GRAND THEORY PEMBELAJARAN MOH. NURHAKIM, PhD Pelatihan Peningkatan Keterampilan Teknik Instruksional bagi Instruktur Laboratorium, UMM 2014 I. MENGAPA PERLU TEORI PEMBELAJARAN ? Teori belajar adalah upaya untuk menggambarkan bagaimana orang belajar, sehingga membantu guru atau instruktur memahami proses pembelajaran. Mengetahui teori belajar membantu tugas guru atau istruktur, sehingga memiliki kedewasaan, kewibawaan, dan ketrampilan dalam pembelajaran atau pendampingan, mempelajari peserta didik, serta menggunakan prinsip-prinsip pengajaran maupun dalam hal menilai cara mengajarnya sendiri. II. KONSEP BELAJAR Morgan (Gino, 1988: 5) menyatakan bahwa belajar adalah usaha sadar yang dilakukan manusia melalui pengalaman dan latihan untuk memperoleh kemampuan baru dan merupakan perubahan tingkah laku yang relatif tetap, sebagai akibat dari latihan. Suryabrata (2001:232) menyatakan bahwa belajar merupakan proses perbuatan yang dilakukan dengan sengaja, yang kemudian menimbulkan perubahan, yang keadaannya berbeda dari perbuatan yang ditimbulkan oleh lainnya. Gerow (1989:168) mengemukakan bahwa “Learning is demonstrated by a relatively permanent change in behavior that occurs as the result of practice or experience”. Bower (1987: 150) menyatakan bahwa “Learning is a cognitive process”. Belajar adalah suatu proses kognitif. Ciri-Ciri Belajar Belajar merupakan suatu perubahan tingkah laku yang positif yang diperoleh dari proses-proses yang disadari. Belajar merupakan suatu perubahan yang terjadi melalui proses latihan dan pengalaman. Untuk dapat disebut belajar, maka perubahan itu pada pokoknya adalah kecakapan baru, yang berlaku dalam waktu yang relatif lama. Tingkah laku yang mengalami perubahan karena belajar menyangkut berbagai aspek kepribadian baik fisik maupun psikis. III. TEORI BELAJAR Di antara Macam-macam Teori Belajar: 1. Kognitivisme (pembelajaran berfokus pada perubahan intelektual/otak) 2. Behaviorisme (pembelajaran berfokus pada perubahan tingkah laku sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon) 3. Konstruktivisme (pembelajaran berfokus pada proses di mana peserta didik aktif membangun ide-ide baru atau konsep) 1. Teori Belajar Kognitivisme Teori belajar kognitif mulai berkembang pada abad terakhir sebagai protes terhadap teori perilaku yang telah berkembang sebelumnya. Model kognitif ini memiliki perspektif bahwa para peserta didik memproses informasi dan pelajaran melalui upayaya mengorganisir, menyimpan, dan kemudian menemukan hubungan antara pengetahuan yang baru dengan pengetahuan yang telah ada. Model ini menekankan pada bagaimana informasi diproses. Peneliti yang mengembangkan teori kognitif ini adalah Ausubel, Bruner, dan Gagne. Dari ketiga peneliti ini, masing-masing memiliki penekanan yang berbeda. Ausubel menekankan pada apsek pengelolaan (organizer) yang memiliki pengaruh utama terhadap belajar.Bruner bekerja pada pengelompokkan atau penyediaan bentuk konsep sebagai suatu jawaban atas bagaimana peserta didik memperoleh informasi dari lingkungan. 