Jurnal Sport Pedagogy Vol. 5. No. 1. April 2015 PERAN LATIHAN FISIK TERATUR TERHADAP FUNGSI MEMORI DAN KOGNITIF WANITA PASCA MENOPAUSE Zulkarnain*) Abstrak: Menopause suatu keadaan yang ditandai dengan tidak adanya menstruasi selama 12 bulan terakhir yang akibatkan berhentinya fungsi ovarium. Beberapa penelitian klinis menunjukkan bahwa penurunan atau kadar estrogen yang fluktuatif dalam sistem saraf pusat menimbulkan perubahan dalam memori, kognisi dan perilaku. Estrogen berperan dalam menjaga fungsi memori verbal dan meningkatkan kemampuan pembelajaran pada wanita. Estrogen juga meningkatkan plastisitas sinaptik di otak, pertumbuhan sel-sel neuron, dan neurogenesis hippocampal. Estrogen secara langsung mempengaruhi fungsi otak melalui reseptor estrogen yang terdapat pada neuron di beberapa area otak. Hormon tersebut kemungkinan berperan penting sebagai protektif terhadap penurunan fungsi-fungsi kognitif yang terjadi pada proses penuaan.Olahraga yang teratur dapat membantu mengendalikan sejumlah masalah fisik dan psikologis serta perubahan yang terkait dengan gejala menopause, termasuk defisit memori dan masalah kognitif. Olahraga intensitas sedang dapat memperbaiki dan meningkatkan sekresi estrogen pada wanita menopause. Program latihan untuk wanita menopause harus mencakup latihan ketahanan (aerobic) selama 20-60 menit aktivitas aerobik intensitas sedang dengan frekuensi 3-5 kali per minggu, dan harus disesuaikan dengan kondisi medis pasien. Kata kunci: Latihan Fisik, Memori, Kognitif, PascaMenopause Pendahuluan Perbaikan standar pelayanan kesehatan telah berdampak terhadap usia harapan hidup dan pertumbuhan populasi usia lanjut dalam masyarakat menjadi meningkat, termasuk wanita pasca menopause. Menopause merupakan suatu fase dalam kehidupan wanita yang ditandai dengan berhentinya periode menstruasi selama 12 bulan terakhir. Keadaan ini merupakan suatu fase transisi masa reproduktif menjadi masa non reproduktif bagi wanita, yang ditandai dengan penurunan hormon estrogen dalam sirkulasi secara drastis akibat berhentinya fungsi ovarium. Penurunan estrogen pada fase tersebut menimbulkan berbagai permasalahan pada wanita meliputi gangguan kognitif, penurunan memori, psikologis dan keluhan fisik, sehingga dapat mempengaruhi kualitas hidup dan ketidaknyamanan dalam aktivitas sehari-hari. Beberapa keluhan seperti penurunan daya ingat (defisit memori), gangguan konsentrasi, perubahan mood dan perilaku merupakan gejala yang paling sering dikeluhkan oleh wanita pasca menopause. Pemberian terapi sulih hormon telah lama digunakan untuk mencegah perubahan-perubahan yang timbul pada wanita menjelang menopause. Namun banyak dilaporkan bahwa pemakaian terapi hormon dalam jangka waktu yang lama dapat meningkatkan kecenderungan resiko kanker, terutama kanker payudara. Oleh karena itu diperlukan pendekatan lain yang lebih aman bagi wanita dalam memasuki usia menjelang menopause, salah satunya adalah pendekatan non 6 Zukarnain farmakologis berupa latihan fisik teratur dan terukur. Latihan fisik teratur dan terukur telah dibuktikan dapat meningkatkan kadar estrogen serum pada wanita menopause.8 Walaupun mekanisme yang mendasarinya belum begitu jelas, Namun beberapa mekanisme yang diduga terlibat dalam peningkatan estrogen pasca latihan latihan fisik pada wanita menopause telah banyak dilaporkan, diantaranya adalah melalui peningkatan jumlah sekresi dan reseptor estrogen ekstragonad. Beberapa peneliti menyebutkan bahwa peningkatan hormon estrogen pasca menopause