BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial yang hidup bermasyarakat, individu tidak dapat terlepas dari interaksi sosial. Interaksi dapat berlangsung baik antara individu dengan individu, individu dengan kelompok atau kelompok dengan kelompok yang saling mempengaruhi (Muslim, 2013). Salah satu syarat dan dasar dari interaksi sosial yang dilakukan individu dalam berhubungan dengan individu lainnya adalah adanya komunikasi (Soekanto, 1990). Komunikasi dapat diartikan sebagai suatu proses menyampaikan informasi, ide ataupun pemikiran, pengetahuan, konsep dan lain-lain kepada orang lain secara timbal balik, baik sebagai penyampai maupun sebagai penerima komunikasi (Walgito, 2003). Komunikasi yang efektif dapat membantu pengembangan kepribadian manusia (Rakhmat, 2007). Komunikasi ini dapat melibatkan individu dalam suatu hubungan kelompok, organisasi dan masyarakat yang saling merespon untuk beradaptasi dengan lingkungan satu sama lain (Ruben dan Steward, 2005). Salah satu contoh komunikasi secara langsung yang melibatkan indvidu dan kelompok adalah berbicara di depan umum. Berbicara di depan umum adalah proses penyampaian informasi yang dimiliki kepada orang lain dalam jumlah yang banyak, seperti berpidato, ceramah atau berdakwah. Berbicara di depan umum merupakan kemampuan individual untuk mengekspresikan gagasan-gagasan sedemikian rupa, sehingga orang lain mau mendengarkan dan memahami. Ketika berbicara di depan umum, individu dapat menyampaikan ide-ide yang dimiliki, dianggap pintar walaupun sebelumnya tidak diketahui dengan jelas tingkat kecerdasannya, selain itu dalam dunia kerja, individu dengan cara penyampaian yang menarik dan komunikatif dapat melancarkan kesuksesan pekerjaannya (Whalen, 1996). 1 2 Namun untuk memiliki kemampuan berbicara di depan umum ini tidak mudah seperti yang dibayangkan orang. Terkadang individu mengalami hambatan dalam berkomunikasi yaitu merasakan kecemasan ketika berbicara di depan umum (Winarni, 2013). Individu yang mengalami kecemasan berbicara di depan umum akan menjadi gemetar, takut, dada berdebar, banyak mengeluarkan keringat dan kehilangan kata-kata (Rakhmat, 2007). Rasa cemas yang di alami banyak orang ketika berbicara di depan umum pun, dibuktikan oleh penelitian yang telah dilakukan oleh McCroskey (1984) bahwa 15-20% remaja Amerika Serikat menderita communication apprehension, yaitu suatu kondisi dimana seseorang merasa cemas untuk melakukan komunikasi dalam berbagai situasi, baik formal maupun informal, individu maupun kelompok. Ditambahkan oleh Burnley, Cross, dan Spanos (1993) bahwa kira-kira 85% dari populasi pada umumnya dilaporkan memiliki pengalaman dalam kecemasan berbicara di depan umum. Dalam kenyataannya, banyak individu yang menyatakan lebih takut untuk berbicara di depan umum dibanding ketakutan lainnya seperti kesulitan ekonomi, menderita suatu penyakit, bahkan ketakutan terhadap kematian (Tilton, 2002). Sejalan dengan Tilton, Wallechinsky (1977) juga telah melakukan survey untuk merangking sepuluh besar ketakutan manusia, sebanyak 41% individu lebih memilih berbicara di depan umum sebagai ketakutan tertinggi, sedangkan 19% individu memilih kematian sebagai ketakutan tertingginya. Louise Katz (2000) melakukan penelitan yang menunjukan bahwa permasalahan berbicara di depan umum banyak di jumpai di kalangan siswa, mahasiswa, dan masyarakat umum yaitu sebanyak 20% sampai 85% orang. Pada bangku perkuliahan, sebagai mahasiswa tentu banyak kegiatan yang melibatkan komunikasi. Hal tersebut dapat berupa hubungan antara dosen dengan mahasiswa, dan penyampaian instruksi termasuk di dalamnya bertanya, memuji dan umpan balik (Elliot, 3 Kratochwill, dan Cook, 2000). Beberapa bentuk komunikasi lainnya yang sering dilakukan mahasiswa adalah berbicara di depan umum seperti mengemukakan pendapat, bertanya pada dosen, mempresentasikan makalah dan penelitian, berargumen, memberikan pengarahan dan melakukan diskusi kelompok. Bahkan pada saat-saat tertentu, mahasiswa dihadapkan pada keadaan dimana harus memberikan pidato dalam sebuah seminar, memimpin rapat dalam keorganisasian. Sebagai kelompok terpelajar yang umumnya mempunyai modal pengetahuan lebih banyak mahasiswa diharapkan dapat terlibat lebih aktif, lebih membuka wawasan dan tentunya lebih percaya diri berbicara di depan umum dalam forum seperti diskusi, seminar, kuliah atau dalam situasi informal lainnya. Kemampuan komunikasi yang efektif seperti inilah yang sangat dibutuhkan pada diri mahasiswa calon pemimpin bangsa dan intelektual muda (Apollo, 2007). Pada kenyataannya, perlu disadari bahwa memang terdapat mahasiswa yang berani untuk mengungkapkan pendapat di muka umum, namun masih banyak mahasiswa yang terlihat gemetar, terbata-bata ketika berbicara di depan umum. Hal ini dibuktikan dengan penemuan sebanyak 75% mahasiswa di Amerika mengalami kecemasan berbicara di depan umum (Thomas, 2005). Sejalan dengan itu, Hurt juga melakukan penelitian yang dilakukan pada perguruan tinggi di Amerika Serikat, hasilnya kurang lebih yaitu 10-20% mahasiswa mengalami kecemasan komunikasi (Apollo, 2007). Kecemasan berbicara di depan umum juga terjadi pada mahasiswa Jurusan Bimbingan dan Konseling angkatan 2011 UNP berada pada kategori tinggi yaitu sebesar 42,65% (Ririn, Asmadir dan Marjohan, 2013). Hal tersebut menimbulkan banyak efek yang merugikan (Ericson dan Gardner dalam Thomas, 2002), mempengaruhi performansi dalam hidupnya (Elliot, Kratochwill, dan Cook, 2000) dan tentu sangat mengganggu mahasiswa dalam situasi akademis (Bandura, 1997). 