2. Teori Belajar Behaviorisme Teori behavioristik adalah sebuah teori yang dicetuskan oleh Gage dan Berliner tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Teori ini lalu berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang berpengaruh terhadap arah pengembangan teori dan praktik pendidikan dan pembelajaran yang dikenal sebagai aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus-responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman. 3. Teori Belajar Konstruktivisme Kontruksi berarti bersifat membangun, dalam konteks filsafat pendidikan dapat diartikan konstruktivisme adalah suatu upaya membangun tata susunan hidup yang berbudaya modern. Konstruktivisme merupakan landasan berfikir (filosofi) pembelajaran konstektual yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak sekonyong-konyong. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus mengkontruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata. Dengan teori konstruktivisme siswa dapat berfikir untuk menyelesaikan masalah, mencari idea dan membuat keputusan. Siswa akan lebih paham karena mereka terlibat langsung dalam membina pengetahuan baru, mereka akan lebih faham dan mampu mengapliklasikannya dalam semua situasi. Selain itu siswa terlibat secara langsung dengan aktif, mereka akan ingat lebih lama semua konsep. IV. PEMBELAJARAN ORANG DEWASA (ANDRAGOGI) 1. Pengertian Teori Belajar Andragogi Andragogi berasal dari bahasa Yunani kuno: aner, dengan akar kata andr, yang berarti orang dewasa, dan agogus yang berarti membimbing atau membina. Andragogi secara istilah dapat diartikan sebagai ilmu dan seni mengajar orang dewasa. Oleh karena orang dewasa sebagai individu yang sudah mandiri dan mampu mengarahkan dirinya sendiri, maka dalam andragogi yang terpenting dalam proses interaksi belajar adalah kegiatan belajar mandiri yang bertumpu kepada warga belajar itu sendiri dan bukan merupakan kegiatan seorang guru mengajarkan sesuatu (Learner Centered Training/Teaching) 2. Asumsi-Asumsi Pokok Teori Andragogi Malcolm Knowles (1970): a. Konsep diri. Asumsinya bahwa secara umum konsep diri anak-anak masih tergantung sedangkan pada orang dewasa konsep dirinya sudah mandiri. Karena kemandirian inilah orang dewasa membutuhkan memperoleh penghargaan orang lain sebagai manusia yang mampu menentukan dirinya sendiri (Self Determination), mampu mengarahkan dirinya sendiri (Self Direction). b. Peranan Pengalaman. Asumsinya adalah bahwa orang dewasa telah memiliki pengalaman. Oleh sebab itu, dalam teknologi pelatihan atau pembelajaran orang dewasa lebih tepat mengembangkan teknik yang bertumpu pada pengalaman. Dalam hal ini dikenal dengan "Experiential Learning Cycle“ yang lebih banyak menggunakan diskusi kelompok, curah pendapat, kerja laboratori, sekolah lapang, melakukan praktek dan lain sebagainya, yang pada dasarnya berupaya untuk melibatkan peranserta atau partisipasi peserta pelatihan. c. Kesiapan Belajar . Asumsinya bahwa setiap individu semakin menjadi matang sesuai dengan perjalanan waktu, maka kesiapan belajar bukan ditentukan oleh kebutuhan atau paksaan akademik ataupun biologisnya, tetapi lebih banyak ditentukan oleh tuntutan perkembangan dan perubahan tugas dan peranan sosialnya. Implikasinya, materi pembelajaran perlu disesuaikan dengan kebutuhan yang sesuai dengan peranan sosial peserta didik secara dinamis. d. Orientasi Belajar. Asumsinya bahwa pada orang dewasa mempunyai kecenderungan memiliki orientasi belajar yang berpusat pada pemecahan permasalahan yang dihadapi. Hal ini dikarenakan belajar bagi orang dewasa seolah-olah merupakan kebutuhan untuk menghadapi permasalahan yang dihadapi dalam kehidupan keseharian, terutama dalam kaitannya dengan fungsi dan peranan sosial orang dewasa. Implikasi nya, sifat materi pembelajaran atau pelatihan bagi orang dewasa hendaknya bersifat praktis dan