Simposium Riset Ekonomi II Surabaya, 23-24 November 2005 ANALISA HUBUNGAN ANTARA NILAI TUKAR DENGAN INDEKS HARGA SAHAM GABUNGAN DI INDONESIA MUHAMMAD SOWWAM Simposium Riset Ekonomi II Surabaya, 23-24 November 2005 1 Analisa Hubungan antara Nilai Tukar (kurs) dengan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Indonesia BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah. Pasar modal dari waktu ke waktu semakin berkembang dengan pesatnya, sehingga menjadikannnya topik penelitian yang menarik untuk dilakukan. Pola investasi sejak akhir tahun 1980-an semakin meningkat. Peningkatan kuantitas dalam arus modal antar-negara semakin meningkatkan permintaan dan penawaran terhadap mata uang yang menjadi patokan, misalnya dollar amerika. Nilai tukar mata uang domestik yang stabil dan bahkan cenderung terapresiasi akan mengurangi unsur surprise (baca: resiko) sehingga akan meningkatkan permintaan akan asset didalam negeri dan pada tahap selanjutnya terjadilah apa yang dinamakan capital in flow. Capital in flow ini pada umumnya bukan berbentuk investasi langsung yang sifatnya jangka panjang melainkan sebaliknya. Thus, ketika terjadi krisis moneter yang merupakan contagion effect dari Thailand pada tahun 1997-an maka aliran modal masuk tersebut menjadi boomerang bagi Indonesia. Hal ini dikarenakan membahayakan baik bagi nilai tukar rupiah maupun terhadap indicator ekonomi lainnya termasuk didalamnya adalah indeks harga saham. Semua hal tersebut bisa terjadi karena Indonesia menganut system devisa bebas sehingga tidak ada control terhadap valas yang masuk dan keluar dari Indonesia. Arus modal yang keluar dengan pesatnya itu ditambah dengan aksi spekulatif dari kaum kapitalis mengakibatkan permintaan akan dollar meningkat dan pada akhirnya menjadikan nilai tukar rupiah melemah (depresiasi). Depresiasi mata uang rupiah tersebut (mencapai 75%) akan mengakibatkan cost push inflation melihat bahwa industri yang berbahan baku impor (import content) sangat besar maka penurunan nilai mata uang akan mengakibatkan terjadinya kenaikan harga bahan baku dan menurunkan kinerja perusahaan pada umumnya dan laba tentunya. Hal ini berarti terjadi penurunan terhadap saham yang mereka miliki. Krisis keuangan yang dimulai di Thailand pada juli 1997 tersebut telah berdampak besar ke beberapa negara Asia pada umumnya hal ini dikarenakan bangun ekonomi dari negara-negara tersebut relatif sama. Hongkong misalnya, dimana indeks sahamnya sempat jatuh tajam dan juga Korea yang juga mengalami hal yang sama yaitu penurunan indeks saham dan juga mata uangnya yaitu Won. Krisis mata uang di Thailand dan negara negara tersebut diatas terjadi juga di Malaysia, Filiphina, dan bahkan Singapura pun juga terkena imbasnya. Simposium Riset Ekonomi II Surabaya, 23-24 November 2005 Hal ini memberikan kita informasi bahwa terdapat interaksi antara kondisi di pasar valas dengan kondisi di pasar modal. Krisis ekonomi yang melanda Indonesia berupa depresiasi rupiah dan adanya capital flow yang sangat besar mengakibatkan suku bunga ikut naik tajam dibarengi dengan inflasi. Harga saham turun dengan tajam yang semula 726 pada akhir juli 1997 menjadi 260 pada september 1998. dengan demikian turunnya harga saham tersebut merupakan wujud reaksi pasar terhadap informasi buruk seiring adanya krisis moneter. Perlu diingat bahwa bisnis saham adalah bisnis yang melihat prospek dari suatu kondisi, baik itu kondisi perusahaan maupun ekonomi secara umum. Guna menarik adanya investasi masuk maka pemerintah tidak membatasi kepemilikan asing di BEJ. Hal ini mengakibatkan semakin terintegrasinya pasar modal di Indonesia dengan kondisi pasar modal dunia. Kemudian juga dengan tidak diterapkannya kontrol devisa dan juga sistem mata uang yang mengambang maka semakin menambah integrasi tersebut. Penelitian mengenai kondisi makro ekonomi dengan Indeks saham telah dilakukan oleh Ajayi dan Mogue, penelitian yang dilakukan pada 8 negara pasar terbesar di dunia. Dari penelitian tersebut menyimpulkan adanya hubungan jangka pendek dan jangka panjang antara harga saham dengan nilai tukar mata uang. Secara signifikan menjelakan bahwa harga saham aggregate memiliki hubungan searah dengan nilai tukar dalam jangka pendek, sedangkan dalam jangka panjang yang terjadi adalah sebaliknya. Di lain pihak depresiasi mata uang domestik mempengaruhi secara negatif harga saham baik jangka panjang maupun jangka pendek. Kemudian untuk di Indonesia telah dilakukan oleh Akhmad sakhowi1 yang meneliti pengaruh perubahan nilai tukar, inflasi, dan tingkat bunga terhadap return saham di BEJ. Periode penelitian adalah januari 1993-1998 dengan menggunakan data bulanan. Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian yang dilakukan adalah bahwa kurs dan inflasi (M2) mempengaruhi saham secara signifikan, tetapi suku bunga tidak mempengaruhi saham. Selain itu, ada Azman, muzafar, dan Azali2 yang melakukan penelitian di indonesia dengan data harian mulai 1 Januari 1995 sampai dengan 31 Desember 2001. menggunakan model estimasi Modified WALD (MWALD) dengan lag 3 kemudian pengujian unit root test, dan juga kausalitas Granger. Penelitian tersebut menyebutkan bahwa tidak terdapat hubungan kausalitas sebelum krisis dan terdapat hubungan bidirectional selama krisis. Pada saat krisis nilai tukarlah yang lead terhadap harga saham. Jadi pergerakan dalam nilai tukar mempunyai implikasi terhadap perilaku harga saham, hal ini bisa dijelaskan dari situasi ketakutan investor 1 Akhmad sakhowi. Analisis pengaruh nilai tukar rupiah, inflasi, dan tingkat bunga terhadap return saham di BEJ. Tesis pasca sarjana FEUI.1999. 2 Azman zaini, Muzafar, dan M Azali. Stock price and exchang rate interaction in indonesia: an empirical inquiry. Jurnal ekonomi dan keuangan indonesia Vol L no 3-2002. page 277-384. 