bab i pendahuluan

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Daya saing sektor manufaktur Indonesia pada tahun 2005 menempati
urutan ke-46 dan berada dibawah Singapura diurutan pertama, Malaysia urutan
ke-16, Thailand diposisi ke-25, serta Filipina diposisi ke-30.1Dalam RPJMN
2004-2009, pemerintah juga mengakui bahwa kinerja daya saing sektor
manufaktur Indonesia kalah dengan 4 negara-negara ASEAN yang telah
disebutkan.2 Kondisi ini terbukti dari peringkat daya saing sektor industri
manufaktur
(CIP)yang
Indonesia
berdasarkan
dikembangkan
oleh
Competitiveness
United
Nations
IndustrialPerformance
Industrial
Development
Organization bahwa kinerja ekspor Indonesia dilaporkan mengalami penurunan
dari peringkat 38 ditahun 2000 menjadi urutan 46 di tahun 2005.
Pada laporan UNIDO 2013, kinerja dan daya saing industri manufaktur
Indonesia tahun 2010 mengalami peningkatan, yaitu menempati urutan 38.
Namun, peringkat ini masih berada di bawah Singapura di peringkat 6, Malaysia
di peringkat 21, dan Thailand di urutan ke 23. UNIDO mengukur kinerja daya
1
United Nations Industrial Development Organization, Industrial Development Report
2009,Breaking in and Moving Up: New Industrial Challenges for the Bottom Billion and the
Middle-Income Countries (UNIDO, 2009), 120.
2
Lampiran Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2004-2009, Bagian IV.18-3.
1
saing
industri
manufaktur
dunia
berdasarkan
Competitiveness
IndustrialPerformance (CIP) yang didalam terkandung setidaknya enam indikator
: (a) Nilai Tambah Industri Manufaktur Per-Kapita, (b) Ekspor Industri
Manufaktur per-kapita, (c) Nilai Tambah Industri Terhadap PDB, (d) Kontribusi
ekspor manufaktur terhadap total ekspor, (e) Kontribusi manufaktur berteknologi
menengah dan tinggi terhadap nilai tambah produksi manufaktur, dan (f)
Kontribusi ekspor manufaktur berteknologi menengah dan tinggi terhadap total
ekspor manufaktur.
Secara spesifik, pemerintah melalui RPJMN 2004-2009 mengemukakan
faktor-faktor utama rendahnya daya saing industri manufaktur Indonesia adalah
sebagai berikut :
1. Tingginya aktivitas KKN (Korupsi, Kolusi, Nepotisme) serta
pelayanan umum yang buruk
2. Administrasi perpajakan yang buruk
3. Lemahnya penguasaan dan penerapan teknologi
4. Struktur industri yang masih lemah
5. Peran industri kecil menengah yang belum optimal
Selain identifikasi permasalahan di atas, dalam Peraturan Presiden Rpublik
Indonesia No. 5 Tahun 2010 tentang RPJMN 2010-2014, pemerintah juga
mengidentifikasi faktor penting yang menjadi permasalahan rendahnya industri
manufaktur nasional adalah dukungan pemerintah yang masih rendah terhadap
penyediaan teknologi dan pembiayaan teknologi baru bagi industri manufaktur
nasional.