dapat segera diterapkan di dalam kenyataan sehari-hari. V. MODEL PEMBELAJARAN INOVATIF-KONSTRUKTIVISTIK Gunter et al (1990:67) mendefinisikan an instructional model is a step-bystep procedure that leads to specific learning outcomes. Joyce & Weil (1980) mendefinisikan model pembelajaran sebagai kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan pembelajaran). Di antara model-model pembelajaran antara lain; 1. Problem solving and reasoning; 2. Inquiry training; 3. Problem based instruction; 4. Conceptual change instruction; 5. Investigation. 1. Model Reasoning and Problem Solving Model reasoning and problem solving dalam pembelajaran memiliki lima langkah pembelajaran (Krulik & Rudnick, 1996), yaitu: (1) membaca dan berpikir (mengidentifikasi fakta dan masalah, memvisualisasikan situasi, mendeskripsikan seting pemecahan. (2) mengeksplorasi dan merencanakan (pengorganisasian informasi, melukiskan diagram pemecahan, membuat tabel, grafik, atau gambar), (3) menseleksi strategi (menetapkan pola, menguji pola, simulasi atau eksperimen, reduksi atau ekspansi, deduksi logis, menulis persamaan), (4) menemukan jawaban (mengestimasi, menggunakan keterampilan komputasi, aljabar, dan geometri), (5) refleksi dan perluasan (mengoreksi jawaban, menemukan alternatif pemecahan lain, memperluas konsep dan generalisasi, mendiskusikan pemecahan, memformulasikan masalah-masalah variatif yang orisinil). 2. Inquiry Training Untuk model ini, terdapat tiga prinsip kunci, yaitu pengetahuan bersifat tentatif, manusia memiliki sifat ingin tahu yang alamiah, dan manusia mengembangkan indivuality secara mandiri. Prinsip pertama menghendaki proses penelitian secara berkelanjutan, prinsip kedua mengindikasikan pentingkan siswa melakukan eksplorasi, dan yang ketiga— kemandirian, akan bermuara pada pengenalan jati diri dan sikap ilmiah. (1) menghadapkan masalah (menjelaskan prosedur penelitian, menyajikan situasi yang saling bertentangan), (2) menemukan masalah (memeriksa hakikat obyek dan kondisi yang dihadapi, memeriksa tampilnya masalah), (3) mengkaji data dan eksperimentasi (mengisolasi variabel yang sesuai, merumuskan hipotesis), (4) mengorganisasikan, merumuskan, dan menjelaskan, dan (5) menganalisis proses penelitian untuk memperoleh prosedur yang lebih efektif. 3. Problem Based Instruction Problem-based instruction adalah model pembelajaran yang berlandaskan faham konstruktivistik yang mengakomodasi keterlibatan siswa dalam belajar dan pemecahan masalah otentik (Arends et al., 2001). Dalam pemrolehan informasi dan pengembangan pemahaman tentang topik-topik, siswa belajar bagaimana mengkonstruksi kerangka masalah, mengorganisasikan dan menginvestigasi masalah, mengumpulkan dan menganalisis data, menyusun fakta, mengkonstruksi argumentasi mengenai pemecahan masalah, bekerja secara individual atau kolaborasi dalam pemecahan masalah. (1) guru mendefisikan atau mempresentasikan masalah atau isu yang berkaitan (masalah bisa untuk satu unit pelajaran atau lebih, bisa untuk pertemuan satu, dua, atau tiga minggu, bisa berasal dari hasil seleksi guru atau dari eksplorasi siswa), (2) guru membantu siswa mengklarifikasi masalah dan menentukan bagaimana masalah itu diinvestigasi (investigasi melibatkan sumber-sumber belajar, informasi, dan data yang variatif, melakukan surve dan pengukuran), (3) guru membantu siswa menciptakan makna terkait dengan hasil pemecahan masalah yang akan dilaporkan (bagaimana mereka memecahkan masalah dan apa rasionalnya), (4) pengorganisasian laporan (makalah, laporan lisan, model, program komputer, dan lain-lain), dan (5) presentasi (dalam kelas melibatkan semua siswa, guru, bila perlu melibatkan administator dan anggota masyarakat). 