BAB III PANDUAN PROSEDUR TINDAKAN PAPDI 3.1 KARDIOLOGI KARDIOVERSI PENGERTIAN Kardioversi adalah upaya konversi secara eletrik pada aritmia atrial atau ventrikular memakai DC (Direct Current) shock yang synchronized dan DC shock nonsynchronized yang juga disebut defibrillation. Saat kejutan yang synchronized yaitu pada awal gelombang T kira-kira 30 ms sebelum apeks gelombang T. TUJUAN Menghentikan aritmia yang mengancam menjadi irama sinus yang normal INDIKASI Fibrilasi ventrikular, fluter atrial atau fibrilasi atrial yang menyebabkan gangguan hemodinamik dan tak responsif dengan terapi farmakologis Takikardia supraventrikular yang menyebabkan gangguan hemodinamik dan tak responsif dengan obat antiaritmia atau manuver vagal Takikirdia ventrikular yang menyebabkan gangguan hemodinamik dan tak responsif dengan obat antiaritmia. KONTRAINDIKASI Fibrilasi atrial kronik pada stenosis mitral atau regurgitasi mitral dan tirotoksikosis Fibrilasi atrial dengan slow ventricular rate Hipokalemia Keracunan digitalis PERSIAPAN 1. Penjelasan seperlunya kepada pasien dan keluarga 2. Alat kardioversi dan monitor jantung berfungsi baik 3. Sebaiknya puasa untuk menghindari regurgitasi/asfiksia 4. Pemakaian digitalis dihentikan 1-2 hari sebelum tindakan 5. Kadar elektrolit serum harus optimal 6. Oksigen terpasang PROSEDUR TINDAKAN Fluter atrial dimulai dengan dosis 20 Joule bila gagal diulang memakai 50 atau 100 Joule Fibrilasi atrial diawali dengan dosis 100 Joule bila gagal bisa 200-300 Joule Sehari sebelumnya pasien diberik kuinidin oral tiap 6 jam kadangkala obat ini diperlukan untuk jangka waktu lama. Prokainamid dapat dipakai bila pasien tak toleran dengan kuinidin Takikirdia supraventrikular 10 Juole biasanya efektif. 100 Joule hampir selalu efektif. Fibrilasi ventrikular dosis awal 200 joule bila gagal segera pakai 360 Joule. PENILAIAN LAMA TINDAKAN KOMPLIKASI - Bradiaritma atau asistol sehingga perlu disiapkan atropin, isoproterenol, dan pacu jantung sementara. Takiaritma ventrikular atau fibrasi ventrikular, pasien perlu dimonitor kira-kira 8 jam pasca tindakan. WEWENANG • RS Pendidikan : Internist cardiologist / Cardiologist PPDS Penyakit Dalam / Kardiologi yang sedang / sudah melalui Divisi Kardiologi dengan konsultasi kepada konsultan Divisi Kardiologi. • RS Non Pendidikan : Internist / Kardiolog UNIT YANG MENANGANI • RS Pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam / Divisi Kardiologi • RS Non Pendidikan : Bagian Ilmu Penyakit Dalam / Kardiolog UNIT TERKAIT REFERENSI Gumiwang I. Kardioversi, In: Sumaryono, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata M, Setiati S, Gani RA, Mansjoer A, editors. Prosedur Tindakan Di Bidang Penyakit Dalam. Jakarta : Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI ; 2001. p. 149-50. KATERISASI JANTUNG DAN ANGIOGRAFI KORONARIA PENGERTIAN Katerisasi jantung adalah tindakan memasukkan kateter ke dalam arteri- arteri atau vena perifer sampai ke jantung untuk mendapatkan gambar arteri koronaria dan ruang jantung, juga untuk mengukur tekanan ruang jantung dan pembuluh darah (hemodinamik kardiak). Angigrafi koroner adalah tindakan menyuntikkan kontras ke dalam arteri koronaria untuk memvisualisasikan dan membuat gambar arteri dan cabang-cabangnya untuk keperluan diagnostik serta perencanaan strategi pengobatan lanjut. TUJUAN mendapatkan gambar arteri koronaria dan ruang jantung mengukur tekanan ruang jantung dan pembuluh darah (hemadodnamik kardiak) memviasualisasikan dan membuat gambar arteri koronaria dan cabang-cabangnya untuk keperluan diagnostik serta perencanaan strategi pengobatan lanjut INDIKASI Dugaan penyakit jantung koroner : - angina awitan baru - angina pektoris tidak stabil - evaluasi preoperative tindakan bedah mayor - iskemia silent - positive ETT - atypical chest pain Infark jantung : - angina pasca infark, - kegagalan trombolisis - renjatan - defek septum ventrikel - ruptur m. papilaris Sudden cardiac death Penyakit katup jantung Penyakit jantung bawaan Diseksi aorta Perikarditis konstriktif dan tamponade Kardiomiopati Persiapan dan pasca transplantasi jantung KONTRAINDIKASI Kontraindikasi absolut : fasilitas dan peralatan laboratorium yang tidak memadai kontraindikasi relatif : Gagal jantung yang belum terkontrol, Tekanan