ILMU&TEKNOLOGI dari Institut Pertanian Bogor dan lembaga lain. Ada tiga indikator dampak dari Rare, yakni konservasi, kapasitas, dan konstituen. Dampak pertama berupa adanya pengurangan ancaman terhadap keanekaragaman hayati di lokasi. Kedua, berupa organisasi mitra yang dilengkapi perangkat alat komunikasi untuk pemanfaatan yang terus-menerus dan adanya anggota staf yang terlatih. Konstituen berarti para warga dan pemimpin yang semakin terinformasi. “Kemudian terinspirasi untuk mendukung konservasi jangka panjang,” kata Hari Kushardianto, Direktur Regional Program Pride Asia Tenggara. Menurut dia, sasaran program ini adalah terjadinya perubahan perilaku dan manfaat yang jelas bagi masyarakat sekitar kawasan konservasi. Sejumlah pengakuan terlontar dari warga. “Saya sudah pernah dipenjara karena membuka hutan dan menjual kayu. Tapi saya harus bagaimana lagi?” kata Sukardi, warga Dusun Mekar Makmur, Besitang, Taman Nasional Gunung Leuser, Sumatera Utara. Ismail, dari Yayasan Orangutan Sumatera Lestari, melakukan survei sebelum melakukan program Rare. Ternyata pengetahuan warga soal pertanian hanya pada komoditas sawit dan karet.Terjadi kecemburuan sosial akibat pendudukan dan penguasaan kawasan hutan oleh kelompok pengungsi. Ismail lalu membangun kolaborasi dan mendorong pemangku kepentingan. Dia juga memperkenalkan pola kebun tumpang sari. Beruntung, 30 keluarga petani menerapkan pola kebun itu, termasuk Sukardi. Efrizal Adil menggulirkan koperasi simpan RABU, 11 AGUSTUS 2010 A13 Z OM IN Perubahan Iklim Pengaruhi Pertumbuhan Larva Kupu-kupu pinjam bagi ibu-ibu di sekitar kawasan Hutan Batang Toru Blok Barat, Sumatera Utara. Hal yang sama dilakukan Ade Yuliani, yang membentuk credit union di Kompleks Hutan Rawa Gambut Sungai Putri, Kalimantan Barat. Sedangkan Istiyarto Ismu mengajak masyarakat membangun 57 demplot kebun energi bagi tiga desa di dekat Taman Nasional Bali Barat. Sebelumnya, warga merusak hutan untuk mengambil kayu bakar. Jurus-jurus pemasaran sosial juga diterapkan oleh penerima beasiswa lain, seperti Shaummil Hadi di Hutan Geumpang, Kompleks Hutan Ulu Masen, Nanggroe Aceh Darussalam; Eddy Santoso di Suaka Margasatwa Sungai Lamandau, Kalimantan Tengah; Wahyudi di ekosistem gambut Rawa Tripa,Aceh; dan Suziannah Ramlee di Tun Mustapha Marine Park, Sabah, Malaysia. Tahun ini ada 10 mitra Rare dan manajer kampanye baru yang berfokus pada perikanan berkelanjutan, termasuk satu di Timor Leste. Tahun depan akan ada 12 kampanye perikanan berkelanjutan dan 12 kampanye pengelolaan hutan kemasyarakatan. “Rare Pride bukan kampanye biasa,”kata Ismail. ● UNTUNG WIDYANTO JAKARTA — Sebuah penelitian dari Departemen Ilmu Hayati di University of Notre Dame, London, memaparkan bahwa variasi genetik ternyata mempengaruhi perpindahan suatu spesies dari satu tempat ke tempat lain. Associate Professor Jessica Hellmann telah melakukan riset terhadap dua spesies kupu-kupu dengan memanipulasi suhu lingkungan larva kupukupu itu untuk mengetahui bagaimana mereka menghadapi pemanasan global. Dua larva kupu-kupu yang diuji itu adalah jenis kupu-kupu Duskywing Propertius (Erynnis propertius) dan kupu-kupu Anise Swallowtail (Papilio zelicaon). Dua spesies kupu-kupu ini dipilih karena mereka adalah serangga berdarah dingin dan, meskipun memiliki ekologi yang berbeda, mereka hidup dalam ekosistem yang sama. “Dari perbedaan dan persamaan inilah, kami ingin mengetahui respons mereka terhadap pemanasan global,” kata Hellmann. Duskywing adalah kupu-kupu berukuran kecil yang tinggal di kawasan pantai barat Amerika Serikat. Dia tak mampu terbang untuk jarak jauh. Karena hanya mampu terbang untuk jarak dekat saja, susunan genetik kelompok Duskywing tidak menyebar terlalu jauh. Larva spesies ini juga unik karena hanya mengkonsumsi daun pohon ek. Sementara itu, kupu-kupu Anise Swallowtail meru- pakan kupu-kupu yang bertubuh besar dan mampu terbang untuk jarak jauh, sehingga susunan genetiknya tersebar di berbagai daerah, misalnya di kawasan Pegunungan Rocky sampai ke sebelah barat dan sekitar California. Larva kupu-kupu ini pun “rakus” memakan berbagai tanaman yang juga berfungsi untuk menyebarkan gen mereka. Tim peneliti yang dipimpin Hellmann ini kemudian mencoba merekayasa suhu tempat larva kedua jenis kupu-kupu itu dikembangbiakan. Dalam suhu yang panas, larva kupu-kupu Duskywing tumbuh lebih besar, lebih cepat, dan dapat bertahan hidup lebih baik. “Ini tandanya mereka menyukai cuaca yang hangat,” kata Hellman. Adapun ketika diberi sentuhan “dingin”, pertumbuhan larva kupu-kupu Duskywing tidak secepat ketika diberi suhu panas. Sementara itu, larva kupu-kupu Anise Swallowtail tidak terpengaruh oleh perubahan suhu. “Pada suhu panas dan dingin, pertumbuhan mereka sama saja,” katanya. Dari perbedaan reaksi kedua jenis kupukupu itu terhadap perubahan suhu, tim peneliti akan menyelidiki lebih lanjut gen apa yang bertanggung jawab terhadap respons berkembang-tidaknya larva pada tiap-tiap jenis. “Kami akan menggunakan alat genom untuk mempelajari gen apa yang terlibat ketika spesies ini mengalami perubahan iklim,” ujar Hellmann. Temuan Hellmann dan rekan-rekan peneliti lainnya ini akan dibahas dalam pertemuan American Physiological Society’s Intersociety Meeting di Westminster, Colorado, bulan ini. Pertemuan tersebut sekaligus akan memaparkan berbagai tantangan dalam menghadapi perubahan iklim. ● SCIENCEDAILY | RINI K IKLAN