BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pemasaran Pemasaran dalam suatu perusahaan memegang peranan yang sangat penting, karena pemasaran merupakan salah satu kegiatan yang dilakukan untuk mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan, melakukan perkembangan terhadap perusahaan dan untuk pencapaian tujuan perusahaan dalam memperoleh laba. Masyarakat awam pada umumnya seringkali menyamakan pemasaran dengan penjualan. Pandangan ini terlalu sempit karena penjualan hanya satu dari beberapa aspek yang ada pada pemasaran. Pemasaran berusaha mengidentifikasikan kebutuhan dan keinginan konsumen pasar sasarannya serta bagaimana memuaskan mereka melalui proses pertukaran dengan tetap memperhatikan semua pihak dan tujuan yang terkait dengan kepentingan perusahaan. Pengertian pemasaran oleh para ahli dikemukakan berbeda-beda dalam penyajian dan penekanannya, tetapi semua itu sebenarnya mempunyai pengertian yang hampir sama antara satu dengan yang lainnya. Menurut Kotler yang dikutip oleh Saladin (2006) mengemukakan pengertian pemasaran sebagai berikut: “Pemasaran adalah proses sosial yang didalamnya individu atau kelompok memperoleh apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan 16 menciptakan, menawarkan, dan mempertukarkan produk dan jasa yang bernilai dengan pihak lain”. Saladin (2006) mengemukakan pengertian pemasaran sebagai berikut: “Pemasaran adalah suatu sistem total dari kegiatan bisnis yang dirancang untuk merencanakan, menentukan harga, promosi dan mendistribusikan barang-barang yang dapat memuaskan keinginan dan mencapai pasar sasaran serta tujuan perusahaan”. Menurut Stanton yang dikutip oleh Dharmesta dan Irawan (2005) mengemukakan pemasaran sebagai berikut: “Pemasaran adalah suatu sistem keseluruhan dari kegiatan-kegiatan bisnis yang ditujukan untuk merencanakan, menentukan harga, mempromosikan, dan mendistribusikan barang dan jasayang memuaskan kebutuhan baik kepada pembeli yang ada maupun pembeli potensial”. Dari definisi para ahli tersebut dapat diartikan bahwa pemasaran adalah suatu proses sosial dan manajerial dari individu dan kelompok untuk memenuhi kebutuhan dan keinginannya melalui penciptaan, penawaran, dan pertukaran (nilai) produk dengan pihak lain, dimana hal ini juga diharapkan mampu memberikan kepuasan kepada konsumennya. 17 2.1.2 Strategi Periklanan 2.1.2.1 Pengertian Periklanan Periklanan merupakan salah satu bentuk strategi pemasaran yang paling banyak digunakan perusahaan dalam mempromosikan produknya kepada konsumen. Paling tidak ini dapat dilihat dari besarnya anggaran belanja iklan yang dikeluarkan setiap perusahaan untuk merek-merek yang dihasilkan. Menurut Triono (2004) doktrin yang mendasar dalam dunia periklanan adalah, ”Pasanglah iklan sebanyak mungkin agar tercipta kesadaran konsumen secara maksimal tentang sebuah merk, yang dalam jangka panjang akan memperbesar kans dipilihnya merk anda oleh konsumen dalam periode konsumsi”. Artinya bahwa stimulus cenderung menimbulkan keinginan yang besar. Iklan menurut Kotler (2007) didefinisikan sebagai segala bentuk presentasi nonpribadi dan promosi gagasan, barang, atau jasa oleh sponsor tertentu yang harus dibayar. Iklan dapat merupakan cara yang berbiaya efektif guna menyebarkan pesan, entah untuk membangun preferensi merek atau untuk mendidik orang. Sedangkan menurut Institut Praktisi Periklanan Inggris, yang dikutip oleh Jefkins (2004), menyebutkan periklanan merupakan pesan-pesan penjualan yang paling persuasif yang diarahkan kepada para calon pembeli yang paling potensial atas produk barang atau jasa tertentu dengan biaya yang semurah-murahnya. Jefkins sendiri menyebutkan bahwa periklanan merupakan cara menjual melalui penyebaran informasi. Menurut Tjiptono (2001), iklan mempunyai empat fungsi utama yaitu: menginformasikan kepada khalayak menngenai seluk beluk produk (informative), 18 mempengaruhi khalayak untuk membeli (persuading), menyegarkan informasi yang telah diterima khalayak (reminding), dan menciptakan suasana yang menyegarkan sewaktu khalayak menerima atau mencerna informasi (entertainment). Hal ini serupa dengan pernyataan Kotler (2007) yang membedakan jenis iklan berdasarkan tujuan iklan tersebut, yaitu sebagai berikut. 1) Iklan informatif, dimaksudkan untuk menciptakan kesadaran dan pengetahuan tentang produk baru atau ciri baru produk yang sudah ada. 2) Iklan persuasif, dimaksudkan untuk menciptakan kesukaan, preferensi, keyakinan, dan pembelian suatu produk atau jasa. 3) Iklan pengingat, dimaksudkan untuk merangsang pembelian produk dan jasa kembali. 4) Iklan penguatan, dimaksudkan untuk meyakinkan pembeli sekarang bahwa mereka telah melakukan pilihan yang tepat. Menurut Kotler yang dikutip Riny (2007), variabel periklanan dapat ditentukan menurut jenis media, isi dari pesan, dan penempatan media iklan. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi dalam pemilihan media untuk periklanan adalah : tujuan periklanan, sirkulasi media, keperluan berita, waktu dan lokasi dimana keputusan membeli dibuat, biaya periklanan, kerjasama dan bantuan promosi yang ditawarkan oleh media, karakteristik media, dan kebaikan serta keburukan media. Adapun jenis media periklanan menurut Kotler (2007) dipaparkan dalam Tabel 2.1. 19 Tabel 2.1 Jenis-jenis Media Periklanan Media Koran Televisi Surat Langsung (direct-mail) Radio Majalah Reklame luar ruang Yellow Pages Berita berkala Brosur Telepon Internet Keunggulan Fleksibilitas; ketepatan waktu; jangkauan pasar lokal yang baik; penerimaan luas; tingkat kepercayaan tinggi Menggabungkan gambar, suara dan gerakan; merangsang indera; perhatian tinggi; jangkauan tinggi Audiens terpilih; fleksibilitas tidak ada persaingan iklan dalam media yang sama; personalisasi Penggunaan massal; pemilihan geografis dan demografis tinggi; biaya rendah Pilihan geografis dan demografis tinggi; kredibilitas dan gengsi; reproduksi bermutu tinggi; usia penggunaan panjang; penerusan pembacaan baik Fleksibilitas; pengulangan paparan tinggi; biaya rendah; persaingan rendah Liputan lokal sangat bagus; tingkat kepercayaan tinggi; jangkauan luas; biaya rendah Pemilihan audiens sangat tinggi; terkontrol penuh; peluang interaktif; biaya relatif rendah Fleksibilitas; terkendali penuh; dapat mendramatisir pesan Banyak pengguna; peluang memberikan sentuhan pribadi Pemilihan audiens tinggi; kemungkinan interaktif; biaya relatif rendah Sumber : Kotler (2007) 20 Keterbatasan Usia penggunaan pendek; mutu reproduksi jelek; audiens ”terusan” kecil Biaya absolute tinggi; kekacauan tinggi; paparan bergerak kilat; pemilihan audiens kurang Biaya relatif tinggi; citra ”surat sampah” Hanya penyajian suara; perhatian lebih rendah daripada televisi; struktur harga tidak standar; paparan bergerak kilat perencanaan pembelian iklan panjang; sebagian sirkulasi sia-sia, tidak ada jaminan posisi Pemilihan audiens terbatas; kreativitas terbatas Persaingan tinggi; perencanaan pembelian iklan panjang; kreativitas terbatas Biaya dapat hilang sia-sia Produksi berlebihan dapat menyebabkan biaya hilang sia-sia Biaya relatif tinggi kecuali jika digunakan sukarelawan Media yang relatif baru dengan jumlah pengguna yang rendah di beberapa negara Menurut Kotler (2007), perencana media harus mencari wahana yang paling efektif biayanya dalam setiap jenis media pilihan. Dalam melakukan pilihan, perencana harus mengandalkan layanan pengukuran yang menyediakan perkiraan ukuran audiens, komposisi, dan biaya media. Ukuran audiens memiliki beberapa ukuran sebagai berikut. 