4 Berdasarkan wawancara yang telah dilakukan peneliti terhadap 5 orang mahasiswa baru (semester 2) diperoleh informasi bahwa mereka mengalami kecemasan berbicara di depan umum. Hal ini ditunjukkan dengan mahasiswa mengalami keringat dingin, jantung berdegup kencang, dan tangan gemetaran ketika akan presentasi di depan kelas. Kecemasan tersebut berlanjut ketika presentasi berlangsung, mereka merasa tegang saat di depan kelas berhadapan dengan dosen dan teman-teman. Akibatnya semua materi yang sudah dikuasai tiba-tiba hilang atau terbata-bata ketika menyampaikan hasil diskusi. Mahasiswa juga merasa khawatir tentang pemikiran orang lain terhadap dirinya. Ketakutan yang dialami itu, dapat membuat individu lebih memilih untuk berdiskusi dalam kelompok kecil sebagai cara mengurangi kecemasan komunikasi mereka (Mustapha, Ismail, Singh dan Elias, 2010). Pada peristiwa lain, sebagian besar mahasiswa sering hanya bersikap diam ketika diminta untuk berkomentar atau bertanya mengenai materi yang baru saja disampaikan. Begitu juga dalam situasi diskusi dalam kelompok, hanya orang tertentu saja yang terlibat secara aktif mengemukakan pendapatnya, sementara yang lain hanya menjadi pendengar saja. Mahasiswa yang tidak berani berbicara di depan umum akan mempengaruhi prestasi belajarnya dan menghambat kesuksesan pekerjaannya (Tillfors, 2008). Pada dasarnya, berbicara di depan umum suka atau tidak merupakan kemampuan yang harus dikuasai karena setiap harinya manusia berbicara dihadapan sejumlah orang untuk menyampaikan pesan, pertanyaan, tanggapan atau pendapat. Selain itu sebagai seorang calon psikolog yang berkompeten harus memiliki soft skill yang nantinya akan digunakan untuk dapat bersaing dengan kemajuan globalisasi. Kemampuan berbicara di depan umum yang dimiliki oleh setiap orang pun memang dalam derajat dan bentuk yang berbeda-beda. Apalagi bagi mahasiswa yang baru memasuki dunia perkuliahan, sering ditemukan permasalahan kurangnya rasa percaya diri ketika berbicara di depan umum. 5 Bagi individu yang mengalami kecemasan berbicara di depan umum tinggi, kondisi tersebut dapat menyebabkan stres (Ririn, Asmadir dan Marjohan, 2013). Dalam penelitian yang dilakukan oleh Elfering dan Grebner (2011) untuk mereduksi stres yang dialami mahasiswa ketika melakukan presentasi skripsi diperlukan adanya rasa percaya diri. Kepercayaan diri merupakan suatu atribut yang paling berharga, karena dengan adanya kepercayaan diri seseorang mampu mengaktualisasikan segala potensi yang ada pada dirinya. Menurut Vandenbos (2006) kepercayaan diri merupakan seberapa jauh individu mempercayai kapasitas kemampuan diri yang terlihat sebagai kepribadian yang positif. Pendapat tersebut menunjukkan orang dengan kepercayaan diri memiliki keyakinan bahwa dirinya mampu untuk bekerja sendiri, serta dapat bersikap optimis dan dinamis. Individu yang kurang memiliki kepercayaan diri menilai bahwa dirinya kurang mampu untuk melakukan suatu kegiatan. Pandangan dan penilaian negatif tersebut menyebabkan individu tidak melakukan sesuatu kegiatan dengan segala kemampuan yang dimiliki. Padahal mungkin sebenarnya individu tersebut memiliki kemampuan untuk melakukan sesuatu. Selain itu kecenderungan untuk menghindari komunikasi dengan individu lain akan dialami ketika kurang percaya diri. Apabila dalam situasi terpaksa untuk berbicara, maka ia akan berusaha sesedikit mungkin untuk mengeluarkan pendapatnya (Rakhmat, 2007). Hal ini dilakukan karena adanya perasaan-perasaan tertekan dan cemas yang dialami individu seperti rasa takut menerima tanggapan dari orang lain ketika berbicara di depan umum. Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang hubungan kepercayaan diri dengan kecemasan berbicara di depan umum pada mahasiswa. Hal tersebut dilakukan karena terdapat banyak kasus seperti itu yang dijumpai di lingkungan sosial peneliti. Sebagai mahasiswa, penelitipun terkadang masih mengalami 6 kecemasan saat berbicara di depan umum. Oleh karena itu peneliti menganggap permasalahan kecemasan berbicara di depan umum ini perlu untuk diteliti lebih dalam. B. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menguji hubungan antara kepercayaan diri dengan kecemasan berbicara di depan umum pada mahasiswa. C. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya penelitian-penelitian psikologi sosial dan klinis, khusunya yang berkaitan dengan kepercayaan diri dan kecemasan berbicara di depan umum pada mahasiswa. 2. Manfaat praktis Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk mahasiswa yaitu memberikan informasi mengenai pentingnya kepercayaan diri guna membantu mengurangi kecemasan berbicara di depan umum.