16 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Pengertian Pemasaran
Pemasaran dalam suatu perusahaan memegang peranan yang sangat penting,
karena pemasaran merupakan salah satu
kegiatan yang dilakukan untuk
mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan, melakukan perkembangan
terhadap perusahaan dan untuk pencapaian tujuan perusahaan dalam memperoleh
laba. Masyarakat awam pada umumnya seringkali menyamakan pemasaran dengan
penjualan. Pandangan ini terlalu sempit karena penjualan hanya satu dari beberapa
aspek yang ada pada pemasaran. Pemasaran berusaha mengidentifikasikan kebutuhan
dan keinginan konsumen pasar sasarannya serta bagaimana memuaskan mereka
melalui proses pertukaran dengan tetap memperhatikan semua pihak dan tujuan yang
terkait dengan kepentingan perusahaan.
Pengertian pemasaran oleh para ahli dikemukakan berbeda-beda dalam
penyajian dan penekanannya, tetapi semua itu sebenarnya mempunyai pengertian
yang hampir sama antara satu dengan yang lainnya.
Menurut Kotler yang dikutip oleh Saladin (2006) mengemukakan pengertian
pemasaran sebagai berikut: “Pemasaran adalah proses sosial yang didalamnya
individu atau kelompok memperoleh apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan
16
menciptakan, menawarkan, dan mempertukarkan produk dan jasa yang bernilai
dengan pihak lain”.
Saladin (2006) mengemukakan pengertian pemasaran sebagai berikut:
“Pemasaran adalah suatu sistem total dari kegiatan bisnis yang dirancang untuk
merencanakan, menentukan harga, promosi dan mendistribusikan barang-barang yang
dapat memuaskan keinginan dan mencapai pasar sasaran serta tujuan perusahaan”.
Menurut Stanton yang dikutip oleh Dharmesta dan Irawan (2005)
mengemukakan pemasaran sebagai berikut: “Pemasaran adalah suatu sistem
keseluruhan dari kegiatan-kegiatan bisnis yang ditujukan untuk merencanakan,
menentukan harga, mempromosikan, dan mendistribusikan barang dan jasayang
memuaskan kebutuhan baik kepada pembeli yang ada maupun pembeli potensial”.
Dari definisi para ahli tersebut dapat diartikan bahwa pemasaran adalah suatu
proses sosial dan manajerial dari individu dan kelompok untuk memenuhi kebutuhan
dan keinginannya melalui penciptaan, penawaran, dan pertukaran (nilai) produk
dengan pihak lain, dimana hal ini juga diharapkan mampu memberikan kepuasan
kepada konsumennya.
17
2.1.2 Strategi Periklanan
2.1.2.1 Pengertian Periklanan
Periklanan merupakan salah satu bentuk strategi pemasaran yang paling
banyak digunakan perusahaan dalam mempromosikan produknya kepada konsumen.
Paling tidak ini dapat dilihat dari besarnya anggaran belanja iklan yang dikeluarkan
setiap perusahaan untuk merek-merek yang dihasilkan.
Menurut Triono (2004) doktrin yang mendasar dalam dunia periklanan
adalah, ”Pasanglah iklan sebanyak mungkin agar tercipta kesadaran konsumen secara
maksimal tentang sebuah merk, yang dalam jangka panjang akan memperbesar kans
dipilihnya merk anda oleh konsumen dalam periode konsumsi”. Artinya bahwa
stimulus cenderung menimbulkan keinginan yang besar.
Iklan menurut Kotler (2007) didefinisikan sebagai segala bentuk presentasi
nonpribadi dan promosi gagasan, barang, atau jasa oleh sponsor tertentu yang harus
dibayar. Iklan dapat merupakan cara yang berbiaya efektif guna menyebarkan pesan,
entah untuk membangun preferensi merek atau untuk mendidik orang. Sedangkan
menurut Institut Praktisi Periklanan Inggris, yang dikutip oleh Jefkins (2004),
menyebutkan periklanan merupakan pesan-pesan penjualan yang paling persuasif
yang diarahkan kepada para calon pembeli yang paling potensial atas produk barang
atau jasa tertentu dengan biaya yang semurah-murahnya. Jefkins sendiri menyebutkan
bahwa periklanan merupakan cara menjual melalui penyebaran informasi.
Menurut Tjiptono (2001), iklan mempunyai empat fungsi utama yaitu:
menginformasikan kepada khalayak menngenai seluk beluk produk (informative),
18
mempengaruhi khalayak untuk membeli (persuading), menyegarkan informasi yang
telah diterima khalayak (reminding), dan menciptakan suasana yang menyegarkan
sewaktu khalayak menerima atau mencerna informasi (entertainment).
Hal ini serupa dengan pernyataan Kotler (2007) yang membedakan jenis iklan
berdasarkan tujuan iklan tersebut, yaitu sebagai berikut.
1) Iklan informatif, dimaksudkan untuk menciptakan kesadaran dan pengetahuan
tentang produk baru atau ciri baru produk yang sudah ada.
2) Iklan persuasif, dimaksudkan untuk menciptakan kesukaan, preferensi,
keyakinan, dan pembelian suatu produk atau jasa.
3) Iklan pengingat, dimaksudkan untuk merangsang pembelian produk dan jasa
kembali.
4) Iklan penguatan, dimaksudkan untuk meyakinkan pembeli sekarang bahwa
mereka telah melakukan pilihan yang tepat.
Menurut Kotler yang dikutip Riny (2007), variabel periklanan dapat
ditentukan menurut jenis media, isi dari pesan, dan penempatan media iklan. Adapun
faktor-faktor yang mempengaruhi dalam pemilihan media untuk periklanan adalah :
tujuan periklanan, sirkulasi media, keperluan berita, waktu dan lokasi dimana
keputusan membeli dibuat, biaya periklanan, kerjasama dan bantuan promosi yang
ditawarkan oleh media, karakteristik media, dan kebaikan serta keburukan media.
Adapun jenis media periklanan menurut Kotler (2007) dipaparkan dalam
Tabel 2.1.
19
Tabel 2.1 Jenis-jenis Media Periklanan
Media
Koran
Televisi
Surat Langsung
(direct-mail)
Radio
Majalah
Reklame luar
ruang
Yellow Pages
Berita berkala
Brosur
Telepon
Internet
Keunggulan
Fleksibilitas; ketepatan waktu;
jangkauan pasar lokal yang baik;
penerimaan luas; tingkat
kepercayaan tinggi
Menggabungkan gambar, suara
dan gerakan; merangsang indera;
perhatian tinggi; jangkauan
tinggi
Audiens terpilih; fleksibilitas
tidak ada persaingan iklan dalam
media yang sama; personalisasi
Penggunaan massal; pemilihan
geografis dan demografis tinggi;
biaya rendah
Pilihan geografis dan demografis
tinggi; kredibilitas dan gengsi;
reproduksi bermutu tinggi; usia
penggunaan panjang; penerusan
pembacaan baik
Fleksibilitas; pengulangan
paparan tinggi; biaya rendah;
persaingan rendah
Liputan lokal sangat bagus;
tingkat kepercayaan tinggi;
jangkauan luas; biaya rendah
Pemilihan audiens sangat tinggi;
terkontrol penuh; peluang
interaktif; biaya relatif rendah
Fleksibilitas; terkendali penuh;
dapat mendramatisir pesan
Banyak pengguna; peluang
memberikan sentuhan pribadi
Pemilihan audiens tinggi;
kemungkinan interaktif; biaya
relatif rendah
Sumber : Kotler (2007)
20
Keterbatasan
Usia penggunaan pendek; mutu
reproduksi jelek; audiens ”terusan”
kecil
Biaya absolute tinggi; kekacauan
tinggi; paparan bergerak kilat;
pemilihan audiens kurang
Biaya relatif tinggi; citra ”surat
sampah”
Hanya penyajian suara; perhatian
lebih rendah daripada televisi;
struktur harga tidak standar;
paparan bergerak kilat
perencanaan pembelian iklan
panjang; sebagian sirkulasi sia-sia,
tidak ada jaminan posisi
Pemilihan audiens terbatas;
kreativitas terbatas
Persaingan tinggi; perencanaan
pembelian iklan panjang; kreativitas
terbatas
Biaya dapat hilang sia-sia
Produksi berlebihan dapat
menyebabkan biaya hilang sia-sia
Biaya relatif tinggi kecuali jika
digunakan sukarelawan
Media yang relatif baru dengan
jumlah pengguna yang rendah di
beberapa negara
Menurut Kotler (2007), perencana media harus mencari wahana yang paling
efektif biayanya dalam setiap jenis media pilihan. Dalam melakukan pilihan,
perencana harus mengandalkan layanan pengukuran yang menyediakan perkiraan
ukuran audiens, komposisi, dan biaya media. Ukuran audiens memiliki beberapa
ukuran sebagai berikut.
