PAPER Pengaruh Pemberian Mikoriza Glomus fasciculatum Terhadap Pertumbuhan Tanaman Euphorbia milii yang Ditumbuhkan Dalam Media Mengandung Logam Timbal (Pb) Dita Dwi Aprilia (1509 100 068) Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2013 Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian dosis mikoriza Glomus fasciculatum terhadap pertumbuhan tanaman Euphorbia milii serta pengaruhnya dalam mengakumulasi logam Pb dan efisiensi serapan pada tanaman E milii. Penelitian ini menggunakan variasi dosis mikoriza yaitu 0 gram mikoriza dan tanpa Pb (kontrol negatif), 0 gram mikoriza dengan Pb (kontrol positif), 5 gram mikoriza, 10 gram mikoriza, 15 gram mikoriza, 20 gram mikoriza, dan 25 gram mikoriza. Masingmasing tanaman yang diberi penambahan dosis mikoriza juga diberi penambahan Pb(NO3)2 dalam media sebanyak 200 mg/mg. Logam Pb yang digunakan berupa Pb(NO3)2. Jumlah perlakuan dalam penelitian ini adalah 7 perlakuan dengan 4 ulangan. Hasil penelitian menunjukkan dosis 25 gram mikoriza G. fasciculatum merupakan dosis yang paling berpengaruh terhadap pertumbuhan E. milii pada parameter tinggi tanaman, berat kering tanaman (akar,batang, dan daun), dan berpengaruh signifikan terhadap pembentukan bunga. Dosis 25 gram mikoriza G. fasciculatum juga meningkatkan efisiensi serapan Pb pada tanaman euphorbia serta meningkatkan akumulasi logam Pb pada akar tanaman euphorbia dan menghambat akumulasi Pb pada batang dan daun. Kata Kunci: Glomus fasciculatum, Euphorbia milii, Timbal Abstract The purposes of this research were to determine the effect of Glomus fasciculatum doses on Euphorbia milii growth and to determine the effect on the accumulation of Pb and absorption efficiency in E. milii plants. This research uses variations of mycorrhizal doses, i.e. 0 gram of mycorrhizae without Pb (negative control), 0 grams of mycorrhizae with Pb (positive control), 5 grams of mycorrhizae, 10 grams of mycorrhizae, 15 grams of mycorrhizae, 20 grams of mycorrhizae, and 25 grams of mycorrhizae. Every plant which has been given a dose of mycorrhizae also given Pb (NO3)2 to represent Pb content in the medium as much as 200 mg / mg. The amount of treatments in this research were 7 treatments with 4 replications. The result showed that 25 gram G. fasciculatum has the highest effect in several parameters i.e : plant’s height, plant’s dry weight (roots, stems, and leaves), and a significant effect on the formation of flowers and also increase the efficiency of Pb absorption in euphorbia plants, increase the accumulation of Pb in the roots, and inhibite the accumulation of Pb in stems and leaves. Keywords: Glomus fascicalatum, Euphorbia milii, Lead. PENDAHULUAN Aktivitas manusia dalam memenuhi kebutuhan hidup dapat menghasilkan dampak terhadap lingkungan. Dampak tersebut dapat berupa dampak negatif atau positif. Salah satu dampak negatif akibat aktivitas manusia adalah turunnya kualitas lingkungan hidup. Sebagai contoh turunnya kualitas tanah akibat pencemaran limbah yang dihasilkan oleh manusia, baik limbah rumah tangga, industri, maupun pertanian (Widaningrum et al, 2007). Limbah rumah tangga adalah limbah yang berasal dari dapur, kamar mandi, deterjen saat mencuci, dan limbah bekas industri rumah tangga. Menurut Esti and Sahar (2000) limbah merupakan buangan yang berbentuk cair, gas, dan padat. Dalam air limbah terdapat bahan kimia sukar untuk dihilangkan dan berbahaya. Soenarno (2011) juga menyatakan bahwa limbah adalah bahan sisa atau buangan yang dihasilkan dari suatu kegiatan dan proses produksi, baik pada skala rumah tangga, industri, pertambangan, dan sebagainya. Bentuk limbah tersebut dapat berupa gas dan debu, cair atau padat. Logam berat yang terdapat pada tanah dapat menyebabkan toksik pada tumbuhan. Hal ini akan berpengaruh terhadap ekosistem dan dapat mengganggu perkembangan dan pertumbuhan tanaman. Ion-ion logam berat dapat bereaksi secara spesifik dengan enzim dan senyawa pengikat logam berupa fitokhelatin yang dihasilkan oleh tanaman. Akibat adanya gangguan terhadap kerja enzim, maka akan mengganggu proses metabolisme pada tanaman. Logam timbal (Pb) sebagian besar diakumulasi oleh organ tanaman, yaitu daun, batang, akar dan akar umbi - umbian (bawang merah). Perpindahan timbal dari tanah ke tanaman tergantung komposisi dan pH tanah. Konsentrasi timbal yang tinggi (100-1000 mg/ kg) akan mengakibatkan pengaruh toksik pada proses fotosintesis dan pertumbuhan. Timbal hanya mempengaruhi tanaman bila konsentrasinya tinggi. Tanaman dapat menyerap logam Pb pada saat kondisi kesuburan dan kandungan bahan organik tanah rendah. Pada keadaan ini logam berat Pb akan terlepas dari ikatan tanah dan berupa ion yang bergerak bebas pada larutan tanah. Jika logam lain tidak mampu menghambat keberadaannya, maka akan terjadi serapan Pb oleh akar tanaman (Nopriani, 2011). Salah satu pilihan untuk mengatasi masalah kontaminasi limbah khususnya dalam skala rumah tangga yang mengandung logam berat seperti Pb dan atau kontaminasi lain adalah dengan proses remediasi atau pemulihan lahan yang tercemar dengan menggunakan tanaman sebagai agen remediasinya. Konsep pengolahan limbah secara biologis dengan menggunakan media tanaman dikenal dengan fitoremediasi. Fitoremediasi salah satu metode remediasi dengan mengandalkan pada peranan tumbuhan untuk menyerap, mendegradasi, mentransformasi dan mengimobilisasi bahan pencemar logam berat. Tanaman mempunyai kemampuan mengakumulasi logam berat yang bersifat esensial untuk pertumbuhan dan perkembangan (Hardiani, 2009). Usaha bioremidiasi tanah tercemar logam dapat dipercepat dengan tanaman bermikoriza, karena mikoriza dapat melindungi tanaman inang dari serapan unsur beracun tersebut melalui efek filtrasi, kompleksasi dan akumulasi. Dalam penelitian Aisyah et al (2009) menyatakan bahwa tingkat efisiensi penyerapan logam meningkat dengan adanya penambahan mikoriza, yaitu penyerapan logam Cu sebesar 0,150% pada media yang ditambahkan mikoriza dan 0,065% pada media yang tidak ditambahkan mikoriza. Mikoriza merupakan simbiosis mutualistis antara cendawan (myces) dan perakaran (riza) tumbuhan tingkat tinggi, dapat diinokulasikan secara tunggal dan campuran. Mikoriza mempunyai kemampuan untuk berasosiasi dengan hampir 90% jenis tanaman (Hartoyo et al, 2011). Menurut Rossiana (2003) menyatakan bahwa mikoriza dapat berperan sebagai biofertilizer, perbaikan struktur tanah, meningkatkan penyerapan hara dan membantu proses pelapukan, sedangkan secara tidak langsung, mikoriza dapat meningkatkan serapan air, hara, dan melindungi tanaman dari patogen akar dan unsur toksik seperti logam berat pada lahan pasca tambang. Mikoriza mampu menahan potensial toksik seperti logam berat oleh adanya komponen pada dinding selnya yang dapat mengikat unsur seperti Cu, Pb, Cd, dan lain-lain. Protein pada dinding sel jamur memiliki kemampuan dalam menyerap potensial toksik dengan cara menyimpannya dalam hifa. Khan (2006) menyatakan bahwa glomalin yang diproduksi oleh hifa mikoriza mampu menyimpan logam berat dan dapat digunakan sebagai fitostabilisasi. Koloni mikoriza di akar tanaman dapat menurunkan akumulasi logam di ujung atau tunas, sehingga tanaman dapat terlindungi dari efek logam berat. Koloni mikoriza di akar juga memilki fungsi yaitu pada tanah polutan yang biasanya memiliki nutrisi dan kadar air yang cukup rendah sehingga mikoriza ini dapat membantu dalam penyerapan tersebut. Kandungan logam berat paling tinggi terdapat di ujung atau tunas pada akar, hal ini mengindikasikan bahwa translokasi logam berat terjadi di akar yang mengandung mikoriza. Mekanisme ini disebut fitoekstraksi (Ghamdi et al, 2012). Mikoriza mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman karena dapat meningkatkan penyerapan nutrisi oleh tanaman. Mikoriza yang menginfeksi sistem perakaran tanaman inang akan memproduksi jalinan hifa secara intensif, sehingga tanaman bermikoriza akan mampu meningkatkan kapasitasnya dalam menyerap unsur hara dan air. Fosfor merupakan unsur hara utama yang diserap tanaman bermikoriza. Unsur hara fosfor pada tanaman berfungsi untuk memacu pertumbuhan akar, perkembangan jaringan meristem, mempercepat pembungaan dan pembuahan, serta sebagai bahan penyusun inti sel, lemak dan protein. Hifa mikoriza dapat mengeluarkan enzim phospatase yang mampu melepaskan fosfor dari ikatan- ikatan spesifik, sehingga tersedia bagi tamanan (Rossiana, 2003). Dalam penelitian ini spesies mikoriza yang digunakan adalah Glomus fasciculatum. Menurut Kamla (2007) G. fasciculatum dapat hidup di tanah ultisol yang mana tanah ini memiliki tingkat kesuburan yang rendah, pH rendah, kandungan N, P, K, Ca, Mg, S, dan mikroorganisme yang rendah pula serta kandungan Al dan Fe yang tinggi sehingga membahayakan bagi pertumbuhan tanaman. Sastrahidayat (2011) menyatakan bahwa G. fasciculatum berkembang paling baik di kondisi tanah yang masam. Tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah Euphorbia yang merupakan salah satu famili Euphorbiaceae