KORELASI ANTARA AKTMTAS ENZIM GSH-Px AN RADIOSELENIUM DALAM DARAH DAN SERAP- Bintara Her Sasangka* ABSTRAK - ABSTRACT KORELASI ANTARA AKTIVITAS ENZIM GSH-Px DAN SERAPAN RADIOSELENlUM DALAM DARAH. Percobaan untuk mengetahui kordasi antara aktivitas enzim GSH-Px dengan serapan radiOlldenium dalam darah tdah dilakukan. Sampc:l yang digunakan di dalam penc:litian ini berupa darah dari gO ekor sapi perah dengan berbagai kondisi tubuh. Pengambilan darah dilakukan dengan menggunakan vacutainer ~ (Becton, Dickson) yang mengandung EDTA sebagai antikoagulan. Pengukuran aktivitas enzim GSH-Px dilakukan pada temperatur rendah ~ - g0C), kemudian diikuti dengan pengukuran serapan radiosdenium de'ngan menggunakan 7 Se (18 muCi/g ml sampc:l) yang diinkubasi sdama g jam. Hasi! penc:litian menunjuklean adanya kordasi yang negatif antara aktivitas GSH-Px dan nilai serapan radiOlldenium (r·0,91). CORRELATION BE1WEEN GSH-Px ~C-:gvITY. AND UPTAKE OF RADIOSELENIUM IN BLOOD. An experiment to study the correlation between GSH-Px activity and uptake of radiOlldenium in bovine blood has been carried out. Sampds used in this experiment were from gO herds of cattle blood, of different condition. Blood was collected by vacutainer tubes (Becton, Dickson) contained EDTA as anticoagulant. Detection of GSH-Px was assayed at low temperatures (2 - g0C), and followed by radiOldenium uptake using 75Se (18 muCi{ g ml sample), after g hours being incubated. The result of this experiment showed a negative corrdation (r = 0.91) between GSH-Px activity and the uptake of radioSdenium. PENDAHULUAN Pada tahun 1957, SCHWARTZ (1) te1ah membuktikan bahwa selenium mempakan nutritional factor yang esensial untuk mencegah terjadinya kematian se1-sel hati pada tikus. Necrosis pada hati tikus dapat dicegah dengan pemberian 0,1 ppm Se dalam ransumnya. Ternak sapi clan domba yang memakan rumput pada tanah-tanah yang kandungan seleniumnya (Se) rendah, sering teIjadi muscular dystrophy dan white muscle ~ (2). Pemberian Se dalam dosis yang tepat di dalam ransumnya dapat mencegah timbulnya gejala-geja1a tersebut. Beberapa kasus timbulnya retained placenta pada sapi-sapi yang baru melahirkan diduga akibat kandungan Se di dalam ransumnya kurang (3). Penelitian yang telah dilakukan pada beberapa hewan menunjukkan bahwa Se merupakan unsur yang penting di dalam sistem enzim glutathione peroxidase (GSH-Px). * Pusat Aplikasi Isotop clan Radiasi, BATAN 619 Pemeriksaan nilai aktivitas enzim GSH-Px pada temak yang di duga mengalami deflsiensi Se merupakan salah satu cara yang banyak dipakai di beberapa negara (4). WRIGHT dan BELL (5) dengan menggunakan teknilc radioisotop, telah melalculcan pene1itian pada domba yang diberi makan berbagai tingkat konsentrasi ·Se. Hasil percobaan dfiaporkan bahwa pada domba yang diberi makan dengan konsentrasi Se tinggi, nilai serapan radioselenium di dalam darah lebih rendah bila dibandingkan yang diberi makan dengan konsentrasi Se rendah. Berdasarkan data terse but diatas, maka dalam penelitian ini akan diamati sejauh mana hubungan/korelasi antara aktivitas enzim GSH-Px dengan nilai serap radioselenium di dalam darah. TATA KERJA Dalarn penelitian ini digunakan sarnpel darah sapi perah yang diperoleh dari para 'peternak disekitar Ithaca, New York, dengan berbagai macam kondisi