3 Simposium Riset Ekonomi II Surabaya, 23-24 November 2005 akan depresiasi rupiah telah memberanikan mereka untuk melikuidasi kepemilikan saham mereka, hal inilah yang akan menurunkan harga saham. Sebenarnya tinggi rendahnya harga saham dipengaruhi oleh informasi yang relevan dengan pasar, jika harga saham dalam suatu bursa telah merepresentasikan semua informasi yang ada maka bisa dikatakan sesuai dengan hipotesis pasar modal yang efisien. Dalam pasar yang efisien harga-harga saham mengikuti pola random walks yaitu dimana perubahan harga diwaktu yang lalu tidak bisa digunakan untuk memperkirakan perubahan harga dimasa depan. Random walks3 itu sendiri dapat didefinisikan sebagai sinyal dari efisiensi pasar. Dengan menggunakan dua asumsi kita dapat melihat bahwa random walks adalah apa yang seharusnya kita harapkan dari suatu pasar yang berfungsi dengan baik: pertama, harga dari suatu saham merupakan nilai sekarang bersih (net present value) dari ekspektasi deviden. Kedua, suatu informasi yang baru dapat merubah suatu harapan terhadap deviden di masa depan tetapi hanya oleh surprise, karena jika ia tidak merupakan faktor surprise, maka ia bukan suatu informasi baru. Bertentangan dengan pendapat diatas, Wong yee yang mengatakan bahwa gerakan harga saham bukanlah mengikuti pola random walks.4 Dalam pasar yang efisien harga saham bersifat random karena harga-harga tersebut baru berubah ketika informasi baru muncul. Tetapi yang dinamakan informasi baru tidak bisa diperkirakan sebelumnya sehingga perubahan harga tidak bisa diperkirakan sebelumnya. Kesimpulan hasil penelitian mengenai hubungan harga saham dan nilai tukar masih belum dapat menjadi suatu kesimpulan. Oleh karena itu, hal ini akan menjadi suatu hal yang menarik bila dilakukan penelitian di Indonesia. 1.2 Perumusan Masalah. Dalam menganalisa hubungan antara pasar valas dan pasar modal tersebut peneliti hanya akan melihat dari indikator umum berupa kurs, dan juga indeks harga saham. Berdasarkan pada penjelasan diatas maka permasalahan yang akan dicoba untuk dijawab adalah: 1. apakah data nilai tukar Rupiah dan harga saham gabungan sudah stationer atau mengikuti pola random walks? 2. bagaimana pengaruh perubahan nilai tukar (mata uang domestik terhadap dollar amerika) pada indeks harga saham di bursa efek jakarta? 3. apakah terjadi pengaruh yang sebaliknya dimana terdapat pengaruh perubahan harga saham terhadap nilai tukar atas USD? 1.3 Tujuan penelitian. Tujuan penelitian ini adalah melihat berapa besar pengaruh perubahan nilai tukar pada indeks harga saham di BEJ tersebut kemudian melihat apakah terdapat 3 Dornbush, fischer dan startz. Macroeconomics. 9th edition. Mc graw hill. USA.2004. page 443. Wong, yee. A guide to investment in stocks and shares, pelanduk publications, 1991, Malaysia. Dalam farid harianto, perangkat dan teknik analisis investasi. PT BEJ. 2001. 4 4 Simposium Riset Ekonomi II Surabaya, 23-24 November 2005 kemungkinan yang terjadi adalah sebaliknya dimana yang menjadi variabel independen bukan nilai tukar melainkan indeks harga saham. 1.4 Signifikasi penelitian. Manfaat yang diharapkan dapat diambil dari penelitian ini diantaranya adalah: 1. Penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan mengenai pasar modal dan pasar valas. 2. Penelitian ini diharapkan dapat menggambarkan teori-teori yang ada dihubungkan dengan fenomena yang ada di lokasi penelitian ini. 3. Bagi praktisi pasar modal, penelitian ini diharapkan dapat memberikan bantuan strategi portofolio di Indonesia. BAB II PENYUSUNAN KERANGKA TEORETIS DAN PENGAJUAN HIPOTESIS A. Deskripsi Teoretis 1. Hakikat Saham Ada berbagai jenis sekuritas yang diterbitkan dalam pasar modal dan diperdagangkan dalam bursa efek dapat dibagi dalam beberapa kelompok yaitu: saham, sekuritas yang memberikan penghasilan tetap, dan sekuritas yang bersifat derivatif. Dalam hal ini yang akan dibahas adalah saham. Saham merupakan sebuah surat berharga keuangan yang diterbitkan oleh suatu perusahaan patungan sebagai suatu alat untuk meningkatkan modal dalam jangka panjang atau dengan perkataan lain saham merupakan surat bukti kepemilikan bagian atau tanda penyertaan modal pada perseroan terbatas yang memberi hak atas dividen dan lain-lain menurut besar kecilnya modal yang disetor. Saham-saham diperdagangkan dalam bursa saham. Saham-saham dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok besar diantaranya adalah saham preferen yang merupakan gabungan antara obligasi dan saham biasa. Saham biasa itu sendiri ialah saham yang dimiliki masyarakat umum. Pemegang saham preferen berhak menerima deviden tetap dari laba perusahaan (sebelum pemegang saham biasa menerima apapun), dan yang berhak mengklaim pertama kali atas aktiva yang masih tersisa setelah perusahaan membayar semua utangnya. Berbeda dengan pemegang saham preferen, pemegang saham biasa berhak menerima deviden dari laba perusahaan setelah semua pengeluaran telah dipenuhi, dan yang berhak atas aktiva yang masih tersisa dari perusahaan yang akan tutup. Pada umumnya hanya pemegang saham biasa yang memiliki hak suara dalam rapat umum pemegang saham (RUPS), karena mereka menanggung sebagian besar resiko kehilangan uang mereka apabila perusahaan bangkrut. Untuk menilai suatu saham maka diperlukan suatu analisa saham yang bertujuan melakukan komparasi nilai intrinsik suatu saham (present value arus kas 5 Simposium Riset Ekonomi II Surabaya, 23-24 November 2005 yang diharapkan dari suatu saham) dengan nilai/harga pasar5. Apabila nilai intrinsik lebih besar dari harga saham maka dinilai undervalued dan karenanya layak dibeli atau dutahan apabila saham tersebut telah dimiliki. Terdapat beberapa pendekatan untuk menganalisa dan memilih saham, yaitu pendekatan analisis fundamental dan analisa teknikal. a. Analisis fundamental. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi laba yang berarti juga mengidentifikasi faktor yang mempengaruhi penjualan dan biaya. Faktor-faktor tersebut dibagi dalam faktor yang bisa dikendalikan perusahaan misalnya adalah pemilihan jenis mesin. Dan faktor-faktor yang tidak dapat dikendalikan oleh perusahaan diantaranya adalah suku bunga, inflasi, nilai tukar, kebijakan pemerintah, pertumbuhan ekonomi, dan sebagainya. Karena faktor yang mempengaruhi harga saham sangat banyak, maka diperlukan tahapan analisa kondisi ekonomi dan pasar. Kondisi pasar sebenarnya merefleksikan harapan para pemodal terhadap kondisi ekonomi dimasa yang akan datang. Ketika terjadi resesi maka harga saham akan turun. b. Analisa teknis. Analisis ini berupaya untuk memperkirakan harga saham dengan mengamati perubahan harga diwaktu yang lalu. Karenya hanrga saham akan mempunyai pola tertentu. Dalam pasar modal terdapat indikator bursa saham yang berupa indeks atau rerata. Ada banyak sekali indeks di dunia, secara umum beberapa indeks merepresentasikan hanya saham-saham yang terdaftar didalam bursa (atau dalam papan besar), dan lainnya merepresentasikan hanya saham yang diperdagangkan di Over the counter market. Saham-saham yang termasuk dalam indeks harga saham harus dikombinasikan dalam proporsi yang pasti, dan saham tersebut harus diberi beban (weight). Ada tiga pendekatan dalam pembobotan yaitu6: pertama, pembobotan oleh saham perusahaan dalam pasar modal yang dinilai oleh harga saham perlembar. Kedua, pembobotan berdasarkan harga dari saham. Ketiga, kesamaan pembobotan dari masing-masing saham, tanpa memperhatikan dari harga sahamnya atau nilai perusahaan dipasar. Jadi, Indeks harga saham gabungan adalah indeks tertimbang dari semua harga saham yang terdaftar di papan perdagangan.7 Indeks saham bisa dikelompokkan kedalam tiga kelompok yaitu: yaitu berdasarkan dari seluruh saham yang diperdagangkan didalam bursa, kemudian dikeluarkan oleh organisasi yang secara subjektif memilih saham-saham yang akan di 5 Farid harianto, dan siswanto sudomo. Perangkat dan teknik analisis investasi di pasar modal Indonesia. PT bursa efek Jakarta. Jakarta. 