setelah diberikan latihan fisik dipicu oleh meningkatnya steroidogenesis yang terjadi di korteks adrenal, jaringan adipose dan otot secara sistemik, maupun secara lokal di dalam otak.9,10.11 Aksi dan peran estrogen di otak Pada wanita usia reproduktif, lebih dari 95% sintesis estrogen diperoleh dari ovarium dan dapat menjaga homeostasis pertumbuhan dan perkembangan semua organ, termasuk sel saraf di otak.3 Akan tetapi setelah masa menopause keseimbangan ini akan terganggu akibat berhentinya fungsi ovarium. Estrogen berperan penting sebagai neuroprotektif dan memicu proses sinaptogenesis didalam otak. Penurunan estrogen secara drastis pada usia pasca menopause juga dapat mengganggu suplai nutrisi yang dibutuhkan untuk perkembangan sel-sel saraf diotak, sehingga cenderung menyebabkan gangguan fungsi kognitif, memori (daya ingat), perubahan mood dan kelainan pada koordinasi motorik. Secara Jurnal Sport Pedagogy Vol. 5. No. 1. April 2015 fisiologis, ketersediaan estrogen di otak dipengaruhi oleh biosintesis hormon steroid secara sistemik dan sekresi estrogen secara lokal di otak. Cerebellum merupakan salah satu organ steroidogenik diotak yang mampu mensintesis hormon estrogen secara lokal. Cerebellum bersifat autokrin dan reseptor estrogen tersebar luas didalamnya.17 Hormon estrogen yang telah disekresikan akan menimbulkan efek biologis setelah berikatan dengan reseptor didalam sel target. Sebagian besar aksi estrogen didalam otak terjadi melalui jalur genomik yang diperantarai oleh reseptor estrogen α (REα) dan reseptor estrogen β (REβ). Dalam perkembangan otak, ekspresi REβ lebih dominan dibandingkan REα karena REβ tersebar diseluruh sel bagian corteks cerebellum, sedangkan REα hanya terekspresi pada sel Purkinje cerebellum (gambar 1). Hormon estrogen juga berperan penting dalam proses diferensiasi sel Purkinje, pertumbuhan sel dendrit dan perkembangan neuron. Selain aksi estrogen, terdapat kelompok faktor pertumbuhan di otak yang terlibat dalam perkembangan memori yaitu neurotropin, berperan dalam mengatur proses diferensiasi dan pemeliharaan neuron/neuroglia. Aktivitas neurotropin bekerja secara sinergis dengan aksi estrogen. Gambar 1. Neurosteroidogenesis pada perkembangan sel Purkinje (Sumber: Tsutsui, 2005) Neurotrophin dapat meningkatkan aksi estrogen dengan cara meningkatkan ketersediaan reseptor/ligan estrogen, begitu juga dengan estrogen yang mampu meningkatkan aksi neurotrophin maupun ekspresi reseptornya. 12 Penurunan kadar estrogen dan neurotropin pasca menopause menyebabkan gangguan struktur dan fungsi sel saraf serta berakhir dengan kematian sel saraf.12,14 Perubahan inilah yang mendasari gangguan fungsi kognitif, memori dan koordinasi motorik pada wanita pasca menopause. Peran latihan fisik dalam pemeliharaan otak Latihan fisik yang dapat memberikan pengaruh fisiologis harus dilakukan secara teratur dan berulang agar tubuh dapat beradaptasi dengan beban latihan yang diberikan. Beban latihan disesuaikan dengan memperhatikan tipe, intensitas, durasi dan frekuensi latihan fisik sehingga dapat memberikan manfaat yang maksimal terutama untuk kebugaran aerobik. Pada wanita pascamenopause akan terjadi penurunan kebugaran fisik akibat penurunan fungsi fisiologis dari kerja estrogen. Oleh karena itu, intensitas latihan fisik yang diberikan bervariasi sesuai dengan kemampuannya dalam beradaptasi terhadap intensitas latihan fisik. Latihan fisik yang direkomendasikan adalah jenis aerobik berupa jalan kaki dengan intensitas sedang yang dapat dilakukan