1) Sirkulasi, adalah jumlah unit fisik yang memuat iklan tersebut.
2) Audiens, adalah jumlah orang yang terpapar dengan sarana tersebut (jika sarana
tersebut dapat diteruskan untuk dibaca orang lain, audiensnya akan lebih besar
dari sirkulasinya).
3) Audiens efektif, adalah jumlah orang yang mempunyai ciri-ciri audiens sasaran
yang terpapar dengan sarana tersebut.
4) Audiens yang terpapar iklan secara efektif, adalah jumlah orang yang memenuhi
ciri-ciri audiens sasaran yang benar-benar melihat iklan tersebut.
Dalam membuat program perikalanan, hal yang perlu diingat adalah
mengidentifikasi pasar sasaran dan motif pembelian. Kotler (2007) mengemukakan
adanya lima keputusan utama dalam mengembangkan program periklanan, yang
disebutnya dengan ”lima M”, yaitu sebagai berikut.
1) Mission (misi)
: apakah saja tujuan iklan tersebut?
2) Money (uang)
: barapa banyak dapat dibelanjakan?
3) Message (pesan)
: pesan apa yang seharusnya disampaikan?
4) Media (media)
: media apa yang seharusnya digunakan?
5) Measurement (ukuran)
: bagaimana hasilnya seharusnya dievaluasi?
21
2.1.2.2 Pengertian Strategi Periklanan
Menurut Roman, dkk (2005) strategi memegang peranan vital dalam
penentuan keberhasilan iklan. Strategi merupakan dasar membangun merek, strategi
menjaga agar periklanan dan elemen pemasaran berada dalam jalur yang tepat serta
membangun kepribadian merek dengan jelas dan konsisten. Strategi mewakili jiwa
sebuah merek dan menjadi elemen penting untuk keberhasilan
Menurut Suhandang (2005), strategi iklan harus mampu menjawab pertanyaan
dasar dari rancangan sebuah kampanye periklanan yang dirumuskan dalam 5W + 1H,
yaitu sebagai berikut.
1) What
:
apa tujuan iklan ?
2) Who
:
siapa khalayak yang akan dijangkau ?
3) When
:
kapan iklan dipasang ?
4) Where
:
di mana iklan dipasang ?
5) Why
:
mengapa harus demikian ?
6) How
:
bagaimana bentuk iklannya ?
Menurut Batey (2003), tujuan dari strategi adalah usaha untuk menciptakan
iklan yang efektif, oleh karena itu selain rumusan pertanyaan 5W + 1H maka
pengetahuan yang cukup tentang produk, persaingan pasar atau kompetitor dan
analisis mendalam tentang konsumen merupakan kunci pokok yang harus diketahui
oleh pemasar sebelum merumuskan sebuah strategi. Dalam “Teori Ilmu Komunikasi”
kepenerimaan komunikan akan pesan yang disampaikan oleh komunikator menjadi
dasar penilaian akan keberhasilan suatu proses komunikasi. Jadi penetapan strategi
22
pesan periklanan merupakan suatu keputusan strategis yang mampu menjamin sukses
atau gagalnya suatu iklan.
Hal pertama yang harus dilihat dalam iklan adalah keuntungan kunci
konsumen atau ide inti sebagai jantung strategi pesan iklan. Kampanye iklan yang
efektif sangat berperan besar dalam pencapaian pangsa pikiran (mind share) dan
pangsa pasar (market share). Kampanye iklan yang efektif merupakan kampanye
periklanan yang didasarkan pada satu tema besar saja. Tema besar ini dikenal sebagai
inti dari pesan yang ingin dikomunikasikan kepada audiens.
Kampanye iklan didasarkan hanya pada satu tema besar saja karena
keterbatasan daya ingat manusia. Setiap hari pikiran konsumen dibombardir oleh
puluhan bahkan mungkin ratusan iklan. Dengan menggunakan satu tema maka
kemungkinan akan diingatnya pesan suatu iklan oleh konsumen akan jauh lebih besar
daripada menggunakan beberapa tema, hal ini berlaku terutama untuk produk paritas
dengan USP yang sama dengan produk kompetitor.
Menurut Durianto, dkk (2003) secara empiris hampir semua kampanye
periklanan yang hanya didasarkan pada satu tema selalu sukses dijalankan, semua
advertising
campaigns
telah
membuktikan
keberhasilannya
dengan
hanya
menggunakan satu tema utama saja. Menetapkan satu tema utama dalam membuat
iklan berarti mengkomunikasikan satu hal yang kita anggap penting. Menurut
Wibowo (2003) untuk menentukan tema yang tepat, diperlukan suatu analisis
terhadap produk secara cermat, mendalam dan konprehensif yang terkait dengan
23
keadaan atau fitur produk, harga, sasaran pasar, tingkat persaingan, aspek demografis,
dan unsur lainnya yang terkait.
Ada banyak strategi pendekatan dalam menganalisis sebuah produk untuk
menemukan pesan apa (what to say) yang ingin disampaikan kepada konsumen.
Pemilihan strategi yang terbaik adalah tergantung dari produk, kompetitor dan target
market. Dalam prakteknya, beberapa aliran besar teori strategi kreatif yang sering
digunakan untuk menentukan pesan atau tema utama yang diangkat dalam sebuah
kampanye dapat dijabarkan sebagai berikut.
1) Produk benefit / feature oriented
Menurut Widyatama (2005) kreatifitas pesan iklan berfokus pada penonjolan
keistimewaan khusus produk. Keistimewaan tersebut tidak dimiliki oleh
kompetitor lain dan merupakan sesuatu yang dicari-cari, menjadi ciri khas dan
dijadikan alasan bagi konsumen untuk menggunakan produk tersebut.
2) Brand image oriented
Menurut Widyatama (2005) merek atau produk diproyeksikan atau dikaitkan
pada suatu citra dan kepribadian tertentu melalui kampanye periklanan,
pencitraan ini berorientasi pada simbol kehidupan. Gagasan utamanya adalah
agar konsumen dapat menikmati keuntungan secara psikologis dan emosional
dari sebuah produk yang digunakan (selain keuntungan fisik yang ada).
3) Positioning Oriented
Menurut Al Ries & Jack Trout (2002) positioning adalah sesuatu yang dilakukan
terhadap pikiran, yakni menempatkan produk pada tangga-tangga atau kotak
24
pikiran calon konsumen. Menurut Kartajaya (2004) konsep utama dalam strategi
periklanan ini adalah berorientasi pada kompetitor, khususnya yang merupakan
market leader. Selain itu orientasi positioning juga berdasarkan pada keunggulan
atribut, manfaat dan product class atau posisi relatif terhadap kompetitor.
Menurut Sutherland & Alice (2005), setelah strategi pesan ditentukan maka
selanjutnya adalah menciptakan sesuatu secara kreatif, maksudnya adalah bagaimana
cara menyampaikan sebuah pesan yang telah ditentukan dengan gaya yang berbeda
sehingga dapat menarik perhatian sasaran. Gaya juga berfungsi sebagai pemicu
ingatan, pemancing untuk membuat orang ingat kembali. Secara otomatis gaya
merupakan asosiasi terhadap identitas merek.
Menurut Durianto, dkk (2003) ada beberapa hal yang harus diperhatikan
dalam membuat perumusan kreatifitas iklan. Hal-hal tersebut adalah sebagai berikut.
1) Directed Creativity
Kreatifitas yang dibuat harus sesuai dengan what to say yang telah ditentukan.
What to say ini adalah inti pesan yang ingin disampaikan kepada sasaran,
tertuang dalam strategi kreatif dalam bentuk creative brief yang dibuat oleh tim
kreatif.