tubuh. Dengan menggunakan vacutainer tubes (Becton, Dickson) yang mengandung EDTA sebagai antikoagulan, darah diambil melalui vina jugularis baik pada sapi-sapi yang normal, maupun yang diduga mengalami deflsiensi Se. Tabung-tabung yang telah berisi darah kemudian disimpan ditempat yang dingin (2 - 3°C) dengan maksud untuk mencegah terjadinya kerusakkan/hemolisis selarna pengangkutan dari lapangan ke laboratorium. Penyiapan Sampel Untuk Analisis Aktivitas EnzimGSH-Px. Analisis aktivitas enzim GSH-Px di dalam darah dilakukan berdasarkan metode PAGLIA dan VA· LENTINE (6) yang telah dimodiflkasikan. Dalam penelitian ini pencucian sel darah merah untuk menghilangkan plasma tidak dilakukan karena kandungan GSH-Px di dalam plasma sangat rendah. Darah yang akan dianalisis dibuat lisat terlebih dahulu yaitu dengan cara mencarnpurkan 0,2 ml darah dengan 0,8 ml air suling. Untuk mengubah hemoglobin menjadi cyanometglobin, lisat tersebut ditambah dengan 1 ml larutan Drabkin. Sejumlah 20 ul hemolisat tersebut selanjutnya ditarnbahkan dengan 2,35 ml carnpuran ·reagen di dalam cuvet berukuran 1,0 x 1,0 em. Campuran reagen tersebut terdiri dari : 300 mIl M KP04 buffer (pH 7),60 m1 0,25 M EDTA, 30 ul 0,2 M Na azida, 60 ul 0,05 M GSH dan 1,9 ml H202' Selanjutnya cuvet yang telah berisi hemolisate dan campuran reagen tersebut, ditambahkan 0,3 ml 2mM NADPH, 0,3 ml GR (10 unit/ml) dan 30 ul 25 mM H202' Oleh karena reagen-reagen tersebut sangat peka terhadap perubahan temperatur, maka selama persiapan sampel dan reagen, dan selama pembacaan, sampel dan reagen harus diletakkan pada tempat yang dingin (ice bath). Dengan menggunakan spektrofotometer (Backman) kerapan optik (KO) dihitung pada panjang gelombang 340 nm. Selanjutnya dihitung pula konsentrasi haemoglobin (Hb) dalam darah dengan menggunakan panjang gelombang 540 nm. Aktivitas enzim GSH-Px dalarn darah dihitung dengan rurnus sebagai berikut : Aktivitas GSH-Px 620 •• Pi KO NADPH x 24.000 Konsentrasi Hb dalam darah Pemapan Sampel Untuk Serapan Rildioselenium Dalam Darah. Dengan menggunakan sampel yang sarna, serapan radioselenium dalam darah dihitung dengan menggunakan metode WRIGHT dan BELL (5). Sejurnlah 3 ml sampel darah (whole blood), diinkubasi dengan 18 muCi radioselenium eSSe) dalam bentuk sodium selenit selama 3 jam. Pada akhir inkubasi sejurnlah 500 ul darah terse but dipipetkan ke dalam 2 tabung. Salah satu dari tabung tersebut darahnya dicuci dengan 2 ml larutan garam siologis sebanyak 2 kali, sedang tabung yang lain tidak mengalami pencucian dan diperlakukan sebagai standar. Sampel-sampel tersebut selanjutnya dicegah dengan menggunakan alat pencacah gamma. Denganmenggunakan alat micro haemotocryt centrifuge, dihitung pula persentase Packed Cell ~ (pCY) untuk masing-masing sampel. Nilai serapan radioselenium dalam darah dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut : Cacahan sampel/satuan waktu x 0,4 Nilai serapan PVC satp.pel = x 100 % Cacahan standar/satuan waktu HASIL DAN PEMBAHASAN Studi pendahuluan tentang pengukuran aktivitas enzim GSH-Px di dalam darah, menunjukkan bahwa sam pel darah yang berumur 1 - 7 hari tidak menunjukkan adanya perubahan di dalam aktivitasnya, akan tetapi setelah darah tersebut berumur 7 hari aktivitas GSH-Pxnya menurun. Penyimpanan darah dalam temperatur dingin (2 - 