2001. 6 Frank J Fabbozzi, dan Franco mondigliani. Capital market, Institutions and instruments. 3rd ed. Prentice hall. USA. 2003. page 271. 7 www.bloomberg.com 6 Simposium Riset Ekonomi II Surabaya, 23-24 November 2005 masukkan dalam indeks, dan terakhir dimana seleksi saham didasarkan oleh suatu tujuan terukur. IHSG BEJ merupakan kelompok yang disebut pertama. 2. Hakikat Nilai Tukar. Nilai tukar menurut copeland8 adalah “the domestik currency price of foreign currency...the billateral exchange rate between, say, the UK and USA, is the price of dollars in terms of pounds”. Kemudian Mishkin9, nilai tukar adalah harga dari mata uang suatu negara yang ditentukan berdasarkan mata uang negara lain. Hal yang sama pula dikatakan oleh Sadono sukirno10 nilai valuta asing adalah suatu nilai yang menunjukkan jumlah mata uang asing dalam negeri yang diperlukan untuk mendapatkan satu unit mata uang asing. Jadi misalnya, nilai tukar rupiah terhadap dollar adalah harga rupiah pada satu dollar amerika. Nilai tukar ini akan berubah mengikuti pergerakan “kinerja” ekonomi dari suatu negara, jika kinerja ekonomi mengalami perubahan substansial kearah yang lebih buruk maka nilai tukar rupiah akan menurun atau depresiasi,dan yang sebaliknya disebut apresiasi. Apabila S adalah nilai spot rate dan St-1 adalah nilai tukar mata uang yang lalu/sebelumnya, maka prosentase perubahan nilai tukar terhadap mata uang asing tersebut adalah S-St1/ St-1. jika nilai prosentasenya positif maka dikatakan apresiasi dan jika persentasenya negative maka dapat dikatakan bahwa mata uang domestic tersebut terdepresiasi.11 Kemungkinan terjadinya apresiasi/depresiasi nilai tukar ini juga tergantung dari system moneter yang dipakai oleh negara tersebut apakah ia memakai nilai tukar mata uang tetap (fixed exchange rate) atau yang bebas (free floating exchange rate) dan atau juga diantaranya yaitu managed folating exchange rate. Semakin bebas maka akan terdapat kecenderungan bahwa terjadinya kenaikan-penurunan kurs akan semakin besar. Dalam regim kurs mengambang bebas nilai tukar hanya ditentukan oleh kekuatan pasar. Copeland mendefinisikannya sebagai berikut, “a completely flexible or purely floating exchange rate is one whose level is determined exclusively by the underlying balance of supply and demand for the currencies involved,with no outside intervention”. Berbeda dengan hal diatas, ternyata terdapat regim dimana ada kekuatan lain yang mempengaruhi nilai tukar, selain pasar, yaitu pemerintah. Misalnya dalam melakukan perdagangan internasional , semua pembelian dan penjualan dari mata uang asing harus melalui bank sentral. Batasan seperti ini dapat memungkinkan pemegang otoritas untuk menetapkan nilai tukar tanpa operasi via pasar. Mata uang 8 Laurence s copeland. Exchang rate and internasional finance. 2nd edition. Addison wesley ltd. England.1995. page 5. 9 Frederich mishkin. The economics of money, banking, and financial markets. 6th ed. Addison Wesley longmann:USA. 2001. page 153. 10 Sadono sukirno, pengantar teori makro ekonomi. Edisi kedua. PT raja grafindo persada. Jakarta.2000. hal 358. 11 Jeff madura, international financial management, 6th edition, south western college publishing, 2000. kemudian lihat pula copeland, page 5. 7 Simposium Riset Ekonomi II Surabaya, 23-24 November 2005 yang dibatasi oleh kontrol lebih sering dikenal dengan inconvertible or not fully convertible. Lalu bagaimana caranya agar dapat menjaga nilai tukar dari perubahan? Untuk mencegah depresiasi, pemerintah harus dapat men-supply tambahan mata uang asing untuk memuaskan kelebihan permintaan sebelum hal tersebut dirasakan oleh pasar. Hal ini akan merubah struktur/mengurangi cadangan devisa dari negara tersebut. Terakhir adalah regim pertengahan antara dua regim diatas, yaitu managed floating. Pada regim ini nilai tukar diberi batas interval dari suatu nilai tukar dari mata uang domestik terhadap luar negeri. Hal ini akan membuat cadangan devisa berfluktuasi tetapi masih dalam level yang relatif konstan. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi nilai tukar dalam jangka panjang12, yaitu: pertama, tingkat harga relatif. Ketika harga barang domestik secara relatif lebih tinggi dari harga barang diluar negeri maka, ceteris paribus, permintaan terhadap barang luar negeri akan meningkat. Hal ini menyebabkan permintaan terhadap mata uang asing meningkat dan pada akhirnya mata uang domestik/rupiah akan terdepresiasi. Kedua, kebijakan tarif dan kuota. Kebijakan tersebut –walau sudah berkurang saat ini- akan menyebabkan barang impor dari luar akan relatif lebih mahal dibanding barang didalam negeri. Dengan begitu, akan terjadi peningkatan permintaan terhadap barang domestik dan akhirnya rupiah/mata uang domestik terapresiasi. Ketiga, preferensi terhadap barang domestik dan barang luar negeri. Hal ini sangat dipengaruhi oleh budaya masyarakat domestik, apakah ia cinta terhadap produk dalam negeri atau tidak, apakah masayarakat tersebut memiliki jiwa nasionalisme yang tinggi. Jika preferensi terhadap barang dalam negeri tinggi, pada akhirnya akan menaikkan nilai tukar mata uang domestik, ceteris paribus. Keempat, produktivitas. Ketika suatu negara semakin produktiv dalam menghasilkan barang, maka secara relatif harga akan semakin turun. Sama seperti kasus ketiga maka rupiah akan terapresiasi. 3. Hubungan Antara Nilai Tukar dan Harga Saham. Secara teoretis terdapat tiga pendekatan dalam penentuan nilai valuta asing (selanjutnya di sebut valas) yaitu: pertama, pendekatan balance of payment. Kurs mata uang di tentukan oleh aliran permintaan dan penawaran dalam pasar valas.13 Aliran itu sendiri tergantung dari banyaknya transaksi barang, jasa dan juga modal/asset, transaksi-transaksi tersebut terdapat dalam neraca pembayaran. Misalnya ketika terjadi capital outflow permintaan akan mata uang asing (dollar) meningkat maka nilai rupiah pun menurun/depresiasi, dan sebaliknya. 12 Frederich mishkin. The economics of money, banking, and financial markets. 6th ed. Addison Wesley longmann:USA. 2001. 