yang mempunyai lebih dari 2000 spesies. Famili ini tumbuh tersebar di daerah tropis, mulai dataran rendah hingga dataran tinggi. Tanaman yang tergolong sukulen dan menyerupai kaktus ini sangat menyukai sinar matahari, sehingga akan menampilkan bunga yang semarak apabila diletakkan di tempat yang terbuka dengan penyinaran matahari penuh dan memiliki nilai keindahan dan estetika apabila ditanam di suatu taman (Kumala, 2010). Famili Euphorbiaceae merupakan bioakumulator yang baik dalam mengakumulasi logam Pb, Zn, Ni, Cu, dan Cd, selain itu tanaman ini efektif untuk detoksifikasi tanah dan sebagai fitoremediasi bagi tanah yang tercemar oleh logam berat. Konsentrasi penyerapan logam berat oleh tanaman euphorbia spesies Euphorbia cheiradenia mampu menyerap Pb dengan konsentrasi 1138 ppm dan E. macrolada 81,67 ppm (Chehregani and Malayeri, 2007). Dalam penelitian ini tanaman Euphorbia milii berasosiasi dengan mikoriza G. fasciculatum yang ditumbuhkan pada media mengandung logam berat Pb. Hal ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dosis pemberian mikoriza terhadap pertumbuhan tanaman euphorbia (tinggi tanaman, berat kering, serta pembentukan bunga) dan pengaruh pemberian dosis mikoriza terhadap akumulasi logam Pb pada akar, batang, dan daun serta efisiensi serapannya pada tanaman euphorbia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian dosis mikoriza G. fasciculatum terhadap pertumbuhan tanaman Euphorbia milii (tinggi tanaman, berat kering tanaman serta pembentukan bunga) yang ditumbuhkan pada media mengandung logam Pb serta pengaruh pemberian dosis mikoriza terhadap akumulasi logam Pb pada akar, batang, dan daun serta efisiensi serapannya pada tanaman euphorbia. METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember 2012 sampai dengan April 2013 di laboratorium Botani dan Greenhouse Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya. Alat dan Bahan Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu polybag, pipet, gelas obyek, kaca penutup, cawan petri, bak tanam, sprayer, termometer, soil tester, oven, neraca analitik, mikroskop, dan ICP (Inductively Coupled Plasma). Bahan-bahan yang digunakan yaitu bibit Euphorbia (Euphorbia milii) yang diperoleh dari Balai Penelitian Tanaman Hias Cianjur (BALITHI), mikoriza Glomus fasciculatum dalam bentuk campuran yang diperoleh dari Jurusan Hama Penyakit Tanaman Universitas Brawijaya Malang, tanah taman, pasir, pupuk NPK, air, KOH 2,5%, HCl 2%, trypan blue 0,25% dan logam berat Pb(NO3)2. Cara Kerja Analisis Sifat Fisik dan Kimia Tanah Analisis sifat fisik dan kimia tanah dilakukan di Jurusan Tanah Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya, Malang. Sampel tanah yang dianalisa merupakan campuran dari tanah taman dan pasir dengan perbandingan 2 : 1. Sampel tanah tersebut dianalisa sebanyak 3 kali ulangan, masing–masing ulangan sebanyak ± 250 gram (Nurhayati, 2010). Sifat fisik yang diukur adalah tekstur tanah, pH tanah, dan suhu tanah. Sedangkan sifat kimia tanah yang diukur adalah kandungan bahan organik (C-organik), kandungan NPK, dan kadar air (Sastrahidayat, 2011). Uji Viabilitas Mikoriza Uji viabilitas mikoriza dilakukan pada tanaman jagung yang diperoleh dari Trubus Surabaya dan tanaman Euphorbia yang diperoleh dari Balai Penelitian Tanaman Hias Cianjur (BALITHI). Inokulum mikoriza yang digunakan berupa inokulum campuran dengan spesies Glomus fasciculatum yang diperoleh dari Jurusan Hama dan Penyakit Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya Malang. Mikoriza tersebut digunakan untuk perlakuan dosis dengan kelipatan 2, yaitu 2 gram, 4 gram, 6 gram, 8 gram, dan 10 gram. Masing – masing perlakuan dosis inokulum tersebut diberikan pada benih jagung dan bibit euphorbia yang ditanam pada media tanam sebanyak 200 gram di dalam polybag. Masing – masing polybag diberi label dengan perlakuan. Inokulum mikoriza dimasukkan pada kedalaman 2 – 3 cm dari permukaan tanah, lalu ditutup dengan tanah. Selanjutnya, dimasukkan benih sedalam 1 cm dari atas permukaan tanah pada lubang yang sama ketika mikoriza dimasukkan. Setiap perlakuan diulang sebanyak 2 kali ulangan (Imas et al, 1989). Tanaman ditumbuhkan selama 1 bulan. Setelah 1 bulan dilakukan pengamatan infeksi mikoriza dengan membuat preparat akar semi permanen. Akar tanaman dibersihkan dan di potong sepanjang 1 cm menggunakan scalpel. Kemudian akar dicuci dengan air dan dimasukkan ke dalam tabung film lalu ditambahkan KOH 10% kemudian dipanaskan dalam oven pada suhu 95˚C selama 60 menit. Setelah itu KOH dibuang dan ditambahkan H2O2 yang selanjutnya dibuang dan dibilas dengan air. Kemudian diberi HCl 5% selama 5 menit. Setelah itu HCl dibuang dan ditambahkan lactophenol tryphan blue (LTB) dan dipanaskan dalam oven 85˚C selama 30 menit. Setelah pemanasan tersebut, LTB dibuang dan akar dibilas dengan air. Kemudian ditambah lactogliserol hanya dibilas (Sastrahidayat, 2011). Potongan akar disusun pada kaca preparat kemudian ditetesi larutan lactogliserol dan ditutup dengan kaca penutup. Pemilihan potongan akar dilakukan secara acak sebanyak 10 potongan. Preparat ini kemudian diamati menggunakan mikroskop. Persen infeksi mikoriza dihitung dari jumlah akar yang terinfeksi dari 10 potongan akar yang diamati. Pengamatan dilakukan menggunakan mikroskop. Akar yang terinfeksi mikoriza ditandai dengan adanya vesikel atau arbuskula dalam korteks akar tanaman. Mikoriza dikatakan viable jika mempunyai persentase infeksi sebesar 50%. Persen infeksi mikoriza dihitung berdasarkan rumus (Alkareji, 2008) : Penyiapan Media Tanam Media yang digunakan adalah tanah dan pasir dengan perbandingan (2 : 1). Sterilisasi tanah dengan fumigasi dengan formalin 5%. Adapun sterilisasi tanah dilakukan dengan cara menuangkan 75 ml formalin 5% dalam masingmasing pot yang berisi 3 kg tanah, diaduk merata, kemudian tanah dibungkus dengan plastik selama 7 hari dan setelah itu bungkus plastik dibuka, selanjutnya pot dihawakan selama 7 hari (Astiko, 2009). Penyiapan Tanaman Tanah yang sudah disterilkan ditambahkan pupuk NPK sebanyak 3 gram setiap polybag. Bibit Euphorbia dimasukkan dalam polybag yang berisi 3 kg media tanaman. Setiap polybag berisi 1 bibit Euphorbia. Kemudian dilakukan penyiraman setiap 1 kali sehari tergantung keadaan cuaca untuk menjaga kelembaban media. Bibit Euphorbia (E. milii) diadaptasi di lingkungan yang baru selama 1 minggu. Pembuatan Bioreaktor dan Perawatan Tanaman Pembuatan Bioreaktor Media tanam yaitu tanah : pasir (2 : 1) dengan massa 3 kg dimasukkan ke dalam polybag dan diaduk sampai rata sambil ditambahkan logam berat Pb(NO3)2 dengan dosis 200 mg/kg. Untuk perlakuan dengan penambahan mikoriza, tanaman Euphorbia yang telah diadaptasi sebelumnya diinfeksi dengan spora G. fasciculatum. Dosis mikoriza yang diinokulasikan sesuai dengan perlakuan (lihat tabel 1). Inokulasi mikoriza dilakukan dengan menggunakan sistem lapisan. Media tanam diambil dengan ketebalan 1 cm, kemudian di atasnya dilapisi inokulum mikoriza dengan konsentrasi sesuai perlakuan kemudian dilapisi lagi dengan media tanam. Tanaman E. milii kemudian dimasukkan ke dalam media. Tanaman diberi pupuk NPK sebanyak 3 gram dan kemudian ditumbuhkan pada rumah kaca selama 3 bulan (Tauchid, 2011). Pengairan dan Pemupukan Seluruh bioreaktor disirami dengan air secukupnya setiap pengairan. Penyiraman tanaman dilakukan setiap hari sekali. Pemupukan dengan menggunakan pupuk NPK dilakukan hanya sekali ketika penanaman pertama sebanyak 3 gram (Tauchid, 2011). Pengukuran Berat Kering Tanaman Pengukuran berat kering dilakukan pada akar, batang, dan daun tanaman. Pengukuran berat kering dilakukan setelah tanaman dipanen yaitu 12 minggu setelah tanam. Bagian tanaman dipisahkan sehingga diperoleh 3 bagian tanaman yaitu akar, batang, dan daun. Akar kemudian dicuci dengan air di dalam beaker glass dan bilas kembali menggunakan aquades. Akar yang telah dicuci lalu diletakkan di antara kertas saring menggunakan pinset untuk menyerap sisa – sisa air cucian. Kemudian setelah air terserap, dilakukan penimbangan berat basah dengan menggunakan neraca analitik. Perlakuan yang sama juga dilakukan pada batang dan daun. Selanjutnya akar, batang, dan daun tersebut dikeringkan pada suhu 70oC di dalam oven selama 2 hari. Akar, batang, dan daun yang telah benar – benar kering kemudian ditimbang menggunakan neraca analitik sehingga dipeoleh berat kering akar, batang, dan daun tanaman tersebut (Sastrahidayat, 2011). Pengukuran pertumbuhan tanaman Pengukuran pertumbuhan tanaman dilakukan dengan mengukur tinggi tanaman E. milii. Pengukuran tinggi tanaman dilakukan setiap 1 minggu sekali selama 3 bulan. Tinggi diukur dari permukaan media sampai pangkal pertumbuhan daun yang paling muda (Alkareji, 2008). Pengamatan Morfologi dan Jumlah Bunga Pengamatan morfologi dan jumlah bunga dilakukan setelah 3 bulan masa penanaman. Pengamatan morfologi bunga dilakukan dengan cara melihat warna bunga yang terbentuk, ukuran bunga secara deskriptif, dan menghitung jumlah bunga