selama 20 – 60 menit dengan frekuensi 3 – 5 kali per minggu. Cotman dan Berchtold (2002) menyatakan bahwa latihan fisik dapat membantu memelihara kesehatan otak, fungsi memori serta plastisitas sepanjang kehidupan. Hal tersebut telah dibuktikan dalam beberapa penelitian yang menyebutkan bahwa latihan fisik intensitas sedang dapat mencegah penurunan fungsi memori dan apoptosis pada neuron-neuron di hipocampus dan gyrus dentate, serta menghambat kematian sel Purkinje cerebellum. Perkembangan dan perbaikan fungsi memori ini berkaitan dengan peran estrogen dan keterlibatan neurotropin didalam otak. Peran latihan fisik terhadap aksi estrogen di otak selama masa menopause Hasil penelitian Agustiningsih (2006) menyatakan bahwa latihan fisik teratur dan Zukarnain 7 Jurnal Sport Pedagogy Vol. 5. No. 1. April 2015 terukur dapat meningkatkan kadar estrogen serum pada wanita menopause. Selanjutnya Asnawati (2010) dan Bebasari (2010) melakukan pengkajian terhadap tikus yang diovariektomi sebagai model menopause, keduanya mendapatkan peningkatan ekspresi CYP19 aromatase ekstragonad setelah diberikan latihan fisik teratur intensitas sedang. Ekspresi CYP19 merupakan gen penghasil P450 aromatase yang merupakan enzim kunci dalam biosintesis estrogen. Kemampuan jaringan ekstragonad untuk mensintesis estrogen selama menopause terjadi melalui aktivasi aromatase oleh mediator inflamasi.25 Beberapa penelitian lainnya juga menduga adanya keterlibatan mediator inflamasi interleukin-6 (IL-6) dalam memicu peningkatan estrogen sirkulasi setelah latihan fisik. Pederson et al. (2004) melaporkan latihan fisik menstimulasi produksi IL-6 secara lokal pada otot skelet yang akan dilepaskan dalam jumlah besar ke sirkulasi. Selain di otot, IL-6 juga dilepaskan oleh jaringan otak saat latihan fisik intensitas sedang selama 60 menit. Peningkatan IL-6 di otot skelet dan otak akibat latihan fisik juga dapat memicu sekresi faktor pertumbuhan otak (neurotropin) yang berinteraksi positif dengan reseptor estrogen dijaringan otak. Stimulasi IL-6 dapat meregulasi steroidogenesis pada kelenjar adrenal baik secara langsung maupun tidak langsung melalui aktivasi aksis hipotalamus-pituitari-adrenal (HPA). Eksresi IL-6 saat latihan fisik dapat menyebabkan sekresi ACTH yang mampu menstimulasi steroidogenesis kelenjar adrenal melalui aktivasi pembentukan pregenolon dan turunan-turunannya (Gambar 2). Oleh karena itu, peningkatan steroidogenesis di kelenjar adrenal pada wanita menopause akan menjamin ketersediaan androgen adrenal yang menjadi sumber aromatisasi pada jaringan ekstragonadal lain, termasuk di otak. Gambar 2. Peran IL-6 dalam regulasi steroidogenesis(Sumber: Guzman et al., 2010) Latihan fisik juga dilaporkan dapat meningkatkan ekspresi reseptor estrogen (RE) pada target organ. Pada tikus ovariektomi yang diberikan latihan fisik aerobik endurance dengan intensitas sedang menyebabkan peningkatan ekspresi mRNA REα di ventrikel kiri jantung dan di hepar. Peningkatan jumlah ekspresi reseptor juga terjadi didalam otak sebagai organ steroidogenik. Kadar hormon yang beredar dalam sirkulasi serta kebutuhan fisiologis jaringan juga berpengaruh terhadap jumlah ekspresi reseptor suatu hormon. Oleh karena itu, pengaruh latihan 8 Zukarnain fisik terhadap ekspresi RE jaringan akan memperbaiki kadar estrogen dalam sirkulasi dan jaringan target, termasuk didalam otak. Aktivasi transkripsi RE juga dipengaruhi oleh faktor pertumbuhan otak (neurotropin) melalui jalur ligand independent activation yang meningkat