2) Brand Name Exposure
Brand name exposure terdiri dari individual brand name dan company brand
name. Brand name exposure dianggap penting karena bertujuan untuk
mendapatkan brand awareness.
25
3) Positive Uniqueness
Iklan yang efektif harus mampu menciptakan asosiasi yang positif. Pertama-tama
iklan harus efektif, kemudian kreatif. Iklan akan menjadi sia-sia jika hanya
sekedar kreatif tapi tidak efektif dan menimbulkan asosiasi yang salah dibenak
sasaran. Pesan yang mudah diingat dengan baik adalah yang berkaitan dengan
asosiasi indra (visual), konteks emosional (cinta, kebahagiaan dan keadilan),
kualitas yang menonjol atau berbeda, asosiasi yang intens, dan hal-hal yang
memiliki keutamaan pribadi.
4) Selectivity
Berkaitan dengan pesan yang disampaikan kepada sasaran dan endoser sebagai
pembawa pesan dari iklan tersebut.
Menurut Hakim (2005) sebuah pesan periklanan yang disampaikan dengan
gaya yang berbeda harus memiliki nilai-nilai sebagai berikut.
1) Simple, sebuah iklan haruslah simple. Kata simple sering diartikan sederhana,
sebagai sesuatu yang dapat dimengerti dengan sekali lihat, tidak banyak elemen
tapi komunikatif.
2) Unexpected, iklan yang unik dan tidak terprediksi akan memiliki kemampuan
untuk menempatkan diri dalam otak manusia sehingga mudah diingat.
3) Persuasive, iklan dengan daya bujuk yang kuat akan menggerakkan konsumen
untuk dengan dengan brand dan tertarik untuk mencobanya.
4) Relevant, ide harus tetap relevan baik dari sisi rasionalitas maupun dari
produknya dan harus ada korelasi dengan positioning dan personality brand.
26
5) Entertaining, entertaining bukan berarti lucu, dalam skala yang lebih luas berarti
harus mampu mempermainkan emosi konsumen. Emosi inilah yang akan
mengangkat simpati konsumen terhadap produk
6) Acceptable, yang menilai sebuah iklan adalah konsumen, oleh karena itu
penerimaan mereka terhadap iklan harus diperhatikan.
Menurut Kotler yang dikutip Riny (2007), variabel strategi periklanan dapat
ditentukan sebagai berikut.
1) Jenis media, adalah kegiatan usaha yang dilakukan oleh perusahaan untuk
menciptakan dan menyelenggarakan media yang ditujukan kepada orang banyak
atau masyarakat umum mengenai produk yang diiklankan seperti iklan melalui
televisi, iklan melalui siaran radio, iklan melalui internet, iklan melalui majalah,
iklan melalui baliho, iklan melalui spanduk, dll.
2) Isi dari pesan / daya tarik iklan, adalah isi pesan yang disampaikan, ungkapan
melalui gambar atau ilustrasi yang dilakukan oleh perusahaan di dalam
periklanan.
3) Penempatan media iklan, adalah penempatan media iklan oleh perusahaan
dengan tujuan agar mudah dilihat oleh masyarakat umum.
27
2.1.3 Word of Mouth Marketing
2.1.3.1 Pengertian Word of Mouth
Menurut Putri (2007) yang dikemukakan oleh Sumarni (2008), mengartikan
“word of mouth seperti buzz, yaitu obrolan murni di tingkat pelanggan yang menular,
tentang orang, barang atau tempat (infectious chatter; genuine, street level excitement
about a hot new person, place or thing). Atau secara lebih umum obrolan tentang
brand”.
Sutisna (2002) berpendapat bahwa kebanyakan proses komunikasi antar
manusia melalui mulut ke mulut. Setiap orang setiap hari berbicara dengan yang
lainnya, saling tukar pikiran, saling tukar informasi, saling berkomentar dan proses
komunikasi lainnya. Pengertian tersebut diperjelas oleh pendapat Khasali (2003) yang
dikutip oleh Sumarni (2008), yang mengartikan word of mouth sebagai sesuatu hal
yang dibicarakan banyak orang. Pembicaraan terjadi dikarenakan ada kontroversi
yang membedakan dengan hal-hal yang biasa dan normal dilihat orang.
Setiap komunikasi yang baik harus memiliki isi dan tujuan yang jelas dan
dapat diterima oleh lawan bicara. Menurut Sumarni (2008), word of mouth
merupakan usaha pemasaran yang memicu konsumen untuk membicarakan,
mempromosikan, merekomendasikan dan menjual produk atau merek kita kepada
pelanggan lainnya.
Menurut Kartajaya (2007) yang diungkapkan oleh Sumarni (2008), “Word of
mouth merupakan media komunikasi yang paling efektif. Dengan buzzing yang tepat,
diharapkan persepsi merk yang kurang baik mulai dapat beralih”.
28
Prasetyo dan Ihalauw (2004) yang dikemukakan oleh Sumarni (2008),
mengemukakan pendapatnya bahwa komunikasi informal tentang produk atau jasa
berbeda dengan komunikasi formal karena dalam komunikasi informal pengirim tidak
berbicara dalam kapasitas seorang profesional atau komunikator komersial, tetapi
cenderung sebagai teman. Komunikasi ini juga disebut komunikasi dari mulut ke
mulut atau getok tular (word of mouth communication) yang cenderung lebih
persuasif karena pengirim pesan tidak mempunyai kepentingan sama sekali atas
tindakan si penerima setelah itu. Komunikasi ini sangat bermanfaat bagi pemasar.
Berdasarkan pendapat para ahli tersebut maka word of mouth dapat diartikan
sebagai komunikasi yang dilakukan oleh konsumen yang telah melakukan pembelian
dan menceritakan pengalamannya tentang produk atau jasa tersebut kepada orang
lain. Sehingga secara tidak langsung konsumen tersebut telah melakukan promosi
yang dapat menarik minat beli konsumen lain yang mendengarkan pembicaraan
tersebut.
2.1.3.2 Proses Word of Mouth
Komunikasi word of mouth tidak bisa terjadi tanpa proses, dimulai dari
sumber sampai tujuan. Setiap salurannya memiliki kepentingan yang tak boleh
diabaikan. Seperti pendapat Sutisna (2002), dalam pandangan tradisional proses
komunikasi word of mouth dimulai dari informasi yang disampaikan melalui media
masa kemudian diinformasikan atau ditangkap oleh pemimpin opini yang mempunyai
pengikut dan berpengaruh. Informasi yang ditangkap oleh pemimpin opini kepada
29
pengikutnya melalui komunikasi dari mulut ke mulut. Bahkan secara lebih luas model
itu juga memasukkan penjaga informasi (gatekeeper) sebagai pihak yang terlibat
dalam proses komunikasi tersebut. Model komunikasi word of mouth yang lebih luas
digambarkan oleh Sutisna (2002) sebagai berikut.
Gambar 2.1 Model Komunikasi Word Of Mouth
Gatekeeper
Media
massa
Pemimpin
opini
Pengikut
Sumber : Sutisna (2002)
Orang-orang yang kita tanyai dan mintai informasinya, disebut sebagai
pemimpin opini (opinion leaders). Pemimpin opini merupakan orang yang sangat
sering mempengaruhi sikap dan perilaku orang lain.
Menurut Schiffman dan Kanuk yang dialihbahasakan oleh Zulkifli (2004)
menyatakan bahwa: “Proses kepemimpinan pendapat merupakan kekuatan konsumen
yang sangat dinamis dan berpengaruh. Sebagai sumber informasi informal, para
pemimpin pendapat sangat efektif mempengaruhi para konsumen dalam keputusan
mereka yang berhubungan dengan produk”.
Kondisi tersebut didukung oleh budaya Indonesia dimana informasi dari
mulut ke mulut cepat tersebar. Dimana orang sangat percaya pada informasi yang ia
30
terima dari orang terdekatnya. Menurut Cranston yang di kutip Kurniawan (2007)
menyatakan bahwa: ”Konsumen Indonesia cenderung berciri sosial, senang
berkumpul dan membuat kelompok, seperti kebiasaan arisan dan ngerumpi. Sebuah
isu baru cepat tersebar berkat kebiasaan ini. Ciri unik ini oleh para ahli marketing
dilihat sebagai bagian strategi pemasaran yang cukup efektif, namanya word of mouth
marketing (WOMM)”.
