bab ii landasan teori

advertisement
 BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Sensor/Tranduser
Sensor adalah elemen yang menghasilkan suatu sinyal yang tergantung pada kuantitas
yang diukur. Sedangkan tranduser adalah suatu piranti yang mengubah suatu sinyal ke
bentuk sinyal lainnya. Jadi sensor merupakan tranduser.
Sensor terbagi beberapa jenis, diantaranya :

Resistive, capasitive dan inductive sensor.

Sensor suhu

Sensor tekanan, dsb.
Beberapa contoh dari sensor suhu yaitu RTD (Resistance Temparature Detector),
Thermistor, Termocouple dan IC sensor. Pada Tabel 2.1 diperlihatkan perbandingan
keempat sensor tersebut.
Tabel 2.1 Tabel perbandingan kelebihan dan kekurangan sensor suhu
Keterangan
Termocouple
RTD
Thermistor
IC sensor
Simbol
Karakteristik
Kelebihan
- Sederhana
- Lebih stabil
- Murah
- Lebih akurat
- Ukuran yang
- Lebih linier
- Respon cepat
yang lebih
bervariasi
dibanding
- Pengukuran 2
besar
penghubung
- Murah
- Jangka suhu
thermocouple
yang bervariasi
- Keluaran
tinggi
resistansi
5
- Lebih linier
- Keluaran
6
Tabel 2.1 Lanjutan
Keterangan
RTD
- Mahal
Thermistor
- Tidak linier
IC sensor
- Suhu <200C
- Tegangan
Membutuhkan
- Jangka suhu
-Membutuhkan
rendah
sumber arus
- Membutuhkan - Perubahan
Termocouple
- Tidak linier
suhu referensi
Kekurangan
- Kesensitifan
rendah
terbatas
catu daya
- Mudah rusak
- Lambat
resistansi
-Membutuhkan
- Pemanasan
yang kecil
sumber arus
- Pemanasan
sendiri
sendiri
- Pemanasan
- Bentuk fisik
sendiri
terbatas
- Resistansi
rendah
(William DC, 1993)
2.2 Thermistor
Thermistor adalah salah satu jenis sensor suhu yang mempunyai koefisien temperatur
yang tinggi, dimana komponen ini dapat mengubah nilai resistansi karena adanya
perubahan temperatur. Thermistor dibedakan dalam 3 jenis, yaitu thermistor yang
mempunyai koefisien negatif, disebut NTC (Negative temperature Coeficient), thermistor
yang mempunyai koefisien positif, disebut PTC (Positive Temperature Coeficient) dan
thermistor yang mempunyai tahanan kritis, yaitu CTR (Critical Temperature Resistance).
Gambar 2.1 memperlihatkan karakteristik dari thermistor PTC dan NTC.
R
NTC: -
Tmin
PTC: +
-
Daerah kerja NTC lebih luas.
Daerah kerja PTC lebih pendek
dari NTC, karena PTC memiliki
Tmin & Tmax, dan saat tertentu
akan menjadi NTC.
Tmax
Gambar 2.1 Karakteristik Thermistor (P/NTC)
7
2.2.1 Karakteristik
temperatur-tahanan
Gambar 2.2 memperlihatkan hubungan temperatur dengan resistansi dimana
setiap bertambahnya temperatur berbanding terbalik dengan nilai resistansinya.
Semakin besar temperatur yang diterima termistor maka tahanan pada termistornya
semakin kecil.
Gambar 2.2 Karakteristik temperatur – tahanan
(Areny, Ramon Pallas. dan John G. Webster. 1991.Sensors And Signal
Conditioning)
Arus yang lebih besar pada pemberian tegangan yang lebih besar
menghasilkan panas yang cukup untuk menaikkan temperatur termistor di atas
temperatur sekeliling dan berarti tahanannya berkurang. Karakteristik tegangan
menunjukkan bahwa penurunan tegangan sebuah termistor bertambah terhadap
kenaikkan arus sampai dia mencapai suatu nilai puncak setelah penurunan tegangan
berkurang jika arus bertambah. Termistor memiliki suatu karakteristik tahanan yang
negatif.
Karakteristik temperatur tahanan menunjukkan bahwa termistor mempunyai
koefisien tahanan temperatur negatif yang tinggi sehingga membuatnya menjadi
sebuah tranduser temperatur yang ideal. Variasi tahanan tehadap temperatur dari
kedua bahan industri dibandingkan terhadap karakteristik untuk platina (bahan
termometer tahanan yang dipakai secara luas).
8
2.3 Linearisasi
Dengan
karakteristik termistor yang tidak linear, maka perlu ditambahkan rangkaian
agar menjadi keluaran yang linear. Berikut ini adalah cara untuk melinearkan termistor.