4. Conceptual Change Instruction Pengetahuan yang telah dimiliki oleh seseorang sesungguhnya berasal dari pengetahuan yang secara spontan diperoleh dari interaksinya dengan lingkungan. Sementara pengetahuan baru dapat bersumber dari intervensi di sekolah yang keduanya bisa konflik, kongruen, atau masing-masing berdiri sendiri. (1) Sajian masalah konseptual dan kontekstual, (2) konfrontasi miskonsepsi terkait dengan masalah-masalah tersebut, (3) konfrontasi sangkalan berikut strategi-strategi demonstrasi, analogi, atau contoh-contoh tandingan, (4) konfrontasi pembuktian konsep dan prinsip secara ilmiah, (5) konfrontasi materi dan contoh-contoh kontekstual, (6) konfrontasi pertanyaan-pertanyaan untuk memperluas pemahaman dan penerapan pengetahuan secara bermakna. 5. Investigation Ide model pembelajaran geroup investigation bermula dari perpsektif filosofis terhadap konsep belajar. Untuk dapat belajar, seseorang harus memiliki pasangan atau teman. (1) grouping (menetapkan jumlah anggota kelompok, menentukan sumber, memilih topik, merumuskan permasalahan), (2) planning (menetapkan apa yang akan dipelajari, bagaimana mempelajari, siapa melakukan apa, apa tujuannya), (3) investigation (saling tukar informasi dan ide, berdiskusi, klarifikasi, mengumpulkan informasi, menganalisis data, membuat inferensi), (4) organizing (anggota kelompok menulis laporan, merencanakan presentasi laporan, penentuan penyaji, moderator, dan notulis), (5) presenting (salah satu kelompok menyajikan, kelompok lain mengamati, mengevaluasi, mengklarifikasi, mengajukan pertanyaan atau tanggapan), dan (6) evaluating (masing-masing siswa melakukan koreksi terhadap laporan masing-masing berdasarkan hasil diskusi kelas, siswa dan guru berkolaborasi mengevaluasi pembelajaran yang dilakukan, melakukan penilaian hasil belajar yang difokuskan pada pencapaian pemahaman. REFERENSI Akhmad Sudrajat, Model Pembelajaran Inovatif. http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01/19/model-pembelajaran-inovatif/. Asmin, Konsep dan Metode Pembelajaran Untuk Orang Dewasa (Andragogi), http://www.depdiknas.go.id/Jurnal/34/konsep_dan_metode_pembelajaran.htm, Diakses tanggal 15 Juni 2014. Bambang S, dan Lukman, Kelemahan dan Keunggulan Teori Belajar Andragogi. http://www.oocities.org/teknologipembelajaran/andragogi.html. Burden, P. R., & Byrd, D. M. 1996. Method for effective teaching, second edition. Boston: Allyn and Bacon. I Wayan Santyasa, Model-Model Pembelajaran Inovatif. http://www.freewebs.com/santyasa/pdf2.pdf. Jacobs, G.M., Lee, G.S, & Ball, J. 1996. Learning Cooperative Learning via Cooperative Learning: A Sourcebook of Lesson Plans for Teacher Edu-cation on Cooperative Learning. Singapore: SEAMEO Regional Language Center. Joyce, B., & Weil, M. 1980. Model of teaching. New Jersey: Prentice-Hall, Inc. Kuhn, T. S. 2002. The structure of scientific revolution. Diterjemahkan oleh: Tjun Surjaman. Bandung: P. T. Remaja Rosdakarya. Knowles, Malcolm S. (1970). "The modern practicsof adult education, andragogy versus ". New York : Association Press. Moznoer, Model-model Pembelajaran-inovatif http://matahati99.blogspot.com/2012/01/model-model-pembelajaran-inovatif.html