perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user

advertisement
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
12
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Kerangka Teori
1. Sukuk
a. Definisi Sukuk
Sukuk berasal dari bentuk jamak bahasa arab yaitu shakk atau
sertifikat. Secara terminologi shakk adalah sebuah kertas atau catatan
yang padanya terdapat perintah dari seseorang untuk pembayaran uang
dengan jumlah tertentu pada orang lain yang namanya tertera pada
kertas tersebut. 21
Sukuk bukan merupakan istilah yang baru dalam sejarah Islam,
sukuk sudah dikenal sejak abad pertengahan, dimana umat Islam
menggunakannya dalam konteks perdagangan internasional.22 Pada
masa awal Islam, sukuk merupakan salah satu alat pembayaran gaji
para pegawai negara. Dalam sejarah disebutkan bahwa khalifah Umar
bin al-Khattab adalah khalifah pertama yang membuat sukuk dengan
membubuhkan stempel di bawah kertas sukuk tersebut.23
Asal mula lahirnya sukuk berasal dari suatu pemikiran dari
keseluruhan
sistem
Islam
bahwa
keberadaan
alternatif
yang
berlandaskan syariah seharusnya merupakan alternatif terhadap
aktivitas yang tidak berlandaskan syariah. Dalam hal ini para sarjana
muslim selama bertahun-tahun telah memberikan pemikiran mendasar,
untuk mencari alternatif Islam terhadap instrument keuangan
konvensional yang dapat diperdagangkan.24 Singkatnya, kemunculan
sukuk dilatarbelakangi oleh upaya untuk menghindari praktik riba
21
Nurul Huda dan Mohammad Heykal, Lembaga Keuangan Islam Tinjauan Teoritis dan Praktis,
Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2010, hal 265
22
Al-Munjid fî al-Lughah wa al, Dar al-Masyriqi, Beirut, 1986 hal 430
23
Al-Zubaidi, alal-Buwaihi (Irak pada masa Daulah Buwaihi), hal 226
24
Nurul Huda dan Mustafa Edwin Nasution, Op.Cit, hal 123
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
13
yang terjadi pada obligasi konvensional dan mencari alternatif
instrumen pembiayaan bagi pengusaha atau negara yang sesuai dengan
syariah. 25
Menurut Zamir Iqbal dan Abbas Mirakhor, sukuk adalah
representasi kepemilikan yang proporsional dari aset untuk jangka
waktu tertentu dengan risiko serta imbalan yang dikaitkan dengan cash
flow melalui underlying asset yang berada di tangan Investor.26 Dalam
pemahaman praktisnya, sukuk merupakan bukti (claim) kepemilikan.
Sebuah sukuk mewakili kepentingan, baik penuh maupun proporsional
dalam sebuah atau sekumpulan aset.27
Dalam
No. 17 Tentang Investasi Sukuk dalam
Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial
Institution (AAOIFI),28 definisi sukuk dapat disimpulkan bahwa sukuk
merupakan sertifikat bernilai sama yang mewakili bagian tak
terpisahkan dalam kepemilikan suatu aset berwujud, manfaat atu jasa
atau kepemilikan dari aset suatu proyek atau aktivitasi investasi
tertentu, yang tejadi setelah adanya penerimaan dana sukuk, penutupan
pemesanan dan dana yang diterima dimanfaatkan sesuai dengan tujuan
penerbitan sukuk.29 Dalam
bentuknya
yang
sederhana,
sukuk
diterbitkan oleh sebuah perusahaan atau Emiten sebagai pengelola dan
dibeli oleh Investor. Dana yang terhimpun disalurkan untuk
mengembangkan usaha lama atau pembangunan suatu unit baru yang
benar-benar berbeda dari usaha lama.
25
Dede Abdul Fatah, Perkembangan Obligasi Syariah (Sukuk) Di Indonesia : Analisis Peluang
dan Tantangan, artikel pada Jurnal ALanuari 2011, Fakultas
Syariah IAIN Raden Intan, hal 35
26
Zamir Iqbal & Abbas Mirakhor, an Introduction to Islamic Finance, John Wiley & Son (Asia)
Pte. Ltd, , Singapura, 2007, hal. 177
27
Endri, Op.Cit
28
AAOIFI adalah organisasi internasional Islam non-badan hukum nirlaba yang menyiapkan
standar akuntansi, audit, pemerintahan, etika dan standar syariat Islam lembaga keuangan
dan industri.
29
Accounting and Auditing Organization For Islamic Financial Institutions (AAOIFI).
Standards. Accounting and Auditing Organization For Islamic Financial Institutions.
Bahrain, 2003
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
14
Sekarang ini, sukuk telah memiliki legitimasi yang kuat secara
syariah di Indonesia dan juga telah disetujui oleh Bapepam-LK
(sekarang OJK). Dalam Peraturan Nomor IX.A.13 tentang Penerbitan
Efek Syariah, sukuk didefinisikan sebagai efek syariah berupa sertifikat
atau bukti kepemilikan yang bernilai sama dan mewakili bagian
penyertaan yang tidak terpisahkan atau tidak terbagi atas kepemilikan
aset berwujud tertentu, nilai manfaat dan jasa atas aset proyek tertentu
atau aktivitas investasi tertentu, kepemilikan atas aset proyek tertentu
atau aktivitas investasi tertentu.
Adapun Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia
(DSN-MUI)
belum
menggunakan
istilah
sukuk
dan
masih
menggunakan istilah obligasi syariah. Dalam Fatwa Dewan Syariah
Nasional (DSN) Nomor 32/DSNMUI/IX/2002 tentang Obligasi
Syariah, yang dimaksud dengan obligasi syariah adalah suatu surat
berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan
oleh Emiten kepada pemegang obligasi syariah yang mewajibkan
Emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang obligasi
syariah berupa bagi hasil / margin / fee, serta membayar kembali dana
obligasi pada saat jatuh tempo.
Sampai saat ini masih seringkali sukuk disamakan dengan
obligasi syariah. Pengertian obligasi syariah adalah surat utang dari
suatu lembaga atau perusahaan yang dijual kepada Investor untuk
mendapatkan dana segar. Para Investor akan mendapatkan return
dalam bentuk tingkat suku bunga yang sangat bervariasi tergantung
kekuatan penerbitnya.30
Istilah obligasi syariah yang digunakan dalam fatwa Dewan
Syariah Nasional sebenarnya lebih mengikuti opini di pasar modal
konvensional. Akan tetapi, obligasi syariah dan obligasi konvensional
sangat berbeda. Sistem pengembalian pada obligasi syariah adalah bagi
30
Heru Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Ekonosia FE UII, Yogyakarta, 2004,
hal 221
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
15
hasil, margin dan fee. Sedangkan pada obligasi konvensional sistem
pengembaliannya adalah sistem bunga.31
Pada prinsipnya, sukuk dan obligasi syariah merupakan surat
berharga sebagai instrumen investasi yang diterbitkan berdasarkan
suatu transaksi atau aqad syariah yang melandasinya. Namun demikian
dari definisi obligasi terkesan Dewan Syariah Nasional menyamakan
antara obligasi dengan sukuk. Padahal sebenarnya obligasi adalah surat
hutang (sebelum disyariahkan), maka meskipun telah direstrukturisasi
menjadi syariah, tetap dasarnya adalah sebagai surat hutang. sementara
sukuk adalah sertifikat kepemilikan sebagian atau lebih terhadap suatu
asset usaha yang berlandaskan aqad-aqad syariah.32
Hampir tidak ada perbedaan antara obligasi syariah dengan
sukuk, keduanya memakai akad dalam fiqh, seperti mudaharabah,
musyarakah, murabhah, istisna dan Ijarah. Namun sukuk merupakan
karakter asli sebagai sertifikat yang diperdagangkan sementara obligasi
syariah memakai sandaran aqad setelah direstrukturisasi dari obligasi
konvensional sebagai surat hutang. Penyandaran ini sah saja dilakukan
untuk menghindari yang haram, akan tetapi mengapa memakai istilah
obligasi syariah padahal dalam Islam instrumen seperti tersebut telah
tersedia, yaitu sukuk.
Perbedaaan istilah sukuk dan obligasi syariah, juga menjadi
perhatian pemerintah dengan membuat tim kajian yang mengkaji
tentang fatwa DSN-MUI mengenai penerapan prinsip-prinsip syariah
di pasar modal. Seperti yang diketahui, fatwa DSN-MUI tentang
obligasi syariah masih menggunakan istilah obligasi syariah tetapi
dalam Peraturan Nomor IX.A.13 dan praktik yang ada penggunaan
istilah tersebut telah diganti dengan istilah sukuk.