Dimana pemasar harus lebih jeli tentang informasi yang beredar dan sebisa
mungkin menyisipkan informasi tentang produknya dalam informasi yang sedang
ramai dibicarakan. Kotler (2005) menambahkan bahwa: “Tantangan utama sekarang
ini adalah menarik perhatian konsumen dengan cara menemukan cara baru untuk
menarik perhatian dan menanamkan brand dalam benak setiap orang. Humas dan
pemasaran mulut ke mulut semakin berperan dalam bauran pemasaran dalam rangka
membangun dan memelihara brand”. Dan Kurniawan (2007) menambahkan bahwa
yang tidak boleh dilupakan dalam word of mouth adalah kredibilitas. Word of mouth
juga dipengaruhi oleh peran public relations, media, iklan, yang mempunyai peran
untuk membangun awareness akan sebuah produk atau merek.
Menurut Irawan (2007) yang di kutip oleh Sumarni (2008), karakter suka
berkumpul merupakan cermin dari kekuatan pembentukan grup dan komunitas.
Kekuatan komunitas ini sangat besar pengaruhnya terhadap strategi pemasaran. Salah
satu strategi yang penting adalah strategi komunikasi yang menggunakan word of
mouth untuk membantu penetrasi pasar dari suatu merek.
31
2.1.3.3 Menciptakan Word of Mouth Marketing
Untuk mempromosikan produknya melalui word of mouth, pemasar dapat
merangsang atau menciptakan komunikasi word of mouth. Berdasarkan penelitian
Diamond Management & Technology Consultant yang dikemukakan oleh Sumarni
(2008) terdapat beberapa metode untuk menciptakan word of mouth antara lain :
1) Buzz marketing, menggunakan kegiatan hiburan atau berita yang bagus supaya
orang membicarakan brand kita.
2) Evangelist marketing, menanam para penyebar berita (evangelist), pembicara atau
relawan yang menjadi pemimpin dalam aktivitas penyebaran secara aktif.
3) Community marketing, membentuk atau mendukung ceruk komunitas (niche
community) yang dengan senang hati membagi ketertarikan mereka terhadap
brand, menyediakan alat, konten, dan informasi untuk mendukung komunitas
tersebut.
4) Conversation creation, iklan yang menarik atau lucu, e-mail, hiburan untuk
memulai aktivitas word of mouth.
5) Influencer marketing, mengidentifikasi komunitas kunci dan opinion leader yang
dengan senang hati menceritakan produk dan memiliki kemampuan untuk
mempengaruhi opini orang lain.
6) Cause marketing, memberikan dukungan untuk program sosial melalui
pengumpulan dana untuk mendapatkan respek dan dukungan dari orang-orang
yang memiliki concern yang sama dengan perusahaan.
32
7) Viral marketing, menciptakan pesan yang menghibur dan informatif yang didesain
untuk disebarkan secara eksponensial melalui media elektronik atau e-mail.
8) Grassroots marketing, mengatur dan memotivasi relawan untuk terlibat secara
personal atau lokal.
9) Brand blogging, menciptakan blog dan berpartisipasi dalam blogosphere, dalam
semangat keterbukaan, komunikasi transparan, berbagi informasi nilai yang
mungkin dibicarakan komunitas blog.
10) Product seeding, menempatkan produk yang tepat di tangan yang tepat, pada
waktu yang tepat pula, menyediakan informasi atau sample untuk individu
berpengaruh.
11) Referral programs, menciptakan alat bagi pelanggan yang puas agar mereka
merekomendasikan produk yang sama kepada teman-temannya.
Metode tersebut harus dikelola agar aktifitas word of mouth dapat terus
berjalan dengan baik dan terus berkembang. Serta pemasar dapat mengambil
masukan untuk meningkatkan kualitas dan menyesuaikan produk pada kebutuhan dan
keinginan pasar yang terus berkembang. Sumarni (2008) menjelaskan jika pelanggan
puas tentunya mereka akan mempromosikan word of mouth. Selain berfokus kepada
kepuasan pelanggan, pemasar juga bisa mengelola aktivitas word of mouth dengan
cara-cara sebagai berikut.
1) Conversation tracking, yaitu memonitor pembicaraan yang berkaitan dengan suatu
merek, baik pembicaraan offline maupun online.
2) Menciptakan komunitas dengan ketertarikan atau bidang yang sama.
33
3) Program brand advocacy, yaitu memilih pelanggan yang loyal untuk bertindak
mewakili brand tersebut.
4) Memberikan pelayanan yang superior, sehingga menciptakan kepuasan pelanggan.
5) Blog marketing, yaitu mengelola blog perusahaan ataupun terkait dengan produk
dan berhubungan dengan orang lain melalui blog.
6) Influencer marketing, yaitu mengidentifikasi siapa saja yang besar pengaruhnya
dalam sebuah social network dan bekerjasama dengan mereka.
Word of mouth juga bisa menciptakan image negatif yang bisa melawan suatu
merek. Untuk itu pemasar bisa memanfaatkan langkah-langkah diatas untuk
menyerang balik word of mouth yang negatif. Tetapi yang paling utama tetaplah
pelayanan yang superior karena dari sanalah semua bermula. Pelayanan superior
adalah langkah paling efektif dalam melawan word of mouth yang negatif. Dewanto
(2008) mengemukakan bahwa “Menurut Sernovitz, ada 5T yang harus diperhatikan
saat melakukan kampanye ini. Kelima hal tersebut adalah, Talker, Topics, Tool,
Taking Part, dan Tracking”.
1) Talker (pembicara), adalah orang-orang yang akan menjadi perantara
membicarakan produk perusahaan.
2) Topics (topik), ini seharusnya sesuatu yang sederhana, dan memang berasal
dari produk itu sendiri.
3) Tools (alat), yaitu berbicara tentang segala perlengkapan yang seharusnya
disiapkan agar memudahkan konsumen melakukan word of mouth.
34
4) Taking
Part
(partisipasi
perusahaan),
yaitu
menjelaskan
bagaimana
memudahkan
perusahaan
seharusnya perusahaan terlibat dalam proses ini.
5) Tracking
(pengawasan),
dengan
ini
akan
mengetahui siapa yang menjadi talker produk, topik apa yang menjadi word
of mouth, dan mengetahui apakah tools yang perusahaan siapkan bekerja
dengan baik.
2.1.4 Perilaku Konsumen
2.1.4.1 Pengertian Perilaku Konsumen
American Marketing Association dalam Peter (2008) mendefinisikan perilaku
konsumen sebagai interaksi dinamis antara pengaruh dan kognisi, perilaku dan
kejadian di sekitar kita dimana manusia melakukan aspek pertukaran dalam hidup
mereka. Definisi ini bila dikaji lebih jauh mempunyai tiga ide penting yaitu sebagai
berikut.
1) Perilaku konsumen yang dinamis berarti seorang konsumen, grup konsumen
serta masyarakat luas selalu berubah dan bergerak sepanjang waktu.
2) Interaksi antara pengaruh dan kognisi, perilaku dan kejadian di sekitar. Ini
berarti bahwa untuk memahami konsumen dan mengembangkan strategi
pemasaran yang tepat kita harus memahami apa yang mereka pikirkan
(kognisi) dan mereka rasakan (pengaruh), apa yang mereka lakukan (perilaku)
dan apa serta dimana (kejadian di sekitar) yang mempengaruhi serta
dipengaruhi oleh apa yang dipikirkan.
35
3) Hal terakhir yang ditekankan dalam definisi perilaku konsumen adalah
pertukaran di antara individu. Hal ini membuat definisi perilaku konsumen
tetap konsisten dengan definisi pemasaran yang sejauh ini juga menekankan
pertukaran. Kenyataannya, peran pemasaran adalah untuk menciptakan
pertukaran dengan konsumen melalui formula dan penerapan strategi
pemasaran.