2
Rendahnya kinerja daya saing sektor manufaktur Indonesia juga terlihat
pasca krisis ekonomi regional Asia akhir tahun 1998 yang menjadikan kegiatan
sektor manufaktur mengalami “resesi pertumbuhan”. Data dari Bank Dunia juga
menyebutkan bahwa pemulihan kinerja sektor manufaktur Indonesia pasca krisis
jauh lebih lambat dari pada negara anggota ASEAN lainnya seperti Thailand dan
Malaysia.3
Sektor
manufaktur
Indonesia
merupakan
industri
penting
bagi
perekonomian Indonesia. Kontribusi sektor ini merupakan yang terbesar dalam
industri non-migas yaitu berkisar 25 persen terhadap Produk Dometik Bruto
(PDB). Sektor Manufaktur berada diatas sektor andalan Indonesia lain seperti
pertanian, perikanan, dan kelautan sebesar 14 persen juga sektor restoran hdan
hotel sebesar 16 persen. Mengingat sektor manufaktur ini sebagai salah satu
andalan ekspor Indonesia, maka berbagai upaya dilakukan untuk membangun
sektor industri ini. Dalam RPJMN 2004-2009, pemerintah telah menentukan arah
kebijakan dalam berbagai bentuk seperti landasan ekonomi makro yang kuat
untuk meningkatkan kinerja daya saing manufaktur, peningkatan sumber daya
manusia di bidang manufaktur dan intervensi langsung pemerintah secara
fungsional dalam bentuk investasi dan layanan publik.
Menjadi suatu hal yang menarik ketika kinerja sektor manufaktur
Indonesia yang rendah dikaitkan dengan kesiapan sektor tersebut mengahadapi
diberlakukannya ASEAN Economic Community (AEC) 2015. Semangat AEC
adalah pembentukan pasar tunggal ASEAN dimana barang, jasa, dan tenaga kerja
3
Bank Dunia, Mempercepat Laju: Revitalisasi Pertumbuhan di Sektor Manufaktur Indonesia.
September 2012
3
terampil bebas bergerak. Arus bebas
tidak hanya berarti penghapusan tarif,
melainkan harus sekaligus pula berarti penghapusan rintangan non-tarif.4Hal ini
menuntut persaingan ketat diantara negara-negara anggota ASEAN guna
menciptakan produk-produk yang memiliki daya saing dan kualitas tinggi
terutama produk-produk manufaktur. Arus produk manufaktur yang bergerak
bebas sangat penting untuk mempromosikan ASEAN sebagai landasan produksi
tunggal.
Pemberlakuan Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 mengisyaratkan bahwa
negara-negara yang tergabung dalam keanggotaan ASEAN secara sadar akan
mengalami integrasi ekonomi kawasan. Integrasi ekonomi dapat dimaknai sebagai
penciptaan struktur perekonomian internasional yang lebih bebas dengan
penghapusan deskriminasi, pembatasan institusi dan memperkenalkan kebebasan
transaksi perekonomian yang kemudian dicirikan sebagai perdagangan bebas.
Pada dasarnya integrasi ekonomi dalam wujud perdagangan bebas memiliki dua
konsekuensi yang berbeda, yaitu memberikan asas manfaat dan kerugian. Manfaat
yang dapat diperoleh dari integrasi ekonomi adalah melahirkan persaingan yang
aktual dan potensial bagi para pelaku pasar di kawasan yang terintegrasi. Iklim
persaingan tersebut pada akhirnya akan mendorong diberlakukannya harga yang
rendah atas barang sejenis, menciptakan kualitas barang yang bervariasi, dan juga
pilihan negara mitra kerjasama yang lebih luas. Integrasi ekonomi dapat
4
C.P.F Luhulima, DKK.,Masyarakat Asia Tenggara Menuju Komunitas ASEAN 2015,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008.
4
menstimulasikan aliran dan perdagangan intraregional yang lebih tinggi serta
munculnya perusahaan yang mampu berkompetisi di tingkat global.5
Selain asas manfaat, asas kerugian akibat dari integrasi ekonomi adalah
adanya pembatasan kewenangan suatu negara mengenai kebijakan fiskal,
moneter, serta keuangan untuk mempengaruhi kinerja ekonomi dalam negeri.