Kesimpulan dalam kajian tersebut ialah perlunya penyamaan
persepsi antara Bapepam-LK (sekarang OJK) dan DSN-MUI dalam
31
32
Muhammad Nafik, Bursa Efek dan Investasi Syariah, P.T Serambi Ilmu Semesta, Jakarta, hal 56
ibid
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
16
memahami substansi peraturan di bidang pasar modal dan Fatwa DSNMUI terkait penggunaan istilah sukuk sebagai pengganti istilah
obligasi syariah. Definisi sukuk dan obligasi syariah secara substansi
berbeda. Perbedaan tersebut antara lain adanya underlying asset dalam
definisi sukuk, sedangkan definisi obligasi syariah tidak mengenal
adanya underlying asset. Selain itu, sukuk dimungkinkan untuk
diterbitkan dalam jangka pendek maupun panjang, sedangkan obligasi
syariah diterbitkan dalam jangka panjang.33 Mengenai di dalam fatwa
belum mengenal adanya sukuk, pihak DSN-MUI sangat terbuka untuk
mengubah asalkan ada permintaan karena fatwa dikeluarkan
berdasarkan permintaan masyarakat.34
Secara umum, sukuk adalah pendapatan yang stabil, dapat
diperdagangkan dan disertifikatkan kepercayaan yang sesuai dengan
syariah. Kondisi utama mengapa sukuk dikeluarkan adalah sebagai
penyeimbang dari kekayaan yang terdapat dalam neraca keuangan
pemerintah, penguasa moneter, perusahaan, bank, dan lembaga
keuangan serta bentuk entitas lainnya yang memobilisasi dana
masyarakat. Emiten atau pihak yang menerbitkan sukuk dapat berasal
dari institusi pemerintah, perusahaan swasta, lembaga keuangan,
maupun otoritas moneter.35
Sukuk pada prinsipnya mirip seperti obligasi konvensional
dengan perbedaan pokok antara lain berupa penggunaan konsep
imbalan dan bagi hasil sebagai pengganti bunga, adanya suatu
transaksi pendukung (underlying transaction) berupa sejumlah tertentu
aset yang menjadi dasar penerbitan sukuk, dan adanya akad atau
33
34
35
Tim Kajian Fatwa, Kajian Tentang Fatwa DSN-MUI Mengenai Penerapan Prinsip-Prinsip
Syariah Di Bidang Pasar Modal, Kementerian Keuangan Republik Indonesia Badan
Pengawas Pasar Modal Dan Lembaga Keuangan, 2011, hal 90-91
Hasil Diskusi Tim Kajian Fatwa dengan Narasumber (DSN-MUI), dalam Kajian Tentang Fatwa
DSN-MUI Mengenai Penerapan Prinsip-Prinsip Syariah Di Bidang Pasar Modal,
Kementerian Keuangan Republik Indonesia Badan Pengawas Pasar Modal Dan Lembaga
Keuangan, 2011
M. Najib, Investasi Syariah Implementasi Pada Pernyataan Empirik, Kreasi Wacana,
Yogyakarta, 2008, hal. 342
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
17
perjanjian antara para pihak yang disusun berdasarkan prinsip-prinsip
syariah, selain itu sukuk juga harus distruktur secara syariah agar
instrumen keuangan ini aman dan terbebas dari riba (bunga), gharar
(tidak jelas) dan mashyir (judi).
Adapun
dalil
yang
berkenaan
dengan
kebolehan
sukuk
berdasarkan apa yang tercantum dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional
Nomor 32/DSN-MUI/IX/2002 Tentang Obligasi Syariah, yaitu :36
1) QS. Al Maidah ayat 1
-orang yang beriman, penuhilah akad-akad
37
2) QS. Al Isra ayat 34
38
3) QS. Al Baqarah ayat 275
-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat
berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang
kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila.
36
Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 32/DSN-MUI/IX/2002 Tentang Obligasi Syariah,
http://www.ojk.go.id/fatwa-nomor-32-dsn-mui-ix-2002, diakses tanggal 9 januari 2015
37
Kitab Suci Al-Hanan, Surakarta
38
Ibid
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
18
keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan
mereka Berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu
sama dengan riba, padahal Allah Telah menghalalkan jual
beli dan mengharamkan riba. orang-orang yang Telah
sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus
berhenti (dari mengambil riba), Maka baginya apa yang
Telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan), dan
urusannya (terserah) kepada Allah. orang yang kembali
(mengambil riba), Maka orang itu adalah penghuni39
4) Hadits Nabi SAW riwayat Imam al-Muzani, Nabi s.a.w. bersabda :
kecuali perjanjian yang mengharamkan yang halal atau
menghalalkan yang haram, dan kaum muslimin terikat
dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang
mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang
40
5) Kaidah Fiqih
kecuali ada
b. Jenis-Jenis Sukuk
Sukuk dapat dibedakan menjadi beberapa jenis, diantara jenis
sukuk ialah :41
1) Sukuk Mudharabah
Sukuk atau sertifikat mudharabah dapat menjadi instrument
dalam meningkatkan partisipasi publik pada kegiatan
investasi dalam meningkatkan partisipasi publik pada
kegiatan investasi dalam suatu perekonomian. Jenis ini
39
Ibid
Imam al-Albani, Shahih at-Tirmidzi bi ikhtishaaris Sanad, cet Maktabah at-Tarbiyah al-Arabi
lid-Duwai al-Khalij, th 1408 H, lihat Yazid bin Abdul Qadir, kitab Ar Rasaail Jilid I,
Pustaka Abdullah, Jakarta, 2004
41
The Council of Islamic Fiqh Academy, R
IRT, Jeddah, 2000,
hal 65
40
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
19
merupakan sertifikat yang mewakili proyek atau kegiatan
yang dikelola berdasarkan prinsip mudharabah dengan
menunjuk partner atau pihak lain sebagai mudharib untuk
manajemen bisnis.
2) Sukuk Musyarakah
Sukuk musyarakah merupakan sertifikat nilai yang sama
yang diterbitkan untuk memobilisasi dana, yang digunakan
berdasarkan
persekutuan/firma
sehingga
pemegang-
pemegangnya menjadi pemilik dari proyek yang relevan
atau memiliki asset berdasarkan bagian masing-masing
yang merupakan bagian dari portofolio aset mereka. Sukuk
Musyarakah dapat diterbitkan sebagai sertifikat yang
ditebus oleh atau untuk sektor perusahaan atau untuk
individu-individu.
3) Sukuk Istisna
Istisna adalah perjanjian kontrak untuk barang-barang
industri yang memperbolehkan pembayaran tunai dan
pengiriman di masa depan atau pembayaran di masa depan
dan pengiriman di masa depan dari barang-barang yang
dibuat berdasarkan kontrak tertentu. Hal ini dapat
digunakan untuk menghasilkan fasililtas pembiayaan
pembuatan atau pembangunan rumah, pabrik, proyek,
jembatan, jalan, dan jalan tol. Disamping kontrak istisna
yang paralel dengan sub kontraktor, bank-bank Islam dapat
melakukan pembangunan aset tertentu dan menjualnya
untuk harga yang ditunda, dan melakukan subkontrak
pembangunan aktual kepada perusahaan khusus.
4) Sukuk Salam
Salam adalah kontrak dengan pembayaran harga dimuka,
yang dibuat untuk barang-barang yang dikirim kemudian.
Tidak diperbolehkan menjual komoditas yang diurus
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
20
sebelum menerimanya. Untuk itu, penerima tidak boleh
menjual kembali komoditas salam sebelum menerimanya,
akan tetapi ia boleh menjual kembali komoditas tersebut
dengan kontrak yang lain yang paralel dengan kontrak
pertama. Dalam kasus ini, kontrak pertama dan kedua harus
independen satu sama lain. Spesifikasi dari barang dan
jadwal pengiriman dari kedua kontrak harus sesuai satu
sama lain, tetapi kedua kontrak dapat dilakukan secara
independen.
5) Sukuk Ijarah
Sukuk Ijarah adalah sekuritas yang mewakili kepemilikan
aset yang keberadaannya jelas dan diketahui, yang melekat
pada suatu kontrak sewa beli (lease), sewa dimana
pembayaran
return
pada
pemegang
sukuk.
Berkat
fleksibilitas pada aturan Ijarah, pelaksanaan sekuritisasi
kontrak Ijarah merupakan faktor kunci dalam mengatasi
masalah-masalah
manajemen
likuiditas
dan
untuk
pembiayaan kebutuhan-kebutuhan sektor publik di negaranegara berkembang. Sukuk Ijarah lebih diminati oleh
Investor, karena pendapatannya bersifat tetap. Terutama
Investor
yang
paradigmanya
masih
konvensional
konservatif dan lebih menyukai pendapatan tetap (fixed
income).
Menurut M.Nafik, sukuk juga dapat dibedakan berdasarkan pada
pembagian atau pembayaran hasil maka sukuk dapat dibagi menjadi
tiga jenis, yaitu :42
1) Sukuk Marjin, yaitu sukuk yang pembayaran pendapatannya
bersumber dari marjin keuntungan akad jual beli. Sukuk ini
42
Muhammad Nafik, Op.Cit, hal 360-361
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
21
terdiri dari sukuk murabahah, sukuk salam dan sukuk
istisna.
2) Sukuk Fee, yaitu sukuk yang membayarakan pendapatannya
bersifat tetap karena bersumber dari pendapatan tetap dari
sewa atau fee, yaitu sukuk Ijarah.
3) Sukuk
Bagi
Hasil,
yaitu
sukuk
yang
pembayaran
pendapatannya berdasarkan bagi hasil dari hasil yang
diperoleh dalam menjalankan usahanya yang dibiayai, yaitu
sukuk mudharabah dan sukuk musyarakah.
c. Pihak-Pihak Terkait Dalam Penerbitan Sukuk
Dalam penerbitan sukuk juga melibatkan beberapa pihak yang
saling terkait satu dengan yang lainnya. Pihak-pihak tersebut antara
lain : 43
1) Emiten, yaitu pihak menerbitkan dan bertanggung jawab
atas pembayaran nominal dan imbalan sukuk yang
diterbitkan sampai dengan sukuk jatuh tempo.
2) Investor pemegang sukuk adalah pemegang sukuk yang
memiliki hak atas imbalan, marjin dan nilai nominal sukuk
sesuai partisipasi masing-masing.