2.1.4.2 Ruang Lingkup Perilaku Konsumen
Menurut Schiffman (2007), studi perilaku konsumen terpusat pada cara
individu mengambil keputusan untuk memanfaatkan sumber daya mereka yang
tersedia (waktu, uang, usaha) guna membeli barang-barang yang berhubungan dengan
konsumsi. Hal ini mencakup apa yang mereka beli, mengapa mereka membeli dan
seberapa sering mereka menggunakannya.
Sedangkan menurut Suprapti (2010), studi perilaku konsumen tidak saja fokus
pada pembeli beserta anteseden dan konsekuensi dari proses keputusan pembelian itu,
yang sifatnya segera, melainkan lebih luas dari itu karena menyangkut dampak proses
keputusan pembelian pada konsumen itu sendiri dan masyarakat secara keseluruhan.
Dengan kata lain, studi perilaku konsumen tidak sekedar membahas pengaruh
langsung keputusan konsumsi pada pembeli dan penjual tetapi juga konsekuensinya
yang bersifat tidak langsung pada lingkungan dan masyarakat di luar pembeli dan
penjual.
36
2.1.4.3 Model Sederhana Pengambilan Keputusan Konsumen
Menurut Schiffman (2007), proses pengambilan keputusan dapat dipandang
sebagai tiga tahap yang berbeda namun berhubungan satu sama lain: tahap masukan
(input), tahap proses, dan tahap keluaran (output). Penjelasan dari tiga tahapan
tersebut adalah sebagai berikut.
1) Tahap masukan mempengaruhi pengenalan konsumen terhadap kebutuhan
atas produk yang terdiri dari dua sumber informasi utama yaitu usaha
pemasaran (produk, harga, promosi dan tempat penjualan) dan pengaruh
sosiologis eksternal atas konsumen (keluarga, teman-teman, tetangga, sumber
informal dan sumber komersial lain seperti kelas social, serta keanggotaan
budaya dan sub-budaya).
2) Tahap proses model ini memfokuskan pada cara konsumen mengambil
keputusan. Berbagai faktor psikologis yang melekat pada setiap individu
(motivasi, persepsi, pengetahuan, kepribadian dan sikap) mempengaruhi cara
masukan dari luar pada tahapan masukan mempengaruhi pengenalan
konsumen terhadap kebutuhan, pencarian informasi sebelum pembelian dan
evaluasi terhadap berbagai alternatif.
3) Tahap keluaran dalam model pengambilan keputusan konsumen terdiri dari
dua macam kegiatan setelah pengambilan keputusan yang berhubungan erat:
perilaku dan evaluasi setelah membeli.
37
Gambar 2.2 Model Sederhana Pengambilan Keputusan Konsumen
Sumber : Schiffman (2007)
38
2.1.4.4 Motivasi Pembelian
Proses keputusan pembelian oleh konsumen sangat bergantung pada cara
bagaimana konsumen memandang suatu masalah atau kebutuhan dan bagaimana
motivasi yang muncul dalam dirinya. Untuk lebih memahami alasan yang mendasari
pembelian oleh konsumen, pemasar perlu memperhatikan motif konsumen yaitu
faktor-faktor yang mendorong konsumen melakukan kegiatan tertentu. Suatu
kebutuhan akan menjadi motif jika didorong hingga mencapai tingkat intensitas yang
memadai. Motif adalah kebutuhan yang cukup mendorong seseorang untuk bertindak.
Menurut Kotler (2007), seseorang memiliki banyak kebutuhan pada waktu
tertentu. Beberapa kebutuhan bersifat biogenis; kebutuhan tersebut muncul dari
tekanan biologis seperti lapar, haus, tidak nyaman. Kebutuhan yang lain bersifat
psikogenis; kebutuhan itu muncul dari tekanan psikologis seperti kebutuhan akan
pengakuan, penghargaan, atau rasa keanggotaan kelompok. Tiga teori yang paling
terkenal (teori Freud, Maslow, dan Herzberg) mempunyai implikasi yang berbeda
pada analisis konsumen dan strategi pemasaran.
Teori Freud yang dikutip oleh Kotler (2007), mengasumsikan bahwa kekuatan
psikologis yang membentuk perilaku manusia sebagian besar tidak disadari dan
bahwa seseorang tidak dapat sepenuhnya memahami motivasi dirinya. Ketika
seseorang mengamati merek-merek tertentu, ia akan bereaksi tidak hanya pada
kemampuan yang terlihat nyata pada merek-merek tersebut, melainkan juga pada
petunjuk (clues) lain yang samar. Wujud, ukuran, berat, bahan, warna, dan nama
merek dapat memicu asosiasi arah pemikiran dan emosi tertentu. Teknik yang disebut
39
penjenjangan (laddering) dapat digunakan untuk menelusuri motivasi seseorang
mulai dari motivasi yang bersifat alat sampai ke motivasi yang lebih bersifat tujuan.
Kemudian pemasar dapat memutuskan pada tingkat mana pesan dan daya tarik mau
dikembangkan.
Sedangkan teori Maslow yang dikutip oleh Kotler (2007), berusaha
menjelaskan mengapa orang didorong oleh kebutuhan tertentu pada waktu tertentu.
Mengapa seseorang menghabiskan waktu dan tenaga yang besar untuk mendapatkan
keamanan pribadi, sedangkan orang lain untuk mendapatkan penghargaan dari
sesamanya? Jawaban Maslow adalah karena kebutuhan manusia tersusun dalam
hierarki, dari yang paling mendesak sampai yang paling kurang mendesak.
Menurut Maslow yang dikutip oleh Kotler (2007), “Berdasarkan urutan
tingkat kepentingannya, kebutuhan-kebutuhan tersebut adalah kebutuhan fisik,
kebutuhan keamanan, kebutuhan sosial, kebutuhan penghargaan, dan kebutuhan
aktualisasi diri. Orang akan berusaha memuaskan dulu kebutuhan mereka yang paling
penting. Jika seseorang berhasil memuaskan kebutuhan yang penting, kemudian dia
akan berusaha memuaskan kebutuhan yang terpenting berikutnya”.
Teori Maslow membantu para pemasar memahami cara bermacam-macam
produk menyesuaikan dengan rencana, sasaran, dan kehidupan konsumen. Hirarki
kebutuhan Maslow ditunjukkan dalam Gambar 2.3 berikut ini.
40
Gambar 2.3 Hirarki Kebutuhan Maslow
Sumber : Kotler (2007)
Teori yang terkahir adalah Teori Herzberg yang dikutip oleh Kotler (2007),
teori ini mengembangkan teori dua faktor yang membedakan dissatisfiers (faktorfaktor yang menyebabkan ketidakpuasan) dan satisfiers (faktor-faktor yang
menyebabkan kepuasan). Tidak adanya dissatisfiers saja tidak cukup, sebaliknya
satisfiers harus ada secara aktif untuk memotivasi pembelian.
Teori motivasi Herzberg memiliki dua implikasi. Pertama, para penjual harus
berusaha sebaik-baiknya menghindari dissatisfer. Walaupun tidak menyebabkan
lakunya produk, hal tersebut bisa dengan mudah menyebabkan produk tersebut tidak
41
terjual. Kedua, pabrikan harus mengidentifikasi satisfier atau motivator utama
pembelian di pasar dan kemudian menyediakan faktor satisfier itu. Satisfier itu akan
menghasilkan perbedaan besar terhadap merek apa yang dibeli pelanggan.
Konsumen membeli sebuah produk bukan semata-mata karena mengejar
manfaat fungsionalnya, namun lebih dari itu juga mencari makna tertentu seperti citra
diri bahkan kepribadian. Pemasar yang cerdik cenderung berusaha menciptakan
ikatan tertentu antara produk yang ditawarkan dengan konsumen. Menurut Tjiptono
(2004), secara garis besar ada empat tipe makna konsumsi yang dialami oleh
konsumen. Empat tipe makna konsumsi tersebut adalah sebagai berikut.
1) Self-concept attachment, yaitu produk membantu pembentukan identitas diri
konsumen.
2) Nostalgic attachment, yaitu produk bisa menghubungkan konsumen dengan
kenangan masa lalu.
3) Interdependence, produk menjadi bagian dari rutinitas sehari-hari pelanggan.
4) Love, dimana produk membangkitkan ikatan emosional tertentu, seperti
kehangatan, kegairahan dan emosi lainnya.