1) Sirkulasi, adalah jumlah unit fisik yang memuat iklan tersebut. 2) Audiens, adalah jumlah orang yang terpapar dengan sarana tersebut (jika sarana tersebut dapat diteruskan untuk dibaca orang lain, audiensnya akan lebih besar dari sirkulasinya). 3) Audiens efektif, adalah jumlah orang yang mempunyai ciri-ciri audiens sasaran yang terpapar dengan sarana tersebut. 4) Audiens yang terpapar iklan secara efektif, adalah jumlah orang yang memenuhi ciri-ciri audiens sasaran yang benar-benar melihat iklan tersebut. Dalam membuat program perikalanan, hal yang perlu diingat adalah mengidentifikasi pasar sasaran dan motif pembelian. Kotler (2007) mengemukakan adanya lima keputusan utama dalam mengembangkan program periklanan, yang disebutnya dengan ”lima M”, yaitu sebagai berikut. 1) Mission (misi) : apakah saja tujuan iklan tersebut? 2) Money (uang) : barapa banyak dapat dibelanjakan? 3) Message (pesan) : pesan apa yang seharusnya disampaikan? 4) Media (media) : media apa yang seharusnya digunakan? 5) Measurement (ukuran) : bagaimana hasilnya seharusnya dievaluasi? 21 2.1.2.2 Pengertian Strategi Periklanan Menurut Roman, dkk (2005) strategi memegang peranan vital dalam penentuan keberhasilan iklan. Strategi merupakan dasar membangun merek, strategi menjaga agar periklanan dan elemen pemasaran berada dalam jalur yang tepat serta membangun kepribadian merek dengan jelas dan konsisten. Strategi mewakili jiwa sebuah merek dan menjadi elemen penting untuk keberhasilan Menurut Suhandang (2005), strategi iklan harus mampu menjawab pertanyaan dasar dari rancangan sebuah kampanye periklanan yang dirumuskan dalam 5W + 1H, yaitu sebagai berikut. 1) What : apa tujuan iklan ? 2) Who : siapa khalayak yang akan dijangkau ? 3) When : kapan iklan dipasang ? 4) Where : di mana iklan dipasang ? 5) Why : mengapa harus demikian ? 6) How : bagaimana bentuk iklannya ? Menurut Batey (2003), tujuan dari strategi adalah usaha untuk menciptakan iklan yang efektif, oleh karena itu selain rumusan pertanyaan 5W + 1H maka pengetahuan yang cukup tentang produk, persaingan pasar atau kompetitor dan analisis mendalam tentang konsumen merupakan kunci pokok yang harus diketahui oleh pemasar sebelum merumuskan sebuah strategi. Dalam “Teori Ilmu Komunikasi” kepenerimaan komunikan akan pesan yang disampaikan oleh komunikator menjadi dasar penilaian akan keberhasilan suatu proses komunikasi. Jadi penetapan strategi 22 pesan periklanan merupakan suatu keputusan strategis yang mampu menjamin sukses atau gagalnya suatu iklan. Hal pertama yang harus dilihat dalam iklan adalah keuntungan kunci konsumen atau ide inti sebagai jantung strategi pesan iklan. Kampanye iklan yang efektif sangat berperan besar dalam pencapaian pangsa pikiran (mind share) dan pangsa pasar (market share). Kampanye iklan yang efektif merupakan kampanye periklanan yang didasarkan pada satu tema besar saja. Tema besar ini dikenal sebagai inti dari pesan yang ingin dikomunikasikan kepada audiens. Kampanye iklan didasarkan hanya pada satu tema besar saja karena keterbatasan daya ingat manusia. Setiap hari pikiran konsumen dibombardir oleh puluhan bahkan mungkin ratusan iklan. Dengan menggunakan satu tema maka kemungkinan akan diingatnya pesan suatu iklan oleh konsumen akan jauh lebih besar daripada menggunakan beberapa tema, hal ini berlaku terutama untuk produk paritas dengan USP yang sama dengan produk kompetitor. Menurut Durianto, dkk (2003) secara empiris hampir semua kampanye periklanan yang hanya didasarkan pada satu tema selalu sukses dijalankan, semua advertising campaigns telah membuktikan keberhasilannya dengan hanya menggunakan satu tema utama saja. Menetapkan satu tema utama dalam membuat iklan berarti mengkomunikasikan satu hal yang kita anggap penting. Menurut Wibowo (2003) untuk menentukan tema yang tepat, diperlukan suatu analisis terhadap produk secara cermat, mendalam dan konprehensif yang terkait dengan 23 keadaan atau fitur produk, harga, sasaran pasar, tingkat persaingan, aspek demografis, dan unsur lainnya yang terkait. Ada banyak strategi pendekatan dalam menganalisis sebuah produk untuk menemukan pesan apa (what to say) yang ingin disampaikan kepada konsumen. Pemilihan strategi yang terbaik adalah tergantung dari produk, kompetitor dan target market. Dalam prakteknya, beberapa aliran besar teori strategi kreatif yang sering digunakan untuk menentukan pesan atau tema utama yang diangkat dalam sebuah kampanye dapat dijabarkan sebagai berikut. 1) Produk benefit / feature oriented Menurut Widyatama (2005) kreatifitas pesan iklan berfokus pada penonjolan keistimewaan khusus produk. Keistimewaan tersebut tidak dimiliki oleh kompetitor lain dan merupakan sesuatu yang dicari-cari, menjadi ciri khas dan dijadikan alasan bagi konsumen untuk menggunakan produk tersebut. 2) Brand image oriented Menurut Widyatama (2005) merek atau produk diproyeksikan atau dikaitkan pada suatu citra dan kepribadian tertentu melalui kampanye periklanan, pencitraan ini berorientasi pada simbol kehidupan. Gagasan utamanya adalah agar konsumen dapat menikmati keuntungan secara psikologis dan emosional dari sebuah produk yang digunakan (selain keuntungan fisik yang ada). 3) Positioning Oriented Menurut Al Ries & Jack Trout (2002) positioning adalah sesuatu yang dilakukan terhadap pikiran, yakni menempatkan produk pada tangga-tangga atau kotak 24 pikiran calon konsumen. Menurut Kartajaya (2004) konsep utama dalam strategi periklanan ini adalah berorientasi pada kompetitor, khususnya yang merupakan market leader. Selain itu orientasi positioning juga berdasarkan pada keunggulan atribut, manfaat dan product class atau posisi relatif terhadap kompetitor. Menurut Sutherland & Alice (2005), setelah strategi pesan ditentukan maka selanjutnya adalah menciptakan sesuatu secara kreatif, maksudnya adalah bagaimana cara menyampaikan sebuah pesan yang telah ditentukan dengan gaya yang berbeda sehingga dapat menarik perhatian sasaran. Gaya juga berfungsi sebagai pemicu ingatan, pemancing untuk membuat orang ingat kembali. Secara otomatis gaya merupakan asosiasi terhadap identitas merek. Menurut Durianto, dkk (2003) ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam membuat perumusan kreatifitas iklan. Hal-hal tersebut adalah sebagai berikut. 1) Directed Creativity Kreatifitas yang dibuat harus sesuai dengan what to say yang telah ditentukan. What to say ini adalah inti pesan yang ingin disampaikan kepada sasaran, tertuang dalam strategi kreatif dalam bentuk creative brief yang dibuat oleh tim kreatif. 2) Brand Name Exposure Brand name exposure terdiri dari individual brand name dan company brand name. Brand name exposure dianggap penting karena bertujuan untuk mendapatkan brand awareness. 