30C) aktivitas enzim tetap konstan dalam waktu yang cukup lama, yaitu sekitar 3 minggu (7). Sebaliknya nilai serap radioselenium di dalam darah akan meningkat dengan bertambahnya umur sampel. Pada umur 1 - 5 hari, nilai serapan tidak menunjukkan adanya perbedaan, akan tetapi mulai hari ke 6 nilai serap cenderung meningkat. Hasil analisis GSH-Px dalam darah sapi yang barn melahirkan dan mengalami retained placenta, aktivitas enzim GSH-Px mempunyai nilai yang rendah, begitu juga pada sapi-sapi yang menunjukkan adanya gejala-gejala defisiensi Se. Pad a sapisapi dengan kondisi tubuh yang normal nUai aktivitas GSH-Px relatif tinggi. Sapisapi yang mempunyai nilai aktivitas GSH-Px di atas 30 EU/g Hb tidak menunjukkan adanya gejala klinis. Sedang sapi yang mempunyai nilai GSH-Px di bawah 20 EU/g Hb mulai terlihat adanya gejala klinis. Penelitian yang dilakukan oleh WILSON et al (8) pada domba dan sapi ada hubungan yang positif antara konsentrasi Se di dalam darah dengan nilai aktivitas en~im GSH-Px. Adanya hubungan antara Se dengan aktivitas GSH-Px, beberapa peneliti menduga bahwa Se merupakan komponen yang penting bagi enzim GSH-Px. Enzim GSH-Px selain terdapat di dalam darah, juga terdapat pada jaringan lain dengan konsentrasi· yang berbeda. Berdasarkan hal terse but beberapa peneliti telah memanfaatkan hubungan terse but untuk medeteksi hewan ternak apakah mengalami deflSiensi Se atau tidak, yaitu dengan cara mengukur aktivitas enzim GSH-Px di dalam jaringan (4, 7,8,9). 621 Data yang diperoleh dalam penelitian ini terlihat adanya nilai serapan radioselenium yang berbeda antara hewan yang satu dengan lainnYa. Perbedaan tersebut sesuai dengan gejala klinis yang tampak Ji lapangan. Hewan yang terlihat normal di lapangan, nilai serapan radioseleniumnya lebih rendah dari pada yang menunjukkan tanda-tanda klinis. Nilai serapan rendah pada hewan yang normal, kemungkinan disebabkan kandungan Se di dalam darah cukup, sehingga pada waktu darah diinkubasi dengan radioselenium selama 3 jam, sel darah merahnya banya mampu menangkap Se aktif dalam jumlah sedikit. Sebaliknya pada hewan yang menunjukkan adanya gejala klinis, kandungan Se di dalam darah rendah, sehingga pada waktu darah tersebut diinkubasi dengan radioselenium, sel-sel darah merahnya akan menangkap Se aktif dalam jumlah yang lebih banyak. Hipotesis tersebut didasarkan pada basil penelitian pada domba yang diberi ransum dengan berbagai tingkat kandungan Se. Domba yang diberi ransum dengan kandungan Se tinggi, nilai serapan radioseleniumnya di dalam darah rendah, sebaliknya domba yang diberi ransum dengan kandungan Se rendah, nilai serapan radioseleniumnya tinggi (5) . . Hasil perhitungan kedua macam data (aktivitas. GSH-Px dan nilai serapan radioselenium) mempunyai korelasi yang negatif, yaitu nilai r = -0,91 (Grafik 1). Sapi-sapi yang tidak menunjukkan gejala k1inis deflSiensi Se (normal), nilai aktivitas enzim GSH-Px nya tinggi, dan nilai serapan radioseleniumnya di dalam darah rendah. Sebaliknya sapi yang menunjukkan tanda-tanda klinis defisiensi So, aktivitas enzim GSH-Px rendah dan nilai serapan radioseleniumnya tinggi. Meskipun dalam penelitian ini tidak dilakukan pengukuran tingkat konsentrasi Se dalam darah, tetapi adanya unsUr Se di dalam darah sangat penting dalam sistem enzim GSH-Px, begitu pula dengan nilai sera pan radioseleniumnya. Hasil penelitian yang dilakukan oleh SCHOLZ (10) pada sapi perah menunjukkan bahwa nilai konsentrasi Se dalam darah sangat erat hubungannya dengan aktivitas enzim GSHPx. Makin tinggi konsentrasi Se dalam darah makin tinggi pula aktivitas enzim GSHPx-nya (r = 0,958). KESIMPULAN Beberapa kesimpulan yang dapat diperoleh dari basil penelitian ini antara lain: 1. 