13 Shapiro, multinational financial management, prentice hall inc. 8 Simposium Riset Ekonomi II Surabaya, 23-24 November 2005 Kedua, pendekatan moneter. Pendekatan ini menyatakan bahwa nilai tukar mata uang ditentukan variabel moneter yaitu suku bunga relatif, jumlah uang beredar negatif, pendapatan riil relatif, dan inflasi relatif antara dua negara. Pendekatan ketiga adalah keseimbangan portofolio. Dalam pendekatan ini aset dipandang memiliki sifat yang dapat saling menggantikan, setiap kejutan dalam bentuk perubahan dalam kekayaan akan menghasilkan dua dampak yaitu meningkatnya permintaan akan asset dan atau juga melakukan pergantian dengan menukar asset yang satu dengan asset yang lainnya14. Ekuitas menjadi bagian dari kekayaan yang akan mempengaruhi nilai tukar dari permintaan akan uang, misalnya naiknya harga saham bisa menyimpulkan bahwa terjadi kenaikkan dalam permintaan uang dengan menghasilkan suku bunga yang lebih tinggi. Pada tahap selanjutnya akan menarik arus modal luar negeri kedalam dan akhirnya akan menjadikan mata uang domestik terapresiasi. Dari pendekatan ketiga (balance-portofolio) ini menyimpulkan bahwa pasar modal leading terhadap pasar valas. Sebenarnya dalam menganalisa hubungan antara kurs dan IHSG, secara teoretis terdapat dua “kutub/mazhab” yang berpendapat. Disatu sisi harga saham akan lebih dahulu mempengaruhi tingkat valas dengan korelasi yang negatif. Sebaliknya sebagian kelompok ahli ekonomi lainnya percaya bahwa nilai tukar berpengaruh secara positif terhadap harga saham. Dalam hal saham mempengaruhi nilai tukar, ini sesuai dengan pendapat Maurice, d levi,15ceteris paribus, net inflows dari investasi akan cenderung meningkatkan kurs dari suatu Negara dan sebaliknya net outflows cenderung untuk mengurangi nilai kurs tersebut. Jumlah aliran investasi tersebut tergantung dari tingkat pengembalian disuatu negara secara relatif dibanding dengan negara lain, dalam hal ini berarti adanya bunga. Oleh karena itu, ketika krisis pemerintah berusaha menarik investor asing dengan memberlakukan tingkat bunga yang tinggi, tetapi hal ini kurang berhasil karena moneter effectnya lebih kecil dibanding dengan security effect yang berupa country risk dari indonesia yang sangat besar sehingga membuat investor enggan untuk menginvestasikan dananya di indonesia. Shapiro menyatakan semakin terbukanya suatu negara akan mengakibatkan nilai tukar merupakan suatu variabel yang mempengaruhi resiko investasi. Sementara itu, mishkin berpendapat bahwa salah satu faktor yang menentukan nilai tukar dalam jangka pendek adalah tingkat pengembalian (rate of return/RET). RET itu sendiri dipengaruhi oleh tingkat bunga domestik, kemudian perubahan nilai tukar dan ekspektasi apresiasi mata uang. Ketika ekspektasi terhadap apresiasi semakin tinggi, maka rate of return di luar negeri akan menurun. Tetapi dalam jangka panjang investasi yang dilakukan dinegara manapun akan menghasilkan imbal hasil yang sama karena berlakunya interest rate parity.16 14 Lihat mishkin, p.101 Levi, international finance, 3rd edition, page 142. 16 Baca mishkin dan juga shapiro. 15 9 Simposium Riset Ekonomi II Surabaya, 23-24 November 2005 Kemudian Smith17, menemukan bahwa imbal hasil dari saham mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap nilai tukar di Jerman, Jepang, dan Amerika serikat. Berbeda dengan pandangan diatas, dalam pandangan mikro, ketika terjadi depresiasi ‘daya saing’ produk domestik secara relatif akan meningkat di luar negeri. Maka bagi perusahaan multi nasional hal tersebut akan menaikkan keuntungan yang didapat dan akhirnya harga saham pun akan meningkat, hal ini baru akan terjadi jika content impor dari perusahaan tersebut tidak mendominasi. Hipotesa ini sepertinya kurang bisa di terima karena masih terdapatnya proteksi baik itu tarif maupun nontarif di masing-masing negara. Jadi perubahan dalam nilai tukar akan berpengaruh pada kegiatan operasi perusahaan terutama perusahaan multinasional dimana ia sangat dipengaruhi perubahan nilai tukar. Pada tahap selanjutnya perubahan operasi ini akan merubah keuntungan dan pastinya harga saham. Hal tersebut adalah pandangan tradisional, dimana pasar valas leading terhadap pasar modal. Pandangan tersebut dikuatkan oleh Ma, dan Kao18 yang melakukan penelitian terhadap 6 negara industri besar (kanada, perancis, Italia, jepang, dan inggris) dengan mengambil data bulanan. Untuk negara dimana ekspor dominant maka apresiasi mata uang menghasilkan hubungan negative pada indeks harga saham, dan sebaliknya. Kemudian abdalla dan murinde, dalam kasus emerging market, melakukan “investigasi” dari interaksi antara nilai tukar dan harga saham di India, Korea selatan, pakistan dan Philipina. Ia menggunakan data bulanan dengan model Vector auto regresive (VAR), analisa selama periode january 1985-july 1994 mendukung pandangan tradisional dimana nilai tukar mempengaruhi harga saham di India, Pakistan, dan Korea selatan. Tetapi tidak untuk Philipina, harga saham yang mempengaruhi. Setelah itu Granger, Huang dan Yung meneliti kausalitas bivariate antara harga saham dan nilai tukar bagi pasar Hongkong, Jepang, Korea, Taiwan, Indonesia, Filipina, malaysia, Singapura, dan Thailand. Dengan data harian dari 1986 samapai 1997, ia membagi tiga sub-periode yaitu: 1, periode januari 1986-november 1987. kedua, desember 1987-desember 1994. ketiga, januari 1995-november 1997. dengan data itu dilakukan pengujian unit root seluruh data runtun waktu, pengujian kointegrasi dua variabel untuk masing-masing negara dan pengujian kausalitas granger. Dalam penelitian ini diasumsikan lag optimal 5 hari sesuai dengan 5 hari trading dalam satu minggu setiap negara. Pada sub-periode pertama di hongkong nilai tukar leading terhadap saham, sementara di korea sebaliknya dan untuk negara 17 C, smith. Stock market and exchnge rates: a multi-country approach, journal of macroeconomics,14,607-29. dalam Azman saini, Muzafar Shah, dan M azali. Stock price and exchange rate interaction in Indonesia:an empirical inquiry, jurnal ekonomi dan keuangan Indonesia, vol L, No.3 tahun 2002 page 277-384 18 Cristopher ma, dan Wenchi kao, exchange rate changes and stock price reactions, journal of bussines finance and accounting, summer 1990. dalam Asmila Denga Nasution, analisa hubungan kurs dan saham (IHSG), pasca sarjana FEUI, 2001. 10 Simposium Riset Ekonomi II Surabaya, 23-24 November 2005 lainnya hubungan antara dua variabel tersebut tidak signifikan. Pada sub-periode ketiga, di Jepang dan Hongkong nilai tukar leading terhadap harga saham. 