Juga, kerugian lainnya yaitu kemungkinan hilangnya pekerjaan dan potensi
menjadi pasar bagi negara yang tidak mampu bersaing.6 Integrasi ekonomi yang
berwujud perdagangan bebas dalam implementasinya membawa konsekuensi
terhadap daya saing produk suatu negara dalam persaingan internasional maupun
domestik. Kondisi sektor manufaktur Indonesia yang masih mengalami penurunan
daya saing akan menghadapi permasalahan tersendiri dalam integrasi ekonomi
Masyarakat ASEAN 2015, dengan kata lain, kesepakatan perdagangan bebas
Masyarakat Ekonomi ASEAN justru semakin memperburuk daya saing sektor
manufaktur Indonesia. Setidaknya ada beberapa sekenario yang menggambarkan
kondisi sektor manufaktur Indonesia dalam ASEAN Economic Community 2015,
jika keadaan terpuruk ini masih dialami Indonesia.7Pertama, dalam masyarakat
ekonomi ASEAN, Indonesia akan sulit menembus pasar keempat negara ASEAN
(Singapura, Malaysia, Thailand dan Filipina) karena daya saing mereka jauh
diatas
Indonesia.
Kedua,
Indonesia
juga
akan
mengalami
kesulitan
memperebutkan pasar negara ASEAN lain yang sektor manufakturnya kurang
baik, karena harus bersaing dengan empat negara ASEAN dengan manufaktur
5
Kementrian Perdagangan Republik Indonesia, Dampak Kesepakatan Perdagangan Bebas
terhadap Daya Saing Sektor Manufaktur Indonesia. Jakarta: Pusat Kebijakan Perdagangan Luar
Negeri, 2011
6
Ibid
7
Dodi Mantra, Hegemoni dan Diskursus Noeliberalisme, Bekasi: MantraPress, 2011.
5
kuat. Ketiga, bahkan untuk mempertahankan pasar dalam negeri, Indonesia akan
mengalami kesulitan, dengan membanjirnya produk manufaktur empat negara
ASEAN yang memiliki daya saing tinggi.
Penjelasan diatas menekankan bahwa pemberlakuan Masyarakat Ekonomi
ASEAN 2015 adalah bentuk integrasi ekonomi kawasan yang menciptakan
paradoks bagi para pelaku pasar. Secara teoritis, keuntungan dari integrasi
kawasan dengan wujud perdagangan bebas akan membuka serta meningatkan
akses pasar dan jasa, ketersediaan barang baku, modal, peningkatan investasi yang
akan mempengaruhi struktur industri, mendorong adanya peningkatan kapasitas
(capacity building) untuk peningkatan daya saing industri domestik, serta
meningkatkan daya beli masyarakat. Namun, integrasi ekonomi tidak akan
menguntungkan negara-negara yang memiliki produk dengan daya saing lebih
rendah dari pada negara-negara lain dalam suatu kawasan yang terintegrasi.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana Masyarakat Ekonomi ASEAN mempengaruhi kebijakankebijakan industri manufaktur Indonesia?
C. Tinjauan Literatur
Dalam sebuah karya penelitian, diantaranya karya tulis berupa tesis, tidak
ada yang bersifat mutlak asli (original) dan benar-benar baru yang dihasilkan oleh
seorang penulis ataupun peneliti. Semua bentuk penelitian tersebut tidak terlepas
6
dari pengaruh penelitian sebelumnya, dan pada hakikatnya penelitian adalah
mempertegas penelitian sebelumnya ataupun melakukan revisi atas penelitian
sebelumnya. Begitu juga dengan penelitian ini, penulis menyadari pentingnya
melakukan perbandingan (comparation) dengan penelitian ataupun tulisan-tulisan
sebelumnya yang berkaitan dengan pembentukan ASEAN COMMUNITY 2015.
Dengan melakukan perbandingan berupa kajian pustaka berarti kapasitas peneliti
akan berhadapan dengan konsep-konsep yang terlebih dulu ada. Kajian pustaka
dilakukan secara selektif terhadap tema yang secara substansial relevan dengan
kajian yang sedang dilakukan.8
Dalam
memahami
implementasi
kesepakatan
integrasi
ekonomi
Masyarakat ASEAN 2015 terhadap daya saing sektor manufaktur Indonesia,
terdapat beberapa tulisan sejenis yang kemudian penulis membaginya kedalam
dua kategori. Kategori pertama, penelitian atau tulisan dengan gagasan bahwa
integrasi ekonomi berupa perdagangan bebas mampu memberikan keuntungan
dan juga peluang peningkatan daya saing produk suatu negara dalam kawasan
terintegrasi. Sedangkan kategori ke dua datang dengan gagasan bahwa integrasi
ekonomi tidak akan banyak memberi manfaat bagi pelaku pasar terlebih dengan
daya saing produk yang rendah.