2. Nilai aktivitas enzim GSH-Px dalam darah mempunyai korelasi linier negatif dengan serapan radioselenium dalam darah. Seperti balnya dengan metode penentuan aktivitas GSH-Px yang telah dapat digunakan untuk mendeteksi defisiensi Se pada hewan, maka diharapkan metode serapan radioselenium dapat digunakanpula untuk mcndeteksi Se dalam darah. UCAP AN TERIMA KASm Penulis mengucapkan terima kasih kepada BATAN yang telah memberi izin training di Amerika, dalam rangka bantuan teknik lAEA. 622 DAFTAR PUSTAKA 1. SCHWARTZ, K., and FOLTZ, CM., Selenium as an integral part of factor 3 against dietary necrotic liver degeneration, J. Am. Chern. Soc. 79 (1957) 3292. 2. METZLER. DE., Biochemistry, The Chemical Reoction of Living Cells, Academic Press, New York (1977). 3. JULIEN, W.E., CONRAD, H.R., and MOXON, A.L., Selenium and vitamin E and incidence of retained placenta in parturient dairy cows. II. Prevention in commercial herds with prepartum treatment, J. of Dairy Science 59 11 (1976) 1960. 4. SEGAL, HJ., SIEGEL, DM., NORMAN, B.B., and OLIVER, M.N., "A rapid screening blood spot test for selenium responsive desease in cattle", California Veterinarian, Schalm's Lab. Notes, California, Dec. (1977) 10. 5. WRIGHT, P .L., and BELL, M.C., Selenium and vitamin E influence upon the in vitro uptake of Se 75 by ovine blood cells, Proc. Soc. Exp. BioI. Med. 144 (1963) 379. 6. PAGILA, DE., and VALENTINE, W.N., Studies on the quantitative and qualitative of erythrocyte glutathione peroxidase, Journal of Laboratory and Clinical Medicine 70 (1967) 158. 7. KALLFELS, FA., WALLACE, R.J., and SASANGKA, BH., "Glutathione . peroxidase assay and red cell uptake of Se75 for practical assessment of selenium status in cattle", Proc. Fifth International Conference on Production Desease in Farm Animals, Swedish University of Agricultural Sciences (1983)330 .. 8. WILSON, P.E., and JUDSON, GJ., Glutathione peroxidase activity in bovine and ovine erythrocytes in relation to blood selenium concentration, British Vet~rinary Joumal132 (1976) 428. 9. ALLEN, WM., PARR, WH., ANDERSON,PH., SYLVIA, B., BRADLEY, R., and PATTERSON, D.s.P., Selenium and the activity of glutathione peroxidase in bovine erythrocytes, The Veterinary Record, April 19 (1975). 10. SHOLZ, R.W., and HUTCffiNSON,LJ., Distribution of glutathione peroxidase activity and selenium in the blood of dairy cows, Am. J. Vet. Res. 40 (1979) 245. 623 urut *) ..mengalami adanya gejala klinis 44 +18 49 37 17 19 12 16 41 45 42 33 56 43 25 47 22 41 Aktivitas Tanda klinis 48 19 51 1+ 512 717 19 *) retained placenta 98,79 ,11 59,65 10,20 51,47 51,94 11,35 ,78 62.0 17GSH-Px 12,36 14,88 13,47 10,01 10,3 41,91 50,85 51,84 56,19 50,24 36,83 50,66 13,52 Tabd. menunjukkan 1. Aktivitas enzim GSH-Px dan serapan radioselenium di dalam darah. 65,09 68,89 55,82 12,07 11,56 11,52 9,26 39,48 Serapan di+ lapangan (EU/g Hb) (%) radioselenium + tidak menunjukkan gejala klinis - 624 60 ~ , os r e =0: 0,91 '\ X .. 