setelah diberikan latihan fisik. Didalam otak, secara genomik estrogen dan neurotrophin berinteraksi secara sinergis. Neurotrophin dapat meningkatkan aksi estrogen dengan jalan meningkatkan ketersediaan reseptor/ligan estrogen. Demikian juga, estrogen yang mampu Jurnal Sport Pedagogy Vol. 5. No. 1. April 2015 meningkatkan aksi neurotrophin maupun ekspresi reseptornya. Mekanisme neurotropin dalam menginduksi transkripsi RE terjadi melalui jalur sinyal MAPK/ERK (Mitogen-Activated Protein Kinase/Extracellular Signal Regulated Kinase) (Gambar 3). Gambar 3. Jalur signaling estrogen dan reseptor estrogen di otak (Sumber: McEwen, 2002) Kesimpulan Latihan fisik teratur dan terukur sangat bermanfaat bagi wanita menopause untuk memperbaiki keseimbangan aksi estrogen terhadap fungsi kognitif dan memori di otak. Latihan fisik yang direkomendasikan adalah jenis aerobik berupa jalan kaki dengan intensitas sedang yang dapat dilakukan selama 20-60 menit dengan frekuensi 3-5 kali per minggu. Latihan fisik teratur intensitas sedang dapat memicu sekresi estrogen dan meningkatkan ekspresi reseptor estrogen didalam otak, sekaligus bersinergis positif dengan faktor pertumbuhan otak (neurotropin). Daftar Pustaka Agustiningsih, D. 2006. Pengaruh olahraga teratur dan terukur terhadap kadar hormon estrogen serum wanita pascamenopause. MIFI. 51:123-34. Asnawati. 2010. Ekspresi CYP19 aromatase di korteks adrenal tikus sprague dawley yang diovariektomi lebih tinggi akibat olahraga teratur [tesis]. Univ. Gadjah Mada. Yogyakarta. Bebasari, E. 2010. Ekspresi CYP19 aromatase di jaringan adiposa tikus sprague Dawley yang diovariektomi lebih tinggi akibat olahraga teratur [tesis]. Univ. Gadjah Mada. Yogyakarta. Bhavnani BR dan Strickler RC. 2005. Menopausal hormone therapy. J Obstet Gynaecol Can. 27(2):137-62. Bronstein SR, Rutkowski H, dan Vrezas I. 2004. Cytokines and steroidogenesis.Mol Cell Endocrinol..215:135-41. Guyton AC dan Hall JE. 2006. Female Physiology Before Pregnancy and Female Hormones, Dalam: Textbook of Medical Physiology. 11th Ed. Philadelphia : Elsevier Inc. :1022-26. Guzman C, Hernandez-Bello L, dan MoralesMontor J. 2010. Regulation of steroidogenesis of reproductive, adrenal and neural tissue by cytokines. J Neuroendocrinol..3:161-9. Henderson VW. 2008. Cognitive Changes After Menopause: Influence of Estrogen. Clin Obstet Gynecol. 51(3):618–626. Maia JR, Casoy J, dan Valente J. 2009. Testosterone replacement therapy in the climacteric: benefits beyond sexuality. Gynecol Endocrinol. .25:12-20. Matsuhada F, Sakakima H, dan Yoshida Y. 2011. The effects of early exercise on brain damage and recovery after focal cerebri infarction in rats. Acta Physiol. .201:275-87. Pelletier G. 2010. Steroidogenic enzymes in the brain: morphological aspects. Martiani, L., editors. Neuroendocrinology: The Normal Neuroendocrine System, 1 st ed. Amsterdam : Elsevier :193-208. Rao SS, Singh M, Parkar M, dan Sugumaran R. 2008. Health maintenance in posmenopausal women. Am Fam Physician.78:583-91. Zukarnain 9 Jurnal Sport Pedagogy Vol. 5. No. 1. April 2015 Thurston RC dan Joffe H. 2011. Vasomotor Symptoms and Menopause: Findings from the Study of Women’s Health Across the Nation. Obstet Gynecol Clin North Am. .38(3):489–501. Tzutsui K. 2009. Neurosteroid biosynthesis and action in the purkinje cell. J Exp Neurosci..21-12. Whaley MH, Brubaker PH, dan Otto RM. 2006. ACSM’s Guidelines for Exercise Testing and Prescrition. 7th ed. Philadephia : Lippincott William & Winkins.:10-15. 10 Zukarnain