. Dalam hal ini para sarjana muslim selama bertahun-tahun telah memberikan pemikiran mendasar, untuk mencari alternatif Islam terhadap instrument keuangan konvensional yang dapat diperdagangkan.24 Singkatnya, kemunculan sukuk dilatarbelakangi oleh upaya untuk menghindari praktik riba 21 Nurul Huda dan Mohammad Heykal, Lembaga Keuangan Islam Tinjauan Teoritis dan Praktis, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2010, hal 265 22 Al-Munjid fî al-Lughah wa al, Dar al-Masyriqi, Beirut, 1986 hal 430 23 Al-Zubaidi, alal-Buwaihi (Irak pada masa Daulah Buwaihi), hal 226 24 Nurul Huda dan Mustafa Edwin Nasution, Op.Cit, hal 123 commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 13 yang terjadi pada obligasi konvensional dan mencari alternatif instrumen pembiayaan bagi pengusaha atau negara yang sesuai dengan syariah. 25 Menurut Zamir Iqbal dan Abbas Mirakhor, sukuk adalah representasi kepemilikan yang proporsional dari aset untuk jangka waktu tertentu dengan risiko serta imbalan yang dikaitkan dengan cash flow melalui underlying asset yang berada di tangan Investor.26 Dalam pemahaman praktisnya, sukuk merupakan bukti (claim) kepemilikan. Sebuah sukuk mewakili kepentingan, baik penuh maupun proporsional dalam sebuah atau sekumpulan aset.27 Dalam No. 17 Tentang Investasi Sukuk dalam Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institution (AAOIFI),28 definisi sukuk dapat disimpulkan bahwa sukuk merupakan sertifikat bernilai sama yang mewakili bagian tak terpisahkan dalam kepemilikan suatu aset berwujud, manfaat atu jasa atau kepemilikan dari aset suatu proyek atau aktivitasi investasi tertentu, yang tejadi setelah adanya penerimaan dana sukuk, penutupan pemesanan dan dana yang diterima dimanfaatkan sesuai dengan tujuan penerbitan sukuk.29 Dalam bentuknya yang sederhana, sukuk diterbitkan oleh sebuah perusahaan atau Emiten sebagai pengelola dan dibeli oleh Investor. Dana yang terhimpun disalurkan untuk mengembangkan usaha lama atau pembangunan suatu unit baru yang benar-benar berbeda dari usaha lama. 25 Dede Abdul Fatah, Perkembangan Obligasi Syariah (Sukuk) Di Indonesia : Analisis Peluang dan Tantangan, artikel pada Jurnal ALanuari 2011, Fakultas Syariah IAIN Raden Intan, hal 35 26 Zamir Iqbal & Abbas Mirakhor, an Introduction to Islamic Finance, John Wiley & Son (Asia) Pte. Ltd, , Singapura, 2007, hal. 177 27 Endri, Op.Cit 28 AAOIFI adalah organisasi internasional Islam non-badan hukum nirlaba yang menyiapkan standar akuntansi, audit, pemerintahan, etika dan standar syariat Islam lembaga keuangan dan industri. 29 Accounting and Auditing Organization For Islamic Financial Institutions (AAOIFI). Standards. Accounting and Auditing Organization For Islamic Financial Institutions. Bahrain, 2003 commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 14 Sekarang ini, sukuk telah memiliki legitimasi yang kuat secara syariah di Indonesia dan juga telah disetujui oleh Bapepam-LK (sekarang OJK). Dalam Peraturan Nomor IX.A.13 tentang Penerbitan Efek Syariah, sukuk didefinisikan sebagai efek syariah berupa sertifikat atau bukti kepemilikan yang bernilai sama dan mewakili bagian penyertaan yang tidak terpisahkan atau tidak terbagi atas kepemilikan aset berwujud tertentu, nilai manfaat dan jasa atas aset proyek tertentu atau aktivitas investasi tertentu, kepemilikan atas aset proyek tertentu atau aktivitas investasi tertentu. Adapun Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) belum menggunakan istilah sukuk dan masih menggunakan istilah obligasi syariah. Dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) Nomor 32/DSNMUI/IX/2002 tentang Obligasi Syariah, yang dimaksud dengan obligasi syariah adalah suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan oleh Emiten kepada pemegang obligasi syariah yang mewajibkan Emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang obligasi syariah berupa bagi hasil / margin / fee, serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo. Sampai saat ini masih seringkali sukuk disamakan dengan obligasi syariah. Pengertian obligasi syariah adalah surat utang dari suatu lembaga atau perusahaan yang dijual kepada Investor untuk mendapatkan dana segar. Para Investor akan mendapatkan return dalam bentuk tingkat suku bunga yang sangat bervariasi tergantung kekuatan penerbitnya.30 Istilah obligasi syariah yang digunakan dalam fatwa Dewan Syariah Nasional sebenarnya lebih mengikuti opini di pasar modal konvensional. Akan tetapi, obligasi syariah dan obligasi konvensional sangat berbeda. Sistem pengembalian pada obligasi syariah adalah bagi 30 Heru Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Ekonosia FE UII, Yogyakarta, 2004, hal 221 commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 15 hasil, margin dan fee. Sedangkan pada obligasi konvensional sistem pengembaliannya adalah sistem bunga.31 Pada prinsipnya, sukuk dan obligasi syariah merupakan surat berharga sebagai instrumen investasi yang diterbitkan berdasarkan suatu transaksi atau aqad syariah yang melandasinya. Namun demikian dari definisi obligasi terkesan Dewan Syariah Nasional menyamakan antara obligasi dengan sukuk. Padahal sebenarnya obligasi adalah surat hutang (sebelum disyariahkan), maka meskipun telah direstrukturisasi menjadi syariah, tetap dasarnya adalah sebagai surat hutang. sementara sukuk adalah sertifikat kepemilikan sebagian atau lebih terhadap suatu asset usaha yang berlandaskan aqad-aqad syariah.32 Hampir tidak ada perbedaan antara obligasi syariah dengan sukuk, keduanya memakai akad dalam fiqh, seperti mudaharabah, musyarakah, murabhah, istisna dan Ijarah. Namun sukuk merupakan karakter asli sebagai sertifikat yang diperdagangkan sementara obligasi syariah memakai sandaran aqad setelah direstrukturisasi dari obligasi konvensional sebagai surat hutang. Penyandaran ini sah saja dilakukan untuk menghindari yang haram, akan tetapi mengapa memakai istilah obligasi syariah padahal dalam Islam instrumen seperti tersebut telah tersedia, yaitu sukuk. Perbedaaan istilah sukuk dan obligasi syariah, juga menjadi perhatian pemerintah dengan membuat tim kajian yang mengkaji tentang fatwa DSN-MUI mengenai penerapan prinsip-prinsip syariah di pasar modal. Seperti yang diketahui, fatwa DSN-MUI tentang obligasi syariah masih menggunakan istilah obligasi syariah tetapi dalam Peraturan Nomor IX.A.13 dan praktik yang ada penggunaan istilah tersebut telah diganti dengan istilah sukuk. Kesimpulan dalam kajian tersebut ialah perlunya penyamaan persepsi antara Bapepam-LK (sekarang OJK) dan DSN-MUI dalam 31 32 Muhammad Nafik, Bursa Efek dan Investasi Syariah, P.T Serambi Ilmu Semesta, Jakarta, hal 56 ibid commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 16 memahami substansi peraturan di bidang pasar modal dan Fatwa DSNMUI terkait penggunaan istilah sukuk sebagai pengganti istilah obligasi syariah. Definisi sukuk dan obligasi syariah secara substansi berbeda. Perbedaan tersebut antara lain adanya underlying asset dalam definisi sukuk, sedangkan definisi obligasi syariah tidak mengenal adanya underlying asset. Selain itu, sukuk dimungkinkan untuk diterbitkan dalam jangka pendek maupun panjang, sedangkan obligasi syariah diterbitkan dalam jangka panjang.33 Mengenai di dalam fatwa belum mengenal adanya sukuk, pihak DSN-MUI sangat terbuka untuk mengubah asalkan ada permintaan karena fatwa dikeluarkan berdasarkan permintaan masyarakat.34 Secara umum, sukuk adalah pendapatan yang stabil, dapat diperdagangkan dan disertifikatkan kepercayaan yang sesuai dengan syariah. Kondisi utama mengapa sukuk dikeluarkan adalah sebagai penyeimbang dari kekayaan yang terdapat dalam neraca keuangan pemerintah, penguasa moneter, perusahaan, bank, dan lembaga keuangan serta bentuk entitas lainnya yang memobilisasi dana masyarakat. Emiten atau pihak yang menerbitkan