3) Wali Amanat, yaitu pihak yang mewakili kepentingan
pemegang sukuk, melakukan semacam penilaian terhadap
perusahaan
yang
akan
menerbitkan
sukuk
untuk
meminimalkan resiko yang akan ditanggung Investor.
4) Sharia Advisor, penerbitan sukuk harus terlebih dahulu
mendapatkan pernyataan kesesuaian prinsip syariah untuk
meyakinkan Investor bahwa sukuk telah distruktur sesuai
syariah. Pernyataan kesesuaian syariah tersebut bisa
43
Sunarsih, Potensi Obligasi Syariah Sebagai Sumber Pendanaan Jangka Menengah dan Panjang
bagi Perusahaan di Indonesia, 2008, Jurnal AsVol 42. No 1
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
22
diperoleh individu yang diakui secara luas pengetahuannya
di bidang syariah atau institusi yang khusus membidangi
masalah syariah. Untuk penerbitan sukuk di dalam negeri,
dapat dimintakan kepada Dewan Syariah Nasional-MUI.
5) Kustodian, perannya menyelenggarakan kegiatan penitipan,
bertanggung jawab untuk menyimpan efek milik pemegang
rekening dan memenuhi kewajiban lain sesuai kontak
antara kustodian dan pemegang rekening. Kustodian bisa
berupa
Lembaga
Penyimpanan
dan
Penyelesaian
Perusahaan Efek dari Bank Umum yang telah memperoleh
persetujuan Bapepam.
6) Notaris, pejabat umum yang berwenang membuat akta
otentik. Peran notaris di industri pasar modal adalah
membantu Emiten atau Perusahaan Publik atau pihak
lainnya dalam menyiapkan akta-akta yang terkait dengan
penawaran umum maupun corporate action lainnya.
Berkaitan dengan penerbitan efek syariah, maka kontrak
yang dibuat wajib memperhatikan pemenuhan prinsipprinsip syariah.
d. Masalah Sekuritas Sukuk
Secara umum, risiko pada sukuk mirip dengan risiko obligasi
konvensional karena keduanya merupakan instrumen pada pasar
modal. Menurut Chartered Financial Analys, risiko-risiko yang
dihadapi Investor sukuk sebagai berikut :
1) Risiko Tingkat Pengembalian
Risiko tingkat pengembalian ada pada semua tipe sukuk
dengan pengembalian tetap (fixed rate). Imbal hasil yang
mengacu pada LIBOR atau benchmark konvensional
lainnya membuat return pada sukuk dipengaruhi suku
bunga. Sedangkan pada akad mudharabah, imbal hasil
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
23
sangat bergantung pada kinerja perusahaan yang dapat naik
dan turun.
2) Risiko Kredit
Risiko kredit pada sukuk Ijarah dihadapi oleh Investor
disebabkan kegagalan pembayaran (default) atas sewa
underlying asset. Kecenderungan default menjadi lebih
besar karena mekanisme penjadwalan ulang atas hutang
dengan
imbal
hasil/suku
bunga
lebih
tinggi
tidak
diperbolehkan dalam hukum Islam. Risiko kredit pada
sukuk harus dinilai secara independen khususnya jika
pemberi pinjaman memiliki alternatif penggantian lain
ketika underlying asset tidak dapat menutupi kerugian yang
terjadi.
3) Risiko Nilai Tukar
Risiko nilai tukar dapat terjadi jika return atas pengelolaan
underlying asset diberikan dalam mata uang asing. Penerbit
dapat menghitung dan memberikan jaminan atas risiko
tersebut dalam rangka melindungi Investor dari pergerakan
nilai tukar.
4) Risiko Tingkat Harga
Risiko tingkat harga terjadi ketika spesifikasi aset yang
tercermin pada nilai penerbitan sukuk yang diajukan
berbeda dengan nilai pasar sesungguhnya dan laporan atas
nilai underlying asset. Sukuk Ijarah paling rentan
menghadapi resiko ini karena aset yang disewakan dapat
mengalami depresiasi hingga dibawah harga pasar.
Pengelolaan yang baik atas aset menjadi faktor penting
dalam menghadapi risiko ini.
4) Risiko Likuiditas
Pertumbuhan pasar sekunder yang lambat membuat
Investor
sukuk
menghadapi
commit to user
risiko
likuiditas.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
24
Kecenderungan membeli dan menahan (buy and hold) pada
mayoritas Investor sukuk membuat mekanisme transfer
kepemilikan sukuk tidak efisien.
5) Risiko Kepatuhan Syariah
Perkembangan pasar yang pesat memungkinkan adanya
struktur sukuk yang tidak memenuhi aspek syariah.
Standarisasi dan perhatian atas aturan-aturan syariah pada
sukuk dibuat dalam rangka melindungi Investor muslim dari
praktik-praktik yang bertentangan dengan prinsip-prinsip
Islam.
2. Ijarah
a. Definisi Ijarah
Salah satu bentuk kegiatan manusia dalam lapangan muamalah
ialah Ijarah. Menurut bahasa, Ijarah berarti upah atau ganti atau
imbalan. Karena itu, lafadz Ijarah mempunyai pengertian umum yang
meliputi upah atas pemanfaatan suatu benda atau imbalan sesuatu
kegiatan, atau upah karena melakukan suatu aktivitas.44 Kata Ijarah
berasal dari kata ajr yang berarti imbalan. Dalam syariat, Ijarah adalah
akad atas manfaat dengan imbalan. Manfaat terdiri dari beberapa
bentuk, pertama manfaat benda, kedua manfaat pekerjaan dan ketiga
manfaat orang yang mengerahkan tenaganya. Pemilik manfaat yang
menyewakan
dinamakan
dengan
mengeluarkan imbalan dinamakan dengan
manfaatnya diakadkan dinamakan
,
pihak
lain
yang
. Sesuatu yang
, dan imbalan
yang
dikeluarkan sebagai kompensasi manfaat dinamakan ajr atau ujrah.45
44
45
Helmi Karim, Fiqh Muamalah, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2002, Hal. 29
Sayyid Sabiq, Fiqhus Sunnah, terj. Mujahidin Muhayan, Jakarta: PT. Pena Pundi Aksara, 2009,
Cet. 1, Hal. 149
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
25
Sedangkan
menurut
istilah,
para
ulama
berbeda-beda
mendefinisikan Ijarah, antara lain adalah sebagai berikut :46
1) Menurut Hanafiyah bahwa Ijarah adalah Akad untuk
membolehkan pemilikan manfaat yang diketahui dan
disengaja dari suatu zat yang disewa dengan imbalan.
2) Menurut Malikiyah bahwa Ijarah ialah nama bagi akadakad untuk kemanfaatan yang bersifat manusiawi dan untuk
sebagian yang dapat dipindahkan.
3) Menurut Syeikh Syihab ad-Din dan Syaikh Umayrah bahwa
yang dimaksud dengan Ijarah ialah akad atas manfaat yang
diketahui dan disengaja untuk memberi dan membolehkan
dengan imbalan yang diketahui ketika itu.
Berdasarkan definisi-definisi diatas, kiranya dapat dipahami
bahwa Ijarah adalah menukar sesuatu dengan ada imbalannya,
diterjemahkan dalam bahasa Indonesia berarti sewa-menyewa atau
upah-mengupah.
Ijarah merupakan akad yang diperbolehkan, hal ini berlandaskan
dalil-
fiqh.
Pertama dalil1) QS. Al Baqarah ayat 233
-anaknya selama
dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan
penyusuan. dan kewajiban ayah memberi makan dan
pakaian kepada para ibu dengan cara ma'ruf. Seseorang
tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya.
46
Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2011, hal 114
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
26
janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan Karena
anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun
berkewajiban demikian. apabila keduanya ingin menyapih
(sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan
permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya.
Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain,
maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan
pembayaran menurut yang patut. bertakwalah kamukepada
Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha melihat apa yang
47
2) QS. Al-Qashas ayat 26-27
Ya
bapakku ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada
kita), Karena Sesungguhnya orang yang paling baik yang
kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang
kahkan kamu dengan
salah seorang dari kedua anakku ini, atas dasar bahwa
kamu bekerja denganku delapan tahun dan jika kamu
cukupkan sepuluh tahun Maka itu adalah (suatukebaikan)
dari kamu, Maka Aku tidak hendak memberati kamu. dan
kamu insya Allah akan mendapatiku termasuk orang.48
Selanjutnya dasar hukum Ijarah yang kedua ialah dalil-dalil
dari As Sunnah antara lain sebagai berikut :
1) Hadits riwayat Bukhari dari Aisyah ra, ia berkata :
telah
menceritakan kepada kami Al Laits dari 'Uqail berkata,
Ibnu Syihab telah mengabarkan kepada saya 'Urwah bin Az
Zubair bahwa 'Aisyah radliallahu 'anha isteri Nabi
47
48
Kitab Suci AlIbid
-Hanan, Surakarta
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
27
Shallallahu 'Alaihi Wasallam berkata: Rasulullah
Shallallahu 'Alaihi Wasallam dan Abu Bakar menyewa
seorang dari suku Ad-Dil sebagai petunjuk jalan yang
dipercaya yang orang itu masih memeluk agama kafir
Quraisy. Maka keduanya mempercayakan kepadanya
perjalanan keduanya lalu keduanya meminta kepadanya
untuk singgah di gua Tsur setelah perjalanan tiga malam.
lalu orang itu meneruskan perjalanan keduanya waktu
49
Hadits di atas mengandung nilai ajaran bolehnya
seorang Islam melakukan akad sewa menyewa dengan
orang non Islam. Alasan Nabi menyewa orang yang non
Islam lebih karena adanya aspek keahlian yang dimilikinya.