25 3) Positive Uniqueness Iklan yang efektif harus mampu menciptakan asosiasi yang positif. Pertama-tama iklan harus efektif, kemudian kreatif. Iklan akan menjadi sia-sia jika hanya sekedar kreatif tapi tidak efektif dan menimbulkan asosiasi yang salah dibenak sasaran. Pesan yang mudah diingat dengan baik adalah yang berkaitan dengan asosiasi indra (visual), konteks emosional (cinta, kebahagiaan dan keadilan), kualitas yang menonjol atau berbeda, asosiasi yang intens, dan hal-hal yang memiliki keutamaan pribadi. 4) Selectivity Berkaitan dengan pesan yang disampaikan kepada sasaran dan endoser sebagai pembawa pesan dari iklan tersebut. Menurut Hakim (2005) sebuah pesan periklanan yang disampaikan dengan gaya yang berbeda harus memiliki nilai-nilai sebagai berikut. 1) Simple, sebuah iklan haruslah simple. Kata simple sering diartikan sederhana, sebagai sesuatu yang dapat dimengerti dengan sekali lihat, tidak banyak elemen tapi komunikatif. 2) Unexpected, iklan yang unik dan tidak terprediksi akan memiliki kemampuan untuk menempatkan diri dalam otak manusia sehingga mudah diingat. 3) Persuasive, iklan dengan daya bujuk yang kuat akan menggerakkan konsumen untuk dengan dengan brand dan tertarik untuk mencobanya. 4) Relevant, ide harus tetap relevan baik dari sisi rasionalitas maupun dari produknya dan harus ada korelasi dengan positioning dan personality brand. 26 5) Entertaining, entertaining bukan berarti lucu, dalam skala yang lebih luas berarti harus mampu mempermainkan emosi konsumen. Emosi inilah yang akan mengangkat simpati konsumen terhadap produk 6) Acceptable, yang menilai sebuah iklan adalah konsumen, oleh karena itu penerimaan mereka terhadap iklan harus diperhatikan. Menurut Kotler yang dikutip Riny (2007), variabel strategi periklanan dapat ditentukan sebagai berikut. 1) Jenis media, adalah kegiatan usaha yang dilakukan oleh perusahaan untuk menciptakan dan menyelenggarakan media yang ditujukan kepada orang banyak atau masyarakat umum mengenai produk yang diiklankan seperti iklan melalui televisi, iklan melalui siaran radio, iklan melalui internet, iklan melalui majalah, iklan melalui baliho, iklan melalui spanduk, dll. 2) Isi dari pesan / daya tarik iklan, adalah isi pesan yang disampaikan, ungkapan melalui gambar atau ilustrasi yang dilakukan oleh perusahaan di dalam periklanan. 3) Penempatan media iklan, adalah penempatan media iklan oleh perusahaan dengan tujuan agar mudah dilihat oleh masyarakat umum. 27 2.1.3 Word of Mouth Marketing 2.1.3.1 Pengertian Word of Mouth Menurut Putri (2007) yang dikemukakan oleh Sumarni (2008), mengartikan “word of mouth seperti buzz, yaitu obrolan murni di tingkat pelanggan yang menular, tentang orang, barang atau tempat (infectious chatter; genuine, street level excitement about a hot new person, place or thing). Atau secara lebih umum obrolan tentang brand”. Sutisna (2002) berpendapat bahwa kebanyakan proses komunikasi antar manusia melalui mulut ke mulut. Setiap orang setiap hari berbicara dengan yang lainnya, saling tukar pikiran, saling tukar informasi, saling berkomentar dan proses komunikasi lainnya. Pengertian tersebut diperjelas oleh pendapat Khasali (2003) yang dikutip oleh Sumarni (2008), yang mengartikan word of mouth sebagai sesuatu hal yang dibicarakan banyak orang. Pembicaraan terjadi dikarenakan ada kontroversi yang membedakan dengan hal-hal yang biasa dan normal dilihat orang. Setiap komunikasi yang baik harus memiliki isi dan tujuan yang jelas dan dapat diterima oleh lawan bicara. Menurut Sumarni (2008), word of mouth merupakan usaha pemasaran yang memicu konsumen untuk membicarakan, mempromosikan, merekomendasikan dan menjual produk atau merek kita kepada pelanggan lainnya. Menurut Kartajaya (2007) yang diungkapkan oleh Sumarni (2008), “Word of mouth merupakan media komunikasi yang paling efektif. Dengan buzzing yang tepat, diharapkan persepsi merk yang kurang baik mulai dapat beralih”. 28 Prasetyo dan Ihalauw (2004) yang dikemukakan oleh Sumarni (2008), mengemukakan pendapatnya bahwa komunikasi informal tentang produk atau jasa berbeda dengan komunikasi formal karena dalam komunikasi informal pengirim tidak berbicara dalam kapasitas seorang profesional atau komunikator komersial, tetapi cenderung sebagai teman. Komunikasi ini juga disebut komunikasi dari mulut ke mulut atau getok tular (word of mouth communication) yang cenderung lebih persuasif karena pengirim pesan tidak mempunyai kepentingan sama sekali atas tindakan si penerima setelah itu. Komunikasi ini sangat bermanfaat bagi pemasar. Berdasarkan pendapat para ahli tersebut maka word of mouth dapat diartikan sebagai komunikasi yang dilakukan oleh konsumen yang telah melakukan pembelian dan menceritakan pengalamannya tentang produk atau jasa tersebut kepada orang lain. Sehingga secara tidak langsung konsumen tersebut telah melakukan promosi yang dapat menarik minat beli konsumen lain yang mendengarkan pembicaraan tersebut. 2.1.3.2 Proses Word of Mouth Komunikasi word of mouth tidak bisa terjadi tanpa proses, dimulai dari sumber sampai tujuan. Setiap salurannya memiliki kepentingan yang tak boleh diabaikan. Seperti pendapat Sutisna (2002), dalam pandangan tradisional proses komunikasi word of mouth dimulai dari informasi yang disampaikan melalui media masa kemudian diinformasikan atau ditangkap oleh pemimpin opini yang mempunyai pengikut dan berpengaruh. Informasi yang ditangkap oleh pemimpin opini kepada 29 pengikutnya melalui komunikasi dari mulut ke mulut. Bahkan secara lebih luas model itu juga memasukkan penjaga informasi (gatekeeper) sebagai pihak yang terlibat dalam proses komunikasi tersebut. Model komunikasi word of mouth yang lebih luas digambarkan oleh Sutisna (2002) sebagai berikut. Gambar 2.1 Model Komunikasi Word Of Mouth Gatekeeper Media massa Pemimpin opini Pengikut Sumber : Sutisna (2002) Orang-orang yang kita tanyai dan mintai informasinya, disebut sebagai pemimpin opini (opinion leaders). Pemimpin opini merupakan orang yang sangat sering mempengaruhi sikap dan perilaku orang lain. Menurut Schiffman dan Kanuk yang dialihbahasakan oleh Zulkifli (2004) menyatakan bahwa: “Proses kepemimpinan pendapat merupakan kekuatan konsumen yang sangat dinamis dan berpengaruh. Sebagai sumber informasi informal, para pemimpin pendapat sangat efektif mempengaruhi para konsumen dalam keputusan mereka yang berhubungan dengan produk”. Kondisi tersebut didukung oleh budaya Indonesia dimana informasi dari mulut ke mulut cepat tersebar. Dimana orang sangat percaya pada informasi yang ia 30 terima dari orang terdekatnya. Menurut Cranston yang di kutip Kurniawan (2007) menyatakan bahwa: ”Konsumen Indonesia cenderung berciri sosial, senang berkumpul dan membuat kelompok, seperti kebiasaan arisan dan ngerumpi. Sebuah isu baru cepat tersebar berkat kebiasaan ini. Ciri unik ini oleh para ahli marketing dilihat sebagai bagian strategi pemasaran yang cukup efektif, namanya word of mouth marketing (WOMM)”. Dimana pemasar harus lebih jeli tentang informasi yang beredar dan sebisa mungkin menyisipkan informasi tentang produknya dalam informasi yang sedang ramai dibicarakan. Kotler (2005) menambahkan bahwa: “Tantangan utama sekarang ini adalah menarik perhatian konsumen dengan cara menemukan cara baru untuk menarik perhatian dan menanamkan brand dalam benak setiap orang. Humas dan pemasaran mulut ke mulut semakin berperan dalam bauran pemasaran dalam rangka membangun dan memelihara brand”. Dan Kurniawan (2007) menambahkan bahwa yang tidak boleh dilupakan dalam word of mouth adalah kredibilitas. Word of mouth juga dipengaruhi oleh peran public relations, media, iklan, yang mempunyai peran untuk membangun awareness akan sebuah produk atau merek. Menurut Irawan (2007) yang di kutip oleh Sumarni (2008), karakter suka berkumpul merupakan cermin dari kekuatan pembentukan grup dan komunitas. Kekuatan komunitas ini sangat besar pengaruhnya terhadap strategi pemasaran. Salah satu strategi yang penting adalah strategi komunikasi yang menggunakan word of mouth untuk membantu penetrasi pasar dari suatu merek. 