darah tinggi, dan Aritmia Penyakit serebrovaskular (kurang dari 1 tahun) Demam atau infeksi yang belum diketahui penyebabnya Ketidakseimbangan elektrolit Anemia dan perdarahan gastrointestinal Kehamilan Pengobatan dengan antikoagulan (diatesis hemoragik yang sudah diketahui) Pasien yang tidak kooperatif Intoksikasi obat (digitalis, fenotiazin) PERSIAPAN Bahan dan alat : Unit katerisasi yang terdiri dari fluoroskopi U, atau C arm, meja kateterisasi, dan monitor TV Alat perekam data fisiologis (EKG, tekanan intrakardiak, transduser, kertas perekam dan lain-lain) Injektor kontras Defibrilator dan perlengkapan resusitasi kardiopulmonar (Air (Air Viva O2 dan obat-obat emergensi) Perlengkapan tindakan operasi steril Pasien : Identifikasi pasien dan izin operasi dengan penerangan tujuan, cara dan risiko Puasa 4-6 jam sebelum katerisasi, obat-obat penting diteruskan. Profilaksis antibiotik. Resume klinis, laboratorium, EKG, foto dada, laboratorium dan pemeriksaan penunjang lainnya : - Riwayat alergi, obat-obatan yang digunakan saat ini - Pemeriksaan jasmani - Pemeriksaan penunjang seperti laboratorium : Hb, leukosit, - Ureum, kreatinin, masa protombin, dan masa tromboplastin parsial, natrium, kalium dan gula darah - Bila mendapat insulin diberikan hanya setengah dosis - Foto dada - EKG istirahat maupun hasil test treadmill. Bila ada, hasil ekokardiografi atau hasil kateterisasi sebelumnya. PROSEDUR TINDAKAN 1. Katerisasi dilakukan di ruang kateterisasi 2. Memasang pemantau EKG 3. Infus emergensi tangan kiri 4. Premedikasi : perifidin 25 mg IM, antisin 1 ampul IM 5. Proteksi radiasi (apron Pb tebal 0,50 mm atau yang setara menutup badan sampai lutut dan leher) bagi operator atau pasien hamil serta badge pengukur radiasi yang diperiksa setiap bulan. 6. Aseptik dan antiseptik serta prosedur steril seperti pada tindakan operasi (bagi operator maupun pasien) 7. Pungsi pembuluh darah atau arteriotomi untuk akses pembuluh darah. Pungsi vena/arteri dengan jarum perkutan dengan teknik Seldinger paling sering dilakukan. Guidewire dimasukkan ke dalam pembuluh darah melalui jarum pungsi disusul oleh sheat. Heparin 2500 – 5000 unit disuntikkan melalui sheat ke dalam pembuluh darah dengan mudah dan aman melalui sheat. Arteri/vena femoralis paling sering digunakan, namum pembuluh brachialis atau radialis juga dapat digunakan. Arteriotomi dan venaseksi (membuka arteri dan vena serta menjahit kembali) saat ini sudah jarang dilakukan 8. Pengukuran tekanan intrakardiak, pengambilan sampel saturasi darah dan penyuntikkan kontras pada proyeksi tertentu. 9. Evaluasi hasil sementara kateterisasi 10. Setelah dianggap cukup maka sheat dicabut, melakukan hemostatik dan pembalut untuk mencegah perdarahan. 11. Mengisi formulir hasil sementara dan instruksi pasca kateterisasi yang berisi * Istirahat di tempat tidur (tidak menggerakkan daerah kateterisasi selama 8 jam) * Tekanan darah dan nadi setiap 15 menit selam 4 jam, dan selanjutnya setiap jam selama 8 jam * Hipotensi biasanya disebabkan oleh diuresis akibat kontras. * Takikardia akibat perdarahan harus dilaporkan pada operator. * Periksa adanya hematoma pada pembuluh yang mengalami pungsi, hilangnya denyut nadi pada bagian distal. * Ekstremitas yang dingin biasa karena trombus, spasme dan vasokonstriksi. * Bila ada trombus dapat diberik aspirin 325 mg dan heparin bolus 5000 U dilanjutkan drip 1000 U/jam. * Bila ada iskemia ekstremitas, perlu intervensi bedah vaskular. * Mencatat produksi urin (sekitar 30 ml/jam) 12. Menyimpulkan hasil akhir kateterisasi dan mendiskusikannya dengan pasien. PENILAIAN LAMA TINDAKAN KOMPLIKASI Kematiian, infarka jantung, strok, aritmia ventrikel yang serius, trombosis, perdarahan yang memerlukan transfusi, pseudoaneurisma, diseksi aorta, perforasi jantung, tamponad, reaksi kontras, anafilasis/nefropati, reaksi protamin, infeksi, gagal jantung, reaksi vasovagal WEWENANG RS Pendidikan : Internist-cardiologist dengan keahlian khusus dan didampingi oleh tim kateterisasi yang terdiri dari dua-tiga perawat terlatih dan seorang penata rontgen. PPDS Penyakit Dalam yang sedang / sudah melalui Divisi Kardiologi : mempersiapkan dan membantu pelaksanaan. RS Non Pendidikan : Internist / Kardiolog yang telah mempunyai sertifikasi UNIT YANG MENANGANI RS Pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam – Divisi Kardiologi RS Non Pendidikan : Bagian Ilmu Penyakit Dalam/Kardiologi UNIT TERKAIT REFERENSI Panggabean M. Kateterisasi Jantung Kiri dan Kanan dan Angiografi Koronaria. Dalam : Sumaryono, Alwi I, Sudoyo AW. Simadibrata M, Setiati S, Gani RA, Mansjoer A, editors. Prosedur Tindakan Di Bidang Penyakit Dalam. Jakarta : Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI ; 2001. p. 151-61 PACU JANTUNG SEMENTARA PENGERTIAN Pacu jantung sementara merupakan teknik memberikan rangsangan listrik pada jantung kanan dengan elektroda endokardial perkutan TUJUAN Terapeutik Diagnosis penatalaksanaan siaga pada infark miokard akut, katerisasi jantung dan tindakan bedah. INDIKASI Terapeutik Bradikardia simptomatik pada kondisi : sick sinus syndrome, fibrilasi atau fluter atrial dengan blok AV derajat tinggi, blok AV total. Takikardia simptomatik pada takikardia ventricular intermitem, fibrilasi ventrikular intermiten yang memerlukan obat-obatan yang potensial menimbulkan bradiaritmia. Malfungsi pacu jantung permanen Sinkop sinus karotis Diagnostik Penelitian fungsi jaras His Penelitian fungso nodus SA Identifikasi ritme pada analisis aritmia Indikasi pencegahan dan penatalaksanaan siaga : Infark miokard akut dengan kondisi : asistol, bradikardia simptomatik, BBB bilateral, blok fasikular baru atau tidak tergantung usia (RBBB dengan LAFB atau LFPB) dengan blok AV derajat satu, Blok AV derajat dua Mobitz tipe II Selama operasi dengan kondisi : bradikardia berat (frekuensi) jantung < 40 kali/menit), bradikardia sinus (frekuensi jantung < 60 kali/menit) dengan penurunan respons nodus SA treadmil test dan/ atau atropin IV (laju sinus meningkat < 90 kali/menit setelah bolus SA 1 mg IV), Blok AV Mobitz II atau blok AV total, blok fasikular kronik yang dihubungkan dengan sinkop, angina tidak stabil atau infark miokard akut. KONTRAINDIKASI Masa perdarahan dan pembekuan yang memanjang PERSIAPAN 5. Akses vena : jalur femoral : jarum Potts-Coumand, set kateter, scalpel nomor 11, klem mosquito. P 6. Pacemaker : elektroda pacu bipolar (5-7 F) dan generator, fluoroskop portable dan lead aprons 7. Desinfektan dan duk steril : solusio antiseptik, sarung tangan steril, masker, tutup kepala, dan kasa steril 8. Anestesi : lidokain (1% 10 ml, siring 10 ml dan jarum 23G) 9. Resusitasi : defibrillator, oksigen PROSEDUR TINDAKAN 1. Pasien pada posisi telentang dengan kaki sedikit abduksi 2. Identifikasi anatomi vena femoralis yang akan dilakukan pungsi vena. Letaknya medial dari A. femoralis dan sekitar 1 atau 2 inchi di bawah lipat ingiunal. 3. A dan antisepsis daerah pungsi dan sekitarnya 4. Anestesi kulit dan jaringan subkutan sekitar tempat pungsi 5. Lakukan pungsi vena. Buat insisi kecil pada kulit dengan pisau skapel nomor 11. Masukkan jarum Potts-Cournand dengan membentuk sudut 60 derajat. Aspirasi untuk memastikan daerah vena. 6. Kanulasi vena dengan menggunakan teknik seldinger 7. Masukkan elektroda pacu jantung 8. Alur posisi fluoroskopi mengikuti elektroda. Kateter terus didorong sampai vena kava inferior kemudian masuk atrium kanan. Selanjutnya kateter akan melalui permukaan atas katup trikuspid dan masuk ke ventrikel kanan. 9. Hubungkan elektroda distal dengan bagian negatif generator dan elektroda proksimal dengan bagian positif generator. 10. Tentukan threshold (ambang) pacu jantung. Nilai threshold adalah miliamper terendah dimana pacu jantung akan pace. Setelah wire pada posisinya maka : - Tahap 1 : set miliamper pada 5mA. - Tahap 2 : Putar mode pacu jantung tetap pada rate lebih tinggi dari rate pasien - Tahap 3 : putar miliamper turun 1 mA sampai irama pacing hilang. Kemudian miliamper dinaikkan sampai timbul irama pacing. Level ini menunjukkan ambang. - Tahap 4 : set mA 2 kali ambang 11. Buat dokumen EKG 12 sadapan untuk melihat gambaran LBBB; jika terlihat gambaran RBBB berarti posisi elektroda tidak tepat. PENILAIAN LAMA TINDAKAN KOMPLIKASI Infeksi, flebitis, emboli udara, hidrotoraks, pneumotoraks, perforasi mikokard, kegagalan pacing (pacing failure) dislokasi lead endokardial, stimulai diafragma WEWENANG RS Pendidikan : Internist-cardiologis dengan keahlian khusus dan didampingi oleh tim kateterisasi yang terdiri dari dua-tiga perawat terlatih