Namun, prinsip syariah tetap harus dijadikan sebagai
pertimbangan untuk memberikan penilaian kelayakan
kerjasama dengan pihak non Islam.
2) Hadits riwayat Ibnu Majjah dari Ibnu Umar, bahwa Nabi
bersabda :
kan dari Umar Ra. Bahwasanya Nabi
Muhammad SAW bersabda: Bayarlah upah kepada orang
.50
b. Rukun Dan Syarat Ijarah
Menurut ulama Hanafiyah rukun Ijarah adalah ijab dan qabul,
antara lain dengan menggunakan lafadz: al-Ijarah, al-
.51
Sedangkan Jumhur ulama berpendapat, rukun Ijarah ada empat yaitu:52
1) Orang yang berakad
dan
yaitu orang yang melakukan akad
sewa menyewa atau upah-mengupah.
49
adalah orang
Ibnu Rusyid, Terj. Bidayatul Mujtahid
Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani, Shahih Sunan Ibnu Majah, Pustaka Azzam, Jakarta,
2000
51
Fiqh Muamalah, Pustaka Setia, Bandung, 2001, Hal.125.
52
Hendi Suhendi, op. cit., Hal. 117
50
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
28
yang memberikan upah dan yang menyewakan,
r
adalah orang yang menerima upah untuk melakukan
sesuatu dan yang menyewa sesuatu. Disyaratkan
dan
cukup
adalah orang yang sudah baligh (dewasa atau
umur),
berakal,
cakap
melakukan
tasbarruf
(mengendalikan harta) dan saling meridhoi.
2) Sewa atau imbalan
Disyaratkan diketahui jumlahnya oleh kedua belah pihak,
baik dalam sewa-menyewa maupun dalam upah-mengupah.
3) Manfaat
Hendaknya barang yang menjadi objek akad sewamenyewa
dan
upah-mengupah
dapat
dimanfaatkan
kegunaanya. Manfaat dari benda yang disewa adalah
perkara yang mubah (boleh) menurut
bukan hal yang
dilarang (diharamkan).
4) Shighat (ijab dan qabul)
Ijab qabul antara
dan
, ijab qabul untuk
melakukan sewa-menyewa dan upah-mengupah.
c. Jenis-Jenis Ijarah
Dilihat dari segi objeknya, akad Ijarah dibagi para ulama fiqh
dapat dibagi menjadi dua macam yaitu Ijarah yang bersifat manfaat
dan Ijarah yang bersifat pekerjaan.53 Di dalam hukum Islam ada dua
jenis Ijarah, yaitu :
1) Ijarah yang berhubungan dengan sewa jasa, yaitu
mempekerjakan jasa seseorang dengan upah sebagai
imbalan jasa yang disewa. Pihak yang mempekerjakan
53
M. Ali Hasan, Berbagi Macam Transaksi Dalam Islam, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta,
2003, hal 236
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
29
disebut
pihak pekerja disebut ajir dan upah yang
dibayarkan disebut ujrah.
2) Ijarah yang berhubungan dengan sewa aset atau properti,
yaitu memindahkan hak untuk memakai dari aset atau
properti tertentu kepada orang lain dengan imbalan biaya
sewa. Pihak yang menyewa disebut
, pihak yang
menyewakan disebut muajir dan biaya sewa disebut ujrah.
Ijarah (sewa) bentuk ini, biasa dipakai sebagai bentuk
investasi atau pembiayaan di perbankan syariah.
d. Berakhir Dan Batalnya Ijarah
Pada dasarnya Ijarah adalah merupakan perjanjian sewamenyewa yang lazim dimana masing-masing pihak yang terikat dalam
perjanjian itu tidak mempunyai hak untuk membatalkan perjanjian
karena jenis perjanjian termasuk pada perjanjian timbal balik. Bahkan
jika salah satu pihak meninggal dunia, Ijarah tidak menjadi batal,
asalkan yang menjadi obyek perjanjian masih ada.
Adapun hal-hal yang menyebabkan batalnya perjanjian Ijarah
adalah disebabkan hal-hal sebagai berikut :54
1) Terjadinya cacat
Maksudnya pada barang yang menjadi obyek Ijarah
terdapat kerusakan ketika sedang berada ditangan pihak
penyewa, yang mana kerusakan itu adalah diakibatkan
kelalaian pihak penyewa itu sendiri.
2) Kerusakan
Maksudnya aset Ijarah rusak atau musnah sama sekali
sehingga tidak dapat dipergunakan lagi sesuai apa yang
diperjanjikan.
54
Chairuman Pasaribu dan Syhrawardi K. Lubis, Hukum Perjanjian Dalam Islam, Sinar Grafika,
Jakarta, 1994, Hal 56-57
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
30
3) Terpenuhinya manfaat yang diakadkan
Ijarah berakhir apabila yang menjadi tujuan akad Ijarah
telah tercapai, atau masa perjanjian Ijarah telah berakhir
sesuai dengan ketentuan yang disepakati kedua pihak.
4) Uzur
Penganut mazhab Hanafi menambahkan adanya uzur juga
merupakan salah satu penyebab berakhirnya perjanjian
Ijarah, sekalipun uzur tersebut datangnya dari salah satu
pihak. Adapun yang dimaksud dengan uzur disini adalah
suatu halangan sehingga perjanjian tidak mungkin dapat
terlaksana sebagaimana mestinya.
3. Teori Maqasidh Al Syariah dan Maslahah
Maqasid Al Syariah berarti tujuan Allah SWT dan Rasul-Nya dalam
merumuskan hukum Islam.55 Sementara menurut Wahbah al Zuhaili,
Maqasid Al Syariah berarti nilaidalam segenap atau bagian terbesar dari hukum-hukumnya. Nilai-nilai dan
sasaran itu dipandang sebagai tujuan dan rahasia syariah, yang ditetapkan
oleh syariat dalam setiap ketentuan hukum.56 Menurut Syathibi tujuan
akhir hukum tersebut adalah satu, yaitu maslahah atau kebaikan dan
kesejahteraan umat manusia.57
Didalam Al-Quran Allah SWT menyebutkan beberapa kata syariat
diantaranya adalah :
a. QS. Al-Jaatsiyah ayat 18, yaitu :
(peraturan) dari urusan (agama itu), maka ikutilah syariat itu
55
Taufik Abdullah, Ensiklopedia Tematis Dunia Islam, Juz 3, P.T Ichtiar Baru Van Hoeve,
Jakarta, 2002, hal 292
56
Wahbah Zuhaili, Ushul Fiqh Islamy, Juz 2, Damaskus:Dar al Fikr, 1986, hal 748
57
Filsafat Hukum Islam dan Perubahan Sosial, terjemahan oleh
Yudian Wasmi, Surabaya : Al-Ikhlas, 1995, hal 225
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
31
dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak
58
b. Q.S Asy-Syura ayat 13, yaitu :
apa yang
telah diwasiatkannya kepada Nuh dan apa yang telah Kami
wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada
Ibrahim, Musa dan Isa yaitu tegakkanlah agama dan janganlah
59
c.
, yaitu :
sungguh, inilah jalan-Ku yang lurus maka ikutilah! jangan
kamu ikuti jalan-jalan (yang lain), yang akan mencerai-beraikan
kamu dari jalan-Nya. Demikianlah Dia memerintahkan kamu
60
Berdasarkan ayat tersebut dapat dipahami bahwa Allah telah
menjelaskan supaya mengikuti dan mengamalkan peraturan-peraturan
yang sesuai dengan syariat Islam. Perdagangan sebagai salah satu bentuk
aktivitas manusia, mesti bermanfaat dan memberi kemaslahatan serta tidak
merugikan pihak lain. Dengan sendirinya pemilik harta akan mendapatkan
manfaat dari penggunaan harta, baik untuk dirinya maupun bagi orang
lain.
Dengan demikian dapat dipahami bahwa serangkaian aturan yang
telah digariskan oleh Allah dalam syariah adalah untuk membawa manusia
dalam kondisi yang baik dan menghindarkannya dari segala hal yang
58
Al-Quran dan Terjemahannya, CV. AL Hanan, Surakarta
Ibid
60
Ibid
59
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
32
membuatnya dalam kondisi yang buruk, tidak saja di kehidupan dunia
namun juga di akhirat.