yang terbentuk dalam satu tanamana secara kualitatif. Perhitungan Infeksi Mikoriza G. fasciculatum Perhitungan infeksi mikoriza pada akar euphorbia dilakukan dengan dibuat terlebih dahulu preparat akar semi permanen. Persen infeksi mikoriza dihitung dari jumlah akar yang terinfeksi dari 10 potongan akar yang diamati dari masing - masing tanaman. Pengamatan dilakukan menggunakan mikroskop. Akar yang terinfeksi mikoriza ditandai dengan adanya vesikel atau arbuskula dalam korteks akar tanaman. Persen infeksi mikoriza dihitung berdasarkan rumus (Alkareji, 2008) : Analisis Hasil Uji Logam Pb Potensi tanaman sebagai remidiator dilakukan dengan menghitung akumulasi dalam akar, batang, daun dan efisiensi akumulasi oleh tanaman dengan menggunakan ICP (Inductively Coupled Plasma) serta menghitung kandungan logam berat Pb dalam tanah, baik tanah sebelum perlakuan maupun tanah setelah perlakuan, dengan menggunakan rumus sebagai berikut: (Hardiani, 2009). Rancangan Penelitian Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL). Perlakuan yang dilakukan adalah dengan memberikan dosis mikoriza yang berbeda-beda pada tanaman Euphorbia, yaitu 0 gram, 5 gram, 10 gram, 15 gram, 20 gram dan 25 gram. Masing-masing perlakuan diulang sebanyak 4 kali. Berikut adalah tabel rancangan penelitian: Tabel 1. Rancangan penelitian Perlakuan Ulangan A 1 A1 2 A2 3 A3 4 A4 B B1 B2 B3 B4 C C1 C2 C3 C4 D D1 D2 D3 D4 E E1 E2 E3 E4 F F1 F2 F3 F4 G G1 G2 G3 G4 Keterangan : A = Perlakuan tanpa mikoriza dan tanpa logam Pb B = Perlakuan tanpa mikoriza dengan logam Pb C = Perlakuan dengan pemberian dosis mikoriza 5 gram D = Perlakuan dengan pemberian dosis mikoriza 10 gram E = Perlakuan dengan pemberian dosis mikoriza 15 gram F = Perlakuan dengan pemberian dosis mikoriza 20 gram G = Perlakuan dengan pemberian dosis mikoriza 25 gram Setiap perlakuan dilakukan pengulangan sebanyak 4 kali. Analisis statistika menggunakan ANOVA one-way pada taraf signifikan (α) 0.05 untuk mengetahui sidik ragamnya. Jika hasil berbeda nyata maka analisis statistik akan dilanjutkan menggunakan uji Duncan. Hipotesa awal dianalisa pada masing – masing parameter pengamatan, hipotesanya adalah sebagai berikut : a) H0 = Pemberian mikoriza Glomus fasciculatum tidak berpengaruh efektif pada tinggi tanaman Euphorbia milii dalam mengakumulasi logam berat Pb H1 = Pemberian mikoriza Glomus fasciculatum berpengaruh efektif pada tinggi tanaman Euphorbia milii dalam mengakumulasi logam berat Pb b) H0 = Pemberian mikoriza Glomus fasciculatum tidak berpengaruh efektif pada biomassa akar, batang dan daun tanaman Euphorbia milii dalam mengakumulasi logam berat Pb H1 = Pemberian mikoriza Glomus fasciculatum berpengaruh efektif pada biomassa tanaman Euphorbia milii dalam mengakumulasi logam berat Pb c) H0 = Pemberian mikoriza Glomus fasciculatum tidak berpengaruh efektif pada morfologi dan jumlah bunga Euphorbia milii dalam mengakumulasi logam berat Pb H1 = Pemberian mikoriza Glomus fasciculatum berpengaruh efektif pada morfologi dan jumlah bunga Euphorbia milii dalam mengakumulasi logam berat Pb d) H0 = Pemberian mikoriza Glomus fasciculatum tidak berpengaruh efektif pada akumulasi logam Pb di akar, batang dan daun tanaman Euphorbia milii H1 = Pemberian mikoriza Glomus fasciculatum berpengaruh efektif pada akumulasi logam Pb di akar, batang dan daun tanaman Euphorbia milii e) H0 = Pemberian mikoriza Glomus fasciculatum tidak berpengaruh efektif pada efesiensi penyerapan logam Pb oleh tanaman Euphorbia milii H1 = Pemberian mikoriza Glomus fasciculatum berpengaruh efektif pada efesiensi penyerapan logam Pb oleh tanaman Euphorbia milii PEMBAHASAN Pengaruh Pemberian Mikoriza Glomus fasciculatum dan logam Pb Pada Tanaman Euphorbia milii Uji viabilitas mikoriza Glomus fasciculatum dilakukan sebelum melakukan penelitian. Hal ini bertujuan untuk mengetahui mikoriza yang digunakan masih dapat menginfeksi akar tanaman atau tidak (viable). Uji viabilitas dilakukan pada jagung dan euphorbia. Persentase infeksi mikoriza G. fasciculatum pada tanaman jagung adalah 60%80% sedangkan pada tanaman euphorbia sebesar 50%-80%. Hal ini dapat dilihat pada tabel sebagai berikut : Tabel 2. Persentase mikoriza G. fasciculatum pada tanaman jagung dan euphorbia setelah 1 bulan penanaman Perlakuan 2 gram Persentase infeksi mikoriza (%) Jagung Euphorbia 60 50 4 gram 60 60 6 gram 70 60 8 gram 80 70 10 gram 80 80 Keterangan : Pada tiap 1 gram mengandung 5 spora G. fasciculatum mikoriza Pada tabel di atas menunjukkan bahwa pemberian mikoriza 2-10 gram pada tanaman jagung dan euphorbia dapat menginfeksi akar tanaman lebih dari 50%. Uji viabilitas dilakukan pada jagung untuk mengetahui hidup atau tidaknya mikoriza tersebut. Selain itu jagung memiliki perakaran serabut yang lunak sehingga mikoriza dapat mudah menginfeksi akar. Dari hasil uji viabilias mikoriza tersebut dapat diketahui bahwa mikoriza G. fasciculatum dapat beradaptasi pada tanaman sehingga dapat menginfeksi tanaman Euphorbia milii. Menurut Sastrahidayat (2011), mikoriza dikatakan viable apabila presentase infeksinya diatas 50%. Berdasarkan uji ANOVA didapatkan bahwa persentase infeksi mikoriza dari G. fasciculatum pada akar tanaman E. milii berpengaruh sehingga dilakukan uji lanjutan Duncan yang menunjukkan bahwa penambahan mikoriza pada media tanam berpengaruh nyata terhadap persentase infeksi mikoriza pada akar tanaman euphorbia. Pengamatan infeksi akar baik infeksi mikoriza dilakukan setelah panen dan dilakukan pewarnaan akar. Berikut merupakan hasil pengamatan infeksi akar euphorbia menggunakan uji Duncan : Tabel 3. Rata-rata persentase infeksi mikoriza G. fasciculatum pada tanaman E. milii umur 12 minggu Perlakuan Perlakuan 1 0 Gram mikoriza + 0 ppm Pb(NO3)2 Perlakuan 2 0 Gram mikoriza + 200 ppm Pb(NO3)2 Perlakuan 3 5 Gram mikoriza + 200 ppm Pb(NO3)2 Perlakuan 4 10 Gram mikoriza + 200 ppm Pb(NO3)2 Perlakuan 5 15 Gram mikoriza + 200 ppm Pb(NO3)2 Perlakuan 6 20 Gram mikoriza + 200 ppm Pb(NO3)2 Perlakuan 7 25 Gram mikoriza + 200 ppm Pb(NO3)2 mikroskopis akar yang terinfeksi mikoriza G. fasciculatum : Persentase infeksi G. fasciculatum (%) 0a 0a 37,5 b 52,5 bc 52,5 bc 67,5 cd 80 d Keterangan : Huruf yang berbeda pada kolom menunjukkan pengaruh berbeda nyata dalam uji lanjut Duncan pada selang kepercayaan 95% dan tiap 1 gram mikoriza mengandung 5 spora G. fasciculatum. Gambar 5. Grafik persentase infeksi mikoriza G. fasciculatum Tabel di atas menunjukkan bahwa persentase infeksi mikoriza G. fasciculatum yang tertinggi adalah pada akar dengan perlakuan mikoriza 25 gram yaitu sebesar 80% sedangkan persentase terendah yaitu pada perlakuan tanpa mikoriza yaitu 0%. Hal itu dikarenakan media tanam yang digunakan telah dilakukan sterilisasi terlebih dahulu sehingga besar kemungkinan tidak mikroorganisme lain di dalamnya. Dari grafik di atas diduga semakin banyak mikoriza yang ditambahkan maka makin tinggi persentasenya. Data persentase infeksi mikoriza menunjukkan bahwa semakin besar dosis mikoriza yang diberikan semakin besar pula persentase mikoriza. Berikut ini gambar Gambar 6. Gambar mikroskopis mikoriza G. fasciculatum arbuskular (A), spora (B), dan hifa (C) Pengamatan akar mikroskopis tanaman euphorbia dilakukan dengan perbesaran 400X. Pada gambar tersebut terlihat adanya arbuskular, spora, dan hifa. Arbuskular (gambar A) merupakan hifa yang struktur dan fungsinya untuk penyerapan hara dan air maupun untuk penetrasi. Ciri khusus mikoriza arbuskular adalah berada di dalam sel akar inang, hifa tidak bersekat serta adanya vesikula dan arbuskular. Hifa yang berada di dalam sel akar inang merupakan titik awal penetrasi dan hubungan langsung dengan hifa yang berada di luar akar. Arbuskular berfungsi sebagai alat transfer nutrisi antara jamur dengan inangnya, sedangkan vesikel dibentuk pada ujung hifa di dalam jaringan inang dan berfungsi sebagai tempat cadangan makanan. Spora (gambar B) mikoriza terlihat berbentuk bulat lonjong dan berwarna kuning kecoklatan. Spora merupakan propagul yang bertahan hidup dibandingkan dengan hifa yang ada di dalam akar tanah. Spora terdapat pada ujung hifa eksternal dan dapat hidup selama berbulan-bulan, bahakan bertahun-tahun. Hifa (gambar C) mikoriza terlihat berwarna biru dan menjulur panjang. Hifa mikoriza ini terlihat berbeda jika dibandingkan dengan jaringan lain pada jaringan akar tanaman. Hifa tersebut muncul dari spora kemudian memanjang dan berpenetrasi secara lateral hingga menembus korteks dan empulur (Sastrahidayat, 2011). Persentase infeksi akar tanaman yang diinokulasi mikoriza lebih tinggi daripada yang tidak diinokulasi, hal ini mengindikasikan keberhasilan inokulasi. Penyerapan unsur-unsur mikro oleh tanaman bermikoriza bergantung kepada beberapa faktor, yaitu kondisi fisikkimia tanah, tingkat kesuburan tanah, pH, jenis tanaman, serta konsentrasi unsur-unsur mikro di dalam tanah. Mikoriza membutuhkan kondisi lingkungan yang sesuai. Keberhasilan inokulasi mikoriza tidak hanya berdasarkan kecocokan dengan tanaman