31 2.1.3.3 Menciptakan Word of Mouth Marketing Untuk mempromosikan produknya melalui word of mouth, pemasar dapat merangsang atau menciptakan komunikasi word of mouth. Berdasarkan penelitian Diamond Management & Technology Consultant yang dikemukakan oleh Sumarni (2008) terdapat beberapa metode untuk menciptakan word of mouth antara lain : 1) Buzz marketing, menggunakan kegiatan hiburan atau berita yang bagus supaya orang membicarakan brand kita. 2) Evangelist marketing, menanam para penyebar berita (evangelist), pembicara atau relawan yang menjadi pemimpin dalam aktivitas penyebaran secara aktif. 3) Community marketing, membentuk atau mendukung ceruk komunitas (niche community) yang dengan senang hati membagi ketertarikan mereka terhadap brand, menyediakan alat, konten, dan informasi untuk mendukung komunitas tersebut. 4) Conversation creation, iklan yang menarik atau lucu, e-mail, hiburan untuk memulai aktivitas word of mouth. 5) Influencer marketing, mengidentifikasi komunitas kunci dan opinion leader yang dengan senang hati menceritakan produk dan memiliki kemampuan untuk mempengaruhi opini orang lain. 6) Cause marketing, memberikan dukungan untuk program sosial melalui pengumpulan dana untuk mendapatkan respek dan dukungan dari orang-orang yang memiliki concern yang sama dengan perusahaan. 32 7) Viral marketing, menciptakan pesan yang menghibur dan informatif yang didesain untuk disebarkan secara eksponensial melalui media elektronik atau e-mail. 8) Grassroots marketing, mengatur dan memotivasi relawan untuk terlibat secara personal atau lokal. 9) Brand blogging, menciptakan blog dan berpartisipasi dalam blogosphere, dalam semangat keterbukaan, komunikasi transparan, berbagi informasi nilai yang mungkin dibicarakan komunitas blog. 10) Product seeding, menempatkan produk yang tepat di tangan yang tepat, pada waktu yang tepat pula, menyediakan informasi atau sample untuk individu berpengaruh. 11) Referral programs, menciptakan alat bagi pelanggan yang puas agar mereka merekomendasikan produk yang sama kepada teman-temannya. Metode tersebut harus dikelola agar aktifitas word of mouth dapat terus berjalan dengan baik dan terus berkembang. Serta pemasar dapat mengambil masukan untuk meningkatkan kualitas dan menyesuaikan produk pada kebutuhan dan keinginan pasar yang terus berkembang. Sumarni (2008) menjelaskan jika pelanggan puas tentunya mereka akan mempromosikan word of mouth. Selain berfokus kepada kepuasan pelanggan, pemasar juga bisa mengelola aktivitas word of mouth dengan cara-cara sebagai berikut. 1) Conversation tracking, yaitu memonitor pembicaraan yang berkaitan dengan suatu merek, baik pembicaraan offline maupun online. 2) Menciptakan komunitas dengan ketertarikan atau bidang yang sama. 33 3) Program brand advocacy, yaitu memilih pelanggan yang loyal untuk bertindak mewakili brand tersebut. 4) Memberikan pelayanan yang superior, sehingga menciptakan kepuasan pelanggan. 5) Blog marketing, yaitu mengelola blog perusahaan ataupun terkait dengan produk dan berhubungan dengan orang lain melalui blog. 6) Influencer marketing, yaitu mengidentifikasi siapa saja yang besar pengaruhnya dalam sebuah social network dan bekerjasama dengan mereka. Word of mouth juga bisa menciptakan image negatif yang bisa melawan suatu merek. Untuk itu pemasar bisa memanfaatkan langkah-langkah diatas untuk menyerang balik word of mouth yang negatif. Tetapi yang paling utama tetaplah pelayanan yang superior karena dari sanalah semua bermula. Pelayanan superior adalah langkah paling efektif dalam melawan word of mouth yang negatif. Dewanto (2008) mengemukakan bahwa “Menurut Sernovitz, ada 5T yang harus diperhatikan saat melakukan kampanye ini. Kelima hal tersebut adalah, Talker, Topics, Tool, Taking Part, dan Tracking”. 1) Talker (pembicara), adalah orang-orang yang akan menjadi perantara membicarakan produk perusahaan. 2) Topics (topik), ini seharusnya sesuatu yang sederhana, dan memang berasal dari produk itu sendiri. 3) Tools (alat), yaitu berbicara tentang segala perlengkapan yang seharusnya disiapkan agar memudahkan konsumen melakukan word of mouth. 34 4) Taking Part (partisipasi perusahaan), yaitu menjelaskan bagaimana memudahkan perusahaan seharusnya perusahaan terlibat dalam proses ini. 5) Tracking (pengawasan), dengan ini akan mengetahui siapa yang menjadi talker produk, topik apa yang menjadi word of mouth, dan mengetahui apakah tools yang perusahaan siapkan bekerja dengan baik. 2.1.4 Perilaku Konsumen 2.1.4.1 Pengertian Perilaku Konsumen American Marketing Association dalam Peter (2008) mendefinisikan perilaku konsumen sebagai interaksi dinamis antara pengaruh dan kognisi, perilaku dan kejadian di sekitar kita dimana manusia melakukan aspek pertukaran dalam hidup mereka. Definisi ini bila dikaji lebih jauh mempunyai tiga ide penting yaitu sebagai berikut. 1) Perilaku konsumen yang dinamis berarti seorang konsumen, grup konsumen serta masyarakat luas selalu berubah dan bergerak sepanjang waktu. 2) Interaksi antara pengaruh dan kognisi, perilaku dan kejadian di sekitar. Ini berarti bahwa untuk memahami konsumen dan mengembangkan strategi pemasaran yang tepat kita harus memahami apa yang mereka pikirkan (kognisi) dan mereka rasakan (pengaruh), apa yang mereka lakukan (perilaku) dan apa serta dimana (kejadian di sekitar) yang mempengaruhi serta dipengaruhi oleh apa yang dipikirkan. 35 3) Hal terakhir yang ditekankan dalam definisi perilaku konsumen adalah pertukaran di antara individu. Hal ini membuat definisi perilaku konsumen tetap konsisten dengan definisi pemasaran yang sejauh ini juga menekankan pertukaran. Kenyataannya, peran pemasaran adalah untuk menciptakan pertukaran dengan konsumen melalui formula dan penerapan strategi pemasaran. 2.1.4.2 Ruang Lingkup Perilaku Konsumen Menurut Schiffman (2007), studi perilaku konsumen terpusat pada cara individu mengambil keputusan untuk memanfaatkan sumber daya mereka yang tersedia (waktu, uang, usaha) guna membeli barang-barang yang berhubungan dengan konsumsi. Hal ini mencakup apa yang mereka beli, mengapa mereka membeli dan seberapa sering mereka menggunakannya. Sedangkan menurut Suprapti (2010), studi perilaku konsumen tidak saja fokus pada pembeli beserta anteseden dan konsekuensi dari proses keputusan pembelian itu, yang sifatnya segera, melainkan lebih luas dari itu karena menyangkut dampak proses keputusan pembelian pada konsumen itu sendiri dan masyarakat secara keseluruhan. Dengan kata lain, studi perilaku konsumen tidak sekedar membahas pengaruh langsung keputusan konsumsi pada pembeli dan penjual tetapi juga konsekuensinya yang bersifat tidak langsung pada lingkungan dan masyarakat di luar pembeli dan penjual. 