Adapaun metoda yang digunakan adalah menggunakan rangkaian paralel.
Rangkaian paralel digunakan untuk melinearkan karakteristik dari termistor.
diparalelkan dengan sebuah resistor Rp. Gambar 2.3 memperlihatkan
Termistor
karakteristik linearitas dari termistor yang menggunakan rangkaian paralel.
Gambar 2.3 Karakteristik R/T menggunakan rangkaian paralel
2.4 Penguat Operasional
Penguat operasional (Op-amp) adalah penguat DC dengan perolehan tinggi yang
mempunyai impedansi masukan tinggi dan impedansi keluaran rendah. Istilah
Operasional menunjukkan bahwa penambahan komponen luar yang sesuai dapat
dikonfigurasikan untuk melakukan berbagai operasi, seperti penambahan, pengurangan,
perkalian, integrasi dan diferensial. Pada umumnya, operasi-operasi ini digunakan untuk
operasi linier dan non-linier.
2.4.1 Inverting Amplifier
Inverting amplifier ini, input dengan outputnya berlawanan polaritas. Jadi ada tanda
minus pada rumus penguatannya. Penguatan inverting amplifier adalah bisa lebih kecil
nilai besaran dari 1, misalnya -0.2 , -0.5 , -0.7 , dst dan selalu negatif, atau bisa lebih besar
9
pada perbandingan nilai Rf terhadap Ri. Tegangan keluaran rangkaian ini
tergantung
diperlihatkan
pada persamaan 2.1. Persamaan ini diperoleh berdasarkan pada Gambar 2.4.
..................................................................................................... (2.1)
Gambar 2.4 Rangkaian Inverting Amplifier
2.4.2 Non-Inverting Amplifier
Rangkaian non-inverting amplifier ini hampir sama dengan rangkaian inverting
hanya perbedaannya adalah terletak pada tegangan inputnya dari masukan non-inverting.
Gambar 2.5 memperlihatkan rangkaian non-inverting amplifier. Berdasarkan Gambar 2.5
tersebut tegangan keluaran rangkaian non-inverting amplifier dinyatakan dengan
persamaan 2.3.
Gambar 2.5 Rangkaian Non-inverting Amplifier
..................................................................................................... (2.2)
sehingga persamaan menjadi :
.................................. ............................................................................................... (2.3)
Hasil tegangan output non-inverting ini akan lebih dari satu dan selalu positif.
10
Span dan Zero
2.5 Pengubah
suatu tranduser jarang yang sesuai dengan pengkondisi sinyal, display, atau
Output
computer. Pengubah span dan zero dapat dibuat dengan menggunakan rangkaian
penjumlah (inverting summer), seperti tampak pada gambar 2.6.
+
- V
Ros
e in
-(mx+b)
Rf
-
Ri
R
U1
+
R
+V
eu1
-V
Rcomp
U2
+
eu2
+(mx+b)
R/2
Gambar 2.6 Inverting summer
Rumus umum span and zero converter diperlihatkan pada persamaan 2.1 :
e out =
Rf
R
e in + f V
Ri
R os .............................................................................................. (2.4)
dengan kurva alih diperlihatkan pada Gambar 2.7 :
V
e
out2
e
out1
e
in-1
e
in-2
V
Gambar 2.7 Kurva alih rangkain span and zero converter
Harga Rf dipilih relatif besar, sehingga perubahan sedikit pada Ri tidak akan
membebani sensor, harga (nilai) Ri dapat dihitung, demikian pula nilai Ros dapat dihitung
bila V dapat ditentukan.
2.6 Rangkaian Catu Daya
Catu daya merupakan rangkaian yang penting dalam sistem elektronika. Rangkaian
catu daya memberikan supply tegangan pada alat pengendali. Terdapat beberapa macam
catu daya, yaitu catu daya tegangan tetap dan catu daya tegangan variabel. Catu daya
11
tegangan tetap adalah catu daya yang tegangan keluarannya tetap dan tidak dapat diatur.
Sedangkan
catu daya tegangan variabel adalah catu daya yang tegangan keluarannya
dapat diubah atau diatur. Terdapat dua sumber catu daya, yaitu sumber AC dan sumber
DC. Pada tugas akhir ini akan digunakan sumber DC sebagai catu daya.
2.7 Rangkaian
Konverter Voltage To Frekuensi
Alasan diubahnya sinyal tegangan ke frekuensi yaitu karena transmisi sinyal dalam
bentuk tegangan atau arus mempunyai beberapa keterbatasan.