Menurut Al Syathibi dapat dilihat dari dua sudut pandang. Pertama
maqasid al mukallaf (tujuan
mukallaf). Dilihat dari sudut tujuan Tuhan, maqasid Al Syariah
mengandung empat aspek, yaitu :61
a.
manusia di dunia dan akhirat
b. Penetapan syariah sebagai sesuatu yang harus dipahami
c. Penetapan syariah sebagai hukum taklifi yang harus dilaksanakan
d. Penetapan syariah guna membawa manusia ke bawah lindungan
hukum
Setiap penetapan hukum Allah SWT pasti mengandung suatu misi
bagi kemaslahatan manusia. Penetapan ini dibagi menjadi dua kategori:
Pertama, perintah Allah SWT yang bersifat jelas
. Kedua, perintah
Allah SWT didalam Al-Quran yang masih samar (zhanni) dan bersifat
umum (mujmal), hal ini merupakan wilayah Ulama guna menafsirkannya
dengan kompetensi dan kualifikasi yang memadai. Pada hakekatnya,
segala hal yang terkait dengan akidah, ibadah dan muamalat dalam syariat
Islam menjamin segala kemaslahatan umat baik dunia maupun akhirat. 62
Kemaslahatan yang menjadi tujuan syariat dibatasi dalam lima hal,
agama, jiwa, keturunan dan harta. Setiap hal yang mengandung penjagaan
atas lima hal ini disebut maslahah dan setiap hal yang membuat hilangnya
lima hal ini disebut mafsadah. Adapun setiap hal yang menjadi perantara
terjaganya lima hal ini, dibagi mejadi tiga tingkatan kebutuhan yaitu : 63
a. Maslahah Dhoruriyah, yaitu segala sesuatu yang harus ada untuk
tegaknya kehidupan manusia, diniyah maupun dunyawiyah,
61
Nasrun Rusli, Konsep Ijtihad Al Syaukani: Relevansinya bagi pembaruan hukum Islam di
Indonesia, Logos, Jakarta, 1999, hal 42-43
62
Muhammad Said Romadhon al Buthl, Dhowabit al Maslahah fi al syariah al Islamiyah, Dar al
Muttahidah, Beirut, 1992, hal 71
63
Ibid, hal 110
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
33
dengan artian bahwa apabila mashlahah ini tidak terwujud maka
rusaklah kehidupan manusia di dunia. Mashlahah dhoruriyah ini
meliputi :
1) Memelihara agama
2) Memelihara jiwa
3) Memelihara keturunan
4) Memelihara harta benda
5) Memelihara akal
b.
Mashlahah hajjiyah, yaitu segala bentuk perbuatan dan
tindakan yang tidak terkait dengan dasar yang lain (yang ada
pada mashlahah dhoruriyah) yang dibutuhkan oleh masyarakat
tetap terwujud, tetapi dapat menghindarkan kesulitan.
c.
Mashlahah tahsiniyah, yaitu mempergunakan segala yang layak
dan pantas dibenarkan oleh adat kebiasaan yang baik dan
semuanya dicakup oleh mahasinul akhlaq.
Sukuk dalam dewasa ini mulai dikembangkan sebagai salah satu
alternatif syariah. Perubahan zaman dan tantangan global membuat invoasi
di pasar modal semakin berkembang untuk menerbitkan investasi yang
berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Sukuk dibolehkan semata-mata untuk
mencapai dan mewujudkan kesejahteraan umat secara luas dunia dan
akhirat. Dengan mengacu pada tujuan utama ini, istilah maqasid al syariah
menjadi sandaran utama dalam setiap pengembangan obligasi yang
berdasarkan pada prinsip-prinsip syariah.
Oleh karena itu, semua pihak yang terlibat dalam penerbitan sukuk
harus bisa memahami betul apa itu dan bagaimana praktik dari prinsip
maqasid al syariah. Sukuk dan nilai-nilai maqasid al syariah ialah sebagai
berikut :
a. Terjaga agama. Hal ini diwujudkan dengan menggunakan AlQuran, hadits, dan hukum Islam lainnya yang dituangkan dalam
Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
34
MUI) sebagai pedoman dan dasar hukum dalam penerbitan
sukuk. Serta adanya pengawasan aspek syariah yang dilakukan
oleh Dewan Pengawas Syariah atau Tim Ahli Syariah yang
ditunjuk oleh Dewan Syariah Nasional MUI, sejak proses emisi
sukuk.
b. Memelihara jiwa. Hal ini terwujud dari akad-akad yang
diterapkan dalam setiap penerbitan sukuk. Secara psikologis dan
sosiologis penggunaan akad-akad sesuai prinsip ekonomi syariah
menuntun manusia untuk saling menghargai, bersikap adil dan
menjaga amanah yang diberikan.
c. Terjaga akal dan pikiran. Hal ini terwujud dari adanya tuntutan
prinsip keterbukaan
yang dilakukan oleh
Emiten untuk
mengungkapkan secara detail mengenai penerbitan sukuk.
d. Terjaga harta. Hal ini terwujud jelas dalam penerbitan sukuk
bahwa jenis usaha yang dilakukan oleh penerbit tidak boleh
bertentangan dengan syariah, pendapatan hasil investasi yang
dibagikan kepada Investor harus bersih dari unsur non halal.
e. Terjaga keturunan. Hal ini terwujud dengan terjaganya empat hal
diatas, maka pendapatan bagi hasil dalam sukuk dijamin halal
akan berdampak baik bagi keluarga dan keturunan yang
dinafkahi dari investasi sukuk tersebut.
Seluruh hukum mengandung keadilan, rahmat, kemaslahatan dan
hikmah, jika keluar dari keempat nilai yang dikandungnya, maka hukum
tersebut tidak dapat dinamakan syariat. Secara umum, maslahah diartikan
sebagai kebaikan (kesejahteraan) dunia dan akhirat. Para ahli ushul fiqh
mendefinisikannya sebagai segala sesuatu yang mengandung manfaat,
kegunaan, kebaikan dan menghindarkan mudharat, kerusakan dan
mafsadah.
Menurut Al Syathibi, maslahah ditinjau dari segi artinya adalah
segala sesuatu yang menguatkan keberlangsungan dan menempurnakan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
35
kehidupan manusia, serta memenuhi segala keinginan rasio dan
syahwatnya secara mutlak.64 Menurut arti secara
(hakikat) adalah
segala sesuatu yang menguatkan kehidupan di dunia tidak dengan cara
merusaknya serta mampu menuai hasil dan beruntung di akhirat, dalam hal
ini Al Syathibi mengatakan, menarik kemaslahatan dan membuang hal-hal
yang merusak bisa juga disebut dengan melaksanakan kehidupan di dunia
untuk kehidupan di akhirat.65
Kemaslahatan dalam bidang muamalah dapat ditemukan oleh akal
atau pemikiran manusia melalui ijtihad. Misalnya, akal manusia dapat
mengetahui bahwa curang dan menipu dalam kegiatan bisnis adalah
perilaku tercela. Demikian pula praktik riba yang merupakan perbuatan
tak bermoral yang harus dihindari. Skala yang sangat sederhana,
k-produk investasi syariah, merupakan contoh kecil
proses ijtihad.
Menilik secara historis, kegiatan obligasi syariah diakui secara
yuridis sejak lahirnya fatwa Dewan Syariah Nasional no 32/DSNMUI/IX/2002 tentang obligasi Syariah, fatwa tersebut merupakan awal
dasar hukum dari penerbitan obligasi syariah. Dibuatnya dasar hukum
tersebut untuk memberikan payung hukum atas kehalalan dari suatu
produk investasi yang sesuai syariat Islam.
Hingga pada saat ini, DSN-
MUI telah banyak mengeluarkan fatwa mengenai kegiatan obligasi
syariah. Fatwa tersebut antara lain :
a. Nomor 32/DSN-MUI/IX/2002 Tentang Obligasi Syariah
b. Nomor 33/DSN-MUI/IX/2002 Tentang Obligasi Syariah
Mudharabah
c. Nomor 40/DSN-MUI/X/2003 Tentang Pasar Modal Dan
Pedoman Umum Penerapan Prinsip Syariah di Bidang Pasar
Modal
64
65
Wahbah Zuhaili, ilmu ushl al fiqh, juz II,Daar al Fikr, Damaskus-Suriah, hal 799-800
Abdul Wahbah Khalaf. Ilmu ushul fiqh, cet : Darul Hadis Mesir, 2003, hal 86
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
36
d. Nomor 41/DSN-MUI/III/2004 Tentang Obligasi Syariah Ijarah
e. Nomor
59/DSN-MUI/V/2007
Tentang
Obligasi
Syariah
Mudharabah Konversi
f. Nomor 69/DSN-MUI/VI/2008 Tentang Surat Berharga Syariah
Negara
g. Nomor 71/DSN-MUI/VI/2008 Tentang Sale and Lease Back
Singkatnya, semua aktivitas dan perilaku dalam muamalah acuannya
adalah maslahah, hal tersebut dibenarkan dan dianjurkan oleh syariah.
Sebaliknya jika disana ada kemudaratan dan mafsadah, maka prakteknya
tidak dibenarkan. Termasuk sukuk diharamkan apabila terdapat gharar,
judi, dan segala bisnis yang mengandung riba.
Kebutuhan terhadap sukuk disebabkan obligasi konvensional
melaksanakan transaksi perdagangan yang tidak sejalan dengan prinsip
Islam. Perlu diyakini bahwa berpegang kepada nilai-nilai keislaman
merupakan tindakan-tindakan awal untuk menegakkan prinsip mumalah
yang jujur, adil tidak serakah, tidak terjadinya penipuan dan monopoli,
spekulasi, serta menghindari riba.
Dengan merealisasikan penerbitan sukuk berarti menyelamatkan
harta umat Islam dari sikap eksploitasi ekonomi serta penguasaan harta
pada segelintir orang, disamping membebaskan umat Islam dari belenggu
sistem riba. Memelihara harta merupakan salah satu hal yang paling
penting selain memelihara agama, jiwa keturunan dan kehormatan, karena
merupakan maqasid al syariah. Intinya, semua perilaku muamalah yang
tidak menjamin kemaslahatan umat manusia harus dirubah.