sukuk dapat berasal dari institusi pemerintah, perusahaan swasta, lembaga keuangan, maupun otoritas moneter.35 Sukuk pada prinsipnya mirip seperti obligasi konvensional dengan perbedaan pokok antara lain berupa penggunaan konsep imbalan dan bagi hasil sebagai pengganti bunga, adanya suatu transaksi pendukung (underlying transaction) berupa sejumlah tertentu aset yang menjadi dasar penerbitan sukuk, dan adanya akad atau 33 34 35 Tim Kajian Fatwa, Kajian Tentang Fatwa DSN-MUI Mengenai Penerapan Prinsip-Prinsip Syariah Di Bidang Pasar Modal, Kementerian Keuangan Republik Indonesia Badan Pengawas Pasar Modal Dan Lembaga Keuangan, 2011, hal 90-91 Hasil Diskusi Tim Kajian Fatwa dengan Narasumber (DSN-MUI), dalam Kajian Tentang Fatwa DSN-MUI Mengenai Penerapan Prinsip-Prinsip Syariah Di Bidang Pasar Modal, Kementerian Keuangan Republik Indonesia Badan Pengawas Pasar Modal Dan Lembaga Keuangan, 2011 M. Najib, Investasi Syariah Implementasi Pada Pernyataan Empirik, Kreasi Wacana, Yogyakarta, 2008, hal. 342 commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 17 perjanjian antara para pihak yang disusun berdasarkan prinsip-prinsip syariah, selain itu sukuk juga harus distruktur secara syariah agar instrumen keuangan ini aman dan terbebas dari riba (bunga), gharar (tidak jelas) dan mashyir (judi). Adapun dalil yang berkenaan dengan kebolehan sukuk berdasarkan apa yang tercantum dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 32/DSN-MUI/IX/2002 Tentang Obligasi Syariah, yaitu :36 1) QS. Al Maidah ayat 1 -orang yang beriman, penuhilah akad-akad 37 2) QS. Al Isra ayat 34 38 3) QS. Al Baqarah ayat 275 -orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. 36 Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 32/DSN-MUI/IX/2002 Tentang Obligasi Syariah, http://www.ojk.go.id/fatwa-nomor-32-dsn-mui-ix-2002, diakses tanggal 9 januari 2015 37 Kitab Suci Al-Hanan, Surakarta 38 Ibid commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 18 keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka Berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah Telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. orang-orang yang Telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), Maka baginya apa yang Telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan), dan urusannya (terserah) kepada Allah. orang yang kembali (mengambil riba), Maka orang itu adalah penghuni39 4) Hadits Nabi SAW riwayat Imam al-Muzani, Nabi s.a.w. bersabda : kecuali perjanjian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram, dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang 40 5) Kaidah Fiqih kecuali ada b. Jenis-Jenis Sukuk Sukuk dapat dibedakan menjadi beberapa jenis, diantara jenis sukuk ialah :41 1) Sukuk Mudharabah Sukuk atau sertifikat mudharabah dapat menjadi instrument dalam meningkatkan partisipasi publik pada kegiatan investasi dalam meningkatkan partisipasi publik pada kegiatan investasi dalam suatu perekonomian. Jenis ini 39 Ibid Imam al-Albani, Shahih at-Tirmidzi bi ikhtishaaris Sanad, cet Maktabah at-Tarbiyah al-Arabi lid-Duwai al-Khalij, th 1408 H, lihat Yazid bin Abdul Qadir, kitab Ar Rasaail Jilid I, Pustaka Abdullah, Jakarta, 2004 41 The Council of Islamic Fiqh Academy, R IRT, Jeddah, 2000, hal 65 40 commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 19 merupakan sertifikat yang mewakili proyek atau kegiatan yang dikelola berdasarkan prinsip mudharabah dengan menunjuk partner atau pihak lain sebagai mudharib untuk manajemen bisnis. 2) Sukuk Musyarakah Sukuk musyarakah merupakan sertifikat nilai yang sama yang diterbitkan untuk memobilisasi dana, yang digunakan berdasarkan persekutuan/firma sehingga pemegang- pemegangnya menjadi pemilik dari proyek yang relevan atau memiliki asset berdasarkan bagian masing-masing yang merupakan bagian dari portofolio aset mereka. Sukuk Musyarakah dapat diterbitkan sebagai sertifikat yang ditebus oleh atau untuk sektor perusahaan atau untuk individu-individu. 3) Sukuk Istisna Istisna adalah perjanjian kontrak untuk barang-barang industri yang memperbolehkan pembayaran tunai dan pengiriman di masa depan atau pembayaran di masa depan dan pengiriman di masa depan dari barang-barang yang dibuat berdasarkan kontrak tertentu. Hal ini dapat digunakan untuk menghasilkan fasililtas pembiayaan pembuatan atau pembangunan rumah, pabrik, proyek, jembatan, jalan, dan jalan tol. Disamping kontrak istisna yang paralel dengan sub kontraktor, bank-bank Islam dapat melakukan pembangunan aset tertentu dan menjualnya untuk harga yang ditunda, dan melakukan subkontrak pembangunan aktual kepada perusahaan khusus. 4) Sukuk Salam Salam adalah kontrak dengan pembayaran harga dimuka, yang dibuat untuk barang-barang yang dikirim kemudian. Tidak diperbolehkan menjual komoditas yang diurus commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 20 sebelum menerimanya. Untuk itu, penerima tidak boleh menjual kembali komoditas salam sebelum menerimanya, akan tetapi ia boleh menjual kembali komoditas tersebut dengan kontrak yang lain yang paralel dengan kontrak pertama. Dalam kasus ini, kontrak pertama dan kedua harus independen satu sama lain. Spesifikasi dari barang dan jadwal pengiriman dari kedua kontrak harus sesuai satu sama lain, tetapi kedua kontrak dapat dilakukan secara independen. 5) Sukuk Ijarah Sukuk Ijarah adalah sekuritas yang mewakili kepemilikan aset yang keberadaannya jelas dan diketahui, yang melekat pada suatu kontrak sewa beli (lease), sewa dimana pembayaran return pada pemegang sukuk. Berkat fleksibilitas pada aturan Ijarah, pelaksanaan sekuritisasi kontrak Ijarah merupakan faktor kunci dalam mengatasi masalah-masalah manajemen likuiditas dan untuk pembiayaan kebutuhan-kebutuhan sektor publik di negaranegara berkembang. Sukuk Ijarah lebih diminati oleh Investor, karena pendapatannya bersifat tetap. Terutama Investor yang paradigmanya masih konvensional konservatif dan lebih menyukai pendapatan tetap (fixed income). Menurut M.Nafik, sukuk juga dapat dibedakan berdasarkan pada pembagian atau pembayaran hasil maka sukuk dapat dibagi menjadi tiga jenis, yaitu :42 1) Sukuk Marjin, yaitu sukuk yang pembayaran pendapatannya bersumber dari marjin keuntungan akad jual beli. Sukuk ini 42 Muhammad Nafik, Op.Cit, hal 360-361 commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 21 terdiri dari sukuk murabahah, sukuk salam dan sukuk istisna. 2) Sukuk Fee, yaitu sukuk yang membayarakan pendapatannya bersifat tetap karena bersumber dari pendapatan tetap dari sewa atau fee, yaitu sukuk Ijarah. 3) Sukuk Bagi Hasil, yaitu sukuk yang pembayaran pendapatannya berdasarkan bagi hasil dari hasil yang diperoleh dalam menjalankan usahanya yang dibiayai, yaitu sukuk mudharabah dan sukuk musyarakah. c. Pihak-Pihak Terkait Dalam Penerbitan Sukuk Dalam penerbitan sukuk juga melibatkan beberapa pihak yang saling terkait satu dengan yang lainnya. Pihak-pihak tersebut antara lain : 43 1) Emiten, yaitu pihak menerbitkan dan bertanggung jawab atas pembayaran nominal dan imbalan sukuk yang diterbitkan sampai dengan sukuk jatuh tempo. 2) Investor pemegang sukuk adalah pemegang sukuk yang memiliki hak atas imbalan, marjin dan nilai nominal sukuk sesuai partisipasi masing-masing. 3) Wali Amanat, yaitu pihak yang mewakili kepentingan pemegang sukuk, melakukan semacam penilaian terhadap perusahaan yang akan menerbitkan sukuk untuk meminimalkan resiko yang akan ditanggung Investor. 