2.2 Kerangka Konseptual Berdasarkan teori APT (arbitrage pricing theory), dimana harga saham dipengaruhi oleh berbagai factor daam perekonomian dan industri. Korelasi antara tingkat keuntungan dua saham terjadi karena sekuritas-sekuritas tersebut dipengaruhi oeh factor yang sama. Keuntungan dalam saham terdiri dari dua komponen yaitu pertama, tingkat keuntungan normal atau yang diharapkan yaitu tingkat keuntungan yang dipengaruhi oleh informasi yang dimiliki investor. Dan kedua, tingkat keuntungan yang tidak pasti atau beresiko. Bagian tingkat keuntungan ini berasal dari nformasi yang bersifat tidak terduga, misalnya, kondisi ekonomi dari fluktuasi mata uang, inflasi, maupun suku bunga dan berbagai kondisi makro ekonomi lainnya. Investasi di saham sangat memerlukan adanya informasi mengenai kondisi lingkungan yang mempengaruhinya, karena investasi disaham bergerak dari bisnis prospectus. Ketika terdapat informasi yang bagus yang akan meningkatkan keuntungan investor mereka akan segera membeli saham, dan jika terjadi sebaliknya dimana prospek kondisi ekonomi akan buruk maka investor enggan untuk berinvestasi, kemudian jika informasi yan dibutuhkan kurang investor lebih baik wait and see. Pasar modal di Indonesia sudah sedemikian majunya sehingga telah terbuka dengan kehidupan dunia internasional ditambah lain dengan system moneter mata uang Indonesia yang floating exchange rate, dan juga menganut system devisa bebas. Dengan begitu pasar modal di ndonesia sudah sangat dipengaruhi pula oleh kondisi internasional yang dihadapkan dengan kondisi domestic. Salah satu variable yang bias menggambarkan hal itu adalah kurs. Exchange rate exposure mencoba mengetahui seberapa jauh kemungkinan rugi/untung dari suatu perusahan atas transaksi uarneerinya sebagai akibat dari perubahan nlai tukar. Perusahaan dapat dipengaruhi oleh nilai tukar dalam dua cara: pertama, keterbukaan transaksi yang timbul ketika suatu perusahaan mengekspor dan mengimpor produk dan meminjam dana dari luar negeri atau melakukan investasi di luar negeri. Kedua, dari keterbukaan ekonomi. Jadi sebenarnya menurut pandangan bahwa nilai tukar lead terhadap saham dihat dari sisi mikro karena hal tersebut diatas akan mempengaruhi dalam hal operasi dari suatu perusahan yang kemudian berpengaruh terhadap keuntungan dan hal ini berarti juga berpengaruh terhadap harga saham. 11 Simposium Riset Ekonomi II Surabaya, 23-24 November 2005 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian. Data IHSG didapat dari bursa efek Jakarta (BEJ) sedangkan data kurs rupiah terhadap dollar didapat dari bank sentral yaitu BI . Jadi penelitian ini akan dilakukan di kedua tempat itu selama dua minggu. B. Instrumen penelitian. 1. Variabel indeks harga saham gabungan. ¾ Definisi konseptual Saham merupakan sebuah surat berharga keuangan yang diterbitkan oleh suatu perusahaan patungan sebagai suatu alat untuk meningkatkan modal dalam jangka panjang. Para pembeli saham membayarkan uang pada perusahaan dan menerima sebuah sertifkat saham sebagai tanda bukti atas kepemilikan mereka atas saham tersebut dan akan dicatat daam daftar pemegang saham perusahaan. Para pemegang saham merupakan pemilik-pemilik yang disahkan secara hukum dan berhak untuk memperoleh bagian dai laba yang diperoleh perusahaan dalam bentuk deviden. Saham merupakan salah satu instrument (efek) dalam investasi. Proses membeli dan menjua saham dilakukan di pasar efek atau dkenal dengan bursa efek (stock exchange). Pasar efek inilah yang akan menghubungkan pembeian dan penawaran atau penjualn efek atau saham perusahaan. Bursa efek tersebut bersama sama dengan pasar uang adalah merupakan sumber permodalan eksternal bagi perusahaan dan pemerintah. Didalam bursa efek tersebut tentunya akan banyak sekali penjual saham, untuk menganalisa secara umum kinerja efek disuatu perekonomian maka diperlukan indeks harga saham gabungan. IHSG merupakan angka indeks dari harga rata-rata sample saham atau seluruh populasi perusahaan yang digunakan sebagai suatu indikator perubahan harga saham secara umum.indeks ini digunakan untuk mengukur perubahan-perubahan daam harga efek dan saham dari waktu kewaktu. ¾ Definisi operasional. Indeks harga saham gabungan merupakan suatu bobot rata-rata dari harga saham perusahaan yang ada di bursa efek Jakarta. 2. Variabel Nilai Tukar. ¾ Definisi Konseptual Nilai tukar merupakan harga dari suatu mata uang yang diekspresikan dalam beberapa ukuran mata uang lannya. Jadi misalnya, nilai tukar rupiah terhadap dollar adalah harga rupiah pada satu dollar amerika. ¾ Definisi operasional. 12 Simposium Riset Ekonomi II Surabaya, 23-24 November 2005 Nilai tukar rupiah terhadap dollar amerika adalah perbandingan antara nilai tukar dollar terhadap rupiah. Nili tukar = USD: IDR, dimana USD adalah dolar amerika sedangkan IDR adalah rupiah. C. Tekhnik Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa data mingguan yaitu mulai tanggal 4 januari 1999 sampai dengan 24 maret 2005. Berarti data yang digunakan adalah data time series. Penggunaan data mingguan ini dikarenakan semakin dapat melihat dinamika didalam volatilitas masing-masing variable. Dibandingkan dengan data, bulanan, atau kuartalan, data harian dianggap lebih representatif. Dilihat dari perspektif waktu, jenis data yang memiliki jarak waktu yang semakin pendek akan lebih baik karena akan memberikan gambaran secara riil dinamika pergeseran variable yang akan diteliti. Peneliti tidak menggunakan data harian karena banyak terjadi perbedaan hari dalam pembukaan dimasing-masing pasar D. Konstelasi hubungan antar variable. Karena menurut teori ekonomi terdapat hubungan bidirectional dari harga saham gabungan dengan nilai kurs maka penelitian kali ini mencoba untuk mengetahui hubungan dua arah dari dua variable tersebut. Jadi konstelasi hubungan natar variable tersebut adalah seperti di bawah ini. Variable X Variable Y Keterangan: ¾ X adalah nilai tukar rupiah terhadap dollar ¾ Y adalah indeks harga saham gabungan. E. Metode Penelitian. Metodologi yang akan digunakan dalam penelitian ini diantaranya adalah beberapa prosedur tekhnis analisa data, dan beberapa pengujian. Langkah pertama adalah melakukan penghalusan data (smoothing/dengan metode double eksponensial) guna menghilangkan fluktuasi-fluktuasi jangka pendek yang bergejolak, kemudian menghilangkan pengaruh trend (detrended), dan juga pengaruh musiman (seasonal adjusment). Untuk hal yang terakhir dalam penelitian ini tidak dilakukan karena pada umumnya pengaruh musiman terjadi bulanan bukan mingguan. Pengujian pertama yang dilakukan adalah pengujian apakah data stationer apa tidak. Apabila data time series yang dimaksud adalah stationer, penggunaan tekhnik OLS pada level (data awal) sudah cukup. Apabila pengujian memperlihatkan bahwa data time series tidak stationer maka perlu dilakukan pengujian kembali atas data yang sudah didiferencing pada orde berikutnya. Jika data runtun waktu terintegrated pada orde yang sama dan kombinasi linear dari