36 2.1.4.3 Model Sederhana Pengambilan Keputusan Konsumen Menurut Schiffman (2007), proses pengambilan keputusan dapat dipandang sebagai tiga tahap yang berbeda namun berhubungan satu sama lain: tahap masukan (input), tahap proses, dan tahap keluaran (output). Penjelasan dari tiga tahapan tersebut adalah sebagai berikut. 1) Tahap masukan mempengaruhi pengenalan konsumen terhadap kebutuhan atas produk yang terdiri dari dua sumber informasi utama yaitu usaha pemasaran (produk, harga, promosi dan tempat penjualan) dan pengaruh sosiologis eksternal atas konsumen (keluarga, teman-teman, tetangga, sumber informal dan sumber komersial lain seperti kelas social, serta keanggotaan budaya dan sub-budaya). 2) Tahap proses model ini memfokuskan pada cara konsumen mengambil keputusan. Berbagai faktor psikologis yang melekat pada setiap individu (motivasi, persepsi, pengetahuan, kepribadian dan sikap) mempengaruhi cara masukan dari luar pada tahapan masukan mempengaruhi pengenalan konsumen terhadap kebutuhan, pencarian informasi sebelum pembelian dan evaluasi terhadap berbagai alternatif. 3) Tahap keluaran dalam model pengambilan keputusan konsumen terdiri dari dua macam kegiatan setelah pengambilan keputusan yang berhubungan erat: perilaku dan evaluasi setelah membeli. 37 Gambar 2.2 Model Sederhana Pengambilan Keputusan Konsumen Sumber : Schiffman (2007) 38 2.1.4.4 Motivasi Pembelian Proses keputusan pembelian oleh konsumen sangat bergantung pada cara bagaimana konsumen memandang suatu masalah atau kebutuhan dan bagaimana motivasi yang muncul dalam dirinya. Untuk lebih memahami alasan yang mendasari pembelian oleh konsumen, pemasar perlu memperhatikan motif konsumen yaitu faktor-faktor yang mendorong konsumen melakukan kegiatan tertentu. Suatu kebutuhan akan menjadi motif jika didorong hingga mencapai tingkat intensitas yang memadai. Motif adalah kebutuhan yang cukup mendorong seseorang untuk bertindak. Menurut Kotler (2007), seseorang memiliki banyak kebutuhan pada waktu tertentu. Beberapa kebutuhan bersifat biogenis; kebutuhan tersebut muncul dari tekanan biologis seperti lapar, haus, tidak nyaman. Kebutuhan yang lain bersifat psikogenis; kebutuhan itu muncul dari tekanan psikologis seperti kebutuhan akan pengakuan, penghargaan, atau rasa keanggotaan kelompok. Tiga teori yang paling terkenal (teori Freud, Maslow, dan Herzberg) mempunyai implikasi yang berbeda pada analisis konsumen dan strategi pemasaran. Teori Freud yang dikutip oleh Kotler (2007), mengasumsikan bahwa kekuatan psikologis yang membentuk perilaku manusia sebagian besar tidak disadari dan bahwa seseorang tidak dapat sepenuhnya memahami motivasi dirinya. Ketika seseorang mengamati merek-merek tertentu, ia akan bereaksi tidak hanya pada kemampuan yang terlihat nyata pada merek-merek tersebut, melainkan juga pada petunjuk (clues) lain yang samar. Wujud, ukuran, berat, bahan, warna, dan nama merek dapat memicu asosiasi arah pemikiran dan emosi tertentu. Teknik yang disebut 39 penjenjangan (laddering) dapat digunakan untuk menelusuri motivasi seseorang mulai dari motivasi yang bersifat alat sampai ke motivasi yang lebih bersifat tujuan. Kemudian pemasar dapat memutuskan pada tingkat mana pesan dan daya tarik mau dikembangkan. Sedangkan teori Maslow yang dikutip oleh Kotler (2007), berusaha menjelaskan mengapa orang didorong oleh kebutuhan tertentu pada waktu tertentu. Mengapa seseorang menghabiskan waktu dan tenaga yang besar untuk mendapatkan keamanan pribadi, sedangkan orang lain untuk mendapatkan penghargaan dari sesamanya? Jawaban Maslow adalah karena kebutuhan manusia tersusun dalam hierarki, dari yang paling mendesak sampai yang paling kurang mendesak. Menurut Maslow yang dikutip oleh Kotler (2007), “Berdasarkan urutan tingkat kepentingannya, kebutuhan-kebutuhan tersebut adalah kebutuhan fisik, kebutuhan keamanan, kebutuhan sosial, kebutuhan penghargaan, dan kebutuhan aktualisasi diri. Orang akan berusaha memuaskan dulu kebutuhan mereka yang paling penting. Jika seseorang berhasil memuaskan kebutuhan yang penting, kemudian dia akan berusaha memuaskan kebutuhan yang terpenting berikutnya”. Teori Maslow membantu para pemasar memahami cara bermacam-macam produk menyesuaikan dengan rencana, sasaran, dan kehidupan konsumen. Hirarki kebutuhan Maslow ditunjukkan dalam Gambar 2.3 berikut ini. 40 Gambar 2.3 Hirarki Kebutuhan Maslow Sumber : Kotler (2007) Teori yang terkahir adalah Teori Herzberg yang dikutip oleh Kotler (2007), teori ini mengembangkan teori dua faktor yang membedakan dissatisfiers (faktorfaktor yang menyebabkan ketidakpuasan) dan satisfiers (faktor-faktor yang menyebabkan kepuasan). Tidak adanya dissatisfiers saja tidak cukup, sebaliknya satisfiers harus ada secara aktif untuk memotivasi pembelian. Teori motivasi Herzberg memiliki dua implikasi. Pertama, para penjual harus berusaha sebaik-baiknya menghindari dissatisfer. Walaupun tidak menyebabkan lakunya produk, hal tersebut bisa dengan mudah menyebabkan produk tersebut tidak 41 terjual. Kedua, pabrikan harus mengidentifikasi satisfier atau motivator utama pembelian di pasar dan kemudian menyediakan faktor satisfier itu. Satisfier itu akan menghasilkan perbedaan besar terhadap merek apa yang dibeli pelanggan. Konsumen membeli sebuah produk bukan semata-mata karena mengejar manfaat fungsionalnya, namun lebih dari itu juga mencari makna tertentu seperti citra diri bahkan kepribadian. Pemasar yang cerdik cenderung berusaha menciptakan ikatan tertentu antara produk yang ditawarkan dengan konsumen. Menurut Tjiptono (2004), secara garis besar ada empat tipe makna konsumsi yang dialami oleh konsumen. Empat tipe makna konsumsi tersebut adalah sebagai berikut. 1) Self-concept attachment, yaitu produk membantu pembentukan identitas diri konsumen. 2) Nostalgic attachment, yaitu produk bisa menghubungkan konsumen dengan kenangan masa lalu. 3) Interdependence, produk menjadi bagian dari rutinitas sehari-hari pelanggan. 4) Love, dimana produk membangkitkan ikatan emosional tertentu, seperti kehangatan, kegairahan dan emosi lainnya. 2.1.4.5 Hubungan Motivasi Pembelian Dengan Keputusan Pembelian Proses pembelian diawali ketika seseorang mendapatkan stimulus (pikiran, tindakan atau motivasi) yang mendorong dirinya untuk mempertimbangkan pembelian barang atau jasa tertentu. Stimulus bisa berupa hal-hal sebagai berikut. 42 1) Commercial cues, yaitu kejadian atau motivasi yang memberikan stimulus bagi konsumen untuk melakukan pembelian, sebagai hasil usaha promosi perusahaan. 2) Social cues, adalah stimulus yang didapatkan dari kelompok referensi yang dijadikan panutan atau acuan oleh seseorang. Sebagai contoh, motivasi seseorang untuk melanjutkan studi ke jenjang perguruan tinggi bisa dipicu karena melihat teman-temannya sibuk mendaftar di beberapa universitas. 