4) Sharia Advisor, penerbitan sukuk harus terlebih dahulu mendapatkan pernyataan kesesuaian prinsip syariah untuk meyakinkan Investor bahwa sukuk telah distruktur sesuai syariah. Pernyataan kesesuaian syariah tersebut bisa 43 Sunarsih, Potensi Obligasi Syariah Sebagai Sumber Pendanaan Jangka Menengah dan Panjang bagi Perusahaan di Indonesia, 2008, Jurnal AsVol 42. No 1 commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 22 diperoleh individu yang diakui secara luas pengetahuannya di bidang syariah atau institusi yang khusus membidangi masalah syariah. Untuk penerbitan sukuk di dalam negeri, dapat dimintakan kepada Dewan Syariah Nasional-MUI. 5) Kustodian, perannya menyelenggarakan kegiatan penitipan, bertanggung jawab untuk menyimpan efek milik pemegang rekening dan memenuhi kewajiban lain sesuai kontak antara kustodian dan pemegang rekening. Kustodian bisa berupa Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian Perusahaan Efek dari Bank Umum yang telah memperoleh persetujuan Bapepam. 6) Notaris, pejabat umum yang berwenang membuat akta otentik. Peran notaris di industri pasar modal adalah membantu Emiten atau Perusahaan Publik atau pihak lainnya dalam menyiapkan akta-akta yang terkait dengan penawaran umum maupun corporate action lainnya. Berkaitan dengan penerbitan efek syariah, maka kontrak yang dibuat wajib memperhatikan pemenuhan prinsipprinsip syariah. d. Masalah Sekuritas Sukuk Secara umum, risiko pada sukuk mirip dengan risiko obligasi konvensional karena keduanya merupakan instrumen pada pasar modal. Menurut Chartered Financial Analys, risiko-risiko yang dihadapi Investor sukuk sebagai berikut : 1) Risiko Tingkat Pengembalian Risiko tingkat pengembalian ada pada semua tipe sukuk dengan pengembalian tetap (fixed rate). Imbal hasil yang mengacu pada LIBOR atau benchmark konvensional lainnya membuat return pada sukuk dipengaruhi suku bunga. Sedangkan pada akad mudharabah, imbal hasil commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 23 sangat bergantung pada kinerja perusahaan yang dapat naik dan turun. 2) Risiko Kredit Risiko kredit pada sukuk Ijarah dihadapi oleh Investor disebabkan kegagalan pembayaran (default) atas sewa underlying asset. Kecenderungan default menjadi lebih besar karena mekanisme penjadwalan ulang atas hutang dengan imbal hasil/suku bunga lebih tinggi tidak diperbolehkan dalam hukum Islam. Risiko kredit pada sukuk harus dinilai secara independen khususnya jika pemberi pinjaman memiliki alternatif penggantian lain ketika underlying asset tidak dapat menutupi kerugian yang terjadi. 3) Risiko Nilai Tukar Risiko nilai tukar dapat terjadi jika return atas pengelolaan underlying asset diberikan dalam mata uang asing. Penerbit dapat menghitung dan memberikan jaminan atas risiko tersebut dalam rangka melindungi Investor dari pergerakan nilai tukar. 4) Risiko Tingkat Harga Risiko tingkat harga terjadi ketika spesifikasi aset yang tercermin pada nilai penerbitan sukuk yang diajukan berbeda dengan nilai pasar sesungguhnya dan laporan atas nilai underlying asset. Sukuk Ijarah paling rentan menghadapi resiko ini karena aset yang disewakan dapat mengalami depresiasi hingga dibawah harga pasar. Pengelolaan yang baik atas aset menjadi faktor penting dalam menghadapi risiko ini. 4) Risiko Likuiditas Pertumbuhan pasar sekunder yang lambat membuat Investor sukuk menghadapi commit to user risiko likuiditas. perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 24 Kecenderungan membeli dan menahan (buy and hold) pada mayoritas Investor sukuk membuat mekanisme transfer kepemilikan sukuk tidak efisien. 5) Risiko Kepatuhan Syariah Perkembangan pasar yang pesat memungkinkan adanya struktur sukuk yang tidak memenuhi aspek syariah. Standarisasi dan perhatian atas aturan-aturan syariah pada sukuk dibuat dalam rangka melindungi Investor muslim dari praktik-praktik yang bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam. 2. Ijarah a. Definisi Ijarah Salah satu bentuk kegiatan manusia dalam lapangan muamalah ialah Ijarah. Menurut bahasa, Ijarah berarti upah atau ganti atau imbalan. Karena itu, lafadz Ijarah mempunyai pengertian umum yang meliputi upah atas pemanfaatan suatu benda atau imbalan sesuatu kegiatan, atau upah karena melakukan suatu aktivitas.44 Kata Ijarah berasal dari kata ajr yang berarti imbalan. Dalam syariat, Ijarah adalah akad atas manfaat dengan imbalan. Manfaat terdiri dari beberapa bentuk, pertama manfaat benda, kedua manfaat pekerjaan dan ketiga manfaat orang yang mengerahkan tenaganya. Pemilik manfaat yang menyewakan dinamakan dengan mengeluarkan imbalan dinamakan dengan manfaatnya diakadkan dinamakan , pihak lain yang . Sesuatu yang , dan imbalan yang dikeluarkan sebagai kompensasi manfaat dinamakan ajr atau ujrah.45 44 45 Helmi Karim, Fiqh Muamalah, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2002, Hal. 29 Sayyid Sabiq, Fiqhus Sunnah, terj. Mujahidin Muhayan, Jakarta: PT. Pena Pundi Aksara, 2009, Cet. 1, Hal. 149 commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 25 Sedangkan menurut istilah, para ulama berbeda-beda mendefinisikan Ijarah, antara lain adalah sebagai berikut :46 1) Menurut Hanafiyah bahwa Ijarah adalah Akad untuk membolehkan pemilikan manfaat yang diketahui dan disengaja dari suatu zat yang disewa dengan imbalan. 2) Menurut Malikiyah bahwa Ijarah ialah nama bagi akadakad untuk kemanfaatan yang bersifat manusiawi dan untuk sebagian yang dapat dipindahkan. 3) Menurut Syeikh Syihab ad-Din dan Syaikh Umayrah bahwa yang dimaksud dengan Ijarah ialah akad atas manfaat yang diketahui dan disengaja untuk memberi dan membolehkan dengan imbalan yang diketahui ketika itu. Berdasarkan definisi-definisi diatas, kiranya dapat dipahami bahwa Ijarah adalah menukar sesuatu dengan ada imbalannya, diterjemahkan dalam bahasa Indonesia berarti sewa-menyewa atau upah-mengupah. Ijarah merupakan akad yang diperbolehkan, hal ini berlandaskan dalil- fiqh. Pertama dalil1) QS. Al Baqarah ayat 233 -anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma'ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. 46 Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2011, hal 114 commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 26 janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan Karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. bertakwalah kamukepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha melihat apa yang 47 2) QS. Al-Qashas ayat 26-27 Ya bapakku ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), Karena Sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kahkan kamu dengan salah seorang dari kedua anakku ini, atas dasar bahwa kamu bekerja denganku delapan tahun dan jika kamu cukupkan sepuluh tahun Maka itu adalah (suatukebaikan) dari kamu, Maka Aku tidak hendak memberati kamu. dan kamu insya Allah akan mendapatiku termasuk orang.48 Selanjutnya dasar hukum Ijarah yang kedua ialah dalil-dalil dari As Sunnah antara lain sebagai berikut : 1) Hadits riwayat Bukhari dari Aisyah ra, ia berkata : telah menceritakan kepada kami Al Laits dari 'Uqail berkata, Ibnu Syihab telah mengabarkan kepada saya 'Urwah bin Az Zubair bahwa 'Aisyah radliallahu 'anha isteri Nabi 47 48 Kitab Suci AlIbid -Hanan, Surakarta commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 27 Shallallahu 'Alaihi Wasallam berkata: Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam dan Abu Bakar menyewa seorang dari suku Ad-Dil sebagai petunjuk jalan yang dipercaya yang orang itu masih memeluk agama kafir Quraisy. Maka keduanya mempercayakan kepadanya perjalanan keduanya lalu keduanya meminta kepadanya untuk singgah di gua Tsur setelah perjalanan tiga malam. lalu orang itu meneruskan perjalanan keduanya waktu 49 Hadits di atas mengandung nilai ajaran bolehnya seorang Islam melakukan akad sewa menyewa dengan orang non Islam. Alasan Nabi menyewa orang yang non Islam lebih karena adanya aspek keahlian yang dimilikinya. Namun, prinsip syariah tetap harus dijadikan sebagai pertimbangan untuk memberikan penilaian kelayakan kerjasama dengan pihak non Islam. 