2.1.4.5 Hubungan Motivasi Pembelian Dengan Keputusan Pembelian
Proses pembelian diawali ketika seseorang mendapatkan stimulus (pikiran,
tindakan atau motivasi) yang mendorong dirinya untuk mempertimbangkan
pembelian barang atau jasa tertentu. Stimulus bisa berupa hal-hal sebagai berikut.
42
1) Commercial cues, yaitu kejadian atau motivasi yang memberikan stimulus
bagi konsumen untuk melakukan pembelian, sebagai hasil usaha promosi
perusahaan.
2) Social cues, adalah stimulus yang didapatkan dari kelompok referensi yang
dijadikan panutan atau acuan oleh seseorang. Sebagai contoh, motivasi
seseorang untuk melanjutkan studi ke jenjang perguruan tinggi bisa dipicu
karena melihat teman-temannya sibuk mendaftar di beberapa universitas.
3) Physical cues, yakni stimulus yang ditimbulkan karena rasa haus, lapar, lelah,
dan biological cues lainnya.
2.2 Pembahasan Hasil Penelitian Sebelumnya
Penelitian terdahulu yang dijadikan sebagai acuan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut.
1) Riny (2007) dengan judul “Pengaruh Bauran Promosi Terhadap Volume
Penjualan Pada Dj. Bali Production Denpasar”. Penelitian ini dimaksudkan
untuk mengetahui apakah ada pengaruh bauran promosi baik secara simultan
maupun parsial terhadap volume penjualan pada Dj. Bali Production. Metode
penelitian yang digunakan dalam penelitian ini melalui wawancara,
dokumentasi dan kuisioner. Berdasarkan hasil analisis diketahui ada pengaruh
signifikan antara bauran promosi yang terdiri dari periklanan, promosi
penjualan, dan personal selling terhadap volume penjualan pada Dj. Bali
Production Denpasar. Persamaan dengan penelitian ini adalah pada salah satu
43
variabel bebasnya yaitu sama-sama menganalisis variabel periklanan dan
teknik analisis data yang digunakan yang mengggunakan regresi linier
berganda. Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian ini adalah pada
variabel bebas lainnya yang menggunakan promosi penjualan dan personal
selling. Perbedaan kedua adalah variabel terikatnya yang menggunakan
volume penjualan.
2) Agustini (2009) dengan judul “Pengaruh Iklan Rokok Sampoerna A Mild
Terhadap Motivasi Pembelian (Studi Kasus Pada Mahasiswa Fakultas
Ekonomi Universitas Udayana)”. Penelitian ini membahas tentang pengaruh
iklan rokok Sampoerna A Mild yang ditinjau dari kompleksitas pesan,
keunikan pesan, citra produk, variasi pesan dan unit iklan terhadap motivasi
pembelian. Responden penelitian ini adalah Mahasiswa Fakultas Ekonomi
Universitas
Udayana.
Berdasarkan
hasil
analisis
diketahui
bahwa
kompleksitas pesan, keunikan pesan, citra produk, variasi pesan dan unit iklan
berpengaruh signifikan secara simultan terhadap motivasi pembelian.
Persamaan dengan penelitian ini adalah pada variabel terikatnya yaitu
motivasi pembelian dan teknik analisis data yang digunakan. Perbedaannya
adalah indikator variabel bebas yang pada penelitian tersebut ditinjau dari
kompleksitas pesan, keunikan pesan, citra produk, variasi pesan dan unit
iklan. Perbedaan kedua yaitu dalam penelitian ini menambahkan variabel
bebas berupa word of mouth marketing.
44
3) Khairani
(2011) dengan judul
“ Analisis
Pengaruh Citra Merek,
Ketidakpuasan Konsumen, Iklan, Word of Mouth, dan Karakteristik Kategori
Produk Terhadap Keputusan Perpindahan Merek Pada Sabun Pembersih
Wajah”. Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk menganilisis
pengaruh citra merek, ketidakpuasaan konsumen, iklan, word of mouth, dan
karakteristik kategori produk terhadap keputusan perpindahan merek.
Penelitian ini dilakukan terhadap konsumen sabun pembersih wajah yang
telah berpindah ke sabun pembersih wajah merek lain. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa citra merek, ketidakpuasaan konsumen, iklan, word of
mouth, dan karakteristik kategori produk berpengaruh positif dan signifikan
terhadap keputusan perpindahan merek. Variabel word of mouth merupakan
faktor yang paling dominan mempengaruhi keputusan berpindah merek
dengan persentase sebesar 0,221.
4) Saputri (2009) dengan judul “Analisis Pengaruh Iklan Media Televisi
Terhadap Keputusan Pembelian Konsumen Pada Provider Simpati Pede”.
Penelitian ini mencoba menguji pengaruh iklan TV terhadap keputusan
pembelian konsumen pada provider Simpati Pede yang dilihat dari tujuan
iklan yang berdasarkan atas memberikan informasi, membujuk atau
mempengaruhi, dan mengingatkan. Dari hasil analisis yang telah dilakukan
hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel iklan media TV terhadap
keputusan pembelian konsumen berpengaruh secara signifikan dengan
keputusan pembelian konsumen pada provider Simpati Pede.
45
5) Wardhani (2008) dengan judul “Pengaruh Word of Mouth Pada Produk Kredit
Mikro Mandiri PT Bank Mandiri (Persero) Tbk Hub Jakarta Pulogadung
Terhadap Minat Pengajuan Kredit Para Wirausahawan”. Tujuan penelitian
dari produk Kredit Mikro Mandiri PT. Bank Mandiri (Persero) adalah untuk
mengetahui bagaimana efek word of mouth mempengaruhi minat pengajuan
kredit para wirausahawan dengan menggunakan pendekatan kuantitatif
dengan studi literatur dan menggunakan penelitian instrumen dengan
menggunakan kuesioner yang dibagikan kepada 125 orang responden.
Penelitian dilakukan dengan analisis statistik SPSS for windows 15 dengan
variabel word of mouth yang terdiri dari 5 dimensi yaitu talker, topics, tools,
taking parts, dan tracking dan variabel niat beli konsumen. Dari hasil
penelitian diketahui bahwa terdapat pengaruh yang tinggi dari variabelvariabel word of mouth pada produk Kredit Mikro Mandiri terhadap minat
pengajuan kredit para wirausahawan.
6) Hermansyah (2009) dengan judul “Pengaruh Strategi Pemasaran Word of
Mouth Terhadap Proses Keputusan Pembelian Konsumen (Studi Pada CV
Jaya Mandiri Interior Malang)”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
pengaruh secara parsial dan simultan Word of Mouth Marketing terhadap
proses keputusan pembelian konsumen pada CV Jaya Mandiri Interior
Malang. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis
multiple regression. Dimensi word of mouth marketing yang digunakan
adalah talkers, topics dan tools sebagai variabel indipenden dan proses
46
keputusan pembelian konsumen sebagai variabel dependen. Hasil penelitian
menunjukkan ketiga dimensi dalam word of mouth marketing yaitu talkers,
topics dan tools terbukti berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap
proses keputusan pembelian konsumen. Dan dimensi talkers memiliki
Sumbangan Efektif (SE) tertinggi terhadap proses keputusan pembelian
konsumen disusul dengan variabel topics dan tools berturut-turut.
7) Praswati (2009) dengan judul “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Komunikasi Word of Mouth Terhadap Minat Guna Jasa Ulang (Studi Kasus
pada PT Nasmoco di Semarang)”. Penelitian ini menganalisis faktor-faktor
yang mempengaruhi komunikasi word of mouth terhadap minat guna jasa
ulang. Obyek penelitian ini adalah PT. Nasmoco di Semarang. Hasil
penelitian
ini
menunjukkan
diantaranya
bahwa
kualitas
pelayanan
berpengaruh positif terhadap komunikasi word of mouth. Kepuasaan
pelanggan berpengaruh positif terhadap komunikasi word of mouth.
Komitmen berpengaruh positif terhadap komitmen word of mouth. Kekuatan
hubungan berpengaruh positif terhadap komunikasi word of mouth.
Komunikasi word of mouth berpengaruh positif terhadap minat guna jasa
ulang.