3) Physical cues, yakni stimulus yang ditimbulkan karena rasa haus, lapar, lelah, dan biological cues lainnya. 2.2 Pembahasan Hasil Penelitian Sebelumnya Penelitian terdahulu yang dijadikan sebagai acuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1) Riny (2007) dengan judul “Pengaruh Bauran Promosi Terhadap Volume Penjualan Pada Dj. Bali Production Denpasar”. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah ada pengaruh bauran promosi baik secara simultan maupun parsial terhadap volume penjualan pada Dj. Bali Production. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini melalui wawancara, dokumentasi dan kuisioner. Berdasarkan hasil analisis diketahui ada pengaruh signifikan antara bauran promosi yang terdiri dari periklanan, promosi penjualan, dan personal selling terhadap volume penjualan pada Dj. Bali Production Denpasar. Persamaan dengan penelitian ini adalah pada salah satu 43 variabel bebasnya yaitu sama-sama menganalisis variabel periklanan dan teknik analisis data yang digunakan yang mengggunakan regresi linier berganda. Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian ini adalah pada variabel bebas lainnya yang menggunakan promosi penjualan dan personal selling. Perbedaan kedua adalah variabel terikatnya yang menggunakan volume penjualan. 2) Agustini (2009) dengan judul “Pengaruh Iklan Rokok Sampoerna A Mild Terhadap Motivasi Pembelian (Studi Kasus Pada Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Udayana)”. Penelitian ini membahas tentang pengaruh iklan rokok Sampoerna A Mild yang ditinjau dari kompleksitas pesan, keunikan pesan, citra produk, variasi pesan dan unit iklan terhadap motivasi pembelian. Responden penelitian ini adalah Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Udayana. Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa kompleksitas pesan, keunikan pesan, citra produk, variasi pesan dan unit iklan berpengaruh signifikan secara simultan terhadap motivasi pembelian. Persamaan dengan penelitian ini adalah pada variabel terikatnya yaitu motivasi pembelian dan teknik analisis data yang digunakan. Perbedaannya adalah indikator variabel bebas yang pada penelitian tersebut ditinjau dari kompleksitas pesan, keunikan pesan, citra produk, variasi pesan dan unit iklan. Perbedaan kedua yaitu dalam penelitian ini menambahkan variabel bebas berupa word of mouth marketing. 44 3) Khairani (2011) dengan judul “ Analisis Pengaruh Citra Merek, Ketidakpuasan Konsumen, Iklan, Word of Mouth, dan Karakteristik Kategori Produk Terhadap Keputusan Perpindahan Merek Pada Sabun Pembersih Wajah”. Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk menganilisis pengaruh citra merek, ketidakpuasaan konsumen, iklan, word of mouth, dan karakteristik kategori produk terhadap keputusan perpindahan merek. Penelitian ini dilakukan terhadap konsumen sabun pembersih wajah yang telah berpindah ke sabun pembersih wajah merek lain. Hasil penelitian menunjukkan bahwa citra merek, ketidakpuasaan konsumen, iklan, word of mouth, dan karakteristik kategori produk berpengaruh positif dan signifikan terhadap keputusan perpindahan merek. Variabel word of mouth merupakan faktor yang paling dominan mempengaruhi keputusan berpindah merek dengan persentase sebesar 0,221. 4) Saputri (2009) dengan judul “Analisis Pengaruh Iklan Media Televisi Terhadap Keputusan Pembelian Konsumen Pada Provider Simpati Pede”. Penelitian ini mencoba menguji pengaruh iklan TV terhadap keputusan pembelian konsumen pada provider Simpati Pede yang dilihat dari tujuan iklan yang berdasarkan atas memberikan informasi, membujuk atau mempengaruhi, dan mengingatkan. Dari hasil analisis yang telah dilakukan hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel iklan media TV terhadap keputusan pembelian konsumen berpengaruh secara signifikan dengan keputusan pembelian konsumen pada provider Simpati Pede. 45 5) Wardhani (2008) dengan judul “Pengaruh Word of Mouth Pada Produk Kredit Mikro Mandiri PT Bank Mandiri (Persero) Tbk Hub Jakarta Pulogadung Terhadap Minat Pengajuan Kredit Para Wirausahawan”. Tujuan penelitian dari produk Kredit Mikro Mandiri PT. Bank Mandiri (Persero) adalah untuk mengetahui bagaimana efek word of mouth mempengaruhi minat pengajuan kredit para wirausahawan dengan menggunakan pendekatan kuantitatif dengan studi literatur dan menggunakan penelitian instrumen dengan menggunakan kuesioner yang dibagikan kepada 125 orang responden. Penelitian dilakukan dengan analisis statistik SPSS for windows 15 dengan variabel word of mouth yang terdiri dari 5 dimensi yaitu talker, topics, tools, taking parts, dan tracking dan variabel niat beli konsumen. Dari hasil penelitian diketahui bahwa terdapat pengaruh yang tinggi dari variabelvariabel word of mouth pada produk Kredit Mikro Mandiri terhadap minat pengajuan kredit para wirausahawan. 6) Hermansyah (2009) dengan judul “Pengaruh Strategi Pemasaran Word of Mouth Terhadap Proses Keputusan Pembelian Konsumen (Studi Pada CV Jaya Mandiri Interior Malang)”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh secara parsial dan simultan Word of Mouth Marketing terhadap proses keputusan pembelian konsumen pada CV Jaya Mandiri Interior Malang. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis multiple regression. Dimensi word of mouth marketing yang digunakan adalah talkers, topics dan tools sebagai variabel indipenden dan proses 46 keputusan pembelian konsumen sebagai variabel dependen. Hasil penelitian menunjukkan ketiga dimensi dalam word of mouth marketing yaitu talkers, topics dan tools terbukti berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap proses keputusan pembelian konsumen. Dan dimensi talkers memiliki Sumbangan Efektif (SE) tertinggi terhadap proses keputusan pembelian konsumen disusul dengan variabel topics dan tools berturut-turut. 7) Praswati (2009) dengan judul “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Komunikasi Word of Mouth Terhadap Minat Guna Jasa Ulang (Studi Kasus pada PT Nasmoco di Semarang)”. Penelitian ini menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi komunikasi word of mouth terhadap minat guna jasa ulang. Obyek penelitian ini adalah PT. Nasmoco di Semarang. Hasil penelitian ini menunjukkan diantaranya bahwa kualitas pelayanan berpengaruh positif terhadap komunikasi word of mouth. Kepuasaan pelanggan berpengaruh positif terhadap komunikasi word of mouth. Komitmen berpengaruh positif terhadap komitmen word of mouth. Kekuatan hubungan berpengaruh positif terhadap komunikasi word of mouth. Komunikasi word of mouth berpengaruh positif terhadap minat guna jasa ulang. 8) Bram (2005) dengan judul “Analisis Efektivitas Iklan Sebagai Salah Satu Strategi Pemasaran Perusahaan Percetakan Dan Penerbitan PT Rambang Dengan Menggunakan Metode Epic Model”. Objek penelitian ini adalah konsumen dari PT Rambang yang pernah melihat, mendengar atau membaca 47 iklan PT Rambang khususnya mereka yang tinggal di kota Palembang. Efektivitas iklan dilihat dari dimensi empati iklan, persuasi iklan, pengaruh iklan dan komunikasi iklan dengan menggunakan analisis tabulasi silang dan regresi linier untuk mengukur volume penjualan. Hasil dari dimensi EPIC model, ditemukan bahwa iklan PT Rambang cukup efektif mempengaruhi konsumen yang tinggal di kota Palembang. Dan dari keempat faktor, komunikasi iklan adalah faktor yang paling dominan. 