Untuk mengatasi
keterbatasan seperti dalam transmisi tegangan atau arus maka digunakan transmisi dalam
bentuk pulsa digital. Yakni dengan mengubah tegangan analog dari sensor dan dari
pengkondisi
sinyal dalam bentuk pulsa-pulsa menggunakan konverter v to f.
Lebar pulsa adalah konstan sedangkan frekuensi bervariasi secara linier terhadap
tegangan yang diterapkan. Frekuensi dapat ditransmisikan dalam bentuk arus.
Noise pada rangkaian transmisi (lup rangkaian) akan mempengaruhi amplitudo, tetapi
tidak frekuensi sinyalnya. Sesampai di tujuan, frekuensi dari penguat insrument kemudian
dikonversikan kembali dalam bentuk analog. Seperti saat semula dikirimkan dengan
demikian Noise yang besar serta resistansi lup seri yang berpengaruh terhadap sinyal yang
dikirimkan telah diminimisasi.
Gambar 2.8 memperlihatkan diagram blok dasar
pengubah tegangan ke frekuensi.
Vs
8
2
Rs
1
RL VX
Switched
current
source
Ct
Vlogic
Frequency
output
Input
comparator
+
5
6
CL
V1
Rt
One-shot
timer
3
7
Input
Voltage
4
Gambar 2.8 Diagram blok dasar pengubah tegangan ke frekuensi
12
diubah oleh instrument menjadi pulsa tegangan seperti diagram waktu seperti
Tegangan
pada gambar
2.9 berikut.
V1
a
b
t
Vx
a
b
t
Vout
0
1 2
3
4 5
6
fout
f1
High V1
high fout
Low V1
Adjustment
low fout
7
t
Adjust
High V1
high fout
t
Gambar 2.9 Operasi dan bentuk gelombang pada pengubah tegangan ke frekuensi
(Jacob, J.Michael. 1988)
2.8 Rangkaian Konverter Frekuensi To Voltage
Proses konversi dapat dilihat pada gambar 2.10.
Vcc
Iout
1
7
6
+
-
RL
One
shot
Vcc
Rt
Ct
(a)
Vin
I
Vout
t
T
3
4
(b)
Gambar 2.10. a. Diagram blok pengkonversi frekuensi ke tegangan. b. Bentuk
gelombang
13
Secara normal , RD yang dihubungkan dengan +Vcc akan menahan masukan comparator
pada Vcc di atas masukan (+). Hal ini akan menjadikan one-shot dan current
source menjadi off. Falling edge dari masukan akan didefinisir menjadi suatu pulsa
(spike) oleh RD dan CD. Sesaat akan menarik masukan (-) comparator di bawah masukan
(+).
One shot menjadi aktif.
Hal ini akan menghubungkan current source untuk
memberikan
arus Iout menuju beban (load) sesuai dengan persamaan 2.5.
t = I,1Rt Ct ................................................................................................................ (2.5)
Dikarenakan masukan pulsa sudah menghilang, akhir dari interval waktu one shot akan
menjadikan
current source menjadi off dan akan on lagi jika ada pulsa trigger yang
masuk. Hasilnya merupakan suatu pulsa-pulsa dengan lebar pulsa yang konstan (+) dan
dengan ferkuensi yang sama dengan masukan.
Amplitudo pulsa sama dengan pada
sistem pengkonversi tegangan ke frekuensi sebagaimana dinyatakan pada persamaan 2.6.
i=
2V
Rs ...................................................................................................................... (2.6)
Nilai rata-rata (average) atau nilai dc dari arus akan sebanding dengan luas di bawah
kurva, atau jika diturunkan akan menghasilkan tegangan seperti ditunjukkan pada
persamaan 2.7.
Iave
tetapi
Vave
=
i.t
T
=
2V.1,1.Rt.Ct
Rs.T
= Iave . RL
= 2V x 1,1 Rt Ct x
dimana fin =
RL
x fin
Rs
........................................................ (2.7)
1
T
Pada gelombang pulsa terdapat filter untuk menghilangkan ripple sehingga diperoleh
tegangan average atau dc yang diinginkan.
Pengkonversi frekuensi ke tegangan biasa digunakan secara langsung dengan transduser
seperti : incremental optical recorder, reflective optical sensing, Hall effect magnetic
sensor. Transduser-transduser tersebut memberikan keluaran berupa deretan pulsa-pulsa.
Frekuensi dari pulsa-pulsa tersebut tergantung pada kecepatan rotasi sari sensor. Untuk
14
mendapatkan
sinyal analog yang merupakan ukuran dari kecepatan, diperlukan suatu
pengkonversi
frekuensi ke tegangan. (Mardiyanto, Ignatius R.,dkk. 2009. Instrumentasi
dan Pengukuran).
Download