data series stationer, maka ada 13 Simposium Riset Ekonomi II Surabaya, 23-24 November 2005 hubungan keseimbangan jangka panjang antara kedua variable tersebut dan keduanya dikatakan ter-cointegrated. Langkah berikutnya adalah pembentukan error correction model untuk series yang sudah tercointegrated. Error correction ini menghasilkan sebuah kerangka yang memadai untuk melihat pergerakan jangka pendek dan keseimbangan jangka panjang. Pada penelitian ini akan dilakukan beberapa pengujian, yaitu: 1. pengujian Unit Root. Kebanyakan data ekonomi runtun waktu adalah tidak stationer, jika data tersebut digunakan dalam regresi maka akan mengandung R2 yang relative tinggi dan Durbin-Watson statistic yang rendah, atau dengan perkataan lain kita akan mengalami apa yang dinamakan spurious regression19. Dalam pengujian ini digunakan uji augmented dickey-fuller (ADF) berdasarkan persamaan regresi dibawah ini: k ∆Yt −1 = α + βYt −1 + ∑ γ j ∆Yt − j + ε t .................................................................(1) j =i Dimana: ∆Yt −1 = Yt − Yt −1 Y adalah variable yang akan diuji, k adalah jumlah lag yang optimal, dalam hal ini akan digunakan lag 5 (asumsi) karena jumlah hari dalam seminggu dari transaksi saham maupun valas. Nilai ADF hitung yang dilihat dari besarnya nilai t statistic dari koefisien β dan selanjutnya dibandingkan dengan nilai ADF tabel atau nilai kritisnya. Apabila nilai ADF hitung > niali ADF tabel maka variable tersebut stationer. Jika data masih belum mendapatkan hasil stationer maka masih dapat dilakukan lagi dengan melakukan differencing orde kedua yaitu dengan berdasarkan persamaan regresi berikut ini: k ∆ 2Yt = α + β∆Yt −1 + ∑ γ j ∆ 2Yt − j + ε t ..................................................( 2) j =1 Dimana: ∆ 2Yt = ∆Yt − ∆Yt −1 ∆ 2Yt −1 = ∆Yt − ∆Yt −2 T= adalah jumlah observasi K=adalah jumlah lag optimal Nilai ADF hitung yang diketahui dari t statistic β dari persamaan 2 dibandingkan dengan nilai ADF tabel. Pada umumnya proses non-stationary homogen ini hanya sampai orde kedua saja karena jika lebih sudah sulit sekali atau bahkan tidak berarti lagi untuk dilakukan analisa hasilnya. 2. Pengujian Ko-integrasi. Adakalanya dua variable mengikuti pola yang disebut random walks, tetapi kombinasi linear antara kedua variable ini bersifat stationary. Misalnya Xt dan Yt 19 Philips, understanding spurious regression in econometrics, journal of econometric, vol 33, 1986. dalam sritua arief, metodelogi penelitian ekonomi, UI-press, 1993. 14 Simposium Riset Ekonomi II Surabaya, 23-24 November 2005 merupakan variabelyang bersifat random walks , tetapi Zt =Xt-λYt bersifat stationer. Jika demikian halnya, maka kita dapat mengatakan bahwa hal tersebut adalah Xt dan Yt dalam posisi yang saling berintegrasi. Dengan menggunakan uji Dickey-Fuller diatas yaitu dengan menggunakan regresi OLS berikut ini: Xt=α + β Yt +εt…………………………………(3) Kemudian diuji apakah residualnya adalah bersifat stasioner. Elemen residual ini tidak akan bersifat stasioner jika kedua variable tersebut tidak salaing co-integrated, dan kombinasi linearnya pun tidak menunjukkan sifat yang stasioner. Dengan cara Durbin-Watson statistik εt dianggap mengandung sifat random walks jika expected value (εt - εt-1 ) sama dengan nol sehingga DW stat akan mendekati nilai nol. Oleh karena itu, jika ternyata DW stat >0, maka hipotesis bahwa tidak terdapat co-integrated antara Xt dan Yt dapat ditolak. 3. Pengujian Pelanggaran Asumsi Dasar Statistik. Setiap estimasi ekonometri harus dibersihkan dari penyimpangan terhadap asumsi dasar yang diharapkan20. Ada tiga masalah utama yang seringkali muncul yang dapat mengakibatkan tidak terpenuhinya asumsi dasar yaitu heteroskedastisitas, otokorelasi dan kolinearitas berganda. Dalam studi ini, ketiga masalah tersebut akan dideteksi dalam persamaan yang digunakan. Dalam melakukan estimasi persamaan linear maka asumsi-asumsi harus dipenuhi, jika asumsi tidak terpenuhi maka tidak menghasilkan nilai parameter yang BLUE (Best Linear Unbiased Estimator). a. Uji Multicollinearity Uji multicolinearity ini dilakukan dengan beberapa cara yaitu, pertama, dengan melihat apakah F statistik signifikansi namun t statistik tidak ada yang signifikan. Kedua, apabila R² relatif besar tapi statistik t tidak ada yang signifikan. jika terjadi korelasi lebih dari 0,8 dan 0,9 antar variabel bebas maka terdapat masalah yang serius dengan kolinearitas jamak. terdapat masalah dengan multicollinearity, dimana korelasi antar variabel bebas melebihi 0,9. b. Uji Autocorrelation uji ini dilakukan dengan menggunakan statistik Durbin-Watson. Apabila DW mendekati 2 maka menunjukkan tidak terjadi ( autokorelasi). Namun untuk melihat tingkat autokorelasi lebih lanjut digunakan test Breusch-gofrey Langrange Multiplier (LM) test. Jika probabilita Obs*R-squared statistic lebih kecil dari alpha ( α = 0.05), maka kita tolak hipotesa Ho yang berarti bahwa ada masalah autokorelasi. H0 : tidak ada serial correlations. H1 : ada serial correlations c. Uji Heteroscedasticity Dilakukan dengan menggunakan Heteroscedasticity no cross term option. Dimana Ho adalah homoscedsticity, dan jika probabilita dari R-squared statistic lebih kecil 20 Lihat Damodar gujarati, basics econometric. Mc graw hill, inggris. 15 Simposium Riset Ekonomi II Surabaya, 23-24 November 2005 dari alpha ( α = 0.05), maka kita tolak hipitesa Ho yang berarti bahwa ada masalah Heteroscedasticity. Cara mengatasinya ialah dengan mentreatment model tersebut dengan menggunakan metode White. Estimasi Model Jika data-data runtun waktu tersebut berkointegrasi, maka ada hubungan keseimbangan jangka panjang di antara kedua variable tersebut. Tentunya hal tersebut tidak mencerminkan keseimbangan jangka pendek. Dan untuk itu ada metode yang dapat melihat hubungan jangka pendek maupun keseimbangan jangka panjang yaitu ECM. Model ini dapat dijadikan kerangka untuk pengujian granger causality, sehubungan dengan teori tersebut maka dua variable yang cointegrated dapat dibuat persamaan ECM sebagai berikut: m m i =1 j =1 ∆SPt = v1zt −1 + ∑ λi ∆SPt −i + ∑ δj∆Forext − j + ε t .....................................( 4) m m i =1 j =i ∆Forex t = v 2 z t −1 + ∑ γ∆SPt −i + ∑ φ j + ηt ..............................................