inang, namun juga harus sesuai dengan kondisi tanah atau medium tanam. Hal ini berkaitan dengan hasil uji analisa fisik dan kimia media tanam yang dilakukan sebelum penelitian. Berikut merupakan tabel hasil analisa fisik dan kimia media tanam : Tabel 4. Hasil analisa media tanam sebelum diaplikasikan Parameter Nilai N 0,01 - 0,02 % P 8,65 - 9,29 mg/kg K 0,19 - 0,27 me/100gr pH Pb 6,2 - 6,3 1,973 - 1,981 mg/kg Kelembaban 20,41 - 22,35 % Tabel di atas menunjukkan hasil analisa yang diperoleh kandungan N termasuk sangat rendah yaitu 0,01% – 0,02%, kandungan P termasuk sangat rendah yaitu 8,65% – 9,29%, dan untuk kandungan K termasuk rendah yaitu 0,19% – 0,27%. pH tanah berkisar antara 6,2 hingga 6,3 dan kelembaban berkisar 20,41% – 22,35%. Media tanah yang digunakan memiliki unsur hara rendah dan kurang baik untuk pertumbuhan tanaman. Kondisi tanah yang memiliki kandungan N, P, dan K yang rendah dapat mengoptimalkan kerja mikoriza dalam penyerapan unsur hara. Pada penelitian ini ditambahkan 3 gram pupuk dalam setiap media tanam. Berdasarkan penelitian Rosliani and Hilman (2005) menyatakan bahwa pemberian P pada dosis yang lebih tinggi dalam tanah dapat menurunkan kolonisasi, infeksi, dan produksi hifa oleh mikoriza dan pada pH netral dengan kadar P tanah tinggi, produksi eksudat oleh akar tanaman kurang sehingga perkembangan infeksi mikoriza pada akar juga berkurang. Margarettha (2010) juga menyebutkan bahwa pada tanah dengan kandungan unsur P alam rendah, secara teoritis mempunyai kandungan mikoriza yang mampu berasosiasi dengan akar tanaman yang tumbuh di sekelilingnya, karena tingkat kolonisasi mikoriza adalah berbanding terbalik dengan tingkat ketersediaan P dalam tanah. Demikian juga hasil penelitian Zulaikha and Gunawan (2006) bahwa aktivitas dan perkembangan mikoriza sangat dipengaruhi oleh tingkat pemupukan fosfat karena penambahan pupuk fosfat dapat menurunkan aktivitas mikoriza. Asosiasi simbiotik antara mikoriza dan akar tanaman banyak ditemui di lingkungan alami dan dapat menghasilkan berbagai keuntungan untuk tanaman inang. Termasuk di antaranya adalah, membantu meningkatkan penyerapan unsur - unsur hara dan nutrisi yang penting bagi tanaman meningkatkan ketahanan tanaman terhadap kekeringan dan kelembaban yang ekstrim, membantu mengakumulasi zat zat atau unsur – unsur yang beracun bagi tanaman, memproteksi dari serangan patogen penyebab penyakit, membantu meningkatkan pertumbuhan tanaman terutama di daerah yang kondisinya sangat miskin hara, pH rendah, dan kurang air, pertumbuhan daun serta pertumbuhan dan kualitas buah (Uyun, 2006). Hasil uji ANOVA menunjukkan bahwa perlakuan penambahan mikoriza pada media tanam berpengaruh terhadap tinggi tanaman euphorbia sehingga dilakukan uji lanjutan Duncan yang menunjukkan bahwa penambahan mikoriza pada media tanam berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman euphorbia. Tinggi tanaman diamati 1 minggu sekali selama 12 minggu. Pada minggu ke–2 belum terlihat perbedaan yang signifikan terhadap tinggi tanaman pada masing – masing tanaman yang diberi perlakuan dosis mikoriza yang berbeda. Hal ini disebabkan pada minggu ke–1, G. fasciculatum belum menginfeksi akar tanaman euphorbia. Hasil tersebut sesuai dengan Sastrahidayat (2008) yang menyatakan bahwa mikoriza baru mulai terbentuk pada 2-3 hari dan memerlukan waktu 2 – 3 minggu untuk menginfeksi akar tanaman, sehingga sangat dimungkinkan pada minggu ke-1 belum terjadi perbedaan tinggi tanaman secara signifikan. Berikut merupakan hasil pengamatan tinggi tanaman euphorbia pada uji Duncan : Tabel 5. Pengaruh pemberian mikoriza G. fasciculatum terhadap tinggi (cm) tanaman E. milii Minggu ke- Perlakuan Perlakuan 1 0 Gram mikoriza + 0 ppm Pb(NO3)2 Perlakuan 2 0 Gram mikoriza + 200 ppm Pb(NO3)2 Perlakuan 3 5 Gram mikoriza + 200 ppm Pb(NO3)2 Perlakuan 4 10 Gram mikoriza + 200 ppm Pb(NO3)2 Perlakuan 5 15 Gram mikoriza + 200 ppm Pb(NO3)2 Perlakuan 6 20 Gram mikoriza + 200 ppm Pb(NO3)2 Perlakuan 7 25 Gram mikoriza + 200 ppm Pb(NO3)2 1 4 8 12 23,25 b 23,875 bc 24,75 bc 26 bc 16,375 a 17 a 17,5 a 18,125 a 20,375 ab 20,875 ab 21,5 ab 22,25 ab 21,125 ab 22,375 bc 23 bc 24,25 bc 23 b 24 bc 24,625 bc 25,375 bc 23 b 24,375 bc 25,375 bc 27 bc 25,875 b 26,625 c 27,5 c 28,75 c Keterangan : Huruf yang berbeda pada kolom menunjukkan pengaruh berbeda nyata dalam uji lanjut Duncan pada selang kepercayaan 95% dan tiap 1 gram mikoriza terdapat 5 spora G. fasciculatum. Gambar 7. Grafik rata-rata tinggi tanaman E. milii Tabel di atas menunjukkan pada minggu ke-4 tinggi euphorbia pada perlakuan tanpa mikoriza berbeda nyata dengan perlakuan penambahan dosis mikoriza. Pada perlakuan kontrol positif (0 gram mikoriza 200 ppm Pb) juga berbeda nyata dengan perlakuan kontrol negatif (0 gram mikoriza 0 ppm Pb) dan pada perlakuan kontrol positif berbeda nyata dengan perlakuan 10, 15, 20, dan 25 gram. Namun, pada tiap dosis mikoriza tidak berbeda nyata. hasil yang sama juga ditunjukkan pada minggu ke-8 dan minggu ke-12 yaitu adanya perbedaan yang nyata antara perlakuan tanpa mikoriza dengan perlakuan penambahan dosis mikoriza. Hal ini dikarenakan tanaman euphorbia memiliki pertumbuhan yang lambat dan memiliki batang tidak berkayu tetapi jika tumbuh membesar akan mengeras serta memiliki duri pada batangnya. Selain itu, euphorbia merupakan tanaman dikotil yang pada akar dan daunnya terdapat kambium pembuluh dan kambium gabus yang menyebabkan pertumbuhan menebal dan melebar jauh dari apeks (Kumala, 2010). Mikoriza mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman karena dapat meningkatkan penyerapan nutrisi oleh tanaman. Mikoriza yang menginfeksi sistem perakaran tanaman inang akan memproduksi jalinan hifa secara intensif, sehingga tanaman bermikoriza akan mampu meningkatkan kapasitasnya dalam menyerap air dan unsur hara. Ukuran hifa yang halus akan memungkinkan hifa bisa menyusup ke pori-pori tanah yang paling kecil (mikro), sehingga hifa bisa menyerap air pada kondisi kadar air yang sangat rendah. Dengan adanya peran mikoriza dalam membantu penyerapan air dan unsur hara, maka sel tumbuhan akan cepat tumbuh dan berkembang, sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan tinggi tanaman (Rossiana, 2003). Serapan unsur hara yang optimal dapat memaksimalkan aktivitas metabolisme tanaman. Peningkatan aktivitas pertumbuhan tanaman tentunya akan meningkatkan berat kering tanaman tersebut secara keseluruhan. Hal ini dapat terjadi karena adanya kemampuan akar bermikoriza dalam menyerap unsur hara dan air. Tanaman bermikoriza memiliki berat kering yang lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman tidak bermikoriza (Delvian, 2005). Berdasarkan hasil uji Anova berat kering tanaman (berat kering akar, berat kering batang, dan berat kering daun) didapatkan bahwa dosis mikoriza pada masing-masing perlakuan memberikan pengaruh. Oleh karena itu dilakukan uji lanjutan dengan menggunakan uji Duncan. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa berat kering akar, batang, dan daun tanaman tertinggi pada perlakuan penambahan mikoriza 20 gram dan 25 gram dan berat kering terendah pada perlakuan tanpa mikoriza dengan Pb. Dari hasil uji tersebut diketahui bahwa pada perlakuan tanpa mikoriza dengan Pb dan dosis 25 gram menunjukkan pengaruh berbeda nyata. Hal ini dapat ditunjukkan pada tabel 2 dan gambar 1 sebagai berikut : Tabel 6. Pengaruh pemberian mikroiza G. fasciculatum terhadap berat kering akar, batang, dan daun tanaman E. milii umur 12 minggu Perlakuan Perlakuan 1 0 Gram mikoriza + 0 ppm Pb(NO3)2 Perlakuan 2 0 Gram mikoriza + 200 ppm Pb(NO3)2 Perlakuan 3 5 Gram mikoriza + 200 ppm Pb(NO3)2 Perlakuan 4 10 Gram mikoriza + 200 ppm Pb(NO3)2 Perlakuan 5 15 Gram mikoriza + 200 ppm Pb(NO3)2 Perlakuan 6 20 Gram mikoriza + 200 ppm Pb(NO3)2 Perlakuan 7 25 Gram mikoriza + 200 ppm Pb(NO3)2 Berat Kering (gram) Akar Batang Daun 0,3375 ab 3,3975 ab 0,42 ab 0,2525 a 2,7 a 0,3375 a 0,3675 ab 4,1475 ab 0,4625 bc 0,46 abc 4,6875 ab 0,515 bcd 0,57 abc 6,0675 abc 0,5625 cd 0,65 bc 7,0975 bc 0,62 de 0,7625 c 8,6875 c 0,7125 e Keterangan : Huruf yang berbeda pada kolom menunjukkan pengaruh berbeda nyata dalam uji lanjut Duncan pada selang kepercayaan 95% dan tiap 1 gram mikoriza terdapat 5 spora G. fasciculatum. Gambar 8. Grafik rata-rata berat kering akar, batang, dan daun Berat kering akar terendah terdapat pada perlakuan tanpa mikoriza dengan Pb yaitu 0,2525 gram dan berat kering tertinggi akar pada perlakuan mikoriza dosis 25 gram yaitu 0,7625 gram. Berat kering akar tanpa mikoriza dengan Pb berpengaruh nyata dengan mikoriza dosis 25 gram. Sedangkan pada perlakuan dosis masingmasing tidak berpengaruh nyata. Hasil pada tabel di atas menunjukkan bahwa penambahan mikoriza memberikan pengaruh lebih baik terhadap berat kering akar tanaman euphorbia. Berat kering akar pada perlakuan tanpa mikoriza dengan Pb yaitu 0,2525 gram lebih rendah dari perlakuan tanpa mikoriza tanpa Pb yaitu 0,3375 gram, namun tidak menunjukkan adanya perbedaan yang