8) Bram (2005) dengan judul “Analisis Efektivitas Iklan Sebagai Salah Satu
Strategi Pemasaran Perusahaan Percetakan Dan Penerbitan PT Rambang
Dengan Menggunakan Metode Epic Model”. Objek penelitian ini adalah
konsumen dari PT Rambang yang pernah melihat, mendengar atau membaca
47
iklan PT Rambang khususnya mereka yang tinggal di kota Palembang.
Efektivitas iklan dilihat dari dimensi empati iklan, persuasi iklan, pengaruh
iklan dan komunikasi iklan dengan menggunakan analisis tabulasi silang dan
regresi linier untuk mengukur volume penjualan. Hasil dari dimensi EPIC
model, ditemukan bahwa iklan PT Rambang cukup efektif mempengaruhi
konsumen yang tinggal di kota Palembang. Dan dari keempat faktor,
komunikasi iklan adalah faktor yang paling dominan.
9) Ibrahim (2007) dengan judul “Analisis Pengaruh Media Iklan Terhadap
Pengambilan Keputusan Membeli Air Minum Dalam Kemasan Merek Aqua
Pada Masyarakat Kota Palembang”. Penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui seberapa besar pengaruh media iklan terhadap pengambilan
keputusan konsumen membeli air minum dalam kemasan merek Aqua dan
media iklan yang mana yang dominan mempengaruhi keputusan konsumen
membeli air minum dalam kemasan merek Aqua. Dari hasil penelitian
terhadap 126 responden di kota Palembang diketahui bahwa media iklan
televisi, iklan surat kabar, iklan majalah, iklan radio, iklan papan reklame dan
iklan spanduk secara simultan berpengaruh signifikan terhadap keputusan
konsumen dalam membeli air minum dalam kemasan merek Aqua. Secara
parsial terlihat bahwa dari enam variabel bebas yang ada hanya ada tiga
variabel bebas yang berpengaruh positif dan signifikan terhadap keputusan
konsumen dalam membeli air minum dalam kemasan merek Aqua, yaitu
48
media iklan televisi, iklan majalah dan iklan spanduk. Yang paling dominan
berpengaruh adalah iklan televisi.
10) Kurniawati (2009) dengan judul “Pengaruh Harga dan Iklan terhadap
Keputusan Pembelian Sepeda Motor Honda (Studi Kasus pada Konsumen di
Kelurahan Tegalsari Semarang)”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
bagaimana pengaruh harga dan iklan terhadap keputusan pembelian sepeda
motor Honda (Studi Kasus pada Konsumen di Kelurahan Tegalsari
Semarang). Tipe penelitian ini adalah explanatory reseach dengan sampel 100
responden yang diambil dengan teknik bertahap (Multistage Sampling). Dari
hasil penelitian menunjukkan bahwa harga dan iklan berpengaruh secara
simultan dan parsial terhadap keputusan pembelian. Harga dan iklan
memberikan kontribusi sebesar 18,2 persen terhadap keputusan pembelian
konsumen.
11) Purnama (2003) dengan judul “Pengaruh Iklan Televisi Menggunakan
Background Musik Terhadap Recall Audience”. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh iklan televisi menggunakan background musik terhadap
recall audience. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini meliputi
variabel recall audience sebagai variabel terikat, variabel jingle iklan, bintang
iklan, dan tema iklan sebagai variabel bebas. Metode analisis yang digunakan
adalah analisis regresi berganda. Kontribusi seluruh variabel bebas terhadap
variabel terikat sebesar 86,3 persen. Dari hasil perhitungan regresi diketahui
bahwa keseluruhan variabel secara bersama-sama berpengaruh terhadap recall
49
audience, tetapi secara parsial hanya variabel jingle iklan yang berpengaruh
secara signifikan.
12) Antinah (2009) dengan judul “Komunikasi dari Mulut ke Mulut Pengaruhnya
Terhadap Loyalitas Pelanggan pada Cipaganti Shuttle Service Trayek
Bandung-Jakarta Cabang Dipatiukur di PT. Cipaganti Citra Graha Bandung”.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh komunikasi dari
mulut ke mulut pengaruhnya terhadap loyalitas pelanggan pada cipaganti
shuttle service trayek Bandung-Jakarta cabang Dipatiukur di PT. Cipaganti
Citra Graha Bandung. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dan
verifikatif dengan pendekatan kuantitatif dengan unit analisis komunikasi dari
mulut ke mulut dengan loyalitas pelanggan. Analisis kuantitatif yang
digunakan yaitu analisis regresi linier sederhana, analisis korelasi, analisis
koefisien determinasi, dan pengujian hipotesis menggunakan uji t. Hasil
analisis menunjukkan bahwa komunikasi dari mulut ke mulut memberikan
pengaruh 71,6 persen terhadap loyalitas pelanggan dan sisanya sebesar 28,4
persen adalah pengaruh dari faktor-faktor lain seperti brosur yang diabaikan
penulis dalam penelitian ini.
13) Pujiyanto (2003) dengan judul “Strategi Pemasaran Produk Melalui Media
Periklanan”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pendapat masyarakat
tentang strategi pemasaran produk melalui media periklanan dan faktor-faktor
keputusan membeli pada anak setelah melihat iklan. Dari hasil penelitian
diketahui bahwa menurut masyarakat iklan memberi informasi terhadap
50
produk baru yang ada di pasaran sebesar 94,56 persen, menginformasikan
terhadap kualitas dan ciri-ciri produk sebesar 70,71 persen, dan menaikkan
belanja keluarga dan menaikkan harga produk sebesar 30,96 persen. Adapun
faktor keputusan membeli pada anak setelah melihat iklan diklasifikasikan
menjadi: produk memang diperlukan sebesar 37 persen, menyukai produk
yang diiklankan sebesar 32 persen, iklan yang menarik sebesar 21 persen,
model di iklan sebesar 13 persen, pilihan merek sebesar 13 persen, pengaruh
teman sebaya sebesar 11 persen, iklan yang berulang-ulang sebesar 8 persen,
kemungkinan menang undian sebesar 2 persen, penawaran hadiah langsung
yang menarik sebesar 3 persen, status simbol (gengsi) sebesar 3 persen,
lainnya sebesar 12 persen.
14) Basnendar (2008) dengan judul “Strategi Komparatif Iklan Televisi Produk
Sampo Wanita”. Iklan produk sampo yang dibandingkan dalam penelitian ini
adalah: iklan sampo Pantene Pro-V dan iklan sampo CLEAR, di mana kedua
iklan tersebut mengandung strategi komparatif. Penelitian ini menemukan
bahwa tiga iklan produk sampo dengan menggunakan strategi komparatif
cenderung memiliki kesamaan yang merupakan produk komparatif,
komparatif dari cara untuk menggunakan produk, dan komparatif produk itu
sendiri sehingga dapat dikategorikan bahwa strategi komparatif dari kedua
produk sampo cenderung klise.
15) Franses dan Vriens (2004) dengan judul “Advertising Effects on Awareness,
Consideration
and
Brand
Choice
51
Using
Tracking
Data”.
Dengan
menggunakan data mingguan pengeluaran iklan di berbagai media dan data
respon pada kesadaran, pertimbangan dan pilihan konsumen, penelitian ini
menguji
hirarki dari
hipotesis
pengaruh
iklan terhadap kesadaran,
pertimbangan dan pemilihan merek pada konsumen. Hasil empiris penelitian
ini, berdasarkan model persamaan simultan dengan parameter pengumpulan
seluruh merek, menunjukkan bahwa penelitian ini berhasil menolak hasil
penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Aaker dan Day (1974).
Selanjutnya, penelitian ini juga menemukan bahwa efek iklan paling tinggi
berpengaruh terhadap kesadaran merek pada konsumen, meskipun pada saat
yang sama ada efek pemilihan merek. Iklan dengan media surat kabar ternyata
yang paling berpengaruh daripada media lainnya.