2) Hadits riwayat Ibnu Majjah dari Ibnu Umar, bahwa Nabi bersabda : kan dari Umar Ra. Bahwasanya Nabi Muhammad SAW bersabda: Bayarlah upah kepada orang .50 b. Rukun Dan Syarat Ijarah Menurut ulama Hanafiyah rukun Ijarah adalah ijab dan qabul, antara lain dengan menggunakan lafadz: al-Ijarah, al- .51 Sedangkan Jumhur ulama berpendapat, rukun Ijarah ada empat yaitu:52 1) Orang yang berakad dan yaitu orang yang melakukan akad sewa menyewa atau upah-mengupah. 49 adalah orang Ibnu Rusyid, Terj. Bidayatul Mujtahid Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani, Shahih Sunan Ibnu Majah, Pustaka Azzam, Jakarta, 2000 51 Fiqh Muamalah, Pustaka Setia, Bandung, 2001, Hal.125. 52 Hendi Suhendi, op. cit., Hal. 117 50 commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 28 yang memberikan upah dan yang menyewakan, r adalah orang yang menerima upah untuk melakukan sesuatu dan yang menyewa sesuatu. Disyaratkan dan cukup adalah orang yang sudah baligh (dewasa atau umur), berakal, cakap melakukan tasbarruf (mengendalikan harta) dan saling meridhoi. 2) Sewa atau imbalan Disyaratkan diketahui jumlahnya oleh kedua belah pihak, baik dalam sewa-menyewa maupun dalam upah-mengupah. 3) Manfaat Hendaknya barang yang menjadi objek akad sewamenyewa dan upah-mengupah dapat dimanfaatkan kegunaanya. Manfaat dari benda yang disewa adalah perkara yang mubah (boleh) menurut bukan hal yang dilarang (diharamkan). 4) Shighat (ijab dan qabul) Ijab qabul antara dan , ijab qabul untuk melakukan sewa-menyewa dan upah-mengupah. c. Jenis-Jenis Ijarah Dilihat dari segi objeknya, akad Ijarah dibagi para ulama fiqh dapat dibagi menjadi dua macam yaitu Ijarah yang bersifat manfaat dan Ijarah yang bersifat pekerjaan.53 Di dalam hukum Islam ada dua jenis Ijarah, yaitu : 1) Ijarah yang berhubungan dengan sewa jasa, yaitu mempekerjakan jasa seseorang dengan upah sebagai imbalan jasa yang disewa. Pihak yang mempekerjakan 53 M. Ali Hasan, Berbagi Macam Transaksi Dalam Islam, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003, hal 236 commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 29 disebut pihak pekerja disebut ajir dan upah yang dibayarkan disebut ujrah. 2) Ijarah yang berhubungan dengan sewa aset atau properti, yaitu memindahkan hak untuk memakai dari aset atau properti tertentu kepada orang lain dengan imbalan biaya sewa. Pihak yang menyewa disebut , pihak yang menyewakan disebut muajir dan biaya sewa disebut ujrah. Ijarah (sewa) bentuk ini, biasa dipakai sebagai bentuk investasi atau pembiayaan di perbankan syariah. d. Berakhir Dan Batalnya Ijarah Pada dasarnya Ijarah adalah merupakan perjanjian sewamenyewa yang lazim dimana masing-masing pihak yang terikat dalam perjanjian itu tidak mempunyai hak untuk membatalkan perjanjian karena jenis perjanjian termasuk pada perjanjian timbal balik. Bahkan jika salah satu pihak meninggal dunia, Ijarah tidak menjadi batal, asalkan yang menjadi obyek perjanjian masih ada. Adapun hal-hal yang menyebabkan batalnya perjanjian Ijarah adalah disebabkan hal-hal sebagai berikut :54 1) Terjadinya cacat Maksudnya pada barang yang menjadi obyek Ijarah terdapat kerusakan ketika sedang berada ditangan pihak penyewa, yang mana kerusakan itu adalah diakibatkan kelalaian pihak penyewa itu sendiri. 2) Kerusakan Maksudnya aset Ijarah rusak atau musnah sama sekali sehingga tidak dapat dipergunakan lagi sesuai apa yang diperjanjikan. 54 Chairuman Pasaribu dan Syhrawardi K. Lubis, Hukum Perjanjian Dalam Islam, Sinar Grafika, Jakarta, 1994, Hal 56-57 commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 30 3) Terpenuhinya manfaat yang diakadkan Ijarah berakhir apabila yang menjadi tujuan akad Ijarah telah tercapai, atau masa perjanjian Ijarah telah berakhir sesuai dengan ketentuan yang disepakati kedua pihak. 4) Uzur Penganut mazhab Hanafi menambahkan adanya uzur juga merupakan salah satu penyebab berakhirnya perjanjian Ijarah, sekalipun uzur tersebut datangnya dari salah satu pihak. Adapun yang dimaksud dengan uzur disini adalah suatu halangan sehingga perjanjian tidak mungkin dapat terlaksana sebagaimana mestinya. 3. Teori Maqasidh Al Syariah dan Maslahah Maqasid Al Syariah berarti tujuan Allah SWT dan Rasul-Nya dalam merumuskan hukum Islam.55 Sementara menurut Wahbah al Zuhaili, Maqasid Al Syariah berarti nilaidalam segenap atau bagian terbesar dari hukum-hukumnya. Nilai-nilai dan sasaran itu dipandang sebagai tujuan dan rahasia syariah, yang ditetapkan oleh syariat dalam setiap ketentuan hukum.56 Menurut Syathibi tujuan akhir hukum tersebut adalah satu, yaitu maslahah atau kebaikan dan kesejahteraan umat manusia.57 Didalam Al-Quran Allah SWT menyebutkan beberapa kata syariat diantaranya adalah : a. QS. Al-Jaatsiyah ayat 18, yaitu : (peraturan) dari urusan (agama itu), maka ikutilah syariat itu 55 Taufik Abdullah, Ensiklopedia Tematis Dunia Islam, Juz 3, P.T Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta, 2002, hal 292 56 Wahbah Zuhaili, Ushul Fiqh Islamy, Juz 2, Damaskus:Dar al Fikr, 1986, hal 748 57 Filsafat Hukum Islam dan Perubahan Sosial, terjemahan oleh Yudian Wasmi, Surabaya : Al-Ikhlas, 1995, hal 225 commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 31 dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak 58 b. Q.S Asy-Syura ayat 13, yaitu : apa yang telah diwasiatkannya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu tegakkanlah agama dan janganlah 59 c. , yaitu : sungguh, inilah jalan-Ku yang lurus maka ikutilah! jangan kamu ikuti jalan-jalan (yang lain), yang akan mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Demikianlah Dia memerintahkan kamu 60 Berdasarkan ayat tersebut dapat dipahami bahwa Allah telah menjelaskan supaya mengikuti dan mengamalkan peraturan-peraturan yang sesuai dengan syariat Islam. Perdagangan sebagai salah satu bentuk aktivitas manusia, mesti bermanfaat dan memberi kemaslahatan serta tidak merugikan pihak lain. Dengan sendirinya pemilik harta akan mendapatkan manfaat dari penggunaan harta, baik untuk dirinya maupun bagi orang lain. Dengan demikian dapat dipahami bahwa serangkaian aturan yang telah digariskan oleh Allah dalam syariah adalah untuk membawa manusia dalam kondisi yang baik dan menghindarkannya dari segala hal yang 58 Al-Quran dan Terjemahannya, CV. AL Hanan, Surakarta Ibid 60 Ibid 59 commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 32 membuatnya dalam kondisi yang buruk, tidak saja di kehidupan dunia namun juga di akhirat. Menurut Al Syathibi dapat dilihat dari dua sudut pandang. Pertama maqasid al mukallaf (tujuan mukallaf). Dilihat dari sudut tujuan Tuhan, maqasid Al Syariah mengandung empat aspek, yaitu :61 a. manusia di dunia dan akhirat b. Penetapan syariah sebagai sesuatu yang harus dipahami c. Penetapan syariah sebagai hukum taklifi yang harus dilaksanakan d. Penetapan syariah guna membawa manusia ke bawah lindungan hukum Setiap penetapan hukum Allah SWT pasti mengandung suatu misi bagi kemaslahatan manusia. Penetapan ini dibagi menjadi dua kategori: Pertama, perintah Allah SWT yang bersifat jelas . Kedua, perintah Allah SWT didalam Al-Quran yang masih samar (zhanni) dan bersifat umum (mujmal), hal ini merupakan wilayah Ulama guna menafsirkannya dengan kompetensi dan kualifikasi yang memadai. Pada hakekatnya, segala hal yang terkait dengan akidah, ibadah dan muamalat dalam syariat Islam menjamin segala kemaslahatan umat baik dunia maupun akhirat. 