nyata. Hal ini sesuai dengan penelitian Sastrahidayat (2011) bahwa selama pertumbuhan sel-sel akar akan mengalami pembelahan sel berulang-ulang dan sel tersebut akan bertambah panjang sehingga mempengaruhi besarnya berat kering akar tersebut. Delvian (2005) juga menyatakan bahwa tanaman yang bermikoriza mempunyai berat kering yang lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman yang tidak bermikoriza. Mikoriza tidak hanya meningkatkan berat kering tanaman tetapi juga sekaligus mempengaruhi berat kering akar. Berat kering batang juga menunjukkan hasil yang sama dengan berat kering akar yaitu berat kering terendah pada perlakuan tanpa mikoriza dengan Pb yaitu 2,7 gram dan berat kering tertinggi pada perlakuan mikoriza dosis 25 gram yaitu 8,6875 gram. Berat kering batang tanpa mikoriza dengan Pb berpengaruh nyata dengan mikoriza dosis 25 gram. Sedangkan pada perlakuan dosis masing-masing tidak berpengaruh nyata. Hasil tersebut juga menunjukkan bahwa penambahan mikoriza memberikan pengaruh lebih baik terhadap berat kering batang tanaman euphorbia. Semakin tinggi dosis mikoriza yang diberikan, semakin besar berat kering batang yang dihasilkan. Berat kering pada perlakuan tanpa mikoriza dengan Pb dan perlakuan tanpa mikoriza tanpa Pb tidak menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata. Hal ini sesuai dengan penelitian Sastrahidayat (2011) menyatakan bahwa infeksi mikoriza dapat membantu tanaman dalam menyediakan nutrisi yang diperlukan untuk pertumbuhan dan pemanjangan sel-sel batang. Peningkatan pertumbuhan tanaman bermikoriza disebabkan meningkatnya kegiatan fisiologis tanaman dalam pengambilan nutrisi di tanah. Mikoriza berperan meningkatkan penyerapan nutrisi dalam tanah dan kandungan hormon pertumbuhan tanaman. Aktivitas hormon auksin dapat menambah pengembangan sel-sel di daerah meristem sehingga sel tersebut menjadi lebih panjang dan berkembang. Hasil pada berat kering daun juga menunjukkan hasil yang sama dengan berat kering akar dan batang yaitu berat kering tertinggi pada perlakuan dosis mikoriza 25 gram yaitu 0,7125 gram dan berat kering terendah pada perlakuan kontrol positif yaitu 0,3375 gram. Hasil tersebut juga menunjukkan bahwa penambahan mikoriza memberikan pengaruh lebih baik terhadap berat kering daun tanaman euphorbia. Semakin tinggi dosis mikoriza yang diberikan, semakin besar berat kering daun yang dihasilkan. Berat kering pada perlakuan tanpa mikoriza dengan Pb dan tanpa mikoriza tanpa Pb tidak menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata. Pada berat kering daun perlakuan dari tiap dosis mikoriza tidak berpengaruh nyata. Perlakuan dosis tanpa mikoriza berpengaruh nyata terhadap perlakuan penambahan dosis. Penambahan logam Pb mempengaruhi berat kering akar, batang, dan daun. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa tanaman euphorbia dengan perlakuan tanpa mikoriza dengan Pb memiliki berat kering yang paling rendah. Hal ini disebabkan karena logam berat dapat menyebabkan terbatasnya jumlah fosfor, kalium, dan besi yang ada di dalam jaringan akar, yang akibatnya akan memperlambat pertumbuhan akar dan perkembangan jaringan meristem. Ion logam dapat mengganggu kerja enzim, sehingga mengganggu proses metabolisme pada tanaman dan berpengaruh terhadap pembentukan sel-sel dan jaringan tanaman, khususnya pada jaringan meristem. Akibat adanya gangguan kerja pada jaringan meristem, maka akan menghambat pembentukan dan perpanjangan organ tanaman, khususnya batang. Kekurangan fosfor juga dapat mengakibatkan perakaran tanaman menjadi sangat kurang dan tidak berkembang serta menghambat proses respirasi dan fotosintesis pada tanaman sehingga pembentukan luas daun terhambat (Rossiana, 2003). Penambahan mikoriza pada kondisi tanah yang mengandung logam Pb dapat membantu tanaman dalam penyerapan unsur hara seperti N, K, Mg, Fe, Mn, Cu, dan Zn, yang merupakan bahan-bahan yang berperan dalam pembentukan klorofil. Dengan adanya klorofil maka akan meningkatkan proses fotosintesis yang akan berpengaruh baik terhadap jumlah daun dan luas daun. Pengangkutan hasil fotosintesis ke akar menentukan kemampuan akar untuk menyerap dan memperoleh hara. Hubungan simbiosis ini memberikan manfaat yang sangat besar bagi pertumbuhan tanaman karena mikoriza berperan dalam perbaikan struktur tanah, meningkatkan kelarutan hara dan proses pelapukan bahan induk dan melindungi tanaman dari patogen akar dan unsur toksik. Selain itu mikoriza memiliki jaringan hifa ekternal yang berguna dalam memperluas bidang serapan air dan hara. Hifa tersebut memilki ukuran yang lebih halus dari bulu-bulu akar yang memungkinkan untuk dapat masuk ke pori-pori tanah yang paling kecil (mikro) sehingga hifa bisa menyerap air pada kondisi kadar air tanah yang sangat rendah. Serapan air yang lebih besar oleh tanaman bermikoriza juga membawa unsur hara yang mudah larut dan terbawa oleh aliran masa seperti N, P dan K. Sel akar yang terinfeksi mikoriza ukurannya akan semakin bertambah. Hal ini disebabkan karena hifa ekstraseluler memperluas permukaan penyerapan unsur hara. Suplai unsur hara yang lebih akan meningkatkan aktivitas protoplasma sel sehingga menunjang pertumbuhan sel. Dengan adanya pertumbuhan sel dan jaringan yang baik pada akar, maka akan meningkatkan biomassa akar tanaman tanaman sengon. Sehingga akan meningkatkan panjang akar dan berat kering akar. Pertumbuhan organ-organ tanaman seperti akar, batang, dan daun akan menentukan bobot kering tanaman. Tanaman yang diinokulasi mikoriza akan mempunyai persentase akar lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman yang tidak diinokulasi mikoriza. Persentase infeksi mikoriza yang tinggi biasanya berkorelasi dengan kemampuan dari mikoriza dalam menyerap unsur hara di dalam tanah terutama fosfor (Rossiana, 2003). Penurunan biomassa tanaman dipengaruhi oleh adanya toksisitas logam yang menyebabkan: (1) sulit memperoleh air karena pengaruh osmotik yang timbul dari kadar larutan yang berlebih, dimana masalah osmotik tanaman dikarenakan ion-ion tertentu mencapai kadar larutan yang tinggi. Jika tanaman ditempatkan dalam larutan dengan potensial air yang lebih rendah dari pada xylem akar, maka pengambilan air akan berhenti, karena potensial osmotik dari larutan lebih besar daripada yang terdapat pada tanaman, sehingga tidak ada penyesuaian osmotik. Hal ini akan menyebabkan pengambilan air tidak memungkinkan, (2) sulit memperoleh hara karena adanya kompetisi antara ion-ion, dimana akar-akar tanaman mengabsorbsi ion dari media kompleks yang mengandung tidak hanya satu atau lebih ion hara yang esensial, tetapi juga ion non esensial dan senyawa organik. Apabila terjadi ketidakseimbangan yang berat dalam suplai ini, tanaman mungkin tidak mampu mengambil hara secara efisien, baik karena pengaruh langsung dari ion-ion toksik pada metabolisme atau fungsi akar, atau karena disebabkan oleh kompetisi atau interaksi dengan ion-ion hara, serta (3) sulit memperoleh CO2, dimana CO2 digunakan sebagai bahan dasar dari proses fotosintesis, apabila tanaman sulit memperoleh CO2 maka proses fotosintesis tidak akan berjalan dengan sempurna, dan (4) penerimaan intensitas sinar. Akibatnya pertumbuhan tanaman akan mengalami hambatan atau terhenti (Rossiana, 2003). Berat kering tanaman (akar, batang, dan daun) menunjukkan tingkat efisiensi metabolisme dari suatu tanaman. Berat kering total hasil panen tanaman merupakan penimbunan hasil bersih asimilasi CO2 selama pertumbuhan. Semakin tinggi berat kering tanaman maka reaksi metabolisme semakin baik karena tanaman memiliki daun yang kokoh sehingga proses fotosintesis berjalan lancar. Berjalannya proses fotosintesis juga dipengaruhi oleh penyerapan hara di akar. Unsur N merupakan unsur yang dibuthkan oleh tanaman sepanjang pertumbuhannya sehingga jumlah yang diambil berhubungan langsung dengan produksi berat keringnya. Unsur P dapat meningkatkan pemanjangan akar, kehalusan, dan kerapatan akar. Unsur P mempengaruhi berat kering akar tanaman, sementara unsur K, Ca, dan Mg tersedia dapat meningkatkan proses fotosintesis yang berlangsung pada tanaman sehingga tanaman dapat tumbuh dengan normal serta diikuti oleh peningkatan berat kering tanaman. Berat kering akar tanaman menggambarkan bahwa akar tanaman memiliki luasan yang besar sehingga diharapkan penyerapan unsur hara akan berjalan baik (Haryati, 2012). Unsur hara N, P, dan K merupakan unsur hara makro yang diperlukan dalam jumlah besar oleh tanaman. N adalah komponen penting dari asam amino, asam nukleat, nukleotida, dan klorofil. Zat ini memacu pertumbuhan (meningkatkan tinggi tanaman dan jumlah anakan) dan meningkatkan luas daun. Peranan utama nitrogen bagi tanaman ialah untuk merangsang pertumbuhan tanaman secara keseluruhan, khususnya batang, cabang, batang dan daun. Konsentrasi N di daun berhubungan erat dengan laju fotosintesis dan produksi biomassa. Jika N diaplikasikan cukup ke tanaman, maka kebutuhan unsur makro lain seperti K dan P meningkat. Fungsi utama dari fosfor