Sejalan dengan kaidah-kaidah tersebut diatas, dapat dikatakan bahwa
sukuk halal sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah,
apalagi jika aktivitas tersebut mengandung maslahat secara individual
maupun komunal.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
37
4. Perlindungan Hukum Terhadap Investor
Menurut Poerwadarminta, pengertian perlindungan hukm berasal
sesuatu supaya tidak
suatu perbuatan, tindakan atau hal-hal yang melindungi. Pengertian
perlindungan hukum adalah suatu perbuatan atau tindakan yang mengatur
serta melindungi hubungan antara subyek hukum berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Hubungan hukum tersebut dilakukan
antara subyek hukum, baik manusia dan badan hukum, yang mana masingmasing subyek hukum merupakan pemikul hak dan kewajiban dalam
melakukan
tindakan
hukum
berdasarkan
atas
kemampuan
atau
kewenangan.
Hubungan hukum terjadi akibat interaksi antar subyek hukum
tersebut secara langsung maupun tidak langsung menimbulkan adanya
suatu relevansi serta akibat-akibat hukum, sehingga nantinya suatu
hubungan hukum tersebut dapat berjalan dengan seimbang serta adil,
dalam arti setiap subyek hukum mendapatkan apa yang menjadi haknya
serta dapat menjalankan kewajiban yang dibebankan kepadanya. Disinilah,
maka hukum tampil sebagai aturan main yang mengatur, melindungi serta
menjaga hubungan tersebut.
Sedangkan menurut Max Webber dalam kajian sosiologinya
menyebutkan setidaknya ada tiga alasan utama yang menjelaskan mengapa
manusia selalu membutuhkan perlindungan, baik perlindungan hukum
maupun dalam bentuk yang lain.66 Pertama, sesungguhnya manusia hidup
dalam kondisi ketidakpastian. Sesuatu yang sangat penting bagi keamanan,
kesejahteraan dan ketenangan batin manusia berada di luar jangkauan
manusia. Eksistensi manusia, baik ketika dihadapkan dengan keperkasaan
alam maupun lingkungan
sosial
ditandai
dengan
ketidakpastian.
Ketidakpastian inilah yang kemudian memaksa manusia untuk bersandar
66
Pengantar Sosiologi, terjemahan Abdul Muis Naharong, Rajawali Press,
Jakarta, 1993, hal. 15-18
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
38
pada sesuatu yang dianggap tak terbatas dan dapat memberi perlindungan
serta ketenangan batin dalam hidup manusia yang makin sengkarut ini.
Ketidakmampuan manusia mengendalikan situasi sosial, ekonomi dan
budaya serta politik yang dihadapinya, memaksa manusia membutuhkan
perlindungan atas kepentingan dan eksistensinya. Salah satu bentuk
perlindungan yang dapat diberikan adalah perlindungan hukum.
Kedua, meskipun kemampuan manusia untuk mengendalikan dan
mempengaruhi kondisi kehidupannya sudah meningkat dan berkembang
dengan sangat pesat, tetapi pada dasarnya masih terbatas. Bahkan pada
titik
tertentu,
kondisi
manusia
sering
kali
ditandai
dengan
ketidakberdayaan. Ketika manusia sudah tidak berdaya menghadapi situasi
tertentu, maka kebutuhan akan perlindungan semakin meningkat, maka di
sinilah manusia membutuhkan perlindungan dari sesuatu yang berada di
luar dirinya, baik dalam bentuk sistem hukum maupun keyakinan
keagamaan yang membuat manusia merasa memiliki perlindungan yang
dapat menjamin keamanan dan kesejahteraannya.
Ketiga, manusia senantiasa hidup bermasyarakat dan masyarakat
merupakan alokasi yang tertata dari berbagai fungsi, fasilitas, peran, hak,
dan kewajiban. Masyarakat membutuhkan kerjasama agar dapat eksis dan
berkembang
seiring
tuntutan
zaman
yang
semakin
kompleks.
Kebersamaan dan gotong royong sering diagung-agungkan sebagai nilai
luhur bangsa Indonesia, meskipun jarang dipraktikkan dalam kehidupan
nyata. Fungsi-fungsi sosial yang seharusnya dilakukan sebagai bagian dari
masyarakat justru terabaikan. Pejabat tidak lagi menjadi pelayan rakyat,
tetapi menjadi penguasa atas rakyat. Rakyat pun sering kali berbuat nekat
dan kalap hingga menimbulkan anarki dan kerusuhan yang tak terbilang
jumlah
kerugiannya.
Dalam
situasi
semacam
inilah
dibutuhkan
perlindungan.
Perlindungan terkait dengan watak dan hakikat manusia yang
membutuhkan rasa aman dalam hubungannya dengan orang lain.
Aristoteles mengatakan bahwa manusia adalah zoon politicon (makhluk
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
39
sosial atau makhluk bermasyarakat). Hal ini dikarenakan tiap anggota
masyarakat mempunyai hubungan antara satu dengan yang lain. Sebagai
makhluk sosial, maka sadar atau tidak sadar manusia selalu melakukan
perbuatan
hukum
(rechtsbetrekkingen).
(rechtshandeling)
dan
hubungan
hukum
67
Setiap hubungan hukum tentu menimbulkan hak dan kewajiban.
Selain itu, masing-masing anggota masyarakat tentu mempunyai hubungan
kepentingan yang berbeda-beda dan saling berhadapan atau berlawanan,
untuk mengurangi ketegangan dan konflik, maka tampil hukum yang
mengatur dan melindungi
kepentingan tersebut
yang dinamakan
perlindungan hukum.
Perlindungan hukum adalah suatu perlindungan yang diberikan
terhadap subyek hukum dalam bentuk perangkat hukum, baik yang
bersifat preventif maupun yang bersifat represif, baik yang tertulis maupun
tidak tertulis. Perlindungan hukum sebagai suatu gambaran dari fungsi
hukum, yaitu konsep hukum dapat memberikan suatu keadilan, ketertiban,
kepastian, kemanfaatan, dan kedamaian.
Perlindungan hukum selalu dikaitkan dengan konsep rechtstaat,
karena lahirnya konsep ini tidak terlepas dari keinginan memberikan
pengakuan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia. Konsep
rechtstaat muncul pada abad ke-19 dan dicetuskan pertama kali oleh Julius
Stahl. Konsep rechtstaat menurut Julius Stahl secara sederhana yang
dimaksud dengan negara hukum adalah negara yang menyelenggarakan
kekuasaan pemerintahannya didasarkan pada hukum. Konsep negara
hukum atau rechtstaat menurut Julius Stahl mencakup empat elemen,
yaitu:68
a. Perlindungan hak asasi manusia;
b. Pembagian kekuasaan;
67
68
R. Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum, Cetakan Kedelapan, Sinar Grafika, Jakarta, 2006, hal 46
Philipus M. Hadjon, Pengantar Hukum Administrasi Negara, Bina Aksara, Yogyakarta, 1987,
hal 2
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
40
c. Pemerintahan berdasarkan undang-undang;
d. Peradilan Tata Usaha Negara.
Sementara itu, menurut A.V. Dicey terdapat tiga ciri penting negara
hukum yang disebut dengan rule of law, yaitu:69
a. Supremasi hukum, artinya tidak boleh ada kesewenang-wenangan
sehingga seseorang hanya boleh dihukum jika melanggar hukum.
b. Kedudukan yang sama di depan hukum, baik bagi rakyat biasa atau
pejabat pemerintah.
c. Terjaminnya
hak-hak
manusia
dalam
undang-undang
atau
keputusan pengadilan.
Negara hukum pada dasarnya bertujuan untuk memberikan
perlindungan hukum bagi rakyat terhadap tindakan pemerintah dilandasi
dua prinsip negara hukum, yaitu:70
a. Perlindungan hukum preventif
Perlindungan hukum kepada rakyat, di mana rakyat diberi
kesempatan
untuk
mengajukan
keberatan
(inspraak)
atau
mengajukan pendapat tertentu sebelum suatu keputusan pemerintah
menjadi bentuk yang definitive. Artinya, perlindungan preventif
diberikan sebelum pemerintah memutuskan suatu hukum tertentu.
Masyarakat dapat menilai, memberi kritik dan masukan agar
kepentingannya dapat dilindungi oleh hukum yang akan dibuat.
b. Perlindungan hukum represif
Perlindungan hukum yang represif bertujuan untuk menyelesaikan
sengketa atau masalah hukum yang sudah terjadi. Bentuk
perlindungan hukum ini bertumpu dan bersumber pada pengakuan
dan perlindungan hak asasi manusia serta berlandaskan pada
prinsip negara hukum. Dengan demikian, perlindungan hukum
69
70
Ibid
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum: Suatu Pengantar, Cetakan Pertama, Liberti,
Yogyakarta, 2003, hlm. 22
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
41
diberikan kepada seluruh warga negara sesuai dengan prinsip
persamaan di muka hukum (equality before the law).
Perlindungan hukum represif dilaksanakan berupa penegakan
hukum yang telah dibuat dan disepakati bersama. Pelaksanaan
hukum yang efektif, konsisten, dan tidak tebang pilih dapat
menjadi perlindungan bagi masyarakat untuk melaksanakan
berbagai aktivitas dan kepentingannya selama aturan-aturan yang
berlaku dipatuhi dan dilaksanakan secara bertanggung jawab.
Pelaksanaan perlindungan hukum represif juga dilakukan bila
timbul masalah-masalah hukum dan membutuhkan penyelesaian.
Sengketa dalam masalah hukum harus diselesaikan sesuai dengan
aturan hukum yang berlaku sehingga semua pihak merasa
diperlakukan secara adil dan dilindungi hak-haknya sebagai warga
negara.
