Editorial DERMATOTERAPI: APA SEBAIKNYA DAN YANG TIDAK PERLU DILAKUKAN Dermatoterapi merupakan hal penting atau merupakan mutiara (pearl) dalam praktik klinis, baik dokter maupun dokter spesialis, khususnya spesialis kulit dan kelamin. Saat ini beragam terapi baik medis (topikal dan sistemik), maupun nonmedis (skin-care), dan tindakan (bedah listrik, kimia, atau pisau). Semua terapi pasti ada keuntungan dan kerugiannya, terlebih pada bayi dan anak. Hal tersebut harus menjadi bahan pertimbangan dan terapi yang dipilih harus berbasis bukti (evidence based), baik berasal dari penelitian sendiri maupun hasil meta analisis. Pada bayi dan anak bila mungkin dipilih terapi noninvasif atau minimal invasif. Pemilihan terapi baik obat topikal maupun sistemik didasarkan kepada etiologi dan patogenesis penyakit, terapi kausal adalah terapi terbaik daripada simtomatis. Berdasarkan berbagai hasil penelitian terkini banyak mengubah kebijakan dalam dermatoterapi, seperti terapi kombinasi sistemik dan topikal, terapi topikal dengan berbagai vehikulum yang mempermudah penetrasi obat, serta terapi bedah maupun sinar (narrow bandUVB). Beberapa contoh disajikan dalam artikel MDVI kali ini. Etiopatogenesis dermatitis seboroik pada anak berbeda dengan pada orang dewasa. Hormon androgen pada bayi lebih berperan, sehingga dapat sembuh sendiri. Namun pada orang dewasa banyak faktor yang memengaruhi, antara lain Malassezia yeasts, hormones, sebum levels, immune response, neurogenic factors, dan external factors. Walaupun masih kontroversi berbagai penelitian lebih terfokus pada Malassezia yeasts species.1,2 Hasil penelitian Ford GP 1984,3 membuktikan ketokonazol yang lebih superior dibandingkan dengan terbinafin atau flukonazol. Begitupun terapi topikal ketokonazol hasilnya lebih baik dibandingkan dengan sampo selenium sulfide atau pirition zink. Sedangkan terapi NB-UVB, lebih sering menyebabkan kekambuhan setelah terapi dan berefek karsinogenik, sehingga tidak dianjurkan. Hingga kini topikal kortikosteroid masih dipakai untuk mengatasi inflamasi.3 Artikel penelitian lebih baru membuktikan terbinafin maupun flukonazol sama efektifnya dalam mengobati dermatitis seboroik orang dewasa.2 Selain itu, guna memperbaiki kulit kering bersisik ditawarkan pelembab yang ditambahkan bahan antiinflamasi. Beberapa penyakit virus sering menyerang anak bayi dan anak <5 tahun, di kulit, mukosa, dan genitalia. Walaupun dapat sembuh spontan, namun ada beberapa yang membingungkan pasien maupun orangtuanya. Sebagai contoh hand foot and mouthdisease (“flu Singapore”) yang disebabkan enterovirus, antara lain virus Coxsackie A16. Selain menyerang anak, juga dapat menyerang orang dewasa dengan gejala demam dan nyeri di telapak tangan dan kaki. Hingga saat ini tidak ada terapi yang spesifik, tetapi yang penting adalah tindakan preventif dengan menjaga kebersihan tangan. Hal yang sering membingungkan dan luput dari pengamatan dokter, adalah komplikasi pada jari tangan dan jari kaki, yaitu kuku dapat terlepas, dimulai dengan meledesis onikomedesis, namun tanpa terapi kuku dapat tumbuh kembali.4 Selain moluskum kontagiosum, kondiloma akuminatum kadang ditemukan pada bayi dan anak. The American Academy of Pediatrics merekomendasikan, bila ditemukan kondiloma akuminatum pada bayi dan anak prasekolah, harus dilakukan evaluasi secara medis dan termasuk wawancara terhadap orangtua atau pengasuhnya untuk kemungkinan sexual abuse. Terapi topikal sama dengan terapi pada orang dewasa, namun bila akan dilakukan terapi bedah, maka sebaiknya pada lesi tunggal dan setempat. Tindakan bedah pada anak harus berhati hati dengan segala konsekuensi akibat anestesi umum.5 Siti Aisah Boediardja Departemen IK Kulit dan Kelamin FKUI/RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta 124