62 Kemaslahatan yang menjadi tujuan syariat dibatasi dalam lima hal, agama, jiwa, keturunan dan harta. Setiap hal yang mengandung penjagaan atas lima hal ini disebut maslahah dan setiap hal yang membuat hilangnya lima hal ini disebut mafsadah. Adapun setiap hal yang menjadi perantara terjaganya lima hal ini, dibagi mejadi tiga tingkatan kebutuhan yaitu : 63 a. Maslahah Dhoruriyah, yaitu segala sesuatu yang harus ada untuk tegaknya kehidupan manusia, diniyah maupun dunyawiyah, 61 Nasrun Rusli, Konsep Ijtihad Al Syaukani: Relevansinya bagi pembaruan hukum Islam di Indonesia, Logos, Jakarta, 1999, hal 42-43 62 Muhammad Said Romadhon al Buthl, Dhowabit al Maslahah fi al syariah al Islamiyah, Dar al Muttahidah, Beirut, 1992, hal 71 63 Ibid, hal 110 commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 33 dengan artian bahwa apabila mashlahah ini tidak terwujud maka rusaklah kehidupan manusia di dunia. Mashlahah dhoruriyah ini meliputi : 1) Memelihara agama 2) Memelihara jiwa 3) Memelihara keturunan 4) Memelihara harta benda 5) Memelihara akal b. Mashlahah hajjiyah, yaitu segala bentuk perbuatan dan tindakan yang tidak terkait dengan dasar yang lain (yang ada pada mashlahah dhoruriyah) yang dibutuhkan oleh masyarakat tetap terwujud, tetapi dapat menghindarkan kesulitan. c. Mashlahah tahsiniyah, yaitu mempergunakan segala yang layak dan pantas dibenarkan oleh adat kebiasaan yang baik dan semuanya dicakup oleh mahasinul akhlaq. Sukuk dalam dewasa ini mulai dikembangkan sebagai salah satu alternatif syariah. Perubahan zaman dan tantangan global membuat invoasi di pasar modal semakin berkembang untuk menerbitkan investasi yang berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Sukuk dibolehkan semata-mata untuk mencapai dan mewujudkan kesejahteraan umat secara luas dunia dan akhirat. Dengan mengacu pada tujuan utama ini, istilah maqasid al syariah menjadi sandaran utama dalam setiap pengembangan obligasi yang berdasarkan pada prinsip-prinsip syariah. Oleh karena itu, semua pihak yang terlibat dalam penerbitan sukuk harus bisa memahami betul apa itu dan bagaimana praktik dari prinsip maqasid al syariah. Sukuk dan nilai-nilai maqasid al syariah ialah sebagai berikut : a. Terjaga agama. Hal ini diwujudkan dengan menggunakan AlQuran, hadits, dan hukum Islam lainnya yang dituangkan dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN- commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 34 MUI) sebagai pedoman dan dasar hukum dalam penerbitan sukuk. Serta adanya pengawasan aspek syariah yang dilakukan oleh Dewan Pengawas Syariah atau Tim Ahli Syariah yang ditunjuk oleh Dewan Syariah Nasional MUI, sejak proses emisi sukuk. b. Memelihara jiwa. Hal ini terwujud dari akad-akad yang diterapkan dalam setiap penerbitan sukuk. Secara psikologis dan sosiologis penggunaan akad-akad sesuai prinsip ekonomi syariah menuntun manusia untuk saling menghargai, bersikap adil dan menjaga amanah yang diberikan. c. Terjaga akal dan pikiran. Hal ini terwujud dari adanya tuntutan prinsip keterbukaan yang dilakukan oleh Emiten untuk mengungkapkan secara detail mengenai penerbitan sukuk. d. Terjaga harta. Hal ini terwujud jelas dalam penerbitan sukuk bahwa jenis usaha yang dilakukan oleh penerbit tidak boleh bertentangan dengan syariah, pendapatan hasil investasi yang dibagikan kepada Investor harus bersih dari unsur non halal. e. Terjaga keturunan. Hal ini terwujud dengan terjaganya empat hal diatas, maka pendapatan bagi hasil dalam sukuk dijamin halal akan berdampak baik bagi keluarga dan keturunan yang dinafkahi dari investasi sukuk tersebut. Seluruh hukum mengandung keadilan, rahmat, kemaslahatan dan hikmah, jika keluar dari keempat nilai yang dikandungnya, maka hukum tersebut tidak dapat dinamakan syariat. Secara umum, maslahah diartikan sebagai kebaikan (kesejahteraan) dunia dan akhirat. Para ahli ushul fiqh mendefinisikannya sebagai segala sesuatu yang mengandung manfaat, kegunaan, kebaikan dan menghindarkan mudharat, kerusakan dan mafsadah. Menurut Al Syathibi, maslahah ditinjau dari segi artinya adalah segala sesuatu yang menguatkan keberlangsungan dan menempurnakan commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 35 kehidupan manusia, serta memenuhi segala keinginan rasio dan syahwatnya secara mutlak.64 Menurut arti secara (hakikat) adalah segala sesuatu yang menguatkan kehidupan di dunia tidak dengan cara merusaknya serta mampu menuai hasil dan beruntung di akhirat, dalam hal ini Al Syathibi mengatakan, menarik kemaslahatan dan membuang hal-hal yang merusak bisa juga disebut dengan melaksanakan kehidupan di dunia untuk kehidupan di akhirat.65 Kemaslahatan dalam bidang muamalah dapat ditemukan oleh akal atau pemikiran manusia melalui ijtihad. Misalnya, akal manusia dapat mengetahui bahwa curang dan menipu dalam kegiatan bisnis adalah perilaku tercela. Demikian pula praktik riba yang merupakan perbuatan tak bermoral yang harus dihindari. Skala yang sangat sederhana, k-produk investasi syariah, merupakan contoh kecil proses ijtihad. Menilik secara historis, kegiatan obligasi syariah diakui secara yuridis sejak lahirnya fatwa Dewan Syariah Nasional no 32/DSNMUI/IX/2002 tentang obligasi Syariah, fatwa tersebut merupakan awal dasar hukum dari penerbitan obligasi syariah. Dibuatnya dasar hukum tersebut untuk memberikan payung hukum atas kehalalan dari suatu produk investasi yang sesuai syariat Islam. Hingga pada saat ini, DSN- MUI telah banyak mengeluarkan fatwa mengenai kegiatan obligasi syariah. Fatwa tersebut antara lain : a. Nomor 32/DSN-MUI/IX/2002 Tentang Obligasi Syariah b. Nomor 33/DSN-MUI/IX/2002 Tentang Obligasi Syariah Mudharabah c. Nomor 40/DSN-MUI/X/2003 Tentang Pasar Modal Dan Pedoman Umum Penerapan Prinsip Syariah di Bidang Pasar Modal 64 65 Wahbah Zuhaili, ilmu ushl al fiqh, juz II,Daar al Fikr, Damaskus-Suriah, hal 799-800 Abdul Wahbah Khalaf. Ilmu ushul fiqh, cet : Darul Hadis Mesir, 2003, hal 86 commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 36 d. Nomor 41/DSN-MUI/III/2004 Tentang Obligasi Syariah Ijarah e. Nomor 59/DSN-MUI/V/2007 Tentang Obligasi Syariah Mudharabah Konversi f. Nomor 69/DSN-MUI/VI/2008 Tentang Surat Berharga Syariah Negara g. Nomor 71/DSN-MUI/VI/2008 Tentang Sale and Lease Back Singkatnya, semua aktivitas dan perilaku dalam muamalah acuannya adalah maslahah, hal tersebut dibenarkan dan dianjurkan oleh syariah. Sebaliknya jika disana ada kemudaratan dan mafsadah, maka prakteknya tidak dibenarkan. Termasuk sukuk diharamkan apabila terdapat gharar, judi, dan segala bisnis yang mengandung riba. Kebutuhan terhadap sukuk disebabkan obligasi konvensional melaksanakan transaksi perdagangan yang tidak sejalan dengan prinsip Islam. Perlu diyakini bahwa berpegang kepada nilai-nilai keislaman merupakan tindakan-tindakan awal untuk menegakkan prinsip mumalah yang jujur, adil tidak serakah, tidak terjadinya penipuan dan monopoli, spekulasi, serta menghindari riba. Dengan merealisasikan penerbitan sukuk berarti menyelamatkan harta umat Islam dari sikap eksploitasi ekonomi serta penguasaan harta pada segelintir orang, disamping membebaskan umat Islam dari belenggu sistem riba. Memelihara harta merupakan salah satu hal yang paling penting selain memelihara agama, jiwa keturunan dan kehormatan, karena merupakan maqasid al syariah. Intinya, semua perilaku muamalah yang tidak menjamin kemaslahatan umat manusia harus dirubah. Sejalan dengan kaidah-kaidah tersebut diatas, dapat dikatakan bahwa sukuk halal sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah, apalagi jika aktivitas tersebut mengandung maslahat secara individual maupun komunal. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 37 4. Perlindungan Hukum Terhadap Investor Menurut Poerwadarminta, pengertian perlindungan hukm berasal sesuatu supaya tidak suatu perbuatan, tindakan atau hal-hal yang melindungi. Pengertian perlindungan hukum adalah suatu perbuatan atau tindakan yang mengatur serta melindungi hubungan antara subyek hukum berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hubungan hukum tersebut dilakukan antara subyek hukum, baik manusia dan badan hukum, yang mana masingmasing subyek hukum merupakan pemikul hak dan kewajiban dalam melakukan tindakan hukum berdasarkan atas kemampuan atau kewenangan. Hubungan hukum terjadi akibat interaksi antar subyek hukum tersebut secara langsung maupun tidak langsung menimbulkan adanya suatu relevansi serta akibat-akibat hukum, sehingga nantinya suatu hubungan hukum tersebut dapat berjalan dengan seimbang serta adil, dalam arti setiap subyek hukum mendapatkan apa yang menjadi haknya serta dapat menjalankan kewajiban yang dibebankan kepadanya. Disinilah, maka hukum tampil sebagai aturan main yang mengatur, melindungi serta menjaga hubungan tersebut. Sedangkan menurut Max Webber dalam kajian sosiologinya menyebutkan setidaknya ada tiga alasan utama yang menjelaskan mengapa manusia selalu membutuhkan perlindungan, baik perlindungan hukum maupun dalam bentuk yang lain.66 Pertama, sesungguhnya manusia hidup dalam kondisi ketidakpastian. Sesuatu yang sangat penting bagi keamanan, kesejahteraan dan ketenangan batin manusia berada di luar jangkauan manusia. Eksistensi manusia, baik ketika dihadapkan dengan keperkasaan alam maupun lingkungan sosial ditandai dengan ketidakpastian. Ketidakpastian inilah yang kemudian memaksa manusia untuk bersandar 66 Pengantar Sosiologi, terjemahan Abdul Muis Naharong, Rajawali Press, Jakarta, 1993, hal. 15-18 commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 38 pada sesuatu yang dianggap tak terbatas dan dapat memberi perlindungan serta ketenangan batin dalam hidup manusia yang makin sengkarut ini. Ketidakmampuan manusia mengendalikan situasi sosial, ekonomi dan budaya serta politik yang dihadapinya, memaksa manusia membutuhkan perlindungan atas kepentingan dan eksistensinya. Salah satu bentuk perlindungan yang dapat diberikan adalah perlindungan hukum. Kedua, meskipun kemampuan manusia untuk mengendalikan dan mempengaruhi kondisi kehidupannya sudah meningkat dan berkembang dengan sangat pesat, tetapi pada dasarnya masih terbatas. Bahkan pada titik tertentu, kondisi manusia sering kali ditandai dengan ketidakberdayaan. Ketika manusia sudah tidak berdaya menghadapi situasi tertentu, maka kebutuhan akan perlindungan semakin meningkat, maka di sinilah manusia membutuhkan perlindungan dari sesuatu yang berada di luar dirinya, baik dalam bentuk sistem hukum maupun keyakinan keagamaan yang membuat manusia merasa memiliki perlindungan yang dapat menjamin keamanan dan kesejahteraannya. Ketiga, manusia senantiasa hidup bermasyarakat dan masyarakat merupakan alokasi yang tertata dari berbagai fungsi, fasilitas, peran, hak, dan kewajiban. Masyarakat membutuhkan kerjasama agar dapat eksis dan berkembang seiring tuntutan zaman yang semakin kompleks. Kebersamaan dan gotong royong sering diagung-agungkan sebagai nilai luhur bangsa Indonesia, meskipun jarang dipraktikkan dalam kehidupan nyata. Fungsi-fungsi sosial yang seharusnya dilakukan sebagai bagian dari masyarakat justru terabaikan. Pejabat tidak lagi menjadi pelayan rakyat, tetapi menjadi penguasa atas rakyat. Rakyat pun sering kali berbuat nekat dan kalap hingga menimbulkan anarki dan kerusuhan yang tak terbilang jumlah kerugiannya. Dalam situasi semacam inilah dibutuhkan perlindungan. Perlindungan terkait dengan watak dan hakikat manusia yang membutuhkan rasa aman dalam hubungannya dengan orang lain. Aristoteles mengatakan bahwa manusia adalah zoon politicon (makhluk commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 39 sosial atau makhluk bermasyarakat). Hal ini dikarenakan tiap anggota masyarakat mempunyai hubungan antara satu dengan yang lain. Sebagai makhluk sosial, maka sadar atau tidak sadar manusia selalu melakukan perbuatan hukum (rechtsbetrekkingen). (rechtshandeling) dan hubungan hukum 67 Setiap hubungan hukum tentu menimbulkan hak dan kewajiban. Selain itu, masing-masing anggota masyarakat tentu mempunyai hubungan kepentingan yang berbeda-beda dan saling berhadapan atau berlawanan, untuk mengurangi ketegangan dan konflik, maka tampil hukum yang mengatur dan melindungi kepentingan tersebut yang dinamakan perlindungan hukum. Perlindungan hukum adalah suatu perlindungan yang diberikan terhadap subyek hukum dalam bentuk perangkat hukum, baik yang bersifat preventif maupun yang bersifat represif, baik yang tertulis maupun tidak tertulis. Perlindungan hukum sebagai suatu gambaran dari fungsi hukum, yaitu konsep hukum dapat memberikan suatu keadilan, ketertiban, kepastian, kemanfaatan, dan kedamaian. Perlindungan hukum selalu dikaitkan dengan konsep rechtstaat, karena lahirnya konsep ini tidak terlepas dari keinginan memberikan pengakuan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia. Konsep rechtstaat muncul pada abad ke-19 dan dicetuskan pertama kali oleh Julius Stahl. Konsep rechtstaat menurut Julius Stahl secara sederhana yang dimaksud dengan negara hukum adalah negara yang menyelenggarakan kekuasaan pemerintahannya didasarkan pada hukum. Konsep negara hukum atau rechtstaat menurut Julius Stahl mencakup empat elemen, yaitu:68 a. Perlindungan hak asasi manusia; b. Pembagian kekuasaan; 67 68 R. Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum, Cetakan Kedelapan, Sinar Grafika, Jakarta, 2006, hal 46 Philipus M. Hadjon, Pengantar Hukum Administrasi Negara, Bina Aksara, Yogyakarta, 1987, hal 2 commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 40 c. Pemerintahan berdasarkan undang-undang; d. Peradilan Tata Usaha Negara. Sementara itu, menurut A.V. Dicey terdapat tiga ciri penting negara hukum yang disebut dengan rule of law, yaitu:69 a. Supremasi hukum, artinya tidak boleh ada kesewenang-wenangan sehingga seseorang hanya boleh dihukum jika melanggar hukum. b. Kedudukan yang sama di depan hukum, baik bagi rakyat biasa atau pejabat pemerintah. c. Terjaminnya hak-hak manusia dalam undang-undang atau keputusan pengadilan. Negara hukum pada dasarnya bertujuan untuk memberikan perlindungan hukum bagi rakyat terhadap tindakan pemerintah dilandasi dua prinsip negara hukum, yaitu:70 a. Perlindungan hukum preventif Perlindungan hukum kepada rakyat, di mana rakyat diberi kesempatan untuk mengajukan keberatan (inspraak) atau mengajukan pendapat tertentu sebelum suatu keputusan pemerintah menjadi bentuk yang definitive. Artinya, perlindungan preventif diberikan sebelum pemerintah memutuskan suatu hukum tertentu. Masyarakat dapat menilai, memberi kritik dan masukan agar kepentingannya dapat dilindungi oleh hukum yang akan dibuat. b. Perlindungan hukum represif Perlindungan hukum yang represif bertujuan untuk menyelesaikan sengketa atau masalah hukum yang sudah terjadi. Bentuk perlindungan hukum ini bertumpu dan bersumber pada pengakuan dan perlindungan hak asasi manusia serta berlandaskan pada prinsip negara hukum. Dengan demikian, perlindungan hukum 69 70 Ibid Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum: Suatu Pengantar, Cetakan Pertama, Liberti, Yogyakarta, 2003, hlm. 22 commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 41 diberikan kepada seluruh warga negara sesuai dengan prinsip persamaan di muka hukum (equality before the law). Perlindungan hukum represif dilaksanakan berupa penegakan hukum yang telah dibuat dan disepakati bersama. Pelaksanaan hukum yang efektif, konsisten, dan tidak tebang pilih dapat menjadi perlindungan bagi masyarakat untuk melaksanakan berbagai aktivitas dan kepentingannya selama aturan-aturan yang berlaku dipatuhi dan dilaksanakan secara bertanggung jawab. Pelaksanaan perlindungan hukum represif juga dilakukan bila timbul masalah-masalah hukum dan membutuhkan penyelesaian. Sengketa dalam masalah hukum harus diselesaikan sesuai dengan aturan hukum yang berlaku sehingga semua pihak merasa diperlakukan secara adil dan dilindungi hak-haknya sebagai warga negara. Menurut Satjipto Rahardjo, perlindungan hukum merupakan ciri-ciri yang melekat pada hak menurut hukum yaitu hak itu diletakkan kepada seseorang yang disebut sebagai pemilik atau subjek dari hak itu. Ia juga disebut sebagai orang yang memiliki title/identitas atas barang yang menjadi sasaran dari hak. Hak itu tertuju kepada orang lain, yaitu yang menjadi pemegang