Menurut Satjipto Rahardjo, perlindungan hukum merupakan ciri-ciri
yang melekat pada hak menurut hukum yaitu hak itu diletakkan kepada
seseorang yang disebut sebagai pemilik atau subjek dari hak itu. Ia juga
disebut sebagai orang yang memiliki title/identitas atas barang yang
menjadi sasaran dari hak. Hak itu tertuju kepada orang lain, yaitu yang
menjadi pemegang kewajiban. Antara hak dan kewajiban terdapat
hubungan korelatif. Hak yang ada pada seseorang ini mewajibkan pihak
lain untuk melakukan (commission) atau tidak melakukan (omission)
sesuatu perbuatan. Ini bisa disebut sebagai isi dari Hak. Commision atau
omission menyangkut sesuatu yang bisa disebut sebagai obyek dari hak.
Setap hak menurut hukum mempunyai titel, yaitu suatu peristiwa tertentu
yang menjadi alasan melekatnya hak itu pada pemiliknya.71
Dalam hal kegiatan investasi di pasar modal. Pasar modal adalah
tempat untuk memperdagangkan berbagai surat-surat berharga milik
71
Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1991, hlm. 53-54
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
42
Pemerintah maupun swasta, seperti saham, sukuk, obligasi, dan sekuritas
efek.
Pasar modal sebagai tempat berinvestasi memang menganjurkan dari
sisi penambahan profit. Namun, investasi pasar modal mengandung risiko
tertentu. Investor harus menghitung risiko (calculated risk), bukan sekadar
sebagai pengikut. Apalagi, pasar modal tak ubahnya sebagai tempat
mengapitalisasi keuntungan sebagian orang saja sehingga diperlukan
kesiapan regulator mengeluarkan berbagai peraturan.
Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (sebelum
dialihkan kepada Otoritas Jasa Keuangan) juga telah menerbitkan
sejumlah peraturan untuk menjamin pasar berjalan secara teratur dan
efisien. Peraturan yang dibuat tersebut bertujuan untuk melindungi
investor. Kegiatan pasar modal dilindungi oleh Undang-Undang No 8
Tahun 1995 tentang Pasar Modal. Selain itu terdapat peraturan-peraturan
yang telah mengintegrasikan fatwa-fatwa DSN-MUI ke dalam peraturan
Bapepam-LK demi mellindungi investor terhadap kesyariahan suatu
produk pasar modal yang berbasis syariah, dengan wajib memenuhi
ketentuan yang diatur dalam kaidah fikih muamalah yang mengikuti
prinsip syariah yang antara lain tidak mengandung unsur riba, spekulasi,
judi (maisyir) atau ketidakjelasan (gharar).
Peraturan-peraturan tersebut antara lain :
a.
Peraturan No.IX.A.13 lampiran keputusan ketua Badan
Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Nomor
Kep-130/BL/2006 tentang penerbitan efek syariah.
b.
Peraturan Bapepam-LK No. IX.A.14 lampiran Keputusan
Bapepam dan LK Nomor Kep.131/BL/2006 tentang akadakad yang digunakan dalam penerbitan efek syariah di
pasar modal
Salah satu tujuan dilakukannya pengaturan oleh otoritas pasar modal
adalah agar terciptanya perlindungan bagi investor. Perlindungan terhadap
investor merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam kegiatan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
43
pasar modal. Rasa aman dan nyaman para investor dalam melakukan
kegiatan di pasar modal akan meningkatkan kepercayaan masyarakat
terhadap industri pasar modal. Dengan terbitnya peraturan-peraturan
tersebut, karena dipandang perlu adanya kepastian dan jaminan bahwa
seluruh kegiatan dan produk pasar modal syariah telah memenuhi prinsip
syariah.
Untuk memastikan kepatuhan terhadap pemenuhan prinsip syariah
tersebut diperlukan pihak yang memahami ilmu fikih muamalah. Pihak
tersebut memiliki peran dalam memberikan opini atau pendapat serta
memastikan bahwa suatu produk investasi tidak melanggar hal-hal yang
dilarang oleh syariah.
5. Teori Bekerjanya Hukum
Dalam
bukunya
Achmad
Ali,
Lawrence
Meir
Friedman
menerangkan adanya 3 (tiga) unsur sistem hukum (three elements of legal
system) yang mempengaruhi bekerjanya hukum sebagai berikut:
a. Struktur Hukum (legal structure)
Bahwa struktur adalah kerangka atau rangkanya, bagian
yang tetap bertahan, bagian yang memberi semacam bentuk
dan batasan terhadap keseluruhan.72 Komponen struktur adalah
kelembagaan yang diciptakan oleh sistem hukum itu dengan
berbagai macam fungsi dalam rangka mendukung bekerjanya
sistem tersebut. Komponen ini dimungkinkan untuk melihat
bagaimana sistem hukum itu memberikan pelayanan terhadap
penggarapan bahan hukum secara teratur.73
Kaitannya dalam sukuk, struktur hukum ini adalah pola
yang menunjukkan tentang bagaimana hukum di dalam sukuk
dijalankan menurut ketentuan-ketentuan formalnya. Struktur
72
73
Ahmad Ali, Menguak Tabir Hukum, Chandra Pratama, Jakarta, 1996, hal.82
Esmi Warassih, Pranata Hukum Sebuah Telaah Sosiologis, PT.Suryandaru Utama, Semarang,
2005.hal.30
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
44
menunjukkan bagaimana lembaga-lembaga terkait pasar modal
pada umumnya dan pihak-pihak dalam penerbitan sukuk pada
khususnya berjalan dan dijalankan sesuai dengan perangkat
hukum yang ada. Lembaga-lembaga yang terkait dengan
penerbitan sukuk antara lain :
1) Otoritas Jasa Keuangan
2) Majelis Ulama Indonesia melalui Dewan Syariah
Nasional
3) Lembaga-lembaga penunjang pasar modal
Struktur ini pula yang menentukan bisa atau tidaknya
penerapan dan penegakan hukum itu dilaksanakan dengan baik.
Lembaga-lembaga tersebut harus terstruktur dengan baik dalam
suatu mekanisme kerja yang jelas. Sehingga tidak akan terjadi
duplikasi antara lembaga satu dengan lembaga lainnya.
b. Substansi Hukum (legal substance)
Komponen
kedua adalah substansi hukum, yaitu aturan,
norma dan perilaku-perilaku nyata manusia yang berada dalam
sistem itu. Substansi juga diartikan produk yang dihasilkan oleh
orang yang berada dalam sistem itu, meliputi keputusan yang
mereka keluarkan, aturan baru yang mereka susun. Dilanjutkan
bahwa substansi mencakup living law (hukum yang hidup) dan
bukan hanya aturan-aturan yang ada dalam kitab undang-undang
atau law books. Menurut Esmi Warassih, komponen substantif
yaitu sebagai output dari sistem hukum yang berupa peraturanperaturan, keputusan-keputusan yang digunakan baik oleh pihak
yang mengatur maupun pihak yang diatur.74
Kaitannya dalam sukuk, subtansi hukumnya ialah terdapat
didalam peraturan-peraturan yang mengatur terkait sukuk. Dasar
74
Ibid
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
45
hukum sukuk ialah kumpulan fatwa-fatwa Dewan Syariah Nasional
Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) dan peraturan otoritas jasa
keuangan. Implementasi dari kumpulan fatwa-fatwa Dewan
Syariah tersebut apakah sudah diimplementasikan secara baik dan
sungguh-sungguh
dalam
penerbitan
sukuk
sehingga
dapat
memenuhi harapan dan memberikan perlindungan terhadap
penerapan prinsip-prinsip syariah bagi Investor pemegang sukuk
dan kumpulan fatwa tersebut sebisa mungkin sudah diintegariskan
ke dalam peraturan otoritas jasa keuangan.
Substansi hukum dapat dikatakan sebagai salah satu faktor
yang memberikan celah terhadap penerapan prinsip-prinsip syariah
pada penerbitan sukuk yang berimplikasi pada penerbitan sukuk
sesuai kepentingan bukan kemaslahatan.
c. Budaya Hukum (legal culture)
Friedman menjelaskan budaya hukum adalah sikap manusia
terhadap hukum dan sistem hukum, berupa kepercayaan, nilainilai, pemikiran serta harapannya. Pemikiran dan pendapat ini
sedikit banyak menjadi penentu jalannya proses hukum. Jadi
dengan kata lain budaya hukum adalah suasana pikiran sosial dan
kekuatan sosial yang menentukan bagaimana hukum digunakan,
dihindari atau disalahgunakan. Tanpa budaya hukum maka sistem
hukum itu sendiri menjadi tidak berdaya menjalankan fungsinya
dalam masyarakat. Komponen budaya yaitu yang terdiri dari nilainilai dan sikap-sikap yang mempengaruhi bekerjanya hukum atau
yang menurut Lawrence Meir Friedman disebut sebagai budaya
hukum. Budaya hukum inilah yang berfungsi sebagai jembatan
yang menghubungkan antara peraturan hukum dengan tingkah laku
hukum seluruh warga masyarakat.
Berkaitan dengan sukuk, budaya hukum tercipta dari sikap
manusia dalam struktur sukuk itu sendiri, apa sudah benar-benar
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
46
menerapkan prinsip-prinsip syariah dalam penerbitan sukuk yang
dituangkan dalam perjanjian perwaliamanatan tersebut. Semakin
tinggi kesadaran hukum masyarakat maka akan tercipta budaya
hukum yang baik, karena sebaik apapun penataan struktur hukum
untuk mejalankan aturan hukum yang ditetapkan dan sebaik
apapun kualitas substansi hukum yang dibuat tanpa didukukung
budaya hukum oleh orang-orang yang terlibat dalam sistem dan
masyarakat maka penerapan dan penegakan hukum tidak akan
berjalan secara efektif.