(5) Dimana: • SP adalah harga saham gabungan (IHSG) • Forex adalah nilai tukar mata uang rupiah terhadap dollar amerika. • Z t-1 adalah erroe correction term yang didapatkan dari persamaan (3) • ∆ merupakan diferensi pertama dari masing-masing variable • V1, V2, Φ, δ, γ, λ merupakan parameter yang akan di estimasi • ή dan ε adalah residual yang mewakili informasi lain yang mempengaruhi variable tetapi tidak diikut sertakan dalam persamaan. Hubungan jangka pendek antra dua variable tersebut dicakup oleh koefisien δ, γ. Apabila satu atau lebih dari koefisien δ tidak nol atau signifikan secara statistic, pergerakan nilai tukar akan memiliki akibat jangka pendek pada variabel IHSG. Jika γ tidak nol maka dalam jangka pendek pasr modal memiiki efek terhadap niai tukar rupiah. Kemudian hubungan jangka penajng sangat bergantung dari signifikansi koefisien V1, dan V2. F. Pengajuan Hipotesis. Untuk menguji efek jangka pendek dari pasar valas terhadap pasar modal, dan sebaiknya. Maka diuji dengan uji parsial F statistic dengan hipotesis. Ho: Φ=δ= γ= λ= 0 Hi: Φ=δ= γ= λ ≠ 0 Kemudian mengenai hubungan antara harga saham terhadap kurs mata uang yang masih belum dapat dilihat variabel mana yang lebih dahulu mempangaruhi lainnya. Apakah kurs lead terhadap harga saham (IHSG) atau sebaliknya. Kemudian bagaimana arah hubungan diantara dua variabel tersebut. 16 Simposium Riset Ekonomi II Surabaya, 23-24 November 2005 Oleh karena itu maka ada beberapa hipotesis yang akan diajukan peneliti pada kesempatan ini. Hipotesis pertama, Ha1 = depresiasi mata uang Rupiah terhadap US dollar akan berpengaruh secara Negatif terhadap Indeks harga saham gabungan di Indonesia. Kemudian hipotesis kedua, Ha2 = Penurunan Harga saham gabungan akan menyebabkan mata uang rupiah terdepresiasi. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENGUJIAN RANDOM WALKS DATA. Untuk melihat apakah data dari IHSG dan juga nilai tukar mengikuti pola random walks atau tidak maka diperlukan uji stationerity. Jika data dari dua variabel tersebut tidak stationer maka data tersebut dikatakan random walks. Pengujian stationeritas data menggunakan uji augmented dickey-fuller (ADF) yang ditujukan oleh nilai t hitung dibandingkan dengan ADF tabel. Apabila t hitung lebih kecil daripada nilai kritis ADF tabel dengan tingkat alpha maksimal 10% maka dinyatakan bahwa series tersebut random walks atau mengikuti akar-akar unit. Dari test ADF pada data IHSG yang telah dilakukan penghalusan (smoothing) didapat ADF hitung sebesar -1.244688 sedangkan t hitung pada tingkat signifikansi 90% adalah sebesar -1.6158 jadi dapat disimpulkan bahwa data harga saham tidak stationer pada level (O). Kemudian untuk data nilai tukar pada uji stationeritas pada tingkat level didapat bahwa ADF hitung sebesar 0.010361 dan t hitung pada tingkat signifikansi 90% adalah -1.6158 dengan begitu data nilai tukar juga tidak stationer. UJI STATIONERITAS DERAJAT PERTAMA. Karena data time series mensyaratkan stationer maka untuk mendapatkan kondisi tersebut masing-masing variabel dapat didiferensiasikan pertama. Jika didapat ADF hitung > t hitung maka data stationer. Dari uji first diferences pada data IHSG didapat ADF hitung sebesar -13.65619 sedangkan t hitung pada tingkat signifikansi sebesar 99% adalah sebesar -3.4389. jadi karena ADF hitung >t hitung maka dapat dikatakan bahwa data IHSG stationer pada level pertama. Dan kondisi yang sama terjadi pada data nilai tukar. Pada uji ini didapat bahwa ADF testnya sebesar -18.84150 dan t hitungnya pada tingkat kepercayaan 99% sebesar 3.4389. UJI KO-INTEGRASI. Data yang random walks tidak dapat digunakan untuk regresi sebelum didiferensiasi terlebih dahulu. Karena jika tidak dilakukan hal tersebut maka hasil regresi akan menghasilkan hasil yang lancung. Namun melakukan diferensiasi akan menghilangkan informasi hubungan jangka panjang antar dua variabel tersebut. Maka 17 Simposium Riset Ekonomi II Surabaya, 23-24 November 2005 sebenarnya bisa dilakukan regresi jika data tersebut tercoiintegrated. Dan untuk itu perlu dilakukan uji ko-integrasi. Apabila terdapat dua variabel setelah dilakukan uji stationeritas terintegrasi pada level yang sama maka didapat hubungan keseimbangan jangka panjang antara series tersebut. Hasil pengujian atas pengujian residual kombinasi linear variabel nilai tukar dan IHSG yang random walks adalah stationer. Dengan menggunakan ADF test terhadap nilai residual dari persamaan linear antara 2 variabel tersebut maka dapat disimpulkan bahwa terjadi sationaritas pada residual term dari persamaan linear tersebut. Karena nilai ADF stat adalah sebesar -15.34543 sedangkan untuk nilai kritisnya adalah sebesar -3.4389. dengan begitu residual term adalah stationer dan ini berarti terjadi kointegrasi diantara dua series tersebut. Atau bisa pula dengan pengujian johansen cointegration test, Proses pengujian menggunakan asumsi adanya trend deterministik dalam persamaan pengujian karena data-data yang digunakan bergerak cenderung mengikuti waktu. Trace test dan Maxeigen value test mengindikasikan terdapat satu persamaan yang ber-kointegrasi pada tingkat 5% . UJI KAUSALITAS GRANGER. Pada tingkat kepercayaan 10%, didapat bahwa terdapat hubungan bidirectional antara nilai tukar dengan harga saham (IHSG). Hal ini terbukti dari nilai p value-nya yang sebesar 0.03941 untuk Ho: harga saham tidak menyebabkan perubahan nilai tukar, dan 0.00603 untuk Ho: nilai tukar tidak menyebabkan perubahan harga saham. Karena p value<5% maka Ho ditolak, hal ini berarti terdapat hubungan bidirectional diantara keduanya. 18 Simposium Riset Ekonomi II Surabaya, 23-24 November 2005 ESTIMASI DAN ANALISA PARAMETER Estimasi ECM IHSG dan Nilai Tukar (dependent variabel: IHSG) Estimasi ECM IHSG dan Nilai Tukar (dependent variabel: Nilai tukar) m m m m i=1 j=1 i=1 j=i ∆SP λi∆SP δj∆Forex .......... .......... ....... 4) ∆Forex γ∆SPt−i +∑φj +ηt.......... .......... .......... .......... ......( 5) t =v2zt−1 +∑ t =v1zt−1 +∑ t−i +∑ t−j +εt.......... Zt-1 0.001237 (1.81027) 0.591525 (19.7888) -0.113035 (-3.31418) 0.011357 (0.33111) 0.011133 (0.32592) -0.058740 (-2.01086) -0.003675 (-5.49519) -0.000504 (-0.74340) 0.000772 (1.14007) 0.000939 (1.38864) -0.002777 (-4.11651) 47.35497 ∆ SP-1 ∆ SP-2 ∆ SP-3 ∆ SP-4 ∆ SP-5 ∆ Forex-1 ∆ Forex-2 ∆ Forex-3 ∆ Forex-4 ∆ Forex-5 Fstat -0.118072 (-3.46274) -0.453088 (-0.30370) -0.681463 (-0.39539) 2.197948 (1.45423) 2.968143 (1.72359) -3.698551 (-2.87343) 0.239659 (8.03206) -0.066930 (-2.18856) -0.084565 (-2.77699) -0.043237 (-1.41995) -0.055528 (-2.01451) 11.89362 Keseimbangan jangka panjang dapat dilihat dari koefisien v1 dan v2 dimana v1 adalah koefisien Zt-1 pada model dimana saham dijadikan sebagai dependen variabel. Tolak Ho jika pada koefisien tersebut didapat bahwa t statitistik>t tabel. T tabel adalah 1.645 dimana adalah nilai z tabel (karena data>30, maka yang digunakan adalah z tabel) untuk tingkat signifikansi 90%. Ho: β=0. jadi H1 adalah bahwa koefisien tersebut signifikan. Jika menolak Ho maka H1 diterima. 