kewajiban. Antara hak dan kewajiban terdapat hubungan korelatif. Hak yang ada pada seseorang ini mewajibkan pihak lain untuk melakukan (commission) atau tidak melakukan (omission) sesuatu perbuatan. Ini bisa disebut sebagai isi dari Hak. Commision atau omission menyangkut sesuatu yang bisa disebut sebagai obyek dari hak. Setap hak menurut hukum mempunyai titel, yaitu suatu peristiwa tertentu yang menjadi alasan melekatnya hak itu pada pemiliknya.71 Dalam hal kegiatan investasi di pasar modal. Pasar modal adalah tempat untuk memperdagangkan berbagai surat-surat berharga milik 71 Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1991, hlm. 53-54 commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 42 Pemerintah maupun swasta, seperti saham, sukuk, obligasi, dan sekuritas efek. Pasar modal sebagai tempat berinvestasi memang menganjurkan dari sisi penambahan profit. Namun, investasi pasar modal mengandung risiko tertentu. Investor harus menghitung risiko (calculated risk), bukan sekadar sebagai pengikut. Apalagi, pasar modal tak ubahnya sebagai tempat mengapitalisasi keuntungan sebagian orang saja sehingga diperlukan kesiapan regulator mengeluarkan berbagai peraturan. Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (sebelum dialihkan kepada Otoritas Jasa Keuangan) juga telah menerbitkan sejumlah peraturan untuk menjamin pasar berjalan secara teratur dan efisien. Peraturan yang dibuat tersebut bertujuan untuk melindungi investor. Kegiatan pasar modal dilindungi oleh Undang-Undang No 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal. Selain itu terdapat peraturan-peraturan yang telah mengintegrasikan fatwa-fatwa DSN-MUI ke dalam peraturan Bapepam-LK demi mellindungi investor terhadap kesyariahan suatu produk pasar modal yang berbasis syariah, dengan wajib memenuhi ketentuan yang diatur dalam kaidah fikih muamalah yang mengikuti prinsip syariah yang antara lain tidak mengandung unsur riba, spekulasi, judi (maisyir) atau ketidakjelasan (gharar). Peraturan-peraturan tersebut antara lain : a. Peraturan No.IX.A.13 lampiran keputusan ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Nomor Kep-130/BL/2006 tentang penerbitan efek syariah. b. Peraturan Bapepam-LK No. IX.A.14 lampiran Keputusan Bapepam dan LK Nomor Kep.131/BL/2006 tentang akadakad yang digunakan dalam penerbitan efek syariah di pasar modal Salah satu tujuan dilakukannya pengaturan oleh otoritas pasar modal adalah agar terciptanya perlindungan bagi investor. Perlindungan terhadap investor merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam kegiatan commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 43 pasar modal. Rasa aman dan nyaman para investor dalam melakukan kegiatan di pasar modal akan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap industri pasar modal. Dengan terbitnya peraturan-peraturan tersebut, karena dipandang perlu adanya kepastian dan jaminan bahwa seluruh kegiatan dan produk pasar modal syariah telah memenuhi prinsip syariah. Untuk memastikan kepatuhan terhadap pemenuhan prinsip syariah tersebut diperlukan pihak yang memahami ilmu fikih muamalah. Pihak tersebut memiliki peran dalam memberikan opini atau pendapat serta memastikan bahwa suatu produk investasi tidak melanggar hal-hal yang dilarang oleh syariah. 5. Teori Bekerjanya Hukum Dalam bukunya Achmad Ali, Lawrence Meir Friedman menerangkan adanya 3 (tiga) unsur sistem hukum (three elements of legal system) yang mempengaruhi bekerjanya hukum sebagai berikut: a. Struktur Hukum (legal structure) Bahwa struktur adalah kerangka atau rangkanya, bagian yang tetap bertahan, bagian yang memberi semacam bentuk dan batasan terhadap keseluruhan.72 Komponen struktur adalah kelembagaan yang diciptakan oleh sistem hukum itu dengan berbagai macam fungsi dalam rangka mendukung bekerjanya sistem tersebut. Komponen ini dimungkinkan untuk melihat bagaimana sistem hukum itu memberikan pelayanan terhadap penggarapan bahan hukum secara teratur.73 Kaitannya dalam sukuk, struktur hukum ini adalah pola yang menunjukkan tentang bagaimana hukum di dalam sukuk dijalankan menurut ketentuan-ketentuan formalnya. Struktur 72 73 Ahmad Ali, Menguak Tabir Hukum, Chandra Pratama, Jakarta, 1996, hal.82 Esmi Warassih, Pranata Hukum Sebuah Telaah Sosiologis, PT.Suryandaru Utama, Semarang, 2005.hal.30 commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 44 menunjukkan bagaimana lembaga-lembaga terkait pasar modal pada umumnya dan pihak-pihak dalam penerbitan sukuk pada khususnya berjalan dan dijalankan sesuai dengan perangkat hukum yang ada. Lembaga-lembaga yang terkait dengan penerbitan sukuk antara lain : 1) Otoritas Jasa Keuangan 2) Majelis Ulama Indonesia melalui Dewan Syariah Nasional 3) Lembaga-lembaga penunjang pasar modal Struktur ini pula yang menentukan bisa atau tidaknya penerapan dan penegakan hukum itu dilaksanakan dengan baik. Lembaga-lembaga tersebut harus terstruktur dengan baik dalam suatu mekanisme kerja yang jelas. Sehingga tidak akan terjadi duplikasi antara lembaga satu dengan lembaga lainnya. b. Substansi Hukum (legal substance) Komponen kedua adalah substansi hukum, yaitu aturan, norma dan perilaku-perilaku nyata manusia yang berada dalam sistem itu. Substansi juga diartikan produk yang dihasilkan oleh orang yang berada dalam sistem itu, meliputi keputusan yang mereka keluarkan, aturan baru yang mereka susun. Dilanjutkan bahwa substansi mencakup living law (hukum yang hidup) dan bukan hanya aturan-aturan yang ada dalam kitab undang-undang atau law books. Menurut Esmi Warassih, komponen substantif yaitu sebagai output dari sistem hukum yang berupa peraturanperaturan, keputusan-keputusan yang digunakan baik oleh pihak yang mengatur maupun pihak yang diatur.74 Kaitannya dalam sukuk, subtansi hukumnya ialah terdapat didalam peraturan-peraturan yang mengatur terkait sukuk. Dasar 74 Ibid commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 45 hukum sukuk ialah kumpulan fatwa-fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) dan peraturan otoritas jasa keuangan. Implementasi dari kumpulan fatwa-fatwa Dewan Syariah tersebut apakah sudah diimplementasikan secara baik dan sungguh-sungguh dalam penerbitan sukuk sehingga dapat memenuhi harapan dan memberikan perlindungan terhadap penerapan prinsip-prinsip syariah bagi Investor pemegang sukuk dan kumpulan fatwa tersebut sebisa mungkin sudah diintegariskan ke dalam peraturan otoritas jasa keuangan. Substansi hukum dapat dikatakan sebagai salah satu faktor yang memberikan celah terhadap penerapan prinsip-prinsip syariah pada penerbitan sukuk yang berimplikasi pada penerbitan sukuk sesuai kepentingan bukan kemaslahatan. c. Budaya Hukum (legal culture) Friedman menjelaskan budaya hukum adalah sikap manusia terhadap hukum dan sistem hukum, berupa kepercayaan, nilainilai, pemikiran serta harapannya. Pemikiran dan pendapat ini sedikit banyak menjadi penentu jalannya proses hukum. Jadi dengan kata lain budaya hukum adalah suasana pikiran sosial dan kekuatan sosial yang menentukan bagaimana hukum digunakan, dihindari atau disalahgunakan. Tanpa budaya hukum maka sistem hukum itu sendiri menjadi tidak berdaya menjalankan fungsinya dalam masyarakat. Komponen budaya yaitu yang terdiri dari nilainilai dan sikap-sikap yang mempengaruhi bekerjanya hukum atau yang menurut Lawrence Meir Friedman disebut sebagai budaya hukum. Budaya hukum inilah yang berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan antara peraturan hukum dengan tingkah laku hukum seluruh warga masyarakat. Berkaitan dengan sukuk, budaya hukum tercipta dari sikap manusia dalam struktur sukuk itu sendiri, apa sudah benar-benar commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 46 menerapkan prinsip-prinsip syariah dalam penerbitan sukuk yang dituangkan dalam perjanjian perwaliamanatan tersebut. Semakin tinggi