dan seorang penata rontgen. PPDS Penyakit Dalam yang sedang / sudah melalui Divisi Kardiologi: mempersiapkan dan membantu pelaksanaan. RS Non Pendidikan : Internist / Cardiologist yang telah mempunyai sertifikasi UNIT YANG MENANGANI RS Pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam / Divisi Kardiologi RS Non Pendidikan : Bagian Ilmu Penyakit Dalam UNIT TERKAIT Bedah vaskular, Pulmonologi bila terjadi komplikasi REFERENSI Harun S. Alwi I, Rasjidi K. Pacu Jantung Sementara. Dalam : Sumaryono, Alwi I, Sudoyo AW. Simadibrata M, Setiati S, Gani RA, Mansjoer A, editors. Prosedur Tindakan di Bidang Penyakit Dalam. Jakarta : Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2001. p. 162-5. PERIKARDIOSENTESIS (PUNGSI PERIKARD) PENGERTIAN Perikardiosentesis (pungsi perikard) adalah tindakan aspirasi efusi perikard TUJUAN Konfirmasi dan mencari etiologi Terapi INDIKASI Efusi perikard KONTRAINDIKASI Masa perdarahan dan pembekuan yang memanjang PERSIAPAN 1. Penjelasan kepada pasien tentang tujuan, cara dan risiko tindakan disertai inform consent. 2. Pemeriksaan PT, APTT 3. EKG 4. Xilocain 2% 5. Spuit 20 atau 50 ml 6. Jarum pungsi nomor 16-18 7. Trokar PROSEDUR TINDAKAN 1. Pasien disandarkan pada sadapan dengan sudut 450 2. Dilakukan dengan ekokardiografi untuk melihat posisi cairan perikard. 3. Dilakukan a dan antiseptis pada lokasi pungsi (sudut antara prosesus sifoideus dengan arkus iga kiri atau sela iga 5, kira-kira 2 cm medial dari perkusi pekak atau sela iga 5 atau 6 garis sternal kiri atau sela iga 4 kanan, kira-kira 1 cm medial dari perkusi pekak, sela iga 5-6 garis sternal kanan atau sela iga 7-8 belakang, garis midskapula kiri). 4. Anestesi dengan xilokain 2% atau prokain 2% di lokasi pungsi 5. Jarum nomer 16-18 dihubungkan dengan spuit 20-50 ml dihubungkan dengan EKG (sadapan prekordial) melalui aligator atau hemostat, diarahkan ke posterosefalad, membentuk sudut 450 dengan permukaan dinding dada. 6. Jarum ditusukkan dengan mantap 2-4 cm sampai terasa tahanan. Bila jarum pungsi menembus perikard dan kontak dengan otot jantung akan timbul elevasi segmen ST (injuiry) dan ekstrasistol ventrikel dengan amplitudo tinggi. Bila hal ini terjadi, maka jarum pungsi harus ditarik sedikit dan diarahkan ke tempat lain. 7 Apabila cairan perikard, dapat dipakai trokar yang lebih besar. 8. Pada pungsi di sela iga depan diusahakan agar tusukan jarum tepat di atas iga agar terhindar dari arteri interkostal yang berada tepat dibawah iga yang berada di atasnya. 9. Apabila tidak diperoleh cairan yang mengalir, jarum ditarik perlahan-lahan dan ditusuk kembali ke arah lain atau lebih dalam sedikit. Hindarkan tusukan yang tibatiba, kasar, atau pemindahan arah tusukan secara kasar. 10. Perubahan arah tusukan harus dilakukan secara perlahan-lahan tapi konstan sambil diisap secara kontinyu. Pada aspirat berdarah sering sulit dibedakan dengan tusukan intraventrikula oleh karena itu periksa hematokrit, mekanisme pembekuan cairan aspirat dan darah arterial bersaaan. Bisa juga diperiksa analisis gas darah. PENILAIAN LAMA TINDAKAN KOMPLIKASI Laserasi dinding ventrikel, pneumotoraks, laserasi arteri mammaria interna WEWENANG RS Pendidikan : Internist-cardiologist dengan keahlian khusus dan didampingi oleh tim kateterisasi yang terdiri dari dua-tiga perawat terlatih dan seorang penata rontgen. PPDS Penyakit Dalam yang sedang / sudah melalui Divisi Kardiologi : mempersiapkan dan membantu pelaksanaan. RS Non Pendidikan : Internist / Cardiologist yang telah mempunyai sertifikasi UNIT YANG MENANGANI RS Pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam / Divisi Kardiologi RS Non Pendidikan : Bagian Ilmu Penyakit Dalam UNIT TERKAIT RS Pendidikan : Divisi Pulmonologi dan Departemen Bedah / Toraks RS Non Pendidikan : Bagian Ilmu Penyakit Dalam, Bedah, Pulmonologi REFERENSI Ismail D. Panggabean MM. Perikarditis. Dalam : Noer S. Waspadji A. Rachman M, Lesmana LA, Widodo D, Isbagio H, etal, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I, edisi ketiga. Jakarta, Balai Pustaka FKUI 1996 : p. 1077-81. MANAJEMEN PERIOPERATIF PADA OPERASI NONKARDIAK PENGERTIAN Manajemen perioperatif pada operasi nonkardiak adalah usaha untuk menilai, memonitor dan memperbaiki kondisi jantung sebelum, saat maupun setelah operasi