1.81027<t tabel maka H1 diterima dan berarti koefisien v1 signifikan. Kemudian untuk v2 didapat t hitung adalah 3.05>1.645, berarti Ho ditolak dan berarti koefisien v2 adalah signifikan. Kemudian pada saham sebagai dependent variabel ada beberapa variabel yang tidak signifikan diantaranya adalah ∆ SP-3, ∆ SP-4, ∆ Forex-2, ∆ Forex-3, ∆ Forex-4 sedangkan ketika nilai tukar menjadi dependent variabel didapat beberapa variabel yang tidak signifikan yaitu: ∆ SP-1 sampai dengan ∆ SP-3, kemudian ∆ Forex-4. Dengan begitu, persamaan diatas adalah: D(SP) = 0.001236763025*( 1603.940232 ) + 0.113035*D(SP(-2)) SPSM(-1) + 0.1313914266*FOREXSM(-1) 0.5915247463*D(SPSM(-1)) - 0.058740*D(SP(-5)) - + - 0.591979*D(SP(1)) - 0.003675*D(FOREX(-1)) - 0.002777*D(FOREX(-5)) ……………………1 19 Simposium Riset Ekonomi II Surabaya, 23-24 November 2005 D berarti turunan pertama. Kemudian untuk Forex sebagai dependen variabel estimasi persamaannya adalah sebagai berikut. D(FOREX) = -0.118072*( SPSM(-1) + 0.1313914266*FOREXSM(-1) - 1603.940232 ) + 0.5915247463*D(SPSM(-1)) + 2.968143*(SPSM(-4)) + 0.085476 *D(FOREX(-1))………………………..2 Pada persamaan pertama, dalam jangka panjang nilai tukar mempunyai pengaruh positif terhadap harga saham. Reaksi dari perubahan 1% nilai tukar akan mengakibatkan saham berubah sebesar 0.00124, ceteris paribus. Persentase reaksi harga saham akibat 1% perubahan harga saham pada satu periode sebelumnya adalah 0.592 dalam jangka pendek, ceteris paribus. Kemudian untuk dua periode sebelumnya, ceteris paribus, sebesar -0.113 dan sebesar -0.0028 pada lima periode (hari) sebelumnya, ceteris paribus. Masih pada persamaan pertama, persentase reaksi harga saham sebagai akibat 1% perubahan nilai tukar satu periode sebelumnya dalam jangka pendek adalah sebesar -0.0037, ceteris paribus. Dan sebesar -0.0027 pada lima periode sebelumnya. Jadi ketika terjadi depresiasi nilai tukar rupiah (terutama pada 1 dan 5 periode sebelumnya) dalam jangka pendek, akan berdampak negatif terhadap harga saham (IHSG mengalami kenaikkan. Hal ini bisa dijelaskan dari analisa bahwa ketika terjadi kenaikkan ekspektasi terhadap apresiasi rupiah, maka hal tersebut akan menyebabkan produk dalam negeri lebih mahal secara relatif dibanding dengan diluar. Oleh karena itu akan mengurangi penjualan dari suatu perusahaan yang berarti penurunan keuntungan. Hal ini pada saat bersamaan berarti juga penurunan harga saham. Tetapi dalam jangka panjang kenaikan nilai tukar rupiah berhubungan positif dengan harga saham dimana penurunan nilai tukar akan berdampak pula pada penurunan harga saham. Hal ini dijelaskan dari situasi ketakutan investor akan depresiasi rupiah telah memberanikan mereka untuk melikuidasi kepemilikan saham mereka, hal inilah yang akan menurunkan harga saham. Kemudian pada persamaan kedua, harga saham mempengaruhi nilai tukar secara signifikan dalam jangka panjang. Jadi di Indonesia terjadi hubungan timbal balik antara dua variabel tersebut dalam jangka panjang. Hal ini senada dengan penelitian Granger, huang dan yang dimana terdapat hubungan bidirectional antara nilai tukar dan harga saham. Hal ini serupa dengan Pendekatan keseimbangan portofolio. Dalam pendekatan ini aset dipandang memiliki sifat yang dapat saling menggantikan, setiap kejutan dalam bentuk perubahan dalam kekayaan akan menghasilkan dua dampak yaitu meningkatnya permintaan akan asset dan atau juga melakukan pergantian dengan menukar asset yang satu dengan asset yang lainnya21. Ekuitas menjadi bagian dari kekayaan yang akan mempengaruhi nilai tukar dari permintaan akan uang, 21 Lihat mishkin, p.101 20 Simposium Riset Ekonomi II Surabaya, 23-24 November 2005 misalnya naiknya harga saham bisa menyimpulkan bahwa terjadi kenaikkan dalam permintaan uang dengan menghasilkan suku bunga yang lebih tinggi. Pada tahap selanjutnya akan menarik arus modal luar negeri kedalam dan akhirnya akan menjadikan mata uang domestik terapresiasi. Nilai saham lima hari yang lalu menyebabkan nilai tukar bereaksi terhadap perubahan 1% saham sebesar -3.698551 . hal ini berarti terdapat hubungan negatif diantara dua variabel tersebut. Kesimpulan Dari hasil dan analisa diatas pada penelitian ini didapat bahwa variabel IHSG dan Nilai tukar mengikuti pola random walks namun terintegrasi pada pola jangka panjang. Data dari dua variabel tersebut dinyatakan stationer pada derajat yang sama yaitu pada first-level. Kemudian dengan menggunakan uji kausalitas Granger dapat dilihat bahwa terdapat hubungan bidirectional diantara IHSG dan Nilai tukar pada tingkat kepercayaan 90%. Hal ini menegaskan bahwa terjadi hubungan dua-arah diantara pasar valas dan pasar modal dengan indikatornya yaitu IHSG dan Kurs. Dari penelitian ini didapat bahwa dalam jangka panjang kenaikan nilai tukar rupiah berhubungan positif dengan harga saham dimana penurunan nilai tukar akan berdampak pula pada penurunan harga saham. Hal ini dijelaskan dari situasi ketakutan investor akan depresiasi rupiah telah memberanikan mereka untuk melikuidasi kepemilikan saham mereka dengan melarikan modal keluar (capital outflow), hal inilah yang akan menurunkan harga saham. Keterbatasan studi. DAFTAR PUSTAKA. Akhmad sakhowi. Analisis pengaruh nilai tukar rupiah, inflasi, dan tingkat bunga terhadap return saham di BEJ. Tesis pasca sarjana FEUI.1999 Arief, sritua . metodelogi penelitian ekonomi, UI-press, 1993. Azman zaini, Muzafar, dan M Azali. Stock price and exchang rate interaction in indonesia: an empirical inquiry. Jurnal ekonomi dan keuangan indonesia Vol L no 3-2002. page 277-384. Copeland, . Laurence s. Exchang rate and internasional finance. 2nd edition. Addison wesley ltd. England.1995. C, smith. Stock market and exchnge rates: a multi-country approach, journal of macroeconomics,14,607-29. Dornbush, fischer dan startz. Macroeconomics. 9th edition. Mc graw hill. USA.2004. Fabbozzi , Frank J dan Franco mondigliani. Capital market, Institutions and instruments. 3rd ed. Prentice hall. USA. 2003. 21 Simposium Riset Ekonomi II Surabaya, 23-24 November 2005 Farid harianto, dan siswanto sudomo. Perangkat dan teknik analisis investasi di pasar modal Indonesia. PT bursa efek Jakarta. Jakarta. 2001 Madura, Jeff .international financial management, 6th edition, south western college publishing, 2000. Mishkin, Frederich . The economics of money, banking, and financial markets. 6th ed. Addison Wesley longmann:USA. 2001. Wong, yee. A guide to investment in stocks and shares, pelanduk publications, 1991, Malaysia. Philips, understanding spurious regression in econometrics, journal of econometric, vol 33, 1986. Sadono sukirno, pengantar teori makro ekonomi. Edisi kedua. PT raja grafindo persada. Jakarta.2000. hal 358. Shapiro, multinational financial management, prentice hall inc. 22