untuk penyimpanan dan mentransfer energi serta mempertahankan integritas membran. Unsur P mobil dalam tanaman dan memicu pembentukan anakan, perkembangan akar, dan mempercepat pembungaan, dan pemasakan buah. Fungsi utama kalium membantu pembentukan protein dan karbohidrat. Juga berperan memperkuat batang tanaman, akar, daun, bunga, dan buah supaya tidak mudah gugur, kalium bagi tanaman berperan untuk menghadapi cekaman kekeringan dan penyakit. Unsur K memperkuat dinding sel tanaman dan terlibat pada lignifikasi jaringan sklerenkima. Unsur K dapat meningkatkan luas daun, kandungan klorofil total, dan memperlambat kematian daun sehingga dapat memberikan kontribusi pada proses fotosintesis dan pertumbuhan tanaman. Pengamatan morfologi dan jumlah bunga pada penelitian dilakukan pada minggu ke-12. Pembentukan bunga terjadi pada euphorbia kontrol negatif (0 gram mikoriza 0 ppm Pb), penambahan mikoriza dosis 20 gram, dan 25 gram. Pada euphorbia perlakuan kontrol negatif terbentuk bunga dengan jumlah 4 kuntum, 8 kuncup bunga, mikoriza 20 gram terbentuk bunga dengan jumlah 4 kuntum, dan mikoriza 25 gram terbentuk bunga dengan jumlah 8 kuntum. Mahkota bunga euphorbia berwarna merah muda berdiameter antara 2 hingga 4 cm, mahkota berbentuk bulat, dan posisi saling mengait, sedangkan kuncup bunga berwarna hijau. Kuncup bunga mulai terbentuk rata-rata pada minggu ke-7 dan ke-8. Berikut ini tabel jumlah bunga yang terbentuk pada masingmasing perlakuan: Tabel 7. Pengaruh pemberian mikoriza G. fascicualtum terhadap jumlah bunga E. milii pada umur 12 minggu Perlakuan Perlakuan 1 0 Gram mikoriza + 0 ppm Pb(NO3)2 Perlakuan 2 0 Gram mikoriza + 200 ppm Pb(NO3)2 Perlakuan 3 5 Gram mikoriza + 200 ppm Pb(NO3)2 Perlakuan 4 10 Gram mikoriza + 200 ppm Pb(NO3)2 Perlakuan 5 15 Gram mikoriza + 200 ppm Pb(NO3)2 Perlakuan 6 20 Gram mikoriza + 200 ppm Pb(NO3)2 Perlakuan 7 25 Gram mikoriza + 200 ppm Pb(NO3)2 Kuncup Bunga 8 Kuntum Bunga 4 0 0 0 0 0 0 0 0 0 4 0 8 Keterangan : Tiap 1 gram mikoriza terdapat 5 spora G. fasciculatum Pada tabel di atas menunjukkan logam Pb mempengaruhi proses pembungaan tanaman euphorbia. Penambahan mikoriza 25 gram dapat memacu pertumbuhan generatif tanaman euphorbia. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sastrahidayat (2011) bahwa mikoriza sangat berpengaruh dalam proses pembungaan. Mikoriza menyerap unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman dan mempengaruhi keseimbangan hormon pada akar sehingga mempengaruhi proses pembungaan. Infeksi mikoriza dapat meningkatkan kemampuan akar dalam menyerap P lebih banyak. Hal ini dikarenakan mikoriza menghasilkan enzim fosfatase yang dapat meningkatkan jumlah P tidak terlarut menjadi P terlarut sehingga memudahkan penyerapan P oleh miselia mikoriza yang kemudian dipindahkan ke jaringan tanaman. Selain itu, euphorbia merupakan tanaman yang sangat adaptif. Bahkan di dataran tinggi sekalipun bunga ini dapat tumbuh dengan baik. Namun, bila kondisi lingkungan tidak bersih atau banyak polusi, euphorbia akan sulit berbunga. Berikut ini gambar bunga euphorbia: B A C Gambar 9. Bunga E. milii mekar (A), kuncup (B), mekar dan kuncup (C) Gambar di atas merupakan gambar bunga euphorbia pada umur 12 minggu setelah penanaman. Pada gambar tersebut terdapat bunga yang sudah mekar dan masih kuncup. Hal ini dikarenakan proses pembungaan yang dihambat oleh adanya logam Pb. Proses pembungaan tanaman dipengaruhi oleh adanya unsur P dalam tanah. Unsur P berperan penting dalam merangsang pembungaan, meningkatkan jumlah dan volume buah dan meningkatkan ketahanan terhadap gangguan hama dan penyakit tanaman. Namun, fungsi tersebut masih harus mendapatkan dukungan dari parameterparameter pertumbuhan yang lain. Proses rangsangan pembungaan itu tidak akan dapat terjadi jika pertumbuhan vegetatif tanaman itu tidak subur, artinya tanaman yang kecil dan kurus tidak akan mampu berbunga walaupun sudah dilakukan perangsangan dan peranan menyuburkan pertumbuhan vegetatif dilakukan oleh unsur N (Yazid et al, 2005). Adanya kecenderungan pembungaan yang lebih awal pada tanaman bermikoriza dibanding tanaman tidak bermikoriza. Pembungaan dimulai pada minggu ke-7 pada perlakuan tanpa mikoriza dan minggu ke-8 pada pelakuan 20 dan 25 gram mikoriza. Penundaan pembungaan pada perlakuan 5, 10, dan 15 gram dipengaruhi oleh adanya logam Pb dalam media yang dapat mempengaruhi keseimbangan hormon pada akar yang mempengaruhi penyerapan hara dalam tanah. Kandungan logam juga mempengaruhi diameter serta warna bunga yang lebih pucat (Sastrahidayat, 2011). Albooghobaish and Zarinkamar (2011) menyatakan bahwa kontaminasi Pb pada tanaman diketahui dapat berakibat pada penurunan perkecambahan biji, klorosis pada daun, menghambat pertumbuhan akar dan tunas, mengganggu proses fotosintesis, menghambat aktivitas enzim dan hormon pertumbuhan. Masing-masing hormon dan enzim memiliki peran dan fungsi penting dalam membantu pertumbuhan tanaman. Hormon auksin, etilen, dan ABA (asam absisat) mempengaruhi proses pembentukan bunga dan hormon giberelin dapat merangsang pembentukan bunga lebih awal. Dengan adanya kandungan Pb dalam media tanah yang diberikan dapat menghambat kerja hormon dan enzim pada tanaman, sehingga proses pembungaan terhambat. Rossiana (2003) menyatakan bahwa logam berat dapat mengganggu kerja enzim, sehingga mengganggu proses metabolisme pada tanaman, dan berpengaruh terhadap pembentukan sel-sel dan jaringan tanaman, khususnya pada jaringan meristem. Akibat adanya gangguan kerja pada jaringan meristem, maka akan menghambat pembentukan dan perpanjangan organ tanaman, menghambat proses respirasi dan fotosintesis pada tanaman. Hal ini akan mengurangi pembentukan klorofil daun dan menyebabkan pembentukan luas daun terhambat sehingga proses fotosintesis tanaman juga akan terganggu. Pada penelitian ini terganggunya proses metabolisme dan fotosintesis juga mempenaruhi proses pembungaan. Pengaruh Pemberian Glomus fasciculatum Pada Euphorbia milii Terhadap Akumulasi dan Efisiensi Pb Akumulasi logam Pb pada tanaman euphorbia dianalisa menggunakan ICP untuk mengetahui kandungan logam Pb pada akar, batang, dan daun. Berdasarkan uji Anova, akumulasi logam Pb memiliki hasil yang berbeda pada akumulasi logam Pb di akar, batang, dan daun. Akumulasi logam Pb tertinggi di akar terdapat pada perlakuan mikoriza dosis 25 gram dan terendah pada perlakuan kontrol negatif (tanpa mikoriza tanpa Pb). Akumulasi logam Pb pada batang dan daun tertinggi pada perlakuan kontrol positif (tanpa mikoriza dengan Pb) dan terendah pada perlakuan tanpa mikoriza tanpa Pb. Kemudian dilanjutkan dengan uji Duncan dengan hasil dapat dilihat pada tabel dan gambar grafik sebagai berikut: Tabel 8. Pengaruh pemberian mikoriza G. fasciculatum terhadap akumulasi logam timbal (Pb) pada tanaman E. milii Perlakuan Perlakuan 1 0 Gram mikoriza + 0 ppm Pb(NO3)2 Perlakuan 2 0 Gram mikoriza + 200 ppm Pb(NO3)2 Perlakuan 3 5 Gram mikoriza + 200 ppm Pb(NO3)2 Perlakuan 4 10 Gram mikoriza + 200 ppm Pb(NO3)2 Perlakuan 5 15 Gram mikoriza + 200 ppm Pb(NO3)2 Perlakuan 6 20 Gram mikoriza + 200 ppm Pb(NO3)2 Perlakuan 7 25 Gram mikoriza + 200 ppm Pb(NO3)2 Akumulasi Logam Timbal (Pb) (mg/kg) Akar Batang Daun 0,2425 a 0,1975 a 0,115 a 2,6025 b 1,38 e 1,1875 e 3,04 bc 1,11 d 0,8775 d 3,7825 cd 1,085 d 0,63 cd 4,055 d 0,9525 cd 0,5 bc 4,4425 d 0,7775 bc 0,43 abc 5,4575 e 0,6225 b 0,3025 ab Keterangan : Huruf yang berbeda pada kolom menunjukkan pengaruh berbeda nyata dalam uji lanjut Duncan pada selang kepercayaan 95% dan tiap 1 gram mikoriza terdapat 5 spora G. fasciculatum. Gambar 10. Grafik akumulasi logam Pb Hasil pada tabel di atas akumulasi logam pada akar berbeda nyata dengan nilai tertinggi pada perlakuan 25 gram mikoriza yaitu 5,4575 mg/kg dan terendah pada perlakuan kontrol negatif yaitu 0,2425 mg/kg. Perlakuan tanpa mikoriza dengan Pb memiliki akumulasi logam pada akar lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol negatif. Hal ini dikarenakan adanya penambahan logam Pb pada media yang mempengaruhi penyerapan logam ke tanaman. Pada perlakuan kontrol negatif didapatkan angka akumulasi logam Pb 0,2425 mg/kg. Hal ini dikarenakan pada media sebelum diberi perlakuan berdasarkan analisa logam didapat bahwa media sebelum ditanam mengandung logam Pb sebesar 1,973 mg/kg. Dalam hal ini penyerapan logam oleh tanaman bermikoriza lebih efektif dibandingkan dengan tanaman yang tidak bermikoriza. Hal ini sesuai dengan penelitian Rossiana (2003) yang menyatakan bahwa mikoriza memegang peranan penting dalam melindungi akar tanaman dari unsur toksik, diantaranya yaitu logam berat. Mekanisme perlindungan terhadap logam berat dan unsur toksik oleh mikoriza dapat melalui efek filtrasi, menonaktifkan secara kimiawi, atau akumulasi unsur tersebut dalam hifa. Tanaman yang diinokulasi mikoriza memiliki kemampuan menekan serapan Pb, karena mikoriza diketahui dapat mengikat logam tersebut pada gugus karboksil dan senyawa pektak (hemiselulosa) pada matriks antar permukaan