nonkardiak guna mengurangi risiko operasi terhadap jantung. TUJUAN Mengevaluasi status kesehatan pasien terkini Membuat rekomendasi tentang evaluasi, manajemen dan risiko masalah jantung selama periode operasi. Memberikan profil risiko klinik sehingga pasien, dokter, anestesiologi, dan ahli bedah dapat membuat keputusan penatalaksanaan yang berpengaruh pada jantung jangka pendek maupun jangka panjang Identifikasi pemeriksaan dan strategi penatalaksanaan yang paling sesuai untuk mengoptimalkan perawatan pasien Memberikan pengkajian risiko jantung jangka pendek dan jangka panjang Menghindari pemeriksaan yang tidak perlu INDIKASI Operasi nonkardiak KONTRAINDIKASI PERSIAPAN Penilaian preoperative 1. Anamnesis untuk menilai riwayat penyakit 2. Pemeriksaan fisik 3. Pemeriksaan EKG 4. Pengkajian : * Identifikasi kelainan jantung yang serius : penyakit jantung koroner (misal infark miokard akut dan angina pektoris, gagal jantung, aritmia simptomatik, adanya pacemaker atau defibrilator yang ditanam, atau riwayat intolerasi ortostatik, adanya anemia * Menilai berat penyakit, stabilitas penyakit dan terapi sebelumnya * Kapasitas fungsional * Usia * Kondisi komorbid (diabetes melitus, penyakit pembuluh darah perifer, disfungsi ginjal, dan penyakit paru kronik) * Tipe operasi :(prosedur vaskular dan prosedur yang lama, prosedur sulit dada, perut, kepala dan leher risiko lebih tinggi) 5. Pengkajian tentang prediktor klinik peningkatan risiko kardiovaskular perioperatif (infark miokard, gagal jantung, kematian) Mayor : Sindrom koroner tak stabil - Infark miokard akut atau recent dengan bukti risiko iskemia yang penting baik simpton maupun pemeriksaan non invasif - Angina tak stabil atau angina berat (Canadian (Canadian Clas III atau IV) Gagal jantung dekompensata Aritmia bermakna Blok AV derajat tinggi Aritmia ventrikular simptomatik dengan dasar penyakit jantung Aritmia supraventrikular dengan rate vetrikel yang tidak terkontrol. Penyakit katup berat Intermediate : Angina pektoris ringan (Canadian Class I atau II) Infark miokard lama diketahui dengan anamneisi atau adanya Q patologis Gagal jantung sebelumnya atau kompensata Diabetes melitus (terutama yang tergantung insulin) Insufisiensi ginjal Minor : Usia lanjut EKG abnormal (LVH, left bundle-branch block, abnormalitas ST-T) Irama selain sinus (misal fibrilasi atrial) Kapasitas fungsional yang rendah (misal : tidak mampu memanjat tangga dengan tas punggung) Riwayat strok Hipertensi sistemik tidak terkontrol 6. Pengkajian stratifikasi risiko jantung untuk prosedur operasi nonkardiak. Tinggi (risiko jantung yang dilaporkan selalu > 5%) Operasi mayor emergensi (terutama pada usia lanjut) Operasi aorta atau operasi pembuluh darah besar lainnya Operasi pembuluh darah perifer Prosedur operasi yang diantisipasi memanjang sehubungan dengan hilangnya darah dan atau pergantian cairan dalam jumlah besar Intermediate (Risiko jantung yang dilaporkan < 5%) Endarterektomi karotis Operasi leher dan kepala Operasi intratoraks dan intraperitoneal Operasi Ortopedi Operasi prostat Rendah (Risiko jantung yang dilaporkan umumnya > 1%) Prosedur endoskopi Prosedur superfisial Operasi katarak Operasi payudara 7. Penilaian kapasitas fungsional Dengan memperkirakan energi yang dibutuhkan untuk berbagai aktivitas 1 MET • Merawat diri • Makan, berpakaian, menggunakan toilet • Berjalan dalam rumah • Berjalan satu blok atau dua tingkat dengan kecepatan 3,2 sampai 4,8 km per jam atau 2-3 mph 4 MET • Bekerja di sekitar rumah seperti mencuci atau membersihkan debu 4 MET • Memanjat tanggal atau berjalan ke bukit • Berjalan datar dengan kecepatan 4 mph atau 6,4 km per jam • Bekerja berat di rumah seperti membersihkan lantai atau mengangkat atau menggerakkan furnitur yang berat • Ikut serta dalam aktivitas rekreasi yang sedang seperti golf, bowling, dansa, tenis ganda atau melempar bola basket atau bola sepak bola > 10 MET • Ikut dalam olahraga seperti berenang, tenis tunggal, sepak bola, bola basket, atau ski Risiko jantung dan jangka panjang perioperatif meningkat pada pasien yang tidak dapat mencapai 4 MET pada waktu kebanyakan aktivitas normal sehari-hari. PROSEDUR TINDAKAN Tahap 1. Apakah operasi nonkardiak merupakan sesuatu yang urgensi? Jika keadaan emergensi maka tidak ada