76,82 - 1,41 u~ I -50 1! '2 :I Y 30 40 20 " s:>. 00 oCs -.:1 "6 10 \.. 10 20 30 40 40 50 Aktivitas enzim GSH-Px (EU/g Hb) Gambar 1. Korelasi antara aktivitas GSH-Px dengan serapan radiosdenium. 625 DISKUSI LEO BAWBARA : 1. 2. Bagairnana pendapat Anda mengenai pakan di Indonesia, apakah deflSiensi Se cukup serius? Apa keuntungan atau kerugian metode yang Anda lakukan dibanding dengan metode pengukuran aktivitas GSH-Px? BlNTARA H.s. : 1. 2. Mengenai pakan ternak di Indonesia, saya belum mengetahui, apakah kekurangan Se atau tidak. Keuntungan: a. Pengadaan 75Se relatiflebih mudah dibanding dengan reagen untuk GSHPx. b. Penganalisaan sampel dalam jumlah yang banyak mudah dan cepat dilakukan. Kalau kerugiannya tidak ada, saya cenderung berpendapat, bahwa : a. Untuk beberapa InstitutjLembaga penelltian metode ini belum dapat dilakukan, karena belum semua lembaga pene1itian mempunyai fasilitas laboratorium yang menunjang pekerjaan dengan radioisotop. Seperti di ketahui bahwa laboratorium untuk radioisotop mempunyai persyaratan tertentu. b. Beberapa lembaga penelitian pencacah (counter). pada saat sekarang belum memiliki alat SNO SUWANDY ASTUTI : Apakah pengukuran nilai serapan dapat pula digunakan untuk mendeteksi deflSiensi unsur lain (selain Se) ? BlNTARA H.s. : Pada prinsipnya dapat, misalnya dengan menggunakan 65Zn dapat dideteksi defisiensi Zn. Oleh karena penggunaan radioisotop juga ada keterbatasannya, terhadap beberapa unsur yang mempunyai isotop dengan waktu paruh yang relatif pendek tidak dapat dilakukan dengan menggunakan metode ini. ENDRAWANTO : 1. Berapa idealnya kadar Se yang diperlukan untuk hewan monogastrik maupun ruminansia ? 2. Bagaimana kemungkinan aplikasinya di Indonesia untuk mendeteksi deflSiensi Se, karena menurut Anda cara ini telah banyak dilakukan. 626 BINTARA B.S. : 1. 2. Kadar Se yang diperlukan bagi monogastrik maupun ruminansia sangat bervariasi, bergantung dari jenis ternaknya. Sebagai eontoh kebutuhan Se pada domba dan sapi adalah 0,1 ppm Se. Aplikasinya eukup eerahdi Indonesia. SUPRIY ATI : Untuk mendeteksi Se, mana yang lebih sensitif dengan eara mengukur aktivitas enzim GSH-Px atau total Se dalam darah/hati? BlNTARA 8.s. : Untuk saat sekarang seperti yang telah dilakukan di beberapa negara maju, pengukuran dengan GSH-Px relatif lebih sensitif. Pengukuran total Se dalam hati dan darah untuk beberapa hal masih ada hambatannya, rnisa1nya eara penganalisisannya, karena Se merupakan suatu unsur renik, sehingga memerlukan peralatan yang eukupeanggih untuk penganalisisannya. Pengukuran total Se dalam suatu jaringan, untuk sampel yang banyak memerlukan waktu yang eukup lama. C. HENDRAlNO 1. 2. Apakah metode yang Anda lakukan dapat mendeteksi pengaruhmineral dap hewan di lapangan? Dapatkah metode ini diaplikasikan langsung di lapangan? BINTARA 1. 2. : terha- 8.s. : Dapat dilakukan. Untuk beberapa hal, aplikasi langsung di lapangan belum dapat dilakukan. L.A. SOFY AN : Penelitlan Anda untuk mendeteksi deflsiensi Se. Apakah ada data ternak-temak Indonesia defisiensi Se ini? BlNTARA 8.s. : Untuk saat ini kami belum dapat memberikan data temak-temak di Indonesia yang mengalami defisiensi Se, karena penelitian Se pada ternak-temak di lapangan sedang dilakukan. KE DAFTAR ISI 627