Penerbitan sukuk harus benar-benar berlandaskan syariat
Islam agar memenuhi harapan-harapan masyarakat yang berminat
berinvestasi pada sukuk yaitu aman dan terbebas dari riba (bunga),
gharar (tidak jelas) dan mashyir (judi).
Tingkat kepatuhan kepada syariat Islam oleh masyarakat
sendiri belum terlalu paham dan dipatuhi. Sehingga pelaksanaan
prinsip syariah masih terlihat samar. Oleh karena itu, untuk
mewujudkan keadilan pendekatan hukum yang bersifat positivistik
tidak cukup, tetapi proses interaksi antara manusia dengan
lingkungan yang dilandasi oleh budaya akan lebih baik.
B. Penelitian Yang Relevan
Penelitian Hukum yang sejenis juga telah dilakukan oleh :
No.
Penulis
1.
Gede Bagus
Wulansari
(2009)
Judul
Ringkasan Isi
Perlindungan
Hukum Penulisan tesis ini difokuskan
pada sukuk ijarah dengan
Terhadap Investor Surat
prinsip sale dan lease back
Berharga Syariah Negara yang telah mendapat payung
hukum baik melalui Undang(SUKUK) Ijarah
Undang Nomor 19 Tahun
2008 Tentang surat berharga
syariah Negara maupun Fatwa
DSN-MUI. Terdapat beberapa
syarat dan ketentuan untuk
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
47
2.
Nurma
Khusna
Khanifa
(2012)
Tinjauan Hukum Islam
Terhadap Transaksi Jual
Beli
Sukuk
Ritel
Menggunakan
Sistem
Akad
Ijarah
Serta
Relevansinya
Dengan
Perlindungan Investor
3.
Dita
Febrianto
(2008)
Aspek hukum penerbitan
obligasi Syariah : Studi
kasus
Penerbitan
Obligasi
Syariah
Mudharabah oleh PT.
Indosat. Tbk
commit to user
BMN yang akan dijual
sebagaimana diatur dalam
Peraturan Pemerintah Nomor
6 Tahun 2006 Tentang
Pengelolaan Barang Milik
Negara/Daerah dan beberapa
peraturan pelaksanaan. Selain
itu Investor dapat melakukan
beberapa upaya hukum apabila
pemerintah mengalami gagal
bayar baik untuk imbalan
maupun nilai nominal sukuk
ijarah sale and lease back yang
dapat ditempuh melalui litigasi
maupun non litigasi
Dilihat dari sisi hukum Islam
perlindungan investor masih
samaran
belum
bisa
melindungi investor dari segi
kehalalan
sesuai
dengan
prinsip
syariah,
terlihat
sebagian besar otoritas pasar
modal menilai bahwa kegiatan
pasar modal syariah memiliki
basis regulasi yang sama
dengan kegiatan pasar modal
konvensional
mengenai
payung hukum perlindungan
investor. Di dalam peraturan
tersebut terdapat kegiatan
yang dilarang oleh prinsip
syariah seperti margin on
trading (jaminan keuntungan),
short selling (menjual jangka
pendek) dan option (tidak
adanya barang). Akibat dari
regulasi yang tidak sesuai
dengan syariah sukuk terlihat
seperti obligasi konvensional.
Mekanisme
penerbitan
obligasi syariah oleh suatu
badan usaha atau lembaga
keuangan diawali dengan
adanya fatwa dari Dewan
Syariah Nasional (DSN) yang
menjadi dasar hukum bagi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
48
keabsahan
suatu
produk.
Setelah proses penawaran
umum, apabila bagi hasil tidak
sesuai dengan yang dinyatakan
dalam perwaliamanatan, Wali
Amanat dapat mengambil
tindakan
pemberitahuan
kepada Emiten bahwa yang
bersangkutan telah lalai. Jika
dalam waktu tertentu Emiten
tidak memperbaiki, maka Wali
Amanat
berhak
mengumumkan
kepada
masyarakat bahwa Emiten
tersebut
telah
lalai.
Selanjutnya Wali Amanat akan
melakukan
pemanggilan
kepada pemegang Obligasi
Syariah untuk melakukan
RUPOS.
Perbedaan antara penelitian yang telah dilakukan dengan penelitian yang
dilakukan oleh penulis adalah mengenai upaya-upaya pihak terkait dalam
penerbitan sukuk korporasi ijarah agar sukuk tidak bertentangan dengan
prinsip-prinsip syariah dan apa saja bentuk-bentuk perlindungan hukum bagi
Investor pemegang sukuk terhadap kepatuhan penerapan prinsip-prinsip
syariah pada penerbitan sukuk korporasi Ijarah pada penerbitan Sukuk Ijarah
Berkelanjutan I Indosat Tahap I Tahun 2014 P.T Indosat Tbk.
Dengan terus berkembangnya penerbitan sukuk di Indonesia pada
sekarang ini, diperlukan pengetahuan dan pemahaman yang sangat baik
tatkala memutuskan untuk berinvestasi di pasar modal khususnya sukuk.
Selama ini perlindungan hukum sukuk terfokus pada kelalaian Emiten yang
menyebabkan default (gagal bayar) yang menyebabkan Investor akan sangat
dirugikan
karena
dapat
berpotensi
hilangnya
harta
Investor
yang
diinvestasikan. Akan tetapi dalam penerbitan sukuk, perlindungan hukum
tidak saja mengenai Emiten default, tetapi juga pelanggaran prinsip-prinsip
syariah yang dapat menyebabkan sukuk menjadi batal demi hukum (fasakh)
yang akan mengakibatkan Investor merasa sangat dirugikan. Perlindungan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
49
hukum tersebut tidak saja sebatas yang tertuang di dalam perjanjian
perwaliamanatan seperti penelitian-penelitian tersebut diatas, tetapi juga
apakah Wali Amanat dan Otoritas Jasa Keuangan juga mempunyai peran.
Sepengetahuan penulis, belum ada yang penelitian yang membahas
perlindungan hukum terhadap kepatuhan penerapan prinsip-prinsip syariah
dalam penerbitan sukuk. Berdasarkan uraian tersebut maka penelitian tesis
yang dilakukan oleh penulis benar-benar baru dan berbeda dengan beberapa
penelitian tesis yang pernah dilakukan
.
C. Kerangka Pemikiran
Penerbitan Sukuk Ijarah Berkelanjutan I
Indosat Tahap I Tahun 2014
Peraturan Bapepam-LK
dan Fatwa DSN-MUI
Prinsip-Prinsip Syariah Pada Penerbitan
Sukuk
Para Pihak Yang Terkait
Teori Mashlahah dan
Maqasidh Al Syariah
Penerapan Prinsip-Prinsip Syariah Pada
Penerbitan Sukuk
Upaya-Upaya Pihak Terkait
Agar Sukuk Tidak
Bertentangan Dengan
Prinsip-Prinsip Syariah
Teori Perlindungan
Hukum dan Teori
Bekerjanya Hukum
Perlindungan Hukum Bagi
Investor Terhadap Kepatuhan
Prinsip-Prinsip Syariah
Bagan 1. Kerangka Pemikiran
Keterangan :
Dari bagan diatas penulis ingin menyampaikan alur berpikir dalam
melakukan penelitian ini. Dalam menerbitkan sukuk, para pihak yang terlibat
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
50
dalam penerbitan sukuk tersebut wajib menerapkan prinsip-prinsip syariah pada
penerbitan sukuk. Prinsip-prinsip syariah tersebut mengacu kepada peraturanperaturan perundang-undangan yang berlaku dan tidak bertentangan dengan
prinsip-prinsip syariah yang diatur dalam fatwa-fatwa DSN-MUI yang beberapa
telah diintegrasikan ke dalam peraturan Bapepam-LK guna memberikan
perlindungan hukum bagi Investor.
Sesuai dengan peraturan yang berlaku, bahwa sukuk yang diterbitkan harus
distruktur sesuai dengan prinsip syariah sehingga terhindar dari larangan-larangan
hukum Islam. Peran para pihak terkait tersebut sangat dituntut untuk terus
memperhatikan prinsip-prinsip syariah dalam setiap tindakannya dimulai dari
sebelum emisi sampai berakhirnya emisi sukuk.
Beberapa penelitian menyebutkan bahwa sukuk yang diterbitkan sebagian
besar tidak memenuhi prinsip-prinsip syariah, maka penelitian ini akan
mengetahui apakah penerbitan sukuk korporasi Ijarah tersebut telah mematuhi
prinsip-prinsip syariah pada sukuk atau belum. Selain itu, kepatuhan prinsip
syariah bukan saja hanya terletak sebelum emisi maupun proses emisi, tetapi juga
ketika sukuk telah dipegang oleh Investor. Para pihak terkait harus berupaya
melindungi para pemegang sukuk terhadap kepatuhan penerapan prinsip-prinsip
syariah pada sukuk yang diterbitkan tersebut atau sukuk mejadi batal demi hukum
karena melanggar kepatuhan prinsip syariah.
Kemudian dari penerbitan sukuk korporasi ijarah tersebut akan dianalisa
apa saja bentuk-bentuk perlindungan hukum bagi Investor terhadap kepatuhan
penerapan prinsip-prinsip syariah pada penerbitan sukuk Ijarah tersebut
berdasarkan data-data yang penulis peroleh.
commit to user
Download