waktu untuk evaluasi jantung preoperatif. Stratifikasi risiko postoperatif sesuai untuk pasien yang tidak dinilai sebelumnya. Tahap 2. Apakah pasien menjalani revaskularisasi koroner 5 tahun terakhir ? jika ya dan jika status klinik tetap stabil tanpa gejala rekuren/tanda-tanda iskemia, uji jantung lebih jauh secara umum tidak dibutuhkan. Tahap 3. Apakah pasien telah menjalani evaluasi koroner 2 tahun terakhir? Jika risiko koroner telah dikaji secara adekuat dan penemuannya memuaskan, biasanya tidak diperlukan uji ulang kecuali pasien mempunyai pengalaman perubahan atau gejala baru iskemia koroner sejak evaluasi sebelumnya. Tahap 4. Apakah pasien mempunyai sindrom koroner tak stabil atau risiko prediktor klinik mayor? Ketika operasi nonkardiak efektif dipertimbangkan, adanya penyakit koroner tak stabil, gagal jantung dekompensasi, aritmia simtomatik, dan atau penyakit jantung katup yang berat biasanya menunda operasi sampai masalah teridentifikasi dan diobati • Tahap 5. Apakah pasien mempunyai risiko prediktor klinik intermediate? Ada atau tidak adanya infark miokart sebelumnya dari riwayat atau EKG, angina pektoris, gagal jantung terkompensasi atau gagal jantung sebelumnya, kreatinin preoperatif > 2 mg/dl, dan atau diabetes melitus membantu untuk menstratifikasi risiko kejadian koroner perioperatif lebih jauh lagi. Pertimbangan kapasitas fungsional dan tingkat risiko operasi spesifik memberi pendekatan rasional untuk mengidentifikasi pasien untuk mencapai manfaat dari uji noninvasif yang lebih jauh. • Tahap 6. Pasien tanpa prediktor risiko klinik mayor tapi intermediate dan kapasitas fugsional moderat atau baik dapat menjalani operasi risiko intermediate dengan sedikit risiko kematian atau infark miokard perioperatif. Sebaliknya, uji noninvasif selalu dipertimbangkan untuk pasien dengan kapasitas fungsional yang buruk atau moderat tapi operasi risiko lebih tinggi, terutama untuk pasien dengan 2 atau lebih prediktor risiko intermediate. • Tahap 7. Operasi non kardiak umumnya untuk pasien tanpa prediktor risiko klinik mayor atau intermediate dan kapasitas fungsional moderat atau baik (4 METs atau lebih). Uji tambahan mungkin dipertimbangkan secara individual untuk pasien tanpat petanda klinik tapi kapasitas fungsionalnya buruk yang terpajan dengan risiko operasi yang lebih tinggi, terutama untuk mereka dengan beberapa prediktor risiko klinik minor yang dijadualkan menjalani operasi vaskular. • Tahap 8. Hasil uji noninvasif dapat digunakan untuk menentukan kebutuhan uji tambahan preoperatif dan pengobatan. Pada beberapa pasien dengan CAD, risiko intervensi koroner atau operasi koreksi jantung mungkin mendekati atau melebihi risiko operasi nonkardiak. Pendekatan ini sesuai, meskipun tidak secara signifikan memperbaiki prognosis jangka panjang. • PENILAIAN LAMA TINDAKAN KOMPLIKASI • Bradiaritmia atau asistol sehingga perlu disiapkan atropin, isoproterenol, dan pacu jantung sementara • Takiriatmia (TV atau FV) • Emboli (Pasien perlu dimonitor kira-kira 8 jam pasca tindakan) WEWENANG • RS Pendidikan : Internist-cardiologis dan PPDS Penyakit dalam • RS Non Pendidikan : Bagian ilmu penyakit dalam UNIT YANG MENANGANI • RS Pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam-Divisi Kardiologi • RS Non Pendidikan : Bagian Ilmu Penyakit Dalam UNIT TERKAIT • Tiap Departemen / Bagian / Divisi pelaksana operasi : Bedah, Kebidanan, THT, Bedah saraf dll REFERENSI Eagle KA, Berger PB, Calkins H, Chaitman BR, Ewy GA, Fleischmann KE, etal. Perioperative Cardiovascular Evaluation For Cardiac Surgery Update. A Report of the American College of Cardiology/American Heart Association Task Force on Practice Guidelines (Committee to Update the 1996 Guidelines on Perioperative Cardiovascular Evaluation for Noncardiac Surgery) PERCUTANEUS TRANSLUMINAL CORONARYANGIOPLASTY PENGERTIAN Percutaneus transluminal coronary angioplasty adalah Tindakan revaskularisasi koroner di mana lesi stenotik dilebarkan dengan menggunakan balon TUJUAN Melebarkan lesi stenotik dengan menggunakan balon INDIKASI • Single vessel disease : - angina persisten, kapasitas jasmaninya rendah, tidak dapat bekerja normal, dibutukan pengobatan polifarmasi jangka panjang • Multivessel disease : - gejala simtomatik dengan angina kelas II-IV yang tak