kesadaran hukum masyarakat maka akan tercipta budaya hukum yang baik, karena sebaik apapun penataan struktur hukum untuk mejalankan aturan hukum yang ditetapkan dan sebaik apapun kualitas substansi hukum yang dibuat tanpa didukukung budaya hukum oleh orang-orang yang terlibat dalam sistem dan masyarakat maka penerapan dan penegakan hukum tidak akan berjalan secara efektif. Penerbitan sukuk harus benar-benar berlandaskan syariat Islam agar memenuhi harapan-harapan masyarakat yang berminat berinvestasi pada sukuk yaitu aman dan terbebas dari riba (bunga), gharar (tidak jelas) dan mashyir (judi). Tingkat kepatuhan kepada syariat Islam oleh masyarakat sendiri belum terlalu paham dan dipatuhi. Sehingga pelaksanaan prinsip syariah masih terlihat samar. Oleh karena itu, untuk mewujudkan keadilan pendekatan hukum yang bersifat positivistik tidak cukup, tetapi proses interaksi antara manusia dengan lingkungan yang dilandasi oleh budaya akan lebih baik. B. Penelitian Yang Relevan Penelitian Hukum yang sejenis juga telah dilakukan oleh : No. Penulis 1. Gede Bagus Wulansari (2009) Judul Ringkasan Isi Perlindungan Hukum Penulisan tesis ini difokuskan pada sukuk ijarah dengan Terhadap Investor Surat prinsip sale dan lease back Berharga Syariah Negara yang telah mendapat payung hukum baik melalui Undang(SUKUK) Ijarah Undang Nomor 19 Tahun 2008 Tentang surat berharga syariah Negara maupun Fatwa DSN-MUI. Terdapat beberapa syarat dan ketentuan untuk commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 47 2. Nurma Khusna Khanifa (2012) Tinjauan Hukum Islam Terhadap Transaksi Jual Beli Sukuk Ritel Menggunakan Sistem Akad Ijarah Serta Relevansinya Dengan Perlindungan Investor 3. Dita Febrianto (2008) Aspek hukum penerbitan obligasi Syariah : Studi kasus Penerbitan Obligasi Syariah Mudharabah oleh PT. Indosat. Tbk commit to user BMN yang akan dijual sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah dan beberapa peraturan pelaksanaan. Selain itu Investor dapat melakukan beberapa upaya hukum apabila pemerintah mengalami gagal bayar baik untuk imbalan maupun nilai nominal sukuk ijarah sale and lease back yang dapat ditempuh melalui litigasi maupun non litigasi Dilihat dari sisi hukum Islam perlindungan investor masih samaran belum bisa melindungi investor dari segi kehalalan sesuai dengan prinsip syariah, terlihat sebagian besar otoritas pasar modal menilai bahwa kegiatan pasar modal syariah memiliki basis regulasi yang sama dengan kegiatan pasar modal konvensional mengenai payung hukum perlindungan investor. Di dalam peraturan tersebut terdapat kegiatan yang dilarang oleh prinsip syariah seperti margin on trading (jaminan keuntungan), short selling (menjual jangka pendek) dan option (tidak adanya barang). Akibat dari regulasi yang tidak sesuai dengan syariah sukuk terlihat seperti obligasi konvensional. Mekanisme penerbitan obligasi syariah oleh suatu badan usaha atau lembaga keuangan diawali dengan adanya fatwa dari Dewan Syariah Nasional (DSN) yang menjadi dasar hukum bagi perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 48 keabsahan suatu produk. Setelah proses penawaran umum, apabila bagi hasil tidak sesuai dengan yang dinyatakan dalam perwaliamanatan, Wali Amanat dapat mengambil tindakan pemberitahuan kepada Emiten bahwa yang bersangkutan telah lalai. Jika dalam waktu tertentu Emiten tidak memperbaiki, maka Wali Amanat berhak mengumumkan kepada masyarakat bahwa Emiten tersebut telah lalai. Selanjutnya Wali Amanat akan melakukan pemanggilan kepada pemegang Obligasi Syariah untuk melakukan RUPOS. Perbedaan antara penelitian yang telah dilakukan dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah mengenai upaya-upaya pihak terkait dalam penerbitan sukuk korporasi ijarah agar sukuk tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah dan apa saja bentuk-bentuk perlindungan hukum bagi Investor pemegang sukuk terhadap kepatuhan penerapan prinsip-prinsip syariah pada penerbitan sukuk korporasi Ijarah pada penerbitan Sukuk Ijarah Berkelanjutan I Indosat Tahap I Tahun 2014 P.T Indosat Tbk. Dengan terus berkembangnya penerbitan sukuk di Indonesia pada sekarang ini, diperlukan pengetahuan dan pemahaman yang sangat baik tatkala memutuskan untuk berinvestasi di pasar modal khususnya sukuk. Selama ini perlindungan hukum sukuk terfokus pada kelalaian Emiten yang menyebabkan default (gagal bayar) yang menyebabkan Investor akan sangat dirugikan karena dapat berpotensi hilangnya harta Investor yang diinvestasikan. Akan tetapi dalam penerbitan sukuk, perlindungan hukum tidak saja mengenai Emiten default, tetapi juga pelanggaran prinsip-prinsip syariah yang dapat menyebabkan sukuk menjadi batal demi hukum (fasakh) yang akan mengakibatkan Investor merasa sangat dirugikan. Perlindungan commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 49 hukum tersebut tidak saja sebatas yang tertuang di dalam perjanjian perwaliamanatan seperti penelitian-penelitian tersebut diatas, tetapi juga apakah Wali Amanat dan Otoritas Jasa Keuangan juga mempunyai peran. Sepengetahuan penulis, belum ada yang penelitian yang membahas perlindungan hukum terhadap kepatuhan penerapan prinsip-prinsip syariah dalam penerbitan sukuk. Berdasarkan uraian tersebut maka penelitian tesis yang dilakukan oleh penulis benar-benar baru dan berbeda dengan beberapa penelitian tesis yang pernah dilakukan . C. Kerangka Pemikiran Penerbitan Sukuk Ijarah Berkelanjutan I Indosat Tahap I Tahun 2014 Peraturan Bapepam-LK dan Fatwa DSN-MUI Prinsip-Prinsip Syariah Pada Penerbitan Sukuk Para Pihak Yang Terkait Teori Mashlahah dan Maqasidh Al Syariah Penerapan Prinsip-Prinsip Syariah Pada Penerbitan Sukuk Upaya-Upaya Pihak Terkait Agar Sukuk Tidak Bertentangan Dengan Prinsip-Prinsip Syariah Teori Perlindungan Hukum dan Teori Bekerjanya Hukum Perlindungan Hukum Bagi Investor Terhadap Kepatuhan Prinsip-Prinsip Syariah Bagan 1. Kerangka Pemikiran Keterangan : Dari bagan diatas penulis ingin menyampaikan alur berpikir dalam melakukan penelitian ini. Dalam menerbitkan sukuk, para pihak yang terlibat commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 50 dalam penerbitan sukuk tersebut wajib menerapkan prinsip-prinsip syariah pada penerbitan sukuk. Prinsip-prinsip syariah tersebut mengacu kepada peraturanperaturan perundang-undangan yang berlaku dan tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah yang diatur dalam fatwa-fatwa DSN-MUI yang beberapa telah diintegrasikan ke dalam peraturan Bapepam-LK guna memberikan perlindungan hukum bagi Investor. Sesuai dengan peraturan yang berlaku, bahwa sukuk yang diterbitkan harus distruktur sesuai dengan prinsip syariah sehingga terhindar dari larangan-larangan hukum Islam. Peran para pihak terkait tersebut sangat dituntut untuk terus memperhatikan prinsip-prinsip syariah dalam setiap tindakannya dimulai dari sebelum emisi sampai berakhirnya emisi sukuk. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa sukuk yang diterbitkan sebagian besar tidak memenuhi prinsip-prinsip syariah, maka penelitian ini akan mengetahui apakah penerbitan sukuk korporasi Ijarah tersebut telah mematuhi prinsip-prinsip syariah pada sukuk atau belum. Selain itu, kepatuhan prinsip syariah bukan saja hanya terletak sebelum emisi maupun proses emisi, tetapi juga ketika sukuk telah dipegang oleh Investor. Para pihak terkait harus berupaya melindungi para pemegang sukuk terhadap kepatuhan penerapan prinsip-prinsip syariah pada sukuk yang diterbitkan tersebut atau sukuk mejadi batal demi hukum karena melanggar kepatuhan prinsip syariah. Kemudian dari penerbitan sukuk korporasi ijarah tersebut akan dianalisa apa saja bentuk-bentuk perlindungan hukum bagi Investor terhadap kepatuhan penerapan prinsip-prinsip syariah pada penerbitan sukuk Ijarah tersebut berdasarkan data-data yang penulis peroleh. commit to user