Kementrian Perdagangan Republik Indonesia mengeluarkan laporan
penelitian pada tahun 2011 dengan judul, “Kajian Dampak Perdagangan Bebas
Terhadap Daya Saing Produk Manufaktur Indonesia”. Dengan memilih studi
kasus kesepakatan kerjasama perdagangan bebas antara Indonesia dan Jepang
8
Irawati Singarimbun, Metode Penelitian Sosial, LP3ES, Jakarta, 1989, hal. 70-71
7
dalam Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA), penelitian ini
menunjukan bahwa pasca implementasi perjanjian IJEPA, kinerja ekspor
Indonesia ke Jepang mengalami peningkatan. Kinerja ekspor yang meningkat juga
diikuti dengan peningkatan daya saing produk-produk manufaktur Indonesia.
Peningkatan kinerja ekspor serta daya saing sektor manufaktur Indonesia tidak
terlepas dari pemanfaatan beberapa peluang yang terkandung dalam perjanjian
perdagangan bebas IJEPA, diantaranya pengembangan industri manufaktur
Indonesia melalui program Manufacturing Industri Development Center
(MIDEC). MIDEC ini adalah bentuk kompensasi Jepang atas fasilitas kemudahan
masuknya barang baku produk otomotif dari Jepang.
Di Cina, penelitian Wang dan Yo (2002), menemukan bahwa liberalisasi
perdagangan sejak akhir dekade 1970 membuat sangat dinamisnya industri kecil
dan menengah. Banyak industri kecil dan menengah yang tumbuh pesat sehingga
mereka bisa meningkatkan nilai tambah terhadap ekonomi Cina dari hasil
peningkatan produktivitas total mereka.
Dodi Mantra dalam bukunya yang berjudul “Hegemoni dan Diskursus
Neoliberal : Menelusuri langkah Indonesia Menuju Masyarakat ASEAN” (2011).
Mantra menekankan bahwa agenda Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 adalah
sebuah agenda integrasi regional atas dasar neoliberlasime yang berwujud
perdagangan bebas. Pada dasarnya perdagangan bebas merupakan faktor
penghambat bagi pengembangan industri manufaktur Indonesia. Mantra
menyebutkan bahwa kesepakatan-kesepakatan perdagangan bebas yang pernah
8
dilakukan Indonesia baik dalam bentuk unilateral maupun multilateral membuat
produk-produk manufaktur Indonesia kalah bersaing dengan produk impor.
Mempertegas penekanan Dodi Mantra, Penelitian Tewari (2001),
mengengai pengalaman Tamil Nadu di India dalam 15 tahun belakangan ini
menemukan fakta bahwa setelah pemerintah India melakukan penghapusan tarif
disejumlah industri salah satunya industri manufaktur termasuk didalamnya
tekstil, banyak sekali ditemukan pemain baru di industri tersebut. Tewari
menemukan bahwa hingga pertengahan dekade 1990-an, rata-rata luas pabrik per
perusahaan di industri tekstil mengecil secara signifikan, bukan bertambah besar.
Review penulis atas tulisan-tulisan diatas adalah memperlihatkan faktafakta perdagangan bebas pada dasarnya memiliki implikasi berupa keuntungan
(manfaat) serta kerugian. Dalam tesis ini, penulis pada akhirnya menempatkan diri
disalah satu implikasi integrasi ekonomi Masyarakat Ekonomi ASEAN terhadap
implementasinya terhadap daya saing sektor manufaktur Indonesia.