dapat dikontrol dengan obat-obatan atau bila pasien tidak dapat mentoleransi obat - Bila tidak mempunyai keluhan, indikasi bila ada daerah iskemia miokardium luas (dengan tes non invasif) disertai salah satu dari : iskemia berat pada tes noninvasif, pasca resusitasi henti jantung atau takikardia ventrikel tanpa adanya infark, pasien harus menjalani operasi nonkardiak risiko tinggi, adanya riwayat infark jantung, hipertensi dan depresi ST pada EKG • Sindrom koroner akut, termasuk infark jantung akut. KONTRAINDIKASI • Alergi zat kontras, aspirin • Kardiovaskular : gagal jantung berat (syok kardiogenik) akibat infark jantung akut kadang-kadang justru merupakan indikasi), hipertensi berat, aritmia mayor, seperti takikardia ventrikel yang berulang, takikardia atrium dengan respons ventrikel cepat. • Diabetes mellitus berat tak terkontrol • Gangguan elektrolit : hipokalemia, hiponatremia • Gastrointestinal : hepatitis akut, perdarahan saluran cerna • Hematologi : trombositopenia < 5000/dl, leukositosis tanpa sebab jelas, Hb < 10 g/dl) • Neurologis : penyakit serebrovaskular dalam 2-4 bulan • Renal : gagal ginjal • Sistemik : infeksi bakterial, demam tanpa sebab yang jelas Persiapan • Evaluasi adanya indikasi dan kontraindikasi • Laboratorium rutin : darah lengkap, ureum, kreatinin, elektrolit, gula darah EKG dibuat pada hari yang sama sebelum Percutaneus Transluminal Coronary Angioplasty (PTCA) • Bila ada kecurigaan gagal jantung atau kelainan paru-paru dibuat foto dada • Film angigrafi terakhir harus dinilai sebelum menentukan strategi tindakan • Aspirin dan tiklopidin diberikan minimal 3 hari sebelum tindakan • PROSEDUR TINDAKAN 1. Akses pembuluh darah dapat melalui arteri femoralis atau radialis 2. Akses melalui arteri brakhialis jarang dilakukan 3. Heparin (150 U/kg BB) diberikan intravena atau intraarteri dan selanjutnya diberikan tiap jam 2500 U untuk mempertahankan nilai ACT > 300 detik 4. Pemasangan alat pacu jantung sementara tidak rutin dilakukan dan dilakukan bila dikhawatirkan akan terjadi penyulit gangguan hantaran atrioventrikular yang berat 5. Melalui kateter (guiding catheter) dimasukkan kawat penuntun (guidewire) melewati lesi . Dipilih balon dengan diameter sesuai dengan pembuluh yang akan didilatasi. Balon dikembangkan dengan alat indeflator sampai stenosis terbuka. 6. Balon dikempiskan dan ditarik. Dinilai dengan penyuntikan kontras, apakah dilatasi telah cukup 7. Bila hasil masih suboptimal atau terjadi diseksi dapat dilakukan dilatasi ualgn atau dipasang stent. 8. Pada akhir tindakan harus diyakini bahwa pasien secara klinis stabil dan angiogram memperlihatkan hasil optimal dengan stenosis residual < 20%, aliran lancar, tak ada diseksi bermakna atau trombus. 9. Selama tindkan PTCA, nitrat atau verapamil dapat diberi intrakoroner bila diperlukan. Abciximab dapat diberikan pula 10. Pasca tindakan pasien dipantau di ICCU, minimal sehari. 11. Sheath ditarik pada hari yang sama bila waktu pembekuan darah normal atau ACT kurang dari 150 detik. 12. Heparin tidak rutin diberikan pasca PTCA. Tiklopidin diberikan terutama bila dilakukan pemasangan stent. 13. Aspirin diberikan seterusnya bila tidak ada kontraindikasi 14. Obat-obat antiiskemik seperti nitrat dan antagonis kalsium umumnya diberikan, kecuali bila ada kontraindikasi obat-obat tersebut. Bila tidak ada penyulit pasien dipulangkan 2 hari pasca PTCA. PENILAIAN - LAMA TINDAKAN KOMPLIKASI • Bila ada nyeri dada berulang, teliti apakah hal tersebut bukan angina dan juga apakah ada perubahan EKG • Hipotensi karena : dehidrasi, perdarahan, obat-obatan (nitrat, sedatif, antagonis kalsium), tamponade jantung (jarang sekali), infark jantung akut akibat oklusi akut pembuluh yang didilatai atau sepsis. • Insufisiensi ginjal akut • Fistula AV • Pseudoaneurisma • Hematoma • Oklusi trombotik • Diseksi • Gangguang neurologis • Infeksi WEWENANG • RS Pendidikan : Internist-cardiologist/cardiologist dengan keahlian khusus dan didampingi oleh Tim PTCA. PPDS Penyakit Dalam / Kardiologi yang sedang / sudah melalui Divisi Kardiologi : mempersiapkan dan membantu pelaksanaan. • RS Non Pendidikan : Internist / Cardiologist yang telah mempunyai setifikasi UNIT YANG MENANGANI • RS Pendidikan : Departemen Penyakit Dalam Divisi Kardiologi • RS Non Pendidikan : Bagian Penyakit Dalam / Kardiologi UNIT TERKAIT • Bedah Jantung REFERENSI Santoso T. Pemasangan Stent Intrakoroner. In : Sumaryono, Alwi I, Sudoyo AW. Simadibrata M, Setiati S, Gani RA, Mansjoer A, editors. Prosedur Tindakan Di Bidang Penyakit Dalam. Jakarta : Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI ; 2001. p. 166-8 TES TREADMILL PENGERTIAN Tes treadmill merupakan salah satu modaliltas noninvasif yang digunakan untuk menilai pasien dengan dugaan atau terbukti menderita penyakit jantung. TUJUAN Memperkirakan prognosis dan menentukan kapasitas fungsional. INDIKASI • Untuk diagnosis penyakit jantung koroner. • Penilaian risiko dan prognosis pada pasien dengan gejala atau riwayat penyakit jantung koroner sebelumnya. • Pada pasien dengan IMA untuk menilai prognosis, toleransi aktivitas, evaluasi terapi medis dan rehabilitasi jantung. • Evaluasi pasien dengan gejala berulang yang disertai iskemia pasca revaskularisasi. KONTRA INDIKASI Absolut : • Infark miokard akut. • Angina pektoris tidak stabil yang belum stabil dengan terapi medis • Aritmia yang tidak terkendali yang menyebabkan keluhan atau gangguan hemodinamik. • Stenosis aorta berat simtomatik. • Gagal jantung simtomatik yang belum terkendali. • Emboli paru akut atau infark paru. • Miokarditis atau perikarditis akut. • Diseksi aorta akut. Relatif : • Stenosis arteri koroner “left main”. • Penyakit jantung katup stenotik moderat. • Gangguan elektrolit • Hipertensi berat. • Bradiaritmia dan takiaritmia. • Kardiomiopati hipertropik dan bentuk obstruksi “out flow tract” • Penurunan fisik dan mental yang menyebabkan ketidakmampuan melakukan latihan secara adekuat. • Blok AV derajat tinggi. PERSIAPAN • Pasien tidak makan atau merokok sekurang-kurangnya 2 jam sebelum tes. • Anamnesis dan pemeriksaan fisik untuk menyingkirkan kontraindikasi tes. • Menanyakan obat-obatan yang masih diminum • EKG 12 standar pasien terlentang dan berdiri sebelum dilakukan tes. PROSEDUR TINDAKAN 1. Perekaman elektrokardiografi dilakukan sebelum, selama dan setelah tes treadmill diakhiri 2. Sebelum tes treadmill, perekaman EKG dilakukan pada pasien dengan posisi tidur, posisi yang sesuai dengan posisi saat tes treadmill, dan setelah pasien diminta untuk bernapas dalam dan cepat (hiperventilasi). 3. Selama tes treadmill gambaran EKG diambil melalui osiloskop, sedangkan perekamannya dikerjakan 10-30 detik terakhir dari setiap beban tes treadmill, setelah tes treadmill diakhiri, dan dalam interval-interval tertentu selama 6 menit berikutnya atau setelah abnormalitas menghilang. 4. Biasanya minimal dikerjakan 1 perekaman baku dengan exploring electrode diletakkan di posisi V5, sedangkan reference electrode disesuaikan dengan posisi listrik jantung. 5. Indikasi penghentian tes Absolut : • Tekanan darah sistolik turun (menetap di bawah baseline) walaupun dengan peningkatan beban latihan. • Nyeri dada angina baru atau meningkat. • Gejala susunan sarah pusat (pusing, hampir sinkop, ataksia). • Tanda perfusi perifer menurun (sianosis atau pucat). • Aritimia serius (ventrikular derajat tinggi seperti multiform, triplet, dan VT/SVT). • Kesulitan teknis dalam pemantauan EKG atau tekanan darah sistolik. • Pasien minta berhenti. Relatif : • Perubahan ST atau QRS seperti perubahan segmen ST ≥ 3-4 mm, depresi functional atau perubahan aksis QRS. • Peningkatan rasa tidak enak di dada • Lelah, sesak napas, wheezing. • Target HR 100% sudah tercapai. LAMA TINDAKAN KOMPLIKASI • Penurunan tekanan darah. • Angina sedang sampai berat. • Pusing, sinkop sebagai akibat peningkatan gejala sistem saraf. • Sianosis atau pucat • Takikardia ventrikular. • Aritmia. • • Gangguan konduksi Iskemia miokard WEWENANG • RS Pendidikan : dokter spesialis penyakit dalam/PPDS Penyakit Dalam yang sudah melalui Divisi Kardiologi dengan supervisi dari konsultan kardivaskular • RS Non Pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam UNIT TERKAIT ICCU REFERENSI : 1. Sugiri. Elektrokardiografi Pada Uji Latih Jantung . In: Noer S, Waspadji A. Rachaman M, Lesmana LA, Widodo D, Isbagioh, etal, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I, edisi ketiga. Jakarta, Balai Penerbit FKUI ; 1996. p. 934-8. 2. Chaitman. Exercise Stress Testing. In : Braunwald E, eds. Heart Disease, 6th ed.