16) Mazzarol, dkk (2006) dengan judul “Conceptualizing Word-of-Mouth
Activity, Triggers and Conditions: an Exploratory Study”. Metodologi
penelitian ini melalui serangkaian enam kelompok fokus yang dilakukan
dengan konsumen, ini dilengkapi dengan lebih dari 100 kuesioner insiden
kritis. Penelitian ini berusaha menemukan dua tema utama word of mouth,
yang biasa disebut sebagai "kekayaan pesan" dan "kekuatan advokasi tersirat
atau eksplisit", diidentifikasi, serta berbagai pemicu dan kondisi yang
mempengaruhi terjadinya word of mouth. Penelitian ini didasarkan pada dua
jenis penelitian kualitatif, tetapi penelitian kuantitatif juga diperlukan
sepenuhnya untuk menguji model word of mouth berasal. Selanjutnya,
penelitian ini difokuskan pada word of mouth dari sudut pandang pemberi
52
word of mouth. Penelitian word of mouth dari sudut pandang penerima word
of mouth juga diperlukan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa aktivitas
word of mouth lebih kompleks daripada pendapat hasil penelitian sebelumnya.
Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa manajer pemasaran harus
mempertimbangkan berbagai aspek dari word of mouth dan khususnya
mengakui bahwa word of mouth akan sangat menguntungkan bila bersifat
positif.
17) Kambe (2007) dengan judul “Correlation between Word-of-Mouth Effects and
New Media: Simulations of Japanese Media Environment Using Artificial
Neural Network”. Penelitian ini mencoba untuk menemukan pola-pola
korelasi baru antara generasi word of mouth dan efek media lainnya melalui
model simulasi komputer dengan jaringan syaraf tiruan. Dari observasi hasil
simulasi, penelitian ini mencoba untuk membangun pola umum baru
penggunaan media dari sudut pandang praktisi pemasaran untuk mempercepat
pengaruh word of mouth. Sampai saat ini, meskipun para pemasar melihat
bahwa pengaruh word of mouth dapat memiliki kekuatan besar dalam
membangun strategi pemasaran yang efektif, mereka tidak cukup mengerti
kolaborasi antara media komunikasi konvensional dan generasi media
konsumen seperti blog dan aktivitas word of mouth. Penelitian simulasi
eksperimental menyediakan beberapa petunjuk dasar untuk memahami
kolaborasi ini.
53
18) Chang (2007) dengan judul “Diagnostic Advertising Content And Individual
Differences”. Dengan menggunakan perspektif sumber daya yang cocok,
penelitian ini menguji pengaruh informasi produk diagnostik (DPI) dalam
iklan dengan menggunakan sampel di Taiwan. Diusulkan bahwa efektivitas
DPI tergantung pada kombinasi pesan dan perbedaan individu kosumen.
Penelitian ini menunjukkan bahwa salah satu bagian dari DPI (konsensus)
meningkatkan keterlibatan pesan iklan dan meningkatkan iklan dan evaluasi
merek, sedangkan dua bagian DPI (konsensus dan komparatif) tidak lebih
meningkatkan keterlibatan atau meningkatkan evaluasi. Selain itu, perbedaan
individu konsumen dalam kebutuhan kognisi (NFC) dimoderatori efektivitas
DPI. DPI menyebabkan keterlibatan pesan iklan yang lebih besar dan iklan
yang lebih menguntungkan dan evaluasi merek hanya untuk peserta yang
tinggi dalam NFC.
19) Havaldar dan Dash (2009) dengan judul “Exploring Word of Mouth
Communication in Business to Business Marketing”. Penelitian ini bertujuan
untuk meneliti kepentingan dan keggunaan komunikasi word of mouth
sebagai strategi promosi oleh para pemasar bisnis di India di industri dan
segmen pasar yang berbeda. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
pentingnya komunikasi word of mouth sangat tinggi, dan bahwa perusahaanperusahaan bisnis di bidang pemasaran menggunakan beberapa bentuk
komunikasi word of mouth. Word of mouth berbobot besar untuk produk yang
mahal, beresiko, atau sangat terlihat. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil
54
penelitian serupa yang dilakukan di barat. Ini menunjukkan bahwa
komunikasi word of mouth sangat diperhatikan serius oleh pemasar bisnis di
India sebagai strategi untuk mempertahankan rekan bisnis mereka di Barat.
Namun, dalam konteks di India hanya perusahaan IT yang menggunakan
platform media baru, terutama blog dan situs jejaring sosial.
20) Sweeney, dkk (2007) dengan judul “Factors Influencing Word of Mouth
Effectiveness: Receiver Perspectives”. Penelitian ini menunjukkan bahwa
potensi untuk pengaruh word of mouth pada persepsi atau tindakan tergantung
pada sifat dari hubungan penerima dan pengirim, kekayaan dan kekuatan dari
pesan dan pengirimannya, dan berbagai faktor pribadi dan situasional dari
word of mouth itu sendiri. Penelitian yang lain mengenai word of mouth
berfokus pada pengirim word of mouth. Sebaliknya penelitian ini memberikan
wawasan tentang dampak word of mouth pada penerima word of mouth,
sesuatu yang saat ini menjadi "black box" dalam literatur pemasaran.
21) Godes dan Mayzlin (2009) dengan judul “Firm Created Word of Mouth
Communication: Evidence From a Field Test”. Dalam penelitian ini penulis
menyusuri keefektifan manajemen proaktif perusahaan dalam menciptakan
komunikasi konsumen ke konsumen. Dari hasil penelitian diketahui bahwa
produk dengan tingkat kesadaran rendah oleh konsumen, word of mouth
adalah strategi yang paling efektif dalam meningkatkan penjualan. Dan dari
hasil penelitian ini juga ditemukan bahwa meskipun kepemimpinan pendapat
55
berguna dalam kefektifan penyebaran word of mouth antara konsumen yang
sangat loyal, itu kurang berguna untuk sampel konsumen yang kurang loyal.
22) Palka, dkk (2009) dengan judul “Mobile Word of Mouth - a Grounded Theory
of Mobile Viral Marketing”. Tujuan penelitian ini adalah untuk lebih
memahami motivasi di balik keputusan konsumen untuk terlibat dalam
strategi mobile viral marketing. Hasil penelitian ini diharapkan dapat
membantu peneliti dan pemasar untuk lebih memahami komponen-komponen
penting dari strategi mobile viral marketing dan mempersiapkan tempat untuk
penelitian lebih lanjut dalam bidang ini nantinya.
23) Soscia, dkk (2010) dengan judul “The Effect of Comparative Advertising on
Consumer Perceptions: Similarity or Differentiation?”. Dua kelompok
experiment indipenden dilakukan untuk diuji. 280 peserta secara acak dipilih
dan diberikan satu dari dua kondisi di mana mereka terkena iklan komparatif
atau iklan cetak non-komparatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa efek
iklan komparatif tergantung pada diferensiasi konsumen merasakan antara
merek dan tingkat keterlibatan konsumen dengan kategori produk tertentu.
24) Cheung,
dkk
(2007)
Communications:
A
dengan
judul
Cross-National
“Revisiting
Word
Exploration”.
Of
Mouth
Penelitian
ini
mengeksplorasi faktor-faktor motivasi internal yang mempengaruhi konsumen
AS dan Cina untuk memulai komunikasi word of mouth di pasar mayoritas.
Penelitian ini menemukan beberapa faktor motivasi baru yang sebelumnya
tidak pernah dibahas dalam literatur word of mouth. Baik pengaruh umum dan
56
berbeda dari word of mouth antara dua pengaturan budaya yang ditemukan
dalam penelitian ini dapat membantu pemasar lebih lanjut untuk
mengeksplorasi peran word of mouth sementara mempertimbangkan
standarisasi perbandingan strategi adaptasi dalam iklan global mereka dan
kampanye promosi di dua negara.
25) Wangenheim dan Bayon (2004) dengan judul “The Effect of Word of Mouth
On Services Switching (Measurement and Moderating Variables)”. Penelitian
ini meneliti pengaruh dari word of mouth dalam konteks perpindahan layanan
provider seluler. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kekuatan pengaruh
word of mouth ditentukan oleh karakteristik komunikator.
2.3 Hipotesis
Berdasarkan landasan teori dan studi-studi pendahulu yang relevan, maka
hipotesis dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut.
1) Strategi periklanan dan word of mouth marketing es krim Magnum Walls
berpengaruh signifikan terhadap motivasi pembelian konsumen.
2) Word of mouth marketing berpengaruh lebih dominan terhadap motivasi
pembelian konsumen es krim Magnum Walls.
57
Download