D. Kerangka Teori
Konsep Pro-Competitive Effect dalam Integrasi Ekonomi
Sebelum membahas secara spesifik tentang konsep pro-competitive
effectdalam integrasi ekonomi, terlebih dahulu diperlukan definisi dan memahami
integrasi ekonomi. Pelkamn (2003) memberikan definisi integrasi ekonomi
sebagai upaya penghapusan berbagai macam hambatan ekonomi, antara dua atau
lebih perekonomian. Hambatan-hambatan ekonomi dapat berupa semua
9
pembatasan yang menyebakan arus gerak barang, jasa, faktor produksi dan juga
aliran komunikasi tidak bergerak secara bebas. Senada dengan Pelkamn, Kahrnet,
memahami integrasi ekonomi sebagai suatu proses penghapusan deskriminasi
diantara negara-negara anggota, penciptaan dan implementasi kebijakan bersama.
Jovanovic (2006), menyatakan bahwa perlunya kehati-hatian dalam
memberi definisi tentang apa yang dimaksud integrasi ekonomi. Hal ini karena,
integrasi ekonomi adalah sebuah gagasan yang rumit, sehingga definisi seringkali
samar-samar dan tidak memberikan alat yang cukup untuk memudahkan proses
integrasi diantara negara-negara. Integrasi ekonomi internasional didefinisikan
sebagai suatu proses sekelompok negara yang berupaya untuk meningkatkan
tingkat kemakmurannya. Integrasi mensyaratkan paling tidak adanya pembagian
kerja dan kebebasan mobilitas barang dan jasa dalam suatu kelompok negara.
Dollar, Sach dan Warner, Edwards, dan Wacziarg menunjukkan bahwa
integrasi ekonomi yang menurunkan atau menghilangkan semua hambatan
perdagangan di antara negara-negara anggota, dapat meningkatkan daya saing dan
membuka besarnya pasar pada negara anggota, dapat meningkatkan persaingan
industri domestik yang dapat memacu efisiensi produktif di antara produsen
domestik dan meningkatkan kualitas dan kuantitas input dan barang dalam
perekonomian, produsen domestik dapat meningkatkan profit dengan semakin
besarnya pasar ekspor dan meningkatkan kesempatan kerja.
Beberapa definisi mengenai integrasi ekonomi telah menghasilkan
kesimpulan diantaranya integrasi ekonomi akan menciptakan suatu kondisi
perekonomian yang terbuka, penghapusan hambatan-hambatan perdagangan, serta
10
akses pasar yang semakin luas. Kondisi seperti ini diklaim dapat membuat posisi
suatu negara kuat dari segi ekonomi. Namun, pandangan lain mengungkapkan
bahwa integrasi ekonomi justru menimbulkan kerugian bagi suatu negara ataupun
pelaku pasar yang tidak mampu memanfaatkan integrasi ekonomi karena
memiliki daya saing rendah.
Falvey dan Kim, 1992 mengungkapkan bahwa integrasi ekonomi akan
menciptakan persaingan yang semakin ketat dikalangan pelaku pasar negaranegara yang terintegrasi secara ekonomi. Dengan persaingan yang semakin besar
memaksa perusahaan dalam negeri suatu negara untuk meningkatkan daya
saingnya melalui peningkatan efisiensi.
Pada akhirnya, merujuk pada kajian Bladwin dan Wyplosz (2004),
dampak dari pembentukan integrasi ekonomi kawasan berupa pro-competitive
effect. Dampak ini berarti dihapuskannya berbagai hambatan dalam perdagangan
maupun mobilitas faktor produksi yang akan memicu persaingan dengan
masuknya produsen dari luar negeri ke pasar domestik. Kondisi persaingan
mendorong pro-competitive effect mempengaruhi suatu negara untuk melakukan
hal-hal peningkatan daya saing. Adapun hal-hal tersebut adalah :
Pertama, dalam integrasi ekonomi terdapat skema dimana tarif impor yang
rendah dan hilangnya hambatan-hambatan perdagangan berpengaruh terhadap
meningkatnya persaingan di pasar domestik. Hal ini akan mendorong perusahaan
lokal yang tidak efisien atau produktif untuk memperbaiki kinerjanya atau
meningkatkan produktivitasnya dengan cara mengadopsi teknologi serta
melakukan terus menerus inovasi.