kontak mikoriza dan tanaman inang, pada selubung polisakarida dan dinding sel hifa. Pada perlakuan tanpa mioriza dengan Pb, logam Pb juga dapat diakumulasi oleh tanaman namun dalam jumlah sedikit yaitu 2,6025 mg/kg. Menurut Rossiana (2003) hal ini disebabkan karena tumbuhan dapat mengeluarkan enzim dan eksudat yang dapat mendegradasi kontaminan organik dalam tanah. Selain itu, secara fisik tanaman dapat memindahkan polutan dengan mengabsorpsi atau memindahkan polutan ke dalam jaringan, kemudian akan mentransformasikan atau memineralisasi polutan tersebut. Penyerapan dan akumulasi logam berat oleh tumbuhan terjadi melalui tiga proses, yaitu penyerapan logam oleh akar, translokasi logam dari akar ke bagian tumbuhan lain, dan lokalisasi logam pada bagian jaringan tertentu. Akumulasi logam pada batang berpengaruh nyata dengan akumulasi tertinggi pada perlakuan tanpa mikoriza dengan Pb 1,38 mg/kg yaitu dan terendah pada perlakuan tanpa mikoriza tanpa Pb yaitu 0,1975 mg/kg. Perbedaan akumulasi logam pada batang dipengaruhi oleh dosis mikoriza yang diberikan. Pada tanaman dengan penambahan dosis mikoriza 25 gram memiliki tingkat akumulasi pada batang lebih rendah dibanding dengan dosis 20, 15, 10, dan 5 sedangkan pada tanaman tanpa mikoriza memiliki tingkat akumulasi lebih tinggi dibanding dengan tanaman bermikoriza. Hal ini sesuai dengan penelitian Hardiani (2009) yang menyatakan bahwa mikoriza berfungsi dalam mengikat logam dengan cara penimbunan unsur tersebut dalam akar bermikoriza, sehingga menyebabkan akar dapat menyerap logam lebih banyak dibandingkan batang. Akumulasi logam pada daun berpengaruh nyata dengan akumulasi tertinggi pada perlakuan tanpa mikoriza dengan Pb yaitu 1,1875 mg/kg dan terendah pada perlakuan tanpa mikoriza tanpa Pb yaitu 0,115 mg/kg. Hasil akumulasi logam pada daun sama dengan akumulasi pada batang yaitu tingkat akumulasi pada media tanpa mikoriza lebih tinggi dibandingkan dengan media bermikoriza. Selain itu, tingkat akumulasi logam pada dosis mikoriza 25 gram lebih rendah dibandingkan dengan dosis mikoriza 20, 15, 10, dan 5 gram. Tingkat akumulasi pada daun cenderung lebih tinggi dibanding pada bagian batang. Menurut Haryati (2012) akumulasi logam berat Pb pada akar tanaman melalui bantuan transpor liquid dalam membran akar, akan membentuk transpor logam kompleks yang akan menembus xilem dan menuju ke sel daun tanaman. Setelah sampai di daun akan melewati plasmalema, sitoplasma, dan vakuola, dimana logam Pb akan terakumulasi dalam vakuola yang tidak akan berhubungan dengan proses fisiologi sel tumbuhan. Akumulasi logam oleh tanaman euphorbia tidak sebanding dengan perlakuan penambahan Pb(NO3)2 sebanyak 200 mg/kg dengan kandungan logam Pb dalam timbal nitrat tersebut sebesar 125 mg/kg. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor menurut Haryati (2012) yaitu adanya proses transpiransi, proses ini adalah terjadi pada saat pengakumulasian logam Pb oleh tanaman, sebagian logam tersebut diuapkan ke udara melewati stomata daun. Proses transpirasi ini menggunakan matahari sebagai sistem yang membantu transpirasi. Pada saat transpirasi terjadi akar tanaman menghisap zat cair dan larutan yang berada di sekitar akar tertarik ke daerah rhizospher sehingga kontaminan cenderung berada di daerah rhizospher. Berkurangnya akumulasi Timbal (Pb) dalam media tanam tidak seluruhnya diserap oleh tanaman ini disebabkan logam berat Timbal yang sudah masuk ke dalam tubuh tanaman akan dieksresi dengan cara mengugurkan daunnya yang sudah tua sehingga dapat mengurangi kadar logam Timbal. Selain itu Timbal (Pb) tidak seluruhnya masuk ke dalam tanaman disebabkan karena pengendapan Timbal (Pb) yang berupa molekul garam dalam air. Logam berat diserap oleh akar tumbuhan dalam bentuk ion-ion yang larut dalam air seperti unsur hara yang ikut masuk bersama aliran air. Lingkungan yang banyak mengandung logam berat Timbal (Pb), membuat protein regulator dalam tumbuhan tersebut membentuk senyawa pengikat yang disebut fitokhelatin. Fitokhelatin merupakan peptida yang mengandung 2-8 asam amino sistein di pusat molekul serta suatu asam glutamat dan sebuah glisin pada ujung yang berlawanan. Fitokhelatin dibentuk di dalam nukleus yang kemudian melewati retikulum endoplasma (RE), aparatus golgi, vasikula sekretori untuk sampai ke permukaan sel. Bila bertemu dengan Timbal (Pb) serta logam berat lainnya fitokhelatin akan membentuk ikatan sulfida di ujung belerang pada sistein dan membentuk senyawa kompleks sehingga Timbal (Pb) dan logam berat lainnya akan terbawa menuju jaringan tumbuhan. Semakin tinggi kadar Pb dalam media tanam, maka penurunan laju pertumbuhan tanaman semakin meningkat. Penurunan laju pertumbuhan tanaman terjadi karena logam Pb masuk dalam sel dan berikatan dengan enzim sebagai katalisator, sehingga reaksi kimia di sel tanaman akan terganggu. Gangguan dapat terjadi pada jaringan epidermis, sponsa dan palisade. Kerusakan tersebut dapat ditandai dengan nekrosis dan klorosis pada tanaman (Haryati, 2012). Kemampuan dalam beradaptasi pada lingkungan tercemar logam berat dan kemampuan dalam mengakumulasi logam berat tidak dimiliki oleh semua tumbuhan. Beberapa tumbuhan yang mampu mengakumulasi logam berat juga memiliki kemampuan yang berbedabeda. Euphorbia merupakan salah satu tumbuhan bioakumulaor yang dapat mengakumulasi pencemar dalam jumlah yang besar tanpa menampakkan gejala kerusakan eksternal. Besarnya kemampuan suatu tumbuhan dalam menyerap logam berat tersebut dapat diketahui dengan mengukur efisiensi serapan logam (Chehregani, 2007). Efisiensi serapan logam Pb dihitung berdasarkan jumlah rasio kandungan logam pb dalam tanaman (akar, batang, dan daun) terhadap jumlah logam dalam media. Berdasarkan uji Anova, efisiensi akumulasi logam Pb memiliki hasil yang berbeda nyata. Akumulasi logam Pb tertinggi di akar terdapat pada perlakuan mikoriza dosis 25 gram dan terendah pada perlakuan tanpa mikoriza tanpa Pb. Kemudian dilanjutkan dengan uji Duncan dengan hasil dapat dilihat pada tabel dan gambar grafik sebagai berikut : Tabel 9. Pengaruh pemberian mikoriza G. fasciculatum terhadap efisiensi akumulasi logam Pb pada tanaman E. milii Perlakuan Perlakuan 1 0 Gram mikoriza + 0 ppm Pb(NO3)2 Perlakuan 2 0 Gram mikoriza + 200 ppm Pb(NO3)2 Perlakuan 3 5 Gram mikoriza + 200 ppm Pb(NO3)2 Perlakuan 4 10 Gram mikoriza + 200 ppm Pb(NO3)2 Perlakuan 5 15 Gram mikoriza + 200 ppm Pb(NO3)2 Perlakuan 6 20 Gram mikoriza + 200 ppm Pb(NO3)2 Perlakuan 7 25 Gram mikoriza + 200 ppm Pb(NO3)2 Efisiensi akumulasi (%) 0,615 a 3,6675 b 4,78 bc 5,49 c 6,0975 cd 6,58 cd 7,5075 d Keterangan : Huruf yang berbeda pada kolom menunjukkan pengaruh berbeda nyata dalam uji lanjut Duncan pada selang kepercayaan 95% dan tiap 1 gram mikoriza terdapat 5 spora G. fasciculatum. Gambar 11. Grafik efisiensi akumulasi logam Pb pada tanaman E. milii Efisiensi akumulasi pada tabel tersebut menunjukkan bahwa nilai efisiensi pada perlakuan tanpa Pb dan dengan Pb berbeda nyata. Hal ini disebabkan karena pada perlakuan tanpa Pb jumlah Pb dalam media sedikit sehingga efisiensi penyerapan logam sedikit sedangkan pada perlakuan tanpa mikoriza dengan Pb nilai efisiensi lebih tinggi karena tanaman mengakumulasi logam Pb dengan sangat baik. Pada perlakuan pemberian dosis mikoriza tidak berbeda nyata. namun efisiensi akumulasi tertinggi pada perlakuan dosis 25 gram. Penyerapan logam Pb oleh tanaman dapat mempengaruhi penyerapan air dan hara dalam tanah. Tanaman tanpa mikoriza mampu mengakumulasi logam namun keadaan secara fisiologis tanaman tersebut terganggu. Pada hasil tersebut terlihat bahwa tanaman tanpa mikoriza juga mampu mengakumulasi logam dengan baik karena euphorbia merupakan tanaman bioakumulator (Salisbury and Ross, 1995). Mikoriza diketahui dapat mengikat logam tersebut pada gugus karboksil dan senyawa pektak (hemiseslulosa) pada matriks antar permukaan kontak mikoriza dan tanaman inang, pada selubung polisakarida dan dinding sel hifa. Mekanisme perlindungan mikoriza terhadap logam berat dapat mengikat ion-ion logam dalam dinding sel hifanya dan dapat melindungi tanaman dari ion-ion logam tersebut. Logam berat disimpan dalam crystaloid di dalam miselium jamur dan pada sel-sel korteks akar tanaman bermikoriza. Tumbuhan pada saat menyerap logam berat, akan membentuk suatu enzim reduktase di membran akarnya. Reduktase ini berfungsi mereduksi logam yang selanjutnya diangkut melalui mekanisme khusus di dalam membran akar. Pada saat terjadi translokasi di dalam tubuh tanaman, logam yang masuk ke dalam sel akar, selanjutnya diangkut ke bagian tumbuhan yang lain melalui jaringan pengangkut yaitu xylem dan floem. Untuk meningkatkan efisiensi pengangkutan logam diikat oleh molekul kelat yang disebut fitokhelatin. Pada konsentrasi rendah logam berat tidak mempengaruhi pertumbuhan tanaman tetapi pada konsentrasi tinggi akan menyebabkan kerusakan baik pada tanah, air maupun tanaman (Rossiana, 2003). KESIMPULAN Kesimpulan yang diperoleh pada penelitian ini adalah pemberian dosis 25 gram mikoriza Glomus fasciculatum merupakan dosis yang paling berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan Euphorbia milii pada parameter tinggi tanaman, berat kering tanaman (akar,batang, dan daun) serta dalam pembentukan bunga (pertumbuhan generatif). Pemberian dosis mikoriza Glomus fasciculatum 25 gram juga meningkatkan efisiensi serapan Pb pada tanaman euphorbia serta meningkatkan akumulasi logam Pb pada akar tanaman euphorbia dan menghambat akumulasi Pb pada batang dan daun. Delvian. 