III. METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Materi Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah tungau predator Phytoseius sp. dan tungau hama T.urticae, lem tanglefoot daun singkong, dan polen. Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah mikroskop stereo, Thermo hygrometer, nampan, busa, cover glass, box ice, kaca pembesar (luv), kapas, kuas kecil, black tile, kertas tissue tidak berparfum, label dan plastik hitam. 2. Lokasi dan Waktu Penelitian Tempat pengambilan sampel berupa daun singkong adalah di perkebunan singkong Desa Slarang, Kecamatan Kesugihan, Kabupaten Cilacap. Pengamatan sampel yang didapat serta pemeliharaan tungau predator Phytoseius sp. dilakukan di Laboratorium Entomologi dan Parasitologi, Fakultas Biologi, Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto. Penelitian dilaksanakan dari Bulan Januari 2014 sampai Maret 2014. B. Metode Penelitian 1. Rancangan Percobaan Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode eksperimental dengan Rancangan Acak Lengkap, perlakuan yang dicobakan ada 3, yaitu augmentasi inundatif tungau predator Phytoseius sp. kontrol (K1) dengan rasio pelepasa 1:4, rendah (k2) dengan rasio pelepasan 2:4 dan tinggi k3) dengan rasio pelepasan 4:4 dilakukan dengan 3 kali ulangan, dan 3 kali pengambilan sampel dengan interval 1 minggu. Variabel yang diamati meliputi kepadatan relatif tungau predator Phytoseius sp. dan T. urticae sebelum dan sesudah augmentasi tungau predator Phytoseuis sp. Parameter yang diukur adalah banyaknya tungau hama T. urticae sebelum dan sesudah augmentasi tungau predator Phytoseuis sp. 2. Cara Kerja a. Pengambilan Sampel Daun Singkong Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan sistematik sampling yaitu dengan membagi luas area perkebunan secara diagonal, sehingga diperoleh titik pengambilan sampel yang dinotasikan dengan angka sebagai berikut: 5 1 6 2 3 5 4 7 9 8 Keterangan: 1-9 = Titik Pengambilan Sampel. Gambar 3.1. Skema Titik Sampling Tanaman Singkong Dari 5 lembar daun paling bawah dari sekelompok tanaman singkong yang memperlihatkan gejala serangan tungau hama dipetik 3 lembar daun, kemudian dimasukkan kedalam kantung plastik hitam. Seluruh daun tersebut diperiksa dibawah mikroskop binokuler. Di lakukan 3 kali ulangan pengambilan sampel daun dengan interval 1 minggu. b. Perhitungan (awal) Rata-rata ∑ Individu tungau Phytoseius sp. dan T.urticae pada setiap Sekelompok Tanaman yang Tersampling Seluruh daun sampel diamati di bawah mikroskop binokuler dengan perbesaran 100X dengan posisi daun terbalik. Tungau hama T.urticae dan tungau predator Phytoseius sp. yang di temukan dari 3X pengambilan sampel tersebut dihitung untuk mengetahui rata-rata jumlah kelimpahan awal T.urticae dan Phytoseius sp. perluas daunnya. Hal tersebut bertujuan untuk menentukan berapa tungau predator Phytoseius sp. yang akan dilepas secara masal (augmentasi) ke area perkebunan singkong pada setiap kelompok tanaman yang tersampling, sehingga didapatkan perbedaan jumlah pelepasan Phytoseius sp. hal tersebut dijadikan sebagai perlakuan penelitian. c. Pengambilan dan Perbanyakan Tungau Phytoseius sp. Berdasarkan Metode Overmeer et al., (1982) dalam Klashort, 1996). Seluruh daun singkong yg telah diambil diperiksa di bawah mikroskop binokuler. Phytoseius sp. yang diperoleh dipindah ke tempat pemeliharaan, yang terdiri atas nampan plastik berisi air dengan busa di dalamnya. Di atas busa yang basah, diletakan black tile yang pada bagian tepinya ditaruh kertas tissue yang tidak berparfum. Bagian ujung kertas terendam dalam air, sedangkan diatas kertas dibuat tanggul yang mengelilingi balck tile menggunakan lem tangle foot. Tanggul lem ini untuk mencegah agar tungau predator tidak melarikan diri dari arena uji. Tungau dipelihara dengan pemberian makanan berupa stadium telur T.urticae yang diambil langsung dari tanaman singkong atau dengan pemberian pakan 6 alternatif berupa polen bunga kering. Perkembangan tungau Phytoseius sp. diamati selama 20 hari. d. Percobaan Teknik Augmentasi inundatif tungau Phytoseius sp. Setiap 3 titik dari 9 titik pengambilan sampel dijadikan sebagai 1 perlakuan, sehingga terdapat 3 perlakuan yang akan diujikan yaitu augmentasi inundatif Phytoseius sp. kontrol (K1) dengan rasio pelepasan 1:4, augmentasi inundatif Phytoseius sp. rendah (K2) dengan rasio pelepasan 2:4, dan augmentasi inundatif Phytoseius sp. tinggi (K3) dengan rasio pelepasan 4:4. Acuan dasar rasio pelepasan masal Phytoseius sp. untuk setiap perlakuan yaitu 1:4, dimana 1 ekor Phytoseius sp. untuk mengendalikan 4 ekor T.urticae. Augmentasi inundatif Phytoseius sp. ini dilakukan setelah 20 hari pemeliharaan Phytoseius sp. di laboratorium, yang kemudian dilepaskan ke area perkebunan singkong sesuai dengan perlakuan yang diujikan (K1, K2, dan K3). e. Cara Kerja Teknik Pelepasan Tungau Phytoseius sp. Phytoseius sp. hasil pemeliharaan dibawa menggunakan ice box. Pelepasan tungau predator Phytoseius sp. dilakukan dengan menggunakan koas untuk memindahkan Phytoseius sp. dari tempat pemeliharaan (rearing) ke lembar daun ke 5 paling bawah pada tanaman singkong yang sama pada saat pengambilan sampel awal, untuk membantu dalam pemindahan tungau Phytoseius sp. dapat digunakan kaca pembesar (luv). Selama 20 x 24 Jam setelah pelepasan augmentasi inundatif tungau predator Phytoseius sp. dilakukan 3X pengambilan sampel daun kembali, kemudian dihitung kembali rata-rata ∑ tungau T.urticae dan tungau Phytoseius sp yang ditemukan perluas daunnya. f. Variabel Pengamatan percobaan Efektifitas Augmentasi Inundatif Phytoseius sp. Variabel yang diamati berupa kelimpahan tungau hama T.urticae dan tungau predator Phytoseius sp. sebelum dan sesudah augmentasi inundatif. Parameter yang dihitung adalah jumlah kelimpahan T.urticae sebelum dan sesudah augmentasi. Data kelimpahan T.urticae akhir (sesudah augmentasi) dianalisis untuk mengetahui keefektifan percobaan teknik augmentasi inundatif Phytoseius sp. dalam mengendalikan T.urticae pada perkebunan singkong di Cilacap. C. Metode Analisis Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan analisis variansi (ANOVA) pada tingkat kesalahan 10% dan 20%. Hasil analisis variansi dilanjutkan dengan uji beda nyata terkecil (BNT) pada tingkat kesalahan yang sama. 7