9) Ibrahim (2007) dengan judul “Analisis Pengaruh Media Iklan Terhadap Pengambilan Keputusan Membeli Air Minum Dalam Kemasan Merek Aqua Pada Masyarakat Kota Palembang”. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh media iklan terhadap pengambilan keputusan konsumen membeli air minum dalam kemasan merek Aqua dan media iklan yang mana yang dominan mempengaruhi keputusan konsumen membeli air minum dalam kemasan merek Aqua. Dari hasil penelitian terhadap 126 responden di kota Palembang diketahui bahwa media iklan televisi, iklan surat kabar, iklan majalah, iklan radio, iklan papan reklame dan iklan spanduk secara simultan berpengaruh signifikan terhadap keputusan konsumen dalam membeli air minum dalam kemasan merek Aqua. Secara parsial terlihat bahwa dari enam variabel bebas yang ada hanya ada tiga variabel bebas yang berpengaruh positif dan signifikan terhadap keputusan konsumen dalam membeli air minum dalam kemasan merek Aqua, yaitu 48 media iklan televisi, iklan majalah dan iklan spanduk. Yang paling dominan berpengaruh adalah iklan televisi. 10) Kurniawati (2009) dengan judul “Pengaruh Harga dan Iklan terhadap Keputusan Pembelian Sepeda Motor Honda (Studi Kasus pada Konsumen di Kelurahan Tegalsari Semarang)”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh harga dan iklan terhadap keputusan pembelian sepeda motor Honda (Studi Kasus pada Konsumen di Kelurahan Tegalsari Semarang). Tipe penelitian ini adalah explanatory reseach dengan sampel 100 responden yang diambil dengan teknik bertahap (Multistage Sampling). Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa harga dan iklan berpengaruh secara simultan dan parsial terhadap keputusan pembelian. Harga dan iklan memberikan kontribusi sebesar 18,2 persen terhadap keputusan pembelian konsumen. 11) Purnama (2003) dengan judul “Pengaruh Iklan Televisi Menggunakan Background Musik Terhadap Recall Audience”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh iklan televisi menggunakan background musik terhadap recall audience. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini meliputi variabel recall audience sebagai variabel terikat, variabel jingle iklan, bintang iklan, dan tema iklan sebagai variabel bebas. Metode analisis yang digunakan adalah analisis regresi berganda. Kontribusi seluruh variabel bebas terhadap variabel terikat sebesar 86,3 persen. Dari hasil perhitungan regresi diketahui bahwa keseluruhan variabel secara bersama-sama berpengaruh terhadap recall 49 audience, tetapi secara parsial hanya variabel jingle iklan yang berpengaruh secara signifikan. 12) Antinah (2009) dengan judul “Komunikasi dari Mulut ke Mulut Pengaruhnya Terhadap Loyalitas Pelanggan pada Cipaganti Shuttle Service Trayek Bandung-Jakarta Cabang Dipatiukur di PT. Cipaganti Citra Graha Bandung”. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh komunikasi dari mulut ke mulut pengaruhnya terhadap loyalitas pelanggan pada cipaganti shuttle service trayek Bandung-Jakarta cabang Dipatiukur di PT. Cipaganti Citra Graha Bandung. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dan verifikatif dengan pendekatan kuantitatif dengan unit analisis komunikasi dari mulut ke mulut dengan loyalitas pelanggan. Analisis kuantitatif yang digunakan yaitu analisis regresi linier sederhana, analisis korelasi, analisis koefisien determinasi, dan pengujian hipotesis menggunakan uji t. Hasil analisis menunjukkan bahwa komunikasi dari mulut ke mulut memberikan pengaruh 71,6 persen terhadap loyalitas pelanggan dan sisanya sebesar 28,4 persen adalah pengaruh dari faktor-faktor lain seperti brosur yang diabaikan penulis dalam penelitian ini. 13) Pujiyanto (2003) dengan judul “Strategi Pemasaran Produk Melalui Media Periklanan”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pendapat masyarakat tentang strategi pemasaran produk melalui media periklanan dan faktor-faktor keputusan membeli pada anak setelah melihat iklan. Dari hasil penelitian diketahui bahwa menurut masyarakat iklan memberi informasi terhadap 50 produk baru yang ada di pasaran sebesar 94,56 persen, menginformasikan terhadap kualitas dan ciri-ciri produk sebesar 70,71 persen, dan menaikkan belanja keluarga dan menaikkan harga produk sebesar 30,96 persen. Adapun faktor keputusan membeli pada anak setelah melihat iklan diklasifikasikan menjadi: produk memang diperlukan sebesar 37 persen, menyukai produk yang diiklankan sebesar 32 persen, iklan yang menarik sebesar 21 persen, model di iklan sebesar 13 persen, pilihan merek sebesar 13 persen, pengaruh teman sebaya sebesar 11 persen, iklan yang berulang-ulang sebesar 8 persen, kemungkinan menang undian sebesar 2 persen, penawaran hadiah langsung yang menarik sebesar 3 persen, status simbol (gengsi) sebesar 3 persen, lainnya sebesar 12 persen. 14) Basnendar (2008) dengan judul “Strategi Komparatif Iklan Televisi Produk Sampo Wanita”. Iklan produk sampo yang dibandingkan dalam penelitian ini adalah: iklan sampo Pantene Pro-V dan iklan sampo CLEAR, di mana kedua iklan tersebut mengandung strategi komparatif. Penelitian ini menemukan bahwa tiga iklan produk sampo dengan menggunakan strategi komparatif cenderung memiliki kesamaan yang merupakan produk komparatif, komparatif dari cara untuk menggunakan produk, dan komparatif produk itu sendiri sehingga dapat dikategorikan bahwa strategi komparatif dari kedua produk sampo cenderung klise. 15) Franses dan Vriens (2004) dengan judul “Advertising Effects on Awareness, Consideration and Brand Choice 51 Using Tracking Data”. Dengan menggunakan data mingguan pengeluaran iklan di berbagai media dan data respon pada kesadaran, pertimbangan dan pilihan konsumen, penelitian ini menguji hirarki dari hipotesis pengaruh iklan terhadap kesadaran, pertimbangan dan pemilihan merek pada konsumen. Hasil empiris penelitian ini, berdasarkan model persamaan simultan dengan parameter pengumpulan seluruh merek, menunjukkan bahwa penelitian ini berhasil menolak hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Aaker dan Day (1974). Selanjutnya, penelitian ini juga menemukan bahwa efek iklan paling tinggi berpengaruh terhadap kesadaran merek pada konsumen, meskipun pada saat yang sama ada efek pemilihan merek. Iklan dengan media surat kabar ternyata yang paling berpengaruh daripada media lainnya. 16) Mazzarol, dkk (2006) dengan judul “Conceptualizing Word-of-Mouth Activity, Triggers and Conditions: an Exploratory Study”. Metodologi penelitian ini melalui serangkaian enam kelompok fokus yang dilakukan dengan konsumen, ini dilengkapi dengan lebih dari 100 kuesioner insiden kritis. Penelitian ini berusaha menemukan dua tema utama word of mouth, yang biasa disebut sebagai "kekayaan pesan" dan "kekuatan advokasi tersirat atau eksplisit", diidentifikasi, serta berbagai pemicu dan kondisi yang mempengaruhi terjadinya word of mouth. Penelitian ini didasarkan pada dua jenis penelitian kualitatif, tetapi penelitian kuantitatif juga diperlukan sepenuhnya untuk menguji model word of mouth berasal. Selanjutnya, penelitian ini difokuskan pada word of mouth dari sudut pandang pemberi 52 word of mouth. Penelitian word of mouth dari sudut pandang penerima word of mouth juga diperlukan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa aktivitas word of mouth lebih kompleks daripada pendapat hasil penelitian sebelumnya. Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa manajer pemasaran harus mempertimbangkan berbagai aspek dari word of mouth dan khususnya mengakui bahwa word of mouth akan sangat menguntungkan bila bersifat positif. 17) Kambe (2007) dengan judul “Correlation between Word-of-Mouth Effects and New Media: Simulations of Japanese Media Environment Using Artificial Neural Network”. Penelitian ini mencoba untuk menemukan pola-pola korelasi baru antara generasi word of mouth dan efek media lainnya melalui model simulasi komputer dengan jaringan syaraf tiruan. Dari observasi hasil simulasi, penelitian ini mencoba untuk membangun pola umum baru penggunaan media dari sudut pandang praktisi pemasaran untuk mempercepat pengaruh word of mouth. Sampai saat ini, meskipun para pemasar melihat bahwa pengaruh word of mouth dapat memiliki kekuatan besar dalam membangun strategi pemasaran yang efektif, mereka tidak cukup mengerti kolaborasi antara media komunikasi konvensional dan generasi media konsumen seperti blog dan aktivitas word of mouth. Penelitian simulasi eksperimental menyediakan beberapa petunjuk dasar untuk memahami kolaborasi ini. 53 18) Chang (2007) dengan judul “Diagnostic Advertising Content And Individual Differences”. Dengan menggunakan perspektif sumber daya yang cocok, penelitian ini menguji pengaruh informasi produk diagnostik (DPI) dalam iklan dengan menggunakan sampel di Taiwan. Diusulkan bahwa efektivitas DPI tergantung pada kombinasi pesan dan perbedaan individu kosumen. Penelitian ini menunjukkan bahwa salah satu bagian dari DPI (konsensus) meningkatkan keterlibatan pesan iklan dan meningkatkan iklan dan evaluasi merek, sedangkan dua bagian DPI (konsensus dan komparatif) tidak lebih meningkatkan keterlibatan atau meningkatkan evaluasi. Selain itu, perbedaan individu konsumen dalam kebutuhan kognisi (NFC) dimoderatori efektivitas DPI. DPI menyebabkan keterlibatan pesan iklan yang lebih besar dan iklan yang lebih menguntungkan dan evaluasi merek hanya untuk peserta yang tinggi dalam NFC. 19) Havaldar dan Dash (2009) dengan judul “Exploring Word of Mouth Communication in Business to Business Marketing”. Penelitian ini bertujuan untuk meneliti kepentingan dan keggunaan komunikasi word of mouth sebagai strategi promosi oleh para pemasar bisnis di India di industri dan segmen pasar yang berbeda. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pentingnya komunikasi word of mouth sangat tinggi, dan bahwa perusahaanperusahaan bisnis di bidang pemasaran menggunakan beberapa bentuk komunikasi word of mouth. Word of mouth berbobot besar untuk produk yang mahal, beresiko, atau sangat terlihat. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil 54 penelitian serupa yang dilakukan di barat. Ini menunjukkan bahwa komunikasi word of mouth sangat diperhatikan serius oleh pemasar bisnis di India sebagai strategi untuk mempertahankan rekan bisnis mereka di Barat. Namun, dalam konteks di India hanya perusahaan IT yang menggunakan platform media baru, terutama blog dan situs jejaring sosial. 20) Sweeney, dkk (2007) dengan judul “Factors Influencing Word of Mouth Effectiveness: Receiver Perspectives”. Penelitian ini menunjukkan bahwa potensi untuk pengaruh word of mouth pada persepsi atau tindakan tergantung pada sifat dari hubungan penerima dan pengirim, kekayaan dan kekuatan dari pesan dan pengirimannya, dan berbagai faktor pribadi dan situasional dari word of mouth itu sendiri. Penelitian yang lain mengenai word of mouth berfokus pada pengirim word of mouth. Sebaliknya penelitian ini memberikan wawasan tentang dampak word of mouth pada penerima word of mouth, sesuatu yang saat ini menjadi "black box" dalam literatur pemasaran. 21) Godes dan Mayzlin (2009) dengan judul “Firm Created Word of Mouth Communication: Evidence From a Field Test”. Dalam penelitian ini penulis menyusuri keefektifan manajemen proaktif perusahaan dalam menciptakan komunikasi konsumen ke konsumen. Dari hasil penelitian diketahui bahwa produk dengan tingkat kesadaran rendah oleh konsumen, word of mouth adalah strategi yang paling efektif dalam meningkatkan penjualan. Dan dari hasil penelitian ini juga ditemukan bahwa meskipun kepemimpinan pendapat 55 berguna dalam kefektifan penyebaran word of mouth antara konsumen yang sangat loyal, itu kurang berguna untuk sampel konsumen yang kurang loyal. 22) Palka, dkk (2009) dengan judul “Mobile Word of Mouth - a Grounded Theory of Mobile Viral Marketing”. Tujuan penelitian ini adalah untuk lebih memahami motivasi di balik keputusan konsumen untuk terlibat dalam strategi mobile viral marketing. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu peneliti dan pemasar untuk lebih memahami komponen-komponen penting dari strategi mobile viral marketing dan mempersiapkan tempat untuk penelitian lebih lanjut dalam bidang ini nantinya. 23) Soscia, dkk (2010) dengan judul “The Effect of Comparative Advertising on Consumer Perceptions: Similarity or Differentiation?”. Dua kelompok experiment indipenden dilakukan untuk diuji. 280 peserta secara acak dipilih dan diberikan satu dari dua kondisi di mana mereka terkena iklan komparatif atau iklan cetak non-komparatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa efek iklan komparatif tergantung pada diferensiasi konsumen merasakan antara merek dan tingkat keterlibatan konsumen dengan kategori produk tertentu. 24) Cheung, dkk (2007) Communications: A dengan judul Cross-National “Revisiting Word Exploration”. Of Mouth Penelitian ini mengeksplorasi faktor-faktor motivasi internal yang mempengaruhi konsumen AS dan Cina untuk memulai komunikasi word of mouth di pasar mayoritas. Penelitian ini menemukan beberapa faktor motivasi baru yang sebelumnya tidak pernah dibahas dalam literatur word of mouth. Baik pengaruh umum dan 56 berbeda dari word of mouth antara dua pengaturan budaya yang ditemukan dalam penelitian ini dapat membantu pemasar lebih lanjut untuk mengeksplorasi peran word of mouth sementara mempertimbangkan standarisasi perbandingan strategi adaptasi dalam iklan global mereka dan kampanye promosi di dua negara. 25) Wangenheim dan Bayon (2004) dengan judul “The Effect of Word of Mouth On Services Switching (Measurement and Moderating Variables)”. Penelitian ini meneliti pengaruh dari word of mouth dalam konteks perpindahan layanan provider seluler. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kekuatan pengaruh word of mouth ditentukan oleh karakteristik komunikator. 2.3 Hipotesis Berdasarkan landasan teori dan studi-studi pendahulu yang relevan, maka hipotesis dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut. 1) Strategi periklanan dan word of mouth marketing es krim Magnum Walls berpengaruh signifikan terhadap motivasi pembelian konsumen. 2) Word of mouth marketing berpengaruh lebih dominan terhadap motivasi pembelian konsumen es krim Magnum Walls. 57