2005. Pengaruh Cendawan Mikoriza Arbuskula Dan Naungan Terhadap Pertumbuhan Bibit Kayu Manis (Cinnamomum burmanii BL.). Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Pertanian Agrisol Vol. 4, No. 1 Juni 2005. DAFTAR PUSTAKA Aisyah, L. S., H. Hardiani, dan A. Fauzi. 2009. Fitoremediasi Tanah Terkontaminasi Logam Cu Limbah Padat Proses Deinking Industri Kertas Oleh Tanaman Bunga Matahari (Helianthus Annuus L.) Dengan Penambahan Mikoriza. Jurusan Kimia FMIPA– UNJANI, Bandung. Esti dan H. Sahar. 2000. Pengelolaan Air Limbah Rumah Tangga. LIPI, Jakarta. Albooghobaish, N. and F. Zarinkamar. 2011. Effect of Lead Toxicity on Pollen Grains in Matricaria chamomilla. International Conference on Bioscience, Biochemistry and Bioinformatics IPCBEE Vol.5, IACSIT Press, Singapure. Alkareji. 2008. Pemanfaatan Mycorrhizal Helper Bacteria (Mhbs) dan Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) Untuk Meningkatkan Pertumbuhan Sengon (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) di Persemaian. Tugas Akhir. Institut Pertanian Bogor. Departemen Silvikultur, Bogor. Astiko, W. 2009. Pengaruh Paket Pemupukan Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil Tanaman Kedelai Di Lahan Kering. Program Studi Hama Penyakit Tanaman Fakultas Pertanian, Universitas Mataram. Baker, Mallinckrodt. 2006. Material Safety Data Sheet. Environmental Health & Safety. Canada. Brundrett, M. C., N. Bougher, B. Dells, T. Grove, and N. Malajczuk. 1996. Working with Mycorrhizas in Forestry and Agriculture. ACIAR, Canbera. 374p. Chehregani, A. and B. E. Malayeri. 2007. Removal of Heavy Metals by Native Accumulator Plants. International Journal Of Agriculture & Biology. Vol. 9, No. 3, 2007. Fauzi, T. M. 2008. Pengaruh Pemberian Timbal Asetat dan Vitamin C Terhadap Kadar Malondialdehyde dan Kualitas Spermatozoa di Dalam Sekresi Epididimis Mencit Albino (Mus musculus L) Strain Balb/c. Tesis. USU e-Repository, Medan. Ghamdi, A. A. M. A., H. M. Jais, and A. Khogali. 2012. Relationship Between the Status of Arbuscular Mycorrhizal Colonization in the Roots and Heavy Metals and Flavonoid Content in the Leaves of Juniperus procera. Journal of Ecology and the Natural Environment Vol. 2(8), pp. 212-218, May 2012. Hajoeningtijas, O.D. 2009. Ketergantungan Tanaman Terhadap Mikoriza Sebagai Kajian Potensi Pupuk Hayati Mikoriza Pada Budidaya Tanaman Berkelanjutan. Agritech. Vol XI. No 2. Desember 2009, 125-136. Hamzah, F. dan A. Setiawan. 2010. Akumulasi Logam Berat Pb, Cu, dan Zn di Hutan Mangrove Muara Angke, Jakarta Utara. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis. Vol.2 no. 2. Hal 4152, Desember 2010. Hardiani, H. 2009. Potensi Tanaman Dalam Mengakumulasi Logam Cu Pada Media Tanah Terkontaminasi Limbah Padat Industri Kertas. BS, Vol. 44, No. 1, Juni 2009, Halaman 27 – 40. Hardiani, H., T. Kardiansyah, dan S. Sugesty. 2011. Bioremediasi Logam Timbal (Pb) Dalam Tanah Terkontaminasi Limbah Sludge Industri Kertas Proses Deinking. Jurnal Selulosa. Vol. 1, No. 1, Juni 2011, Halaman 31 – 41. Hartoyo, B, M. Ghulamahdi, L.K. Darusman, S.A. Aziz, dan I. Mansur. 2011. Keanekaragaman Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) Pada Rizosfer Tanaman Pegagan (Centella asiatica (L.) Urban). Jurnal Littri Vol. 17 No. 1, Maret 2011 : 32 – 40. Haryati, M., T. Purnomo, dan S. Kuntjoro. 2012. Kemampuan Tanaman Genjer (Limnocharis Flava (L.)Buch.) Menyerap Logam Berat Timbal (Pb) Limbah Cair Kertas pada Biomassa dan Waktu Pemaparan yang Berbeda. LenteraBio Vol. 1 No. 3 September 2012:131–138. Imanudin. 2001. Penyerapan Logam Timbel (Pb) Pada Tanaman Singkong (Manihot esculenta. Crantz) di Tepi Jalan Tol Jakarta-Bogor. Skipsi. IPB, Bogor. Imas, T., R. S. Hadioetomo, A. W. Gunawan, dan Y. Setiadi. 1989. Mikrobiologi Tanah II Jilid 2. IPB, Bogor. Kamla, R. 2007. Pengaruh Inokulasi CMA Glomus fasciculatum Pada Tanah Ultisol dengan Dosis Pupuk N, P, dan K yang Berbeda Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Rumput Benggala (Panicum maximum) pada Pemotongan Pertama. Skripsi. Universitas Andalas, Padang. Khan, A. G. 2006. Review: Mycorrhizoremediation-an Enhanced Form Of Phytoremediation. Journal Of Zhejiang University Science B. 7(7): 503-514. Kumala, I. R. 2010. Budidaya Tanaman Hias Euphorbia (Euphorbia milii). Tugas Akhir. Jurusan / Program Studi Agribisnis Hortikultura Dan Arsitektur Pertamanan Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Margarettha. 2010. Pemanfaatan Tanah Tambang Batubara Dengan Hayati Mikoriza Sebagai Tanam Jagung Manis. Hidrolitan Volume 1 No. 3 2010. Bekas Pupuk Media Jurnal Tahun Maryadi, Feri. 2001. Status dan Keanekaragaman Jenis Cendawan Mikoriza Arbuskular (CMA) Di Bawah Tegakan Kebun Benih Klonal (KBK) Jati (Tectona grandis L. f.) Padangan. Karya Ilmiah. IPB, Bogor. Nopriani, L. S. 2011. Teknik Uji Cepat Untuk Identifikasi Pencemaran Logam Berat Tanah Di Lahan Apel Batu. Program Doktor Jurusan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya, Malang. Nurhayati. 2010. Pengaruh Waktu Pemberian Mikoriza Vesikular Arbuskular Pertumbuhan Tomat. J. Agrivigor Vol.9 No.3. Hal : 280 – 284. Purwanta, W. 2005. Penyisihan Timbal (Pb) dari Tanah Terkontaminasi Dengan Proses Elektromigrasi. P3TL-BPPT Vol. 6 No. 3. Hal 424-432. Purwantari, N.D. 2007. Reklamasi Area Tailing Di Pertambangan Dengan Tanaman Pakan Ternak; Mungkinkah?. WARTAZOA Vol. 17 No. 3 Th. 2007. Purwanto, A. W. 2006. Euphorbia Tampil Prima dan Semarak Berbunga. Kanisius, Yogyakarta. Rai, I. N. 2004. Fisiologi Pertumbuhan dan Pembungaan Tanaman Manggis (Garcinia mangostana L.) Asal Biji dan Sambungan. IPB, Bogor. Rosliani, R. dan Y. Hilman. 2005. Inokulasi Mikoriza Glomus sp. dan Penggunaan Limbah Cacing Tanah untuk Meningkatkan Kesuburan Tanah, Serapan Hara, dan Hasil Tanaman Mentimun. Jurnal Hortikultura Vol. 15, No. 1, Th. 2005, Bandung. Rossiana, N. 2003. Penurunan Kandungan Logam Berat Dan Pertumbuhan Tanaman Sengon ( Paraserianthes falcataria L (Nielsen)) Bermikoriza Dalam Medium Limbah Lumpur Minyak Hasil Ekstraksi. Universitas Padjadjaran, Bandung. Rusmin, D. dan Melati. 2007. Adas Tanaman yang Berpotensi Dikembangkan Sebagai Bahan Obat Alami. Warta Puslitbangbun Vol. 13, No. 2. Sadah, B. Halang, dan M. Zaini. 2010. Pengaruh Pemberian Campuran Lumpur Pengolahan Limbah Karet Dan Media Tanah Terhadap Kandungan Cadmium (Cd) Tanaman Selada (Lactuca sativa L). Jurnal Wahana-Bio Volume III Juni 2010. Salisbury, F dan W, Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan. ITB, Bandung. Sastrahidayat, I. R. 2011. Rekaya Pupuk Hayati Mikoriza Dalam Meningkatkan Produksi Pertanian. Universitas Brawijaya Press, Malang. Simpson, M. G. 2010. Plant Systematics Edisi 2. Academic Press, Burlington USA. Soenarno, S. M. 2011. Pengelolaan Limbah Yayasan Pelestarian Alam dan Kehidupan Liar Indonesia. IWF, Jakarta. Subroto, M. A. 1996. Fitoremediasi, Prosiding Pelatihan dan Lokakarya Pranan Bioremediasi dan Pengelolaan Lingkungan. LIPI/BPPT/HSF, Bogor. Sudarwin. 2008. Analisis Spasial Pencemaran Logam Berat (Pb dan Cd) pada Sedimen Aliran Sungai dari Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Jatibarang Semarang. Tesis. Universitas Diponegoro, Semarang. Talanca, A. H. dan A. M. Adnan. 2005. Mikoriza dan Manfaatnya Pada Tanaman. Prosiding Seminar Ilmiah dan Pertemuan Tahunan PEI dan PFI XVI Komda Sulawesi Selatan. Tauchid, I. 2011. Pengaruh Glomus aggregatum Yang Diinokulasikan Pada Vetiver (Chrysopogon zizanioides) Dalam Menurunkan Total Petroleum Hydrocarbon. Tugas Akhir, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Program Studi Biologi, Surabaya. Uyun, S. dan Yuyun. 2006. Penggunaan Cendawan Mikoriza Arbuskular (CMA) Untuk Meningkatkan Pertumbuhan Semai Jati (Tectonia grandis Linn. F). IPB, Bogor. Walker, C. and R. E. Kosbe. 1987. Taxonomix Concepts in the Endogonaceae IV G. fasciculatum Redescribed. Micotaxon 30 : 253-262. Widaningrum, Miskiyah, dan Suismono. 2007. Bahaya Kontaminasi Logam Berat Dalam Sayuran Dan Alternatif Pencegahan Cemarannya. Buletin Teknologi Pascapanen Pertanian Vol. 3 2007. Yazid, M., K. Mintago, E. Supriyatni, dan M. E. Budiono. 2005. Kajian Pemanfaatan Sludge IPAL Kota Jogjakarta Sebagai Pupuk Organik yang Ramah Lingkungan. GANENDRA, Vol. VIII, No. 1, Januari 2005. Zulaikha, S. dan Gunawan. 2006. Serapan Fosfat dan Respon Fisiologis Tanaman Cabai Merah Cultivar Hot Beauty Terhadap Mikoriza dan Pupuk Fosfat PadaTanah Ultisol. BIOSCIENTIAE Volume 3, Nomor 2, Juli 2006, Halaman 83-92.