11
Kedua, melalui efisiensi biaya produksi. Dengan tidak adanya tarif impor
atau hambatan impor maka menuntut pelaku pasar suatu negara untuk menekan
biaya produksi hingga akhir menghasilkan produk yang kompetitif dari sisi harga.
Ketiga, meningkatkan ekspor. Suatu negara membuka diri terhadap
perdagangan bebas tidak hanya mempengaruhi efisiensi di perusahaan-perusahaan
dosmetik namun juga menstimulasi ekspor.
Konsep pro-competitive effect dalam integrasi ekonomi dimaknai sebagai
paksaan bagi suatu negara yang terlibat dalam integrasi ekonomi untuk
memaksimalkan keuntungan dari integrasi tersebut melalui peningkatan daya
saing. Dengan kondisi Indonesia saat ini yang mengalami permasalahan terkait
rendahnya kinerja dan daya saing industri manufaktur yang juga tergabung
kedalam integrasi ekonomi ASEAN 2015, dengan menggunakan konsep procompetitive effectmaka perusahaan, pelaku pasar dan bisnis manufaktur nasional
didorong untuk meningkatkan daya saingnya. Peningkatan daya saing
bersinggungan langsung dengan kebijakan pemerintah dimana pemerintah
berperan penting dalam mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang pro terhadap
peningkatan kinerja daya saing industi manufaktur nasional. Adapun yang
dilakukan pemerintah adalah mereformasi kebijakan yang selama ini belum
signifikan meningkatkan kinerja daya saing industri manufaktur.
12
E. Argumen Utama
Dengan menggunakan pendekatan pro-competitive effect dalam integrasi
ekonomi, penulis mengajukan argumen utama bahwa Masyarakat Ekonomi
ASEAN 2015 memiliki peran mempengaruhi kebijakan pemerintah Indonesia
meningkatkan daya saing industri manufaktur dengan cara pemanfaatan teknologi,
penurunan biaya produksi serta mendorong aktivitas ekspor.
F. Metodologi Penelitian
Jangkauan Penelitian
Jangkauan penelitian atau batas penelitian berfungsi untuk menjaga
konsistensi penulisan agar tidak keluar dari konteks pembahasan. Penelitian ini
mencoba menelusuri implikasi integrasi ekonomi ASEAN di sektor manufaktur
terutama implikasi terhadap kebijakan pemerintah.
Teknik Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data diartikan sebagai alat yang digunakan dalam
proses pengumpulan data. Setidaknya ada beberapa cara yang dapat diterapkan
diantaranya adalah dengan interview, kuisioner, observasi partisipan dan lain-lain.
Penulis mencoba melakukan metode wawancara dan tinjauan pustaka sebagai
teknik pengumpulan data. Wawancara dilakukan dengan sumber yang kompeten
serta dokumen resmi. Teknik selanjutnya adalah tinjauan pustaka berupainformasi
tertulis seperti artikel, buku, majalah, surat kabar, internet dan catatan lainnya.
13
G. Sistematika Penulisan
Penelitian ini terdiri atas 5 bab yaitu: Bab pertama, mencakup latar
belakang masalah, rumusan masalah, tinjauan literatur, kerangka teori, argumen
utama, metodologi penelitian, serta sistematika penulisan. Bab kedua, Masyarakat
Ekonomi ASEAN. Bab ketiga, Kondisi kinerja dan daya saing sektor manufaktur
Indonesia. Bab keempat, Implementasi Pro-Competitive Effect Dalam Kebijakan
Industri Manufaktur Indonesia. Bab Kelima, Penutup yang berisi kesimpulan.
14
Download